FOTONIK - repository.unas.ac.id
Transcript of FOTONIK - repository.unas.ac.id
FITRI RAHMAH
FOTONIK DAN
APLIKASINYA
i
FOTONIK DAN APLIKASINYA
FITRI RAHMAH
LP UNAS
ii
Fotonik dan Aplikasinya Oleh : Fitri Rahmah Hak Cipta© 2021 pada Penulis Editor Naskah : Gilang Almaghribi Penyunting : Kiki Rezki Lestari dan Fitria Hidayanti Desain Cover : Erna Kusuma Wati ISBN: 978-623-7376-96-5 Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin dari Penulis. Penerbit : LP_UNAS Jl.Sawo Manila, Pejaten Pasar Minggu, Jakarta Selatan Telp. 021-78067000 (Hunting) ext.172 Faks. 021-7802718 Email : [email protected]
iii
KATA PENGANTAR
Dalam pembuatan buku Fotonik dan Aplikasinya ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah banyak membantu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. El Amry Bermawi Putra, MA selaku
Rektor Universitas Nasional 2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Nasional 3. LP Unas 4. Jajaran dosen dan karyawan di lingkungan Universitas
Nasional Demikianlah semoga buku ajar Fotonik dan Aplikasinya
ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa termasuk mahasiswa Program Studi Teknik Fisika Universitas Nasional. Tentunya dalam pembuatan buku ajar ini, tidak luput dari kesalahan. Untuk itu, kami mohon masukan dari para pembaca untuk perbaikan buku ajar ini.
Jakarta, Juni 2021
Penulis Fitri Rahmah
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................... iv
BAB 1 – SUMBER CAHAYA ............................................... 1
1.1. Interaksi Foton dengan Atom ................................ 1
1.2. Cahaya Termal dan Luminescence ...................... 13
1.3. Semikonduktor ....................................................... 19
1.4. Light Emitting Diode (LED) .................................... 32
BAB 2 – JENIS DAN SPESIFIKASI LASER .................. 44
2.1. Pendahuluan ............................................................ 44
2.2. Laser Zat Padat ....................................................... 65
2.3. Laser Zat Cair ......................................................... 70
2.4. Laser Zat Gas .......................................................... 75
2.5. Laser Semikonduktor ............................................. 82
2.6. Quantum Cascade Laser (QCL) ................................ 90
BAB 3 – SERAT OPTIK .................................................... 101
3.1. Pendahuluan .......................................................... 101
3.2. Jenis Serat Optik ................................................... 102
3.3. Aplikasi .................................................................. 111
v
BAB 4 – DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) ............................................. 130
4.1. Prinsip Kerja dan Komponen Utama ............... 130
4.2. Laser Sources ........................................................ 146
4.3. Multiplekser dan Demultiplekser ....................... 153
4.4. Optical Amplifier.................................................. 159
4.5. Optical Add/Drop Multiplexer (OADM) .............. 173
BAB 5 – DESAIN SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK ................................................................................... 180
5.1. Prinsip Kerja ......................................................... 180
5.2. Spesifikasi dan Komponen Sistem .................... 181
BAB 6 – CONTOH APLIKASI ........................................ 191
6.1. Pengukur Kecepatan Mobil ................................ 191
6.2. Pengukur Suhu Logam Cair ................................ 193
6.3. Monitoring Kedatangan dan Kecepatan Badai 194
6.4. Hologram............................................................... 195
6.5. Pengukuran Koefisien Muai Panjang berbasis Interferometri .................................................................... 199
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 203
TENTANG PENULIS .................................................... 205
1
BAB 1 – SUMBER CAHAYA
1.1. Interaksi Foton dengan Atom
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan
kesinambungan dari konsep, teori, ilmu, teknologi, aplikasi
dan dampak dalam peradaban manusia. IPTEK akan terus
berkembang untuk meningkatkan daya saing danSuatu
materi dapat berinteraksi dengan cahaya. Teori ini
dikeluarkan oleh Bohr dan Einstein. Foton berinteraksi
dengan materi karena di dalam suatu materi tersebut ada
muatan listrik. Muatan listrik akan mengalami vibrasi atau
percepatan karena adanya dipole pada atom – atom.
Sebaliknya, vibrasi dari muatan listrik tersebut yang dapat
menghasilkan cahaya.
Teori atom menjelaskan bahwa atom dapat memancarkan
atau menyerap foton tergantung transisi energy level,
transisi electron dari pita konduksi ke pita valensi atom
akan menyerap foton, sedangkan transisi dari pita valensi
ke pita konduksi akan memancarkan (emisi) foton.
Mekanisme transisi ada tiga proses dasar interaksi radiasi
2
dengan materi, yaitu emisi spontan, serapan, dan emisi
terstimulasi.’
Emisi Spontan
Disebut emisi spontan, karena transisi tidak bergantung
dari banyaknya foton.
Gambar 1 Emisi Spontan suatu foton dengan transisi atom
dari energy level 2 ke 1 dimana energy foton =
Besarnya probabilitas densitas transisi emisi spontan
dinyatakan dengan persamaan:
3
Dimana σ(v) merupakan fungsi pendekatan dari frekuensi
pusat (v) terhadap frekuensi resonansi atom (v0) dikenal
dengan transition cross section . Besar σ(v) dapat
dihitung denagn persamaan schrodinger, didapatkan :
Dimana g(v) adalah lineshape function, dan tsp adalah
spontaneous lifetime.
Probabilitas densitas dari emisi spontan terjadi pada waktu
increment t dan t + ∆t disederhanakan menjadi psp ∆t . psp
(s-1)dapat lebih besar dari 1, sedangkan psp ∆t akan selalu
lebih kecil dari 1. Sehingga, jika atom-atom dalam jumlah
besar dinyatakan dalam N, Sebagian kecil atom
diperkirakan sebesar
∆N = (psp ∆t).N atom akan mengalami transisi pada
interval ∆t. Kita dapat menuliskan dN/dt = -psp ∆t jadi
jumlah atom-atom N(t) = N(0) exp (-psp.t). Apabila di plot
grafik menunjukkan gambar :
4
Gambar 2 emisi spontan pada single mode
Absorpsi
Absorpsi merupakan proses tereksitasinya elektron dari
E1 ke E2 akibat penyerapan foton
dengan energi hν > (E2 - E1)
Gambar 3 Proses Absorpsi Foton h.v dari E1 ke E2
Besarnya probabilitas densitas dari absorpsi atom
dinyatakan dengan persamaan:
5
Namun jika foton berjumlah n pada mode, maka
persamaannya menjadi :
Jika cahaya yang dipancarakan adalah monokromatik, maka
probabilitas densitas dapat dicari dengan :
Pab = ɸ.σ(v)
Dimana:
ɸ : densitas dari flux foton(photon/sekon.unit area.unit
frekuensi)
Jika cahaya yang dipancarkan adalah polikromatik, maka
persamaannya:
Pab = ∫∅𝐯𝐯.𝛔𝛔(𝐯𝐯)𝐝𝐝𝐯𝐯
Dimana:
6
ɸv : densitas rata-rata dari flux foton(photon/sekon.unit
area.unit frekuensi)
Jika cahaya yang dipancarkan memiliki spectral energy density
ϱ(v)yang sama dengan linewidth atom, maka
persamaannya:
Pab = B. ϱ (v0)
Dimana:
B : koefisien Einstein
Emisi Stimulasi
Jika atom di level energi atas kemudian bertransisi ke level
energy bawah maka aka nada foton yang dipancarkan,
foton yang dipancarkan dapat menstimulasi / merangsang
emisi foton yang lain pada mode yang sama. Hal tersebut
disebut emisi stimulasi.
Gambar 4 Proses Emisi Stimulasi
7
Besarnya probabilitas densitas dari emisi stimulasi
dinyatakan dengan persamaan:
Namun jika foton berjumlah n pada mode, maka
persamaannya menjadi :
Jika cahaya yang dipancarakan adalah monokromatik, maka
probabilitas densitas dapat dicari dengan :
Pst = ɸ.σ(v)
Dimana:
ɸ : densitas dari flux foton(photon/sekon.unit area.unit
frekuensi)
Jika cahaya yang dipancarkan adalah polikromatik, maka
persamaannya:
Pst = ∫∅𝐯𝐯.𝛔𝛔(𝐯𝐯)𝐝𝐝𝐯𝐯
8
Dimana:
ɸv : densitas rata-rata dari flux foton(photon/sekon.unit
area.unit frekuensi)
Jika cahaya yang dipancarkan memiliki spectral energy density
ϱ(v)yang sama dengan linewidth atom, maka
persamaannya:
Pst = B. ϱ (v0)
Dimana:
B : koefisien Einstein
Lifetime Broadening
Suatu atom yang mengalami transisi dari level energy ke
level energy lain, memiliki lifetime sesuai dengan tingkatan
levelnya. Energi pada level 2 dan 2 dinyatakan dengan :
dan
Besar beda energy nya dinyatakan dengan persamaan:
9
τ merupakan transisi lifetime.
Lifetime yang kaitannya dengan frekuensi disebut lifetime
broadening linewidth:
Besar lifetime berbanding terbalik dengan energy dan juga
densitas dari suatu atom.
Sebaran dipusatkan pada frekuensi v0 = (E2-E1)/h dan
fungsi lineshape memiliki profil Lorentzian g(v)
Nilai fungsi lineshape Lorentzian pada frekuensi tengah v0
adalah
10
Gambar 5. Pancaran cahaya memilikilebar densitas spektral
power Lorentzian
Apabila ada keadaan transition cross section berada
dibawah ideal, yaitu ketika tak ada pancaran
foton di level 1, dan maka :
Collision Broadening
Tumbukan disini ada 2 macam, elastic dan tak elastic, pada
tumbukan tak elastis terjadi pertukaran energy, dimana
energy saling diberikan, dan menghasilkan transisi atom di
antara level energy.Di sisi lain, tumbukan elastic, tak ada
11
pertukaran energy. Pada tumbukan eleastis, terdapat
perubahan fungsi gelombang yang berkaitan dengan level
energy dimana menghasilkan perubahan radiasi secara
random pada masing-masing waktu tumbukan.
Spektrumnya aka menghasilkan Lorentzian dengan lebr
dimana fcol adalah laju tumbukan (jumlah
tumbukan tiap detik). Gabungan overall Lorentzian
lineshape dari lifetime dan tumbukan berupa persamaan:
Inhomogeneous Broadening
Lifetime broadening dan collision broadening terbentuk
dari homogeneous broadening yang ditunjukkan oleh
atom-atom . Atom-atom itu diasumsikan identik. Ada
situasi dimana terdapat atom yang berbeda , memiliki
fungsi lineshape yang berbeda atau frekuensi tengah yang
berbeda. Pada keadaan seperti ini kita dapat menentukan
fungsi lineshape rata-rata:
12
Gambar 6. Fungsi Lineshape rata-rata padaatom yang
inhomogen
Pada inhomogeneous broadening juga dapat mengalami
efek Doppler Broadening, seperti gambar di bawah ini:
Frekuensi radiasi tergantung oleh arah gerak atom relative
terhadap pengamat. Radiasi dari atom1 memiliki frekuensi
13
yang lebih tinggi dari atom 3 dan 4, sedangkan pada level 2
memiliki frekuensi yang paling rendah.
1.2. Cahaya Termal dan Luminescence
Cahaya panas adalah cahaya yang diemisikan dari atom-
atom, molekul –molekul dan padatan dalam kondisi
kesetimbangan panas dan tidak adanya sumber energy luar
lainnya.
Properties dari cahaya panas dengan mempertimbangkan
interaksi antara foton – foton dan atom-atom dalam
kesetimbangan :
1. Kesetimbangan panas antara foton – foton dan atom –
atom
Kesetimbangan panas antara foton- foton dan atom-
atom tercapai sebagai hasil dari proses-proses acak
emisi foton dan penyerapan, bersama dengan transisi
termal antara tingkat energi diperbolehkan.
Kemungkinan sebuah atom pada level atas mengalami
emisi spontan kedalam berbagai dalam peningkatan
waktu dati t menjadi t + ∆t adalah
14
𝑝𝑝𝑠𝑠𝑠𝑠 ∆t =∆t𝑡𝑡𝑠𝑠𝑠𝑠
Sedangkan jumlah rata-rata foton yang diemisikan
pada saat ∆t
N2(t) = N2(0) exp (-t/𝑡𝑡𝑠𝑠𝑠𝑠)
Gambar peluruhan populasi level atas disebabkan oleh
emisi spontan
Level N2 meluruh ke nol dengan time constant tsp.
Energinya dibawa oleh foton foton yang mengalami
emisi spontan. Persamaan dari kecepatan perubahan
kepadatan populasi N2 (t) timbul dari emisi spontan,
absorbs dan emisi terstimulasi
15
Jika dalam keadaan steady N2/dt = 0, sehingga
Dimana 𝑛𝑛 adalah jumlah rata rata foton tiap mode.
Untuk jumlah rata – rata foton tiap mode pada
frekuensi v adalah
2. Spektrum radiasi benda hitam
Rata –rata energy dari mode radiasi dalam
kesetimbangan panas adalah :
Spektral kerapatan energy (energy tiap bandwidth tiap
satuan cavity volume) dari radiasi benda hitam adalah
16
Gambar. Plot semilogaritmic dari energy rata2 dalam
kesetimbangan panas pada saat temperature T sebagai
fungsi dari mode frekuesi v. Pada T = 300 K, KBT/h
= 6.25 THz, λ=48μm
Cahaya Luminescence
Penggunaan sumber energy eksternal dapat menyebabkan
atomic atau molukular sistem mengalami transisi menuju
tingkat energy yang lebih tinggi. Selama peluruhan ke
tingkat energy yang lebih rendah, Sistem tersebut
kemudian mengeluarkan radiasi optis yaitu nonthermal
radiators (luminescent radiators). Luminescencent radiator
17
diklasifikasikan berdasarkan sumber dari energy keluaran
yaitu:
1. Cathodoluminescence
Disebabkan oleh electron yang bertabrakan dengan
atom target. Caontohnya adalah tabung cahaya katoda
dimana electron electron mengirim energy mereka ke
fosfor. Aplikasinya adalah pada layar televisi
2. Photoluminescence
Disebabkan oleh foton optis aktif. Fotoluminesen
terjadi ketika sistem tereksitasi ke tingkat energy yang
lebih tinggi dengan menyerap foton, kemudian secara
spontan meluruh ke tingkat energy yang lebih rendah
dan mengeluarkan foton selama proses berlangsung.
Beberapa contoh transisi dari fotoluminesen
Pada gambar (b) dan (c) electron dapat disimpan dalam
keadaan tengah untuk waktu yang lama. Pada gambar
18
(d) non radiasi menengah kebawah diikuti oleh non
radiasi menengah keatas
Fotoluminesen terjadi pada banyak materi, termasuk
inorganic molekul sederhana (seperti N2 , CO2, Hg),
gas mulia, inorganic kristal (seperti : intan, ruby, zinc
sulfide) dan aromatic molekul. Semikonduktor juga
termasuk material fotoluminesen.
3. Chemiluminescence
Menghasilkan energy melalui reaksi kimia.
4. Electroluminescence
Energi dihasilkan oleh adanya medan listrik.
Contohnya adalah LED
5. Sonoluminescence
Disebakan oleh energy yang diperoleh dari gelombang
suara. Hal ini dapat terjadi ketika gelombang suara
menginduksi rongga udara dalam cairan kemudian
terjadi ledakan gelembung – gelembung cairan tersebut
19
1.3. Semikonduktor
Semikonduktor merupakan amorf atau kristal padat yang
memiliki konduktivitas listrik di antara logam dan insulator
dan dapat berubah secara signifikan dengan adanya
perubahan suhu atau adanya pengotor pada bahan, atau
dengan iluminasi dengan cahaya. Bahan semikonduktor
yang banyak dikenal contohnya adalah Silicon (Si),
Germanium (Ge) dan Galium Arsenida (GaAs).
Semikonduktor banyak digunakan dalam detector optic,
sumber cahaya (LED dan laser), amplifier, pemandu
gelombang, modulator, sensor, dan elemen optic non-
linier. Semikonduktor menyerap dan memancarkan foton
dengan cara transisi antar level energi. Semikonduktor
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Bahan semikonduktor tidak dapat dipandang sebagai
kumpulan atom yang tidak saling berinteraksi, masing-
masing memiliki tingkat energi sendiri-sendiri.
2. Tingat energi semikonduktor mengambil tempat yang
berdekatan dan membentuk celah diantara keduanya.
Dalam keadaan tanpa pengaruh suhu (T = 0 K), celah
ini diduduki oleh elektron atau kosong. Pita bagian
20
bawah disebut pita konduksi, sedangkan pita di atas
bagian yang kosong disebut pita valensi. Kedua pita ini
dipisahkan oleh gap energy.
3. Interaksi termal dan optic dapat memberikan energi ke
elektron, menyebabkannya melompat melewati gap
dari pita valensi ke pita konduksi.
Pita energi dan Pembawa Muatan
Pada kondisi sebenarnya, atom-atom tersebut akan saling
mengikat dalam jumlah yang banyak. Sehingga, level energi
setiap atom akan saling berdekatan. Level-level energi yang
saling berdekatan ini akan membentuk suatu pita, dikenal
dengan pita energi (Energy Band). Secara umum, pita energi
ini akan terbagi menjadi 2 (dua) daerah besar, yaitu daerah
pita valensi (Valence Band) dan pita konduksi (Conduction
Band).
Atom-atom pada daerah pita valensi terikat sangat erat
dengan inti atom, sedangkan atom-atom pada deerah pita
konduksi mudah sekali terlepas dari inti atom. Pita valensi
dan pita konduksi dipisahkan oleh energy gap dengan lebar
21
Eg seperti pada gambar 1. Semikonduktor memiliki energy
gap antara 0.1 sampai 3 eV.
Gambar Pita Energi : (a) pada Si, dan (b) pada GaAs
Elektron dan Hole
Berdasarkan prinsip larangan Pauli, tidak ada dua elektron
yang menempati posisi yang sama dengan arah spin yang
sama pula. Tingkat energi yang lebih rendah diisi terlebih
dahulu. Seiring dengan bertambahnya suhu, maka akan
terjadi perubahan kedudukan, dimana energi panas tersebut
akan mampu melepaskan beberapa ikatan kovalen.
Elektron-elektron valensi akan pindah ke jalur yang dapat
bergerak dengan leluasa, yaitu jalur konduksi. Pada jalur ini,
22
gerakan elektron tersebut akan menghasilkan arus sesuai
dengan banyaknya elektron valensi yang terjadi, yang
disebut dengan arus electron.
Bersamaan dengan terlepasnya elektron ke jalur konduksi,
maka akan terjadi sebuah lubang (hole) di dalam jalur
valensi. Setiap hole di dalam jalur ini, akan menyebabkan
pergerakan hole. Pergerakkan hole juga dapat
menghasilkan arus. Sebenarnya, yang bergerak tetaplah
elektron, namun, pergerakan elektron ini terjadi karena
tersedianya hole di jalur valensi. Pergerakan elektron di
jalur ini, dianggap sebagai arus hole.
Gambar Elektron pada pita konduksi dan hole pada pita
valensi (T > 0 K)
23
Bahan Semikonduktor
Unsur-unsur yang terletak pada golongan IV tabel periodic
merupakan semikonduktor, namun yang paling sering
ditemui adalah silicon dan germanium. Alat-alat
elektronika, IC kebanyakan dibuat dari silicon.
1. Binary Semiconductors
Merupakan penggabungan dari unsure pada golongan
III, seperti aluminium (Al), gallium (Ga), atau Indium
(In) dengan unsure pada golongan V, seperti fosfor
(P) atau Arsen (As), yang merupakan semikonduktor
yang penting. Semikonduktor biner yang banyak
dipakai pada peralatan elektronika adalah gallium
arsenide (GaAs).
2. Ternary Semiconductors
Merupakan penggabungan dari dua unsure dari
golongan III dengan satu unsure pada golongan V,
atau sebaliknya. Misalnya, (AlxGa1-x)As, yang
merupakan gabungan dari AlAs dan GaAs.
24
3. Quaternary Semiconductors
Merupakan penggabungan dari dua unsure dari
golongan III dengan dua unsure dari golongan V.
Contohnya, (In1-xGax)(As1-yPy).
Doping Semikonduktor
Pemberian doping dimaksudkan untuk mendapatkan
elektron valensi bebas dalam jumlah lebih banyak dan
permanen, yang diharapkan akan dapat mengahantarkan
listrik. Suatu kristal yang murni, dimana setiap atomnya
adalah atom itu saja, disebut sebagai semikonduktor
intrinsik. Suatu kristal yang telah di-dop disebut
25
semikonduktor ekstrinsik. Semikonduktor yang telah di
doping oleh atom pentavalent disebut semikonduktor tipe
n, sedangkan doping oleh atom trivalent disebut
semikonduktor tipe p.
Konsentrasi Elektron dan Hole
1. Density of States
Keadaan kuantum dari elektron dalam bahan
semikonduktor dapat diketahui karakternya dari energi
E, bilangan gelombang, k, dan arah spin.
Density of states dapat dirumuskan sebagai berikut :
2. Probability of Occupancy
Pada saat tidak ada pengaruh suhu (T = 0 K), semua
elektron menempati tingkat energi terendah, sesuai
denga prinsip larangan Pauli. Pita valensi kemudian
terisi dan pita konduksi menjadi kosong. Kenaikan
temperature menyebabkan elektron tereksitasi dari pita
valensi menuju pita konduksi, menyebabkan
terbentuknya hole pada pita valensi. Probabilitas suatu
26
keadaan dari energi E yang ditempati oleh elektron
dijelaskan oleh fungsi Fermi, yaitu :
Dimana kB adalah konstanta Boltzman (0.026 eV pada
suhu 300 K) dan Ef adalah konstanta yang
menunjukkan Energi Fermi.
Gambar Fungsi Fermi f(E) adalah probabilitas tingkat
energi E diisi oleh elektron
Generasi, Rekombinasi, dan Injeksi
1. Generasi dan Rekombinasi pada keadaan
Kesetimbangan Termal
27
Proses generasi merupakan proses timbulnya pasangan
elektron-lubang per detik per meter kubik. Generasi
tergantung pada jenis bahan dan temperatur.
Energi yang diperlukan untuk proses generasi
dinyatakan dalam elektron volt atau eV. Energi
dalam bentuk temperatur T dinyatakan dengan kT,
dimana k adalah konstanta Boltzmann.
Pada semikonduktor, elektron atau lubang yang
bergerak cenderung mengadakan rekombinasi dan
menghilang. Laju rekombinasi (R), dalam pasangan
elektron-lubang per detik per meter kubik,
tergantung pada jumlah muatan yang ada. Jika
hanya ada sedikit elektron dan lubang maka R akan
berharga rendah; sebaliknya R akan berharga tinggi
jika tersedia elektron dan lubang dalam jumlah yang
banyak.
Sebagai contoh misalnya pada semikonduktor tipe-n,
didalamnya hanya tersedia sedikit lubang tapi terdapat
jumlah elektron yang sangat besar sehingga R akan
berharga sangat tinggi. Secara umum dapat dituliskan:
28
Dimana merupakan parameter yang tergantung dari
karakteristik bahan, satuannya cm3/s.
2. Injeksi Elektron Hole
Semikonduktor pada keadaan kesetimbangan termal
dengan konsentrasi pembawa n0 dan p0 memiliki
jumlah laju generasi dan rekombinasi G0 = rn0p0. Pada
saat elektron hole digenerasikan pada R dalam keadaan
steady, disebut sebagai mekanisme injeksi eksternal,
maka laju generasi dan rekombinasi yang baru menjadi:
Untuk laju injeksi, dimana
3. Internal Quantum Efficiency
Internal Quantum Efficiency pada suatu bahan
semikonduktor didefinisikan sebagai perbandingan
29
antara radiatif elektron dengan laju kombinasi total
(radiative dan nonradiative). Internal Quantum Efficiency
dirumuskan sebagai berikut :
Junctions
Sambungan antara bahan semikonduktor yang memiliki
doping berbeda disebut homojunction, sedangkan sambugan
antara bahan semikonduktor yang berbeda disebut
heterojunction.
1. p-n junction
p-n junction merupakan homojunction antara
semikonduktot tipe-p dengan semikonduktor tipe-n.
Sambungan ini biasa digunakan dalam diode, dan pada
peralatan optoelektronik, seperti LED, laser diode,
fotodetektor, dan solar cell.
Jika semikonductor disambungkan, maka elektron akan
berdifusi menuju daerah tipe-p, dan sebaliknya hole
akan berdifusi menuju daerah tipe-n, sehingga
30
terbentuk daerah persambungan. Pada daerah
persambungan ini terbebas dari muatan mayoritas,
tetapi terjadi dipole muatan sehingga timbul medan
listrik dan terjadi potensial halang.
Gambar Proses terbentuknya hole pada p-n junction
p-n junction berperan sebagai diode yang memiliki
karekteristik arus-tegangan (i-V) berbentuk eksponensial.
31
2. p-i-n junction diode
p-i-n junction diode dibuat dengan menampahkan
lapisan semikonduktor intrinsic diantara
semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Depletion layer terjadi
pada masing-masing sisi dari sambungan dengan jarak
inverse yang sebanding dengan konsentrasi doping.
Gambar 5 p-i-n junction dalam kesetimbangan termal
32
Depletion layer dari sambungan p-i junction menuju ke
daerah semikonduktor intrinsik, begitu pula pada
sambungan i-n junction. Akibatnya, diode p-i-n
bertindak seperti halnya p-n junction dengan depletion
layer yang lebar.
1.4. Light Emitting Diode (LED)
Cahaya dapat teremisi dari bahan semikonduktor sebagai
hasil dari pergerakan elektron-hole pada sambungannya.
Munculnya cahaya yang berpendar ini tidak dapat terjadi
pada suhu kamar karena konsentrasi tereksitasinya panas
elektron dan hole terlalu rendah untuk memancarkan
radiasi. Sehingga diperlukan sumber energi luar yang
digunakan untuk dapat mengeksitasi pasangan elektron
sehingga dapat menghasilkan jumlah yang sangat besar saat
emisi spontan. Caranya adalah melalui pemberian bias maju
pada p-n junction, yang mempunyai efek injeksi elektron-
hole pada daerah yang sama dalam satu ruang. Gambar
berikut adalah proses terjadinya cahaya pada LED proses
1-2-3-4
33
(1)
(2)
34
(3)
(4)
35
Jadi sederhananya, prinsip kerja LED adalah adanya
pembawa muatan elektron-hole yang mengalir ke p-n
junction dari elektrode dengan voltase berbeda. Ketika
elektron bertemu dengan hole, dia jatuh ke tingkat
energi yang lebih rendah, dan melepas energi dalam
bentuk foton.
Injection Electroluminescence
Laju emisi foton dapat meningkat seiring dengan
dihasilkannya kelebihan pasangan elektron hole pada
semikonduktor. Untuk mempercepat terjadinya emisi foton
ini, maka semikonduktor dirancang untuk dapat aktif pada
forward bias, dan kemudian menghasilkan sejumlah energi
foton cahaya. Proses ini disebut Injection
Electroluminescence, yang dapat diperlihatkan pada
gambar berikut ini.
Laju emisi foton dapat dikalkulasikan dari laju injeksi (R)
pasangan elektron hole, dimana R memiliki peran yang
penting dalam memompa laju emisi foton tersebut.
Dengan prinsip titik kesetimbangan konsentrasi dari
elektron dan hole, digunakan permisalan :
36
n = n0 + ∆n
p = p0 + ∆p
Gambar Proses Emisi Foton dan Pembawa Injeksi
Untuk menggambarkan pembawa konsentrasi di steady
state. Banyaknya kelebihan elektron (∆n) adalah sama
dengan banyaknya kelebihan hole (∆p) karena elektron hole
diproduksi secara berpasangan. Sehingga konsentrasi
pembawa kelebihan pada steady state adalah proporsional
dengan pumping rate, oleh karena itu :
∆n = Rτ (1)
37
Injeksi dari pembawa pasangan tiap waktunya akan
menghasilkan foton flux, yang dalam matematisnya ditulis
sebagai:
φ = ƞ iRV = ƞ iV∆n/ τ = V∆n/ τr (2)
dimana τ adalah pembentukan elektron hole pada waktu
tertentu
φ adalah internal foton flux
ƞ i adalah internal quantum efficiency
Kerapatan spektral dari injeksi elektroluminense ini dapat
diturunkan melalui teori emisi band-to-band. Laju emisi
spontan rsp(v) dapat dimatematiskan:
rsp(v) = e(v)fe(v)/τr
(3)
Sedangkan persamaan emisi kondisi fe(v) adalah
fe(v) = fc(E2)[1- fv(E1)] (4)
38
Kemungkinan keadaan energi pita konduksi adalah:
E2 = Ec + mr(hv – Eg)/mc
(5)
Gambar Pita Konduksi dan Valensi
Kemungkinan keadaan energi pita valensi adalah:
E1 = E2 – hv (6)
LED characteristics
1. Internal photon flux
Pada saat dioda dikenai arus sebesar i, maka akan
terjadi aliran pembawa muatan elektron hole pada
39
sambungan p-n, dari sini dapat ditentukan lajur
pembawa injeksi (R), yaitu
R = i/eV (7)
Persamaan untuk ∆n = Rτ, dapat diubah ke bentuk
∆n = (i/eV)τ (8)
φ = ƞ iRV, dapat diubah ke dalam persamaan
φ = ƞ i(i/e) (9)
Gambar 4. Diagram Pita Energi
40
41
2. Output photon flux and efficiency
Flux foton dihasilkan di sambungan dari radiasi yang
seragam pada semua arah.
Gambar 5. Ilustrasi LED pada Material
Terdapat tiga kondisi, yaitu A, B, dan C, dari transmisi
flux foton saat melewati menembus material. Dimana
terlihat jelas bahwa kondisi A, adalah pada saat hasil
cahaya pada LED yang dihasilkan dipantulkan
sebagian, sehingga hanya sebagian cahaya LED yang
42
keluar dan dapat menyinari. Kondisi B adalah kondisi
yang sama seperti kondisi A, bahwa ada bagian cahaya
yang dipantulkan kembali dan tidak dapat keluar dari
material, tetapi jumlahnya lebih besar. Dan kondisi C
adalah kondisiterjadinya TIR, dimana tidak ada cahaya
LED yang keluar dari struktur.
3. Responsivity
Responsivity adalah rasio perbandingan dari daya optik
hasil emisi (Po) dengan arus yang dibutuhkan untuk
terjadinya injeksi (i), sehingga:
Re = Po / i = hvφ0 / i = ƞexhv / e (10)
4. Materials
LED beroperasi pada daerah di dekat sinar ultraviolet
sampai dengan infra merah. Pada gambar di bawah ini,
banyak ditunjukkan bahan semikonduktor dengan
daerah operasinya. Dapat dilihat bahwa daerah dekat
sinar infra merah banyak semikonduktor yang
memberikan efisiensi yang sangat tinggi.
43
Gambar 6. Daerah Operasi LED pada Material
5. Electronic circuit
LED dibangkitkan oleh sumber arus, misalnya dengan
menggunakan sumber tegangan konstan yang dirangkai
seri dengan resistor. Emisi cahaya ini dapat
dimodulasikan baik secara analog maupun digital,
melalui modulasi injeksi arus. Performa dari rangkaian
ini dapat ditingkatkan melalui penambahan pengatur
arus bias, dan fluktuasi dari intensitas cahaya yang
dihasilkan dapat distabilkan dengan menggunakan
optical feedback dimana emisi cahaya dapat terus
dipantau dan digunakan untuk mengontrol arus injeksi.
44
BAB 2 – JENIS DAN SPESIFIKASI
LASER
2.1. Pendahuluan
LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation), yaitu penguatan cahaya melalui pancaran radiasi
yang terstimulasi. Cahaya sendiri merupakan jenis energi
yang dipancarkan oleh sebuah atom. Cahaya dihasilkan
oleh partikel partikel kecil yang disebut foton. Cahaya
teremisi dari sebuah sistem atom yang tereksitasi dari level
energi tinggi jatuh ke level energi rendah dengan
memancarkan radiasi.
Proses eksitasi dapat diperoleh dengan berbagai cara
seperti efek termal, absorbsi foton. Tumbukan dengan
partikel-partikel subatomik maupun rekasi kimia. Beberapa
bentuk mekanisme eksitasi yang lain seperti radioaktif
dapat menghasilkan emisi dengan tingkat energi foton
sangat tinggi.
45
Spektrum Gelombang Elektromagnetik
Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik
berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut
spektrum gelombang elektromagnetik. Gambar spektrum
elektromagnetik disusun berdasarkan panjang gelombang
mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan
panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti
gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi,
dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi
seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray.
Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik
46
Gelombang Radio
Panjang gelombang radio ini berkisar antara 3 x 10-2 sampai
1,5 x 103 m. Gelombang radio dihasilkan oleh muatan-
muatan listrik yang dipercepat melalui kawat-kawat
penghantar. Muatan-muatan ini dibangkitkan oleh
rangkaian elektronika yang disebut osilator.
Gelombang mikro
Gelombang mikro (microwaves) adalah gelombang radio
dengan panjang gelombang antara 0.3 – 300 cm. Jika
gelombang mikro diserap oleh sebuah benda, maka akan
muncul efek pemanasan pada benda itu. Proses inilah yang
dimanfaatkan dalam microwave oven untuk memasak
makanan dengan cepat dan ekonomis.
Sinar Inframerah
Sinar inframerah daerah panjang gelombang 10-4 cm
sampai 10-1 cm. Sinar ini dihasilkan oleh elektron dalam
molekul-molekul yang bergetar karena benda diipanaskan.
Jadi setiap benda panas pasti memancarkan sinar
inframerah.
47
Cahaya Tampak
Cahaya tampak (visible lihgt) adalah rentang dari cahaya
elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh mata manusia.
Komisi Internasional menspesifikasikan frekuensi dari
cahaya tampak adalah antara 3.61 x 1014 hingga 8.33 x 1014
Hz (rentang panjang gelombang sekitar 830 hingga 360
nm). Banyak buku yang menyatakan rentang cahaya
tampak antaran 400nm (violet) hingga 750nm (merah), hal
ini didasarkan pada respon visual dari mata manusia.
Kegunaan cahaya salah satunya adalah penggunaan laser
dalam serat optik pada bidang telekomunikasi dan
kedokteran.
Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet mempunyai daerah panjang gelombang
antara 10-8 m sampai 10-7 m. Gelombang ini dihasilkan oleh
atom dan molekul dalam nyala listrik. Matahari adalah
sumber utama yang memancarkan sinar ultraviolet
dipermukaan.
48
Sinar X
Sinar X mempunyai panjang gelombang yang sangat
pendek yaitu 10 nm sampai 10 pm. Meskipun seperti itu
tapi sinar X mempunyai daya tembus kuat, dapat
menembus pelat aluminium setebal 1 cm.
Sinar Gamma
Sinar ini mempunyai daya tembus paling besar, dengan
panjang gelombang antara 10-10 cm sampai 10-12 cm.
Radiasi sinar ini yang berasal dari luar angkasa dapat
digunakan untuk mengetahui reaksi inti atom di alam
semesta.
Prinsip Kerja LASER
Sebuah atom terdiri dari inti atom yang disebut nukleus
(berisi proton dan netron), dan awan elektron pada
Gambar 2. Elektron-elektron ini selalu berputar
mengelilingi inti atom pada orbit-orbit tertentu, sesuai
dengan tingkat energinya. Dari sini kita tahu bahwa atom
selalu bergerak (rotasi, transasi, dan vibrasi), hanya saja kita
tidak bisa melihat pergerakannya di benda-benda padat
seperti pintu, kursi, dan semua benda lain.
49
Gambar 2. Ilustrasi sederhana sebuah atom
50
Absorption of Radiation
Orbit elektron yang memiliki tingkat energi paling rendah
adalah yang paling dekat dengan inti. Jadi, semakin jauh
elektron dari inti, semakin tinggi pula tingkat energinya. Ini
artinya, kalau kita memberikan energi pada atom (misalnya
dalam bentuk energi panas, energi listrik, atau energi
cahaya) maka elektron yang berada di tingkat energi dasar
(ground-state energy level) dapat tereksitasi (pindah) ke orbit
yang tingkat energinya lebih tinggi.
Gambar 3 Eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih
tinggi
51
Spontaneous emission
Elektron yang berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi
ini (excited electron) berada dalam keadaan tidak stabil.
Elektron ini selalu berusaha untuk kembali ke keadaan
awalnya dengan cara melepaskan kelebihan energi tersebut.
Energi yang dilepaskan berbentuk foton (energi cahaya)
yang memiliki panjang gelombang tertentu (warna tertentu)
sesuai dengan tingkat energinya.
Gambar 4 Kembalinya elektron ke tingkat energi semula
disertai emisi cahaya
52
Pada emisi spontan, cahaya yang dihasilkan memiliki sifat
tidak koheren, yaitu memiliki perbedaan fasa dan frekuensi.
Pada lampu senter ataupun lampu neon biasa, cahaya yang
dihasilkan menuju ke segala arah dan memiliki bermacam
panjang gelombang dan frekuensi (incoherent light). Hasilnya
adalah cahaya yang sangat lemah.
Stimulated emission
Emisi terstimulasi merupakan proses ketika foton yang
datang berinteraksi dengan electron yang tereksitasi,
sehingga mengakibatkan elektron tersebut turun ke tingkat
energi yang lebih rendah. Pada emisi terstimulasi, energi
cahaya diarahkan untuk ke elektron pada elektron
tereksitasi, bukan pada elektron di ground state.
Semua emisi yang dihasilkan memiliki kesamaan frekuensi
dan fasa. Sinar laser yang berwarna-warni dihasilkan dari
medium yang memiliki panjang gelombang berbeda-beda.
Biasanya laser yang berwarna-warni ini relatif tidak
berbahaya karena berada pada panjang gelombang yang
relatif kecil.
53
Gambar 5 Skema emisi terstimulasi
Population Inversion
Populasi inversi merupakan sebuah proses untuk
menghasilkan populasi pada kondisi Higher Energy (E2)
yang jauh lebih besar dibandingkan Lower Energy (E1).
Hal ini berkebalikan dengan prinsip distribusi electron
dalam kondisi dasar, yaitu jumlah populasi elektron yang
berada pada tingkat yang energi E1 jauh lebih banyak
apabila di bandingkan dengan jumlah populasi ( N2 ) yang
berenergi E2 (E2 > E1 ). Populasi inversi merupakan
teknik utama dalam membangkitkan cahaya laser. Elektron
harus berada pada kondisi tereksitasi agar terjadi populasi
54
inversi. Kondisi tereksitasi dapat terjadi melalui absorbs
energy dari sumber daya.
Gambar 6 Populasi Inversi Tidak Dapat Terjadi pada
Sistem Energi 2 Tingkat
Ada zat tertentu di mana elektron pernah tereksitasi;
mereka tetap dalam tingkat energi yang lebih tinggi atau
keadaan tereksitasi untuk waktu yang lebih lama. Sistem
seperti ini disebut sistem aktif atau media aktif yang
umumnya merupakan campuran dari unsur-unsur yang
berbeda. Ketika campuran semacam itu terbentuk, tingkat
energi elektroniknya diubah dan beberapa di antaranya
memperoleh sifat khusus. Jenis bahan tersebut digunakan
untuk membentuk laser 3 tingkat atau laser 4 tingkat.
55
(1) – (2) When we supply light energy which is equal to the
energy difference of E3 and E1, the electrons in the lower
energy state (E1) gains sufficient energy and jumps into the
higher energy state (E3). This process of supplying energy
is called pumping. We also use other methods to excite
ground state electrons such as electric discharge and
chemical reactions.
56
(3) The lifetime of electrons in the energy state E3 is very
small as compared to the lifetime of electrons in the energy
state E2. Therefore, electrons in the energy level E3 does
not stay for long period. After a short period, they quickly
fall to the Meta stable state or energy state E2 and releases
radiation less energy instead of photons. The electrons in
the Meta stable state E2 will remain there for longer period
because of its longer lifetime. As result, a large number of
electrons accumulate in Meta stable state. Thus, the
population of metal stable state will become greater than
the population of energy states E3 and E1.
(4) After completion of lifetime of electrons in the Meta
stable state, they fall back to the lower energy state or
ground state E1 by releasing energy in the form of
photons. This process of emission of photons is called
spontaneous emission.
(5) – (6) When this emitted photon interacts with the
electron in the Meta stable state E2, it forces that electron
to fall back to the ground state. As a result, two photons
57
are emitted. This process of emission of photons is called
stimulated emission.
Consider a group of electrons with four energy levels E1,
E2, E3, E4. E1 is the lowest energy state, E2 is the next
higher energy, E3 is the next higher energy state after E2,
E4 is the next higher energy state after E3. The number of
58
electrons in the lower energy state or ground state is given
by N1, the number of electrons in the energy state E2 is
given by N2, the number of electrons in the energy state
E3 is given by N3 and the number of electrons in the
energy state E4 is given by N4. We assume that E1 < E2 <
E3 < E4. The lifetime of electrons in the energy state
E4 and energy state E2 is very less. Therefore, electrons in
these states will only stay for very short period.
1) - 2) When we supply light energy which is equal to the
energy difference of E4 and E1, the electrons in the lower
energy state E1 gains sufficient energy and jumps into the
higher energy state E4.
3) The lifetime of electrons in the energy state E4 is very
small. Therefore, after a short period they fall back into the
next lower energy state E3 by releasing non-radiation
energy.
4) The lifetime of electrons in the energy state E3 is very
large as compared to E4 and E2. As a result, a large number
of electrons accumulate in the energy level E3. After
59
completion of their lifetime, the electrons in the energy
state E3 will fall back into the next lower energy state
E2 by releasing energy in the form of photons.
5) Like the energy state E4, the lifetime of electrons in the
energy state E2 is also very small. Therefore, the electrons
in the energy state E2 will quickly fall into the next lower
energy state or ground state E1 by releasing non-radiation
energy.
6) – 7) Thus, population inversion is achieved between
energy states E3 and E2.
Komponen Laser
Sebuah laser harus memiliki komponen berikut ini agar
bisa bekerja.
1. Active Medium
It means to amplify light. The active medium may be
any material that is solid, liquid, gas or plasma.
Subclassifications of neutral gas, ion, metal vapor, and
molecular lasers exist in the category of gas lasers. The
only liquid laser discussed here is the dye laser. Solid
60
lasers may be crystalline, amorphous (at least in the
case of the Nd-Glass laser), or even a semiconductor.
The common laser mediums include ruby and
Nd:YAG (Neodymium-doped Yttrium Aluminum
Garnet) (solids); organic dyes, such as rhodamine 60,
coumarin 2 and coumarin 30, dissolved in solvents
such as alcohol or water (liquids); and He–Ne, CO2,
argon and nitrogen (gases).
Gambar 7. Energy level diagram for a four-level laser
system showing the means to amplify light
2. Pumping Source
It means to excite the active medium to the amplifying
state. Any energy source can be used as a pumping
source. The common pumping sources include flash
lamps (incoherent light), lasers (coherent light),
61
electrons (DC, RF or pulsed gas discharge, electron
beam), chemical reactions, ion beams and X-ray
sources.
- A focused pulse of light, for solid lasers such as the
Nd:YAG and solid-state lasers
- A DC or RF power supply, for gas lasers such as
CO2, excimer and He–Ne lasers
- An electric current, chemical reactions, and ion
beams, for liquid lasers such as semiconductor or
free electron lasers
Output power is proportional to the power of the
pumping source and the amount of active medium.
3. Optical Resonator
An optical resonator causes the light generated by the
active medium, parallel to its axis, to be reflected back and
forth through the medium. The laser medium is
surrounded by two parallel mirrors which provides
feedback of the light. One mirror is fully reflective (100 %
reflective) whereas another one is partially reflective (<100
% reflective). These two mirrors as a whole is called optical
62
resonator. Optical resonator is also known as optical cavity
or resonating cavity.
These two mirrors are given optical coatings which
determine their reflective properties. Optical coating is a
thin layer of material deposited on materials such as mirror
or lens. Each mirror is coated differently. Therefore, each
mirror will reflect the light differently. One mirror will
completely reflect the light whereas another one will
partially reflect the light.
The completely reflective mirror is called high reflector
whereas the partially reflective mirror is called output
coupler. The output coupler will allows some of the light
to leave the optical cavity to produce the laser’s output
beam.
The light generated within the laser medium will bounce
back and forth between the two mirrors. This stimulates
other electrons to release light while falling to the ground
state. Likewise, a large number of electrons are stimulated
to emit light. Thus, optical gain is achieved.
63
This amplified light escapes through the partially reflecting
mirror. The process of stimulating electrons of other
atoms to produce light in the laser medium is called
stimulated emission.
Gambar 3.2. Components of Laser
The basic laser consists of two mirrors which are placed
parallel to each other to form an optical oscillator, that is, a
chamber in which light travelling down the optic axis
between the mirrors would oscillate back and forth
between the mirrors forever if it is not prevented by some
mechanism such as absorption. Between the mirrors is an
active medium which is capable of amplifying the light
oscillations by the mechanism of stimulated emission as
64
just described. There is also some system for pumping the
active medium so that it has the energy to become active.
Gambar 3.3. Basic construction of a laser cavity: a stable, b
unstable, and c stable cavity with an aerodynamic window
One of the two mirrors is partially transparent to allow
some of the oscillating power to emerge as the operating
beam. The other mirror is totally reflecting to the best that
can be achieved (99.999% or some such figure). This
mirror is also usually curved to reduce the diffraction
losses of the oscillating power.
65
2.2. Laser Zat Padat
Dari banyak jenis material zat padat dapat dibuat sebagai
bahan aktif laser, hanya beberapa diantaranya yang terbukti
berhasil secara komersial dan beberapa lagi diantaranya
merupakan laser yang dapat divariasi panjang
gelombangnya.
Secara umum sistem laser zat padat didasarkan pada
medium kristal yang berfungsi sebagai medium aktif.
Interaksi antara elemen bahan aktif laser dengan materinya
berpengaruh pada operasi laser zat padat. Medium aktif
pengemisi cahaya dalam laser zat padat hanya merupakan
sebagian kecil dari atom kristal secara keseluruhan. Secara
kimiawi elemen atom bahan aktif laser hanya berupa
dopant yang ditambahkan ke dalam suatu kristal yang
berlaku sebagai medium.
Ditinjau dari sifat panjang gelombang berkas cahaya yang
dipancarkan, laser zat padat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu laser zat padat monokromatis seperti laser
ruby dan Nd:YAG, dan laser zat padat polikromatis yang
66
dapat dipilih panjang gelombangnya seperti laser
Alexandrite, titanium, dan sapphire.
Prinsip Kerja
Laser ruby merupakan jenis laser zat padat yang pertama
tetapi jauh dari ideal. Jenis ini termasuk jenis laser 3 tingkat
yang kurang efisien dalam hal pemompaan dibandingkan
dengan laser Nd:YAG. Laser ruby terbuat dari sintesis ruby
menggunakan aluminum oksida dengan doping chromium
membentuk kristal transparan dan berwarna merah muda.
Atom chromium dalam kristal ruby akan menyerap cahaya
biru (400 nm) atau hijau (550 nm) dari lampu kilat xenon.
Hal ini akan mengakibatkan adanya loncatan elektron yang
berada di dasar dan tereksitasi. Setelah orde 100 nanodetik,
terjadi peluruhan dari fasa eksitasi ke metastabil. Setelah
tiga milidetik akan terjadi emisi terstimulasi dimana
elektron kembali ke dasar dengan proses memancarkan
energi. Emisi akibat transisi dari metastabil ke tingkat
terendah pada chromium ini menimbulkan cahaya merah
sebesar 694.3 nm.
67
Akan tetapi setelah inversi populasi tercapai, sejumlah
besar tenaga dapat ditampung dalam kristal dan dalam
keadaan yang tepat tenaga akan dilepas menjadi pulsa laser
tunggal yang berdaya besar.
Gambar Prinsip Kerja Laser Ruby
Sistem pelepasan tenaga menjadi pulsa laser yang bersifat
tunggal dan berdaya besar sangat efektif menggunakan
electro optics shutter dalam rongga laser. Electro optics shutter ini
mampu menahan aksi laser untuk berhenti beberapa saat
68
sampai keadaan inversi populasi mencapai maksimum dan
dibuka pada saat yang tepat sehingga menghasilkan emisi
laser pulsa tunggal berdaya besar.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar, bahwa
terdapat dua buah cermin yang diletakkan di kedua ujung
batu ruby. Salah satu cermin dibuat half-silvered (hanya
memantulkan sebagian cahaya; sementara cahaya yang
tidak dipantulkan dapat menerobos keluar).
Ruby diberi stimulasi energi (disinari dengan cahaya)
sehingga beberapa elektronnya tereksitasi. Kemudian
elektron yang tereksitasi ini berusaha kembali ke tingkat
energi awal dengan melepaskan cahaya (foton), dimana
telah dijelaskan di awal bahwa laser ini akan mengemisi
cahaya merah sebesar 694.3 nm.
Cahaya ini memantul-mantul pada permukaan cermin dan
menyinari elektron-elektron tetangganya sehingga
menyebabkan tereksitasinya para elektron tetangga
tersebut. Elektron-elektron ini kemudian juga
mengemisikan cahaya untuk kembali ke keadaan
69
normalnya. Begitu seterusnya, hingga sebagian cahaya
berhasil menerobos keluar dari half-silvered mirror akibat dari
efek electro optics shutter. Sinar ini merupakan sinar yang
monokromatik, koheren, dan berfasa tunggal (single phase).
Sinar inilah yang kita kenal sebagai sinar laser.
Spesifikasi Laser Ruby
Setiap laser memiliki spesifikasi tertentu agar nantinya
dapat dijadikan acuan untuk diterapkan dalam bidang apa,
sehingga efektif untuk penggunaannya. Spesifikasi dari
laser ruby ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel Spesifikasi Laser Ruby
Med
ium
Panj
ang
gelo
mba
ng
Kel
uara
n
Mod
e
Efis
iens
i %
Las
er d
iam
eter
(m
m)
Peny
impa
ngan
(m
rad)
Ruby 694
nm
30 mJ-
100 mJ
10 ns-
10 ms
up to 3
Hz prf
0,5 5-10 5
70
Aplikasi
Aplikasi laser ruby ini adalah pada bidang kesehatan, yaitu
dalam klinik penghapusan tato dan hair removal, dan
sebagai industri aplikasi yaitu dalam memotong berlian dan
teknik holografi
2.3. Laser Zat Cair
Laser zat cair yang akan dibahas kali ini adalah laser dye
yang merupakan pengembangan dari laser gas dimana
frekuensi osilasinya bisa diubah-ubah. Laser ini
menggunakan pewarna organik kompleks, yaitu Rhodamin
6G yang diaplikasikan dalam larutan cair sebagai medium
aktifnya. Laser dye ini dirancang untuk memberikan
semburan pendek dari cahaya dan ada beberapa tipe yang
dapat dituning sehingga dapat bekerja pada panjang
gelombang yang berbeda, meskipun panjang gelombang
kuning (495 nm) adalah yang paling umum
Prinsip Kerja
Tingkatan energi elektronik terdiri dari tingkatan energi
vibrasi kira-kira 1400 cm-1 sampai 1700 cm-1 sedang energi
71
rotasi kira-kira 100 kali lebih kecil. Terdapat tingkat energi
singlet, dimana spin total s = 0 dan tripelt dangan s = 1.
Gambar Tingkat Energi Laser Dye
Transisi antar tingkat energi elektronik hanya mungkin
terjadi bila S = 0. Bila suatu cairan dye mendapat radiasi
cahaya yang panjang gelombangnya jatuh pada daerah
absorbsi, molekul akan tereksitasi dari S0 ke suatu tingkat
vibrasi S1. Tumbukan yang mengikuti eksitasi ini akan
72
menurunkan tingkat energi vibrasi ke tingkat terendah di
S1. Dari tingkat ini, molekul akan turun melalui emisi
spontan dalam waktu tertentu ke salah satu tingkat energi
vibrasi rotasi di S0. Hal ini menimbulkan emisi cahaya
dengan panjang gelombang lebih besar dibandingkan
dengan panjang gelombang yang menimbulkan absorbsi.
Bila intensitas radiasi yang menimbulkan absorbs cukup
tinggi pada orde 106KW/cm2 inversi populasi antara S1
dan S0 akan dapat terjadi. Transisi laser dapat dapat terjadi
pada pita fluorosensi kecuali pada daerah dimana terjadi
overlap dengan pita absorpsi dan fluoresensi.
Gambar Laser Dye
Laser Dye ini diosilasikan mulai dari panjang gelombang
UV-IR. Lampu dari qhartz yang diisi gas Xenon dengan
73
tekanan tinggi yang dieksitasikan dengan discharge
kapasitor flash-lamp berfungsi sebagai pumping source. Cara
kerjanya juga sama seperti laser zat padat dengan ruby,
yaitu dengan menggunakan dielektrik mirror untuk
memantul-mantulkan hasil emisi radiasi nya.
Aplikasi
Aplikasi dari laser dye sendiri adalah untuk menghilangkan
tanda lahir dan tanda hiper-pigmentasi pada kulit. Aplikasi
lainnya, dimana pengaturan laser ini dengan daya rendah
digunakan untuk meningkatkan penampilan kerutan
dengan merangsang pertumbuhan kembali jaringan di
bawah kulit, sehingga mampu dalam memperbaiki
penampilan bekas jerawat (secara anon-ablatif), tetapi
bukan untuk menghapus atau menguapkan jaringan
tersebut secara langsung untuk diganti dengan yang baru
(secara ablatif).
74
Spesifikasi
Tabel Spesifikasi Dye Laser
Medium Panjang
gelombang Keluaran Mode
Efisiensi %
Laser diameter
(mm)
Penyimpangan (mrad)
Flash lamp
pumped 340-940 nm
Up to 50 W
200 ns-4 μs pulsa, up to 50
Hz Up to 1 5-20 0,5-5
Ion laser pumped
400-1000 nm
Up to 2 W
cw 5-25 0,6-1 1-2
Pulsed laser
pumped
300-1000 nm
Up to 15 W
3-50 ns pulsa up to 10 kHz
Depends on pump
light 2-10 0,36
75
2.4. Laser Zat Gas
Laser gas memiliki linewidth yang lebih sempit daripada
laser zat padat dan cair lainnya. Pelebaran garis ini berasal
dari tumbukan antar atom / molekul gas. Karena pada
umumnya tekanan gas yang digunakan beberapa Tor atau
kurang, kontribusi terbesar berasal dari pelebaran karena
efek dopler. Hal ini menyebankan proses pemompaan
secara optic dengan menggunakan flash lamp seperti pada
laser zat padat atau cair tidak mungkin diterapkan pada
laser gas
Proses pemompaan umumnya secara listrik dengan
melewatkan arus listrik DC atau AC pada medium gas yang
akan menimbulkan electron bebas dan ion. Adanya medan
listrik akan mempercepat muatan ini sehingga dapat
memperoleh energi kinetic untuk menimbulkan eksitasi
selanjutnya melalui tumbukan. Pada gas dengan tekanan
rendah seperti umumnya digunakan dalam laser gas, energy
kinetic electron jauh lebih besar disbanding dengan atom
ion.
Eksitasi secara listrik terjadi melalui 2 cara :
76
1. Untuk gas yang terdiri dari satu jenis , eksitasi terjadi
dari tumbukan electron dimana X dan X+ adalah
tingkat dasar dan tingkat eksitasi
2. Untuk gas yang terdiri dari 2 jenis misalnya A dan B
eksitasi dapat terjadi melalui tumbukan antara atom
yang berlainan jenis melalui proses resonansi energy
transfer
Gambar 1. resonan energy transfer antara A dan B
Atom A berada dalam keadaan eksitasi sedang B pada
tingkat dasar. Bila selisih tingkat energi eksitasi atom A dan
B kurang dari kT, maka pada saat tumbukan akan terjadi
perpindahan tingkat energi eksitasi dari A ke B, proses ini
penting dalam pemompaan atom B bila tingkat eksitasi A
adalah tingkat metastable, tingkat ini menjadi semacam
cadangan energi untuk eksitasi atom B.
77
Atom yang tereksitasi akan pindah ke tingkat yang lebih
rendah melalui 4 cara, yaitu:
1. Tumbukan antara elektron dan atom elektron, dimana
atom memberikan energinya pada elektron (tumbukan
jenis kedua)
2. Tumbukan antar atom
3. Tumbukan antar atom dan dinding tabung
4. Emisi spontan
Laser He Ne merupakan contoh laser dengan λ= 0.633
μm, λ= 1.15 μm dan λ= 3.39 μm . laser He Ne dengan λ=
0.633 μm merupakan yang paling banyak digunakan
Prinsip kerja :
Mekanisme populasi inverse pada laser He-Ne meliputi
kombinasi dari tumbukan electron He dengan taranfer
78
electron dari helium ke neon. Perbandingan campuran gas
ini berkisar 90% helium dan 10% neon. Senyawa gabungan
gas helium dan neon ditempatkan pada rongga tertutup,
resonant cavity, yang diapit oleh dua buah cermin.
Salah satu cermin memantulkan berkas foton secara
sempurna dan yang lainya memantulkan sebagian.
Pemantulan dari cermin ini berfungsi untuk memperkuat
cahaya laser. Ketika terjadi proses penembakan gas,
electron akan terakslerasi turun dari tabung yang kemudian
akan menumbuk atom helium, sehingga atom tersebut
akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Gambar berikut ini menjelaskan tingkat energi relatif dari
helium dan neon. Atom helium sangat mudah tereksitasi ke
tingkat energi F2 dan F3. Pada tingkat ini energi atom
helium stabil (metastable) dan butuh waktu yang lama
sebelum terjadi de-eksitasi.
Sebagian besar eksitasi dari neon berhubungan dengan
energi eksitasi tingkat F2 dan F3 dari helium. Dimana
ketika atom helium pada tingkat F2 dan F3 bertumbukan
79
dengan atom neon pada tingkat energi rendah E1 terjadi
perpindahan energi. Terjadinya perpindahan energi ini
mengakibatkan atom neon di tingkat E1 tereksitasi ke
tingkat E4 dan E6. Hal ini membantu proses inversi
populasi neon antara energi tingkat energi tinggi dan energi
tingkat rendah E5 dan E3.
Proses selanjutnya yaitu terjadinya perpindahan tingkat
energi atom neon dari tingkat energi tinggi E4 dan E6 ke
tingkat energi rendah E3 dan E5 , yang menyebabkan emisi
foton dengan panjang gelombang bervariasi.
80
Spesifikasi :
HeNe Laser – Red 633 nm
Spesifikasi Nilai
Min Output Power 0.5 mW
Spatial Mode TEM00
Polarization 500:1
Beam Diameter (mm) 1.41
Beam Divergence Full Angle (mrad) 1102
Noise (%) 1.0
Beam Drift, Long Term (mrad) <0.05
Power Requirements 115 VAC, 50/60 Hz
HeNe Laser – Green 543 nm
Spesifikasi Nilai
Min Output Power 0.5 mW
Spatial Mode TEM00
Polarization Random
Beam Diameter (mm) 0.64
Beam Divergence Full Angle
(mrad)
1.07
Noise (%) 1.0
81
Beam Drift, Long Term (mrad) <0.05
Power Requirements 120/240 VAC, 50/60
Hz
HeNe Laser – Infrared
Spesifikasi Nilai
Min Output Power 2.0 mW
Spatial Mode TEM00
Polarization 500 : 1
Beam Diameter (mm) 1.09
Beam Divergence Full Angle
(mrad)
1.34
Noise (%) 1.0
Beam Drift, Long Term (mrad) <0.05
Power Requirements 120/240 VAC, 50/60
Hz
Aplikasi
Di bidang medis, yaitu sebagai alat penyembuhan dalam
pengobatan penyakit otak dan jantung, seperti infark
serebral, psoriasis, tuli mendadak dll
82
2.5. Laser Semikonduktor
Laser semikonduktor yang pertama diciptakan oleh R.H.
Rediker dkk. (Lincoln Lab, MIT), M.I. Nathan dkk.
(Yorktown Heights, IBM) dan R.N. Hall dkk. (General
Electric Research Lab.) pada tahun 1962. Diode yang
digunakan adalah galiun arsenida-flosfida GaAsP (sinar-
tampak merah). Diode ini merupakan sambungan
homojunction. Tipe GaAsP bisasanya diberi doping seng (Zn)
dan tipe N-nya diberi doping tellurium (Te).
Proses Pemompaan
Laser ini juga disebut laser injeksi, karena pemompaannya
dilakukan dengan injeksi arus listrik lewat sambungan PN
semikonduktornya. Jadi laser ini merupakan diode dengan
bias maju biasa. Proses laser jenis ini mirip dengan kerja
LED biasa. Pancaran fotonnya disebabkan oleh
bergabungnya kembali elektron dan lubang (hole) di daerah
sambungan PN.
Bahan semikonduktor yang dipakai harus memiliki gap
energi yang langsung, agar dapat melakukan radiasi foton
tanpa melanggar hukum kekekalan momentum. Oleh
83
sebab itulah laser semikonduktor tidak pernah
menggunakan bahan seperti silikon maupun germanium
yang gap energinya tidak langsung.
Laser semikonduktor memiliki dua syarat yang harus
dipenuhi agar dapat dihasilkan foton. Hal yang pertama,
bahannya harus diberi doping banyak sekali sehingga
tingkat energi Fermi-nya melampaui tingkat energi pita
konduksi di bagian N dan masuk ke bawah tingkat energi
pita valensi di bagian P. Hal ini perlu agar keadaan inversi
populasi di daerah sambungan PN dapat dicapai.
Hal yang kedua, rapat arus listrik maju yang digunakan
haruslah besar, begitu besar sehingga melampaui harga
ambangnya. Besarnya sekitar 50 ribu ampere/cm2 agar
laser yang dihasilkan bersifat kontinu. Rapat arus ini luar
biasa besar, sehingga diode laser harus ditaruh di dalam
kriostat supaya suhunya tetap rendah (77 K ), jika tidak
arus yang besar ini dapat merusak daerah sambungan PN
dan diode berhenti menghasilkan laser.
84
Gambar Laser Semikonduktor dan Diagram Energinya
Pada gambar di atas tampak bahwa di sebagian daerah
deplesi terjadi inversi populasi jika sambungan PN diberi
tegangan maju, daerah ini disebut lapisan aktif. Daerah
deplesi adalah daerah di sekitar sambungan PN yang tidak
memiliki pembawa muatan listrik bebas. Pada saat
dilakukan injeksi arus listrik melalui sambungan, elektron-
elektron di pita konduksi pada lapisan aktif dapat
bergabung kembali dengan lubang-lubang di pita valensi.
Untuk arus injeksi yang kecil penggabungan ini terjadi
secara acak dan menghasilkan radiasi, proses ini adalah
yang terjadi pada LED. Tetapi apabila arus injeksinya
cukup besar, pancaran terangsang mulai terjadi di daerah
lapisan aktif. Lapisan ini berfungsi pula sebagai rongga
resonansi optisnya, sehingga laser akan terjadi sepanjang
85
lapisan ini. Pelapisan seperti yang dilakukan pada cermin di
sini tidak diperlukan lagi karena bahan diode sendiri sudah
mengkilap (metalik), cukup bagian luarnya digosok agar
dapat memantulkan sinar yang dihasilkan dalam lapisan
aktif.
Dioda laser dengan sambungan Heterojunction
Sambungan heterojunction dibuat untuk mengatasi besarnya
rapat arus yang dibutuhkan dalam proses kerja laser
semikonduktor. Pada sambungan homojunction, hanya
sebagian kecil elektron-elektron yang diinjeksikan dari
daerah N yang bergabung dengan lubang di lapisan aktif,
kebanyakan dari mereka berdifusi jauh masuk ke dalam
daerah P sebelum bergabung kembali dengan lubang-
lubang. Efek difusi inilah yang menyebabkan besarnya
rapat arus listrik yang dibutuhkan dalam proses kerja laser
semikonduktor.
Besarnya rapat arus listrik ini dapat diturunkan dengan
membatasi gerakan elektron yang diinjeksikan ke suatu
daerah yang sempit, agar mereka tidak berdifusi kemana-
86
mana. Pembatasan gerakan elektron ini dapat dilakukan
dengan membuat sambungan heterojunction.
Heterojunction yang paling umum dipakai adalah sambungan
antara GaAs dan AlGaAs. GaAs memiliki gap energi yang
lebih sempit, sehingga bila ia dijepit oleh dua daerah
AlGaAs bertipe P dan N, elektron-elektron yang
diinjeksikan dari daerah N dan lubang-lubang dari daerah P
akan bergabung di GaAs ini, jadi GaAs berfungsi sebagai
lapisan aktifnya.
Gambar Diagram Energi Heterojunction
Laser heterojunction GaAs - AlGaAs dapat bekerja secara
kontinu pada suhu kamar hanya dengan rapat arus
minimum sebesar 100 ampere/cm2, 500 kali lebih kecil
dibandingkan rapat arus pada laser GaAs yang homojunction.
87
Keunggulan dan Kelemahan
Keunggulan yang dimiliki laser semikonduktor adalah
dimensi ukurannya, yaitu hanya sekitar 0,1 x 0,1x 1,25 mm,
sehingga sangat cocok untuk peralatan yang dapat dibawa-
bawa. Keunggulan lainnya adalah fleksibilitas gap energi
bahan-bahan yang dipakai. Lebar gap dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan, yang berarti orang dapat memilih
panjang gelombang laser yang dihasilkannya. Misalnya,
substrat indium fosfida ( InP ) yang dipakai pada laser
InGaAsP, laser yangdihasilkan dapat diatur berpanjang
gelombang sekitar 1,3 atau 1,55 mikrometer, panjang
gelombang dimana gelombang elektromagnetik paling
sedikit diserap oleh bahan serat optik. Hal ini membuat
laser InGaAsp menjadi pilihan yang tepat untuk
komunikasi jarak jauh dengan serat optik.
Kelemahan sistem laser ini adalah sifatnya yang tidak
monokromatik, karena transisi elektron yang terjadi
bukanlah antar tingkat energi tapi antar pita energi, padahal
pita energi terdiri dari banyak tingkat energi.
88
Spesifikasi
Secara umum, laser semikonduktor memiliki spesifikasi
sebagai berikut :
- Frekuensi > 200 MHz
- Response time < 1 ns
- Optical bandwidth < 2 nm
- Daya > puluhan miliwatt
- Memerlukan lasing cavity – Fabry Perot Resonator cavity
longitudinal 250 mm-lateral 500 mm, transversal 5-
15 mm.
- Degree of coherence 0.88
89
Spesifikasi Laser Semikondutor Tipe LD808NI
Besaran Nilai Besaran Nilai
Panjang gelombang 805 nm Divergence- 33 degree (FWHM)
Daya keluaran 1.0 – 1.2 Watt Divergence-// 5.7 degree (FWHM)
Special Width < 3 nm (FWHM) Temp. Coefficient 0.27 nm/0 C
Threshold Current 0.32 A Operating Temp. < 500 C
Maximum Currrent 1.12 A Lifetime 5,000 hours
Active Area 200 x 1 µm
90
2.6. Quantum Cascade Laser (QCL)
Quantum Cascade Laser sebenarnya merupakan laser
semikonduktor tipe yang baru yang dapat membangkitkan
cahaya pada mid-band ke panjang gelombang inframerah,
biasanya di antara 4-12 mikron. Sejak penemuan QCL di
tahun 1994 oleh Federico Capasso. QCL menyajikan
kombinasi yang luar biasa dari solid state dan laser menjadi
teknologi baru.
Prinsip kerja
Semikonduktor menyerap cahaya ketika electron-elektron
tereksitasi dari pita valensi menuju pita konduksi, sehingga
akan ada hole pada pita valensi. Capasso menjelaskan
bahwa cahaya diemisikan pada process yang sebaliknya
yaitu ketika electron dari pita konduksi jatuh ke pita
valensi. Pada laser semikonduktor yang konvensional
terdapat region aktif yang terdiri atas lapisan dari 2 bahan
semikonduktor yang berbeda pada dasarnya membentuk p-
n junction. Elektron-elektron dan hole diinjeksi ke region
aktif dimana mereka dibentuk lagi dan dapat menghasilkan
foton.
91
Lapisan pemisah bertugas sebagai pemandu gelombang
untuk mengatur cahaya foton ke target yang diinginkan. 2
lapis cladding pada bagian yang berlawanan di region aktif
dan bahan berindeks bias rendah memandu cahaya laser
secara pararel ke lapisan-lapisan. Ini yang membuat radiasi
memantul kembali seterusnya antara 2 permukaan kristal
yang bertugas seperti cermin laser.
Karena radiasi dibuat oleh drekombinasi electron-elektron
pada pita konduksi dengan hole pada pita valensi. Panjang
gelombang ditetapkan oleh beda energi minimum antara 2
pita energy dari sifat dasar semikonduktor yang
mengendalikan sifat optisnya. Hasilnya, jika ingin
mngubah panjang gelombang laser semikonduktor
konvensional, harus memilih material yang berbeda.
Laser QC mengandalkan hanya pada satu jenispembawa
muatan, elektron, dan sering disebut laser unipolar. Emisi
foton bergantung dengan mekanisme yang berbeda sama
sekali, yang terdiri dari electron dari tingkat enenrgi tinggi
ke energi yang rendah. Tangga-tangga quantum berupa
lapisan yang sangat tipis dari 2 semikonduktor yang
92
berbeda. Tebalnya dalam orde nanometer dan electron
dibatasi dari lapisan primer ke lapisan tengah.
Elektron memiliki sifat seperti gelombang karena panjang
gelombang mereka sebanding dengan ketebalan lapisan
tangga kuantum. Gerakan nya tegak lurus terhadap lapisan
terkuantisasi. Hal ini menimbulkan peningkatan tingkat
energi diskrit yang pemisahannya dapat dikendalikan secara
langsung oleh perubahan ketebalan tingkat energi. Pada
QCL , panjang gelombang dapat disesuaikan selama berada
di daerah spektalnya, pada dasarnya pada mid infrared dan
far-infrared.
Gambar Foton dari QCL tak terlihat karena berada pada
range infra merah
93
Menggunakan prinsip ini secara radiasi yang berbeda,
Capasso di Bell Labs memiliki demonstrasi laser QC
memancarkan pada setiap panjang gelombang antara 4 dan
24 mikrometer, dengan menggunakan kombinasi material
(aluminiumindium sebuah rsen ide dan galliu m
indiumarsenide) dengan memvariasikan ketebalan kuantum
di daerah aktif. Aspek ini sangat unik, karena sifa kimia dan
komposisi dari material laser menujukkan panjang
gelombang pada seluruh solid state, atom dan molekul
laser.
Satu foton laser dihasilkan oleh masing-masing electron
dan hole pada region aktif. Dalam QCL sejak electron
telah mengemisikan cahaya laser dengan lompatan dari
tingkat energi atas ke tingkat energi bawah , itu tetap
berada pada pita konduksi. Dari sana, itu di-recycle dengan
injeksi ke stage yang identik, dimana foton kedua
diemisikan dan seterusnya, yang mana akan menghasilkan
banyak foton pada banyak tingkatan. Sehingga foton
diemisikan oleh electron secara cascade yang dipicu oleh
tegangan.
94
Gambar Pada laser diode (bagian atas)
foton diemisikan ketika electron bertemu hole. Pada QCL,
foton diemisikan setiap waktu ketika electron bergerak dari
tingkat lebih tinggi ke tingkat lebih rendah, dimana energi
pada tiap tangga dipisu oleh tegangan.
Aplikasi
QCL biasa digunakan sebagai sumber cahaya pada
spektroskopi . Karena QCL memiliki brightness yang baik,
95
sehingga atom/molekul dapat mudah diamati besar
absorbsinya, sehingga mempermudah salah satunya dalam
penentuan unsur.
Gambar. Spektrokopi menggunakan QCL
Gambar. Display PC hasil identifikasi suatu atom dengan
spektroskopi QCL
Q
Interferom
Liquid
detec
96
QCL juga dapat digunakan untuk membantu mendeteksi
unsure kimia, digunakan dalam keamanan, dan lain.lain.
Gambar. Beberapa aplikasi penggunaan QCL
Kesimpulan Jenis Laser
1. He – Ne Lasers
- Laser ini masuk kedalam jenis GAS
- Panjang gelombang laser ini yaitu 0,633 µm dan
laser ini lebih dominan masuk kedalam kategori
VISIBLE (dapat terlihat oleh mata), meskipun ada
beberapa masuk kedalam jenis INFRA RED.
- Rentang daya yang di butuhkan oleh laser ini yaitu:
0.5 – 50 (mW)
97
2. Ion Lasers
- Laser jenis ini masuk kedalam jenis GAS
- Panjang Gelombang laser ini yaitu 0.2 µm dan laser
ini masuk kedalam kategori UV dan IR maka jenis
laser ini tidak dapat terlihat oleh mata.
- Rentang daya yang di butuhkan oleh laser ini yaitu:
130 mW
3. Metal Vapor Lasers
- Laser jenis ini masuk kedalam jenis GAS
- Panjang gelombang laser ini yaitu 0.2 – 0.6 µm dan
laser ini masuk kedalam kategori VISIBLE maka
jenis laser ini dapat terlihat oleh mata.
- Rentang daya yang di butuhkan oleh laser ini yaitu :
50-100 (mW)
4. Dye Lasers
- Laser jenis ini masuk kedalam jenis LIQUID
- Panjang gelombang laser ini yaitu 0.05 – 0.1 µm
dan laser ini masuk kedalam kategori VISIBLE
maka jenis laser ini tentu dapat terlihat oleh mata
tanpa menggunakan alat khusus.
98
- Rentang daya yang dibutuhkan oleh laser ini yaitu :
160 – 450 (mW)
5. Ruby Lasers
- Laser jenis ini masuk kedalam jenis SOLID –
STATE
- Panjang gelombang dari laser ini yaitu 0.694 µm
dan laser ini masuk kedalam kategori VISIBLE
maka jenis laser ini tentu dapat di lihat oleh mata.
- Rentang daya yang dibutuhkan oleh laser ini yaitu :
10 – 20 (W)
6. Nd – YAG Lasers
- Laser jenis ini masuk kedalam jenis SOLID –
STATE
- Panjang gelombang dari laser ini yaitu 1.06 µm dan
laser ini masuk kedalam kategori INFRA RED
maka jenis laser ini sudah dipastikan tidak akan
terlihat oleh mata tanpa bantuan alat khusus.
- Rentang daya yang di butuhkan oleh laser ini yaitu :
0.04-800 (W)
99
7. Nd – Glass Lasers
- Laser ini masuk kedalam jenis SOLID – STATE
- Panjang gelombang dari laser ini yaitu 1.06 µm dan
laser ini masuk kedalam kategori INFRA RED
maka jenis laser ini tentu tidak dapat terlihat oleh
mata tanpa bantuan alat khusus.
- Rentang daya yang di butuhkan oleh laser ini yaitu :
12 – 53 mW
8. Diode Lasers
- Laser ini masuk kedalam jenis SOLID – STATE
- Panjang gelombang dari laser ini yaitu 0.76 -2.4 µm
dan laser ini masuk kedalam kategori INFRA RED
maka sudah dipastikan laser ini tidak dapat terlihat
oleh mata.
- Rentang daya yang di butuhkan oleh laser ini yaitu :
500 (W)
9. CO2 Lasers
- Laser ini masuk kedalam jenis GAS
- Panjang gelombang dari laser ini yaitu 10.6 µm dan
laser ini masuk kedalam kategori INFRA RED
100
maka jenis laser ini tentu tidak dapat di lihat oleh
mata.
- Rentang daya yang di butuhkan oleh laser ini yaitu :
3 – 100 (W)
Dari kesembilan jenis laser di atas dapat di simpulkan
bahwa He – Ne Laser, Ion Lasers , Metal Vapor Laser dan
CO2 Lasers masuk kedalam laser jenis Gas, namun hanya
laser Ion Lasers dan CO2 Lasers yang tidak dapat di lihat
oleh mata telanjang, karena Ion Lasers dan CO2 Lasers
masuk kedalam jenis InfraRed. Pada laser jenis Solid –
State terdiri dari empat jenis lasers yaitu: Ruby Lasers, Nd-
YAG Lasers, Nd-Glass Lasers dan Diode Lasers, dari
keempat jenis laser ini hanya satu yang bersifat Visible yaitu
Ruby Lasers, sisanya memiliki sifat Infra Red, lalu ada satu
jenis laser bersifat Liquid yaitu Dye Lasers, jenis laser ini
masuk kedalam kategori Visible sehingga laser ini dapat
terlihat oleh mata tanpa bantuan alat khusus. Jadi laser
yang dapat di lihat tanpa menggunakan alat bantu khusus
yaitu : He-Ne lasers, Dye Lasers, dan Ruby Lasers, sisanya
tentu tidak dapat terlihat oleh mata.
101
BAB 3 – SERAT OPTIK
3.1. Pendahuluan
Fiber Optic (Serat optik) adalah saluran transmisi yang
terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk
mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat
lain. Cahaya yang ada di dalam serat optik sulit keluar
karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks
bias dari udara. Sumber cahaya yang digunakan adalah laser
karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit.
Serat optik terdiri dari 2 bagian, yaitu cladding dan core.
Cladding adalah selubung dari core. Cladding mempunyai
indeks bias lebih rendah dari pada core akan memantulkan
kembali cahaya yang mengarah keluar dari core kembali
kedalam core lagi. Perambatan cahaya pada serat optik dapat
dilihat pada Gambar 1.
Indeks bias bahan core harus lebih besar dari indeks bias
bahan cladding. Bahan core tidak harus terbuat dari bahan
yang sejenis dengan cladding, jadi serat optik (fiber optic) bisa
terbuat dari selembar senar transparant yang berfungsi
102
sebagai core dengan cladding udara, sebuah air sebagai core
dan udara sebagai claddingnya, dan lain sebagainya.
Gambar 1 Perambatan Cahaya pada Serat Optik
3.2. Jenis Serat Optik
Berdasarkan sifat karakteristiknya maka jenis serat optik
secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Multimode Step index
Pada jenis serat optik ini penjalaran cahaya dari satu
ujung ke ujung lainnya terjadi dengan melalui beberapa
lintasan cahaya, karena itu disebut multimode. Diameter
inti (core) sesuai dengan rekomendasi dari CCITT G.651
sebesar 50 mm dan dilapisi oleh jaket selubung (cladding)
dengan diameter 125 mm. Pada jenis multimode step
103
index ini, diameter core lebih besar dari diameter
cladding. Pemanduan cahaya dan profil fiber optic jenis
ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2 Profil Fiber Optic Jenis Multimode Step Index
Karakteristik penampilan serat optik ini sangat
bergantung pada macam material/bahan yang
digunakan. Berdasarkan hasil penelitian, penambahan
prosentase bahan silica pada serat optik ini akan
meningkatkan penampilan (performance).
Tetapi jenis serat optik ini tidak populer karena
meskipun kadar silicanya ditingkatkan, rugi-rugi dispersi
sewaktu transmit tetap besar, sehingga hanya baik
digunakan untuk menyalurkan data/informasi dengan
kecepatan rendah dan jarak relatif dekat.
Ciri-ciri tipe fiber optik jenis ini adalah:
104
- Ukuran intinya berkisar 50 mm – 125 mm dengan
diameter cladding 125 mm – 500 mm
- Diameter core yang besar digunakan agar
penyambungan kabel lebih mudah
- Hanya baik digunakan untuk data atau informasi
dengan kecepatan rendah dan untuk jarak yang
relatif dekat.
2. Multimode Graded Index
Pada jenis serat optik multimode graded index ini, core
terdiri dari sejumlah lapisan gelas yang memiliki indeks
bias yang berbeda, indeks bias tertinggi terdapat pada
pusat core dan berangsur-angsur turun sampai ke
batas core-cladding. Akibatnya dispersi waktu berbagai
mode cahaya yang merambat berkurang sehingga
cahaya akan tiba pada waktu yang bersamaaan.
Pemanduan cahaya dan profil fiber optic jenis ini dapat
dilihat pada Gambar 3.
Makin mengecilnya indeks bias dari pusat core ke
batas core-cladding tersebut menyebabkan kecepatan
rambat cahaya akan semakin tinggi dan akan berakibat
105
dispersi waktu antara berbagai mode cahaya yang
merambat akan berkurang dan pada akhirnya semua
mode cahaya akan tiba pada waktu yang bersamaan di
penerima (ujung serat optik). Diameter core jenis serat
optik ini lebih kecil dibandingkan dengan diameter core
jenis serat optik Multimode Step Index, yaitu 30 – 60 um
untuk core dan 100 – 150 um untuk claddingnya.
Gambar 3 Profil Fiber Optik Jenis Multimode Graded
Index
Ciri-ciri tipe fiber optik jenis ini adalah:
- Diameter corenya antara 30 mm – 60 mm
sedangkan diameter claddingnya 100 mm – 150 mm
- Merupakan penggabungan fiber single mode dan
fiber multimode step index
- Biasanya untuk jarak transmisi 10 – 20 km,
misalnya pentransmisian informasi jarak menengah
seperti pada LAN
106
Moda pada Fiber Optik
Moda adalah konfigurasi perambatan cahaya di dalam serat
optik yang memberikan distribusi medan listrik dalam
transverse yang stabil (tidak berubah sepanjang perambatan
cahaya dalam arah sumbu) sehingga cahaya dapat dipandu
di dalam serat optik” (Introduction To Optical Fiber
Communication, Yasuharu Suematsu, Ken – Ichi Iga).
Kumpulan gelombang-gelombang elektromagnetik yang
terpandu di dalam serat optik disebut moda-moda.
Fiber optik sendiri biasanya diategorikan atas struktur dan
tipe transmisinya. Pada dasarnya, terdapat dua tipe fiber
optik jika ditinjau dari modanya, yaitu single mode fibers dan
multimode fibers. Masing-masing nama tersebut dikarenakan
fiber optik tersebut diklasifikasikan menurut banyaknya
moda yang disebarkan sepanjang fiber itu sendiri.
Perbedaan dasarnya adalah pada besarnya diameter core
dari dua tipe fiber optik tersebut.
1. Single Mode Fibers
Ukuran diameter core dari single mode fibers sangatlah
kecil, yaitu berkisar antara 8-10 µm. karena sangat
107
kecilnya inti dari serat ini, memungkinkan hanya
panjang gelombang sebesar 1300 nm yang paling baik
untuk dipandu. Sumber cahaya yang digunakan adalah
laser.
Gambar Ilustrasi Pemanduan Gelombang pada Single
Mode Fibers
Single mode fibers ini hanya menyebarkan satu moda
saja, dan besarnya frekuensi ternormalisasi (V) adalah
kurang dari 2,405. Ketika besar V ≤ 2,405, fiber optik
akan tetap terpandu di dalam core, tetapi pada saat
melebihi 2,405 cahaya yang dipandu akan loss ke
cladding. Sedangkan jika nilai V sangat rendah hingga
V ≤ 1, daya yang ditransmisikan akan lebih banyak
tersebar pada cladding, sehingga jika terjadi bending
108
akan menyebabkan kehilangan sejumlah daya. Sehingga
fiber optik single mode harus tetap dijaga konstan pada
tingkat 2,405.
Keuntungan Single Mode Fibers:
- Jarak tempuh panjang, sehingga mampu untuk
transmisi jarak jauh (>120km),
- Bandwidth besar,
- Kecepatan transfer tinggi,
- Penyusutan transmisi kecil,
- Hanya terdapat 1 berkas cahaya yang dapat
melewatinya
- Tidak ada dispersi
Kerugian Single Mode Fibers: Fabrikasi dan instalasi
yang susah karena sambungan ukuran diameter core
nya sangat kecil
Aplikasi
Dalam sistem komunikasi serat optik, karena memiliki
jarak tempuh yang panjang, kecepatan transfer yang
tinggi dan hampir tidak ada dispersi.
109
2. Multi Mode Fibers
Jika ukuran diameter core dari single mode fibers
sangatlah kecil, maka tidak untuk multi mode fibers,
dimana ukurannya berkisar antara 50-100 mm. Karena
ukuran diameter core yang cukup besar ini,
menyebabkan multi mode fibers mampu untuk
menyebarkan lebih dari 100 moda dalam seratnya.
Gambar Ilustrasi Pemanduan Gelombang pada
Multi Mode Fibers
Panjang gelombang yang mampu untuk dipandu adalah
panjang gelombang dengan nilai antara 850-1300nm.
Sumber cahaya yang digunakan adalah LED, dimana
komponen LED yang cukup murah sehingga
110
perangkat yang berperan sebagai sumber cahayanya
juga berharga murah. LED tidak kompleks dalam
penggunaan dan penanganan serta lebih lama
dibandingkan laser.
Keuntungan Multi Mode Fibers:
- Diameter core besar sehingga memudahkan dalam
penyambungan,
- Kompatibel untuk transmisi kecepatan rendah dan
jarak tempuh yang pendek,
- Menggunakan LED sebagai sumber cahaya
sehingga relatif murah dibandingkan dengan laser,
Kerugian Multi Mode Fibers:
- Terjadi dispersi,
- Jarak tempuh yang pendek dan transmisi yang
berkecepatan rendah,
Aplikasi:
- Karena transmisinya yang cukup pendek, maka
dalam sistem komunikasi serat optik sendiri pada
111
tipe multi mode lebih digunakan pada instalasi
kabel optik di perkantoran.
Gambar Ilustrasi Perbedaan Diameter Core Single Mode
Fibers dan Multi Mode Fibers
3.3. Aplikasi
Aplikasi serat optic salah satunya ada pada teknologi
Sensor Serat Optik untuk pengukuran parameter non-
optik. Dalam beberapa tahun terakhir bidang pengukuran
dan instrumentasi dengan perkembangan sensor tertentu
berkembang pesat. Pertumbuhan industri telekomunikasi
optoelektronik dan serat optik mengarah pada
pengembangan sensor serat optik. Dalam sensor serat
optik, serat optik digunakan dalam dua cara, baik digunakan
112
untuk berkomunikasi dengan perangkat sensor atau
menggunakan serat sebagai sensor itu sendiri. Sekarang
serat optik dipilih di banyak bidang yang menghasilkan
pengembangan konstan dan produksi massal serat optik
dan sensor serat optik.
Sensor serat optik menggantikan sensor tradisional karena
ukurannya yang ringkas, kinerja yang lebih baik, dan
pengurangan biaya. Sensor serat optik mampu mengukur
berbagai parameter lingkungan. Keunggulan sensor serat
optik dibandingkan sensor elektronik konvensional
adalah sebagai berikut:
- Implementasi yang mudah.
- Konduktor arus listrik yang buruk.
- Kemampuan untuk menahan interferensi
elektromagnetik dan interferensi frekuensi radio.
- Ringan, Kuat, lebih tahan terhadap lingkungan yang
keras.
- Sensitivitas tinggi, kemampuan Multiplexing untuk
membentuk jaringan penginderaan.
- Kemampuan penginderaan terdistribusi dan kuasi
terdistribusi.
113
- Kemampuan untuk merasakan berbagai parameter
lingkungan [2-8].
Struktur umum sistem sensor serat optik terdiri dari
sumber cahaya, serat optik, elemen penginderaan yaitu
transduser, detektor optik, dan elektronik pemrosesan
sinyal (osiloskop, penganalisis spektrum optik, dll.). Sinyal
optik yang dihasilkan oleh sumber cahaya diteruskan ke
transduser melalui serat optik.
Gambar Komponen dasar sistem sensor serat optik
Parameter lingkungan yang dirasakan oleh transduser
memodulasi sinyal optik. Modulasi dapat berupa
intensitas, fasa, panjang gelombang atau keadaan
polarisasi yang dideteksi oleh detektor optik dan diteruskan
ke elektronik pemrosesan untuk interpretasi lebih lanjut.
114
Sumber cahaya dapat berupa LED, LASER atau laser dioda
dll.
Klasifikasi sensor serat optik:
Sensor serat optik dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori:
- Lokasi penginderaan,
- Prinsip operasi,
- Aplikasi.
Tergantung pada lokasi penginderaannya, sensor serat optik
dapat diklasifikasikan sebagai ekstrinsik atau intrinsik.
Dalam sensor serat optik ekstrinsik (Gambar 2), serat optik
digunakan untuk membawa cahaya ke dan dari
penginderaan atau elemen modulasi. Di sini serat optik
digunakan hanya untuk membawa sinyal optik.
Dalam sebuah sensor serat optik intrinsik, serat optik itu
sendiri bertindak sebagai sensor. Gangguan eksternal
secara langsung bekerja pada serat yang mengubah sifat
fisik serat yang menghasilkan modulasi sifat optik sinyal
cahaya.
115
Tergantung pada prinsip operasi, kategori lebih lanjut
dari sensor serat optik adalah berdasarkan intensitas,
modulasi fase, modulasi panjang gelombang dan sensor
serat optik termodulasi polarisasi. Gangguan eksternal
yang bekerja pada serat optik atau elemen penginderaan
mengubah sifat optik (intensitas, fase, frekuensi, dan status
polarisasi) dari sinyal cahaya yang merambat melalui serat.
Oleh karena itu, dengan mendeteksi sifat-sifat ini kita
dapat mengukur gangguan eksternal.
Berdasarkan aplikasinya, sensor serat optik dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
• Sensor fisik: Digunakan untuk mengukur sifat fisik
seperti suhu, stres, dll.
• Sensor kimia: Digunakan untuk pengukuran pH,
analisis gas, studi spektroskopi, dll.
• Sensor biomedis: Digunakan dalam aplikasi bio-
medis seperti pengukuran aliran darah, kadar
glukosa, dll. [6].
Jenis sensor serat optik:
1. Sensor serat optik berbasis intensitas
116
Sinyal yang mengalami beberapa kehilangan penting
untuk sensor serat optik berbasis Intensitas. Sensor ini
menggunakan serat multimode, karena membutuhkan
lebih banyak cahaya.
Perubahan terukur yang diinduksi pada intensitas
optik dapat diperoleh dengan kehilangan
pembengkokan mikro, atenuasi, dan bidang
evanescent. Keuntungan dari sensor ini adalah
Implementasi yang mudah, biaya rendah, kemampuan
multiplexing dan kemampuan penginderaan
terdistribusi nyata [3-6].
Sensor microbend merupakan salah satu sensor yang
berbasis intensitas dimana microbends mekanik
periodik mengakibatkan redaman cahaya yang
ditransmisikan. Seperti yang terlihat pada Gambar 3,
serat optik dilewatkan melalui dua pelat berlekuk.
Dalam susunan ini, pelat atas dapat bergerak sebagai
respons terhadap tekanan. Ketika radius tikungan serat
lebih dari sudut kritis, cahaya mulai bocor ke dalam
kelongsong yang menghasilkan modulasi intensitas [6].
117
2. Sensor serat optik termodulasi panjang gelombang
Perubahan panjang gelombang cahaya digunakan
untuk deteksi dalam sensor serat optik termodulasi
panjang gelombang. Contoh sensor modulasi panjang
gelombang adalah sensor fluoresensi, sensor benda
hitam, dan sensor kisi Bragg.
Sensor benda hitam adalah sensor serat optik berbasis
panjang gelombang yang paling sederhana, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4 [6]. Di sini, di ujung
rongga benda hitam serat optik ditempatkan.
Rongga benda hitam mulai bersinar dan bertindak
sebagai sumber cahaya saat suhunya meningkat. Filter
pita sempit digabungkan dengan detektor untuk
menentukan profil kurva bodi hitam.
Jenis sensor ini digunakan untuk mengukur suhu
dalam beberapa derajat celcius di bawah medan RF yang
intens. Sensor kisi Bragg adalah sensor serat optik
berbasis panjang gelombang yang paling banyak
digunakan. Pada bagian pendek indeks serat optik
118
singlemode dari inti dirubah secara berkala untuk
membentuk kisi Fiber Bragg (FBGs) yang menghasilkan
respon refleksi. Dalam hal ini informasi yang diukur
adalah panjang gelombang yang dikodekan dalam
pantulan Bragg dari kisi. Sensor kisi Fiber Bragg
menawarkan pengukuran regangan terdistribusi semu
dan pemantauan kesehatan struktural.
3. Fase termodulasi Sensor serat optik
Sensor termodulasi fase mendeteksi perubahan fase
cahaya dengan menggunakan teknik interferometri.
Di sini fase cahaya yang merambat melalui serat
sinyal dibandingkan dengan fase cahaya dalam serat
referensi. Mach-Zehnder, Michelson, Fabry-Perot,
atau Sagnac adalah beberapa teknik interferometri.
Teknik interferometri digunakan untuk mengubah
perubahan fasa sinyal optik menjadi perubahan
intensitas yang dideteksi oleh detektor. Sensor serat
optik termodulasi fase lebih sensitif daripada sensor
serat optik berbasis Intensitas. Sensor serat optik
interferometri ini dibuat menggunakan serat optik
119
mode tunggal. Sensor ini memiliki aplikasi di berbagai
bidang seperti militer, penelitian ilmiah, dan industri.
4. Sensor serat optik termodulasi polarisasi
Arah medan listrik menentukan status polarisasi
medan cahaya. Linear, elips, dan melingkar adalah
berbagai jenis keadaan polarisasi bidang cahaya. Jika
arah medan listrik tetap pada garis yang sama selama
perambatan cahaya, maka keadaan polarisasi adalah
linier dan jika arah medan listrik berubah maka keadaan
polarisasi adalah elips.
Tegangan atau regangan pada serat optik mengubah
indeks bias serat yang menginduksi perbedaan fasa dan
mengubah keadaan polarisasi keluaran medan cahaya
yang melewati serat. Jadi, gangguan eksternal dideteksi
dengan mendeteksi perubahan status polarisasi
keluaran bidang cahaya.
Pengaturan optik untuk sensor serat optik berbasis
polarisasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.
Elemen utama dari sensor ini adalah polarizer, serat
120
pengawet polarisasi dan penganalisis. Cahaya
terpolarisasi diteruskan ke elemen penginderaan
yaitu polarisasi yang menjaga serat pada sudut
tertentu. Gangguan eksternal bekerja pada bagian ini
yang mengakibatkan perubahan perbedaan fasa antara
dua keadaan polarisasi. Keadaan polarisasi Output
selanjutnya dianalisis dan diberikan ke
photodetector untuk mendeteksi atau mengukur
gangguan eksternal.
Aplikasi sensor serat optik:
Selama akhir 1970-an dan awal 1980-an, sensor serat
optik hanya digunakan untuk aplikasi militer dan ruang
angkasa. Pada tahun 1980-an banyak upaya dilakukan
untuk komersialisasi sensor serat optik dengan
popularitasnya yang semakin meningkat. Dalam beberapa
dekade terakhir banyak penelitian dan pengembangan
dilakukan untuk sensor serat optik yang tepat. Sekarang
sensor serat optik telah banyak digunakan untuk
memantau berbagai parameter lingkungan seperti posisi,
getaran, regangan, suhu, kelembaban, viskositas, bahan
121
kimia, tekanan, arus, medan listrik dan beberapa faktor
lingkungan lainnya [2-6].
Sensor serat optik digunakan dalam:
• Pengukuran Mekanis seperti rotasi, percepatan,
pengukuran medan listrik dan magnet, suhu, tekanan,
akustik, getaran, posisi linier dan sudut, regangan,
kelembaban, viskositas, pengukuran kimia
• Pengukuran Listrik & Magnetik
• Penginderaan Kimia & Biologis
• Memantau kesehatan fisik bangunan secara real time.
• Bangunan dan Jembatan: Pemantauan beton selama
pemasangan, pemantauan retakan (panjang,
kecepatan propagasi), pengukuran perpindahan spasial,
evolusi sumbu netral, pemantauan deformasi jangka
panjang (mulur dan susut), interaksi beton-baja dan
evaluasi kerusakan pasca gempa.
• Tunnels: Ekstensometer optik multipoint,
pemantauan konvergensi, evaluasi kubah shotcrete
/ prefabrikasi, dan deteksi kerusakan pemantauan
sambungan.
• Bendungan: Pemantauan pondasi, pemantauan
ekspansi sendi, pengukuran perpindahan spasial,
122
pemantauan kebocoran, dan pemantauan suhu
terdistribusi.
• Struktur warisan: Pemantauan perpindahan, analisis
pembukaan retakan, evaluasi kerusakan pasca gempa,
pemantauan restorasi, dan interaksi lama-baru.
• Deteksi Kebocoran pada pipa [7].
Tren masa depan:
Berbagai jenis sensor serat optik dikembangkan dan
dikembangkan kembali dengan ukuran dan kualitas yang
ditingkatkan. Kemajuan dan pengurangan biaya ini
memberikan masa depan yang menjanjikan untuk sensor
serat optik. Jadi, penggunaan sensor serat optik di berbagai
bidang bersama dengan banyak bidang rekayasa dan
biomedis akan meningkat dengan kinerja yang lebih baik.
Beberapa tren masa depan adalah sebagai berikut:
• Untuk mekanisme penginderaan baru dan konfigurasi
sensor Pandu gelombang khusus dapat dirancang.
• Kinerja sensor, fungsionalitas, keandalan, dan
kapabilitas operasi di lingkungan yang keras akan
ditingkatkan dengan teknik fabrikasi mikro yang
123
ditingkatkan.
• Untuk mendapatkan jaringan sensor serat optik
kepadatan tinggi, pemrosesan sinyal canggih dan
teknologi jaringan perlu dirancang.
Aplikasi yang lain adalah sensor serat optik untuk deteksi
ancaman beracun dan biologis. Sensor kimia optik dan
serat optik telah dilaporkan secara ekstensif dalam
literatur sejak tahun 1970-an. Sensor serat optik sejak saat
itu menemukan aplikasi dalam penginderaan kimia [1-4],
biokimia [4-8], biomedis dan lingkungan [9-12]. Secara
umum Sensor Fiber Optik diklasifikasikan sebagai sensor
tipe intrinsik dan ekstrinsik.
Dalam jenis sensor ekstrinsik, serat optik hanya digunakan
sebagai alat transportasi cahaya ke sistem penginderaan
eksternal yaitu struktur serat tidak dimodifikasi dengan
cara apapun untuk fungsi penginderaan. Contoh sensor
serat optik ekstrinsik termasuk serat yang diakhiri dalam
lapisan aktif misalnya optode [13], serat yang memiliki
cermin permukaan ujung atau serat yang berhadapan
dengan elemen atau serat transduser lainnya [14]. Sensor
124
serat optik intrinsik berbeda dari sensor ekstrinsik, di
mana cahaya tidak harus meninggalkan serat optik untuk
melakukan fungsi penginderaan. Dalam sensor serat optik
intrinsik, struktur serat optik dimodifikasi dan serat itu
sendiri berperan aktif dalam fungsi penginderaan. Contoh
sensor serat intrinsik termasuk, serat dengan kisi-kisi
Bragg, penutup yang dimodifikasi, atau tikungan mikro
atau makro.
Sensor intrinsik serat optik memberikan banyak
keuntungan dibandingkan sensor konvensional, yang
meliputi kekebalan terhadap interferensi elektromagnetik,
ukuran kecil dan kompak, sensitivitas, penginderaan jauh,
kemampuan untuk di- multipleks dan kemampuan untuk
ditanamkan ke dalam berbagai struktur tekstil [15]. Sensor
internsic memiliki karakteristik sensitivitas tinggi,
selektivitas, dan reliabilitas serta dapat melakukan
pengukuran di lokasi tertentu dan real-time.
Polimer konduktor organik (OCP) seperti Polipirol,
Polianilin, Polypthiophene, Polyindoles, Polyacetylenes di
sisi lain memiliki kemampuan unik untuk menunjukkan
125
perubahan yang dapat dibalik dalam hambatan listrik dan
sifat optiknya saat terkena uap beracun tertentu. Polimer
konduktor ini mudah disiapkan dan menunjukkan
stabilitas ambien yang sangat baik serta kinetika absorpsi
yang sangat cepat dan dapat dibalik. Oleh karena itu,
mereka telah menarik banyak perhatian di bidang
penginderaan gas. Kelas sensor serat optik yang
dikembangkan menggabungkan keunggulan serat optik
dan polimer konduksi dengan sensitivitas tinggi dan
kemampuan proses yang mudah untuk merasakan asam
klorida, amonia, hidrazin, dan agen saraf organofosfat
stimulan sarin dimethyl- methylphosphonate.
Kelas yang dikembangkan dari sensor intrinsik serat optik
didasarkan pada pendekatan cladding yang dimodifikasi
[16- 20]. Selubung pasif dari serat optik dihilangkan
membentuk bagian kecil dan diganti dengan bahan kemo-
kromik. Setiap perubahan dalam indeks bias kompleks
material karena adanya analit, mengubah sifat transmisi
serat optik. Pekerjaan R&D dilakukan dalam empat
langkah atau tugas utama: i) pemilihan dan karakterisasi
bahan sensitif kimia, seperti Polianilin dan Polipirol, ii)
126
desain elemen penginderaan serat optik, iii)
pengembangan proses modifikasi serat optik, dan iv)
karakterisasi dan pengoptimalan sensor serat optik.
Sensor serat optik diuji kepekaannya terhadap uap HCl
dan amonia, dalam kasus penggunaan Polianilin sebagai
kelongsong yang dimodifikasi, dan uap DMMP, Hidrazin
dan Hidrogen peroksida dalam kasus penggunaan
Polipirol sebagai kelongsong
Desain elemen penginderaan serat
Sensor serat optik dikembangkan berdasarkan desain
cladding (atau coating) yang dimodifikasi [16, 17].
Selubung pasif dari serat optik dihilangkan dari bagian
kecil dan diganti dengan bahan kemo-kromik. Setiap
perubahan dalam indeks bias nyata atau absorbansi
material akibat adanya analit mengubah sifat transmisi
serat optik. Ada tiga mode operasi yang berbeda (kasus 1-
3 berikutnya) sensor tergantung pada indeks bias dari
kelongsong yang dimodifikasi (n mcl), yaitu bahan kemo
kromik, relatif terhadap indeks bias inti (n inti) dan indeks
bias dari kelongsong asli (n cl). Sebagai contoh, indeks
127
bias film polipirol adalah 1,817 [20] yang jauh lebih tinggi
daripada indeks bias inti 1,45, dan operasi sensor berada
dalam kebocoran.
Kasus 1: Operasi pada prinsip mode cepat berlalu (n cl =
n mcl < n co)
Dalam hal ini karena indeks bias dari kelongsong yang
dimodifikasi sama dengan yang dari kelongsong asli,
kondisi pemandu gelombang tidak berubah di wilayah
yang dimodifikasi dan cahayanya memiliki profil intensitas
Gaussian yang sama di seluruh serat. Terdapat penetrasi
medan yang cepat pada daerah yang dimodifikasi, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 6. Setiap perubahan
absorbansi material akan mengakibatkan absorpsi cepat
yang akan menyebabkan modulasi intensitas.
Kasus 2: Operasi pada prinsip mode bocor (n mcl> n
co> n cl)
Karena kondisi ini tidak memenuhi refleksi internal total
pada antarmuka antara teras dan cladding yang
dimodifikasi, mode pemandu akan diubah menjadi mode
bocor di wilayah yang dimodifikasi, seperti yang
128
ditunjukkan pada Gambar 6. Batas antara udara dan
cladding yang dimodifikasi mendukung refleksi internal
total dan sebagian cahaya akan menyebar dalam
kelongsong yang dimodifikasi dan sebagian dipantulkan
kembali ke inti. Setiap perubahan indeks bias kompleks
dari kelongsong yang dimodifikasi karena analit dapat
mengubah kondisi transmisi pemandu gelombang dan
mengakibatkan perubahan intensitas.
Gambar 6. Skema desain sensor serat optik yang
menunjukkan daerah kelongsong yang dimodifikasi.
Kasus 3: Operasi pada prinsip mode bocor parsial (n cl <
n mcl < n bersama):
Dalam hal ini sensor beroperasi dalam mode bocor parsial
yaitu sudut kritis di wilayah yang dimodifikasi lebih tinggi
dari sudut kritis untuk serat, sehingga beberapa mode orde
129
tinggi akan bocor melalui kelongsong yang dimodifikasi
dan mode orde bawah akan berlanjut sebagai mode
terpandu . Setiap perubahan pada bagian nyata atau bagian
kompleks (absorbansi) indeks bias dapat menyebabkan
perubahan intensitas yang ditransmisikan.dan yang
dimodifikasi. Dengan menggunakan metode modulasi
intensitas cahaya total, sensor menunjukkan respon yang
sangat wajar. Namun, teknik Modal Power Distribution
(MPD) menunjukkan peningkatan sensitivitas sensor lebih
lanjut, yang disebabkan oleh lebih banyak interaksi mode
tatanan yang lebih tinggi pada antarmuka inti.
130
BAB 4 – DENSE WAVELENGTH
DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)
4.1. Prinsip Kerja dan Komponen Utama
Pada mulanya, teknologi WDM (Wavelength Division
Multiplexing) , yang merupakan cikal bakal lahirnya
DWDM, berkembang dari keterbatasan yang ada pada
sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada
sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang
tinggi sehingga kapasitas jaringan tersebut dengan cepatnya
terisi. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk
memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan
membangun jaringan baru.
Konsep ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1970,
dan pada tahun 1978 sistem WDM telah terealisasi di
laboratorium. Sistem WDM pertama hanya
menggabungkan 2 sinyal. Pada perkembangan WDM,
beberapa sistem telah sukses mengakomodasikan sejumlah
panjang-gelombang dalam sehelai serat optik yang masing-
131
masing berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun
penggunaan WDM menimbulkan permasalahan baru,
yaitu ke-nonlinieran serat optik dan efek dispersi
yang semakin kehadirannya semakin significant yang
menyebabkan terbatasnya jumlah panjang-gelombang 2-8
buah saja di kala itu.
Pada perkembangan selanjutnya, jumlah panjang-
gelombang yang dapat diakomodasikan oleh sehelai serat
optik bertambah mencapai puluhan buah dan kapasitas
untuk masing-masing panjang gelombang pun meningkat
pada kisaran 10 Gbps, kemampuan ini merujuk pada apa
yang disebut DWDM.
Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transport
untuk menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan
video) secara transparan, dengan menggunakan panjang
gelombang(l) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal
secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan
baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk
aplikasi short haul (jarak dekat).
132
WDM sistem dibagi menjadi 2 segment, dense and coarse
WDM. Sistems dengan lebih dari 8 panjang gelombang
aktif perfibre dikenal sebagai Dense WDM (DWDM),
sedangkan untuk panjang gelombang aktif diklasifikasikan
sebagai Coarse WDM (CWDM). Teknologi CWDM dan
DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu
menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada
sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda
pada spacing of the wavelengths, jumlah kanal, dan
kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium
optik.
Serat optik sebagai media transmisi berkecepatan tinggi
untuk meningkatkan layanan yang baik kepada pelanggan
berusaha terus dikembangkan kualitasnya. Salah satu yang
dikembangkan adalah kapasitas transmisinya, yang saat ini
telah berkembang sampai dengan Dense Wavelength
Division Multiplexing (DWDM).
133
Pengertian & Prinsip DWDM
Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)
merupakan suau teknik transmisi yang yang memanfaatkan
cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda
sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan
proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut
dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optic.
Gambar 1. Perancangan DWDM
Teknologi DWDM adalah teknologi dengan
memanfaatkan sistem SDH (Synchoronous Digital
Hierarchy) yang sudah ada (solusi terintegrasi) dengan
memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang ada. Menurut
definisi, teknologi DWDM dinyatakan sebagai suatu
teknologi jaringan transport yang memiliki kemampuan
untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32,
dan seterusnya) dalam satu fiber tunggal. Artinya, apabila
134
dalam satu fiber itu dipakai empat gelombang, maka
kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan awal
dengan menggunakan teknologi SDH).
Teknologi DWDM beroperasi dalam sinyal dan domain
optik dan memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk
memenuhi kebutuhan akan kapasitas transmisi yang besar
dalam jaringan. Kemampuannya dalam hal ini diyakini
banyak orang akan terus berkembang yang ditandai dengan
semakin banyaknya jumlah panjang gelombang yang
mampu untuk ditramsmisikan dalam satu fiber.
Prinsip sistem DWDM melakukan beberapa fungsi utama:
- Membangkitkan sinyal
- Menyatukan sinyal-sinyal yang masukmempergunakan
multiplekser
- Pengiriman sinyal
- Pemisahan sinyal yang diterima
- Penerimaan sinyal
135
Komponen Utama DWDM
Komponen-komponen penting DWDM adalah sebagai
berikut:
Gambar 2. Komponen utama DWDM
1. Transmitter
Komponen ini adalah komponen yang menjembatani
antara sumber sinyal informasi dengan multiplekser
pada system DWDM. Sinyal dari transmitter ini akan
dimultipleks untuk dapat ditansmisikan.
2. Receiver
Komponen ini adalah komponen yang menerima sinyal
informasi dari demultiplekser untuk dapat dipilah
berdasarkan macam-macam informasi.
3. DWDM terminal multiplexer.
136
Terminal mux sebenarnya terdiri dari transponder
converting wavelength untuk setiap signal panjang
gelombang tertentu yang akan dibawa. Transponder
converting wavelength menerima sinyal input optic
(sebagai contoh dari system SONET atau yang
lainnya), mengubah sinyal tersebut menjadi sinyal optic
dan mengirimkan kembali sinyal tersebut menggunakan
pita laser 1550 nm. Terminal mux juga terdiri dari
multiplekser optikal yang mengubah sinyal 550 nm dan
menempatkannya pada suatu fiber SMF-28.
4. Intermediate optical terminal (amplifier).
Komponen ini merupakan amplifier jarak jauh yang
menguatkan sinyal dengan banyak panjang gelombang
yang ditransfer sampai sejauh 140 km atau lebih.
Diagnostik optikal dan telemetry dimasukkan di sekitar
daerah amplifier ini untuk mendeteksi adanya
kerusakan dan pelemahan pada fiber. Pada proses
pengiriman sinyal informasi pasti terdapat atenuasi dan
dispersi pada sinyal informasi yang dapat melemahkan
sinyal. Oleh karena itu harus dikuatkan.
137
Sistem yang biasa dipakai pada fiber amplifier ini
adalah system EDFA, namun karena bandwith dari
EDFA ini sangat kecil yaitu 30 nm (1530 nm-1560
nm), namun minimum attenuasi terletak pada 1500 nm
sampai 1600 nm. Kemudian digunakan DBFA (Dual
band fiber amplifier) dengan bandwidth 1528 nm to
1610 nm. Kedua jenis amplifier ini termasuk jenis
EBFA (extended band filter amplifier) dengan
penguatan yang tinggi, saturasi yang lambat dan noise
yang rendah. Teknologi amplifier optic yang lain
adalah system Raman Amplifier yang merupakan
pengembangan dari system EDFA.
5. DWDM terminal demux.
Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak panjang
gelombang menjadi sinyal dengan hanya 1 panjang
gelombang dan mengeluarkannya ke dalam beberapa
fiber yang berbeda untuk masing-masing client untuk
dideteksi. Sebenarnya demultiplexing ini beritndak
pasif, kecuali untuk beberapa telemetry seperti system
yang dapat menerima sinyal 1550 nm. Pada transmisi
jarak jauh dengan system client-layer seperti
138
demultiplexi sinyal yan selalu dikirim ke 0/E/0.
Teknologi terkini dari demultiplekser ini yaitu terdapat
couplers (penggabung dan pemisah power wavelength)
berupa FIBER BRAGG GRATING dan dichroic filter
untuk menghilangkan noise dan crosstalk.
6. Optikal supervisory channel.
Ini merupakan tambahan panjang gelombang yang
selalu ada di antara 1510 nm-1310 nm. OSC membawa
informasi optik multi wavelength sama halnya dengan
kondisi jarak jauh pada terminal optic atau daerah
EDFA. Jadi OSC selalu ditempatkan pada daerah
intermediate amplifier yang menerima informasi
sebelum dikirimkan kembali.
Sebagai fungsi tambahan, sistem DWDM harus juga
dilengkapi dengan antarmuka (interface) dengan sisi client
untuk menerima sinyal masukan oleh suatu perangkat yang
dinamakan transponder. Transponder berfungsi untuk
mengubah sinyal masukan dari sisi client atau perangkat
lain yang memiliki jenis traffic yang berbeda ke dalam jenis
sinyal yang dikenal dan dapat ditransmisikan oleh sistem
139
WDM. Terdapat fungsi lain dari perangkat pada sistem
DWDM yaitu ADM (Add/Drop Multiplekser) dan OXC
(Optical Cross Connect). ADM diperlukan jika antara dua
terminal yang saling terhubung akan diintegrasikan atau
disisipkan terminal lain. Fungsi ADM juga dilakukan oleh
sebuah multiplekser dan demultiplekser.
Gambar 3. Letak tata komponen DWDM
140
Gambar 4. Sistem DWDM dengan ADM
Optical cross connect atau OXC diperlukan jika akan
melakukan integrasi atau interkoneksi beberapa jaringan
optik menjadi satu jaringan. OXC terdiri atas mux/demux
dan juga switching optikal. Berikut merupakan ilustrasi
OXC dalam jaringan optik.
Gambar 5. OXC Dalam Jaringan Optik
141
Pada mulanya, teknologi WDM (Wavelength Division
Multiplexing), yang merupakan cikal bakal lahirnya
DWDM, berkembang dari keterbatasan yang ada pada
sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada
sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang
tinggi sehingga kapasitas jaringan tersebut dengan cepatnya
terisi. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk
memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan
membangun jaringan baru.
Konsep ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1970,
dan pada tahun 1978 sistem WDM telah terealisasi di
laboratorium. Sistem WDM pertama hanya
menggabungkan 2 sinyal. Pada perkembangan WDM,
beberapa sistem telah sukses mengakomodasikan sejumlah
panjang-gelombang dalam sehelai serat optik yang masing-
masing berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun
penggunaan WDM menimbulkan permasalahan baru,
yaitu ke-nonlinieran serat optik dan efek dispersi yang
semakin kehadirannya semakin significant yang
menyebabkan terbatasnya jumlah panjang-gelombang 2-8
buah saja di kala itu.
142
Pada perkembangan selanjutnya, jumlah panjang-
gelombang yang dapat diakomodasikan oleh sehelai serat
optik bertambah mencapai puluhan buah dan kapasitas
untuk masing-masing panjang gelombang pun meningkat
pada kisaran 10 Gbps, kemampuan ini merujuk pada apa
yang disebut DWDM.
Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transport
untuk menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan
video) secara transparan, dengan menggunakan panjang
gelombang(l) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal
secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan
baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk
aplikasi short haul (jarak dekat).
WDM sistem dibagi menjadi 2 segment, dense and coarse
WDM. Sistems dengan lebih dari 8 panjang gelombang
aktif perfibre dikenal sebagai Dense WDM (DWDM),
sedangkan untuk panjang gelombang aktif diklasifikasikan
sebagai Coarse WDM (CWDM). Teknologi CWDM dan
DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu
menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada
143
sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda
pada spacing of the wavelengths, jumlah kanal, dan
kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium
optik.
Serat optik sebagai media transmisi berkecepatan tinggi
untuk meningkatkan layanan yang baik kepada pelanggan
berusaha terus dikembangkan kualitasnya. Salah satu yang
dikembangkan adalah kapasitas transmisinya, yang saat ini
telah berkembang sampai dengan Dense Wavelength
Division Multiplexing (DWDM).
Pengertian & Prinsip DWDM
Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)
merupakan suau teknik transmisi yang yang memanfaatkan
cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda
sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan
proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut
dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optic.
Teknologi DWDM adalah teknologi dengan
memanfaatkan sistem SDH (Synchoronous Digital
144
Hierarchy) yang sudah ada (solusi terintegrasi) dengan
memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang ada. Menurut
definisi, teknologi DWDM dinyatakan sebagai suatu
teknologi jaringan transport yang memiliki kemampuan
untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32,
dan seterusnya) dalam satu fiber tunggal. Artinya, apabila
dalam satu fiber itu dipakai empat gelombang, maka
kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan awal
dengan menggunakan teknologi SDH).
Gambar 1. Perancangan DWDM
Teknologi DWDM beroperasi dalam sinyal dan domain
optik dan memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk
memenuhi kebutuhan akan kapasitas transmisi yang besar
dalam jaringan. Kemampuannya dalam hal ini diyakini
banyak orang akan terus berkembang yang ditandai dengan
145
semakin banyaknya jumlah panjang gelombang yang
mampu untuk ditramsmisikan dalam satu fiber.
Prinsip sistem DWDM melakukan beberapa fungsi utama:
- Membangkitkan sinyal
- Menyatukan sinyal-sinyal yang masukmempergunakan
multiplekser
- Pengiriman sinyal
- Pemisahan sinyal yang diterima
- Penerimaan sinyal
Komponen Utama DWDM
Gambar 2. Komponen utama DWDM
146
4.2. Laser Sources
Pada DWDM, sumber cahaya adalah berupa LED,
Semokonduktor laser, atau glass-doped laser. Beberapa
diantaranya memiliki panjang gelombang yang dapat
diubah-ubah.
Laser Semikonduktor
Pada energi gap semikonduktor, populasi elektron dan hole
dapat dibentuk melalui eksitasi secara elektrik, dan
terbentuknya cahaya didapatkan berdasarkan hasil
rekombinasi elektron-hole nya. Tunability panjang
gelombang pada laser semikonduktor antara lain:
1. Continous Wavelength Tuning
Pada CW, panjang gelombang pada external cavity
memberikan kemampuan panjang gelombang diubah-
ubah dalam range bandwidth yang lebar. Sehingga
sering diaplikasikan pada instrumentasi, dimana panas
dan kestabilan mekanik bisa saja ditanyakan pada
jaringan. Menurut teorinya, CW tuning memberikan
range dari 10 hingga 17 nm. Pada prakteknya, laser
dengan 20 channels atau lebih pada C band telah
dikomersialkan sejak tahun 2000.
147
2. Discontinous Wavelength Tuning
Pada Sample-grating distributed-Bragg-Reflectors
mengizinkan tuning pada mode discontinous. Pada
multiple laser mampu mengizinkan grating DBR
hingga range lebar tuning mencapai 75 nm atau lebih.
Glass-Doped-Based Lasers with Narrow Line-Widths
Pada laser semokonduktor digunakan untuk sumber cahaya
yang dapat di tuning secara kontinyu ataupun secara diskrit.
Pada panjang kaviti yang sangat panjang, laser memiliki
148
moda longitudinal dimana panjang gelombangnya dapat
dipilih. Hal ini akan menyulitkan dalam hal pengurangan
noise untuk menyeleksi beberapa moda.
Bagaimanapun juga, fiber-ring laser dengan reflektivitas
yang tinggi dan stabilitas line-width yang sempit mampu
untuk dioperasikan dalam daya yang besar. Contohnya
adalah pada ring laser dengan panjang 3,7 m dan doping
fiber Er3+, memiliki line-width kurang dari 0,056 nm pada
19 mW keluaran daya dengan daya pompa sebesar 70 mW.
Pada glass-doped-based lasers ini, dibuat juga mampu
berfungsi seperti laser semikonduktor, dimana panjang
gelombangnya dapat diubah-ubah, dan grating period
dapat dimodifikasi melalui kompresi pada stretching fiber
nya, atau pada multiple-fibre laser dengan perbedaan
panjang gelombang yang digunakannya.
Pada prinsipnya, fiber-based devices dapat memberikan
daya yang sangat tinggi dimana pulsa dihasilkan dari
tuneability broadbandnya.
149
Spectral Slicing of Sources
Digunakan pada WDM untuk mengatasi permasalahan
pada jaringan. Jika bit rate pada beberapa sinyal tidak
begitu besar, dan transmisinya cukup pendek, maka
memungkinkan untuk menggunakan sumber cahaya LED
agar pengeluaran biayanya juga minimal. Aplikasinya adalah
pada jaringan proses kontrol dan telepon. Penggunaan
LED sebagai sumber cahaya bagi proses DWDM ini
bergantung pada suhu. Variasi suhu dapat memberikan
variasi pada panjang gelombang yang dihasilkan pula.
Specification
Specification of APG-1 is an advanced phosphate laser
glass developed to offer thermo-mechanical properties
desirable in the active material of high repetition rate laser
150
systems. APG-1 is an aluminum-phosphate based glass
initially developed for the US DOE High Average Power
laser program. The development and the advantages of this
glass are discussed in “Advances in glasses for high average
power laser systems” Proc SPIE, Vol 1021, 36-41 (1988).
151
152
153
4.3. Multiplekser dan Demultiplekser
Karena sistem DWDM mengirim sinyal – sinyal dari
beberapa sumber melalui sebuah fibre, maka harus
memiliki suatu komponen untuk mengkombinasikan sinyal
yang datang. Komponen ini dinamakan multiplekser, yang
dapat membawa beberapa panjang gelombang dari banyak
fibre dan menjadikannya dalam 1 sinar. Sedangkan pada
sistem penerimaan akhirnya harus dapat memisahkan
beberapa komponen cahaya sehingga dapat di deteksi
secara diskrit.
154
Demultiplekser dapat melakukan fungsi ini dengan
memisahkan sinar yang diterima kedalam masing masing
panjang gelombangnya dan mengkopel nya ke masing
masing fibre. Demultipleksing harus dilakukan sebelum
cahaya dideteksi , karena fotodetector adalah perangkat
broadband inheren sehingga tidak dapat secara selektif
mendeteksi panjang gelombang tunggal
Didalam sebuah sistem unidirectional, multiplekser hanya
mengirim dan demultiplekser hanya menerima.
Gambar 1. Multiplekser dan Demultiplekser dalam sistem
unidirectional
155
Dalam sebuah sistem bidirectional, multiplekser dan
demultiplekser dapat saling berkomunikasi dalam subuah
fibre tunggal, dengan panjang gelombang yang berbeda –
beda tergantung arah yang digunakan.
Gambar 2. Multiplekser dan Demultiplekser dalam sistem
bidirectional
Teknik Multipleksing dan Demultipleksing
Secara sederhana multiplexing atau demultiplexing cahaya
dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah prisma. Pada
gambar dibwah menunjukkan kasus demultiplexing.
Sebuah sinar cahaya paralel polikromatik pada permukaan
prisma, masing-masing panjang gelombang komponen
dibiaskan berbeda. Ini adalah efek pelangi. Dalam
outputnya, masing-masing panjang gelombang dipisahkan
156
dari berikutnya dengan sudut. Lensa A kemudian
memfokuskan masing-masing panjang gelombang ke titik
dimana ia perlu memasukkan fibre. Komponen yang sama
dapat digunakan secara terbalik untuk multiplex panjang
gelombang yang berbeda ke suatu fibre
Gambar 3. Prism Refraction Demultiplexing
Teknologi lain adalah berdasarkan prinsip-prinsip difraksi
dan interferensi optik. ketika sebuah sumber cahaya
polikromatik jatuh pada kisi difraksi grating lihat pada
gambar dibawah, masing-masing panjang gelombang
terdifraksi pada sudut yang berbeda dan karena itu ke titik
yang berbeda dalam ruang. Dengan menggunakan lensa,
157
panjang gelombang dapat difokuskan ke suatu fibre
individu.
Gambar 4. Waveguide Grating Diffraction
Arrayed waveguide gratings (AWGs) juga berdasarkan
pada prinsip difraksi. Sebuah perangkat AWG,disebut juga
dengan optical waveguide router atau waveguide grating
router, yang terdiri dari kumpulan curved-channel
gelombang pandu dengan perbedaan yang tetap antar
saluran yang berdekatan. Gelombang pandu dihubungkan
ke kaviti dari input dan output. Ketika cahaya masuk, kaviti
input terdifraksi dan memasuki kumpulan gelombang
pandu. Terdapat perbedaan panjang optic dari masing
masing gelombang pandumisalkan phase delay pada kavity
output, ketika kumpulan fibre di kopel. Hasil dari proses
dalam panjang gelombang yang berbeda – beda
158
Gambar 5. Array Waveguide Grating
Gambar 6. Multilayer Interference Filter Spesification of
DWDM mux – demux.
Sebuah teknologi yang berbeda menggunakan interference
filter pada perangkat yang disebut film tipis filter atau
multilayer gangguan filter. Dengan posisi filter, yang terdiri
dari film tipis, di jalur optik, panjang gelombang dapat
159
diselesaikan (demultiplexed). Milik setiap penyaring adalah
sedemikian rupa sehinggamentransmisikan satu panjang
gelombang sementara mencerminkan orang lain. Dengan
Cascading perangkat ini, banyak panjang gelombang dapat
di demultiplexed
4.4. Optical Amplifier
Optical Amplifier merupakan komponen dari DWDM
dimana berfungsi untuk menguatkan kembali sinyal input
yang terkadang mengalami pelemahan sehingga sinyal
keluaran yang dihasilkan sama seperti sinyal input semula.
Sebenarnya ada beberapa macam Op-Amp seperti SOAs,
Raman, EDFA, Hybrid EDFA/Raman dan EDWA.
1. SOAs (Semikonductor Optical Amplifier)
SOAs merupakan modifikasi dari laser semikonduktor
yang memiliki perbedaan permukaan reflektivitas dan
beda panjang dari devise. Sinyal yang lemah akan
dikirim ke region aktif pada semikonduktor dengan
adanya emisi stimulasi. Hasilnya, sinyal akan kuat dan
akan diemisikan dari semikonduktor.
160
Gambar1. Semikonduktor Laser Amplifier
Ada 2 macam tipe SOAs yaitu Fabriperot amplifier
yang secara umum menggunakan laser semikonduktor
dan travelling amplifier (TWA) Perbedaan utama
antara.duanya ialah pada reflektivitas pada cermin
terakhir. Fabriperot amplifier memiliki reflektivitas
sekitar 30% sementara TWA memiliki reflektivitas
sekitar 0,01%. Untuk mencegah adanya lasing pada
Fabriperrot amplifier, maka arus bias yang digunakan
harus lebih kecil dari arus thresholdnya.
Reflektivitas pada Febriperrot yang tinggi dapat
kurang baik pada sistem WDM, sehingga perlu adanya
reducing relektivitas, agar tidak terjadi resonansi. Oleh
karena itu, TWA lebih tepat untuk sistem WDM. Satu
keuntungan dari semiconductor amplifier ialah
kemampuanya yang mudah terintegrasi dengan
161
komponen lain. Contohnya, ia dapat digunakan
sebagai elemen gate pada switches . Dengan arus on dan
off , amplifier beroperasi seperti gate, tidak hanya
membloking atau menguatkan sinyal saja.
Spesifikasi
2. Raman Amplifier
Raman Amplifier merupakan salah satu tipe amplifier
berupa komponen optik non linear yang secara besar
dikembangkan untuk sistem telekomunikasi. Raman
amplifier memiliki beberapa kelebihan dasar, yang
162
pertama Raman dapat menguatkan di setiap fiber,
yang kedua penguatan nya tidak menimbulkan
resonansi, kelebihan yang ketiga spektrum penguatan
dapat disesuaikan dengan mengatur panjang
gelombang pompa nya. Kelebihan yang lain ialah
bandwidth yang lebih dari 5THz dan penguatan nya
tersebar di range panjang gelombang yang lebar.
Namun, penguatan Raman memerlukan daya pompa
yang lebih tinggi sampai 10 miliwatt per DB. Diagram
skematik dari Raman amplifier dapat dilihat seperti
gambar di bawah ini.
Gambar 2. Raman Amplifier
Ketika medan optik masuk ke molekul, electron akan
berosilasi pada frekuensi optis. Hal tersebut
163
menyebakan momen dipole menghasilkan radiasi pada
frekuensi yang sama , yang shift phase nya tergantung
indeks bias mediumnya. Secara simultan, molekul
akan berosilasi dan bervibrasi. Sehingga terjadi
penambahan dan perbedaan frekuensi osilasi dan
vibrasi. Hal tersebut akan membuat cahaya terhambur
ke medan yang mengalami re-radiasi.
Pada keadaan padat, foton yang tak eleastis akan
terhambur karena adanya vibrasi molekul disebut
optical fonon. Energi foton akan hilang (kisi-kisi
molekul dipanaskan) atau dikuatkan (kisi-kisi
didinginkan), karena adanya shifting frekuensi. Pada
proses ini, pompa dan sinyal cayaha adalah secdara
koheren digabungkan pada proses Raman.
Pada deskripsi mekanika kuantum, ditunjukkan
dengan diagram tingkat level energi. Hamburan
Raman dapat terjadi di semua material, tetapi pada
silica lebih dominan, karena adanya bending motion
pada Si_O-Si. Ampifikasi Raman dapat meningkatkan
kapasitas dari sistem kapasitas lightwave.
164
Spesifikasi Raman Amplifier Rackmount
165
3. EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier)
EDFA merupakan suatu serat optik yang intinya (core)
dikotori oleh atom erbium sehingga dapat
memberikan penguatan terhadap sinyal yang
melewatinya. Erbium itu sendiri merupakan elemen
dari golongan lantanida (lanthanides group) yang mana
166
elemen-elemennya cocok sebagai bahan aktif dalam
laser solid-state dikarenakan struktur elektronnya. Ion-
ion dari elemen-elemen ini memiliki kemampuan
menyerap foton dengan panjang gelombang yang
tinggi. Keberadaan foton di dalam daerah panjang
gelombang emisi mengawali proses terjadinya emisi
yang distimulasi (stimulated emission) yang menyebabkan
terjadinya penguatan sinyal.
Erbium dipergunakan sebagai dopant untuk
penguatan sinyal pada panjang gelombang di sekitar
1,55 m m sedangkan neodymium dan praseodymium
memungkinkan penguatan sinyal pada panjang
gelombang di sekitar 1,3 m m. Panjang gelombang
yang dapat diserap maupun dipancarkan oleh suatu
ion bergantung pada besarnya perbedaan energi (energy
gap) antara tingkat dasar dan tingkat yang lebih tinggi.
Prinsip EDFA
Penguatan sinyal itu sendiri terdiri dari 3 proses
sebagaimana ditunjukkan gambar di atas. Proses
pertama merupakan pumping, yaitu proses menaikkan
167
elektron dari tingkat energi dasar ke tingkat energi
yang lebih tinggi dengan cara elektron tersebut
menyerap foton dengan panjang gelombang tertentu
yang masih memungkinkan elektron tersebut
memperoleh energi yang besarnya sama atau lebih
besar dari perbedaan energi antara dua tingkat
tersebut/Ep.
Setelah elektron berada di atas tingkat kestabilannya
untuk beberapa saat/delay time , maka elektron
tersebut akan kembali ke tingkat dasarnya baik oleh
proses emisi spontan (spontaneous emission) atau emisi
yang distimulasi (stimulated emission). Spontaneous emission
yang merupakan suatu proses dimana elektron acak
(random electron) kembali ke tingkat asalnya tanpa
‘diminta’ dianggap sebagai derau optik yang juga
diperkuat dalam medium penguatan dan mengganggu
pendeteksian sinyal utama di penerima/receiver.
Sebaliknya, stimulated emission memancarkan cahaya
pada panjang gelombang, fasa, dan arah yang sama
dengan sinyal, dengan demikian proses ini akan
memperkuat sinyal yang melewati EDFA.
168
Pada prakteknya, EDFA ditempatkan dalam suatu
modul yang terdiri dari komponen-komponen
pendukung, untuk memberikan kinerja terbaik kepada
sistem secara keseluruhan.
169
Dioda laser dengan daya besar lebih diutamakan
sebagai sumber pompa dikarenakan ia memungkinkan
pemompaan (pumping) atom-atom erbium untuk
medium penguatan yang berjarak panjang (sampai
ratusan meter). Keluaran dari sumber pompa ini
kemudian digandengkan dengan sinyal. Penggunaan
isolator pada konfigurasi di atas adalah untuk
menekan osilasi laser dan juga untuk mencegah
feedback dari Emisi spontan yang diperkuat (ASE).
Sedangkan filter optik jenis pita sempit (narrowband),
biasanya beberapa nanometer, digunakan untuk
mengeliminasi ASE sehingga memberikan kinerja
sistem yang baik.
Beberapa kelebihan dan kelemahan dari EDFA ialah:
Kelebihan:
a. Faktor peroleh EDFA sangat tinggi
EDFA pada tahap eksperimen memiliki gain
sebesar 40 dB. Sedangkan perangkat EDFA
komersil mempunyai gain 20-30 dB dengan
memompa energi sebesar 10 mW.
b. Bandwidth lebar
170
Ion Erbium melepaskan foton dengan interval
panjang gelombang 1530-1560 nm atau sama
dengan bandwidth sebesar 3 THz. Pada interval
tersebut redaman yang terjadi pada serat optik
hanya berkisar 0.2 dB/km, sehingga EDFA dapat
memperkuat puluhan sinyal dengan panjang
gelombang yang berbeda secara bersamaan.
c. Noise Figure EDFA sangat kecil
Noise Figure merupakan perbandingan antara
S/Nin dengan S/Nout, sehingga untuk tansmisi
jarak jauh akan menghasilkan akumulasi derau
optik, namun dengan adanya tapis optik pada
perangkat EDFA maka noise figure yang muncul
sangat kecil.
d. Daya output yang besar
Daya output pada EDFA meningkat seiring
dengan meningkatnya daya diode laser (optical
pump).
e. Kemudahan instalasi
EDFA mudah diinstalasi karena EDFA juga
berbentuk serat.
171
Kelemahan :
a. Dibutuhkan pompa laser
b. Kesulitan untuk berintegrasi dengan komponen
lain
c. Membutuhkan penggunaan equalizer gain untuk
amplifikasi multistage
d. Dropping channel dapat memberikan tambahan
eror
4. Hybrid EDFA-Raman Amplifier
Hybrid Amplifier merupakan gabungan dari penguat
EDFA dan penguat Raman. Hybrid dikembangkan
karena kapasitas transmisinya yang besar pada sistem
broadband, dan kemampuan untuk membawa lebih
banyak channel panjang gelombang pada
multiplexer.Prinsip kerja nya yaitu meratakan
penguatan EDFA dengan penguatan raman, dan
meningkatkan performa penguatan sepanjang sinyal.
172
5. EDWAs (Erbium Doped PlanarWaveguide)
Device ini dipelajari di beberapa tempat,terutama di
jaringan area metrolpolitan.
Penguatan yang tinggi terdapat pada Er doped P2O5-
SiO2 planar waveguide.Penguatan sebesar 27-dB
terjadi dari waveguide 48 cm yang terintegrasi dalam
device planar yang kecil pada silicon 9 x 5 cm2 area.
Berikut ini adalah perbandingan dari SOAs, Raman,
EDFA, Hybrid , dan EDWAs
173
4.5. Optical Add/Drop Multiplexer (OADM)
OADM (Optical Add/Drop Multiplexer) merupakan
komponen yang dapat memindahkan satu panjang
gelombang dari beberapa panjang gelombang yang
memasuki fiber optic, dan melewatkan panjang gelomang
yang lain, serta dapat pula menambahkan panjang
gelombang baru dalam proses transmisi data menggunakan
fiber optic.
Fungsi OADM antara lain:
• Memecah beberapa panjang gelombang yang masuk
ke fiber dan mengambilnya keluar dari kumpualn
174
panjang gelombang dengan atau tanpa konversi
optoelectronic
• Melewatkan panjang gelombang lain yang datang dari
input fiber menuju ke keluaran dari fiber
• Menambahkan panjang gelombang baru dari local
subscriber menuju keluaran fiber melalui WDM atau
combiner.
Gambar 1 Prinsip OADM
Prototype pertama OADM dibuat tahun 1980, namun
teknologi OADM ini baru berkembang beberapa tahun
175
yang lalu. Sejak tahun 2000, OADM digunakan pada
jaringan submarine.
Gambar 2 Tipe OADM
1. OADM dengan FBGs (Fiber Bragg Gratings) dan
Sirkulator
Channel OADM dapat dibuat menggunakan FBGs
yang diletakkan diantara sirkulator seperti tampak pada
gambar 3 untuk channel tunggal. Input WDM datang
melewati sirkulator pertama. Channel panjang
gelombang direfleksikan oleh Bragg Grating dan di
hilangkan oleh sirkulator pertama. Sama halnya pada
176
sirkulator kedua. Channel dari beberapa panjang
gelombang dapat ditambahkan melalui sirkulator kedua
ke fiber grating yang melipatgandakan sinyal kembali
menuju keluaran fiber.
Gambar 3 Fiber Grating/Circulators OADM
Masalah dari OADM jenis ini adalah mengenai thermal
drift, 12 pm/0C untuk silica, maka perlu adanya
kompensasi tempertur jika suhunya tidak stabil.
Masalah yang sering terjadi pada DWDM, khususnya
pada komponen OADM ini adalah masalah crosstalk.
Crosstalk pada OADM terjadi ketika terjadi
penambahan kanal, muncul dari cahaya pada jalur
transmisi setelah terjadi refleksi yang tidak sempurna
dari grating dari kanal “drop”. Cakap silang yang
177
ditransmisikan sebesar T = 1-R, jadi rasio crosstalk
dengan penambahan sinyal sebesar (1-R)/R.
Hubungannya dengan daya adalah sebagai berikut :
𝐼𝐼𝑛𝑛𝑡𝑡𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑡𝑡𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑐𝑐𝑐𝑐𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑃𝑃
= −10 1 − 4𝑇𝑇𝑅𝑅
𝑁𝑁𝐼𝐼𝑛𝑛𝐼𝐼𝑛𝑛𝑡𝑡𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑡𝑡𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑐𝑐𝑐𝑐𝑡𝑡𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑃𝑃
= −10 1 − 2(𝑇𝑇𝑅𝑅
)
Interferometric crosstalk jauh lebih besar daripada
noninterferometric crosstalk.
2. Acousto-Optic Add/Drop
Pada umumnya, add/drop filter mempunyai dua
pemandu gelombang optic transparan yang
ditempatkan di masing-masing sisi dengan jarak yang
dekat, seperti tampak pada gambar 4. Modulasi secara
periodic dilakukan oleh gelombang akustik. Cahaya
dengan panjang gelombang λ1, λ2,…, λN datang
menuju pemandu pertama dengan polarisasi tertentu,
178
kemudia diubah ke polarisasi yang lain, dan
dilipatgandakan di second waveguide.
Gambar 4 Acousto-optic OADM
3. Add/Drop dengan AWG
OADM dapat dibuat dari dua AWG, atau single
double AWG dengan router static, atau dari satu buah
AWG dengan double pass. Konfigurasi yang dapat
digunakan seperti terlihat padaa gambar 5, dimana
susunan tersebut dibuat untuk menghilangkan efek
crosstalk menggunakan double-pass AWG, fiber
gratings, dan sirkulator.
4. Tunability of OADM
Faktor terpenting dari OADM adalah dalam hal
tunability peralatan. Integrated tunable add/drop filter pada
teknologi LPCVD SiO2 memiliki loss yang cukup kecil,
179
yaitu sekitar 2 dB, meskipun isolasi terhadap crosstalk
masih membutuhkan pengembangan kedepannya.
Gambar 5 OADM dengan AWG
180
BAB 5 – DESAIN SISTEM
KOMUNIKASI SERAT OPTIK
5.1. Prinsip Kerja
Dewasa ini perkembangan dan penerapan teknologi
telekomunikasi berkembang sangat cepat sekali, secara
langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi
perkembangan sistem telekomunikasi Indonesia.
Beroperasinya satelit telekomunikasi palapa dan kemudian
pemakaian Sistem Komunikasi Serat Optik (SKSO) di
Indonesia merupakan bukti bahwa Indonesia juga
mengikuti dan mempergunakan teknologi ini pada bidang
sistem pertelekomunikasi.
Sebagaimana namanya maka serat optik (fiber optic) dibuat
dari gelas silika dengan penampang berbentuk lingkaran
atau bentuk-bentuk lainnya. Cahaya yang membawa
informasi dapat dipandu melalui serat optik berdasarkan
fenomena fisika yang disebut total internal reflection
(pemantulan sempurna). Serat optik terbagi menjadi 2 tipe
181
yaitu singlemode dan multimode. Secara umum sistem
komunikasi serat optik terdiri dari: transmitter, serat optik
sebagai saluran informasi dan receiver. Sistem transmisi
serat optik ini dibandingkan dengan teknologi transmisi
yang lain mempunyai beberapa kelebihan, antara lain
Redaman transmisi yang kecil. Sistem telekomunikasi serat
optik mempunyai redaman transmisi per km relatif kecil
dibandingkan dengan transmisi lainnya, seperti kabel
coaxial ataupun kabel PCM.
Permasalahan dari pembuatan desain ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana mendapatkan rancangan sistem komunikasi
antara tiga node menggunakan serat optik?
2. Bagaimana memanfaatkan sistem komunikasi tersebut
agar komunikasi yang dilakukan lebih efisien?
5.2. Spesifikasi dan Komponen Sistem
Spesifikasi Sistem
Spesifikasi yang harus dipenuhi dalam merancang sistem
komunikasi serat optic ini adalah sebagai berikut :
182
1. Teknologi komunikasi yang digunakan adalah
DWDM.
2. Kannel yang digunakan untuk tiap node berjumlah 5
buah.
3. Terdapat tiga buah noda, dengan jarak masing-masing
noda, AB, BC dan CA adalah 200 km.
4. Besar kapasitas lebih besar dari 80 Gb/s.
5. Optical Spectral Band yang digunakan adalah C Band.
6. Bi-directional sistem menggunakan OADM.
Komponen-Komponen Sistem
Komponen-komponen yang digunakan dalam perancangan
sistem komunikasi serat optic ini adalah sebagai berikut :
• Multiplexer
Multiplexer merupakan rangkaian logika yang
menerima beberapa input data digital dan menyeleksi
salah satu dari input tersebut pada saat tertentu, untuk
dikeluarkan pada sisi output.
• Demultiplexer
Demultiplexer merupakan rangkaian logika yang
menerima satu input data dan mendistribusikan input
tersebut ke beberapa output yang tersedia.
183
Demultiplekser dapat melakukan fungsi ini dengan
memisahkan sinar yang diterima kedalam masing
masing panjang gelombangnya dan mengkopel nya ke
masing masing fiber.
• Amplifier
Digunakan foto-detektor (photo-diode, photo
transistor dsb) yang berfungsi merubah sinyal optik
yang diterima menjadi sinyal listrik untuk kemudian
dikuatkan sinyalnya dan diubah kembali menjadi sinual
optic melalui serangkaian elektronik
• Add/drop
Metro Core Connect dapat berfungsi sebagai perangkat
ADM konvensional yang menghubungkan dua titik
sehingga mempunyai kemapuan pass-through sinyal
antar dua titik tersebut.
184
Desain Sistem Komunikasi Serat Optik
Mux-Demux
amplifier Add/drop
Node A dengan 5 channel
Node B dengan 5 channel
Node C dengan 5 channel 100 km
185
Tabel 1. Besaran-Besaran yang Digunakan
No. Link parameter Simbol Value Satuan (1) (2) (3) (4) (5) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis sumber cahaya Panjang gelombang Daya output Jenis detektor cahaya Dark current Responsifity Bandwidth Resistansi ekivalen Jenis kabel serat optik Diameter core Bandwidth serat optik Koefisien redaman kabel serat optik Numerical Aperture
λ Pt
Idark
R B RLoad
Dcore
B αf
NA
ILD 1550 -7 PIN 2 0,85 80 50 SM-SI 5 50,00 0.40 0.30
nm dBm nA A/W GHz Ω µm GHz.Km dB/Km
186
Analisa Perhitungan Sistem
Bandwidth sistem singlemode:
- bandwidth sesuaikan dengan spesifikasi fiber : frekuensi x
km
- carilah rise time ( waktu naik) yaitu waktu yang
dibutuhkan oleh cahaya untuk membesar 10% ke 90%
dari nilai akhirnya, nilai ini merupakan ukuran frekuensi
tertinggi.
iberbandwidthftr
35,0=
- seberapa besar pemancar dan penerima menerima
respon untuk laser 0.3 ns dan LED 5 ns
- sumber optik fiber dan penerima masing-masing
mempunyai kecepatan pembalikan saklar sendiri-
sendiri, sehingga perlu mengkombinasikan waktu naik
yang berbeda :
222rFiberrTXrRX tttt
rsys++=
Bandwidth = rSist35.0
187
Bandwidth fiber = amkpanjangdal
dwidthpetikanban
= 50 ×109
80
= 625 Mhz
Waktu naik fiber
fiberbandwidth
tr 35,0
=
𝑡𝑡𝑟𝑟 = 0,35625
= 0,56 ns
Waktu naik cahaya dan penerima diasumsikan 2 ns dan 4
ns maka:
222rFiberrTXrRX tttt
rsys++=
𝑡𝑡𝑟𝑟𝑠𝑠𝑟𝑟𝑠𝑠 = 22 + 42 + 0,562
trsys = 4,5 ns
Bandwidth sistem = rSist35.0
Bandwidth sistem = 0,354,5
= 0,77 Mhz
188
Perhitungan loss
a. Loss fiber (Lf)
Loss/redaman serat optik dapat ditentukan sebagai
berikut:
Lftot = L × αf = 50 Km × 0.40 dB/Km = 20 dB
b. Loss sambungan permanen (Loss splice / Ls)
Loss maksimum setelah penyambungan adalah 0.35
dB/buah (misalkan diambil nilai loss 0.2 dB/splice),
maka besar penyusutan daya sinyal pada total
sambungan permanen:
Lstot = Ns × Ls = 3 × 0.2 dB = 0.6 dB
c. Loss konektor (Lc)
Penyusutan daya sinyal tiap konektor adalah maksimal
0,7 dB (misalkan diambil nilai loss konektor 0,01 dB),
maka total loss konektor:
Lctot = Nc × Lc = 8 × 0.01 dB
= 0.08 dB
189
d. Loss splitter (Lsp)
Desain ini menggunakan PS untuk layanan interaktif
guna mencatu perangkat ONU 01 dengan ratio 1:2
(misalkan diambil nilai redaman terendah yaitu 2.7 dB).
e. Loss margin (M)
Margin sistem biasanya diambil harga 6 dB
f. Daya sinyal yang diterima (Pr)
Daya yang diterima di receiver dapat ditentukan
sebagai berikut:
Pr = Pt – Lftot – Lstot – Lctot – Lsp – M
= -7 dBm – 20 dB -0.6 dB – 0.08 dB – 2.7 dB–6
dB
= -36,38 dBm = 2,3 × 10-7 Watt
Kesimpulan yang dapat diambil dari perancangan sistem
komunikasi serat optic ini yaitu untuk merancang sistem
komunikasi data menggunakan fiber optic dengan lima
kanal, dan terdiri dari tiga moda, yaitu moda A, B, dan C
dengan jarak antar moda, AB, BC, dan AB adalah 200 km
serta kapasitas minimum 80 GHz/s, maka dibutuhkan
190
fiber optic dengan panjang gelombang 1550 nm, rise time
sebesar 0.56 ns.
191
BAB 6 – CONTOH APLIKASI
6.1. Pengukur Kecepatan Mobil
Pada system pengukur kecepatan mobil di jalan raya, dapat
kita gambarkan dengan diagram blok sistem sebagai
berikut:
Pada sistem fotonik untuk mengukur kecepatan mobil di
jalan raya ini menggunakan prinsip Doppler pada
gelombang cahaya, yaitu pergeseran frekuensi akibat gerak
relatif antara sumber cahaya dan pengamat.
Alat ini bekerja dengan cara dimana sebuah optical source
mampu untuk membangkitkan gelombang cahaya pada
frekuensi tertentu, kemudian oleh transmitter sinyal ini
ditembakkan ke objek dan kemudian dipantulkan kembali
oleh target objek. Pantulan sinyal akan menghasilkan
Optical Source
Transmitter
Obyek (mobil) Receiver
192
pergeseran efek dopler yang proporsional pada kecepatan
objek. pergeseran frekuensi doppler akan dideteksi oleh
receiver, dikuatkan sinyalnya, melewati filter frekuensi,
kemudian dikonversi menjadi sinyal digital dengan ADC
(Analog to Digital Converter) dan mengalami Digital Signal
Processing (DSP) dalam sebuah chip.
Gambar Speed Gun
Menggunakan software algorithma transformasi forrier
kompleks, filter chip DSP akan menepis sinyal yang error
dan memiliki level rendah untuk mengidentifikasi dan
menampilkan kecepatan yang diinginkan dari target.
Kecepatan dalam variasi statistik, rata-ratanya kemudian
ditampilkan pada display LCD.
193
Kata kunci dari alat ini adalah adanya pengiriman
gelombang dengan frekuensi tertentu ke mobil yang
bergerak, kemudian menangkap kembali sinyal yg
dipantulkannya. Dengan mengukur selisih frekuensi antara
yang dikirim dengan yg diterima, maka dapat dihitung
kecepatan mobil tersebut.
6.2. Pengukur Suhu Logam Cair
Pada system pengukur suhu logam cair di pengecoran.
Diagram blok dari sistem ini bisa digambarkan sebagai
berikut:
Pengukuran suhu jarak jauh ini dapat melalui sebuah alat
yang disebut dengan Pyrometer digital, yang menggunakan
prinsip emisi energi optik untuk terdeteksi di detektor pada
alat. Prinsip dasar termometer infra merah adalah bahwa
semua obyek mengemisikan energi infra merah. Semakin
panas suatu benda, maka molekulnya semakin aktif dan
semakin banyak energi infra merah yang teremisi. Sehingga
Optical Source Obyek Detektor Display
194
pengukuran ini objek yang akan diukur suhunya,
ditembakkan dengan sebuah sumber cahaya infra merah,
dan kemudian energi foton yang diemisikan dari alat
mampu terserap pada objek sehingga akan memberitahu
detektor. Detektor akan menerima enegi foton tersebut
yang kemudian mengubahnya ke sinyal elektrik sehingga
mampu untuk ter display kan.
Gambar Pyrometer Digital Infra Red
6.3. Monitoring Kedatangan dan Kecepatan Badai
Pada system monitoring kedatangan dan kecepatan badai
dapat dilihat pada diagram blok dari sistem yang
digambarkan sebagai berikut:
195
Pengukuran pada kedatangan dan kecepatan badai ini
dapat melalui prinsip remote sensing. Dimana suatu optical
source mampu untuk memancarkan gelombang cahaya dan
kemudian berinteraksi dengan target dan sekaligus
berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari
target kepada sensor. Sensor sendiri merupakan sebuah
device yang mampu mengumpulkan dan mencatat radiasi
elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke
stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap
pakai. Misal data-data tersebut diolah dan digunakan untuk
monitoring kedatangan dan kecepatan badai di bumi.
6.4. Hologram
Salah satu aplikasi hologram adalah pada kidung abadi di
konser Chrisye. Diagram blok dari sistem ini bisa
digambarkan sebagai berikut:
Optical Source
Transmitter Obyek Sensor
Stasiun Peneri
ma
196
Kidung abadi, sebuah konser megah yang dipersembahkan
untuk penyanyi fenomenal alm. Chrisye, mamanfaatkan
prinsip holografi pada pertunjukannya. Dapat dilihat pada
gambar di bawah ini terlihat dengan teknik holografi,
penonton dapat seolah-olah melihat alm.Chrisye hidup
kembali dan memberikan aksi panggungnya.
Gambar Konser kidung Abadi Chrisye
Teknik holografi sendiri adalah suatu teknik yang
memungkinkan cahaya dari suatu benda yang tersebar
Optical Source
Perekaman Obyek
Rekonstruksi Obyek Display
197
direkam dan kemudian direkonstruksi sehingga objek
seolah-olah berada pada posisi yang relatif sama dengan
media rekaman yang direkam. Gambar berubah sesuai
dengan posisi dan orientasi dari perubahan sistem
pandangan dalam cara yang sama seperti saat objek itu
masih ada, sehingga gambar yang direkam akan muncul
secara tiga dimensi (3D) yang biasa disebut dengan
hologram. Jadi hologram merupakan hasil dari holografi,
yatu memunculkan sesuatu ke layar yang pada kasus ini
adaah udara bebas, dan tampilan bisa berupa 3D.
Hal yang pertama dilakukan adalah merekam suatu objek
tersebut pada plat hologram. , sebagian dari sinar yang
tersebar dari objek atau sekumpulan objek jatuh di atas
media perekam. Sinar kedua, yang dikenal sebagai sinar
acuan, juga menerangi media perekam sehingga terjadi
gangguan antara kedua sinar tersebut. Hasil dari bidang
cahaya tersebut adalah sebuah pola acak dengan intensitas
yang bervariasi yang disebut hologram.
Kemudian proses rekonstruksi objek dengan menerangi
hologram menggunakan sinar acuan asli, sebuah bidang
198
cahaya terdifraksi oleh sinar acuan yang mana identik
dengan bidang cahaya yang disebarkan oleh objek. Dengan
demikian, seseorang yang memandang ke hologram tetap
dapat ‘melihat’ objek walaupun objek tersebut mungkin
sudah tidak ada lagi.
Gambar Prinsip Kerja Holografi
199
6.5. Pengukuran Koefisien Muai Panjang berbasis
Interferometri
Skema kerja interferometer Michelson dapat dilihat pada
Gambar di bawah. Sinar yang bersumber dari sumber
monokromatis dibelah/split menjadi dua berkas sinar oleh
cermin M0 (beam splitter) yang memiliki kemiringan 45o dari
arah sinar yang datang. Beam splitter mentransmisikan
setengah dari cahaya yang datang menuju cermin M1 dan
meneruskan sisanya ke cermin M2. Sehingga masing
masing berkas menempuh panjang lintasan yang berbeda
(L1 dan L2).
Gambar Skema Interferometer Michelson [4]
200
Setelah terpantul dari cermin M1 dan M2, kedua berkas
kembali bertemu dan terjadi superposisi yang menghasilkan
pola interferensi yang diamati lewat teleskop atau bisa juga
dengan menggunakan layar [4]
Bentuk pola interferensi dari kedua berkas bergantung dari
beda panjang lintasan yang telah dilalui. Pergantian antara
pola terang ke terang atau gelap ke gelap sesuai sebanding
dengan perbedaan fase sebesar 2π yang sebanding dengan
selisih satu panjang gelombang antara dua panjang lintasan
yang ditempuh berkas. Ketika cermin M2 bergerak pada
arah refleksi sinar, panjang lintasannya akan berubah dan
pola yang tertangkap pada layar akan menunjukkan
pergeseran frinji [4].
Koefisien Muai Panjang Padatan
Fenomena pemuaian material padat akbibat perubahan
temperatur memiliki peranan penting pada banyak aplikasi
teknik. Pemuaian merupakan konsekuensi dari perubahan
jarak rata-rata antar atom dalam suatu material padat akibat
perubahan temperatur. Koefisien rata-rata pemuaian linear
suatu material padat dapat diekspresikan sebagai [3]
201
Beberapa koefisien rata-rata pemuaian linear material padat
ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel Koefisien rata-rata pemuaian linear beberapa bahan
Jika Li mereprensentasikan panjang lintasan awal dari
cermin M2 (L2), ΔT adalah perubahan temperatur, dan ΔL
adalah perubahan panjang L2, maka perubahan panjang
lintasan dapat diekspresikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang [3, 4]
Bahan Koefisien Rata-rata Pemuaian
Linear
Alumunium 24 x 10-6
Perunggu 19 x 10-6
Tembaga 17 x 10-6
Gelas 9 x 10-6
Gelas Pyrex 3,2 x 10-6
Pensil 29 x 10-6
Baja 11 x 10-6
202
dimana n adalah jumlah pergeseran frinji dan λ adalah
panjang gelombang sinar sumber monokromatis. Pembagi
2 disebabkan berkas mengalami bolak-balik saat
menempuh lintasan.
Gambar Skema pengukuran kofisien muai panjang logam
menggunakan Interferometer Michelson [3]
Dari kedua persamaan sebelumnya didapatkan hubungan
antara koefisien muai panjang dengan pergeseran frinji
sebagai berikut [3, 4]
203
DAFTAR PUSTAKA
Ananto, B., Darjat, D., & Setiyono, B. (2011). Simulasi
Perambatan Cahaya Pada Serat Optik (Doctoral
dissertation, Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknik).
Agrawal, G. P. (2012). Fiber-optic communication systems
(Vol. 222). John Wiley & Sons.
Chuang, S. L. (2012). Physics of photonic devices (Vol.
80). John Wiley & Sons.
Haken, H. (1970). Laser theory. In Light and Matter
Ic/Licht und Materie Ic (pp. 1-304). Springer, Berlin,
Heidelberg.
Hendrickson, S. M., Foster, A. C., Camacho, R. M., &
Clader, B. D. (2014). Integrated nonlinear photonics:
emerging applications and ongoing challenges. JOSA
B, 31(12), 3193-3203.
Laude, J. P. (2002). DWDM fundamentals, components,
and applications (pp. 19-82). Boston: Artech House.
Fan, S. (2017). Thermal photonics and energy applications.
Joule, 1(2), 264-273.
204
Silfvast, W. T. (2004). Laser fundamentals. Cambridge
university press.
Setiono, A., Hanto, D., Widiyatmoko, B., & Waluyo, B.
(2013). Kajian penerapan konsep impuls untuk
menghitung berat kendaraan berjalan menggunakan
sensor serat optik. Pros. Semin. Nas. Fis. Semarang,
3-6.
Vivien, L., & Pavesi, L. (Eds.). (2016). Handbook of silicon
photonics. Taylor & Francis.
Yablonovitch, E. (1993). Photonic band-gap structures.
JOSA B, 10(2), 283-295.
205
TENTANG PENULIS
Fitri Rahmah menyelesaikan program Sarjana
dan Magister di Jurusan Teknik Fisika Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
pada tahun 2013 dan 2015. Program Magister
ditempuh dengan bantuan Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Calon
Dosen. Sejak Desember 2015 hingga sekarang aktif menjadi
dosen di Program Studi Teknik Fisika Universitas Nasional
Jakarta.
Fitri Rahmah menyelesaikan program Sarjana dan Magister di Jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada tahun 2013 dan 2015. Program Magister ditempuh dengan bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Calon Dosen. Sejak Desember 2015 hingga sekarang aktif menjadi dosen di Program Studi Teknik Fisika Universitas Nasional Jakarta.