Forensik Referat rekam medis

download Forensik Referat rekam medis

of 24

description

referat forensik yang menjelaskan tentang kewajiban dokter dalam menyimpan rekam medis

Transcript of Forensik Referat rekam medis

REFERATKEWAJIBAN DOKTER MENJAGA RAHASIA KEDOKTERAN DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN INDONESIA

DISUSUN OLEHKELOMPOK FK UWKS PROBOLINGGODOKTER MUDA ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL(Periode 25 Mei 2015 -21 Juni 2015)1. Nurfahmi Febrian S137107062. Karlinawati Amala137106493. Sheilla Adila Giardini137108324. Yohana137107725. Diah Verawati137107706. Willien Mustika Wira13710764PembimbingProf. H. Sudjari Solichin, dr., Sp.F(K)

DEPARTEMEN/INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA/RSUD DR. SOETOMOSURABAYA2015LEMBAR PENGESAHANREFERAT BERJUDULKEWAJIBAN DOKTER MENJAGA RAHASIA KEDOKTERAN DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN INDONESIATelah disetujui dan disahkan oleh Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya pada:Hari: KamisTanggal: 04 Juni 2015Tempat: Ruang Kuliah Dokter Muda Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga SurabayaDisusun oleh:Dokter Muda Kelompok UWKS Probolinggo(Peri ode 25 Mei 2015-21 Juni 2015)1. Nurfahmi Febrian S137107062. Karlinawati Amala137106493. Sheilla Adila Giardini137108324. Yohana137107725. Diah Verawati137107706. Willien Mustika Wira13710764Surabaya, 10 Juni 2015Koordinator Pendidikan S1Dosen PembimbingIlmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Wieke Lutviandari, drg.,DPMProf. H. Sudjari Solichin,dr. Sp.F(K)NIP. 19600913 198711 2 001NIP. 139 090 838KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul Kewajiban Dokter Menjaga Rahasia Kedokteran Dalam Praktik Kedokteran Indonesia ini dapat diselesaikan meskipun jauh dari sempurna. Pembuatan makalah ini merupakan salah satu tugas dalam menempuh masa dokter muda di Kedokteran forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Ucapan terima kasih karena bimbingan, dukungan, dan bantuan dalam pembuatan makalah ini disampaikan kepada:1. H. Hoedyanto,dr.Sp.F(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga2. Dr. A. Yudianto,dr.Sp.F,SH,MKes selaku Kepala Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr.Soetomo Surabaya.3. Drg.Wieke Lutviandari,DFM selaku Koordinator Pendidikan Dokter Muda Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr.Seotomo Surabaya4. Prof. H. Sudjari Solichin,dr,So.F(K) pembimbing makalah ini di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fk Universitas Airlangga5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas Airlangga6. Seluruh PPDS Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Universitas AirlanggaBesar harapan penulis agar makalah ini dapat memperluas wawasan dan menambah pengetahuan khususnya pada para praktisi Ilmu Kedokteran Forensik dan medikolegal serta pembaca umumnya

Penyusun

Daftar Isi

Halaman Judul iLembar PengesahaniiKata PengantariiiDaftar IsiivBab I Pendahuluan1Bab II Pembahasan4Bab III Kesimpulan20

iv

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPada jaman yang semakin modern ini kesehatan menjadi prioritas utama bagi masyarakat, dimana dalam hal ini membuat peranan dokter dalam kesehatan masyarakat semakin besar. Hubungan dokter dengan masyarakat, didalam hal ini pasien, berkaitan erat dengan rahasia kesehatan medik yang mereka percayakan kepada dokter untuk mengobati penyakit mereka.Dokter merupakan pihak yang telah mempunyai keahlian di bidang kedokteran, sedangkan pasien adalah orang sakit yang membutuhkan bantuan dokter untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Pada kedudukan ini, dokter itu adalah orang yang dianggap pakar dalam bidang kedokteran dan pasien adalah orang sakit yang awam akan penyakitnya dan mempercayakan dirinya untuk disembuhkan oleh dokter (Safitri Hariyani, 2005:9).Hubungan antara dokter-pasien, terutama ditandai prinsip-prinsip etis yang utama, antara lain Berbuat baik, yaitu tidak melakukan sesuatu yang merugikan (non-nocere). Dalam berbuat baik ini dokter dituntut untuk rela berkorban walaupun dia sendiri mengalami kesulitan. Misalnya malam hari seorang dokter harus datang menolong pasien walaupun ia sendiri dalam keadaan lelah dan sedang istirahat; Keadilan, yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada setiap orang pada situasi yang sama tanpa memandang jasa, kekayaan, status sosial dan kemampuan membayar dari pasiennya; Otonomi, yaitu hak atas perlindungan privacy pasiennya.Dokter sebagai seseorang yang profesional di bidangnya berkewajiban menyarankan kepada pasien untuk memilih tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya, karena keputusan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap diri pasien adalah hak pasien untuk menentukan dirinya sendiri. Dalam hal ini dikatakan bahwa dokter memiliki kebebasan profesional, sedangkan pasien memiliki kebebasan terapeutik (Anny Isfandyarie, 2005:4).Transaksi terapeutik merupakan perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Berbeda dengan transaksi yang biasa dilakukan oleh masyarakat, transaksi terapeutik memiliki sifat atau ciri yang khusus yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya, kekhususannya terletak pada atau mengenai obyek yang telah diperjanjikan. Obyek dari perjanjian ini ialah berupa upaya atau terapi untuk kesembuhan pasien. Jadi perjanjian atau transaksi terapeutik, adalah suatu transaksi untuk menentukan atau upaya mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh dokter. Jadi menurut hukum, obyek perjanjian dalam transaksi terapeutik bukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upaya yang tepat untuk kesembuhan pasien (Bahder Johan Nasution, 2005:11).Dari transaksi terapeutik yang terjadi muncul gagasan kerangka pemikiran tentang Rahasia Kedokteran yang timbul pertama-tama dari kewajiban professional untuk merahasiakan keterangan yang diperoleh dalam melaksanakan profesi. Keterangan yang didapat oleh para professional dalam melakukan profesi, dikenal dengan nama Rahasia Jabatan. Dimana terdapat peraturan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.

1.2 Tujuan1.2.1 Tujuan UmumMengetahui kewajiban dokter dalam menjaga rahasia pasien dalam praktek kedokteran1.2.2 Tujuan Khusus1. Menjelaskan apa yang dimaksud rahasia kedokteran2. Menjelaskan undang-undang tentang rahasia kedokteran 3. Menjelaskan pelanggaran terhadap kewajiban dokter dalam menjaga rahasia kedokteran4. Menjelaskan pihak-pihak yang bisa membuka rahasia kedokteran5. Menjelaskan sanksi disiplin terhadap dokter yang melanggar UU praktik kedokteran

1.3 Manfaat1.3.1 Manfaat TeoritisMemberikan pengembangan terhadap studi kedokteran tentang rahasia kedokteran di Indonesia khususnya tentang kewajiban dokter dalam menjaga rahasia medis pasiennya.1.3.2 Manfaat PraktisMembantu masyarakat dalam mendapatkan pengetahuan tentang rahasia kedokteran yang wajib dijaga oleh seorang dokter dan penyelesaian terhadap masalah pelanggaran-pelanggaran yang kerap terjadi menyangkut pembocoran kerahasiaan medis mereka

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Arti Rahasia KedokteranRahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun masa yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup maupun sudah meninggal. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1996 pasal 1, pasal 2, pasal 3. Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu :1. Rahasia pekerjaan2. Rahasia jabatan. Rahasia pekerjaan Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter. Rahasia jabatan Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri, yang berbunyi : Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut sifat atau menurut perintah harus saya rahasiakan, Yang termasuk dalam rahasia kedokteran mencakup aspek moril dan yuridis, tidak hanya mencakup segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaannya atau keilmuannya mengenai hal-hal yang diceritakan atau dipercayakan kepada seorang dokter secara eksplisit (permintaan khusus untuk dirahasiakan), tetapi juga meliputi hal-hal yang disampaikan secara implisit (tanpa permintaan khusus), termasuk dalam hal ini segala fakta yang didapatkan dari pemeriksaan penderita, interpretasi untuk menegakkan diagnose dan melakukan pengobatan, dari anamnesa dan pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERANPasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:1. Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya.2. Dokter atau dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokterfan/kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.4. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan yang berwenang.5. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien, termasuk dalam bentukelektronik.6. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, wali, anak-anak kandung yang telah dewasa, atau saudara-saudara kandung yang telah dewasa.7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.Pasal 2Pengaturan rahasia kedokteran bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam perlindungan, penjagaan, dan penyimpanan rahasia kedokteran.UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERANPasal 48(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

2.2 Pihak-pihak yang Diwajibkan Menyimpan Rahasia KedokteranMenurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1996 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran pasal 3, yang diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran adalah tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas di lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang diterapkan oleh Menteri Kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 2, tenaga kesehatan terdiri dari :1. Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi. 2. Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan. 3. Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. 4. Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. 5. Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan ditisien. 6. Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasioterapis, dan terapis wicara. 7. Tenaga keteknisian medis, meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi, dan perekam medis. Berpuluh-puluh abad yang lalu hal tentang wajib simpan rahasia kedokteran sudah dicanangkan oleh Hippocrates dalam sumpahnya yang hingga kini tetap dianut dan menjadi dasar dari kode etik kedokteran di seluruh dunia yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing negara. Rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang secara intrinsik bertalian dengan segala pekerjaan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran secara menyeluruh. Oleh karena itu harus kita sadari bahwa semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul dengan orang sakit atau sedikitnya mengetahui keadaan orang sakit, tetapi tidak atau belum mengucapkan sumpah atau janji secara resmi, maka sudah sepantasnya berkewajiban dan menjunjung tinggi rahasia rahasia kedokteran tersebut. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat dalam lafal sumpah dokter yang berbunyi : Saya bersumpah /berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERANBAB III KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA KEDOKTERANPasal 4(1) Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran.(2) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien;b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan;d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan;e. badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan; danf. mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan kesehatan.(3) Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya, walaupun pasien telah meninggal dunia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERANPasal 48(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.Pasal 51Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dane. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

2.3 Hal-hal yang Perlu Dirahasiakan dalam Rahasia KedokteranDalam menjalankan keprofesiannya seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya mengenai pasiennya, hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1996 pasal 1 dalam Bab penjelasan terdapat kalimat berbunyi: Segala sesuatu yang diketahuinya, mempunyai arti : segala fakta yang didapat dalam pemeriksaan penderita, interpretasinya untk menegakkan diagnose dan melakukan pengobatan, mulai dari anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan sebagainya, juga termasuk fakta-fakta yang dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya. Seorang ahli obat dan mereka yang berkerja di Apotek harus pula merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan kepada pasiennya. Merahasiakan resep dokter adalah suatu yang penting dari etik pejabat yang bekerja dalam apotek. Kapan seorang dokter dapat membuka rahasia kedokteran:Dalam garis besarnya ada 2 aliran atau golongan yang dapat ditemukan dikalangan kedokteran, yaitu : 1. Pendirian yang mutlakGolongan yang menganut pendirian mutlak (absolut) berpendapat bahwa rahasia konsekuensinya. Aliran ini tidak akan mempertimbangkan apa ada kepentingan lain yang lebih utama. Dalam segala hal sikapnya mudah dan konsekuen yakni tutup mulut. Pengikut aliran ini yang terkenal ialah dokter Frouardel (1837-1906), ia adalah seorang dokter Prancis yang kemudian menjadi guru besar dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman di Paris (1879). Prof. Sutomo Tjokronegoro dalam masalah ini menyatakan : Bahwa pendirian demikian tidak hanya kaku, malahan mungkin menyalahi makna rahasia jabatan dokter. Seperti diketahui bahwa dasar dari rahasia jabatan adalah kewajiban moril untuk menjamin kesehatan masyarakat. 2. Pendirian yang nisbi atau relatif. Golongan nisbi atau relatif pada dewasa ini merupakan teori yang terbanyak diikuti dan dapat dikatakan diikuti umum. Tetapi hal ini tidak berarti penerapannya dalam praktek dan persesuaian pendapat, karena teori ini dalam praktek sering sekali mendatangkan konflik moril dan kesulitan-kesulitan lain dalam masalah yang kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut maka Profesor Sudarto, SH mengemukakan bahwa : perlu dipertimbangkan adanya azas profesional dan azas subsider dalam menggunakan hak tolaknya. Azas profesional menghendaki adanya pertimbangan-pertimbangan mana yang lebih utama. Apakah dokter akan memberikan kesaksiannya yang berarti membuka rahasia atau pekerjaannya ataukan ia akan menyimpan rahasia yang lebih diutamakan. Dalam mengambil keputusan, aliran ini akan selalu mempertimbangkan setiap persoalan secara kasuistis. Azas subsider, yakni menyangkut masalah pemilihan tindakan apa yang harus dilakukan dokter sebelum ia terpaksa melepaskan kewajiban untuk menyimpan rahasia. Sebab kalau ini yang menjadi pilihannya, ia harus sudah emperhitungkan resiko yang mungkin dihadapi yakni berupa sanksi pidana atau lainnya karena diadukannya ke pengadilan oleh yang merasa dirugikan akibat dibukanya rahasi oleh dokter. Bila demikian halnya, dokter supaya siap menghadapinya dengan memberikan alasan-alasan yang dapat membenarkan perbuatannya (fait justifactier) atau yang dapat menghapuskan kesalahannya (fait deexcuse). Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), terdapat pasal-pasal yang mengatur hal-hal tersebut diatas, yaitu : KUHP pasal 48 : Tidak boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan karena terdorong oleh daya paksa.

Yang dimaksud dengan daya paksa ini biasanya bukanlah daya paksa mutlak, melainkan daya paksa nisbi. Daya paksa ini terjadi pada keadaan sebagai berikut :a. Melindungi kepentingan umum. Contohnya : seorang guru taman kanak-kanak menderita Koch Pulmonum aktif, menolak untuk berobat dan cuti, maka dapat dilaporkan pada pimpinannya. b. Melindungi kepentingan orang yang tidal bersalah. Contohnya : seorang pengemudi yang menderita epilepsi, menolak untuk berganti pekerjaan, maka dapat dilaporkan kepada majikannya. c. Melindungi pasien yang mempercayakan rahasianya. Contohnya : seorang penderita menceritakan kesulitannya dan bermaksud bunuh diri, apabila dokter tidak dapat mempengaruhi penderita, maka ia dapat memberitahukan keluarganya supaya dijaga agar tidak melakukan bunuh diri. d. Melindungi dokter sendiriContohnya : seorang dokter dituduh melakukan abortus provocarus criminalis, sedangkan sesungguhnya ia hanya menolong penderita yang datang dengan pendarahan akibat tindakan seorang dukun. Dalam keadaan demikian dokter dapat memberikan keterang kepada polisi yang memeriksanya untuk melindungi dirinya terhadap fitnahan tersebut apabila penderita sendiri menolak memberitahukan yang sebenarnya.

KUHP Pasal 50Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan kepentingan Undang-undang, tidak dipidana. Ketentuan ini terutama berkaitan dengan kewajiban seorang dokter melaporkan peristiwa kelahiran, kematian dan penyakit menular.

KUHP Pasal 51Tidak boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan atau menjalankan perintah jabatan yang diberikan pembesar yang berhak. Ketentuan ini menyangkut dokter militer dan dokter majelis penguji kesehatan, misalnya : melaksanakan tes kesehatan untuk penerimaan anggota TNI.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERANBAB II RUANG LINGKUP RAHASIA KEDOKTERANPasal 3(1) Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:a. identitas pasien;b. kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran; danc. hal lain yang berkenaan dengan pasien.(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi atau rujukan, atau sumber lainnya.UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATANPasal 58Ayat (1)Yang termasuk kerugian akibat pelayanan kesehatan termasuk didalamnya adalah pembocoran rahasia kedokteran.UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKITPasal 32Setiap pasien mempunyai hak:a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik danmateri;f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyaiSurat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenagakesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidakmengganggu pasien lainnya;n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; danr. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 38(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.(2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERANPasal 47(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

2.4 Sanksi Bila Membuka Rahasia KedokteranSeorang dokter di Indonesia tanpa kecuali, dianggap sudah mengetahui peraturan-peraturn hukum yang berlaku terutama yang berhubungan dengan ilmu kedokteran pada umumnya dan rahasia kedokteran pada khususnya. Apabila terjadi pembocoran rahasia jabatan, si pelaku dapat dikenai sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi-sanksi tersebut adalah :1. Sanksi pidana, diatur dalam :KUHP Pasal 112Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. KUHP Pasal 3221) Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpan karena jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.2) Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang tersebut.UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERANPasal 79Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang :a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atauc. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

2. Sanksi perdata, diatur dalam :KUH Perdata Pasal 1365 Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. KUH Perdata Pasal 1366Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya. KUH Perdata Pasal 1367Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan karena perbuatan orang-orang yang berada dibawah pengawasannya.

3. Sanksi Administratif. Diatur dalam undang-undang No. 6 Tahun 1963 pasal 11 yang bunyinya sebagai berikut : Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan yang lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan administratif dalam hal sebagai berikut : a. Melalaikan kewajiban b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya ataupun sebagai tenaga kesehatan. c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan.

4. Sanksi SosialYaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri. Contohnya : Masyarakat enggan berobat ke dokter tersebut. 2.5 Rahasia kedokteran dapat dibuka bilaBAB IVPEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERANPasal 5(1) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terbatas sesuai kebutuhan.

Pasal 6(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien; danb. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan.(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan persetujuan dari pasien.(3) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik.(4) Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan telah diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.(5) Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya.Pasal 7(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan.(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis.(3) Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang.(4) Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah pengadilan atau dalam sidang pengadilan, maka rekam medis seluruhnya dapat diberikan.Pasal 8(1) Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar permintaan pasien sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan dengan pemberian data dan informasi kepada pasien baik secara lisan maupun tertulis.(2) Keluarga terdekat pasien dapat memperoleh data dan informasi kesehatan pasien, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh pasien.(3) Pernyataan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan pada waktu penerimaan pasien.Pasal 9(1) Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin, serta kepentingan umum.(2) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas permintaan tertulis dari Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.(3) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa membuka identitas pasien. (4) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :a. audit medis;b. ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular;c. penelitian kesehatan untuk kepentingan negara;d. pendidikan atau penggunaan informasi yang akan berguna di masa yang akan datang; dane. ancaman keselamatan orang lain secara individual atau masyarakat.(5) Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf e, identitas pasien dapat dibuka kepada institusi atau pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 10(1) Pembukaan atau pengungkapkan rahasia kedokteran dilakukan oleh penanggung jawab pelayanan pasien.(2) Dalam hal pasien ditangani/dirawat oleh tim, maka ketua tim yang berwenang membuka rahasia kedokteran.(3) Dalam hal ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan maka pembukaan rahasia kedokteran dapat dilakukan oleh salah satu anggota tim yang ditunjuk.(4) Dalam hal penanggung jawab pelayanan pasien tidak ada maka pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dapat membuka rahasia kedokteran.Pasal 11Penanggung jawab pelayanan pasien atau pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dapat menolak membuka rahasia kedokteran apabila permintaan tersebut bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 12Pembukaan rahasia kedokteran harus didasarkan pada data dan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.Pasal 13(1) Pasien atau keluarga terdekat pasien yang telah meninggal dunia yang menuntut tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan serta menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.(2) Penginformasian melalui media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan kewenangan kepada tenaga kesehatan dan/atau fasillitas pelayanan kesehatan untuk membuka atau mengungkap rahasia kedokteran yang bersangkutan sebagai hak jawab.Pasal 14Dalam hal pihak pasien menggugat tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan maka tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang digugat berhak membuka rahasia kedokteran dalam rangka pembelaannya di dalam sidang pengadilan.UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATANPasal 57(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:a. perintah undang-undang;b. perintah pengadilan;c. izin yang bersangkutan;d. kepentingan masyarakat; ataue. kepentingan orang tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKITPasal 44(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitandengan rahasia kedokteran.((2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.Hak Undur Diri DokterPasal 120 KUHAP1. Daalam hal penyidik perlu, ia dapat minta pendapat ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus2. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya, kecuali bila disebabkan harkat dan martabat pekerjaan jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia, dapat menolak untuk memberikan keterangan yang idmintaPasal 170 KUHAP1. Mereka yang pekerjaan, harkat, martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepadanya2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan manusia tersebut.

BAB IIIKESIMPULAN

Berdasarkan Bab I dan Bab II dalam referat ini maka dapat disimpulkan:1. Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya.2. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1996 pasal 1, pasal 2, pasal 3. Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun masa yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup maupun sudah meninggal.3. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1996 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran pasal 3 diwajibkan menyimpan rahasia kedokteran adalah tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas di lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang diterapkan oleh Menteri Kesehatan.4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG RAHASIA KEDOKTERAN Pasal 3 (1) Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:a. identitas pasien;b. kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran; dan c. hal lain yang berkenaan dengan pasien.(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi atau rujukan, atau sumber lainnya.5. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN 6. Sanksi untuk Pelanggaran tentang Rahasia Kedokteran Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, c2

21