Fraktur OS Mastoid
-
Upload
udiet-damar-ramadhan -
Category
Documents
-
view
64 -
download
0
description
Transcript of Fraktur OS Mastoid
PENDAHULUAN
Mastoid merupakan tulang yang terdiri dari bagian yang berselula atau bagian aerasi.
Tulang ini dibatasi pada bagian superior oleh fossa kranialis medial dan pada posterior oleh fossa
kranialis posterior. Mastoid merupakan bagian dari tulang temporal sehingga trauma pada tulang
temporal akan mengakibatkan cedera pada mastoid. Mastoid merupakan tulang yang dapat
melindungi organ-organ dalam dibagian temporal dari mekanisme cedera. Tulang temporal
merupakan struktur tulang yang membentuk tulang kepala pada bagian lateral dan juga
merupakan bagian struktur yang membentuk basis cranii. Fraktur tulang temporal adalah
kelainan yang sering dikonsultasikan pada spesialis THT (Telinga, Hidung, Tengorok)
dalam keadaan darurat. Pengetahuan t en t ang ana tomi s t ruk tu r v i t a l da l am tu l ang
t empora l s anga t pen t i ng un tuk mendiagnosa dan penanganan cedera dengan cepat dan
tepat. Evaluasi yang tepat dapat memperhitungkan derajat keparahan dan gejala-gejala trauma
pada telinga.1,2,3,7
Cede ra pada t u l ang t empora l mencapa i 30% sampa i 70% kasus yang
melibatkan trauma tumpul kepala. Kebanyakan fraktur yang terjadi adalah unilateral dengan
laporan kasus fraktur temporal bilateral hanya sekitar 9% sampai 20% kasus. Paling sering
terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak kasus ini timbul dengan angka kejadian sekitar
8% sampai 22%. Meskipun langkah-langkah keamanan seperti sabuk pengaman, airbags, dan
helm sepeda dapat membantu mengurangi jumlah kecelakaan kendaraan yang mengakibatkan
trauma kepala, kecelakaan tetap yang paling umum menjadi penyebab cedera tulang temporal.
Trauma tulang temporal sering dikaitkan dengan trauma cedera otak berat. Sekitar 4% pasien
dengan cedera kepala mengalami fraktur dan 14% sampai 22% dari pasien tersebut menderita
fraktur tulang temporal. Tiga penyebab tersering adalah kecelakaan dengan kendaraan dan
sepeda motor (45%), jatuh (32%) dan karena tindakan kekerasan atau perampokan (11%). Luka
tembakan pada kepala merupakan penyebab yang tidak sering tetapi meningkatkan
frekuensi ke j ad i an t r auma kepa l a dan l eb ih da r i s e t engah pa s i en i n i
mende r i t a t r auma intrakanial. Luka pada arteri karotis lebih sering meningkatkan
angka kematian dibandingkan pada trauma tumpul. Fraktur yang terjadi pada tulang
temporal dapat mengakibatkan fraktur yang melibatkan komponen penyusunnya
yaitu salah satunya adalah tulang mastoid. 1,3,10
PEMBAHASAN
A. ANATOMI
Tulang temporal merupakan tulang yang membentuk cavum cranii dan terletak
pada aspek lateral, berbatasan dengan tulang parietal dibagian superior, tulang
sphenoid dibagian anterior dan tulang oksipital dibagian posterior. Tulang temporal
membentuk bagian tulang dari fossa kranialis media dan fossa kranialis posterior
serta berkontribusi dalam membentuk basis cranii. 1,4,10
Tulang temporal terbagi atas lima komponen tulang yaitu pars squamosa, pars
tympanica, styloid, mastoid, dan petrosus. Pars squamosa merupakan bagian os
temporal yang terletak dibagian superior dan anterior dan terutama menyusun
dinding lateral fossa kranialis medial, pars squamosa juga berkontribusi dalam
pembentukan atap tulang dari meatus akustikus eksternus. Pars tympanica dari os
temporal membentuk meatus akustikus eksternus yang berfungsi untuk melindungi
membran timpani. Prosessus styloideus muncul pada pars timpani dan memberikan
tempat untuk melekatnya ligament stylohyoid dan stylomandibular. Pars mastoid
membentuk batas posterior dari os temporal dan merupakan tulang yang memiliki
Gambar 1. Gambar dua sisi tulang temporal pada tulang tengkorak manusia. (B) Dilihat dari sisi anterior, (C) dilihat dari inferior, (D) Dilihat dari bagian dasar tulang tengkorak.1
banyak rongga-rongga didalamnya yang disebut dengan mastoid cell, pars mastoid
juga merupakan tempat bermuaranya kanal fallopian, sinus sigmoid dan ossicles.
Pars petrous dari os temporal merupakan tulang yang berbentuk piramida dan
memiliki puncak yang terletak pada tulang basis cranium diantaral tulang sphenoid
dan occipital. Didalam pars petrous terletak struktur-struktur penting seperti
kapsula otik yang terdiri dari koklea, vestibuli, kanalis semicircularis, meatus
akustikus internus yang didalamnya terdapat jalur perjalanan dari nervus VII dan
nevus VIII. Cedera pada bagian ini akan merusak struktur vital yang berada
didekatnya dan akan menimbulkan gejala-gejala sesuai dengan organ yang
dicederai.1,4
B. ETIOLOGI
Cedera tulang temporal paling sering diakibatkan oleh trauma tumpul dan sangat jarang oleh
trauma tajam atau penetrasi yang kerusakan karena trauma ini lebih parah. Trauma tumpul pada
tulang temporal dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor (12%-
47%), penganiayaan (10% -37%), jatuh (16% -40%), trauma penetrasi biasanya diakibatkan oleh
luka tembak (3%-33%). Dengan perbaikan teknologi keselamatan mobil, kejadian patah
tulang akibat ke ce l ak aan ke nd a ra an be rmo to r dapa t me ng a l a mi pe nu runan .
D i s i s i l a i n , peningkatan kejahatan dan kekerasan dapat mengakibatkan cedera tulang
temporal karena penyerangan.3,6
Gambar 2. Gambar tulang temporal kiri dilihat dari sisi lateral. Tulang skuamosa,styloid, dan mastoid yang terlihat. Garis bagian tympani, meatus akustikus eksternus dantulang petrous adalah struktur interior dantidak terlihat dari pandangan lateral.1
C. KLASIFIKASI
Fraktur temporal secara klasik dibagi atas dua macam fraktur yaitu fraktur longitudinal dengan angka kejadian
sekitar 80% dari seluruh fraktur temporal dan fraktur tranversal dengan angka kejadian 20% berdasarkan studi
yang dilakukan pada tahun 1940. Fraktur longitudinal terjadi akibat adanya trauma yang mengenai tulang
temporoparietal dan struktur yang paling sering terlibat antara lain membran timpani, atap dari telinga tengah dan
bagian anterior dari apex petrous. Sekitar 15-20% dapat melibatkan cedera pada saraf fasialis. Onset dari terjadinya
paralisis saraf fasialis biasanya timbul lambat, keterlibatan dari struktur seperti koklea dan vestibular biasanya
sangat jarang. Fraktur ini dapat berjalan dari anterior atau posterior (mastoid atau meatus acusticus eksternus ) yang
akan mengikuti bagian tulang yang paling lemah menuju koklea dan kapsula labirin lalu membentuk garis fraktur
petrosquamos yang berujung di anterior ke kapsula otik serta dapat juga berakhir di dekat foramen spinosum atau
pada air mastoid cell. Keterlibatan dari struktur pada telinga tengah dapat menyebabkan hemotimpanum dan
cedera ossicula sehingga akan menghasilkan tuli konduktif.1,3,5,6,9
Fraktur transversal terjadi akibat adanya trauma yang mengenai tulang fronto-occipital yang menghasilkan
gaya sepanjang axis anterior-posterior dan menimbulkan garis fraktur yang tegak lurus pada axis panjang
piramid petrous. Garis fraktur berasal dari foramen magnum melalui fossa posterior lalu ke piramid petrous
termasuk ke kapsula otik dan fossa kranialis medial sehingga sangat sering menimbulkan tuli sensorineural
ataupun vertigo. Keterlibatan cedera saraf fasialis lebih sering (50%) dibandingkan dari fraktur longitudinal.
Kapsula otik dan meatus acusticus internus seringkali terlibat cedera. Fraktur transversal biasanya
menyebabkan struktur koklea dan vestibular hancur, sehingga dapat mengakibatkan sensorineural
hearing loss (SNHL) dan vertigo yang berat. Intensitas vertigo akan berkurang setelah 7-10 hari
Gambar 3. Garis fraktur longitudinal yang dapat terbentuk digambarkan pada garis hitam dan garis biru terhadap gambar.3
kemudian terus menurun selama 1-2 bulan berikutnya, dan hanya menyisakan perasaan
goyah yang berlangsung sekitar 3-6 bulan, sampai akhirnya terjadi kompensasi.1,3,5,6,9
Tabel 1. Perbandingan fraktur longitudinal dan fraktur transversal.6
Gambaran Fraktur longirudinal Fraktur Transversal
Insiden 80% 20%
Mekanisme Trauma dari os temporal atau
parietal
Trauma dari os frontal atau occipital
Otore CSF Sering Jarang
Perforasi membran
timpani
Sering Jarang
Kerusakan N.
Fascialis
20% ( Tidak menetap dan onset
lambat )
50% ( Berat, menetap dan onset
immediate )
Hearing loss Sering ( Tipe konduktif dan
sensorineural pada nada tinggi )
Sering ( Sensorineural atau campuran
)
Hemotimpanicum Sering Jarang
Nistagmus Sering (Spontan, intensitas rendah
atau tergantung posisi )
Sering (Spontan, intensitas tinggi )
Otore Sering Jarang
Vertigo Sering ( kurang intens ) Sering ( lebih intens, terjadi pada fase
Gambar 4. Garis fraktur transversal yang dapat terbentuk digambarkan pada garis hitam dan garis merah terhadap gambar.3
akut dengan disertai gejala mual dan
muntah )
Bagaimanapun sistem klasifikasi fraktur secara klasik ini jarang berdiri sendiri, sehingga gejala dari kedua tipe
fraktur tidak dapat membedakan apakah fraktur yang terjadi adalah fraktur longitudinal atau transversal, telah
dilaporkan bahwa 90% trauma tumpul pada temporal akan mengakibatkan fraktur campuran dari kedua tipe
fraktur klasik atau fraktur oblique. Sekarang ini, dikembangkan sebuah kategori baru dalam klasifikasi fraktur
temporal yang dibagi atas dua tipe yaitu fraktur tulang temporal otic capsule sparing (OCS) dan otic capsule
disruption (OCD). Sistem klasifikasi ini ternyata memberikan korelasi yang lebih baik dengan klinis pasien.
Fraktur OCS lebih banyak terjadi (90%) dari pada OCD dan juga memiliki insidensi yang lebih tinggi terhadap
terjadinya kerusakan saraf fasialis (30-50%), SNHL, dan CSF leak (2-4 kali lebih tinggi dbandingkan OCD ).3,6
Tabel 2. Perbandingan fraktur otic capsule sparing (OCS) dengan otic capsule disruption (OCD).6
Gambaran OCS OCD
Insiden 95% 5%
Mekanisme Trauma tulang temporal atau
parietal
Trauma occipital
Garis fraktur Anterolateral mengarah ke kapsula
otik
Melewati kapsula otik
Jalur Pars squamosa os temporal, dinding Foramen magnum, kapsula otik,
Gambar 4. Garis fraktur transversal yang dapat terbentuk digambarkan pada garis hijau garis fraktur longitudinal diwakili pada garis yang dibundari sedangkan garis fraktur
transversal pada garis fraktur yang diberkan garis bawah.3
posterior dari meatus acusticus
eksternus, tulang mastoid
pyramid petrous, foramen jugular,
foramen lacerum,
Kerusakan N.
Fascialis
Jarang Sering
Hearing loss Tipe konduktif atau campuran Tipe sensorineural
CSF leak Fossa cranial media ( MAE, telinga
tengah, tegmen timpani )
Fossa cranial posterior ( Tuba
auditiva, telinga tengah )
Dari tipe-tipe fraktur ini, keterlibatan fraktur mastoid sangatlah sering terjadi. Hal ini dikarenakan tulang
mastoid diyakini merupakan tulang yang berfungsi sebagai penyerap energi trauma karena tulang ini terdiri dari
rongga-rongga atau yang disebut air cell mastoid dan dalam beberapa literature menyebutkan istilah
pneumatization. Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya efek absorsi energi trauma dari tulang
mastoid maka fraktur yang terjadi akan lebih ringan sehingga organ-organ vital yang terletak ditulang temporal
dapat dilindungi.7
D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan fraktur tulang mastoid dapat dijumpai dengan otore, laserasi pada bagian
tulang temporal atau hematonm serta memar pada mastoids (battle sign). Secara umum, gejala
yang ditimbulkan oleh fraktur tulang mastoid bergantung dari kerusakan stuktur vital yang
terlibat. Gejala subjektif dari penderita dapat berupa penurunan pendengaran, vertigo, tinnitus,
autofoni, kelemahan otot-otot wajah atau sekret pada telinga. Terjadinya gejala-gejala tersebut
akan dijelaskan dibawah ini.1,5
- Penurunan pendengaran.
Penurunan pendengaran adalah gejala yang paling sering didapatkan pada fraktur tulang
temporal. Beberapa studi menyebutkan bahwa lebih dari setengah jumlah pasien fraktur
tualng temporal yang mengalami penurunan pendengaran. Penurunan pendengaran dapat
disertai adanya tinitus, namun ada atau tidaknya tinnitus tidak mempengaruhi prognosis
pasien. Derajat parahnya penurunan pendengaran pada pasien sangat ditentukan dari
kekuatan trauma dan lokasi terjadinya garis fraktur. Pada fraktur transversal yang
melibatkan kapsula otik dan meatus acusticus interna akan menyebabkan penurunan
pendengaran yang bersifat sensoineural atau tuli sensorineural, sedangkan pada fraktur
longitudinal lebih sering menyebabkan gangguaan berupa tuli konduksi atau tuli
campuran. Dislokasi dari sendi incudostapedial merupakan penyebab paling umum
terjadinya tuli konduksi pada fraktur tulang temporal.1,4,7
- Hemotimpanum
Cedera pada tulang temporal dan mukosa telnga tengah serta mastoid sangat sering
memicu terjadinya akumulasi dari darah atau cairan serosanguinos di rongga teelinga
tengah. Darah atu cairan pada telinga tengah dalam jumlah yang banyak akan
mencerminkan adanya cedera yang luas dan juga telah terjadi gangguan fungsi dari tuba
eustachia. Jika cedera yang terjadi sudah sangat berat atau drainase dari tuba eustachia
terhenti total maka rongga telinga tengah akan terisi banyak darah yang dalam
pemeriksaan fisik membrane timpani akan terlihat lebih kehitaman.4
- Otore
Otore terjadi bila membran timpani mengalami ruptur, cairan yang sebelumnya
terakumulasi di rongga telinga tengah akan keluar melalui meatus acusticu eksterna.
Cairan atau sekret ini dapat berupa darah, eksudat, cairan serebrospinal (CSF) atau
campuran dari ketiga jenis sekret tersebut. Otore akan segera terjadi pada fraktur tualng
temporal dan dapat menjadi tanda patognomonis, namun sebagian kasus tidak terjadi
Gambar 5. Manifestaasi klinis yang didapatkan pada fraktur tulang ttemporal (A) hemotimpanum, (B) Postaurikular ekimosis (battle sign’s), (c) periorbital hematom
( raccoon eyes ).1
otore akibat adanya drainase cairan ke tuba eustachia. CSF dapat mengalir ke tuba
eustachia dan bermanifestasi sebagai rhinorrhea. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa
cedera pada membran timpani. Adanya CSF menandakan bahwa tejadi destruksi dari
lapisan duramater akibat fraktur sehingga terjadinya kebocoran dari CSF. Hal ini sering
terjadi bila fraktur yang terjadi melibatkan cedera pada kapsula otik. Setelah trauma,
otore CSF biasanya serous dan dapat salah interpretasi bila telah bercampur dengan
darah. Cairan yang dicurigai CSF harus diperiksa kadar beta-2-transferin, bila tinggi
maka mengindikasikan otore adalah cairan CSF.3,4
- Vertigo
Gejala ini sangat rumit dievaluasi pada pasien dengan trauma temporal yang berat.
Namun pada cedera yang mengenai kapsula otik dapat menimbulka cedera berat pada
sturuktur vestibuler yang ditandai dengan adanya nistagmus. Nistagmus perifer seringkali
terlihat dan biasanya horizontal atau rotatoar. Namun biasanya kelainan akan hilang
dengan spontan setelah 6-12 bulan setelah trauma akibat adanya mekanisme adaptasi
sentral.4,7
- Cedera saraf fasial
Angka kejadian terjadinya cedera saraf fasial diperkirakan 15-20% pada fraktur
longitudinal dan 50% pada fraktur transversal. Saraf fasialis intratemporal dapat
mengalami cedera akibat kompresi, teregang, tertarik atau terputus akibat adanya trauma
tulang temporal. Saraf ini berjalan didalan saluran yang teridir dari meatus acusticu
Gambar 6. Otore CSF pada pasien dengan fraktur temporal kiri dsiertai ruptu rani membrane timpani. 1
internus dan kanalis fasialis (fallopian). Saraf fasialis terbagi atas beberapa segmen yang
terbagi atas segmen meatus akustikus internus, labirin, genikulatum, timpani dan segmen
mastoid. Tempat yang paling penting dari saraf fasialis pada region perigenikulatum,
pada bagian ini saraf fasialis seringkai mengalami penyempitan saluran akibat fraktur
tulang temporal.1,3,8
E. DIAGNOSIS
Diagnosis fraktur tulang temporal dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang penting pada pasien adalah adanya riwayat
trauma yang dialami pasien, serta mekanisme trauma juga penting untuk diketahui agar dapat
diperkirakan berat-ringannya trauma yang terjadi serta menentukan apakah trauma merupakan
multiple trauma. Pada pemeriksaan fisis pasien dengan trauma penting untuk menilai kesadaran
pasien dengan memakai glasgow coma scale, tanda-tanda perdarahan dan syok. Bila pasien
masuk denga multiple trauma maka sebaiknya segera dilakukan pemasangan cervical spine
untuk mengamankan tulang servikal sebelum pemeriksaan lainnya dilakukan. Pasien denga
fraktur tulang temporal pada pemeirksaan fisis yang penting untuk ditemukan adalah adanya
otore yang berupa CSF, darah atau keduanya. Selain itu fungsi saraf fasialis, penurunan
pendengaran dan gangguan vestibuler juga dapat didapatkan. Tanda patognomonis yaitu berupa
hemotympanum, fraktur kanalis eksterna, ekimosis serta ruptur dari membrane timpani dapat
dilihat melalui pemeriksaan otoskopi dan bila ada tanda-tanda fraktur yang melibatkan basis
canii maka akan didapatkan tanda berupa battle sign atau raccoon eyes.3,4,5
Gambar 7. Parese saraf fasilais kanan pada pasien yang menderita trauma tulang temporal.8
Pemeriksaan fisis untuk gangguan pendengaran yang terjadi dapat dilakukan dengan tes
garpu tala yang terdiri dari pemeriksaan tes rinne dan weber serta dapat juga dilakukan
pemeriksaan audiogram jika keadaan pasien memungkinkan untuk lebih menilai tipe dan derajat
ketulian yang lebih akurat. Pemeriksaan audiogram ini sebaiknya dilakukan secepatnya, bila
ditemukan adanya tuli sensorineural atau tuli campuran maka dipertimbangkan untuk pemberian
steroid pada pasien. Pemeriksaan lainnya dapat berupa pemeriksaan keseimbangan atau
vestibuler, pasien dengan cervical spine harus dilepaskan terlebih dahulu sebelum mengevaluasi
fungsi vestibuler. Dinilai apakah ada nistagmus, gaya berjalan yang abnormal, fisutal tes positif,
serta bila perlu dilakukan tes Dix-Hallpike untuk evaluasi bening paroxysmal positional vertigo
(BBPV). Vertigo dapat terjadi pada pasien dengan fraktur os mastoid yang melibatkan kapsula
otik atau organ vestibuler yang berada didekatnya.1,3,4
Pemeriksaan fisis lainnya yang dapat dilakukan adalah mengevaluasi saraf fasialis.
Assesment awal adanya cedera saraf fasial sangat penting dan adanya cedera yang melibatkan
saraf tersebut harus segera diketahui. Menentukan adanya cedera pada saraf fasialis sangat rumit
dan hanya bisa dilakukan pada pasien dengan trauma tulang temporal yang kooperatif sehingga
pada pasien yang tidak kooperatif, tidak sadar atau dalam keadaan tersedasi salah satu metode
yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan rangsang nyeri dengan harapan pasien akan
meringis sehingga dapat dilihat kontraksi darai otot-otot wajah. Namun hal ini tidak dapat selalu
dapat memberikan hasil yang akurat.3,4
Beratnya kerusakan saraf fasialis dapat dinilai secara klinis menurut grading system dari
House-Brackmaan.3
Tabel 3. Grading derajat kerusakan saraf fasialis menurut House-Brackmann
GRADE KARAKTERISTIK
I Normal Fungsi otot-otot fasial normal
II Mild Kelemahan ringan pada otot wajah,
simetris
III Moderate Masih dapat menutup mata secara
sempurna, asimetris saat kontraksi,
kelemahan nyata, kelemahan ringan
pada otot-otot dahi
IV Moderately Severe Tidak dapat menutup mata secara
sempurna, tidak ada kontraksi otot-
otot dahi, asimetris saat kontraksi.
V Severe Asimetris saat istirahat
VI Total Tidak ada kontraksi pada otot-otot
wajah
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengakkan diagnosis adanya fratur
tulang temporal adalah dengan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi sederhana seperti
foto konvensional skull anteroposterior atau lateral akan memperlihatkan daerah tulang mastoid
yang lebih opaq atau bila garis fraktur jelas akan membentuk garis yang lusen, namun hal ini
jarang didapatkan pada foto konvensional. Diagnosis fraktur tulang temporal tidak dapat hanya
dengan menggunakan foto konvensional karena biasanya akan memberikan hasil yang negatif
palsu.6
Sebagai pemeriksaan gold standar maka digunakan pencitraan dengan HRCT (High
Resolution CT Scan) dengan potongan axial dan coronal. Pemeriksaan ini menyediakan
gambaran yang lebih baik terhadap anatomi tulang dan garis fraktur yang lusen akan terihat lebih
jelas serta dengan pemeriksaan HRCT dapat dievaluasi struktur-sturktur penting seperti intaknya
tulang-tulang pendengaran, kapsula otik, kanalis karotis dan fossa kranialis media. Fraktur
longitudinal membentuk garis fraktur yang berasal dari lateral kearah medial. Paling sering
mengenai pars squamosa tulang temporal serta tulang parietal. Hal ini diakibatkan karena fraktur
ini paling sering terjadi akibat trauma pada begian tulang temporal atau tulang parietal.1,3,6
Gambar 8. CT-Scan potongan axial memperlihatkan fraktur longitudinal pada tulang temporal. 6
Fraktur transversal membentuk garis fraktur yang tegak lurus pada axis panjang pyramid petrous. Garis
fraktur ini dapat berasal dari foramen magnum melalui fossa posterior lalu ke pyramid petrous termasuk ke
kapsula otik dan fossa kranialis medial.1,6
Fraktur campuran membentuk garis fraktur berua fraktur transversal dan fraktur longitudinal
atau fraktur oblique.1,6
Pemeriksaan radiologi lainnya seperti MRI tidak dapat terlalu memberikan gambaran adanya
fraktur, pada MRI mungkin didapatkan adanya bayangan cairan pada rongga mastoid. Walaupun
demikian, pemeriksaan MRI memiliki sensitivitas dan spesifitas rendah dalam mendiagnosa
adana fraktur tulang temporal.6
Gambar 9. CT-Scan potongan axial memperlihatkan fraktur ltransversal pada tulang temporal.6
Gambar 10. CT-Scan potongan axial memperlihatkan fraktur tranasversal pada tulang temporal (panah panjang) dan fraktur longitudinal (panah pendek).6
F. PENATALAKSANAAN
Intervensi darurat pada fraktur tulang temporal harus segera dilakukan bila ditemukan dua
keadaan yaitu adanya herniasi otak yang nyata dan melibatkan telinga tengah, mastoid atau
meatus acustius eksternus membutuhkan penanganan segera oleh ahli saraf atau bedah saraf.
Kondisi kedua bila ditemukan adanya perdarahan masif dari arteri karotis intratemporal yang
harus segera ditangani, saat ini inntervensi radiologi dengan balon oklusi untuk menghentikan
perdarahan umumnya akan lebih cepat dibandingkan dengan tindakan opeatif seperti ligasi arteri
karotis.1
Pasien yang dengan gejala adanya parese pada saraf fasialis harus dilakukan intervensi
berupa operasi bila ditemukan derajat parese yang berat atau berdasarkan hasil CT-Scan terbukti
adanya pergeseran atau kerusakan berat dari saraf fasialis. Pendekatan transmastoid biasanya
dilakukan pada lesi saraf fasialais yang terletak sebelah distal dari ganglion geniculatum. Pasien
yang tidak membutuhkan intervensi operasi atau hanya konservatif bila cedera saraf fasialis (1)
Adanya perbaikan dari parese fasialis yang dievaluasi setelah trauma, (2) parase inkomplit yang
menetap dan tidak berkembang menjadi parese komplit, dan (3) Degenerai saraf yang kurang
95% bedarasarkna hasil pemeriksaan EnoG. Penanganan pada parese komplit masih
controversial. Fisch merekomendasikan keputudan untuk intervensi operasi berdasarkan onset
terjadinya parese komplit,serta keparahan dan degenerasi saraf berdasarkan hasil EnoG. Tercata
ahwa outcome yang jelek terlihat pada pasien dengan degenerasi saraf berdasarkan hasil EnoG
yang lebih 90%. Chang dan Cass menyarankan untuk melakukan intervensi operasi berupa
dekompresi seraf fasialis dilakukan dalam kurun waktu 14 hari setelah terjadinya trauma untuk
mencegah degenerasi saraf yang lebih berat.1,3
Saat prosedur operasi, ketika saraf fasialis telah terlihat makan harus dinilai kerusakan pada
saraf apakah berupa penarikan saraf, kompresi, laserasi atau putus. Jika saraf masih dalam
keadaan intak maka dilakukan dekompresi lapisan epineural dari proksimal ke distal. Saraf
fasialis yang mengalami robekan parsial dapat dijahit, namun bagian yang robek ini harus diganti
dengan axon saraf yang lain dan biasanya graft diambil dari axon saraf nervus auricularis yang
terbesar. Pada pasien yang mengalami cedera saraf yang terletak di proksimal dari ganglion
geniculatum dan tidak ditemukan danya gangguan tuli sensorineural, maka pendekatan melalui
fossa cranii media lebih dipertimbangkan namun pada pasien yang diserta dengan tuli
sensorineural maka intervensi pendekatan secara transmastoid-translabyrinthine lebih dipilih.1,3
Bila pasien memiliki gejala berupa otore CSF maka penanganan dimulai dengan konservatif
termasuk berupa elevasi kepala, istirahat tota, pencahar dan pada pasien-pasien tertentu dapat
dipasang drain lumbal. Resolusi secara spontan dapat ditemukan pada 95% sampai 100% pasien
yang memiliki otore CSF. Rata gejala akan berhenti dalam 7 hari dan lebih lama 8 hingga 14
hari. Penggunaan antibiotic untuk profilaksis terjadinya infeksi masih controversial, walaupun
dengan adanya kebocoran dari CSF lebih dari 7 hari dapat meningkatkan angka terjadinya
meningitis pada pasien. Intervensi operasi lebih direkomendasikan pada pasien yang memiliki
kebocoran CSF lebih dari 14 hari setelah trauma. Intervensi operasi dapat dilakukan dengan
pendekatan fossa cranii media yang dikombinasikan dengan pendekatan transmastoid.1,3
Gejala lain berupa tuli konduktif akibat adanya hemotimpanum tidak membutuhkan
intervensi khusus dan akan hilang secara spontan bila hemotimpanum telah hilang. Pasien yang
membutuhkan intervensi operasi biasanya pada pasien yang mengalami tuli konduktif akibat
kerusakan dari tulang-tulang pendengaran yang terlibat pada fraktur mastoid, namun operasi
tidak dapat dilakukan setelah 3 bulan pasca trauma karena diharapkan proses infalamsi seperti
edema dan perdarahan telah berhenti serta perbaikan jaringan telah sempurna pada 3 bulan
pertama setelah trauma. Tuli sensorineural yang terjadi pada pasien akan mengaalami perbaikan
namun beberapa kasus akan persisten dan refrakter terhadap pengobatan. Kortikosteroid secara
intravena terkadang untuk menangani gejala tuli sensorineural dan juga cedera saraf fasialis pada
fraktur tulang temporal.1,3
Gejala berupa vertigo akan menghilang tanpa adanya intervensi khusus. Benign Paroxysmal
positional vertigo (BPPV) dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa minggu dan akan hilang
secara spontan. Supresor vestibular terbukti efektif, droperidol yang diberikan secara intravena
memperlihatkan bukti bahwa gejala lebih cepat menghilang.1,3
KESIMPULAN
Tulang mastoid merupakan bagian dari tulang temporal sehingga trauma pada tulang
temporal akan mengakibatkan cedera pada mastoid. Mastoid merupakan tulang yang dapat
melindungi organ-organ dalam dibagian temporal dari mekanisme cedera. Tulang temporal
merupakan struktur tulang yang membentuk tulang kepala pada bagian lateral dan juga
merupakan bagian struktur yang membentuk basis cranii. Fraktur tulang temporal terjadi pada
sekitar 14-22% dari semua cedera tengkorak. Sebagian besar patah tulang unilateral dan fraktur
bilateral dilaporkan sekitar 20%. Penyebab fraktur tulang temporal paling sering adalah trauma
pada tulang tersebut dapat berupa akibat kecelakaan lalulintas (45%), jatuh dari ketinggian
(32%) serta kekerasan atau perampokan (11%).
Fraktur tulang temporal diklasifikasikan secara klasik menjadi fraktur longiudinal dan
fraktur transversal, adapun klasifikasi terbaru karena klasifikasi ini kurang relevan dengan gejala
klinik yang timbul antara lain fraktur campuran atau fraktur oblique serta fraktur otic capsule
sparing dan fraktur otic capsule disruption. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis
adanya fraktur tulang mastoid atau temporal selain dari gejala klinis berupa penurunan
pendengaran, hemotimpanum, otore, sampai komplikasi berupa parese saraf fasialis dan vertigo
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain foto polos kepala, CT-scan serta MRI.
Namun yang masih menjadi gold standar untuk penentuan diagnosis yaitu dengan menggunakan
pemeriksaan CT-Scan kepala potongan axial dan coronal. Penatalaksaan dari fraktur tulang
mastoid atau temporal adalah berdasarkan gejala klinis yang timbul, namun secara umum
penanganan pada fraktur tulang mastoid bila memberikan gejala yang berat maka intervensi
berupa operasi harus segera dilakukan.