Fotografi Forensik

download Fotografi Forensik

of 33

description

Ilmu Kedokteran Forensik

Transcript of Fotografi Forensik

BAB I

BAB 1PENDAHULUAN

Latar BelakangIlmu kedokteran forensik telah dikenal sejak zaman Babilonia. Sejarah mencatat Anthitius, seorang dokter di zaman romawi kuno yang pada suatu forum semacam institusi peradilan waktu itu, menyatakan bahwa dari 21 luka yang ditemukan pada tubuh maharaja Julius Caesar, hanya satu luka saja, yang menembus sela iga ke dua sisi kiri depan yang merupakan luka yang mematikan. Nama kedokteran forensik dikatakan berasal dari kata forum ini. Ilmu kedokteran forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum serta keadilan.1

Pembuktian merupakan satu aspek yang memegang peran sentral dalam proses peradilan. Pada kasus pidana, nasib terdakwa akan ditentukan pada tahap ini, jika tidak cukup alat bukti, terdakwa akan dinyatakan tidak bersalah dan harus dibebaskan, begitupun sebaliknya. Hal tersebut sejalan dengan yang dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan tentang adanya keyakinan hakim.Dalam ranah hukum pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 184 ayat (1) menentukan secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang, yaitu keterangan saksi (minimal 2 orang saksi); keterangan ahli; surat; petunjuk; dan keterangan terdakwa. Di luar alat bukti itu maka tidak dibenarkan alat bukti yang lain digunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Prinsip minimal pembuktian dalam hukum pidana - seperti telah diatur dalam pasal 183 KUHAP - menyatakan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan ia (hakim) memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dokter sebagai salah satu ahli yang memberikan keterangan ahli untuk sebuah kasus peradilan dapat memberikan kesaksian dalam bentuk tulisan dan lisan. Keterangan dalam bentuk tulisan dituangkan dalam sebuah Visum et Repertum. Dalam keterangan tersebut dokter menuangkan apa saja yang ditemukan dari pemeriksaan forensik. Salah satu proses yang paling sering dilakukan dalam setiap upaya penyelenggaraan pemeriksaan forensik adalah proses dokumentasi.Kemampuan untuk menilai secara tepat, dokumen, dan interprestasi luka merupakan bagian penting dari pekerjaan seorang dokter forensik atau ahli patologi forensik. Tujuan dari penilaian dan dokumentasi adalah untuk membantu dalam menetapkan bagaimana luka atau cedera ini disebabkan, yang mungkin sering menghadapi masalah di pengadilan. Fotografi adalah salah satu media yang memiliki andil cukup besar dalam proses ini.2Fotografi forensik sering juga disebut sebagai forensic imaging atau crime scene photography adalah suatu proses seni menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait suatu kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyidik atau penyidik saat melakukan penyelidikan atau penyidikan.2

Fotografi forensik merupakan bentuk dari modernisasi sistem peradilan. Selama abad ke 19 dan abad ke 20 perkembangan dari fotografi forensik dan sistem pekerjaan penegak hukum cukup pesat khususnya dalam hal keinginan mendapatkan ketepatan dari apa yang diduga menjadi bukti sebuah tindak kejahatan. Bukti yang paling awal dari dokumentasi fotografi forensik terjadi pada tahun 1843 di Belgia dan pada tahun 1851 di Denmark. Pada tahun 1870, kegiatan dokumetasi bagi kepentingan forensik menjamur luas di berbagai negara.Dokumentasi pertama mengenai penggunaan fotografi dalam dunia ilmu kedokteran forensik muncul satu bulan setelah teknik fotografi dipatenkan pada tahun 1839. Dokumentasi dari kasus perceraian Louis Daguerre, diakui menjadi barang bukti perselingkuhan. Akan tetapi foto ini hilang saat perang antara Perancis dan Prussia pada tahun 1870. Pada tahun 1841 detektif Rogue menghasilkan foto pertama mengenai pelaku kejahatan di Paris. Bukti galeri yang paling pertama dibuat terdapat di Birmingham Inggris pada tahun 1850.Dokumentasi yang baik perlu untuk barang bukti yang lebih berkualitas untuk sebuah proses di pengadilan. Hal tersebut didapatkan dengan teknik pemotretan yang baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis makalah yang membahas teknik fotografi forensik dan penerapannya dalam kasus kedokteran forensik.

Rumusan MasalahBagaimana teknik fotografi forensik dan penerapannya dalam kasus kedokteran forensik?

Tujuan Penulisan1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui teknik fotografi forensik dan penerapannya dalam kasus kedokteran forensik.

1.3.2 Tujuan khusus

Mengetahui definisi fotografi forensikMengetahui tujuan fotografi forensikMengetahui fungsi fotografi forensikMengetahui peralatan fotografi forensikMengetahui teknik pengambilan foto dalam fotografi forensikMengetahui penerapan fotografi forensikMetode PenulisanPenulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fotografi Forensik

Fotografi forensik sering juga disebut forensic imaging atau crime scene photography adalah suatu proses seni yang menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan. Fotografi forensik juga termasuk ke dalam bagian dari upaya pengumpulan barang bukti seperti tubuh manusia, tempat-tempat dan setiap benda yang terkait suatu kejahatan dalam bentuk foto yang dapat digunakan oleh penyelidik atau penyidik saat melakukan penyelidikan atau penyidikan. Termasuk di dalam kegiatan fotografi forensik adalah pemilihan pencahayaan yang benar, sudut pengambilan lensa yang tepat, dan pengambilan gambar dari berbagai titik pandang. Skala seringkali digunakan dalam gambar yang diambil sehingga dimensi sesungguhnya dari objek foto dapat terekam. Biasanya digunakan penggaris atau perekat putih yang berskala sentimeter diletakkan berdekatan dengan lesi atau perlukaan sebagai referensi ukuran. Pada bagian yang tidak terekspos atau kurang memberikan gambaran yang signifikan, dapat digunakan probe (alat pemeriksa luka) atau jari sebagai penunjuk dengan posisi yang semestinya.3Gambar yang diambil biasanya berupa gambar yang berwarna atau dapat pula dalam bentuk gambar hitam-putih tergantung kebutuhannya. Gambar berwarna lebih dipilih saat mengumpulkan bukti berupa cat atau bercak yang ditemukan di TKP (tempat kejadian perkara). Sebaliknya, jejak ban akan lebih tegas pola dan perbedaan warna dengan sekitarnya saat diambil dalam bentuk foto hitam-putih.3Metode yang digunakan dalam fotografi forensik tergantung dari kebijakan setiap negara berkaitan dengan pemakaian kamera dengan film 35 milimeter atau secara digital. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dulu dikatakan, fotografi konvensional atau yang menggunakan film dianggap lebih memiliki resolusi gambar yang baik dan tinggi sehingga memungkinkan untuk dilakukan pembesaran guna memperoleh detail gambar yang dibutuhkan. Foto digital memiliki kelebihan berupa tanggal dan waktu yang tertanda secara automatis pada gambar untuk menunjukkan keabsahan gambar yang diambil dan hal ini tidak dimiliki oleh foto konvensional di mana keabsahan gambar harus dibuktikan sendiri oleh sang fotografer dengan cara misalnya mengikutsertakan saksi-saksi dalam fotonya. Seiring dengan perkembangan teknologi, perbedaan antara kamera film (analog) dan kamera digital tidak lagi terlalu mencolok. Setiap alat dapat dipakai dalam kegiatan fotografi forensik, sesuai dengan kebutuhannya.32.2 Tujuan Fotografi Forensik

Fotografi forensik adalah salah satu langkah yang paling penting dalam seluruh proses investigasi, merupakan salah satu komponen utama dokumentasi yang sistematis dan terorganisir dari catatan visual sebuah kejahatan.3Tujuan dari fotografi forensik antara lain sebagai berikut:3,4Memberikan catatan visual dari suatu peristiwa dan area terkait.

Merekam tampilan awal dari TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan bukti fisik.Mendapatkan arsip yang baik dan lengkap.Menyediakan catatan permanen untuk analisis peristiwa kepada penyidik dan sebagai referensi di masa yang akan datang.Memberikan catatan permanen ke pengadilan.2.3 Fungsi Fotografi Forensik

Fotografi forensik memberikan analisis bahan fotografi dan bukti multimedia lainnya menggunakan fotografi dan teknik pencitraan elektronik. Analisis dan layanan-layanan dukungan yang diberikan meliputi:4Tanggal pembuatan foto-foto Polaroid.

Penentuan jenis kamera yang digunakan.

Memastikan hasil foto yang telah dicetak.

Membandingkan objek seperti pakaian, kendaraan, bangunan, dan senjata dengan bukti fotografi, gambar elektronik, atau video.

Analisis video forensik.

Menunjukkan video di pengadilan.

Fotografi bekas gigitan dan cedera lainnya.Fotografi kendaraan dan bukti fisik lainnya.2.4 Peralatan Fotografi Forensik

Untuk fotografi forensik yang tepat, diperlukan peralatan fotografi berikut ini:5Kamera digital SLR, minimal kemampuan untuk mengambil foto ledakan, ada pilihan white balance (WB), dan menu untuk memanipulasi WB, ISO (International Standard Organization) dengan rentang mulai 100-6400, mode manual override dan kompensasi eksposur. Kamera ini juga harus memiliki lampiran flash eksternal.Lensa close-up (makro) f/1.4 atau f/2.8, 60 mm.Zoom lenses: f/2.8, 1870 dan 70200 mm, atau f/3.5, 18200 mm.Lensa polarisasi untuk menghilangkan silau.Ball-head tripod. Flash eksternal.Lighting slaves.

Light towers.

Filter yang sesuai untuk digunakan dengan ALS: kuning, oranye, dan merah.Ring flash attachment.

Skala.2.5 Teknik Pengambilan Foto dalam Fotografi Forensik Untuk dapat diterima sebagai barang bukti, sebuah gambar harus relevan dengan kasus yang sedang diperkarakan dan gambar yang diambil mampu merepresentasikan suatu kejadian secara jelas dan akurat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sebuah gambar, antara lain:6Teknik pengambilan gambar tidak mengubah aspek-aspek sebuah foto.Gambar yang diambil secara benar merepresentasikan subjek perkara.Gambar yang diambil tidak membuat orang yang melihat salah persepsi.Menggunakan metode empat sudut.

Semua barang bukti harus di foto close up, pertama dengan tanpa skala kemudian dengan skala, mengisi seluruh frame foto.

Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal.

Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan.

Untuk mendapatkan hasil foto yang sesuai serta jelas dan akurat maka diperlukan perhatian dalam teknik pengambilan serta pemilihan alat bantu fotografi. Berikut teknik fotografi yang perlu diperhatikan:Pemeriksaan Metadata Metadata didefinisikan sebagai informasi mengenai data dari suatu file yang secara otomatis tertulis di dalam sistem komputer, baik kita sadari maupun tanpa kita sadari. Ditinjau dari sifatnya metadata dapat dibedakan menjadi 2 yakni metadata intrinsik (tidak dapat diubah) dan metadata ekstrinsik (dapat diubah). Berikut ini penjelasannya:1

Metadata Intrinsik.

Jenis metadata ini menampilkan informasi data yang secara natural muncul dari proses pengambilan itu sendiri. Metadata ini mencakup format file, resolusi, kedalaman bit, dan color space. Sifatnya yang tidak dapat berubah membuat metadata ini dipercaya dapat digunakan menentukan asli tidaknya sebuah foto.

Metadata ekstrinsik.

Metadata ini memiliki sifat metadata yang dapat diubah. Informasi yang terkandung di antaranya: ukuran file, tanggal dan waktu pemotretan, dan nama fotografer.

Aperture lensaAperture adalah ukuran seberapa besar lensa terbuka (bukaan lensa) saat kita mengambil foto. Saat kita memencet tombol shutter, lubang di depan sensor kamera kita akan membuka, pengaturan aperture-lah yang menentukan seberapa besar lubang ini terbuka. Aperture atau bukaan dinyatakan dalam satuan f-stop atau dalam bahasa fotografi yang lebih resmi bisa dinyatakan sebagai f seperti contohnya f/5.6.7Semakin tinggi f-number = aperture mengecil = cahaya masuk sedikit

Semakin rendah f-number = aperture membesar = cahaya masuk banyak

Gambar 2.1 Cara Kerja Aperture. Aperture dinyatakan dalam f-stop, semakin kecil angka yang tertera di f-stop semakin besar bukaan lensa pada kamera sehingga cahaya yang masuk lebih banyak dan gambar yang dihasilkan semakin terang.8Komposisi gambarPada kegiatan fotografi yang dilakukan di TKP, gambar diambil secara serial dan panoramik menggunakan lensa-lensa sudut lebar agar seluruh objek pada TKP dapat terekam dalam bingkai pemotretan sekaligus. Diperlukan komposisi objek yang baik dan kuat agar pesan yang tersirat dalam setiap bingkai pemotretan dapat disampaikan ke penyelidik maupun penyidik. Komposisi adalah susunan objek foto secara keseluruhan pada bidang gambar agar objek menjadi pusat perhatian (POI=Point of Interest). Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menghasilkan komposisi yang baik, di antaranya:

Sepertiga Bagian (Rule of Thirds).

Pada aturan umum fotografi, bidang foto sebenarnya dibagi menjadi sembilan bagian yang sama. Sepertiga bagian adalah teknik di mana kita menempatkan objek pada sepertiga bagian bidang foto. Garis bayang dibagi menjadi tiga bagian yang sama secara horizontal dan vertikal. Terbagi menjadi "tiga".

Gambar 2.2 Rule of Thirds. Bidang foto dibagi menjadi sembilan bagian yang sama, objek foto dapat ditempatkan pada sepertiga bagian bidang foto yaitu pada garis merah pada gambar di atas.9Sudut Pemotretan (Angle of View).

Salah satu unsur yang membangun sebuah komposisi foto adalah sudut pengambilan objek. Sudut pengambilan objek ini sangat ditentukan oleh tujuan pemotretan. Maka dari itu, jika kita ingin mendapatkan satu moment dan mendapatkan hasil yang terbaik, kita jangan pernah takut untuk memotret dari berbagai sudut pandang. Mulailah dari yang standar (sejajar dengan objek), kemudian cobalah dengan berbagai sudut pandang dari atas, bawah, samping sampai kepada sudut yang ekstrim.

Beberapa teknik sudut pengambilan (angle) sebuah foto, yaitu:

Pandangan sebatas mata (eye level viewing)

Merupakan cara paling umum, pemotretan sebatas mata pada posisi berdiri, hasilnya wajar/biasa, tidak menimbulkan efek-efek khusus yang terlihat menonjol kecuali efek-efek yang timbul oleh penggunaan lensa tertentu, seperti menggunakan lensa sudut lebar, mata ikan, tele, dan sebagainya karena umumnya kamera berada sejajar dengan subjek.

Pandangan burung (bird eye viewing)

Bidikan dari atas, efek yang tampak subjek terlihat rendah, pendek dan kecil. Kesannya seperti kecil terhadap subjek. Manfaatnya seperti untuk menyajikan suatu lokasi atau landscape.

Low angle camera

Pemotretan dilakukan dari bawah. Efek yang timbul adalah distorsi perspektif yang secara teknis dapat menurunkan kualitas gambar, bagi yang kreatif hal ini dimanfaatkan untuk menimbulkan efek khusus. Kesan efek ini adalah menimbulkan sosok pribadi yang besar, tinggi, kokoh dan berwibawa, juga angkuh. Orang pendek akan terlihat sedikit normal. Menggambarkan bagaimana anak-anak memandang dunia orang dewasa. Termasuk juga dalam jenis ini pemotretan panggung, orang sedang berpidato di atas mimbar yang tinggi.

Frog eye viewing, pandangan sebatas mata katak.

Pada posisi ini kamera berada di bawah, hampir sejajar dengan tanah dan tidak diarahkan ke atas, tetapi mendatar dan dilakukan sambil tiarap. Angle ini digunakan pada foto peperangan, fauna dan flora.

Waist level viewing, pemotretan sebatas pinggang.

Arah lensa disesuaikan dengan arah mata (tanpa harus mengintip dari jendela pengamat). Sudut pengambilan seperti ini sering digunakan untuk foto-foto candid (diam-diam, tidak diketahui subjek foto), tapi pengambilan foto seperti ini adalah spekulatif.

High handheld position

Pemotretan dengan cara mengangkat kamera tinggi-tinggi dengan kedua tangan dan tanpa membidik. Ada juga unsur spekulatifnya, tetapi ada kiatnya yaitu dengan menggunakan lensa sudut lebar (16 mm sampai 35 mm) dengan memposisikan gelang fokus pada tak terhingga (mentok) dan kemudian memutarnya balik sedikit saja. Pemotretan seperti ini sering dilakukan untuk memotret tempat keramaian untuk menembus kerumunan.

Background (BG) dan Foreground (FG).

Latar belakang dan latar depan adalah benda-benda yang berada di belakang atau di depan objek inti dari suatu foto. Idealnya, BG dan FG ini merupakan pendukung untuk memperkuat kesan dan fokus perhatian mata kepada objek. BG dan FG, seharusnya tidak lebih dominan (terlalu mencolok).

Dalam seni fotografi murni, rumus ini juga dapat dipergunakan untuk pengambilan gambar jarak dekat (close-up). Namun aplikasinya tidak disarankan pada close-up fotografi autopsi, karena dalam hal ini, lebih ditekankan proses representasi dari realita, misalnya pada pengambilan foto organ dalam.

EksposurEksposur perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil foto yang baik. Untuk menciptakan serangkaian warna pada gambar, kamera harus memastikan bahwa jumlah cahaya yang optimal sampai ke sensor atau film. Hal tersebut bisa diperoleh dengan mengatur lama eksposur (kecepatan rana/shutter speed) dan intensitas cahaya (bukaan diafragma/aperture) pada lensa.

Kecepatan rana atau Shutter speed adalah rentang waktu saat shutter di kamera terbuka. Secara lebih mudah, shutter speed berarti waktu di mana sensor kita melihat subjek yang akan kita foto. Gampangnya shutter speed adalah waktu antara kita memencet tombol shutter di kamera sampai tombol ini kembali ke posisi semula. Konsep ini dalam beberapa penggunaan di kamera:

Pengaturan shutter speed di kamera biasanya dalam kelipatan 2, jadi akan terlihat deretan seperti ini: 1/500, 1/250, 1/125, 1/60, 1/30 dan seterusnya. Kini hampir semua kamera juga mengizinkan pengaturan 1/3 stop, jadi kurang lebih pergerakan shutter speed yang lebih rapat; 1/500, 1/400, 1/320, 1/250, 1/200, 1/160 dan seterusnya.

Untuk menghasilkan foto yang tajam, gunakan shutter speed yang aman. Aturan aman dalam kebanyakan kondisi adalah setting shutter speed 1/60 atau lebih cepat, sehingga foto yang dihasilkan akan tajam dan aman dari hasil foto yang berbayang (blur/ tidak fokus).

Gambar 2.3 Segitiga Eksposur. Dalam fotografi forensik ada tiga elemen utama yaitu Aperture, Shutter Speed dan ISO. Ketiga elemen tersebut dinamakan The Exposure Triangle atau Segitiga Eksposur karena ketiga elemen tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain untuk menghasilkan gambar yang baik dalam rekonstruksi TKP ataupun yang diduga sebagai barang bukti.10Warna dan PencahayaanKeakuratan warna merupakan syarat yang penting bagi sebuah foto untuk dapat diajukan sebagai barang bukti di pengadilan. Pilihan auto white balance pada kamera digital dirancang untuk secara automatis menyesuaikan dengan warna-warna, atau temperatur cahaya yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang mendekati normal. Namun terkadang hal semacam itu malah bukan yang kita inginkan. Disarankan untuk tidak senantiasa memilih pengaturan auto white balance pada kamera, karena pilihan itu tidak selalu tepat. Kamera akan berupaya menganalisa warna-warna yang ada pada objek foto dan menormalkannya, tetapi seringkali gagal membedakan antara warna cahaya dan warna bawaan objek itu sendiri. Beberapa metode untuk memastikan bahwa foto berwarna secara akurat diambil dengan film berwarna, antara lain:11Jika film berwarna terpapar dengan cahaya matahari, film berwarna akan menangkap warna-warna yang sesuai. Jika pada siang hari tidak ada cahaya matahari, warna dapat secara akurat diperoleh jika flash elektronik digunakan sebagai sumber cahaya. Color correction filters juga dapat digunakan untuk mengoreksi pewarnaan yang muncul yang mungkin disebabkan oleh beberapa situasi pencahayaan.Dengan menggunakan kamera digital, pemilihan yang sesuai warna dari pencahayaan yang dominan di tempat kejadian juga akan membantu meyakinkan bahwa warna-warna yang diperoleh merupakan hasil pengambilan foto yang akurat menggunakan kamera.

Gambar 2.4 Gambar hasil pengambilan gambar dengan perbedaan ketepatan warna. Kendaraan berwarna putih tampak berwarna kuning karena adanya pencahayaan di sekitar tempat pengambilan gambar.12JarakFoto seharusnya secara akurat menggambarkan jarak yang tepat sesuai dengan tempat kejadian agar dapat diterima di pengadilan sebagai barang bukti. Ketika gambaran yang memiliki jarak yang akurat merupakan hal yang harus terpenuhi di pengadilan, normalnya dua metode digunakan untuk meyakinkan bahwa jarak yang tergambar di dalam foto akurat, yaitu:13Pengambilan foto asli dengan jarak fokus lensa normal umumnya merupakan hal penting yang mana foto tersebut tidak akan mengubah jarak relatif di bagian depan dan belakang.

Fotografer harus mampu memperkirakan jarak benda yang akan diambil gambarnya dengan posisi dia saat itu. Fotografer dapat membuat gambaran segitiga sama kaki dengan dua objek yang akan ia ambil gambarnya sehingga jarak kedua objek tersebut dengan dirinya akan sama.

Gambar 2.5 Menggambarkan gambaran segitiga sama kaki dengan dua objek yang akan ia ambil gambarnya sehingga jarak kedua objek tersebut dengan dirinya akan sama.14FokusPenting untuk yakin bahwa semua area yang menjadi objek dalam sebuah foto berada dalam keadaan fokus. Jika fotografer mengetahui bahwa area yang akan diambil gambarnya tidak akan fokus, maka ia harus mencoba menata ulang area tersebut sehingga bagian yang tidak fokus tidak ada lagi di dalam cakupan foto yang akan diambil. Seorang fotografer forensik pertama-tama harus mencoba memaksimalkan kedalaman bidang gambar yang akan diambil sehingga semua objek yang tampak akan berada dalam keadaan fokus. Pengecualian terhadap larangan bahwa fotografer forensik tidak boleh membuat buram (tidak fokus) suatu bagian dari foto adalah jika terdapat sidik jari di jendela dan fotografer tidak bisa meletakkan selembar kertas di bagian belakang jendela untuk menghilangkan latar belakang dari gambar sidik jari tersebut.112.6 Penerapan Fotografi Forensik

Fotografi forensik dalam penerapannya terdiri dari:

Fotografi olah TKP

Dalam penyidikan TKP fotografi forensik merupakan elemen penting dalam penyelidikan. Tujuannya berguna untuk mendokumentasikan tempat kejadian perkara termasuk lokasi korban sebelum diperiksa oleh ahli patologi forensik dan dibawa ke kamar mayat untuk diperiksa lebih lanjut. Untuk pengumpulan dan pemeriksaan bukti fisik seperti noda darah dan item lainnya digunakan film berwarna karena sangat cocok dalam pengumpulan semua bukti fisik pada tempat kejadian perkara. Rekaman video juga bisa digunakan dalam dokumentasi TKP. Unit TKP dan ahli patologi forensik bisa meminta bantuan ahli laboratorium untuk membantu memotret barang-barang bukti fisik, untuk mengukur perbandingan jejak bukti, identifikasi dan bisa menghasilkan pembesaran foto seperti fotografi menggunakan infra merah dan ultraviolet atau mikroskop untuk mengumpulkan laporan barang bukti yang berguna untuk persidangan.6Berikut adalah prosedur fotografi olah TKP:

Tentukan titik awal fotografi dan dilanjutkan dengan mengambil foto pada seluruh titik di TKP. Foto-foto harus berurutan dan berhubungan antara satu sama lain untuk menyajikan gambaran cerita dari TKP.4Fotografi ruangan minimal diambil dari empat sudut. Pertama, foto diambil secara serial melalui pintu masuk ruangan tempat korban ditemukan. Lalu fotografer berpindah sudut dan melakukan hal serupa saat di pintu masuk, demikian seterusnya hingga sudut ruangan yang keempat, untuk menghasilkan gambaran panoramic ruangan.4

Gambar 2.6 Menggambarkan titik pengambilan suatu Tempat Kejadian Perkara melalui empat sudut yang berbeda untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai lokasi kejadian atau gambaran panoramic.14Foto tambahan mungkin diperlukan seperti langit-langit, lantai, pintu dan lorong-lorong jika tidak tercakup dalam empat pandangan tersebut.4Fotografi bagian tubuh diambil dari semua sudut (hati-hati dari distorsi ketika memotret dari kepala dan kaki) dan bagian atas kepala jika memungkinkan. Pengambilan gambar dengan jarak pengambilan terjauh dari sisi kiri dan kanan maupun jarak dekat bila diperlukan. Tak luput dari pandangan fotografer mengenai objek di sekitar tubuh korban seperti senjata yang berpotensi sebagai senjata yang digunakan, tumpahan air dari minuman, atau asbak beserta isinya. Jangan mengganggu tubuh atau pakaian pada tubuh untuk mengambil foto. Tubuh akan difoto dan diperiksa saat otopsi.4,15Tempat Kejadian Perkara (TKP) seharusnya difoto dengan empat pandangan.4Pandangan secara keseluruhan: menampilkan lokasi, kondisi, dan lingkungan sekitar secara umum. Disebut juga overall photography.

Gambar 2.7 Overall Photography3

TKP yang berada di luar ruangan dan luas, yang meliputi beberapa bangunan dan rute, harus menggunakan fotografi udara.

TKP harus memiliki pandangan keseluruhan 360. Jika memungkinkan, sertakan pengidentifikasi seperti nomor jalan, nomor kebakaran, titik referensi permanen, dan lain-lain. Bangunan harus memiliki semua sisi, daerah sekitarnya dan bangunan yang berdekatan difoto.

Keseluruhan tampilan interior menggunakan teknik empat sudut minimum untuk semua ruangan di TKP.

Pandangan medium: menampilkan bagian yang penting dari TKP yang sebelumnya telah direkam dalam pandangan keseluruhan.

Sebuah contoh tubuh tergeletak di tengah ruangan. Pandangan keseluruhan akan menunjukkan di mana posisi tubuh yang berkaitan dengan ruangan. Pandangan medium fokus pada bagian-bagian dari tubuh yang memberikan rincian seperti jenis pakaian, posisi ekstremitas, benda-benda yang dekat dengan tubuh, dan lain-lain.

Pandangan close-up: digunakan secara spesifik untuk menunjukkan posisi dan detail. Disebut juga close-up photography.

Hal ini termasuk barang-barang seperti senjata dalam kaitannya dengan tangan, peluru bersarang di dinding, muntahan, kerusakan kusen pintu, dan lain-lain. Close-up dari semua bukti harus dilakukan sebelum pengumpulan, pengukuran dan pembuatan sketsa.

Pandangan bukti spesifik: menampilkan foto-foto rinci, mendokumentasikan benda-benda yang memiliki nilai bukti. Disebut juga specific photography.Beberapa contoh termasuk jejak alas kaki, jejak ban, sidik jari, jejak kaki, sidik jari sebelum diangkat, bekas gigitan, nomor seri, dan lain-lain.

Gambar 2.8 Specific and Close-Up Photography3

Sebagai langkah terakhir, fotografer harus berunding dengan petugas dan menjelaskan semua foto-foto yang diambil dari tempat kejadian. Petugas yang bertanggung jawab mungkin memerlukan foto tambahan.Teknik fotografi TKP menurut FBI Laboratory Division:16Memotret TKP secepat mungkin.

Siapkan log fotografi yang mencatat semua foto, deskripsi dan lokasi bukti.

Memotret secara keseluruhan, sedang, dan close-up yang terlihat dari TKP.

Foto dari sudut pandang mata untuk mewakili tampilan normal.

Memotret daerah yang paling rapuh dari TKP pertama.

Memotret semua bukti di tempat sebelum direposisi atau dibersihkan.

Semua barang bukti harus difoto close-up, pertama tanpa skala dan kemudian dengan skala, mengisi seluruh frame foto.

Memotret interior TKP dalam sebuah serial tumpang tindih menggunakan lensa normal, jika mungkin. Secara keseluruhan foto-foto dapat diambil menggunakan lensa sudut lebar.Fotografi forensik teknik

Fotografi forensik teknik meliputi:

Pemeriksaan Noda Darah

Pemeriksaan darah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi ilmuwan forensik dalam berbagai investigasi kriminalitas. Informasi diperoleh dari darah oleh ahli patologi forensik, ahli toksikologi, ahli serologi, dan ahli olah TKP.17Dokumentasi fotografi bukti fisik di TKP, termasuk noda darah, merupakan bagian penting dari upaya investigasi secara keseluruhan dan rekonstruksi. Peneliti TKP menanggapi kasus kematian dan kejahatan kekerasan non-fatal yang sering tidak menghargai informasi yang berharga tersedia dari pemeriksaan yang cermat dan interpretasi pola bercak darah. Akibatnya, dokumentasi foto korban, adegan, bukti-bukti, dan penyerang sehubungan dengan noda darah mungkin tidak lengkap dan kurang detail untuk evaluasi berikutnya dan presentasi ruang sidang.17Angle of Impact

Sudut dampak didefinisikan sebagai sudut internal di mana darah menghantam sasaran permukaan. Sudut dampak adalah fungsi dari hubungan antara lebar dan panjang noda darah yang dihasilkan. Pada dampak dari 90, resultan noda darah melingkar akan memiliki lebar yang sama dan panjang, masing-masing mewakili diameter lingkaran. Sudut dampak yang lebih akut, semakin besar elongasi dari bercak darah tersebut. Pengukuran lebar dan panjang noda darah individu diambil melalui poros tengah masing-masing dimensi. Nilai yang dihitung dari lebar rasio panjang (W / L) digunakan dalam rumus: sudut dampak = arc sin W / L. Nilai arc sin memberikan nilai sudut dampak dapat ditentukan dari tabel trigonometri atau dengan menggunakan kalkulator ilmiah yang memiliki fungsi arc sin. Sudut dampak dari noda darah adalah fungsi dari lebar-panjang rasio.17

Gambar 2.9 Sudut dampak17

Foto Bercak Darah dengan LuminolLuminol adalah senyawa chemiluminescent yang terkenal dan digunakan sebagai uji katalitik dugaan untuk adanya darah, mengambil manfaat dari peroksidase-seperti aktivitas heme untuk memproduksi cahaya sebagai produk akhir bukan reaksi warna sebenarnya. Reagen luminol digunakan pada objek atau area yang mengandung jejak yang dicurigai terdapat noda darah. Iluminasi putih keabu-abuan atau produksi cahaya dari area yang dicurigai diamati dalam ruangan gelap merupakan tes yang positif. Luminol sangat baik digunakan untuk mendeteksi jejak darah yang tidak dapat dilihat secara langsung di TKP. Hal ini termasuk pelacakan darah di lantai yang gelap dan area karpet, celah dan retakan di lantai dan dinding, dan area di mana dicurigai telah dibersihkan dari darah sebelumnya.18Nilai dari bukti noda darah sebagai alat penting untuk rekonstruksi TKP ditingkatkan dengan dokumentasi fotografi yang baik. Fotografi menyediakan catatan permanen bukti bercak darah dalam sebuah kasus yang mudah disampaikan kepada hakim. Bukti foto harus dalam pengawasan ahli dan pengacara serta menjadi alat bantu visual terhadap hakim yang harus menimbang bukti dan mencapai keputusan yang benar di pengadilan.18

Gambar 2.10 Foto bercak darah dengan luminol18

Gambar 2.11 Cap tangan yang berdarah pada handuk merah dilihat dengan luminol18Investigasi Bekas GigitanBekas gigitan pada kulit menujukkan pola luka di kulit yang diakibatkan oleh gigi. Hal ini adalah tanda signifikan yang paling sering menyertai tindak kekerasan kriminal seperti pembunuhan, kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak. Bekas gigitan dapat juga ditimbulkan oleh binatang, paling sering anjing dan kucing.2

Tujuan dari penyelidikan tanda gigitan ada tiga: pertama, untuk mengenali tanda gigitan; kedua, untuk memastikan bahwa itu akurat unutk didokumentasikan; dan ketiga, untuk membandingkannya dengan gigi dari tersangka. Pengumpulan bukti tanda gigitan memerlukan pengetahuan dan pengalaman. Hal ini menyita waktu dan penanganan teknis yang sulit yang bertujuan untuk merekam cedera bermotif dengan cara yang dapat direproduksi pada ukuran dan bentuk untuk perbandingan di masa akan datang menjadi replica gypsum (model) dari gigi tersangka.2

Gambar 2.12 Tanda gigitan manusia dewasa memperlihatkan dua lengkungan yang berbeda (bagian atas lebih besar, bagian bawah lebih kecil).19

Gambar 2.13 Diagram gambaran dari tanda gigitan manusia dewasa yang mencerminkan pola khas permukaan yang berhubungan pada gigi.19Dokter gigi forensik adalah orang yang tepat untuk membuat fotografi yang diperlukan sebagai perbandingan terhadap gigi tersangka. Foto kerja adalah gambar penting yang akan digunakan untuk ukuran yang dikontrol dibandingkan dengan gigi tersangka. Penggaris ABFO #2 memiliki dua skala, linear dan sirkular dan baik digunakan untuk tujuan ini. Tanda gigitan harus difoto dengan kulit dalam posisi di mana ia digigit. Pada orang dewasa hidup, ini dapat dipastikan melalui cerita. Pada orang yang meninggal dan anak-anak, kulit harus difoto dalam rentang posisi yang mungkin.2

Gambar 2.14 Penggaris ABFO #2 memiliki skala akurat: linear dan sirkular2Identifikasi Sidik JariIstilah sidik jari mengacu pada ibu jari, telapak dan jari kaki. Ketika diperiksa oleh ahli sidik jari menjadi alat identifikasi yang sangat berharga. Sidik jari terdiri dari beberapa jenis, yaitu:2Sidik jari yang terlihat seperti debu, lumpur, darah, minyak atau permukaan yang kontras dengan latar belakangnya

Sidik jari laten, tersembunyi sebelum dimunculkan dengan serbuk atau alat pohy light

Sidik jari cetak, pada permukaan yang lembut seperti lilin, purty

Sidik jari etched, pada logam yang halus, disebabkan oleh asam yang ada dalam kulit

Sidik jari banyak ditemukan dalam tempat kejadian perkara dan sangat mudah rapuh jika tidak dijaga dan ditangani dengan baik. Untuk dapat memudahkan proses identifikasi sidik jari, maka seringkali digunakan serbuk atau bahan kimia lain atau bahkan fotografi pollilight.2

Gambar 2.15 Sidik Jari Laten. Identifikasi sidik jari laten dengan menggunakan serbuk kimia.203. Fotografi Autopsi Gambar 2.16 Fotografi autopsi2

Banyak penyelidikan kematian medikolegal mengandalkan informasi yang diperoleh dari otopsi. Keberhasilan dari otopsi dalam menjawab pertanyaan (misalnya: identifikasi, penyebab cedera) tergantung pada sistematis pendekatan oleh ahli patologi. Otopsi lengkap adalah serangkaian langkah yang diperlukan oleh ahli patologi, yang menerima informasi latar belakang tentang almarhum, melakukan pemeriksaan luar dan diseksi internal, dan mengumpulkan sampel yang sesuai tubuh untuk pengujian tambahan. Perawatan dilakukan oleh ahli patologi dalam proses ini tercermin dalam laporan otopsi yang akurat, yang membahas pertanyaan-yang paling penting penyebab kematian. Ahli patologi harus menyadari potensi perangkap pada setiap langkah penyelidikan postmortem, apapun yang dapat menimbulkan risiko ke resolusi final penyelidikan medikolegal.21Teknik Fotografi Autopsi

Setelah olah TKP selesai, tubuh korban dikirim ke instalasi kedokteran forensik untuk dilakukan pemeriksaan kedokteran forensik oleh ahli patologi forensik. Proses pemeriksaan ini harus didokumentasikan oleh seorang fotografer autopsi. Syarat utama yang harus dimiliki seorang fotografer autopsi adalah memiliki dasar pengetahuan anatomi tubuh manusia. Pengambilan gambar dilakukan sejak tubuh korban tiba, dimulai dari jarak pengambilan terjauh dari tubuh korban dengan sudut pengambilan gambar pada bagian depan dan belakang korban, dilanjutkan dengan proses serupa saat pemeriksaan dimulai, yakni mulai dari pelepasan pakaian hingga pembersihan tubuh korban. Close-up dilakukan pada pengambilan gambar perlukaan yang ditemukan pada tubuh korban, pada luka tembak, patah tulang, atau terhadap jaringan parut, tattoo, dan lain sebagainya, berkaitan dengan kepentingan foto untuk proses identifikasi pada mayat tak dikenal. Pada pemeriksaan dalam, pengambilan gambar dilakukan dua kali. Pertama, in situ untuk memperlihatkan lokasi dan beratnya penyakit atau kerusakan yang terjadi. Kedua, gambar diambil setelah organ dikeluarkan dan dibersihkan.4BAB 3

KESIMPULAN

Fotografi forensik adalah suatu proses seni yang menghasilkan bentuk reproduksi dari tempat kejadian perkara atau tempat kejadian kecelakaan secara akurat untuk kepentingan penyelidikan hingga pengadilan.

Tujuan dari fotografi forensik antara lain untuk memberikan catatan visual dari suatu peristiwa dan area terkait, merekam tampilan awal dari TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan bukti fisik, mendapatkan arsip yang baik dan lengkap, menyediakan catatan permanen untuk analisis peristiwa kepada penyidik dan sebagai referensi di masa yang akan datang, serta memberikan catatan permanen ke pengadilan.Fotografi forensik memberikan analisis bahan fotografi dan bukti multimedia lainnya menggunakan fotografi dan teknik pencitraan elektronik, yang meliputi tanggal pembuatan foto-foto Polaroid, penentuan jenis kamera yang digunakan, memastikan hasil foto yang telah dicetak, membandingkan objek seperti pakaian, kendaraan, bangunan, dan senjata dengan bukti fotografi, gambar elektronik, atau video, analisis video forensik, menunjukkan video di pengadilan, fotografi bekas gigitan dan cedera lainnya, serta fotografi kendaraan dan bukti fisik lainnya.Peralatan fotografi forensik seperti kamera digital SLR, lensa close-up (makro) f/1.4 atau f/2.8, 60 mm, zoom lenses: f/2.8, 1870 dan 70200 mm, atau f/3.5, 18200 mm, lensa polarisasi, ball-head tripod, flash eksternal, lighting slaves, light towers, filter yang sesuai untuk digunakan dengan ALS, ring flash attachment, dan skala.

Pengambilan foto dalam fotografi forensik harus memperhatikan beberapa teknik fotografi, seperti pemeriksaan metadata, aperture lensa, komposisi gambar, eksposur, warna dan pencahayaan, jarak, serta fokus.Fotografi forensik dalam penerapannya terdiri dari fotografi olah TKP, fotografi forensik teknik yang meliputi pemeriksaan noda darah; foto bercak darah dengan luminol; investigasi bekas gigitan; identifikasi sidik jari; serta fotografi autopsi.b.

a.

20