Formulasi Cajuputi Ointment
-
Upload
kharisma-aprilita-rosyidah -
Category
Documents
-
view
1.840 -
download
42
description
Transcript of Formulasi Cajuputi Ointment
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN SEMISOLIDA
OLEUM CAJUPUTI OINTMENT
Dosen pembimbing :
Kelas / Kelompok : D / 2
Anggota Kelompok :
1. Hilya 050911261
2. Raniea Hamid 050911278
3. Halib Masbubi C. M. 051011024
4. Galih Satrio Putra 051011027
5. Diajeng Putri Paramita 051011034
6. Narendra Kusuma Wardhana 051011036
7. Afifah Faza 051011042
8. Kharisma Aprilita Rosyidah 051011106
9. R. Kamilia Fitri 051011186
10. Linggar Sekar Utari 051011222
11. Lulus Megawati 051011256
12. Ayek Rezka Trialvianti 051011258
13. Rahma Nita Nirmala 051011262
14. Noor Azira A. R. 051011284
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
Oleum cajuputi atau yang lebih dikenal dengan minyak kayu putih adalah minyak
atsiri yang diperoleh dari destilasi daun segar Melaleuca leucadendra L dan spesies lain dari
Myrtaceae dan dimurnikan melalui destilasi uap. Tanaman ini dapat berupa belukar atau
pohon yang dapat ditemui di Indonesia Timur dan Australia. Mayoritas produksi mimyak
atsiri atay minyak kayu putih di pulau Buru dan pulau Banda. Minyak ini mengandung 50 –
60% sineol (C10H18O), meol , aseton, terpen, dan sesquiterpen. Pemerian oleum cajuputi yaitu
cairan tidak berwana atau kuning, bau aromatis, rasa menusuk seperti kamfer diikuti rasa
dingin.
Oleum cajuputi mempunyai khasiat untuk penggunan internal maupun eksternal.
Penggunaan eksternal minyak kayu putih sebagai karminatif, obat sakit perut dan saluran
cerna serta ekspektoran pada kasus laringitis dan bronkhitis. Selain itu, pada penggunaan
eksternal oleum cajuputi dapat memberikan efek antibakteri. Bakteri yang dapat dihambat
oleh oleum cajuputi meliputi bakteri gram positif dan gram negatif. Oleum cajuputi juga
dapat berfungsi sebagai antifungal terhadap C. albicans (Oyedeji et. all, 1999). Meskipun
banyak pengobatan tradisional yang menggunakan oleum cajuputi sebagai analgesik dan anti
inflamasi, namun pengujian klinisnya tidak memberikan hasil yang konsisten dan masih
harus diuji lebih jauh lagi kebenarannya (Silva, Jeane. et all. 2003).
Minyak kayu putih mempunyai sifat yang tidak dapat larut dalam air, sehinggauntuk
penggunaan topikal lebih tepat jika dibuat dalam bentuk ointment. Sediaan salep sendiri,
menurut FI IV masih dibagi menjadi 4 kelompok yakni salep basis hidrokarbon, salep serap,
salep yang dapat tercucikan oleh air, dan salep yang larut dalam air. Sedangkan sediaan kami
disini merupakan salep yang ditujukan untuk minyak kerik (massage), dan counter irritant.
Dimana kedua efek tersebut memiliki tujuan terapi yang berbeda, minyak kerik hanya
diinginkan bahan obat lepas dari sediaan dan tetap berada di permukaan kulit. Sedangkan
untuk efek counter irritant, bahan obat diinginkan masuk menembus kulit hingga ke lapisan
viable epidermis. Maka perlu pertimbangan untuk memutuskan jenis salep yang digunakan
agar tujuan terapi dapat tercapai.
BAB II
TINJAUAN BAHAN AKTIF
Senyawa aktif Karakteristik Fisika Karakteristik
Kimia
Keterangan
Oleum cajuputi
Sinonim :
Oleum
Eucalypti
Essencia de
Eucalipto
Essence of
Eucalyptus
Rectifiee
Eucalypti
Aetheroleum
Cineole
Minyak atsiri yang
diperoleh dengan
penyulingan uap daun
dan ranting segar M.
leucadendra L dan M.
minor Sm, mengandung
sineol C10H18O (50% -
65%)
Pemerian :
Tidak berwarna, kuning
atau hijau, bau khas
aromatik, rasa pahit
Kelarutan :
Larut dalam 2 bagian
etanol 80% p, jika
disimpan lama kelarutan
akan berkurang; mudah
larut dalam etanol 90%
p (1 : 1-10)
Bobot per ml 0,910 g
sampai 9,23 g
Indeks bias : 1,464 –
1,472
BJ : 0,912 – 0,925
Produk yang mengandung
minyak kayu putih harus
disimpan pada suhu tidak
melebihi 25 ° C di sumur
diisi kontainer. Lindungi
dari cahaya (Reynolds,
1982).
BAB III
TINJAUAN BENTUK SEDIAAN
SALEP
Definisi
1. Farmakope Indonesia edisi III (1979)
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok
2. Farmakope Indonesia edisi IV (1995)
Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukan untuk pemakaian topical
pada kulit atau selaput lendir.
3. British Pharmacopeia (2002)
Salep adalah sediaan yang mengandung satu fase basis yang mana fase padat
atau cair bisa terdispersi.
4. The Art Science and Technology of Pharmaceutical Compounding (1998)
Salep adalah sediaan semisolid yang diaplikasikan secara eksternal pada kulit
atau selaput lendir. Salep akan lunak atau mencair pada suhu tubuh..Salep harus
menyebar dengan mudah dan tidak boleh terasa gritty
5. The Pharmaceutical Codex 12th
Ed
Salep adalah sediaan semisolid yang pemakaiannya ditujukan untuk kulit atau
membran mukosa tertentu. Biasanya berbentuk dispersi satau atau lebih bahan
obat dalam basis non aqua.
Basis salep biasanya anhidrat dan terdiri dari lemak, minyak dan lilin hewan,
tanaman dan mineral, non oleaginous (bahan yang berminyak) dan bahan
sintesis (yang biasanya tidak disarankan menjadi basis ideal salep). Salep tidak
boleh mengiritasi kulit, tidak boleh memperlambat penyembuhan luka, harus
bertekstur lembut, inert, tidak berbau, memiliki sifat fisika kimia yang stabil dan
kompatibel dengan kulit dengan perawatan dermatologikal.
Klasifikasi
Berdasarkan basisnya (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995)
1. Dasar Salep Hidrokarbon
- Dasar salep berlemak (contoh: vaselin putih)
- Salep dimaksudkan untuk emperpanjang kontak bahan obat dengan kulit
dan bertindak sebagai pembalut penutup
2. Dasar Salep Serap
a. Dasar salep yang dapat campur dengan air membentuk emulsi air dalam
minyak (contoh: lanolin anhidrat)
b. Emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan
air tambahan (Lanolin)
3. Dasar Salep yang Dapat Dicuci dengan Air
4. Dasar Salep Larut dalam Air
Karakter Sediaan Salep (Husa’s Pharmaceutical Dispensing)
1. Stabil
2. Halus
3. Mudah digunakan
4. Bahan dasarnya sesuai
5. Homogen
Alasan penggunaan sediaan salep menurut Farmakope Indonesia IV halaman 18 :
- Khasiat yang diinginkan
- Sifat bahan yang dicampurkan
- Ketersediaan hayati
- Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi
Alasan pemilihan sediaan salep untuk bahan aktif oleum cajuputi :
- Oleum cajuputi tidak larut dalam air sehingga dibuat sediaan ointment
- Diinginkan sediaan yang melekat lama pada permukaan kulit karena oleum
cajuputi berkhasiat sebagai anti iritant, dan rubifacient
- Karena bahan aktif bersifat volatile, maka diinginkan bahan aktif dapat
bertahan agar tidak menguap pada suhu tubuh dengan menggunakan basis
hidrokarbon, basis absorbsi, dan basis lainnya pada salep.
- Salep bersifat anhydrous sehingga dapat meminimalisir kontaminasi mikroba
yang biasa tumbuh pada tempat dengan kadar air yang tinggi
BAB IV
SPESIFIKASI SEDIAAN
Kategori Spesifikasi
Kadar bahan aktif 3 %
Kemasan terkecil 20 g
Bau Bau khas aroma kayu putih
Warna Kuning muda
Tekstur Lembut, halus
Kemudahan pengolesan Mudah dioleskan
Viskositas 450 – 600 dPa S (seperti
vaselin album)
Daya sebar Mudah menyebar
Tipe aliran Plastis
Tujuan sediaan 1. Untuk pemijatan.
2. Counter irritant.
BAB V
BAGAN ALIR
Sediaan Ointment Ol. Cajuputi
Sediaan oinment
mengandung fase yang
mudah teroksidasi dan
menjadi tengik
Diperlukan antioksidan
BHT
α-tocopherol
ascorbyl palmitate
butilated hydroxyonilose
Antioksidan terpilih :
BHT
Alasan :
BHT larut dalam minyak
kompatibel
Diinginkan sediaan ointment
Diperlukan corrigen odoris Cera alba
Vaselin album
Parafin liquidum
Adeps lanae
PEG 4000
Macrogol )PEG400)
Olive oil
Hard parafin
Cetostearyl alcohol
petrolatum
Basis salep terpilih :
Vaselin album
PEG 400
PEG 4000
Cera alba
Alasan :
Membentuk konsistensi yang
baik
Unruk meningkatkan
aseptabilitas
Oleum mentha piperitae
Oleum jasmin
Oleum rosarum
Odoris terpilih :
Oleum mentha piperitae
Alasan :
Karena memiliki aroma yang
dapat menguatkan aroma
dari bahan aktif
Diperlukan basis
Ditakutkan pada proses
penyulingan Ol. Cajuputi
hasilnya tidak murni,
sehingga kemungkinan
adanya spora logam yang
bisa mengkatalis reaksi
oksidasi
Diperlukan anti chelating
agent
EDTA
Na-EDTA
Maliol
Cumaric Acid
Chelating agent tepilih :
EDTA
Alasan :
Non toxic, non iritan,
kompatibel
BAB VI
FORMULA BAKU
Eucalyptus Ointment (Unguentum Eucalyp.)
Sumber : Extra Pharmacopeia Martindale 25th
ed. Page 855
R/ Eucalyptus oil 10 gram
Hard Parafin 40 gram
White soft parafin 50 gram
Unguentum Analgesique (Vick’s Vaporub)
Sumber : Formularium Medicamentorum Selectum halaman 91
R/ Menthol 2,750
Camphor 5
Ol. Eucalypti 1,500
Ol. Nucistae 0,750
Ol. Cedri Fol. 0,750
Terebinth 5
Thymol 0,250
Vas. Album ad 100
m.f.ung.
s.u.e
Balsem Merah (Salep Merah Tjap Matjan / Tiger Balsam Merah)
Sumber : Formularium Medicamentorum Selectum halaman 91
R/ Ol. Caryophyl 4
Ol. Cinnamom. 5
Camphor 10
Ol. Eucalypti 11
Menthol 20
Paraf. Sol. 20
Vas. Flav. Ad 100
m.f.ung.
s.u.e
Balsem balpirik kayu putih (hijau) khusus untuk pijat
Sumber : (www.farmasiku.com)
Oleum cajuputi 10%
Oleum eucalypti 4%
Oleum myristicae 1%
Terpentinae 2%
Menthol 0,5%
Vaselin album ad 100%
Eucalyptus Ointment
Sumber : Ben’s Botanic Doctor Adviser
Elder oil 12 oz
White wax 2 oz
Spermaceti 1½ oz
Eucalyptus oil 2 drachms
Winter green oil 20 drops
BAB VII
BAHAN TAMBAHAN
BASIS
No. Nama bahan Sifat fisiko kimia Rentang pemakaian
1. Mineral oil /
Paraffin
liquidum
(HPE 6th
ed.
page 445)
Pemerian : tidak berwarna, tidak berbau, jernih,
cairan berminyak yang viscous, tidak
berfluoresensi, praktis tidak berasa dan tidak
berwarna ketika dingin dan memiliki bau khas
ketika dipanaskan
Kelarutan : praktis tidak larut etanol 95%,
gliserin dan air. Larut dalam aseton, benzene,
chloroform, eter dan petroleum eter, karbon
disulfida. Larut dengan volatile oils kecuali
castor oil
Inkompatibilitas : dengan oksidator kuat.
HLB = 12
Viskositas : 110-230mPas (T=20oC)
TD>360oC
Topical ointment :
0,1-0,5%
Topical lotions :
1,0-20,0%
Topical emulsion :
1,0-32,0%
2. White
Petrolatum /
Vaselin album
/ Soft Parafin
(HPE 6th
ed.
page 482)
Pemerian : putih hingga kuning pucat, massa
lembut berminyak, tidak berasa, dapat
ditembus cahaya, tidak berbau, sedikit
berfluorescent ketika terkena cahaya matahari
Kelarutan : praktis tidak larut aseton,etanol
95%, gliserin dan air, larut dalam benzene,
karbon disulfida, kloroform, eter, heksana,
fixed ols atau volatile oils
Tidak boleh dipanaskan dalam waktu lama di
atas 70oC
Inkompatibilitas: petrolatum merupakan
material inert dengan sedikit inkompatibilitas
TL = 38-60oC
HLB = 9
Topical ointment up to
100%
Topical emulsions =
4-25%
Emollient topical
creams = 10-30%
3. Cetil alkohol Pemerian : kepingan putih dari wax, berbau dan
rasa tawar
Kelarutan: larut bebas dalam etanol 95%,
kelarutan meningkat dengan peningkatan
temperature. Praktis tidak larut air
TL = 45-42oC
Zat murni = 49oC
4.
Petrolatum /
Vaselin flavum
(HPE 6th
ed.
page 481)
Pemerian : warna kuning pucat, massa lembut,
tidak berasa, tidak berbau, dapat atau mudah
ditembus cahaya, tidak berfluorosensi ketika
dilebur.
Kelarutan : praktis tidak larut aseton, etanol
95% panas/dingin, gliserin dan air. Larut dalam
benzene, karbon disulfid, kloroform, eter,
heksane, minyak menguap dan sebagian
minyak lemak
TL = 38-60oC
Topical ointment up to
100%
Topical emulsions =
4-25%
Emollient topical
creams = 10-30%
5. Cetostearyl
alcohol
(HPE 6th
ed.
page 150)
Pemerian : merupakan campuran alcohol
alifatis padat, terutama stearyl (50-70%) dan
setil alcohol (20-30%) bentuk pellet atau
granul. Dengan pemanasan meleleh berubah
jernih.
TL = 49-56oC
Kalarutan : larut dalam etanol (95%), eter dan
minyak, praktis tidak larut dalam air
Inkompatibilitas : dengan oksidator kuat dan
garam logam
Stabilitas: stabil pada kondisi penyimpanan
normal yaitu ditempatkan pada wadah tertutup
dan tempat kering.
6. White wax,
Cera alba
(HPE 6th
ed.
Pemerian: lembaran berwarna putih atau agak
kuning, tidak berasa, agak transparan. Baunya
sama dengan cera flavum namun lebih lemah.
Emollient = 2 -5%
Emulsifying agent = 2
-5%
page 779) Kelarutan : larut dalam kloroform, eter,
minyak, karbon disulfide, larut sebagian dalam
etanol (95%), praktis tidak larut air
Inkompatibilitas : dengan oksidator kuat. Dapat
menurunkan titik leleh inuprofen sehingga
cenderung sticking selama proses film coating
pada kristal ibuprofen.
Stabilitas: stabl pada suasana asam, basa,
cahaya, dan udara.
TL = 61-65oC
HLB = 12
Stiffening agent = 2 –
10%
Water absorption =
5%
7. Lanolin, Wool
fat, Adeps
lanae
(HPE 6th
ed.
page 377)
Pemerian: warna kuning pucat, substansi lilin
yang berwarna kusam, bau khas, leburan
lanolin jernih atau hampir jernih, cairan
berwarna kuning
Kelarutan: mudah larut dalam benzene,
kloroform, eter dan petroleum spiritus. Agak
sukar larut dalam etanol 95% mendidih. Praktis
tidak larut air
TL = 38-44oC
Inkompatibilitas: lanolin mengandung pro
oksidan yang dapat mempengaruhi kestabilan
bahan aktif tertentu
Stabilitas: dalam penyimpanan dapat
teroksidasi. Tidak toksik dan tidak mengiritasi,
dapat menyebabkan alergi pada kulit sensitif
8. PEG 4000 Pemerian: putih, konsistensi padat, bau manis
Kelarutan: larut dalam aseton,
etanol,diklorometan
Inkompatibilitas: dengan paraben
Stabilitas: oksidasi dapat terjadi pada suhu
50˚C (terpapar lama)
Viskositas: 110 – 170 mPas (cP)
TL: 50 -58˚C
9. Paraffin
solidum
(HPE 6th
ed.
page 474)
Pemerian : tidak berbau, tidak berasa, tembus
cahaya, tidak berwarna atau padatan putih, saat
disentuh terasa sedikit berpasir dan beberapa
rapuh, ketiika dicairkan berpendar
Kelarutan : larut dalam kloroform, eter, minyak
menguap dan beberapa minyak yang panas,
sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut
dalam aseton, etanol (95%) dan air. Dapat
bercampur dengan sebagian wax jika
dipanaskan kemudian didinginkan
Stabilitas: disimpan pada suhu < 40˚C
TL =50-61oC
HLB = 11
10 Macrogol,
Carbowax,
PEG 400 (HPE
5th
ed p. 545)
Pemerian: tidak berwarna atau sedikit kuning,
cairan kental atau bau khas, rasa pahit
Kelarutan: semuanya larut dalam air, larut
dalam aseton, etanol, diklorometan
Viskositas: 105 – 130 mPas (cP)
Basis terpilih :
Cera alba
Vaselin album
PEG 400
PEG 4000
Alasan :
Dapat membentuk konsistensi basis sesuai yang diinginkan
Kompatibel dengan bahan lain yang digunakan
ANTI OKSIDAN
No. Nama bahan Sifat fisiko kimia Rentang pemakaian
1. Butylated
Hydroxy Anisole
(HPE 5th
ed. page
101)
Pemerian : kristal/serbuk putih atau kuning
pucat dengan bau yang khas
Kelarutan : praktis tidak larut air, larut dalam
methanol, sangat larut dalam ≥50% larutan
etanol, propilen glikol, kloroform, eter,
hexane, cotton seed oil, peanut oil, soybean
oil, glyceryl monohidrat dan dalam larutan
alkali hidroksida
Inkompatibilitas : dengan oxidizing agent
dan garam feri
Kombinasi dengan antioksidan lain seperti
Butylated Hidroxy toluene dan alkil gallat
Stabilitas : paparan dari cahaya menyebabkan
perubahan warna dan kehilangan aktivitas
Keamanan : tidak mengiritasi dan tidak
menimbulkan sensitisasi
BM = 180,25
Topical formulation :
0,005-0.02%
2. Butylated
Hydroxy Toluene
(HPE 6th
ed. page
75)
Pemerian : Kristal/serbuk putih atau kuning
pucat dengan bau yang khas
Kelarutan : praktis tidak larut air, gliserin,
propilen glikol,larutan alkali hidroksida dan
campuran asam mineral dalam air, sangat
larut dalam aseton, benzene, etanol 95%,
methanol, eter, toluene, fixed oil dan minyak
mineral. Lebih larut daripada BHA dalam
minyak makanan dan lemak.
Stabilitas ; paparan cahaya, kelembababan
dan panas menyebabkan perubahan warna
dan kehilangan aktivitasnya
Inkompatibilitas : dengan oxidizing agent
kiuat seperti peroksida dan permanganate.
Topical formulation :
0,0075-0,1%
Garam besi menyebabkan perubahan warna
dan kehilangan aktivitas
Keamanan : tidak mengiritasi dan tidak
menimbulkan sensitisasi.
3. Propyl gallate
(HPE 6th
ed.
page 587)
Pemerian : serbuk atau Kristal putih tidak
berbau atau hampir tidak berbau dengan rasa
pahit ayng pada umumnya tidak terasa pada
konsentrasi sebagai antioksidan.
Kelarutan : Almond oil 1 : 44Castor oil 1 :
4.5 ; Cottonseed oil 1 : 81 pada 30oC ;
Ethanol (95%) 1 : 3;1 : 0.98 at 25oC ; Ether 1
: 3;1 : 1.2 at 25oC ; Lanolin 1 : 16.7 at 25
oC ;
Lard 1 : 88 at 45oC ; Mineral oil 1 : 200 ;
Peanut oil 1 : 2000 ; Propylene glycol 1 : 2.5
at 25oC ; Soybean oil 1 : 100 at 25
oC ; Water
1 : 1000 ; 1 : 286 at 25oC
pH : 5,9 (0,1%b/v larutan dalam air)
stabilitas : tidak stabil pada suhu tinggi dan
cepat rusak dalam minyak goring
inkompatibilitas : dengan logam, antara lain :
natrium, kalium dan besi, membentuk
kompleks berwarna, bereaksi dengan
oxidizing agent
keamanan : menimbulkan sensitisasi yang
poten
Sampai 0,1%b/v
4. Ascorbyl
palmitat
(HPE 5th
ed. page
74)
Pemerian : praktis tidak berbau, serbuk putih
atau kekuningan
Kelarutan : Acetone 1 : 15 ; Chloroform 1 :
3300 ; 1 : 11 at 60oC ; Cottonseed oil 1 :
1670 ; Ethanol 1 : 8 ; 1 : 1.7 at 70oC ; Ethanol
(95%) 1 : 9.3 ; Ethanol (50%) 1 : 2500 ;
Ether 1 : 132 ; Methanol 1 : 5.5 ; 1 : 1.7 at
60oC ; Olive oil 1 : 3300 ; Peanut oil 1 : 3300
; Propan-2-ol 1 : 20 ; 1 : 5 at 70oC ;
Sunflower oil 1 : 3300 ; Water Practically
insoluble ; 1 : 500 at 70oC ; 1 : 100 at 100
oC
Stabilitas : teroksidasi dan mengalami
perubahan warna bila terpapar cahaya dan
kelembaban tinggi, tidak tahan pemanasan
>65oC
Inkompatibilitas : dengan oxidizing agent
Keamanan : non toxicdan non iritan
BM : 414,54
5 α-tocopherol
(HPE 5th
ed. page
55)
Pemerian : merupakan bahan alam, jernih,
tidak berwarna atau cokelat kekuningan,
viskous, cairan berminyak yang sangat lipofil
Kelarutan : praktis tidak larut air, sangat larut
dalam aseton, etanol, eter dan minyak sayur
Stabilitas : teroksidasi lambat oleh oksigen di
atmosfer dan teroksidasi cepat oleh garam
besi dan garam perak. Di simpan di botol
tertutup, tempat yang kering dan jauh dari
cahaya
Inkompatibilitas : dengan peroksida dan ion
logam khususnya besi, tembaga dan perrak,
diabsorbsi oleh plastic
Keamanan : jarang menimbulkan masalah
dalam keamanan ketika digunakan
BM : 430,72
BJ : 0,95g/cm3
TL : 235˚C
0,001 – 0,005%
Anti oksidan terpilih :
BHT
Alasan :
Karena BHT larut dalam minyak sehingga dapat mencegah timbulnya bau tengik akibat
oksidasi fase minyak. Sebenarnya setelah melakukan studi pustaka, kami ingin
menggunakan α-tokoferol sebagai antioksidan, karena selain dapat bersifat sebagai
antioksidan α-tokoferol atau yang lebih dikenal dengan vitamin E juga bagus untuk kulit.
Namun karena harganya yang mahal dan penggunaannya di laboratorium dibatasi, maka
kami akhirnya memutuskan untuk menggunakan BHA dan BHT sebagai antioksidan
CHELLATING AGENT
No. Nama Bahan Sifat Fisiko-Kimia Retang
Pemakaian
1. Maliol C6H5O2 Pemerian: kristal, rasa dan aroma karamel
Kelarutan: pada suhu 25˚C larut dalam
etanol 95% (1:21), gliserin (1:80), propen-
2-ol (1:53), propilen glikol (1:28), air
(1:83)
Inkompatibilitas: penyimpanan larutan
pekat dalam wadah logam dapat merubah
warna.
BM: 176,11 TL: 162 – 164˚C
pH: 5,3 (0,5% w/v)
2. EDTA, Edetic
Acid,
Tetraacidacid,
Tetracemic acid,
C6H16N2O8
Pemerian: serbuk kristal
Kelarutan: larut dalam larutan alkali,
hidroksida dalam air (1:500)
Inkompatibilitas: dengan oksidator kuat,
basa kuat, polivalent menthol
ampotherllin, hidrolozine, hidroclorodium
Keamanan: tidak toksik, tidak irritan,
namun dilaporkan pada sediaan nebulizer
dapat menyebabkan bronkokontriksi
0,01 – 0,1 %
BM: 292,24 TL: 220˚C (dekomposisi)
3 Fumaric acid,
Boletic acid,
C4H4O4
Pemerian: serbuk atau granul atau kristal
putih, hampir tidak berbau, dalam bentuk
serbuk kristal higroskopis
Kelarutan: sangat sedikit larut dalam
benzena, kloroform dan carbon
tetrachloride, etanol 95% (1:27) pada suhu
30˚C, aseton (1:58), air (1:200), pada suhu
25˚C (1:159), 40˚C (1:94), 60˚C (1:42)
BM: 116,07
4 Molic Acid,
C4H8O5
Pemerian: serbuk kristal putih, granule,
rasa asam kuat dan bau lemah, higroskopis
Kelarutan: larut dalam etanol 95% dan air,
praktis tidak larut dalam benzene.
Fungsi lain: antioksidan, flavoring dan
buffer
Inkompatibilitas: bereaksi dengan
pengoksidasi, terdegradasi oleh kuman
aerobik dan anaerobik, kelembaban dan
suhu tinggi tidak menyebabkan caking
Viskositas: 6,5 Cp (50% w/v larut air
25˚C)
BM: 134,09 TL: 131 – 132 ˚C
Bahan terpilih :
EDTA
Alasan :
Sebenarnya dipilih EDTA sebagai chellating agent karena bahan tersebut tidak memiliki
inkompatibilitas dengan bahan lain yang digunakan dalam pembuatan sediaan ini. Selain itu,
EDTA juga memiliki kelarutan yang cukup besar dalam minyak. Namun, karena EDTA tidak
tersedia di laboraturium, maka dalam pembuatan formula ini tidak digunakan chellating agent.
CORRIGEN ODORIS
No. Nama bahan Sifat fisiko kimia Rentang pemakaian
1. Oleum Menthae
Piperitae
(Sumber :
Practical Herbs)
Pemerian : tidak berwarna atau berwarna
kuning pucat atau kuning kehijauan ketika
baru disuling, namun menjadi lebih gelap dan
lebih viscous pada penyimpanan. Memiliki
bau yang khas dan aromatik kuat diikuti
dengan sensasi dingin disebabkan oleh
mentol yang dikandungnya. Spesific gravity :
0,900-0,920 (0,894-0,94 pada 25 °). Sudut
rotasi : -18 ° sampai -35 °.
Kelarutan : alkali hidroksida
Inkompatibilitas : dengan oxidizing agent
dan garam feri
Kombinasi dengan antioksidan lain seperti
Butylated Hidroxy toluene dan alkil gallat
Stabilitas : paparan dari cahaya menyebabkan
perubahan warna dan kehilangan aktivitas
Keamanan : tidak mengiritasi dan tidak
menimbulkan sensitisasi
BM = 180,25
Topical formulation :
0,005-0.02%
2. Oleum jasmine
(Sumber :
Practical Herbs)
Pemerian : memiliki aroma manis, flowery,
eksotis dan sedikit memabukkan.
Untuk menghasilkan aroma yang diinginkan
hanya perlu jumlah yang sedikit.
Density : 0.947 g/mL at 25 °C(lit.)
Titik leleh : 47 – 52o C
Keterangan : Bagus untuk stress dan
mengurangi rasa cemas. Sangat bagus untuk
perawatan kulit berminyak, dan kulit kering.
Terdapat lebih dari 100 konstituen yang ada
dalam minyak melati, tapi komponen kimia
utama adalah benzil asetat, linalool, benzil
alkohol, indol, benzil benzoat, cis-jasmone,
geraniol, dan metil anthranilate.
3. Oleum rosae
(Sumber :
Practical Herbs)
Pemerian : berwarna kuning pucat, cairan
bening, mempunyai bau yang khas mawar
dan kuat, agak berasa manis.
Spesifik gravitasi : 0,865-0,880 pada suhu 20
˚ C.
Agak larut dalam alkohol dan memiliki pH
netral ketika dicek menggunakan kertas
lakmus. Titik leburnya bervariasi tergantung
pada jumlah stearopten.
Mudah terbakar, dan uapnya eksplosif jika
bercampur dengan oksigen.
Corrigen odoris terpilih :
Oleum menthae piperitae
Alasan :
Karena Oleum menthae piperitae memiliki aroma yang tidak jauh berbeda
dengan aroma bahan aktif sehingga dapat menguatkan aroma bahan aktif. Selain
itu oleum menthae piperitae juga mempunyai efek hangat yang dapat menambah
efektifitas sediaan sebagai salep untuk massage dan counter irritant.
BAB VIII
RANCANGAN FORMULA
BAHAN FUNGSI RENTANG
PEMAKAIAN PENGGUNAAN
FORMULA I FORMULA II FORMULA III FORMULA IV
% Jumlah % jumlah % jumlah % jumlah
Oleum
Cajuputi Bahan obat 0,3 – 3 % 3 600 mg 3 600 mg 3 600 mg 3 600 mg
Vaselin
album Basis 84,85 16,97 g 80 16 g
Cera Alba Basis 2 – 10 % 10 2 g 40 8 g
PEG 4000 Basis 60 12 g
PEG 400 Basis 34,85 6,97 g
Cetostearyl
alkohol Basis 16,85 3,37 g
Olive oil Basis 56,85 11,37 g
Oleum
Mentha
Piperitae
Corrigen
odoris 3 tetes
BHT Antioksidan 0,0075 - 0,1 % 0,1 20 mg 0,1 20 mg 0,1 20 mg 0,1 20 mg
FORMULA TERPILIH
FORMULA I
BAHAN FUNGSI PENGGUNAAN
Rentang
Pemakaian % Jumlah
Oleum Cajuputi Bahan obat 0,3 – 3 % 3 600 mg
Vaselin album Basis 84,85 16,97 g
Cera Alba Basis 2 – 10 % 10 2 g
PEG 4000 Basis
PEG 400 Basis
Cetostearyl alkohol Basis
Olive oil Basis
Oleum Mentha
Piperitae
Corrigen
odoris 3 tetes
BHT Antioksidan 0,0075 - 0,1 % 0,1 20 mg
BAB IX
CARA PEMBUATAN
FORMULA I
Timbang berat akhir
Oleum Menthol
Piperitae 3 tetes aduk ad homogen
dan dingin
Vaselin album 16,97
gram
+
Cera alba 2 gram
lebur ad suhu 75oC.
aduk ad homogen dan
dingin
EDTA 10 mg
+
BHT 20 mg
+
Oleum Cajuputi
0,6 g
Aduk ad homogen
FORMULA II
Timbang berat akhir
aduk ad homogen
PEG 400 6,97 gram
+
PEG 4000 12 gram
lebur ad suhu 75oC.
aduk ad homogen dan
dingin
EDTA 10 mg
+
BHT 20 mg
+
Oleum Cajuputi
0,6 g
Aduk ad homogen
FORMULA III
Timbang berat akhir
aduk ad homogen
PEG 4000
1 gram
+
Vaselin album 17,97
gram
lebur ad suhu 75oC.
aduk ad homogen dan
dingin
EDTA 10 mg
+
BHT 20 mg
+
Oleum Cajuputi
0,6 g
Aduk ad homogen
FORMULA IV
Timbang berat akhir
aduk ad homogen
dan dingin
Cera alba 8 gram
+
Olive oil 11,37 gram
lebur ad suhu 75oC.
aduk ad homogen dan
dingin
EDTA 10 mg
+
BHT 20 mg
+
Oleum Cajuputi
0,6 g
Aduk ad homogen
BAB X
HASIL EVALUASI
A. Organoleptis
Sediaan Spesifikasi
Warna Putih tulang transparan
Bau Khas cajuputi
B. Viskositas
Alat : Viskosimeter stormer
Cara kerja :
1. Viskosimeter stormer letakkan di pinggir meja, untuk memudahkan pekerjaannya.
2. Mantel di bagian cawan luar diisi dengan air dan periksa suhunya
3. Masukkan larutan uji ke dalam cawan kemudian masukkan rotor (bob) secara
perlahan larutan percobaan usahakan dapat berada sampai pada leher rotor. Biarkan
sebentar supaya terjadi keseimbangan suhu.
4. Skala diatur sampai menunjukkan angka nol
5. Letakkan beban pada penggantung sampai rotor berputar
6. Catat waktu yang dibutuhkan rotor untuk berputar 100x putaran
7. Replikasi 3x
Perhitungan viskositas digunakan persamaan berikut :
η = kv
Keterangan :
kv : Konstanta alat
wt : Beban pada yield value
rpm : Jumlah putaran per menit
wv : Beban yang diberikan
Hasil evaluasi :
Diperoleh viskositas, dengan rotor 2, viskositas = 500 dPas
Pembahasan :
Untuk evaluasi viskositas dari sediaan ointment, kelompok kami menggunakan alat
viskometer stormer karena alat tersebut dapat menentukan sifat-sifat reologi dan
viskositas dari sediaan kami. Setelah dilakukan penyimpanan sediaan selama 7 hari,
tidak terjadi perubahan viskositas yang cukup signifikan dari sediaan oleum cajuputi
ointment milik kelompok kami. Sediaan kami memiliki viskositas 500 dPa s, yang
sudah masuk spesifikasi
C. Daya sebar
Alat : 2 lempeng gelas berskala
Cara kerja :
1. Meletakkan ± 1 g sediaan di pusat antara dua lempeng gelas
2. Lempeng sebelah atas diberi beban dalam interval waktu tertentu secara teratur
ditingkatkan bebannya
3. Mengukur diameter penyebaran pada sehap penambahan beban
4. Penambahan beban dihentikan saat sediaan berhenti menyebar
5. Replikasi 3x
6. Membuat grafik profil penyebaran (grafik antara berat beban vs diameter lingkaran
penyebaran)
7. Hitung harga slope
Hasil Evaluasi :
Beban(gram) Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3
(cm/menit)
0 4 4 4,2
1 4,2 4,3 4,4
2 4,4 4,5 4,6
3 4,5 4,7 4,7
4 4,5 4,7 4,7
5 4,5 4,7 4,7
6 4,5 4,7 4,7
GRAFIK DAYA SEBAR OLEUM CAJUPUTI OINTMENT
HUBUNGAN ANTARA BEBAN (X) vs PERUBAHAN DIAMETER PER SATUAN
WAKTU (Y)
Daya sebar dari suatu sediaan semisolid dihitung dari hubungan antara beban (X) VS
perubahan diameter persatuan waktu (Y) dimana nilai dari daya sebar adalah nilai slope
(tangen α= Y/X) dari persamaan regresi (y =bx+a) antara beban nol gram sampai dengan titik
dimana sediaan sudah tidak dapat menyebar lagi ketika beban ditingkatkan. Dari analisis
perhitungan diperoleh daya sebar ointment oleum cajuputi :
Replikasi I 0,21 cm/gram.menit
Replikasi II 0.16 cm/gram.menit
Replikasi III 0,20cm/gram.menit
Hasil rata-rata daya sebar ointment oleum cajuputi dari 3 replikasi diperoleh 0,19
cm/gram.menit dengan nilai standard deviasi (SD) sebesar 2,64%. Secara statistik, nilai
standart deviasi 2,64% dapat diterima karena nilai SD yang diperbolehkan oleh persyaratan
adalah kurang dari 5 %.
Menurut literatur yang kami baca, kapasitas penyebaran merupakan diameter maksimal yang
bisa dicapai sediaan saat menyebar akibat pemberian suatu beban pada sediaan tersebut
(Liebermann, 1996). Setelah kami melakukan evaluasi daya sebar dengan replikasi tiga kali,
nilai kapasitas penyebaran dari sediaan oleum cajuputi ointment kelompok kami tercantum
dalam tabel berikut :
D. Uji pelepasan
Alat : Sel difusi membran selofan dan patel disolusi Erweka
Cara kerja :
a. Pembuatan kurva baku bahan aktif
1. Larutan baku induk di pipet dengan volume tertentu dan diencerkan
dengan dapar phospat pH 6,0.
2. Konsentrasi dibuat sesuai dengan ekstingsi spesifik bahan aktif.
3. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan scaning pada panjang
gelombang 200-400nm.
b. Tahap pelaksanaan
1. Membran yang digunakan adalah membran selofan.
2. Siapkan buffer phospat pH 6,0 sebanyak 500,0ml sebagai media reseptor.
3. Suhu percobaan diatur 370C dengan kecepatan pengadukan 100 rpm.
4. Masukkan sejumlah tertentu sampel kedalam sel difusi lalu masukkan
kedalam media difusi.
5. Alat uji dinyalakan.
6. Dilakukan sampling pada 0,5,10,15,30,45,60,90 dan 120 menit dengan
volume sampling 5,0ml (sampling dilakukan pada tempat yang sama).
7. Tiap kali sampling dilakukan, digantikan dengan penambahan 5,0 ml
media kedalam wadah.
Replikasi I 4,5 cm
Replikasi II 4,7 cm
Replikasi III 4,7 cm
8. Sampel diamati dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum bahan obat, lalu didapatkan absorbansi sampel.
9. Absorbansi sampel dimasukkan ke dalam kurva baku sebagai “y” lalu
didapatkan kadar sampel (μg/ml)
10. Dihitung jumlah bahan obat yang terpenetrasi dalam media
11. Dihitung jumlah bahan obat yang terpenetrasi per satuan luas (μg/cm2)
12. Dibuat kurva jumlah kumulatif obat yang terpenetrasi per satuan luas vs
waktu.
13. Tarik garis regresi linear pada saat sudah tercapau steady state.
14. Slope yang didapat adalah harga fluks (jumlah yang lepas atau terpenetrasi
per satuan luas tiap satuan waktu)
15. Permeabilitas membran didapat dengan cara membagi fluks dengan
kadar/konsentrasi awal obat.
16. sLag time didapat dengan cara ekstrapolasi garis regresi linear.
E. Uji penetrasi
Alat : Membran milipore yang diimpregnasi dengan IPMS
Cara kerja :
a. Pembuatan media difusi dan kurva baku dimana kadar obat dalam rentang
kurva
b. Menyiapkan membrane difusi milipore
c. Preparasi sel difusi
1) Membersihkan sel difusi, kemudian ditimbang
2) Sel difusi diisi dengan sediaan bahan obat (2 gram)
3) Ditutup dengan membrane milipore yang telah diimpregnasi
dengan isopropyl ministat
4) Bersihkan sediaan yang tercecer disekitar lalu sel difusi ditimbang
lagi
5) Kasa dipasang dan diberi ring penyekal agar tidak bocor, lalu klem
dengan lempengan sel yang lain sampai rapat
d. Pengukuran bahan obat yang terpenetrasi
1) Sel difusi yang telah disimpan dimasukkan kedalam bejana
disolusi fester yang berisi dapar dengan pH dan volume tertentu.
Suhu serta kecepatan paddle diatur tertentu (dicatat sebagai t =0)
2) Pada interval waktu tertentu diambil cuplikan 5,0 ml dan untuk
tiap cuplikan ditambah dapar pH tertentu (cek absorban dengan
Spektrofotometer)
3) Konsentrasi bahan obat dengan cuplikan dihitung dengan
menggunakan persamaan regresi kurva baku
4) Dibuat grafik kumulatif jumlah obat yang terpenetrasi tiap waktu,
lalu dibuat regresi linier
F. Uji Aseptabilitas
Cara :
a. Dibuat kriteria akseptabilitas yang akan diuji, seperti kemudahan dioleskan,
kelembutan, kemudahan pencucian.
b. Dibuat skoring untuk masing-masing kriteria, misal untuk kelembutan : 5 =
untuk sangat lembut, 4 = lembut, 3 = cukup lembut,2 = kurang lembut, 1 =
tidak lembut.
c. Gunakan subyek dengan kriteria tertentu. Semakin banyak jumlah responden
maka akan semakin baik. Syarat responden adalah harus random dan
representatif.
d. Responden (subjek) harus mengisi atau menandatangani persyaratan kesediaan
menjadi subjek (Form Informed Consent).
e. Jelaskan hal-hal yang harus dilakukan subjek agar hasilnya tidak bias.
f. Lakukan perhitungan data hasil uji untuk setiap kriteria, kaitkan dengan skor
masing-masing.
g. Tampilkan data dalam bentuk grafik atau gambar
Hasil pengamatan :
Jumlah responden = 20 orang
Kriteria Keterangan Skor Jumlah Skor x jumlah
Kemudahan
pengolesan
Sulit 1 0 0
Mudah 2 16 32
Sangat mudah 3 4 12
Kelembutan
Kasar 1 2 2
Agak lembut 2 2 4
Lembut 3 16 48
Rasa greasy pada
kulit
Sangat
berminyak 1 11 22
Agak berminyak 2 9 18
Tidak terasa
berminyak 3 0 0
Form Informed Consent Uji Akseptabilitas
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
Alamat :
Umur :
Menyatakan bersedia menjadi subjek penelitian dengan judul .... serta akan mematuhi semua
yang telah ditentukan dalam protokol penelitian. Demikian persyaratan ini saya buat dengan
sebenar-benarnya tanpa tekanan dari pihak manapun.
Surabaya,
Responden
Kemudahan dicuci
dengan air
Tidak mudah
dicuci 1 3 3
Mudah dicuci 2 4 8
Sangat mudah
dicuci 3 13 39
Aroma/bau yang
ditimbulkan
Bau tidak enak
dan menyengat 1 1 1
Tidak
menimbulkan
bau apapun
2 1 2
Bau yang enak 3 18 54
Tampilan fisik
setelah pengolesan
Meninggalkan
bekas yang
sangat kentara
pada kulit
1 3 3
Bekas yang tipis 2 14 28
Tidak ada bekas 3 3 9
Grafik dan pembahasan :
Sediaan kami termasuk mudah untuk dioleskan sehingga menjadi aseptabel bagi
pengguna. Tidak perlu penekanan yang kuat karena konsistensi yang terbentuk sudah
cukup bagus, hal ini merupakan pengaruh dari komposisi basis dan konsentrasi
penggunaan yang sudah sesuai.
Berdasarkan survey, produk kami tergolong lembut yang artinya tidak ada komponen
padat dalam formula kami (EDTA dan BHT) yang tidak terlarut sehingga pengguna tidak
merasakan adanya partikel kasar saat sediaan dioleskan.
Sebanyak 55% responden kami mengatakan bahwa sediaan kami terasa berminyak, hal
ini sesuai dengan spesifikasi kami karena sediaan salep merupakan sediaan semisolid
dengan banyak komponen minyak, tanpa air.
Karena salep memiliki minyak jumlah besar dan diinginkan sediaan lama berada di kulit
maka sediaan menjadi sukar untuk dicuci.
Sebanyak 90% responden mengatakan bahwa sediaan kami memiliki bau yang enak,
karena sediaan ini mengandung bahan aktif oleum cajuputi yang memiliki bau aromatik
khas.
G. Penetapan kadar
Alat : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Fase gerak : Buat campuran air-metanol p-asam asetat glasial p (55:45;0,1)
Cara kerja :
Dilakukan menurut cara penetapan kadar sineol yang tertera pada penetapan minyak
atsiri kedalam tabung reaksi dimasukkan lebih kurang 2.1 gram orteksesol yang
telah dilebur bersama 3 gram minyak, yang telah dikeringkan dengan menggosok
dengan natrium sulfat anhidrat. Masukkan thermometer, aduk campuran, catat suhu
penghabluran tertinggi. Hangatkan hingga melebur kembali, biarkan dingin perlahan
dan terjadi penghabluran hingga penurunan suhu mencapai suhu tertinggi semula.
Suhu tertinggi adalah titik beku, lebur kembali. Ulangi penetapan titik beku hingga 2
penetapan berturut-turut diperoleh hasil yang hampir sama. Hitung kadar sineol
dalam % dengan daftar pada FI III hal 812
BAB XI
PEMBAHASAN
Minyak kayu putih atau Oleum Cajuputi (USP 1820-1936) adalah minyak atsiri yang
diperoleh dari daun segar dan ranting dari beberapa jenis Melaleuca leucadendra (Familia
Myrtaceae), dan dimurnikan dengan destilasi uap. Tanaman ini dapat berupa belukar atau
pohon yang dapat ditemui di Indonesia Timur dan Australia.Mayoritas produksi minyak atsiri
atau minyak kayu putih ialah di Pulau Buru dan Banda.Minyak kayu putih mengandung 50-
65% eukaliptol (cajuputol), terpineol dan bermacam-macam terpen. Minyak kayu putih
mempunyai khasiat untuk penggunaan eksternal dan internal. Minyak kayu putih juga
digunakan secara eksternal sebagai counterirritant cara kerjanya berdasarkan kenyataan
adanya persarafan segmental yang sama antara organ visceral dengan kulit. Counter irritant
yang digosokkan di kulit diduga akan merangsang reflex akson akibat relaksasi/vasodilatasi
di organ visceral dengan persarafan segmental yang sama. secara internal, minyak kayu putih
digunakan sebagai : stimulan, karminatif, mengeluarkan keringat.
Oleum Cajuputi dibuat sediaan topikal dengan bentuk sediaan oinment. Alasan dibuat
ointment adalah karena sifat oleum cajuputi sendiri yang tidak larut dalam air, dan juga kami
lebih kami fungsikan produk ini sebagai muscle relaxant sehingga sediaan diinginkan lekat
lebih lama di permukaan kulit atau diinginkan oklusifitas yang tinggi sehingga dibuat sediaan
oinment.
Oinment memiliki beberapa macam basis, diantaranya hidrokarbon base, oil and fatty
acid base, silicon base, absorbstion base, emulsifying base, dan water soluble base. Kesemua
basis oinment bersifat anhydrous dan greasy, namun tingkat oklusifitasnya berbeda beda.
Untuk optimasi kami mencoba membuat oinment cajuputi dengan semua basis yang berbeda
kecuali silicon base, dikarenakan silicon berfungsi untuk melindungi kulit kita dari zat-zat
asam atau basa yang larut di air, sedangkan tujuan produk oinment cajuputi yang kami buat
bukan untuk itu.
Dibuat beberapa formula yang mewakili basis oinment. Formula 1 mewakili
hidrocarbon base dengan menggunakan cera alba dan vaselin album memberikan konsistensi
yang bagus dan lembut. Formula 2 mewakili water soluble base dengan basis PEG 400 dan
PEG 4000 memberikan bentuk konsistensi yang jelek dan mengeras ketika dingin, serta
sangat lengket saat disentuh tangan (seperti lem). Formula 3 mewakili absorbtion base dan
juga mewakili emulsifyng base dengan menggunakan basis vaselin album dan cetostearyl
alkohol memberikan konsistensi yang terlalu lembek. Formula 4 mewakili oil and fatty acid
base yang menggunakan basis olive oil dan cera alba pada awalnya memberikan konsistensi
yang bagus namun saat dingin konsistensinya lebih keras dibandingkan dengan formula
dengan basis cera alba dan vaselin. Bagus tidaknya konsistensi oinment tergantung pada jenis
dan jumlah basis yang digunakan. Basis yang terpilih adalah formula dengan basis
hidrokarbon yaitu cera alba dan vaselin karena memberikan konsistensi yang bagus sesuai
yang diinginkan. Pemilihan basis tentunya juga memperhatikan khasiat yang diinginkan, sifat
bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, dan stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.
Basis hidrokarbon ini juga memiliki kelebihan yaitu paling bersifat oklusif dibanding
basis yang lain dalam sediaan ointment sehingga memaksimalkan fungsi oleum cajuputi
sebagai muscle relaxant. Pada formula ditambahkan oleum mentha pip yang difungsikan
sebagai odoris untuk meningkatkan aseptabilitas. Pada sediaan oleum seharusnya
ditambahkan chelating agent yang larut minyak seperti EDTA, TETA, dan cyclam. Namun
karena keterbatasan bahan, maka chelating agent tidak ditambahkan dalam formula kami.
Chelating agent tersebut bekerja mengikat spora logam pada fase minyak yang dapat
mengkatalisis proses oksidasi.
Dari formula terpilih dilakukan proses scale up menjadi 10 kalinya. Dari scale up
yang dilakukan didapatkan hasil sediaan yang tidak jauh beda dengan hasil sediaan saat
optimasi. Hal itu meliputi organoleptis dan aseptabilitas. Dalam proses optimasi terutama
scale up, yang menjadi titik kritis adalah proses pemanasan, proses pencampuran, dan proses
pengadukan. Titik kritis tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan sediaan.
Evaluasi oinment cajuputi diantaranya evaluasi organoleptis, evaluasi daya sebar,
evaluasi viskositas, evaluasi aseptabilitas, uji pelepasan, uji penetrasi , uji penetapan kadar,
dan uji aseptabilitas. Uji pH tidak dilakukan karena sediaan onment tidak mengandung
komponen air sehingga tidak ada H+ yang menyebabkan perubahan pH. Namun pada
pembuatannya, pemilihan bahan tambahan tetap harus disesuaikan dengan pH kulit untuk
menghindari kemungkinan terjadinya iritasi saat penggunaan.
Dari hasil evaluasi yang dilakukan, untuk uji organoleptis didapatkan hasil yang
sesuai dengan spesifikasi yaitu berwarna putih tulang dan berbau khas cajuputi. Untuk uji
viskositas didapatkan viskositas sediaan sebesar 500 dPas yang secara visual dan saat
dirasakan sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki yaitu diinginkan viskositas seperti
produk balsam yang beredar di pasaran. Uji viskositas ini perlu dilakukan karena untuk bisa
memprediksi bagaimana sifat alir sediaan dan bagaimana daya sebar sediaan karena makin
tinggi viskositas makin kecil daya sebarnya (hubungan terbalik). Untuk uji daya sebar
didapatkan daya sebar rata-rata sediaan sebesar 0,19 cm/gram menit dengan nilai standart
devias sebesar 2,64%. Nilai tersebut dapat diterima secara statistic. Didapatkan pula
kapasitas penyebaran yaitu diameter maksimal yang dapat dicapai sediaan saat menyebar
akibat pemberian suatu beban, yaitu sebesar 4,6 cm. Daya sebar menunjukkan pula
bagaimana viskositas sediaan. Makin mudah menyebar, sediaan makin tidak viskos. Uji
pelepasan seharusnya dilakukan tetapi saat praktikum tidak dilaukan karena keterbatasan alat
dan bahan. Namun perlu diketahui bahwa uji pelepasan dilakukan untuk mengetahui lepas
tidaknya bahan obat dari basis sehingga efek terapi dapat tercapai. Uji penetrasi tidak
dilakukan karena target bahan aktif (oleum cajuputi) dalam sediaan ini hanya di permukaan
kult, dan tidak dperlukan untuk sampai menembus membrane. Uji aseptabilitas yang kami
lakukan meliputi kemudahan dioleskan, sifat greasy pada kulit, bau, bekas setelah
pengolesan, dan kemudahan pencucian. Kami melakukan angket dan telah dilakukan scoring
dan didapatkan hasil 80% resonden mengatakan sediaan mudah dioleskan, 55% responden
mengatakan sangat greasy, 90% responden mengatakan sediaan memiliki bau yang khas,
70% responden mengatakan sediaan meninggalkan bekas yang tipis di kulit, dan 65%
responden mengatakan sediaan sulit dicuci. Untuk uji penetapan kadar tidak dilakukan,
namun seharusnya dilakukan supaya kita bisa menjamin kadar bahan obat dalam sediaan
sehingga efek terapi yang diharakan juga maksimal. Untuk sediaan ointment tidak dilakukan
uji efektifitas pengawet ataupun uji mikrobiologI dikarenakan sediaan ointment tidak
mengandung komponen air ataupun nutrisi yang merupakan media pertumbuhan mikroba.
BAB XII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Dibuat sediaan topical ointment dengan bahan aktif Oleum Cajuputi 3% dengan basis
hidrokarbon karena memilki sifat oklusifitas yang tinggi.
2. Untuk evaluasi diperoleh hasil :
Viskositas : 500 dPa S
Daya sebar : 0,19 cm/gram.menit
Kapasitas penyebaran : 4,63 cm
Organoleptis :
Warna : putih tulang
Bau : aromatik khas cajuput
B. Saran
1. Lebih baik sediaan ditambah dengan menthol atau bahan aktif lain yang mendukung efek
terapeutik yaitu sebagai salep massage dan counter irritant.
2. Sebaiknya evaluasi dilakukan setelah sediaan disimpan dalam waktu yang lebih lama,
minimal 1 bulan agar evaluasi yang dilakukan lebih merepresentasikan sediaan dalam
kondisi penyimpanan.
3. Sebaiknya evaluasi dilakukan sebelum memilih formula, agar diperoleh formula terbaik
yang benar-benar memenuhi spesifikasi.
BAB XIII
DAFTAR PUSTAKA
Allen Jr, Loyd. 2012. The Art, Science and Technology of Pharmaceutical Compounding :
Fourth Edition. Washington DC : American Pharmacist Association
British Pharmacopoeia Comission. 2009. British Pharmacopoeia. London : The Stationary
Office : London
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Dirjen
POM. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Dirjen
POM. Jakarta
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 1989. Formularium Medicamentorum Selectum Edisi IV.
Surabaya
jdih.pom.go.id/Permenkes_007-2012_Registrasi_Obat_Tradisiona1 , diakses tanggal 15 Mei
2013
Katzung, Berthram G. 2010.Basic and Clinical Pharmacology 10th
edition.penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta
Kress, Henriette. 2011. Practical Herbs. Helsinski : Ytrit ja Ytritterapia
Liebermann. 1996. Pharmaceutical Dosage Form: Disperse System. New York : Marcel
Dekker Inc.
Lund,Walter.1994.The Pharmaceutical Codex.12th
edition.The Pharmaceutical Press :
London.
Martin, Alfred. 2009. Farmasi Fisik : Dasar-dasar Ilmu Farmasi Fisik dalam Ilmu
Farmasetik. Jakarta : UI Press
Oyedeji, Adebola et al. 1999. Antimicrobial activity of the essential oils of five Eucalyptus
species growing in Nigeria.
Rowe, Raymond C.2009.Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th
edition.Pharmaceutical
Press : Chicago.
Silva, Jeane et al. 2003. Analgesic and anti-inflammatory effects of essential oils of
Eucalyptus.
Walters, Kenneth A. 2002. Dermatological and Transdermal Formulations. Marcel Dekker
Inc : New York
www.farmasiku.com , diakses tanggal 14 Mei 2013
www.inchem.org , diakses tanggal 14 Mei 2013
www.oilsandplants.com/jasmine.htm , diakses tanggal 6 Juni 2013
BAB XIV
LAMPIRAN
1. KEMASAN PRIMER
2. KEMASAN SEKUNDER
3. BROSUR
PT. NYONYA ENDHELZ
Surabaya-Indonesia
OLEUM CAJUPUTI CAP ENDHEL® Oleum Cajuputi Ointments
Komposisi: Oleum Cajuputi 3% Farmakologi: Merupakan minyak yang di-destilasi dari tanaman Melaleuca leucadendra yang memiliki khasiat karminativum, stimulant, dan counter-irritant. Oleum Cajuputi juga berkhasiat sebagai antiseptik kuat. Indikasi: Pengobatan simptomatis pada nyeri di beberapa kondisi seperti cedera karena
olahraga, keseleo, musculo-tendonitis, pembengkakan, nyeri dan reumatik
pada tulang.
Kontra indikasi: -
Efek samping: -
Cara penggunaan:
Oleskan secukupnya pada permukaan bagian tubuh. Jangan dipakai pada kulit yang peka, mata, rongga hidung dan mulut. Cara penyimpanan: Simpan di bawah 25 ° C. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
Kemasan / No. Registrasi : Oleum Cajuputi Cap Endhelz Ointment, pot (Netto : 20 g) / TR 131700041 No. Reg : TR 131700041
No. Batch : D 02302025 EXP DATE : MEI 2016
Diproduksi oleh: PT. NYONYA ENDHELZ
Surabaya - Indonesia