Formulasi Tablet CTM

41
Formulasi Tablet CTM Posted on May 13, 2012 by mayaniiii 0 PENDAHULUAN Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun menyembuhkan penyakit. Menurut undang-undang yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperindah tubuh atau bagian tubuh manusia. Sediaan obat dibuat dan disimpan sedemikian rupa dengan memperhatikan sifat bahan obat yang digunakan, sehingga efektivitas optimal dan sifat tidak merusaknya, terjamin. Konsentrasi dan jumlah bahan penolong yang digunakan dalam pembuatannya harus tersatukan dengan bahan aktifnya (Voigt, 1994). Dewasa ini sediaan tablet semakin popular pemakaiannya dan merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi. Tablet merupakan

Transcript of Formulasi Tablet CTM

Page 1: Formulasi Tablet CTM

Formulasi Tablet CTM

Posted on May 13, 2012 by mayaniiii

0

PENDAHULUAN

Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua

makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun

menyembuhkan penyakit. Menurut undang-undang yang dimaksud dengan obat adalah suatu

bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis,

mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah

atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperindah tubuh atau bagian tubuh

manusia. Sediaan obat dibuat dan disimpan sedemikian rupa dengan memperhatikan sifat bahan

obat yang digunakan, sehingga efektivitas optimal dan sifat tidak merusaknya, terjamin.

Konsentrasi dan jumlah bahan penolong yang digunakan dalam pembuatannya harus tersatukan

dengan bahan aktifnya (Voigt, 1994).

Dewasa ini sediaan tablet semakin popular pemakaiannya dan merupakan sediaan yang paling

banyak diproduksi. Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan

baik formulasi maupun cara penggunaannya. Beberapa keuntungan sediaan tablet diantaranya

adalah sediaan lebih kompak, biaya pembuatannya lebih sederhana, dosisnya tepat, mudah

pengemasannya, sehingga penggunaannya lebih praktis jika dibandingkan dengan sediaan yang

lain (Lachman, et al., 1994).

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian

besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak

digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul

menggunakan cetakan baja (Ditjen POM, 1995).

Page 2: Formulasi Tablet CTM

Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat, umumnya dengan penambahan bahan

pembantu, pada mesin yang sesuai, dengan menggunakan tekanan tinggi. Tablet dapat memiliki

bentuk silinder, kubus, batang, atau cakram, serta bentuk seperti telur atau peluru. Garis tengah

tablet pada umumnya 5-17 mm, sedangkan bobot tablet 0,1-1 g (Voigt, 1995).

Metode Pembuatan Tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin

slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran

campuran dan atau kemampuan kempa (Ditjen POM, 1995). Butiran granulat yang diperoleh,

partikel-partikelnya mempunyai daya lekat. Daya alirnya menjadi lebih baik sehingga pengisian

ruang cetak dapat berlangsung secara kontiniu dan homogen. Keseragaman bentuk granulat

menyebabkan keseragaman bentuk tablet (Voigt, 1995).

a. Granulasi basah

Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan

pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari

pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan

ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief,

1994).

b. Granulasi kering

Metode ini digunakan pada keadaan dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung,

obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya (Lachman, et al., 1994). Setelah

penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slugg atau dikompresi menjadi tablet yang

besar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup keras agar ketika

dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan

Page 3: Formulasi Tablet CTM

tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin ditambahkan dan tablet

dikempa (Ansel, 1989).

c. Kompresi Langsung

Beberapa bahan obat seperti kalium klorida, kalium iodida, amonium klorida, dan metenamin

bersifat mudah mengalir, sifat kohesifnya juga memungkinkan untuk langsung dikompresi tanpa

memerlukan granulasi(Ansel, 1989). Istilah kempa langsung telah lama digunakan untuk

memperkenalkan pengempaan senyawa kristalin tunggal (biasanya garam anorganik dengan

struktur kristal kubik seperti natrium klorida, natrium bromida, atau kalium bromida) menjadi

suatu padatan tanpa penambahan zat-zat lain. Hanya sedikit bahan kimia yang mempunyai sifat

alir, kohesi, dan lubrikasi di bawah tekanan untuk membuat padatan seperti ini (Siregar dan

Wikarsa, 2010).

Sekarang istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet dikempa

langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi, disintegran,

dan lubrikan), yang akan mengalir dengan seragam ke dalam lubang kempa dan membentuk

suatu padatan yang kokoh. Tidak ada prosedur praperlakuan granulasi basah atau kering yang

diperlukan pada campuran serbuk (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Keuntungan metode kempa langsung yaitu :

1. Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit

2. Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang

diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan

juga lebih sedikit.

3. Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab.

Page 4: Formulasi Tablet CTM

4. Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi langsung

menjadi partikel. Tablet kempa langsung berisi partikel halus sehingga tidak melalui proses dari

granul ke partikel halus terlebih dahulu. Modifikasi lanjut dari proses kempa langsung adalah

penggunaan penggerusan pracampur zat aktif keras dengan satu atau lebih pengisi dan

penambahan pengisi dan pengikat lain sebelum campuran akhir dikempa langsung (Siregar dan

Wikarsa, 2010).

Keuntungan tablet dibandingkan dengan sediaan yang lain:

1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua

bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang rendah.

2. Ongkos pembuatannya paling rendah.

3. Sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.

4.Paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal ditenggorokan.

5.Mempunyai sifat stabilitas mikrobiologis yang paling baik (Lachman, et al., 1994).

BAB I

Monografi Dan Perundang-undangan

I.I Monografi

Page 5: Formulasi Tablet CTM

Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 100,5 %

C16H19ClN2.C4H4O4 dihitung terhdap zat yang telah dikeringkan. Klorfeniramin maleat atau

CTM, memiliki nama Kimia : 2-[p-kloro-α-[2 dimetilamino)etil] benzyl piridina maleat dan

memiliki rumus molekul : C16H19ClN2.C4H4O4. Klorfeniramin maleat memiliki berat molekul

sebesar 390,87. Pemerian , berupa serbuk hablur, putih, dan tidak berbau. Larutan mempunyai

pH antara 4 dan 5. Kelarutan : mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform;

sukar larut dalam eter dan dalam benzena (Ditjen POM, 1995).

I.II Perundang-undangan

CTM atau klofeniramin maleat) adalah obat golongan antihistamin H1 sebagai obat antialergi

dengan reaksi alergi ringan sampai sedang dan obat untuk anafilataksis. CTM adalah obat bebas

terbatas artinya yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus ada

tanda peringatan (P) boleh dijual bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas

terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.

Gambar logo obat bebas terbatas

Dosis CTM dalam 1 tablet adalah 4 mg sedangkan pada injeksi adalah 10 mg dalam 1 ampul.

Dosis terapetiknya adalah 4 mg dalam 1 tablet dan jika melebihi dosis tersebut maka akan

menimbulkan efek samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun

dirasa mengganggu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi

karena adanya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM. Efek samping lainnya

sedasi, gangguan saluran cerna, efek anti muskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinitus,

euphoria, nyeri kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi dan kelainan darah. Jadi aturan pakainya

yang harus diperhatikan. Begitu juga dengan dosisnya, karena sebenarnya satu butir CTM saja

sudah cukup. Dosis yang diperlukan untuk menimbulkan efek kantuk adalah seperempat tablet

CTM. Sehingga perlu diingatkan pada masyarakat bahwa penambahan dosis yang tidak terbatas

malah akan menimbulkan efek toksik bagi tubuh.

Page 6: Formulasi Tablet CTM

BAB II

Analisis Farmakologi

II.I Mekanisme Obat

Chlorpheniramin maleat atau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu antihistaminika

yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk). Namun, dalam penggunaannya di

masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin sendiri. Keberadaanya sebagai

obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk

rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat beristirahat.

CTM adalah obat antihistamin yang mempunyai nama dagangnya yaitu CTM dan mengandung

Chlorpheniramini maleas 4 mg, itu artinya nama obat ini bukan merupakan isi kandungan

melainkan hanyalah sebuah nama merek obat tersebut. Histamin merupakan zat yang diproduksi

oleh tubuh yang dapat menyebabkan seseorang bersin, mata berair, gatal-gatal dan reaksi alergi

lainnya. Oleh karena itu CTM merupakan obat yang bisa meredakan gejala-gejala alergi yang

ditimbulkan oleh histamine.

CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-

macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan

lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi

IV(FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam

lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.

Menurut Dinamika Obat (ITB,1991),CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang

mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian

Page 7: Formulasi Tablet CTM

mampu meniadakan kerja histamin. Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat

menimbulkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus,

uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamine mencapai kulit misal

pada gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau

terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang

peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun. CTM sebagai AH1 menghambat

efek histamine pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos.

Farmakodinamik dari antagonism terhadap Histamin, AH1 menghambat efek histamine pada

pembulih darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos; selain itu, AH1 bermanfaat

mengibati hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai dengan penglepasan histamine

endogen berlebihan. Secara umum, AH1 efektif menghambat kerja histamn pada otot polos usus

dan bronkus. Bronkokonstriksi akibat histamine dapat dihambat oleh AH1. Peninggian

permeabilitas kapiler dan edema akibat histamine, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1.

Reaksi anafilaksis dan berbagai reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1,

karena disini bukan histamine yang berperan tetapi autakoid lain yang dilepaskan. Efektivitas

AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala akibat

histamine. Efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat

oleh AH1. AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-

kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah, dan eksitasi. Dosis AH1

umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya

kewaspadaan, dan waktu reaksi yang lambat. Beberapa obat AH1 juga efektif untuk menghambat

mual dan muntah untuk akibat peradangan labirin atau sebab lain.

Beberapa AH1 bersifat anestetik local dengan intensitas berbeda. Banyak AH1 bersifat mirip

atropine. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek antikolonergik ini dapat timbul pada

beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.

II.II Efek Farmakologi

Page 8: Formulasi Tablet CTM

Klorfeniramin adalah derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih kuat dan derajat

toksisitas yang sama. Efek sampingnya sedatif ringan dan sering kali digunakan dalam obat

batuk. Klorfeniramin maleat merupakan antihistamin jenis antagonis reseptor H-1 yang bekerja

dengan cara memblokir reseptor H-1 dengan menyaingi histamin pada resptornya di otot licin

didnding pembuluh darah dan dengan demikian menghindarkan timbulnya reaksi alergi (Tjay,

2002).

CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan

toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga

dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Namun sebagaimana sebagian besar

obat yang mempunyai efek samping, obat ini juga mempunyai efek samping mengantuk

sehingga tak jarang obat ini sering dijadikan obat tidur. Sebernarnya kurang tepat apabila obat ini

di jadikan obat kantuk, karena oabat ini mempunyai efek resintensi, artinya semakin lama kita

menggunakan CTM berarti semakin kurang efek kantuknya. Efek samping lain dari CTM adalah

Sedasi, gangguan gastro intestinal, efek muskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinitus, eufria,

sakit kepala, merangsang susunan saraf pusat, reaksi alergi, kelainan darah.

Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala

seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini

menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka

yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM

atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan. Jadi sebenarnya rasa kantuk

yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping dari obat tersebut.

Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat pengikatan histamin

pada resaptor histamin.

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsopsi dengan baik. Efeknya timbul 15-30 menit

setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah

hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam,

terutama dalam bentuk metabolitnya.

Page 9: Formulasi Tablet CTM

II.III Dosis

Dosis terapi 4 mg dalam satu tablet dimana AH1 umumnya menyebabkan

penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan

waktu reaksi yang lambat. Dosis pemakaian CTM adalah sebagai berikut: untuk dewasa

dosisnya, 3 – 4 kali sehari 0.5 sampai 1 tablet. Untuk anak-anak 6 – 12 tahun, dosis

pemakaiannya, 0.5 x dosis dewasa. Sedangkan untuk anak-anak 1 – 6 tahun, dosisnya adalah

0.25 x dosis dewasa. Dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek berarti pada sistem

kardiovaskular.

BAB III

Farmasetika

Tablet dibuat dari bahan aktif dan bahan tambahan yang meliputi bahan pengisi, penghancur,

pengikat dan pelicin. Salah satu bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan tablet adalah

klorfeniramin maleat. Klorfeniramin maleat kurang menguntungkan jika dibuat secara granulasi

basah karena pada granulasi basah diperlukan adanya air serta pengeringan. Pembuatan tablet

klorfeniramin maleat secara granulasi kering juga kurang mendukung karena pada proses

tersebut diperlukan tekanan yang relatif besar yang akan mempengaruhi kestabilan klorfeniramin

maleat. Oleh sebab itu, metode kempa langsung merupakan metode pembuatan klorfeniramin

maleat yang menguntungkan.

Page 10: Formulasi Tablet CTM

Dalam menghasilkan tablet secara umum yang memenuhi persyaratan, diperlukan bahan-bahan

penolong yang digunakan pada pembuatan tablet yang diharapkan dapat meningkatkan sifat

aliran dan kompaktibilitasnya.

Bahan Tambahan dalam Pembuatan Tablet

Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan tablet, umumnya terdiri dari :

1) Bahan Pengisi (Filler/Diluent)

Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume dan berat tablet. Bahan ini ditambahkan

jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa (Anonim, 1995). Bahan pengisi ini menjamin

tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1984). Bahan pengisi tablet yang

umum adalah laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal (Anonim, 1995).

2) Bahan Pengikat (Binder)

Bahan pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat (Lachman et.,al,

1994). Bahan pengikat ini dimaksudkan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet.

Bahan pengikat sangat membantu dalam pembuatan granul, diantara bahan pengikat yang

digunakan adalah mucilage amili, gelatin, gom arab, tragakan, derivate selulosa dan polivinil

pirolidon. Penambahan bahan pengikat tidak boleh terlalu lebih atau kurang, bila terlalu lebih

biasanya akan dihasilkan granul yang keras untuk dibuat tablet atau sebaliknya bila kurang akan

dihasilkan tablet yang cenderung lunak dan rapuh (Banker and Anderson,1986).

3) Bahan Penghancur (Disintegrant)

Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet kontak dengan cairan.

Hancurnya tablet akan menaikkan luas permukaan dari fragmen-fragmen tablet sehingga akan

mempermudah terlepasnya obat dari tablet .Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan

pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Dapat juga

berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi

Page 11: Formulasi Tablet CTM

bagian- bagian. Fragmen-fragmen tablet itu mungkin sangat menentukan kelarutan selanjutnya

dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan (Banker and Anderson, 1986). Jenis

bahan penghancur yang umum digunakan adalah amilum, derivate selulose, asam alginate,

veegum, koalin dan bentonit.

4) Bahan Pelicin (Lubricant)

Berdasarkan fungsinya bahan pelicin dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

a) Lubricant, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antar sisi tablet dengan dinding ruang

cetakan (die) dan antara dinding die dengan punch, sehingga tablet mudah dikeluarkan dari

cetakan.

b) Glidant, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antar partikel yang mengalir dari hopper

ke ruang cetak ( die), sehingga memperbaiki sifat alir serbuk atau granul yang akan dikempa dan

akan berpengaruh pada keseragaman bobot tablet.

c) Anti adherent, yang berfungsi mencegah melekatnya tablet pada die dan permukaan punch.

Sebagai bahan pelicin yang biasa digunakan adalah magnesium stearat, aerosil, talk dan kalsium

stearat. Jumlah pelicin yang digunakan pada pembuatan tablet yang satu dengan yang lain

berbeda-beda mulai dari yang sedikit kira-kira 0,1 % dari berat granul sampai

sebanyakbanyaknya 5% (Ansel, 1989).

Bahan pelicin yang sering digunakan adalah talk konsentrasi 5% tepung jagung konsentrasi 5-

10%, koloid-koloid silika seperti cab-o-sil atau siloid atau aerosil dalam konsentrasi 0,25-3%

(Lachman et.,al., 1994).

Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet

Pemeriksaan kualitas tablet dilakukan untuk mengetahui mutu fisik dari tablet yang dihasilkan,

pemeriksaan kualitas tablet meliputi :

Page 12: Formulasi Tablet CTM

a. Keseragaman Bobot Tablet

Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot pada tiap

tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang ditentukan dalam Farmakope

Indonesia edisi III (Anonim, 1979). Penyimpangan bobot yang dipersyaratkan oleh Farmakope

Indonesia adalah sebagai berikut :

Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan dengan

menimbang 20 tablet, menghitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu per satu, tidak

ada dua tablet pun yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih

besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak satu tablet pun yang menyimpang dari

bobot rata-ratanya dari harga yang ditetapkan pada kolom.

B. Faktor yang mempengaruhi keseragaman bobot yaitu kondisi peralatan yang digunakan dalam

proses pentabletan, seperti berubahnya pengaruh tekanan (Anonim, 1979).

Tabel 1.Persyaratan penyimpangan bobot (Anonim, 1979)Bobot rata-rata (mg) Penyimpangan

bobot rata-rata dalam %

A B

25 mg atau kurang 15 30

25 mg – 150 mg 10 20

151 mg- 300 mg 7.5 15

Lebih 300 mg 5 10

b. Kekerasan Tablet

Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan

mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan tablet selama pembungkusan,

pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan.

Page 13: Formulasi Tablet CTM

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan

yang dikempa, kekerasan tablet yang baik antara 4 – 8 kg (Parrott,1971).

c. Kerapuhan Tablet

Kerapuhan adalah parameter lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan dan

goncangan. Besaran yang dipakai adalah % bobot yang hilang selama pengujian. Alat yang

digunakan adalah friabilator tester. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerapuhan antara lain

banyaknya kandungan serbuk (Fines). Kerapuhan di atas 1 % menunjukkan tablet yang rapuh

dan dianggap kurang baik (Banker and Anderson, 1986). Tablet bagus bila tablet yang diuji tidak

boleh berkurang lebih dari 1% dari berat tablet uji (Mohrle, 1989).

d.Waktu Hancur Tablet

Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam medium yang sesuai

sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kassa alat pengujian. Faktor-faktor yang

mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika kimia granul dan kekerasan tablet. Kecuali

dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15 menit

(Anonim,1979). Waktu hancur yang semakin cepat maka semakin cepat pula pelarutan dari

bahan berkhasiat sehingga akan lebih cepat berkhasiat bagi tubuh.

5. Pemeriksaan Keseragaman Kandungan Zat Aktif

Keseragaman kandungan zat aktif dapat diterapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu

keseragaman bobot atau keseragaman kandungan. Tablet memenuhi keseragaman kandungan zat

aktif jika kadar 10 tablet yang diperiksa memberikan hasil dalam batas 92,5% sampai 107,5%

dari jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995).

III.I Preformulasi

Page 14: Formulasi Tablet CTM

Struktur Kimia dan karakteristik

CTM atau klorofeniramin maleat mengandung gugus klor, 2-dimetilamino-etil benzil dan gugus

piridina maleat.

Bobot Molekul

CTM atau klorfeniramin maleat memiliki berat molekul 390,67 g/mol.

Metode Analitik

prosedur analisis kimia CTM dilakukan menggunakan metode Spektrofotometri dengan

menganalisis serapan cahaya oleh gugus kromofor yang terdapat dalam struktur kimia CTM.

Dari serapan cahaya ini dapat diketahui nilai serapannya (absorbansi). Dengan demikian dapat

diketahui kadar dari tablet CTM yang dibuat dengan cara memplot nilai absorbansi yang

diperoleh pada persamaan regresi linier dari kurva baku CTM.

Bahaya potensial dan Toksikologi

CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan

toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga

dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia. Dosis terapi AH1 umumnya

menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk, berkurangnya

kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini menguntungkan bagi pasien yang

memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan

dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu, pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM

dilarang mengendarai kendaraan. Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah

penggunaan CTM merupakan efek samping dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah

sebagai antihistamin yang menghambat pengikatan histamin pada resaptor histamin. Efek

samping : Sedasi, gangguan saluran cerna, efek anti muskarinik, hipotensi, kelemahan otot,

tinitus, euphoria, nyeri kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi dan kelainan darah. Jadi aturan

Page 15: Formulasi Tablet CTM

pakainya yang harus diperhatikan. Begitu juga dengan dosisnya, karena sebenarnya satu butir

CTM saja sudah cukup. Dosis yang diperlukan untuk menimbulkan efek kantuk adalah

seperempat tablet CTM. Sehingga perlu diingatkan pada masyarakat bahwa penambahan dosis

yang tidak terbatas maah akan menimbulkan efek toksik (racun).

III.II Formulasi : CTM atau klorfeniramin maleat dibuat dalam bentuk tablet yang berisi zat aktif

dan eksipiennya. Yanuar, et.,al, (2003) telah melakukan penelitian yaitu preparasi dan

karakterisasi selulosa mikrokristal dari nata de coco untuk bahan pembantu pembuatan tablet

yang menggunakan nata de coco yang diperoleh dari pasaran. Berdasarkan interpretasi data

spektrum inframerah dan spektrum difraksi sinar-x terlihat bahwa selulosa mikrokristal

mempunyai kemiripan dengan Avicel PH-102 yang sering digunakan sebagai pengisi dalam

tablet CTM dengan rumus empirik (C6H10O5)n sehingga dari menelitian ini memungkinkan

kita untuk menggunakan selulosa mikrokristal dari nata de coco sebagai bahan pembantu

pembuatan tablet. Pada awalnya, selulosa mikrokristal dibuat dari tumbuhan berkayu dan kapas.

Produk komersial selulosa mikrokristal yang ada di pasaran bersumber dari tumbuhan berkayu,

misalnya konifer (Bimte dan Tayade, 2007; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005). Beberapa

laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dihasilkan dari kulit kacang

kedelai, sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, tongkol jagung, bambu India dan lain-lain

(Ejikeme, 2008).

Ada beberapa masalah selama produksi produk selulosa. Masalah ini mencakup polusi yang

terjadi selama proses pulping dan bleaching selama pemurnian serat selulosa dan sejumlah besar

residu cair serta toksin yang dilepaskan dari selulosa (Chen, et al., 2010). Selain itu, penggunaan

kayu sebagai sumber pembuatan selulosa mikrokristal dapat mengurangi ketersediaan kayu dan

menyebabkan penebangan hutan secara besar-besaran. Hal ini dapat mengakibatkan

ketidakseimbangan ekologis. Oleh karena itu, perlu dicari sumber nonkayu sebagai sumber

alternatif untuk mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kayu dalam

pembuatan selulosa mikrokristal (Behin, et al., 2008).

Page 16: Formulasi Tablet CTM

Berdasarkan masalah di atas, digunakan nata de coco sebagai alternatif sumber selulosa

mikrokristal karena nata yang merupakan selulosa bakteri mempunyai keunggulan antara lain

kemurnian, daya regang dan daya serap air yang lebih tinggi daripada selulosa tumbuhan

(Chawla, et al., 2008).

III.III Perhitungan dan Penimbangan

Menurut buku Formularium Nasional Edisi ke-II tahun 1978. Resep dari Tablet Klorfrniramina

adalah

Komposisi Tiap tablet mengandung:

Chlorpheniramini Maleas 4 mg

Zat tambahan yang cocok secukupnya

Penyimpanan. Dalam wadah tertutup rapat.

Dosis. Dewasa: 3 sampai 4 kali sehari setengah sampai 1 tablet.

Anak: bayi. 3 sampai 4 kali sehari seperempat tablet. Anak berumur dibawah 12 tahun, 3 sampai

4 kali sehari setengah tablet.

-Formulasi Baru tablet CTM

Formula tablet CTM dengan bahan pengisi selulosa mikrokristal dari nata de coco. Dibuat

formula untuk 1000 tablet, berat pertablet 200 mg dan penampang tablet 9 mm.

Berat 1000 tablet = 1000 tablet x 0,2 gram = 200 gram

Page 17: Formulasi Tablet CTM

Klorfeniramin maleat = 1000 tablet x 0,004 gram = 4 gram

Amilum manihot 5 % = 5% x 200 gram = 10 gram

Magnesium Stearat = 1% x 200 gram = 2 gram

Talkum = 1% x 200 gram = 2 gram

Selulosa mikrokristal = 200 gram – ( 10 + 2 +2+ 4) gram

= 182 gram

III.V Pembuatan

Dimasukkan g klorfeniramin maleat ke dalam lumpang, kemudian ditambahkan dengan 10 g

amilum manihot, selanjutnya tambahkan 2 g magnesium stearat dan 2 g talkum sambil digerus.

Tambahkan sedikit demi sedikit selulosa mikrokristal sambil terus digerus sampai semua

komponen homogen.

Dilakukan uji preformulasi dan kemudian dicetak menjadi tablet dengan diameter 9 mm.

III.VI Evaluasi Fisika Sediaan

Appearance (penampilan)

-shape (bentuk) : tablet

-warna : putih

-permukaan : rata

Uji Keseragaman bobot

Page 18: Formulasi Tablet CTM

Dilakukan uji keseragaman diambil tablet klorfeniramin maleat dengan bahan pengisi

selulosa mikrokristal dari nata de coco dengan persyaratan:

Untuk bobot rata-rata 151 mg sampai dengan 300 mg, penyimpangan untuk kolom A adalah

tidak lebih dari 7,5 % dan kolom B tidak lebih dari 15 %.

Uji Friabilitas Tablet

Uji Friabilitas Tablet = a-b /a x 100%

Dimana: a = bobot 20 tablet sebelum diputar dengan friabilator (gram)

b = bobot tablet sesudah diputar dengan friabilator (gram)

F = Friabilitas (%)

Syarat friabilitas tablet:

Kehilangan bobot tidak boleh lebih dari 0,8 % (F ≤ 0,8%).

Uji Kekerasan tablet

Uji ini dilakukan untuk emnjamin ketahanan tablet terhadap gaya mekanis pada proses

pengemasan dan penghantaran. Prosedurnya diambil 20 tablet diambil secara acak laludiukur

kekerasannya menggunakan hardness tester.

Uji Waktu Hancur

Dilakukan dengan memasukkan 5 tablet kedalam keranjang, naik turunkan keranjang

secara teratur 30 kali tiap menit, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang

Page 19: Formulasi Tablet CTM

tertinggal di atas kas, kecuali melalui melalui fragmen yang berasal dari zat penyalut. Kecuali

dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15

menit untuk tablet tidak bersalut.

BAB IV

Analisis Kimia

IV.I Identifikasi Zat Aktif

Identifikasi CTM atau klorfeniramin maleat dilakukan dengan cara:

Spekturm serapan ultraviolet larutan 0,002 % b/v dalam asam sulvat 0,1 N setebal 2 cm pada

daerah panjang gelombang antara 230 nm dan 350 nm menunjukkan maksimum hanya pada 265

nm; serapan pada 265 nm lebih kurang 0,85.

Lakukan kromatografi lapis tipis yang tertera pada kromatografi, menggunakan silikagelG/F-254

P sebagai zat jerap, panaskan lempeng pada suhu 105˚ selama 30 menit. Sebagai fasa bergerak

digunakan 5 campuran 5 bagian volume etilasetat 3 bagian volume methanol P dan 2 bagian

volume asam asetat encer P. totolkan terpisah masing-masing 2 ul larutan dalam kloroform P

yang mengandung (1) 0,5 % b/v zat uji dan (2) 0,5 % b/v klorfeniramina maleat PK. Angkat

lempeng, biarkan kering diudara, amati dengan lampu ultraviolet 254 nm. Dua bercak utama

yang diperoleh dengan larutan (1) sesuai dengan bercak yang diperoleh dengan larutan (2).

Semprot lempeng dengan Larutan kaliun iodobismutat encer P. bercak utama yang diperoleh dari

larutan (1) sesuai dengan bercak yang diperoleh dengan larutan (2).

Page 20: Formulasi Tablet CTM

Larutan 500 mg dalam 5 ml air, tambahkan 2 ml ammonia P. sari 3 kali, tiap kali dengan 5 ml

kloroform P. uapkan lapisan air hingga kering, tambahkan 0,2 ml asam sulfat encer P dan 5 ml

air. Sari 4 kali, tiap kali dengan 25 ml eter P. uapkan kumpulan sari eter dengan mengalirkan

udara panas; suhu suhu lebur sisa lebih kurang 130˚.

IV.II Evaluasi Kimia Sediaan

Magnesium Stearat

Nama : Magnesium Oktadekanoat, Asam Dekanoat

-Evaluasi organoleptik

Pemerian berupa serbuk halus dan voluminus, putih, bau khas dan mudah melekat di kulit dan

bebas dari butiran.

-Evaluasi kelarutan

Kelarutannya tidak larut dalam etanol, air dan eter.

Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Alasan penggunaannya karena bersifat lemak dan

tersedia dalam ukuran partikel kecil. Logam stearat meerupakan yangpaling efisien dan lazim

digunakan. Pada umumnya lubrikan ini tidak reaktif, tetapi sedikit bersifat basa. Logam stearat

berfungsi sebagai glidan dan anti adheren.

Page 21: Formulasi Tablet CTM

Talk

-Evaluasi organoleptik

Pemerian berupa serbuk hablur sangat halus, putih atau putih kelabu dan berkilat, tidak berbau

dan mudah melekat di kulit dan bebas dari butiran.

-Evaluasi kelarutan

Tidak larut dalam etanol, air dan praktis tidak larut dalam eter (anonim,1995)

Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik. Talk berfungsi sebagai lubrikan dan glidan. Talk

digunakan secara luas dan mempunyai sifat menguntungkan yaitu lebih unggul daripada pati

dalam meminimalkan setiap kecenderungan zat yang melekat pada permukaan pons, suatu sifat

yang kadang – kadang digolongkan sebagai antiaderen.

Amilum

-Evaluasi organoleptik

Bentuknya berupa serbuk sangat halus, putih dan tidak berbau.

-Evaluasi kelarutan

Mudah larut dalam NaOH dan praktis tidak larut dalam air dan asam diluet dan pelarut organik

lainnya (anonim,1995)

Penyimpananya dalam wadah tertutup tertutup rapat. Digunakan sebagai pengikat serbaguna

untuk menghasilkan tablet yang terdesintegrasicepat dan granulasi yang hanya dibuat dengan

menggunakan pati sebagai pengikat internal dan digranulasi dengan air. Pati merupakan

Page 22: Formulasi Tablet CTM

pengabsorsi minyak yang baik. Selain itu dapat digunakan sebagai desintegran yang membantu

hancurnya tablet.

Selulosa Mikrokristal

Evaluasi organoleptik

Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial, berwarna putih, tidak

berbau, tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang menyerap. Selulosa

mikrokristal secara komersial tersedia dalam berbagai ukuran partikel dan tingkat kelembapan

sehingga mempunyai sifat dan penggunaan yang berbeda ( Rowe, et al., 2009).

CTM Atau Klorfeniramin Maleat

-Evaluasi organoleptik

Pemerian berupa serbuk hablur, putih, dan tidak berbau.

-Evaluasi kelarutan

Larutan mempunyai pH antara 4 dan 5. Kelarutan : mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan

dalam kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena (Ditjen POM, 1995).

BAB V

Pengemasan dan Informasi obat

V.I Pengemasan

Seperti baju yang dikenakan manusia, kemasan primer merupakan komponen penting pada

produk farmasi. Bahan kemas primer adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan

Page 23: Formulasi Tablet CTM

yang dikemas produk, antara lain : strip/blister, botol, ampul, vial, plastic, dan lain-lain. Fungsi

utama kemasan adalah sebagai pelindung produk. Kemasan juga sangat vital untuk

mempertahankan kualitas produk. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72

tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Kemasan yaitu sediaan

farmasi dan alat kesehatan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus

sediaan farmasi dan alat kesehatan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak. Pengemasan

sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan menggunakan bahan kemasan yang

tidak membahayakan kesehatan manusia dan/atau dapat mempengaruhi berubahnya persyaratan

mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.

Kemasan yang digunakan dalam sediaan tablet biasanya menggunakan kemasan Strip/Blister,

begitu pula dengan obat CTM yang mempunyai kemasan yang sama dengan tablet. Strip/blister

merupakan kemasan yang menganut sistem dosis tunggal, biasanya untuk sediaan padat (tablet,

kapsul, kaplet, dan lain-lain) per oral. Kemasan strip dibentuk dengan mengisi dua rangkaian

lapis tipis yang fleksibel dan dapat disegel panas melalui suatu gulungan perekat yang

dipanaskan, atau suatu piring yang dapat bergerak dan dipanaskan. Produk dijatuhkan ke dalam

kantung yang dibentuk sebelum akhirnya disegel. Suatu strip yang panjang terbentuk, umumnya

terdiri dari beberapa bungkusan, tergantung dari kapasitas mesin kemasannya. Strip berisi

kemasan obat dipotong panjangnya sesuai dengan jumlah kemasan yang diinginkan.

Produk yang disegel antara dua lembaran lapisan tipis itu biasanya mempunyai suatu segel di

sekitar setiap tablet, dan biasanya dipisahkan dari bungkus-bungkus yang berdekatan karena

adanya perforasi.

Bahan kemasan dapat berupa kertas, kertas timah (alumunium foil), plastik/selofan, sendiri atau

dalam bentuk kombinasi. Jika penampilan suatu produk dirasa penting, dapat menggunakan

selofan yang dapat disegel panas atau poliester yang dapat disegel panas. Apalagi bagian muka

dan bagian belakang suatu kemasan dapat menggunakan bahan-bahan yang tidak sama.

Pemilihan bahan yang digunakan tergantung pada tuntutan produk dan mesin.

Page 24: Formulasi Tablet CTM

Kemasan blister dibentuk dengan melunakkan suatu lembaran resin termoplastik dengan

pemanasan, dan menarik (dalam vakum) lembaran plastik yang lembek itu ke dalam suatu

cetakan. Sesudah mendingin, lembaran dilepas dari cetakan dan berlanjut ke bagian pengisian

dari mesin kemasan.

Blister setengah keras yang terjadi sebelumnya diisi dengan produk, dan ditutup dengan bahan

untuk bagian belakang yang dapat disegel dengan pemanasan. Bahan untuk bagian belakangnya

atau tutupnya, dapat digunakan dari jenis yang bisa didorong atau jenis yang dapat dikelupas.

Bahan-bahan yang umum digunakan untuk blister yang dapat dibentuk dengan panas adalah

plivinil klorida (PVC), kombinasi PVC/polietilen, polistiren, dan polipropilen. Karena alasan

ekonomi dan karena sifat kerja beberapa mesin, blister pada kebanyakan unit kemasan terbuat

dari PVC. Sebagai tambahan perlindungan terhadap lembab, lapisan poliviniliden klorida (saran)

atau poliklorotrifluoroetilen (aclar) boleh dilaminasikan pada PVC. Daya hambat lembab dari

PVC/aclar lebih unggul dibandingkan dengan PVC yang berlapis saran, terutama jika lama

disimpan pada kelembaban yang sangat tinggi.

Indikasi AH1 berguna untuk pengibatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau

mengobati mabuk perjalanan. AH1 berguna untuk mengobati alergi tipe eksudatif akut misalnya

pada polinosis dan utkaria. Efeknya bersifat paliatif, membatasi dan menghambat efek histamine

yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-antibodi terjadi. AH1 tidak berpengaruh terhadap

intensitas reaksi antigen-antibodi yang merupakan penyebab berbagai gangguan alergik.

Keadaan ini dapat diatasi hanya dengan menghindari allergen dan desensitisasi. AH1 dapat

menghilangkan bersin, rinore dan gatal pada mata, hidung dan tenggorokan pada pasien seasonal

hay fever. AH1 efektif terhadap alergi yang disebabkan oleh debu, tetapi kurang efektif bila

jumlah debu banyak dan kontaknya lama. Kongesti hidung kronik lebih refrakter terhadap AH1.

AH1 tidak efektiv pada rhinitis vasomotor. Manfaat AH1 untuk mengobati batuk pada anak

dengan asma diragukan, karena AH1 mengentalkan sekresi bronkus, sehingga dapat menyulitkan

ekspektorasi. AH1 efektif untuk mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik

hasilnya kurang baik. Kadang-kadang AH1 dapat mengatasi dermatitis atopic, dermatitis kontak

dan gigitan serangga.

Page 25: Formulasi Tablet CTM

AH1 efektif untuk dua per tiga kasus verigo, mual dan muntah. AH1 efektif sebagai anti muntah

pasca bedah, mual dan muntah waktu hamildan setelah radiasi. AH1 juga dapat digunakan untuk

mengobati penyakit meniere dan gangguan vestibularlain. Penggunaan AH1 lain ialah untuk

mengobati pasien paralisis agitans (penyakit Parkinson) yaitu mengurangi rigiditas dan tremor.

Sifat anastetik local AH1 digunakan untuk menghilangkan gatal-gatal. Tetapi harus diingat

bahwa pada penggunaan topical, AH1 ini bias menyebabkan sensitivitas kulit.

Efek samping, pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang

bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Terdapat variasi yang besar

dalam toleransi terhadap obat antar individu, kadang-kadang efek samping ini sangat

mengganggu sehingga terapi perlu dihentikan. Efek samping yang paling sering adalah sedasi.

Pada anak-anak, obat ini akan mengentalkan dahak sehingga menyulitkan kerja ekspektoran.

CTM juga kurang bermanfaat sebagai dekongestan. Mereka bisa mengatasi penyempitan

bronkos tetapi tidak cukup kuat untuk menjadi bronkodilator. CTM mempunyai sifat

antikolinergik sehingga bisa menimbulkan kesukaran pada buang air kecil. Obat ini jarang dijual

dalam bentuk tunggal dan sering menimbulkan mulut kering serta gangguan buang air kecil.

Gejala lainnya dapat berupa mual dan muntah sehingga obat ini harus dimakan sesudah makan.

Ancaman keracunan obat ini terbuka lebar karena sering tersedia dirumah. Sekitar 20-30 tablet

yang dimakan seorang anak dapat menyebabkan kematian.

PENUTUP

- CTM atau klofeniramin maleat) adalah obat golongan antihistamin H1 sebagai obat antialergi

dengan reaksi alergi ringan sampai sedang dan obat untuk anafilataksis.

- CTM adalah obat bebas terbatas artinya yaitu obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi

berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P) boleh dijual bebas.

- Formulasi dari obat CTM bisa menggunakan bahan lain atau pengganti yaitu selulosa

mikrokristal dari nata de coco sebagai pengisi tablet.

Page 26: Formulasi Tablet CTM

- Analisis zat aktif dapat dilakukan dengan Spekturm serapan ultraviolet dan kromatografi

lapis tipis.

- Uji fisika sediaan tablet CTM adalah uji keseragaman bobot, uji friabilitas tablet , uji

kekerasan tablet, uji waktu hancur.

- Pengemasan tablet CTM dapat dikemas dalam bentuk strip/blister.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press.

Azwar, Bahar. 2011.Bijak Mengonsumsi Obat Flu.Penerbit Kawan Pustaka : Jakarta.

Banker,G.S dan N.R Anderson.1986. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, Lea and

Febinger. Philadelphia.

Behin, J., Mikaniki, F., dan Fadaei, Z. (2008). Dissolving Pulp (alpha-cellulose) from Corn Stalk

by Kraft Process. Iranian Journal of Chemical Engineering. 5: hal. 14

Bhimte, N.A., dan Tayade, P.T. (2007). Evaluation of Microcrystalline Cellulose Prepared From

Sisal Fibers as aTablet Excipient: A Technical Note. AAPS PharmSciTech. 8 (1) : hal. 1

Chawla, P.R., Bajaj, I.B., Survase, S.A., dan Singhal, R.S. (2008). Microbial Cellulose:

Fermentative Production and Applications.Food Technol. Biotechnol. 47 (2): hal. 108

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI.

Page 27: Formulasi Tablet CTM

Ditjen POM. (1979). Famakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Ejikeme, P.M. (2008). Investigation of the Physicochemical Properties of Microcrystalline

Cellulose from Agricultural Wastes I: Orange Mesocarp. Cellulose. 15: hal. 141-142

Lachman L., Lieberman H.A., Kanig J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri.

Penterjemah: Suyatni S. Edisi II. Jakarta: UI Press.

Mohrle,R. 1989. Effervescent Tablet in Pharmaceutical Dosage Form Table. New York: Marcel

Dekker Inc.

Ohwoavworhua, F.O., dan Adelakun, T.A. (2005). Some Physical Characteristics of

Microcrystalline Cellulose Obtained from Raw Cotton of Cochlospermum planchonii. Tropical

Journal of Pharmaceutical Research. 4 (2): hal. 501-507

Parrot,E.L.,1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, 3rd Ed. Minneapolis:

Burger Publishing Company.

Rowe, C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Exipients. Sixth

Edition. Chicago: Pharmaceutical Press. hal.131

Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S.(2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Tjay,T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan Dan Efek-Efek

Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Page 28: Formulasi Tablet CTM

Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah : Soendani

Noerono .Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Yanuar, A., Rosmalasari, E., dan Effionora, A. (2003). Preparasi dan Karakterisasi Selulosa

Mikrokristal dari Nata de coco untuk Bahan Pembantu Pembawa Tablet. ISTECS JOURNAL.

Volum IV : hal. 71-78