Form I Rembang Bab III

25
Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 1 BAB III ISU STRATEGIS & TANTANGAN SEKTOR SANITASI KABUPATEN REMBANG 3.1. ENABLING AND SUSTAINABILITY ASPECT 3.1.1. Kebijakan Daerah dan Kelembagaan A. Isu Strategis Beberapa isu strategis yang umumnya terjadi berkaitan dengan kelembagaan antara lain: 1) Ketatalaksanaan penyelenggaraan program penanganan sanitasi. Perlu adanya optimalisasi pelaksanaan fungsi organisasi atau SKPD terkait dengan penanganan dan pembangunan sanitasi, meliputi tugas, wewenang, dan tanggung jawab instansi/ SKPD terkait. Tujuannya agar tidak terjadi overlapping atau kebingungan dalam penanganan permasalahan sanitasi antar SKPD. 2) Sumber daya manusia yang terbatas di SKPD terkait. Keterbatasan sumber daya manusia lebih disebabkan karena rendahnya kualitas SDM yang memahami tentang penanganan sanitasi, dan kurangnya jumlah personil. 3) Belum tersedia Perda yang mengatur khusus tentang Sanitasi dan air bersih. Perda sanitasi akan memberikan arahan dan panduan dalam peningkatan kegiatan sanitasi di Kabupaten Rembang. Perda tentang sanitasi juga akan memberikan kekuatan hukum bagi stakeholder terkait dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan sanitasi. 4) Belum tersedia arah kebijakan yang jelas tentang pola relasi dengan pihak swasta dalam pengelolaan sanitasi. Banyak industri atau perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitas usahanya di Kabupaten Rembang menjadi salah satu potensi untuk melakukan kerjasama atau

description

watsan

Transcript of Form I Rembang Bab III

Page 1: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 1

BAB III ISU STRATEGIS & TANTANGAN

SEKTOR SANITASI KABUPATEN REMBANG

3.1. ENABLING AND SUSTAINABILITY ASPECT

3.1.1. Kebijakan Daerah dan Kelembagaan

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis yang umumnya terjadi berkaitan dengan kelembagaan

antara lain:

1) Ketatalaksanaan penyelenggaraan program penanganan sanitasi.

Perlu adanya optimalisasi pelaksanaan fungsi organisasi atau SKPD terkait dengan

penanganan dan pembangunan sanitasi, meliputi tugas, wewenang, dan tanggung

jawab instansi/ SKPD terkait. Tujuannya agar tidak terjadi overlapping atau

kebingungan dalam penanganan permasalahan sanitasi antar SKPD.

2) Sumber daya manusia yang terbatas di SKPD terkait.

Keterbatasan sumber daya manusia lebih disebabkan karena rendahnya kualitas

SDM yang memahami tentang penanganan sanitasi, dan kurangnya jumlah

personil.

3) Belum tersedia Perda yang mengatur khusus tentang Sanitasi dan air bersih.

Perda sanitasi akan memberikan arahan dan panduan dalam peningkatan kegiatan

sanitasi di Kabupaten Rembang. Perda tentang sanitasi juga akan memberikan

kekuatan hukum bagi stakeholder terkait dalam pelaksanaan kegiatan

pembangunan sanitasi.

4) Belum tersedia arah kebijakan yang jelas tentang pola relasi dengan pihak swasta

dalam pengelolaan sanitasi.

Banyak industri atau perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitas usahanya di

Kabupaten Rembang menjadi salah satu potensi untuk melakukan kerjasama atau

Page 2: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 2

hubungan kemitraan dalam kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan

kualitas lingkungan. Salah satu contohnya program CSR yang dilakukan oleh salah

satu lembaga keuangan swasta dalam pengelolaan sampah dari sumbernya.

Pemerintah Kabupaten Rembang belum memiliki ketentuan atau arahan untuk

mengarahkan kegiatan-kegiatan swasta pada pola yang selaras dengan kaidah

pengelolaan lingkungan hidup yang benar. Hingga saat ini masih belum ada

hubungan timbal balik yang jelas dan menguntungkan antara Pemerintah

Kabupaten dan swasta dalam kegiatan usaha yang terkait dengan pengelolaan

sanitasi di Kabupaten Rembang.

5) Keberadaan kelompok pengembangan sanitasi lokal masih terbatas.

Kesadaran masyarakat dalam penanganan dan pengembangan sanitasi di

Kabupaten Rembang masih kurang sehingga belum banyak kelompok-kelompok

yang dibentuk dalam kegiatan pengembangan sanitasi. Saat ini, hanya ada

kelompok-kelompok masyarakat dalam pengelolaan sampah (daur ulang sampah).

B. Tantangan

Beberapa tantangan yang mungkin terjadi berkaitan dengan kelembagaan antara

lain:

1. Perlu adanya kegiatan monitoring dan evaluasi setelah penyediaan sanitasi,

didukung dengan adanya personil yang mampu melakukan monitoring pada setiap

kegiatan yang telah dilakukan.

2. Perlu adanya pengawasan dan penegakan Perda terkait sanitasi yang telah

disusun.

3.1.2. Keuangan

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis terkait pembiayaan sanitasi di Kabupaten Rembang yaitu:

1. Prosentase belanja untuk pembiayaan sanitasi di Kabupaten Rembang relatif

sangat kecil. Proporsi belanja langsung sanitasi di Bappeda Rembang pada tahun

2010 hanya sebesar 4,53% dari total anggaran belanja langsung, karena

pembiayaan sanitasi di Bappeda bukan untuk pendanaan kegiatan fisik (hanya studi

atau perencanaan). Proporsi belanja langsung sanitasi di DPU Rembang pada

tahun 2010 hanya sebesar 24,78% dari total anggaran belanja langsung, anggaran

Page 3: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 3

yang ada digunakan untuk pendanaan kegiatan fisik bidang sanitasi meliputi

pembiayaan sub bidang persampahan dan drainase.

2. Peran serta masyarakat dalam pendanaan bidang sanitasi masih sangat kecil,

terbatas pada lingkup keluarga, dan bila ada yang berskala lingkungan angkanya

juga relatif kecil (bila ada penyertaan dana dari masyarakat biasanya karena adanya

program pemerintah).

3. Pendanaan bidang sanitasi masih dari APBN atau APBD. Peran serta swasta (CSR)

masih rendah.

B. Tantangan

Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi terkait pembiayaan sanitasi di

Kabupaten Rembang yaitu:

1. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk akan menambah kebutuhan

penyediaan sanitasi. Peningkatan jumlah penduduk karena kelahiran maupun migrasi

perlu dipertimbangkan dalam tingkat pelayanan sanitasi.

2. Trend kebutuhan biaya untuk penyediaan sanitasi akan semakin meningkat setiap

tahunnya. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya harga-harga bangunan yang

dipengaruhi oleh fluktuasi kondisi perekonomian secara umum.

3.1.3. Komunikasi

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis berkaitan dengan komunikasi antara lain:

1. Media televisi merupakan media yang paling banyak dinikmati oleh masyarakat diikuti

oleh media radio. Hal ini menunjukkan bahwa media telivisi dan radio merupakan

media efektif untuk mengkampanyekan sanitasi, karena televisi merupakan media

masa yang dapat dinikmati secara audiovisual sehingga lebih menarik dan komunikatif.

Permasalahannya adalah kampanye sanitasi dan PHBS dinilai kurang menarik oleh

penonton televisi maupun pendengar radio sehingga seringkali diabaikan. Oleh

karenanya jika akan menggunakan televisi sebagai media kampanye sanitasi akan

efektif pada acara berita dan acara-acara infotainment di beberapa TV nasional, yang

menjadi acara televisi favorit sebagian besar masyarakat.

2. Belum ada stasiun televisi lokal yang menyiarkan langsung kampanye sanitasi dan

PHBS di Kabupaten Rembang. Respon penonton TV lokal pun relatif sedikit

Page 4: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 4

dibandingkan penonton TV swasta yang notabene tidak menyiarkan kegiatan lokal di

Kabupaten Rembang.

3. Radio dapat dimanfaatkan sebagai media kampanye sanitasi dengan frekuensi sesuai

kebutuhan untuk memperluas cakupan kelompok sasaran promosi sanitasi

berdasarkan segmentasi yang dibutuhkan, misal kalangan ibu-ibu rumah tangga.

Permasalahannya materi sanitasi dan PHBS yang dibawakan melalui media radio

belum begitu banyak.

4. Surat kabar belum dapat dijadikan media utama untuk kampanye sanitasi, terutama

bagi ibu-ibu. Karena ibu-ibu jarang membaca surat kabar. Namun demikian, surat

kabar tetap dapat dimanfaatkan untuk kampanye sanitasi bagi kelompok sasaran

lainnya. Permasalahannya adalah jarang atau bahkan tidak ada rubrik khusus yang

membahasa sanitasi di surat kabar.

5. Sosialisasi mengenai sanitasi di masyarakat sudah cukup banyak dilakukan baik oleh

kader puskesmas, kader posyandu dan melalui pemerintah desa beserta jajarannya.

Sehingga untuk ke depannya kegiatan sejenis untuk lebih diperbanyak frekuensi dan

materinya sehingga kesadaran masyarakat mengenai sanitasi meningkat.

6. Peran aktif dari sektor kesehatan dalam hal ini sanitarian dan kader posyandu masih

dominan dalam memberikan informasi berkaitan dengan sanitasi, di sisi lain peran

serta kepala desa beserta jajarannya belum optimal. Peran serta kepala desa dan

stafnya, ketua RW serta ketua RT perlu ditingkatkan lagi. Dan dijadikan pihak pertama

yang harus dilibatkan dalam kegiatan kampanye sanitasi. Mereka penguasa wilayah

yang mempunyai pengaruh luas di masyarakat merupakan faktor yang

menguntungkan bagi kampanye sanitasi. Harapannya adalah mereka dapat secara

obyektif memotret kondisi sanitasi di lingkungannya dan secara sadar dapat menjadi

agent perubahan (agent of change) bagi masyarakatnya.

7. Media pertemuan khususnya pengajian dan arisan cukup efektif untuk

mempromosikan sanitasi sebagai salah satu agenda/acara dalam pertemuan tersebut.

Namun hingga saat ini kampanye sanitasi melalui media below the liner seperti

pengajian, rapat RT, musyawarah desa belum banyak dilakukan. Jika ini dapat

dilaksanakan, maka pertemuan-pertemuan tersebut dapat menjadi media penyebaran

yang efektif bagi kampanye sanitasi.

8. Pada umumnya setiap sosialisasi/penyuluhan yang diadakan oleh instansi pemerintah,

hanya melibatkan sebagian anggota masyarakat saja, misalnya tokoh masyarakat,

Page 5: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 5

kader PKK atau lainnya, pengurus lingkungan, dan warga terdekat dari lokasi kegiatan.

Hal ini terjadi karena terbatasnya anggaran sosialisasi/penyuluhan (termasuk dari

kelurahan) dan keterbatasan waktu penyelenggaraan. Di samping itu, ada kebiasaan

penyebaran informasi melalui dilakukan dengan pola ’getok tular’ melalui agen-agen

perubahan, seperti kader-kader atau tokoh-tokoh masyarakat.

9. Secara umum komedi/lawak merupakan suatu kesenian yang dapat menghibur

masyarakat. Oleh karena itu jenis media seperti ini tampaknya memang dapat

dijadikan salah satu media untuk menyampaikan berbagai program pembangunan

termasuk sanitasi. Pesan-pesan tersebut dapat disisipkan diantara lawakan/komedi.

10. Materi kampanye yang dikembangkan tentang sanitasi kurang tepat dan sesuai

dengan kondisi masyarakat. Setiap kelompok masyarakat memiliki karakter yang unik

dan kebiasaan (tradisi) berbeda dengan kelompok lainnya karena faktor sosial,

ekonomi, dan budaya masyarakat yang berbeda. Perbedaan karakter dan kebiasaan

ini, menuntut adanya kreativitas dalam pembuatan media kampanye yang tepat

sasaran sehingga mudah dipahami dan dimengerti masyarakat setempat.

11. Keberadaan rubrik sanitasi di media cetak belum ditemukan, hal ini menunjukkan

masih kurangnya perhatian media massa terhadap masalah sanitasi. Topik – topik

tentang sanitasi baru diangkat sebagai berita apabila sudah menimbulkan persoalan,

seperti wabah penyakit, pencemaran lingkungan dan sebagainya. Komitmen

membangun sanitasi harus ditanamkan kepada semua pihak, termasuk media massa

sebagai agen dan sumber informasi bagi masyarakat. Media massa harus didorong

untuk lebih aktif lagi menyajikan berita tentang sanitasi (rubrik sanitasi).

12. Kapasitas SKPD dalam melakukan komunikasi program ke berbagai pihak masih

rendah. Keterbatasan sumber daya manusia SKPD terkait sanitasi dalam aspek

komunikasi dapat dilihat dari lemahnya upaya-upaya pemasaran sanitasi ke berbagai

pihak dengan memanfaatkan berbagai media. Dibutuhkan sumber daya manusia

(SDM) yang mengerti tentang komunikasi dan fungsi – fungsi kehumasan.

13. Kurangnya frekuensi sosialisasi tentang sanitasi ke masyarakat. Peningkatan

pengetahuan, pemahaman dan tindakan atau aksi masyarakat, dibutuhkan informasi

yang jelas dan disampaikan secara terus menerus. Masyarakat perlu terus menerus

diingatkan tentang pentingnya sanitasi dalam kehidupan sehari–hari dengan berbagai

bentuk sosialisasi yang direncanakan dan dilaksanakan secara rutin. Demikian juga

sebaliknya, pemangku (SKPD) terkait sanitasi mengupayakan ide kreatif dan rajin

Page 6: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 6

melakukan sosialisasi dengan berbagai media. Bukan hanya melakukan sosialisasi

apabila terjadi masalah.

14. Terbatasnya efektifitas media dalam menyampaikan pesan (berkaitan dengan jam

tayang dan oplah). Tidak ada media yang bisa menjangkau seluruh lapisan

masyarakat. Setiap media memiliki spesifikasi dalam hal konten dan audiennya.

Sehingga untuk mencapai sasaran audien yang banyak, diperlukan strategi pemilihan

media yang tepat dengan menggabungkan berbagai media misalnya media cetak,

radio dan televisi dalam menyampaikan pesan.

B. Tantangan

Beberapa tantangan berkaitan dengan komunikasi antara lain:

1. Semakin maraknya acara telsvisi, radio maupun rubrik di surat kabar yang lebih

menarik daripada iklan layanan masyarakat terkait sanitasi. Hal ini menjadi tantangan

tersendiri bagi stakeholder untuk merancang materi dan muatan iklan layanan sanitasi

yang menarik dan mudah dipahami.

2. Biaya publikasi di media massa semakin mahal sehingga menghambat upaya

penyebarluasan menggunakan media massa.

3.1.4 Keterlibatan Pelaku Bisnis

3.1.4.1 Sub Sektor Limbah Domestik

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis berkaitan dengan keterlibatan pelaku bisnis dalam sub

sektor limbah adalah:

1. Peran serta sektor swasta dalam pengelolaan limbah cair domestik di Kabupaten

Rembang adalah masih terbatas pada penyediaan jasa kuras WC. Akan tetapi di

Kabupaten Rembang sendiri belum ada perusahaan yang melayani jasa tersebut.

Perusahaan yang biasa melayani berasal dari luar Kabupaten Rembang yaitu dari

Blora dan Pati.

2. Di Kabupaten Rembang belum mempunyai IPLT baik yang dikelola oleh Pemerintah

maupun swasta sebagai tempat akhir pembuangan lumpur tinja. Perusahaan kuras

tangki septik yang beroperasi di Kabupaten Rembang membuang hasil pengurasan

lumpur tinja di luar wilayah Kabupaten Rembang.

Page 7: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 7

3. Sebagian besar tangki septiktank yang ada di Kabupaten Rembang belum

menggunakan sistem yang aman/ merembes ke luar tanki. Hal ini berpengaruh

terhadap permintaan jasa layanan sedot tinja, sehingga di Kabupaten Rembang sendiri

tidak ada perusahaan yang bergerak di bidang tersebut.

4. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menguras tangki septik dan penggunaan

tangki septik yang aman masih kurang. Hal ini berpengaruh terhadap permintaan jasa

layanan sedot tinja, sehingga di Kabupaten Rembang sendiri tidak ada perusahaan

yang bergerak di bidang tersebut.

B. Tantangan

Beberapa tantangan berkaitan dengan keterlibatan pelaku bisnis dalam sub sektor

limbah adalah:

1. Masuknya pelaku bisnis dari luar Kabupaten Rembang dalam pengelolaan limbah di

Kabupaten Rembang. Kabupaten Rembang belum memiliki perusahaan yang melayani

jasa sedot tinja. Perusahaan yang biasa melayani berasal dari luar Kabupaten

Rembang yaitu dari Blora dan Pati. Hal ini akan mengurangi peluang keterlibatan

pelaku bisnis lokal dalam pengelolaan limbah.

2. Penumbuhan minat swasta untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan limbah. Perlu

adanya insentif dan disinsentif agar pihak swasta mau mengelola limbahnya dengan

benar.

3. Pembuangan limbah sedot tinja tidak ke IPLT, hal ini menjadikan permasalahan baru

apabila tidak teridentifikasi sejak dini.

3.1.4.2 Sub Sektor Persampahan

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis berkaitan dengan keterlibatan pelaku bisnis dalam sub

sektor persampahan adalah:

1. Peran pihak swasta masih sangat kecil dan tidak signifikan dalam pengelolaan sampah

di Kabupaten Rembang. Terdapat beberapa unit usaha pengepul barang bekas untuk

di jual lagi ke luar Kabupaten Rembang seperti Kudus, Surabaya dan lain-lain. Sampai

saat ini belum ada data mengenai jumlah pengusaha, jenis sampah yang dikumpulkan

maupun volume penjualannya, sehingga peran serta swasta dalam pengelolaan

sampah belum dapat terukur.

Page 8: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 8

2. Pemilahan sampah plastik yang dilakukan saat ini masih dilakukan oleh pelaku daur

ulang yang pertama yaitu pemulung. Pemulung biasanya mulai memilah sampah

menurut jenisnya langsung di tempat sampah atau di TPS. Salah satu hal yang

menyulitkan pelaku daur ulang sampah adalah masih tercampurnya berbagai jenis

sampah sehingga tidak jarang terjadi kontaminasi terhadap sampah plastik. Hal inilah

yang menyebabkan adanya aktivitas tambahan di tingkat lapak maupun bandar dalam

melakukan daur ulang terhadap sampah plastik. Aktivitas tambahan ini berupa aktivitas

pencucian sampah plastik dari bahan/kotoran yang melekat. DPU mencatat sampai

dengan tahun 2009 jumlah pemulung yang terdata berjumlah 30 orang.

3. Belum tersedia arah kebijakan yang jelas tentang pola relasi dengan pihak swasta

dalam pengelolaan sampah. Banyak industri atau perusahaan-perusahaan yang

melakukan aktivitas usahanya di Kabupaten Rembang menjadi salah satu potensi

untuk melakukan kerjasama atau hubungan kemitraan dalam kegiatan yang

berhubungan dengan pengembangan kualitas lingkungan. Salah satu contohnya

program CSR yang dilakukan oleh Bank Danamon dalam pengelolaan sampah dari

sumbernya. Pemerintah Kabupaten Rembang belum memiliki ketentuan atau arahan

untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan swasta pada pola yang selaras dengan kaidah

pengelolaan lingkungan hidup yang benar. Hingga saat ini masih belum ada hubungan

timbal balik yang jelas dan menguntungkan antara Pemerintah Kabupaten dan swasta

dalam kegiatan usaha yang terkait dengan pengelolaan sanitasi di Kabupaten

Rembang.

B. Tantangan

Beberapa tantangan berkaitan dengan keterlibatan pelaku bisnis dalam sub sektor

persampahan adalah:

1. Masih banyaknya pelaku usaha yang menggunakan produk kemasan yang tidak

ramah lingkungan/ tidak dapat didaur ulang.

2. Pemilahan sampah oleh pemulung biasanya menyebabkan permasalahan baru karena

sampah menjadi berceceran dari tempat sampah, dan tidak dibersihkan kembali.

3. Penumbuhan minat swasta untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan sampah dari

sumbernya. Perlu adanya insentif dan disinsentif agar pihak swasta mau terlibat dalam

kegiatan pengelolaan sampah.

Page 9: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 9

3.1.4.3 Sektor Drainase Lingkungan

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis berkaitan dengan keterlibatan pelaku bisnis dalam sub

sektor drainase lingkungan adalah:

1. Peran serta swasta dalam pengembangan drainase lingkungan belum terlihat nyata di

Kabupaten Rembang. Drainase skala kota dan lingkungan masih diselenggarakan oleh

pemerintah baik untuk kegiatan pengembangan maupun pemeliharaan. Sedangkan

peran serta masyarakat masih dalam lingkup skala lingkungan perumahan atau desa.

2. Peran swasta dalam sektor darainase lingkungan baru terdapat di perumahan-

perumahan formal yang ada di Kabupaten Rembang. Penyediaan prasarana

lingkungan tersebut di lingkup perumahan juga hanya terbatas pada awal

pembangunan perumahan. Selanjutnya pengembangan dan pemeliharaan diserahkan

kepada penghuni perumahan yang biasanya diusulkan untuk mendapatkan pendanaan

dari Pemerintah Daerah.

B. Tantangan

Beberapa tantangan berkaitan dengan keterlibatan pelaku bisnis dalam sub sektor

drainase lingkungan adalah:

1. Perlu ada pengawasan dan monitoring terhadap pihak swasta yang membangun

saluran drainase agar membangun saluran drainase sesuai dengan standar pelayanan

minimal saluran drainase.

2. Penumbuhan minat swasta untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan saluran

drainase. Perlu adanya insentif dan disinsentif agar pihak swasta mau terlibat dalam

kegiatan pembangunan saluran drainase.

3.1.5 Partisipasi Masyarakat dan Jender

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis berkaitan dengan partisipasi masyarakat dan jender

adalah:

1. Partisipasi masyarakat dalam penanganan bidang sanitasi masih relatif kecil, karena

peran serta masyarakat khususnya perempuan masih terbatas dalam skala lingkungan

rumah tangga. Beberapa program Pemerintah melalui SKPD yang terkait mengajak

masyarakat untuk ikut berperan serta aktif dalam menangani permasalahan sanitasi

Page 10: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 10

dan kesehatan lingkungan melalui pembentukan Pokmas atau kelompok kerja

setingkat desa/RT atau melalui pemberdayaan lembaga desa yang ada seperti PKK,

kelompok pengajian atau Dasawisma. Program pemerintah tersebut antara lain adalah

PAMSIMAS, PPIP (kesehatan dan BPMPKB). Akan tetapi kelemahan dari program

pemberdayaan tersebut adalah kurangnya keberlanjutan terutama untuk program yang

bersifat bantuan fisik, dimana ketika kegiatan fisiknya selesai dibangun maka peran

fungsi Pokmas juga berangsur berhenti.

2. Kesadaran masyarakat masih belum terbangun secara optimal, untuk turut serta dalam

pengelolaan air limbah domestik. Penanganan sub sektor limbah domestik khususnya

jamban keluarga menjadi urusan masing-masing individu atau keluarga. Selain itu

kurangnya sosialisasi mengenai penanganan limbah domestik yang benar yaitu

mengkondisikan pengelolaan air limbah domestik yang aman sebelum dibuang ke

media lingkungan sebagai kewajiban. Pola pengelolaan air limbah domestik

seharusnya dijalankan oleh berbagai pihak terutama untuk lingkungan yang

mempunyai kepadatan tinggi, karena sistem komunal untuk lingkungan berkepadatan

tinggi merupakan solusi yang paling tepat.

3. Pengelolaan sampah melalui pengurangan sampah dalam skala rumah tangga dengan

metode 3R (reuse, reuse, recycle) belum membudaya dimasyarakat disebabkan masih

kurangnya kesadaran masyarakat dan sosialisasi oleh instansi terkait.

4. Tanggung jawab masyarakat terhadap kebersihan di lingkungan masing-masing masih

kurang.

5. Pengadaan sarana kebersihan secara swadaya berupa alat kebersihan untuk

lingkungan masing-masing oleh masyarakat masih kurang.

6. Efektifitas usaha yang dilakukan baik oleh pemerintah Kabupaten Rembang maupun

masyarakat di beberapa kelurahan dalam mengurangi timbulan/volume sampah yang

masuk ke TPA belum menunjukkan suatu hasil yang signifikan. Hal itu mendorong

perlunya suatu penanganan sanitasi yang terpadu antar berbagai pihak (pemerintah,

swasta, dan masyarakat), sehingga akan dihasilkan suatu pengelolaan persampahan

yang menyeluruh dan terintegrasi dengan melibatkan masyarakat (sumber penghasil

sampah) secara langsung dan lembaga-lembaga informal daur ulang yang terkait,

disertai dengan pemilihan teknologi dan fasilitas yang efisien dan ergonomis guna

meningkatkan pemberdayaan masyarakat, pada khususnya adalah rumah tangga

sebagai fokus utama.

Page 11: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 11

7. Kesadaran masyarakat masih belum terbangun secara optimal, untuk

bertanggungjawab dalam hal pembangunan, dan pengelolaan drainase lingkungan.

Pola pembinaan pada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan

kepatuhan terhadap aturan-aturan yang terkait dengan pengelolaan drainase

lingkungan belum efektif.

8. Belum adanya LSM (lembaga Swadaya Masayarakt) yang fokus dan bergerak dalam

pembangunan sanitasi. Keberadaan lembaga lokal dalam hal ini LSM dapat

mendorong pembangunan sanitasi dan mengisi kekosongan pembangunan yang

belum bisa dilakukan oleh pemerintah.

9. Perempuan sudah terlibat aktif dalam kepengurusan LPMK (Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat Kelurahan) serta proses perencaan partisipatif dalam musrenbang di

tingkat kelurahan sampai kota, meskipun masih perlu ditingkatkan dalam kualitas

keterlibatannya.

B. Tantangan

Beberapa tantangan berkaitan dengan partisipasi masyarakat dan jender adalah:

1. Sulitnya merubah pola perilaku atau budaya untuk hidup bersih dan sehat, misalnya

dalam hal buang air sembarangan. Oleh sebab itu perlu dididik sejak dini serta

disediakan fasilitas yang memadai.

2. Semakin meningkatnya kualitas pendidikan menyebabkan masyarakat menjadi kritis

dalam setiap kegiatan pembangunan. Oleh sebab itu masyarakat perlu diberdayakan

sejak awal pembangunan hingga tahap pemeliharaan.

3. Perlunya pemicuan tingkat kesadaran masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan

sehat dengan beberapa kasus KLB (Kejadian Luar Biasa). Sosial budaya masyarakat

yang terbentuk secara turun menurun memerlukan proses penyadaran yang dipicu

dengan kasus fatal penyakit akibat buruknya sanitasi, budaya ini dapat dirubah dengan

menyadarkan masyarakat tentang alur proses terjadinya penyakit.

3.1.6. Monitoring dan Evaluasi

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis berkaitan dengan monitoring dan evaluasi adalah:

1. Proses monitoring dan evaluasi dalam pengembangan sub sektor sanitasi belum

terlihat secara signifikan. Kurangnya keberlanjutan terutama untuk program yang

Page 12: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 12

bersifat bantuan fisik, dimana ketika kegiatan fisiknya selesai dibangun maka

pengawasan setelah pasca konstruksi tidak ada lagi. Begitu pula dengan pemeliharaan

sarana prasarana fisik yang bersifat umum/ lingkungan. Masyarakat kurang memiliki

kesadaran untuk membersihkan dan memelihara sarana prasarana lingkungan. Oleh

sebab itu, partisipasi masyarakat harus ditingkatkan sejak dari tahapan perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan (monitoring dan evaluasi) agar masyarakat merasa

memiliki atas sarana dan prasarana yang dibangun.

2. Belum tersedia format monitoring dan evaluasi khusus sektor sanitasi yang dapat

diterapkan, sehingga belum ada panduan atau arahan bagaimana melaksanakan

kegiatan monitoring dan evaluasi yang benar.

3. Lemahnya pendokumentasian data menjadi faktor kendala dalam proses Monitoring

dan Evaluasi (Monev). Data merupakan satu elemen penting dalam proses

perencanaan dan sangat menentukan terhadap berhasil tidaknya suatu kegiatan.

Dalam proses interaksi orang per orang atau lembaga dengan lembaga, keakuratan

data merupakan satu prasyarat yang dapat membawa orang atau lembaga dapat

senantiasa bertahan dan mampu mengikuti perkembangan teknologi serta informasi.

4. Keterlibatan aktif stakeholder kota (masyarakat, ormas, LSM, media, Perguruan Tinggi)

dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan

sanitasi masih kurang.

B. Tantangan

Beberapa tantangan berkaitan dengan monitoring dan evaluasi adalah:

1. Sudah ada dan diterapkannya LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah) sebagai sistem Monev kinerja SKPD. Penyusunan LAKIP SKPD

merupakan amanat dari Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Penyusunan dokumen

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP secara substansi berisi

tentang Monev dari masing-masing SKPD termasuk didalamnya adalah Monev

kegiatan sanitasi bagi SKPD yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan sanitasi.

LAKIP yang diterapkan dapat menjadi acuan atau dasar dalam pengembangan format

monev sanitasi.

2. Belum diterapkannya sistem reward dan punishment sebagai indikator kinerja SKPD.

Didalam mendorong terwujudnya sistem keperintahan yang baik dan didukung oleh

seluruh warga masyarakat, Pemerintah Kabupaten Rembang perlu membuat satu

mekanisme pelaksanaan pekerjaan dan SKPD yang ada dengan didukung penerapan

Page 13: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 13

pola Reward and Punishment. Dalam proses penetapan target kinerja SKPD

seharusnya hasil dari monev dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan target kinerja

tahun berikutnya, dimana unsur reward dan punishment akan diterapkan dalam proses

ini. Penerapan pola tersebut perlu untuk dilaksanakan agar SKPD lebih terpacu

meningkatkan kinerjanya dan hal ini dapat memacu kemampuan kerja para

pegawainya dalam rangka mewujudkan tercapainya pengakuan dari lingkungan

eksternal bahwa mereka mampu menjalankan pekerjaan sesuai SOP. Faktor penting

yang dicapai dari penerapan pola Reward and Punishment adalah adanya jaminan

bahwa sektor sanitasi akan ditangani secara lebih baik dan lebih bermanfaat Akan

tetapi proses ini membutuhkan hasil monev yang betul-betul konkrit dan dapat

dipertanggungjawabkan.

3. Diterapkannya sistem penilaian berbasis kinerja oleh Pemerintah Pusat. Pengawasan

pembangunan yang secara formal dilakukan oleh instansi pengawasan pemerintah

secara periodik akan menghasilkan suatu hasil audit kinerja pembangunan secara

menyeluruh termasuk didalamnya pembangunan sanitasi. Hasil audit ini dari sektor

sanitasi juga merupakan proses monitoring dan evaluasi dimana hasilnya dapat

digunakan acuan dalam pengambilan kebijakan. Sedangkan dengan penerapan sistem

anggaran berbasis kinerja yang mewajibkan semua SKPD untuk mengukur terlebih

dahulu kinerjanya berbarengan dengan proses penganggaran secara tidak langsung

juga telah memasukan unsur monitoring dan evaluasi didalam proses penganggaran.

Sehingga diharapkan penyusunan kebijakan anggaran bisa berjalan seiring dengan

proses kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai manisfestasi dari prose monitoring

dan evaluasi.

4. Dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan yang baik dan dapat dipertanggung

jawabkan hasil kegiatannya kepada semua pihak, sangatlah dibutuhkan peranan

instansi kontrol diluar pemerintah kabupaten. Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan

pembangunan sektor sanitasi, kiranya tidak kita pungkiri bilamana pada kurun waktu

yang akan datang mendapatkan pengawasan dari instansi eksternal dikarenakan

semakin bervariasinya perolehan program kegiatan dan pembangunan sektor sanitasi.

3.2. SUB-SEKTOR DAN ASPEK UTAMA

Sub sektor dan aspek utama dalam perumusan strategi sanitasi Kabupaten

Rembang meliputi persampahan, drainase, air limbah, dan higienitas. Sub sektor tersebut

perlu dikaji lebih lanjut, terutama mengenai permasalahan-permasalahannya. Hal ini

Page 14: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 14

diperlukan untuk merumuskan strategi penanganan permasalahan, maupun

pengembangan sanitasi di Kabupaten Rembang.

3.2.1. Air Limbah

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis terkait pengelolaan limbah cair di Kabupaten Rembang

adalah :

A. Teknis Operasional

1. Belum memiliki IPLT atau sarana pengelolaan air limbah domestik secara terpusat

(Off site).

Sampai dengan tahun 2010, Kabupaten Rembang belum memiliki IPLT atau

sarana pengelolaan air limbah domestik secara terpusat (Off site). Penanganan

limbah menggunakan sistem on site, penanganan limbah setempat 60%

menggunakan septik tank, sisanya menggunakan sistem cubluk/jumbleng. Namun,

penggunaan sistem on site di kabupaten ini kini berpotensi mencemari sumur gali

sebagai sumber air bersih masyarakat setempat karena dengan kepadatan tinggi

letak septik tank dengan sumur gali makin rapat. Selain itu, limbah industri masih

diolah secara sederhana dan belum diolah menggunakan IPAL komunal, sehingga

masih dimungkinkan memiliki zat kimia berbahaya yang mampu mencemari air

bersih dan tanah.

2. Jumlah penduduk yang terlayani jamban keluarga hanya sebesar 45,74%.

Masyarakat berpenghasilan rendah melakukan BAB di sungai.

Jumlah keluarga yang memiliki jamban pribadi hanya sebesar 45,74%. Keadaan ini

tentunya memaksa masyarakat terutama penduduk berpenghasilan rendah

melakukan BAB di sungai. Hal ini tentu menjadi kebiasaan dan pola hidup yang

kurang sehat, dan terkadang cukup sulit untuk mengubah pola hidup masyarakat

yang sudah terbiasa BAB di sungai.

3. Sebagian besar masyarakat masih menggunakan teknik pengelolaan air limbah

secara on site komunal pada lingkungan permukiman yang padat dan juga

dipengaruhi oleh kontur wilayah yang kurang dari 4%.

4. Belum adanya pembangunan sarana pengelolaan air limbah dalam skala komunitas

(kelompok masyarakat) melalui pendekatan masyarakat.

5. Banyak kegiatan industri yang belum memiliki IPAL

Page 15: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 15

Masih buruknya pengelolaan limbah cair industri di Kabupaten Rembang tercermin

dari pengelolaan limbah cair di home industry batik, tahu dan tempe di Kabupaten

Rembang, dimana 80,95% industri tahu tempe belum memiliki IPAL sedangkan

industri batik 76,47% sistem IPAL yang dimiliki masih sederhana berupa saluran/

got. Pengumpulan, pengangkutan dan sistem pembuangan air limbah industri masih

buruk, dimana setelah diolah secara sederhana pembuangan akhir langsung

dialirkan ke sungai, pantai dan laut. Keadaan ini disebabkan karena kota belum

memiliki suatu sistem terpusat untuk skala kota (off site system) untuk mengolah

limbah cair. Dampaknya antara lain kerusakan ekosistem sungai dan laut akibat

limbah home industry yang langsung dialirkan ke sungai yang bermuara di laut.

Oleh karena, itu diperlukan adanya pengelolaan limbah industri secara terpusat

sehingga limbah tersebut dapat diolah secara optimal dan output yang dihasilkan

tidak mencemari lingkungan.

B. Manajemen/ kelembagaan

1. Sistem sanitasi belum terpadu dalam perencanaan induk sistem daerah,

dikarenakan belum adanya kegiatan masterplan rencana induk sistem pengelolaan

air limbah.

2. Belum optimalnya pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup oleh

industri karena belum ada aturan wajib bagi tiap industri untuk wajib AMDAL.

3. Minimnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah rumah tangga

Kesadaran masyarakat tentang pengelolaan saluran air limbah domestik (SPAL)

masih sangat rendah. Hal ini tercermin dari masih kurangnya kesadaran masyarakat

di wilayah perdesaan dan pesisir untuk memiliki jamban pribadi atau komunal.

Terbatasnya lahan dan teknis untuk pembangunan jamban pribadi atau komunal

menjadi kendala utama masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Kaliori, Rembang,

Lasem, Sluke, Kragan dan Sarang. Sedangkan untuk diwilayah perdesaan kendala

utama masyarakatnya adalah pada kesadaran masyarakat dan kemampuan

ekonomi untuk membangun jamban keluarga atau komunal.

Pada penanganan grey water dan black water kesadaran masyarakat baik di

perkotaan maupun perdesaan masih rendah. Banyak masyarakat yang masih

membuang limbah cair domestik ke dalam saluran drainase dan sungai serta

pekarangan rumah, sehingga mengakibatkan fungsi saluran yang tidak optimal

(karena endapan lebih cepat terbentuk). Limbah Grey Water yang terdiri dari air

cucian dari dapur, air bekas mandi, dan air cucian pakaian di Kabupaten Rembang

Page 16: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 16

hampir 95% dibuang ke badan air (sistem drainase), karena di Kabupaten Rembang

belum memiliki SPAL, baik SPAL skala perkotaan maupun skala lingkungan. Selain

itu, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menguras tangki septik

mengindikasikan banyaknya tangki septik yang tidak aman atau diduga cubluk,

sehingga sangat berpotensi untuk mencemari tanah dan badan air sekitarnya.

Dengan demikian, diperlukan adanya SPAL skala perkotaan untuk mengelola air

limbah kota secara terpusat sehingga limbah cair kota dapat dikelola secara baik

dan meminimalisir timbulnya sumber penyakit. Selain itu, perlu disosialisasikan

pada masyarakat mengenai pengelolaan air limbah rumah tangga yang baik dan

pola hidup bersih sehat. Hal ini tentunya akan berdampak positif bagi citra kota dan

perkembangan kota.

C. Pembiayaan

1. Rendahnya kemampuan masyarakat untuk membangun jamban, terutama bagi

masyarakat di pesisir dan perdesaan.

2. Rendahnya kemampuan home industry untuk membuat IPAL yang mampu

mengelola limbah dengan benar, sehingga ketika dibuang ke saluran atau badan

sungai sudah ramah lingkungan.

B. Tantangan

Beberapa tantangan terkait pengelolaan limbah cair di Kabupaten Rembang

adalah:

1. Ancaman kerusakan dan keberlanjutan ekosistem sungai dan laut akibat pengelolaan

sederhana limbah home industry dan langsung dialirkan ke sungai yang bermuara di

laut.

2. Pencemaran sumber air bersih apabila pengelolaan air limbah yang buruk.

3. Adanya penyakit yang disebabkan karena pencemaran limbah.

4. Belum ada penerapan teknologi pengelolaan air limbah.

5. Semakin meningkatnya kegiatan industri akan meningkatkan jumlah limbah yang

dihasilkan.

6. Limbah cair yang dialirkan ke saluran drainase menjadi pencemar air sehingga perlu

dipertimbangkan untuk melakukan pemisahan antara saluran drainase (dari air hujan)

dengan saluran sewerage (khusus air limbah).

Page 17: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 17

3.2.2. Persampahan

A. Isu Strategis

Beberapa hal yang menjadi isu strategis dalam pengelolaan sampah di Kabupaten

Rembang, baik dari segi teknis operasional, manajemen/ kelembagaan, dan pembiayaan

adalah :

A. Teknis Operasional

1) Di Kabupaten Rembang terdapat 1 TPA yaitu TPA Landoh Sulang belum dapat

melayani secara optimal karena layanan persampahan baru mencakup wilayah

perkotaan dan sebagian IKK.

Di Kabupaten Rembang terdapat 1 TPA yaitu TPA Landoh Sulang untuk melayani

wilayah Barat. TPA Landoh Sulang kini telah berfungsi dengan penggunaan lahan

sebesar 57 % atau 18.500 m². Namun, hingga saat ini TPA tersebut belum dapat

melayani secara optimal karena layanan persampahan baru mencakup wilayah

perkotaan dan sebagian IKK di Kabupaten Rembang sehingga masih terdapat

timbunan sampah kota, seperti pada tahun 2008 sampai dengan 2009 adalah

343,14 m³/ hari sedangkan jumlah sampah yang terangkut adalah 252 m³/ hari

(masih terdapat 1/3 bagian). Jumlah penduduk yang terlayani pun masih sebesar

54% atau sebesar 218.497 penduduk dari jumlah penduduk total. Keadaan ini

didukung dengan kurangnya jumlah sarana prasarana pendukung dan kondisi

TPA Sidomulyo Sedan yang rencananya mulai beroperasi tahun 2010 belum

dapat berfungsi secara optimal, sehingga pelayanan penampungan sampah masih

dibebankan sepenuhnya pada TPA Landoh Sulang. Timbunan sampah ini

tentunya berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi sumber

penyakit.

2) Timbulan sampah yang hanya terangkut 16,39% dari seluruh sampah. Timbulan

sampah yang tidak terangkut dibakar, dibuang ke sungai atau di tepi pantai.

Penyebab timbulan sampah yang tidak terangkut karena keterbatasan sarana

pengangkutan.

3) Dengan pertambahan penduduk dan bertambahnya luasan cakupan pelayanan

persampahan memerlukan dukungan parasarana-sarana pelayanan persampahan

yang lebih banyak, baik sarana pengangkutan, pengumpulan, maupun

pengolahan sampah.

Page 18: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 18

4) Sudah ada embrio pelaksanaan pengelolaan sampah 3R oleh masyarakat. namun

masih mengalami kendala dalam hal penjualan produk yang dihasilkan. Lemahnya

daya saing penjualan pupuk kompos hasil pengolahan sampah organik oleh

masyarakat, akan menjadi ancaman keberlanjutan pengolahan sampah oleh

masyarakat. Oleh sebab itu perlu dipikirkan bagaimana pemasaran produk jika

seluruh wilayah melakukan proses komposting.

B. Manajemen/ Kelembagaan

Permasalahan dari segi manejemen atau kelembagaan berkaitan dengan peran aktif

masyarakat dalam pengelolaan sampah. Minimnya kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah terlihat dari adanya anggapan di masyarakat bahwa pengelolaan

persampahan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah serta kurangnya

partisipasi warga masyarakat dalam pengelolaan persampahan. Hal ini tercermin dari

kegiatan penanganan sampah ditingkat rumah tanggga yang belum menjadi budaya,

seperti melalui 3R (Reduce Reuse RecycleI), serta masih terdapat masyarakat yang

membuang sampah sembarang tempat dan ditimbun di pinggir laut.

C. Pembiayaan

Permasalahan pembiayaan akan dihadapi berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan

sampah 3R. Pengembangan 3R memerlukan biaya untuk pengadaan lahan,

pembuatan TPST dan pengadaan peralatan komposting.

B. Tantangan

Beberapa hal yang menjadi tantangan dalam pengelolaan sampah di Kabupaten

Rembang adalah :

1. Peningkatan jumlah penduduk baik dari kelahiran maupun migrasi akan meningkatkan

jumlah timbulan sampah.

Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Kabupaten Rembang maka perlu

diantisipasi pula meningkatnya jumlah timbulan sampah, mengingat jumlah timbulan

sampah akan semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk. Penyediaan

sarana prasarana pelayanan persampahan pun akan semakin besar jumlahnya.

Sarana prasarana tersebut meliputi TPS, kontainer dan arm roll truck, gerobag

sampah, dan peralatan pengelolaan sampah di TPA meliputi alat berat, pemilah

sampah peralatan komposting dan prasarana pendukungnya.

Padahal disisi lain, TPA yang ada belum berfungsi secara maksimal karena masih ada

timbulan sampah yang tidak terangkut dan tidak terolah. Oleh sebab itu diperlukan

Page 19: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 19

upaya lain untuk mengurangi timbulan sampah seperti penerapan program daur ulang

dan 3R (reduce, reuse, recycle) untuk mengurangi produksi sampah yang didukung

dengan Perda tentang pengelolaan persampahan di tingkat rumah tangga.

2. Lemahnya daya saing penjualan pupuk kompos hasil pengolahan sampah organik oleh

masyarakat, akan menjadi ancaman keberlanjutan pengolahan sampah oleh

masyarakat.

3. Adanya aturan dari pemerintah pusat untuk tidak membangun TPA baru.

4. Adanya penyakit yang disebabkan karena timbunan sampah yang tidak terangkut atau

tidak dikelola.

5. Perlu adanya studi mengenai pengolahan sampah menjadi sumber energi alternatif,

misalnya menjadi sumber energi listrik, namun kendalanya dalam hal pengumpulan

sampah dalam kapasitas yang besar.

6. Regionalisasi TPA antara Kabupaten Rembang dengan wilayah sekitarnya dapat

menjadi alternatif pengumpulan dan pengelolaan sampah terpadu. Kendala yang

mungkin dihadapi adalah penentuan lokasi TPA regional, serta sistem kerjasama

dalam pengelolaannya.

3.2.3. Drainase Lingkungan

A. Isu Strategis

Isu strategis dalam pengelolaan drainase di Kabupaten Rembang yaitu:

A. Teknis Operasional

1. Prasarana sarana drainase lingkungan yang sudah ada belum sesuai standar

pelayanan minimal pembangunan drainase sehingga masih menimbulkan

genangan dan banjir.

Sistem drainase Kabupaten Rembang masih menjadi satu antara pembuangan air

hujan (pematusan air hujan), dan saluran limbah rumah tangga (grey water). Hal

ini menyebabkan bercampurnya air hujan yang bersih dengan air limbah yang

telah tercemar. Sistem drainase yang terbangun belum sesuai dengan Kepmen

Kimpraswil No. 534/2001 tentang Standart Pelayanan Minimal Drainase.

Berdasarkan data DPU Kabupaten Rembang, kondisi ini diperparah dengan

pembuang sekunder yang sudah ada yaitu Saluran Pembuang Sekunder

Cokroaminoto, Saluran Pembuang Sekunder Sumberejo, dan Saluran Pembuang

Page 20: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 20

Sekunder Kabongan Kidul yang memiliki kondisi buruk (rusak). Oleh karena itu,

diperlukan adanya penanganan dan perbaikan lebih lanjut terhadap saluran

drainase yang rusak serta pemisahan saluran air limbah dan air hujan sehingga

sistem pengetusan wilayah dapat berjalan optimal agar genangan air serta banjir

dapat dicegah.

2. Sistem drainase Kabupaten Rembang belum menyeluruh, terutama di daerah

pesisir pantai sehingga sering menimbulkan banjir. Selain itu keterbatasan sarana

drainase di permukiman pesisir pantai juga menyebabkan lingkungan menjadi

kumuh dan tidak sehat.

Sistem drainase perkotaan Kabupaten Rembang pada kondisi eksisting hanya

mencakup wilayah perkotaan Rembang, sedangkan wilayah lainnya belum

terlayani. Sistem drainase lingkungan yang sederhana dengan meresapkan air

hujan dan air limbah ke dalam tanah masih diterapkan di luar wilayah perkotaan

Rembang yang belum terlayani oleh sistem drainase kota. Keterbatasan sarana

sistem drainase lingkungan terutama terdapat di permukiman pantai dan

perkotaan kota Rembang, serta di utara Kecamatan Sale sehingga wilayah

tersebut rawan banjir. Keadaan ini, tentunya berpotensi menyebabkan genangan

air di wilayah yang belum terlayani jaringan drainase. Oleh karena itu, diperlukan

adanya perencanaan dan pembangunan sistem drainase perkotaan yang bersifat

menyeluruh dan terpadu bagi Kabupaten Rembang, baik di kota maupun di

pedesaan.

3. Perubahan TGL ke arah lahan terbangun menyebabkan semakin meningkatnya

volume air limpasan yang semakin besar.

Volume air limpasan yang semakin besar akan meningkatkan sarana-prasarana

drainase yang semakin besar pula. Peningkatan voluem air limpasan dapat

disebabkan karena perubahan fungsi lahan dari lahan non terbangun menjadi

lahan terbangun yang akan menyebabkan berkurangnya kawasan terbuka dan

daerah resapan air. Oleh sebab itu perlu penyusunan masterplan drainase

regional Kabupaten Rembang, serta konservasi daerah-daerah yang berfungsi

lindung dan resapan air.

4. Adanya gelombang dan pasang surut air laut di kawasan pesisir pantai.

Kondisi topografi di permukiman pesisir pantai adalah rendah dan landai kurang

dari 2%, sehingga sering terkena rob. Aktivitas gelombang dan pasang surut air

laut ini akan menyulitkan perencanaan sistim drainase lingkungan permukiman,

Page 21: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 21

terutama di musim hujan. Selain itu, permukiman pesisir pantai di Kabupaten

Rembang cenderung kumuh dan padat bangunan, kondisi ini juga akan

menyulitkan dalam perencanaan sistem drainase, karena keterbatasan untuk

membangun saluran drainase sesuai dimensinya.

5. Kerusakan lingkungan dan tata guna lahan di daerah hulu, daerah aliran sungai

dan dataran tinggi akan memicu peningkatan run off air hujan dan menyebabkan

banjir di daerah hulu sungai serta zona pesisir yang merupakan dataran rendah.

6. Tidak ada keberlanjutan pembangunan drainase di permukiman oleh swasta/

developer. Hal ini sering terlihat di kawasan permukiman terencana yang dibangun

oleh developer. Setelah selesai membangun, umumnya developer tidak

menangani lagi permasalahan yang timbul berkaitan dengan pembangunan

prasarana lingkungan. Masyarakat penghuni di sekitarnya pun merasa tidak mau

terbebani dengan perbaikan prasarana lingkungan.

B. Manajemen/ kelembagaan

1. Kesadaran masyarakat untuk memelihara drainase lingkungan masih rendah.

Belum adanya peraturan daerah tentang pengelolaan drainase dengan prinsip

partisipasi masyarakat merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat

kemauan dan kesadaran masyarakat dalam mengelola drainase terutama di

tingkat lingkungan tempat tinggal. Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat untuk

tidak membuang sampah di saluran drainase masih rendah. Masih ditemukan pula

kebiasaan masyarakat untuk membuang sampah di sungai yang menjadi saluran

drainase primer. Kondisi ini tentunya mengakibatkan peningkatan sedimentasi

saluran drainase yang berpotensi menjadi penyebab genangan air dan banjir di

wilayah tersebut, yang kemudian menyebabkan sumber penyakit seperti DBD.

Oleh karena itu, diperlukan adanya sosialisasi pengelolaan drainase tingkat

lingkungan rumah tangga, seperti pembersihan saluran dengan cara kerja bakti di

setiap lingkungan, serta penerapan pembayaran retribusi sampah sebagai upaya

pencegahan masyarakat agar tidak membuang sampah pada saluran draianse.

2. Belum optimalnya keterpaduan perencanaan pembangunan saluran drainase kota

dengan perencanaan penataan ruang kota. Hal ini disebabkan karena belum

adanya dokumen perencanaan sistem drainase yang terpadu untuk seluruh

kabupaten.

C. Pembiayaan

Page 22: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 22

1. Kemampuan masyarakat untuk membangun dan mengelola drainase lingkungan

secara swadaya masih relatif rendah.

2. Pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase secara terpadu yang

menyeluruh di seluruh wilayah Kabupaten Rembang memerlukan biaya yang

cukup besar. Hal ini disebabkan karena seluruh saluran drainase yang dibangun

harus terpadu menjadi suatu sistem skala kota agar aliran air mengalir dengan

lancar tanpa menimbulkan genangan atau banjir di daerah sekitarnya. Oleh sebab

itu perlu diprioritaskan pada daerah yang harus segera/ mendesak untuk

ditangani.

Salah satu permasalahan pokok sektor permukiman di Kabupaten Rembang

adalah kondisi permukiman yang kumuh, hal tersebut terutama terlihat di wilayah

permukiman pantai. Kekumuhan itu terjadi karena kondisi sosial ekonomi masyarakat

nelayan yang umumnya rendah, juga adanya ancaman abrasi dan akresi, dan kondisi

lahan pantai yang sulit untuk dikembangkan sistem drainase yang memadai. Saat ini di

Kabupaten Rembang terdapat 6 wilayah Kecamatan yang berbatasan dengan garis

pantai dan 47 desa/kelurahan meliputi :

- Kecamatan Kaliori :

o Desa Tunggulsari

o Desa Tambakagung

o Desa Dresi Kulon

o Desa Tasikharjo

o Sesa Purworejo

o Desa Banyudono

o Desa Pantiharjo

- Kecamatan Rembang

o Kelurahan Gegunung Kulon

o Kelurahan Gegunung Wetan

o Kelurahan Pacar

o Kelurahan Tanjungsari

o Kelurahan Tasikagung

o Kelurahan Pandean

o Kelurahan Sukoharjo

o Kelurahan Kabongan Lor

o Kelurahan Tireman

Page 23: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 23

o Kelurahan Pasarbanggi

o Kelurahan Triunggal

o Kelurahan Punjulharjo

- Kecamatan Lasem

o Desa Gedongmulyo

o Desa Bonang

- Kecamatan Sluke

o Desa Leran

o Desa Pangkalan

o Desa Jatisari

o Desa Manggar

o Desa Blimbing

o Desa Sendangmulyo

o Desa Labuhan Kidul

- Kecamatan Kragan

o Desa Sumbersari

o Desa Sumurtawang

o Desa Pandangan Kulon

o Desa Pandangan Wetan

o Desa Plawangan

o Desa Balongmulyo

o Desa Tegalmulyo

o Desa Kragan

o Desa Karangharjo

o Desa Karanglincak

o Desa Karanganyar

o Desa Kebloran

o Desa Tanjung

- Kecamatan Sarang

o Desa Sumbermulyo

o Desa Kalipang

o Desa Sendangmulyo

o Desa Bajingjowo

o Desa Karangmangu

o Desa Temperak

Page 24: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 24

Walaupun tidak seluruh desa di bagian pantai berpenghuni namun sejumlah besar

merupakan permukiman nelayan. Seperti halnya di Kelurahan Tanjungsari, Desa

Bajingjowo dimana ada TPI, pasti disekitarnya ada permukiman berpenghuni dan akan

mempunyai permasalahan drainase.

B. Tantangan

Beberapa tantangan dalam pengelolaan drainase di Kabupaten Rembang yaitu:

1. Perubahan TGL ke arah lahan terbangun menyebabkan semakin meningkatnya

volume air limpasan yang semakin besar. Hal ini tidak sebanding dengan

pembangunan saluran drainase, akibatnya limpasan air meluap ke jalan. Perlu

dipikirkan alternatif upaya-upaya untuk mengurangi limpasan air, serta untuk

mengurangi tingkat kejenuhan air di dalam tanah sehingga kemampuan tanah untuk

menyerap air dapat ditingkatkan.

2. Penanganan gelombang dan pasang surut air laut di kawasan pesisir pantai yang

kurang tepat akan menambah kekumuhan kawasan.

3. Penanganan kawasan permukiman kumuh yang terpadu dari aspek fisik, sosial

maupun ekonomi. Dari aspek fisik dapat dilakukan dengan pembangunan saluran

drainase sesuai standar pelayanan minimal pembangunan saluran drainase.

4. Efek global warming yang mengakibatkan tingginya curah hujan, dan kenaikan muka

air laut di zona pesisir. Global warming merupakan fenomena alam secara makro

berkaitan dengan perilaku manusia yang tidak menjaga kelestarian alam. Oleh sebab

itu penanganannya harus dilakukan secara komprehensif dari berbagai sektor

lingkungan maupun perilaku masyarakat agar mulai ramah lingkungan.

5. Adanya penyakit yang disebabkan karena banjir maupun genangan akibat saluran

drainase buruk.

3.2.4. Hiegenitas

Hiegenitas lingkungan Kabupaten Rembang secara umum tergolong masih

rendah. Hal ini tercermin dari kasus penyakit DBD di Kabupaten Rembang hampir merata

di seluruh kecamatan, dimana kini 11 kecamatan telah menjadi endemis penyakit DBD,

sedangkan 4 kecamatan yang lainnya merupakan kecamatan seporadis. Jumlah kasus

penyakit diare, DBD dan malaria di Kabupaten Rembang selama 4 tahun terakhir masih

bersifat fluktuatif (naik turun). Tingkat kejadian penyakit diare, DBD dan malaria ini sangat

berkaitan erat dengan kondisi maupun pengelolaan sanitasi (meliputi drainase

Page 25: Form I Rembang Bab III

Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Rembang III - 25

lingkungan, air limbah dan persampahan), selain itu dipengaruhi juga oleh tingkat

kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan yang rendah. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa sanitasi di Kabupaten Rembang tergolong buruk. Oleh karena itu,

diperlukan adanya pengoptimalan sosialisasi atau kampanye mengenai kesehatan

lingkungan, seperti Kampanye Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) oleh Dinas

Kesehatan.

A. Isu Strategis

Beberapa isu strategis berkaitan dengan higienitas di Kabupaten Rembang

adalah:

1. Kualitas lingkungan hidup yang masih rendah karena cakupan sanitasi dasar seperti

cakupan sarana air bersih, cakupan jamban keluarga, cakupan sarana pembuangan

air limbah dan persentase rumah sehat rendah.

2. Masih tingginya penyakit yang disebabkan karena kualitas sanitasi lingkungan yang

buruk

3. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat.

B. Tantangan

Beberapa tantangan berkaitan dengan higienitas di Kabupaten Rembang adalah:

1. Sulitnya merubah pola perilaku atau budaya untuk hidup bersih dan sehat, misalnya

dalam hal buang air sembarangan. Oleh sebab itu perlu dididik sejak dini serta

disediakan fasilitas yang memadai.

2. Kader penyuluhan sanitasi masih terbatas jumlahnya sehingga perlu adanya

kaderisasi dalam sosialisasi dan penyuluhan tentang sanitasi yang baik di tiap

kecamatan.