Food Adiktif

30
LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN FOOD ADDITIVE (HEMAVITON JRENG, BAKSO AYAM DAN IKAN ASIN) Oleh : Nama : Bayu Indragiri NRP : 073020030 No. Meja : 6 (Enam) Kelompok : I (Satu) Tanggal Percobaan : 23 Mei 2009 Asisten : Sindi Riyani

description

anpang

Transcript of Food Adiktif

Page 1: Food Adiktif

LAPORAN MINGGUANPRAKTIKUM ANALISIS PANGAN

FOOD ADDITIVE(HEMAVITON JRENG, BAKSO AYAM DAN IKAN ASIN)

Oleh :

Nama : Bayu IndragiriNRP : 073020030No. Meja : 6 (Enam)Kelompok : I (Satu)Tanggal Percobaan : 23 Mei 2009Asisten : Sindi Riyani

LABORATORIUM ANALISIS PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG2009

Page 2: Food Adiktif

FOOD ADDITIVE(HEMAVITON JRENG, BAKSO AYAM, DAN IKAN ASIN)

Bayu Indragiri (073020030)

AbstractThe purpose of food additive analysis is to find out food additive on food until can detected that food

is suitable or not for consumed. The principle Sulphur Peroxide (SO2) analysis is based on SO2 in sample which get using acid to

decstruction until SO2 be reacted with I2 change to blue color . The principle cyclamate analysis is based on extraction and decstruction sample which added with H2O2, HCl 6N, and BaCl2. The principle sodium benzoate analysis is based on acid process of sample with HCl 6N, benzoate acid on sample decstructed in acid condition until produce an emulsion. The principle color analysis is based on mixing of sample and fur sheep for finding out that synthetic color or not with added HCl 6N and distribution of sample added HCl, H2SO4, NaOH, and NH4OH. . The principle of boraks analysis is based on reaction boraks with heating and adding acid to destruction which that filtrate added methanol until happened a change flame color to green. The principle of formaldehyde analysis is based on added khromatophat acid in destilat which has fenol compound condensation with formaldehyde until forming violet color.

The result Sulphur Peroxide with sample Hemaviton Jrengis negative (brown’s color not be lost) that means Hemaviton Jreng not use SO2. The result cyclamate analysis with sample Hemaviton Jrengis positive (formed white precipitation) that means Hemaviton Jrenguse cyclamate. The result sodium benzoate analysis with sampel Hemaviton Jrengis positive (formed red brown color) that means Hemaviton Jrenguse sodium benzoate. The result color analysis with sampel Hemaviton Jrengis positive use synthetic color which shows with added HCl (yellow), H2SO4 (yellow), NaOH (not change), and NH4OH (not change) that means Hemaviton Jreng use Sunset Yellow FDF. The result of boraks analysis with sample Bakso Ayam is no change flame color to green, that means Bakso Ayamnot using boraks. The result of formaldehyde analysis with sample Cook is forming violet color, that means Cook is using formaldehyde.

Kata kunci:food additive, pemanasan, ekstraksi, destilas, iodometri, bulu domba.

Page 3: Food Adiktif

PENDAHULUAN

Latar BelakangPerhatian masyarakat dan industri

terhadap bahan tambahan pangan berkaitan dengan kemungkinan bahwa komponen bermutu rendah dimasukkan dengan curang ke dalam makanan yang dipasarkan dan dengan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh senyawa beracun dalam makanan. Baru-baru ini kita menyadari bahwa banyak senyawa makanan alam mungkin beracun. Masalah bahan tambahan pangan, harus ditinjau hanya sebagai satu segi saja, yaitu dari keamanan makanan, dalam masalah yang lebih umum mengenai senyawa toksik dalam makanan (deMan, 1997, Hal. 487).

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006, Hal. 1).

Bahan tambahan pangan dapat dibagi ke dalam dua golongan utama, bahan tambahan pangan yang ditambahkan tidak sengaja dan bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja. Undang-undang Amerika Serikat yang mengatur bahan tambahan dalam makanan ialah Food Additives Amendment to the Federal Food Drug and Cosmetic Act tahun 1958 (deMan, 1997, Hal. 487).

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. (Cahyadi, 2006, Hal. 1).

Tujuan PercobaanTujuan dari percobaan bahan

tambahan pangan (BTP) atau food additive adalah untuk mengetahui ada tidaknya bahan tambahan makanan pada sampel yang

dianalisa sehingga dapat diketahui apakah makanan tersebut layak atau tidak untuk dikonsumsi.

Prinsip PercobaanPrinsip percobaan dari analisis kadar

sulfur peroksida adalah berdasarkan pada SO2 yang terdapat dalam sampel diperoleh dengan cara destruksi menggunakan asam sehingga SO2 dapat bereaksi dengan I2 yang ditandai dengan perubahan warna biru.

Prinsip percobaan dari analisis siklamat adalah berdasarkan pada pengekstraksian dan pendestruksian sampel yang kemudian ditambahkan dengan H2O2, HCl 6 N, dan BaCl2.

Prinsip percobaan dari analisis natrium benzoat adalah berdasarkan pada pengasaman sampel dengan larutan HCl 6N, asam benzoat yang terdapat dalam sampel didestruksi dalam keadaan asam sehingga dihasilkan suatu emulsi.

Prinsip percobaan dari analisis zat pewarna adalah berdasarkan pada pencampuran sampel dengan bulu domba untuk mengetahui pewarna buatan atau tidak dengan penambahan HCl 6N, dan pembagian sampel dengan penambahan pada masing-masing sampel (HCl, H2SO4, NaOH, Na4OH).

Prinsip percobaan analisis boraks adalah berdasarkan pada sampel yang diperoleh dengan pemanasan dan destruksi menggunakan asam (HCl 6N) kemudian filtratnya ditambah metanol hingga timbul nyala api warna hijau.

Prinsip percobaan analisis formalin adalah berdasarkan pada reaksi penambahan asam kromatofat pada destilat mengikuti kondensasi senyawa fenol dengan formaldehida membentuk senyawa ungu.

Reaksi PercobaanReaksi percobaan analisis sulfur

peroksida adalah,SO2 + HCl H2S + Cu(COOH)2

SO2 + HCl H2S + Cu(OH)2

CuS + 2CH3COOH

Reaksi percobaan analisis siklamat adalah,

Page 4: Food Adiktif

Reaksi percobaan analisis siklamat adalah,C6H5COOH + NaOH C6H6COONa + H2O

Reaksi percobaan analisis boraks adalah,H3BO3 + HCl HBO2 + Cl2

Reaksi percobaan analisis formalin adalah,CH2O + HPO3

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Tambahan MakananBahan Tambahan Makanan (BTM)

atau food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. BTM dan produk-produk degradasinya, biasanya tetap di dalam makanan, tetapi ada beberapa yang sengaja dipisahkan selam proses pengolahan. Sementara itu pada Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan khususnya pada Bab II (Kemanan Pangan) Bagian Kedua disebutkan banwa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai resiko kesehatan dapat dibenarkan, karena hal tersebut lazim digunakan. BTM yang secara tidak sengaja ditambahkan, atau lebih tepat disebut sebagai kontaminan, tidak termasuk dalam konteks BTM yang dibicarakan (Anonim, 2009).

Penambahan BTM secara umum bertujuan untuk:1. Meningkatkan nilai gizi makanan, 2. Memperbaiki nilai sensori makanan, 3. Memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan. Bahan-bahan tambahan seperti vitamin, mineral, atau asam amino biasanya ditambahkan untuk memperbaiki dan/atau menaikkan nilai gizi suatu makanan. Banyak

makanan yang diperkaya atau difortifikasi dengan vitamin untuk mengembalikan vitamin yang hilang selama pengolahan, seperti penambahan vitamin B ke tepung terigu atau penambahan vitamin A ke dalam susu. Mineral besi ditambahkan untuk memperkaya nilai gizi makanan, terutama karena besi yang berada dalam makanan umumnya mempunyai ketersediaan hayati (biovailability) rendah (Anonim, 2009).

Warna, bau, dan konsistensi/tekstur suatu bahan pangan dapat berubah atau berkurang akibat pengolahan dan penyimpanan. Hal ini dapat diperbaiki dengan penambahan BTM seperti pewarna, senyawa pembentuk warna, penegas rasa, pengental, penstabil, dan lain-lain. Pembentukan bau yang menyimpang (off flavor) pada produk-produk berlemak dapat dicegah dengan penambahan antioksidan. Tekstur makanan dapat diperbaiki dengan penambahan mineral, pengemulsi, pengental dan/atau penstabil seperti monogliserida, hidrokoloid, dan lain-lain (Anonim, 2009).

Pengolahan pangan belakangan ini mempunyai kecenderungan untuk memproduksi makanan yang panjang umur simpannya (awet) dan mudah disajikan (convenient). Hal tersebut didorong oleh faktor-faktor seperti sifat bahan pangan segar yang umumnya mudah rusak (perishable) dan musiman, serta gaya hidup yang menginginkan segala sesuatunya serba mudah dan cepat. Untuk mendapatkan makanan yang demikian, salah satu usaha yang digunakan adalah dengan menambahkan bahan pengawet, baik untuk mencegah tumbuhnya mikroba maupun untuk mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia yang tidak dikehendaki selama pengolahan dan penyimpanan (Anonim, 2009).

Selain tujuan-tujuan di atas, BTM sering digunakan untuk meproduksi makanan untuk kelompok khusus seperti penderita diabetes, pasien yang baru mengalami operasi, orang-orang yang menjalankan diet rendah kalori atau rendah lemak, dan sebagainya. Berbagai BTM yang digunakan untuk maksud tersebut di antaranya pemanis buatan, pengganti lemak (fat replacer), pengental, dan lain-lain. Dari

Page 5: Food Adiktif

keterangan di atas, secara implisit di dapat pengertian bahwa BTM dan produk-produk degradasinya harus bersifat tidak berbahaya pada tingkat pemakaian yang diizinkan. Selain itu, pemakaian BTM seyogyanya hanya jika benar-benar dibutuhkan, yaitu jika benar-benar dirasakan terjadi penurunan nilai gizi makanan, perubahan sifat sensori makanan akibat pengolahan atau jika diperlukan untuk membantu pengolahan (processing aid) (Anonim, 2009).

Banyak sekali produsen yang menggunakan BTM dalam pembuatan produk pangan. Pemakaian BTM umumnya diatur oleh lembaga-lembaga seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) di Indonesia dan Food and Drug Administration (FDA) di USA. Peraturan mengenai pemakaian BTM berbeda di suatu negara dengan negara lainnya. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa penggunaan BTM dapat dibenarkan apabila,1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaannya dalam pengolahan produk pangan,2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak mememnuhi persyaratan, 3. Tidak untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan,4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan pangan (Anonim, 2009).

Jenis, Fungsi dan Mekanisme Kerja Bahan Tambahan Makanan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 235/MENKES/PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan fungsinya, yaitu: (1) antioksidan dan antioksidan sinergis, (2) anti kempal, (3) pengasam, penetral dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap dan pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetik, (12) penyedap rasa dan aroma, (13) sekuestran, dan (14) bahan tambahan lain (Anonim, 2009).

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as

Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2006, Hal. 2).

Bahan PengawetPengawet makanan termasuk dalam

kelompok zat tambahan makanan yang bersifat inert secara farmakologik (efektif dalam jumlah kecil dan tidak toksis). Pengawet penggunaannya sangat luas, hampir seluruh industri mempergunakannya termasuk industri farmasi, kosmetik, dan makanan. Karena Indonesia tertinggal dalam bidang penelitiannya maka diadopsilah peraturan yang ada di WHO. Khusus untuk pengawet makanan peraturannya sesuai dengan Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/88 (Anonim, 2009).

Industri yang sudah memiliki ISO 9001 tentunya telah menerapkan manajemen produksi yang baik sehingga banyak yang sudah mengurangi jumlah penggunaan pengawet atau tidak menggunakan pengawet lagi (produk susu, teh dalam botol). Seringkali ada salah pengertian mengenai pengawet untuk makanan yang seolah-olah aman digunakan selama tidak menyebabkan keracunan atau kematian (toksisitas akut), tetapi sebenarnya menyebabkan kerusakan organ tubuh manusia dalam jangka panjang (toksisitas kronik) (Hardman J.G et all 1996). Bahaya ini dapat terjadi karena produk makanan tersebut setiap hari dimakan, berbeda dengan obat-obat per oral yang digunakan hanya kalau sakit. Kebutuhan akan pengawet pada industri kecil (rumah tangga) karena kebersihan tempat, alat produksi, dan proses produksi yang tidak memenuhi syarat. Sesuai dengan persaingan usaha yang terjadi tentunya semakin banyak produk yang dapat dibuat akan semakin murah harga produk tersebut sehingga dapat merebut pasar. Akibat hal ini maka diperlukanlah zat kimia untuk membantu kestabilan produk jika target penjualan tidak tercapai (produk tidak terjual dalam waktu tertentu) Jika zat kimia tersebut tidak termasuk dalam kelompok yang diijinkan penggunaannya sebagai pengawet

Page 6: Food Adiktif

oleh pemerintah tentunya ada alasannya, yang terutama adalah bahaya toksisitas kronisnya akibat tidak inert secara farmakologik (Harmita, 2009).

Fungsi pengawet sudah sangat jelas yaitu untuk memperpanjang umur simpan suatu makanan dan dalam hal ini dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering disebut dengan senyawa antimikroba. Mekanisme Kerja. Berbagai senyawa mempunyai sifat sebagai anti mikroba, diantaranya sulfit dan sulfur dioksida, garam nitrit dan nitrat, asam sorbat, asam propionat, asam asetat dan asam bensoat (Anonim, 2009).

Sulfur dioksida telah lama digunakan dalam makanan sebagai pengawet dan penggunaannya berkembang menjadi berbagai bentuk seperti gas SO2, garam bisulfit dan sulfit. Penelitian menunjukkan bahwa sulfur dioksida paling efektif bekerja pada kondisi pH rendah dan diperkirakan hal ini disebabkan H2SO3 yang dalam larutan tidak terdisosiasi. Dalam keadaan tidak terdisosiasi larutan tersebut lebih mudah menembus dinding sel mikroba. Selain bertindak sebagai pengawet, sulfur dioksida juga dapat mencegah pencoklatan non enzimatik (reaksi Maillard) yaitu dengan cara bereaksi dengan gula-gula pereduksi maupun senyawa tara aldehida. Sulfur dioksida juga mempunyai efek memucatkan pigmen melanoidin yang terbentuk dalam reaksi Maillard sehingga sangat efektif dalam mencegah reaksi pencoklatan tersebut. Sulfur dioksida juga sering ditambahkan ke dalam tepung untuk memutus ikatan disulfida dan memperbaiki mutu adonan yang dihasilkan. Sulfur dioksida dan sulfit dapat dimetabolisme menjadi sulfat dan diekskresi ke adalam urin tanpa efek samping lainnya. Sulfur dioksida atau sulfit biasanya ditambahkan pada konsentrasi sekitar 500 – 1000 ppm, tergantung dari tujuan penambahan dan jenis makanan (Anonim, 2009).

Garam potassium dan sodium dari nitrit dan nitrat yang ditambahkan pada psoses kyuring pada daging juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Senyawa yang berperan adalah nitrit dan pada konsentrasi 150-200 ppm dapat menghambat pertumbuhan Clostridia di

dalam daging yang dikalengkan. Meskipun demikian, penggunaan nitrit saat ini dihindari karena diduga menghasilkan nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Asam sorbat yang merupakan asam monokarboksilat dan analog-analognya yang memiliki ikatan rangkap-a (a-unsaturated) mempunyai sifat anti mikroba yang sangat kuat. Asam ini digunakan dalam bentuk garam sodium dan potassiumnya dan diketahui efektif menghambat pertumbuhan kapang dan ragi di dalam berbagai makanan, seperti keju, produk-produk bakeri, sari buah, anggur dan acar-acaran (pickles). Asam sorbat sangat efektif menekan pertumbuhan kapang dan tidak mempengaruhi citarasa makanan pada tingkat penambahan yang diperbolehkan (sampai 0,3% berat). Aktivitas sorbat meningkat dengan meningkatnya keasaman bahan, atau menurunnya pH makanan. Secara umum asam askorbat efektif sampai pH 6,5. Aktivitas asam sorbat dan analog-analog asam lemaknya diperkirakan karena mikroba tidak dapat dimetabolisme sistem dien dengan ikatan rangkap 1. Diperkirakan asam sorbat mengganggu aktivitas enzim dehidrogenase yang biasanya mendehidrogenasi asam lemak pada awal aktivitasnya. Asam propionat dan asam asetat juga berperan sebagai antimikroba terutama kapang dan beberapa bakteri. Asam propionat biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium dan kalsium. Senyawa ini secara alami terdapat di dalam keju Swiss (sampai 1% berat). Asam propionat banyak digunakan dalam produk-produk bakery karena selain menghambat kapang juga menghambat pertumbuhan Bacillus mesentricus yang menyebabkan kerusakan ropy bread. Seperti halnya antimikroba yang merupakan asam karboksilat lainnya, asam propionat dalam bentuk tidak terdisosiasi bersifat lebih poten. Toksisitas asam propionat bagi kapang dan sebagian bakteri diakibatkan oleh ketidakmampuan mikroba-mikroba tersebut dalam memetabolisme rangkaian 3-karbon (Anonim, 2009).

Penggunaan asam asetat dalam pengawetan pangan sudah sejak lama, seperti pada pengacaran (pembuatan pickles). Selain cuka (4% asam asetat) dan

Page 7: Food Adiktif

asam asetat, bentuk-bentuk lain yang digunakan dalam makanan adalah sodium, kalsium, dan potassium asetat. Bentuk garam-gram tersebut digunakan dalam roti dan produk-produk bakery lainnya yanitu untuk mencegah pembentukan ropy bread. Asam asetat digunakan dalam mengacar sayur maupun daging dan ikan. Selain sebagai anti mikroba, asam asetat juga berkontribusi terhadap citarasa makanan seperti pada produk mayones, acar, saus tomat, dan lain-lain. Aktivitas antimikroba asam asetat meningkat dengan menurunnya pH. Asam benzoat seringkali digunakan sebagai anti mikroba dalam makanan seperti sari buah, minuman ringan, sauerkraut, dan lain-lain. Garam sodium dari asam bensoat lebih sering digunakan karena bersifat labih larut dalam air daripada sifat bentuk asamnya. Asam bensoat sangat poten terhadap ragi dan bakteri dan paling tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang. Asam bensoat sering dikombinasi dengan asam sorbat, dan ditambahkan dalam jumlah sekitar 0,05- 0,1% berat (Anonim, 2009).

Sifat-sifat bahan pengawet dapat meliputi sifat kimia dan fisik. Sifat kimia antara lain struktur kimia atau rumus molekul dan harga pKa yang spesifik untuk setiap jenis bahan pengawet. Sedangkan sifat fisik antara lain pelarutan, baik dalam air, alkohol maupun minyak, bentuk bahan pengawet. Besarnya pelarutan sangat dipengaruhi oleh suhu, misalnya natrium bisulfit pada suhu 250C kelarutannya 28,5 g/100 ml air dan menjadi kurang lebih dua kalinya (50 g/100 ml air) pada suhu 1000C (Cahyadi, 2006, Hal. 16).

PemanisZat pemanis sintetik merupakan zat

yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula (Winarno, 1997, Hal.).

Perkembangan industri pangan dan minuman akan kebutuhan pemanis dari tahun ke tahun semakin meningkat. Industri pangan dan minuman lebih menyukai menggunakan pemanis sintetis karena selain harganya relatif murah, tingkat kemanisan

pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Hal tersebut mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis sintetis terutama sakarin dan siklamat (Cahyadi, 2006, Hal. 67).

Pemanis merupakan komponen bahan pangan yang umum, oleh karena itu agak aneh kalau dimasukkan ke dalam daftar bahan tambahan makanan. Oleh karena itu pemanis yang termasuk BTM adalah pemanis pengganti gula (sukrosa). Pemanis, baik yang alami maupun yang sintetis, merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai nilai gizi (non-nutritive sweeteners). Mekanisme Kerja Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai pemanis, kecuali berasa manis, harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, seperti1. Larut dan stabil dalam kisaran pH yang luas, 2. Stabil pada kisaran suhu yang luas, 3. Mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai side atau after-taste, 4. Murah, setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula. Senyawa yang mempunyai rasa manis strukturnya sangat beragam. Meskipun demikian, senyawa-senyawa tersebut mempunyai feature yang mirip, yaitu memiliki sistem donor/akseptor proton (sistem AHs/Bs) yang cocok dengan sistem reseptor (AHrBr) pada indera perasa manusia (Anonim, 2009).

Sakarin, yang merupakan pemanis tertua, termasuk pemanis yang sangat penting perannya dan biasanya dijual dalam bentuk garam Na atau Ca. Tingkat kemanisan sakarin adalah 300 kali lebih manis daripada gula. Karena tidak mempunyai nilai kalori, sakarin sangat populer digunakan sebagai pemanis makanan diet, baik bagi penderita diabetes maupun untuk pasien lain dengan diet rendah kalori. Pada konsentrasi yang tinggi, sakarin mempunyai after-taste yang pahit. Meskipun hasil pengujian pada hewan percobaan menunjukkan kecenderungan bahwa sakarin menimbulkan efek karsinogenik, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan pada manusia. Oleh karena itu, sakarin sampai saat ini masih diijinkan penggunaannya di hampir semua negara (Anonim, 2009).

Page 8: Food Adiktif

Ada beberapa ciri dari produk yang menggunakan pemanis buatan,yaitu :1. Makanan/minuman yang diberi pemanis buatan mempunyai rasa pahit ikutan (after taste), terutama sakarin. 2. Minuman yang diberi pemanis buatan lebih encer dibandingkan dengan minuman yang menggunakan gula (Indriasari, 2009).

Setelah sakarin, siklamat merupakan pemanis non-nutritif lainnya yang tidak kalah populer. Tingkat kemanisan siklamat adalah 30 kali lebih manis daripada gula dan siklamat tidak memberikan after-taste seperti halnya sakarin. Meskipun demikian, rasa manis yang dihasilkan oleh siklamat tidak terlalu baik (smooth) jika dibandingkan dengan sakarin. Siklamat diperjual belikan dalam bentuk garam Na atau Ca-nya. Siklamat dilarang penggunaannya di Amerika serikat, Kanada, dan Inggris sejak tahun 1970-an karena produk degradasinya (sikloheksil amina) bersifat karsinogenik. Meskipun demikian, penelitian yang mendasari pelarangan penggunaan siklamat banyak mendapat kritik karena siklamat digunakan pada tingkat yang sangat tinggi dan tidak mungkin terjadi dalam praktek sehari-hari. Oleh karena itu, FAO/WHO masih memasukkan siklamat sebagai BTM yang diperbolehkan (Anonim, 2009).

Aspartam atau metil ester dari L-aspartil-L-fenilalanin merupakan pemanis baru yang penggunaannya diijinkan pad tahun 1980-an untuk produk-produk minuman ringan dan campuran kering (dry mixtures). Aspartam merupakan pemanis yang mempunyai nilai kalori karena pada dasarnya aspartam merupakan dipeptida. Meskipun demikian, kemanisannya yang tinggi (200 kali kemanisan sukrosa) maka hanya ditambahkan dalam jumlah yang sangat kecil sehingga nilai kalorinya dapat diabaikan. Aspartam sangat disukai karena rasa manis yang dihasilkannya sangat mirip dengan gula. Karena mwerupakan dipeptida, aspartam mudah terhidrolisis, mudah mengalami reaksi kimia yantg biasa terjadi pada komponen pangan lainnya dan mungkin terdegradasi oleh mikroba. Hal tersebut tentunya merupakan limitasi penggunaan aspartam pada produk-produk pangan dengan kadar air yang tinggi. Jika mengalami hidrolisis, aspartam akan

kehilangan rasa manisnya. Di dalam makanan, aspartam dapat mengalami kondensasi intramolekuler menghasilkan diketo piperazin. Reaksi ini terjadi terutama pada kondisi pH netral sampai basa karena gugus amina yang tidak terprotonasi lebih tersedia untuk reaksi tersebut. Pada pH basa, gugus amina juga dapat dengan cepat bereaksi dengan gugus karbonil dari gula maupun vanilin. Oleh karena itu, setelah bereaksi dengan gula, aspartam dapat kehilangan rasa manisnya dan setetalh bereaksi dengan vanilin, vanila kehilangan aroma khasnya. Produk-produk yang dimaniskan dengan aspartam harus diberi label yang jelas, terutama tentang kandungan fenilalaninnya yang dipantang oleh penderita kelainan fenilketonuria (Anonim, 2009).

Setelah aspartam, pemanis sintetik yang mendapat persetujuan untuk digunakan dalam bahan pangan adalah asesulfam K. Asesulfam K adalah senyawa 6- metil-1,2,3-oksatiazin-4(3H)-on-2,2-dioksida atau merupakan asam asetoasetat dan asam sulfamat yang berada dalam bentuk garam kalsiumnya. Tingkat kemanisan asesulfam adalah 200 kali lebih manis daripada sukrosa dan mutu kemanisannya berada di antara sakarin dan siklamat. Pengujian yang lama dan teliti telah membuktikan bahwa asesulfam K tidak berbahaya bagi manusia dan stabilitasnya selama pengolahan sangat baik. Asesulfam K dapat disintesis dengan harga yang relatip murah dan dengan perolehan yang sangat murni (Anonim, 2009).

Pemanis-pemanis lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan dan diaplikasikan ke dalam makanan di antaranya adalah neohesperidin dihidrochalkon yang merupakan turunan dari senyawa flavonon yang terdapat di dalam jeruk-jerukan. Thaumatin, yang berasal dari buah-buahan tropis di Afrika yang juga berpotensi mengingat tingkat kemanisannya sangat tinggi jika dibandingkan dengan tingkat kemanisan sukrosa. Monelin dan mirakulin, yang merupakan protein yang berasal dari jenis buah beri juga mempunyai potensi untuk dikembangkan. Meskipun demikian, senyawasenyawa tersebut masih harus

Page 9: Food Adiktif

melalui serangkaian pengujian yang panjang terutama dalam aspek keamanannya bagi manusia (Anonim, 2009).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui hubungan struktur kimia bahan pemanis dengan rasa manis adalah,1. Mutu rasa manis,2. Intensitas rasa manis, dan3. Kenikmatan rasa manis (Cahyadi, 2006, Hal. 69).

PewarnaPenentuan mutu bahan pangan pada

umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan(Cahyadi, 2006, Hal. 53).

Pewarna Alami Adalah zat warna alami (pigmen) yang

diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan klorofil. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives”  karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi (Anonim, FAO Indonesia, 2009).

Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah (Anonim, FAO Indonesia, 2009).

Pewarna sintetis Pewarna sintetis mempunyai

keuntungan yang nyata dibandingkan

pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut ”Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid (Anonim, FAO Indonesia, 2009).

Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada. Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran  warna  dan  pasta.  Digunakan untuk mewarnai minuman  berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat(Anonim, FAO Indonesia, 2009).

Rhodamin BRhodamin B adalah salah satu pewarna

sintetik yang tidak boleh dipergunaan untuk makanan, selain itu pewarna lainnya yang dilarang adalah Metanil Yellow Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul sebesar 479.000. Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk-unggu kemerah-merahan, sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berflourensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol, HCl dan

Page 10: Food Adiktif

NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas, di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th. Rhodamin B sampai sekarang masih banyak digunakan untuk mewarnai berbagai jenis makanan dan minuman (terutama untuk golongan ekonomi lemah), seperti kue-kue basah, saus, sirup, kerupuk dan tahu (khususnya Metanil Yellow), dan lain-lain (Anonim, FAO Indonesia, 2009).

Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, ciri-ciri makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna makanan merah terang mencolok. Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk makanan warnanya tidak begitu merah terang mencolok. Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :1. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.2. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada kelopak mata.4. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda (Anonim, FAO Indonesia, 2009).

BoraksAsam borat (H3BO3) merupakan

senyawa bor yang dkenal juga dengan nama borax. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama “bleng”, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan nama “pijer”. Digunakan/ditambahkan ke dalam pangan/bahan pangan sebagai pengenyal ataupun sebagai pengawet (Cahyadi, 2006, Hal. 228).

Bleng adalah campuran garam mineral konsentrasi tinggi yang dipakai dalam pembuatan beberapa makanan tradisional, seperti karak dan gendar. Bleng adalah bentuk tidak murni dari boraks, sementara asam borat murni buatan industri farmasi lebih dikenal dengan nama boraks. Dalam dunia industri, boraks menjadi bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoak (Anonim, 2009).

Dalam bentuk tidak murni, sebenarnya boraks sudah diproduksi sejak tahun 1700 di Indonesia, dalam bentuk air bleng. Bleng biasanya dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur (seperti di Bledug Kuwu, Jawa Tengah). Boraks maupun bleng tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian (Anonim, 2009).

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam borat ini didapati pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan pada bakso. Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0% dan 100,5% H3BO3. Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B= 17,50%; H= 4,88%; O= 77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis(Cahyadi, 2006, Hal. 228).

Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Merupakan kristal lunak lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam Natrium Na2B4O7 10H2O yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks. Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap. Mengkonsumsi boraks dalam

Page 11: Food Adiktif

makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikelurkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria. Boraks yang dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan gejala pusing, muntah, mencret, kejang perut, kerusakan ginjal, hilang nafsu makan (Anonim, 2009).

Pemakaian boraks untuk memperbaiki mutu bakso sebagai pengawet telah diteliti pada tahun 1993. Di DKI Jakarta ditemukan 26% bakso mengandung boraks baik di swalayan, pasar tradisional dan pedagang makanan jajanan. Pada pedagang bakso dorongan ditemukan 7 dari 13 pedagang menggunakan boraks dengan kandungan boraks antara 0,01 – 0,6 % (Anonim, 2009).

FormalinFormaldehid merupakan bahan

tambahan kimia yang efisien, tetapi dilarang ditambahkan pada bahan pangan (makanan), tetapi ada kemungkinan formaldehid digunakan dalam pengawetan susu, tahu, mie, ikan asin, ikan basah, dan produk pangan lainnya. Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol, atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung kira-kira 37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15% metanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan formalin 100% atau formalin 40%, yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut (Cahyadi, 2006, Hal. 230).

Apabila formalin tercampur dalam makanan dengan dosis rendah maka akan menyebabkan keracunan. Namun apabila termakan dalam dosis tinggi akan sangat membahayakan, karena hanya dalam beberapa jam saja akan menyebabkan seseorang yang memakannya menjadi kejang-kejang, kencing darah, muntah darah bahkan dapat berujung kematian. Formalin

ini sangat mudah diserap melalui saluran pernafasan dan pencernaan. Penggunaan formalin dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh, seperti kerusakan hati dan ginjal (Anonim, 2009).

Dari sisi regulasi, penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan sebenarnya telah dilarang sejak tahun 1982. Tata cara perniagaannya bahkan telah diatur dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 54/MPP/KEP/7/2000. Impor zat formalin hanya bisa dilakukan oleh para importir produsen yang diakui Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Selain itu ijin mengimpor itu pun peruntukannya hanya untuk kebutuhan sendiri. Namun, yang menjadi masalah adalah rendahnya pengawasan penggunaan formalin, dan realisasi sangsi hukum terhadap produsen yang menggunakan formalin untuk makanan (Anonim, 2009).

Formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida, bentuknya gas, yang rumus kimianya H2CO. Formaldehida awalnya disintesa oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida bisa dihasilkan dari membakar bahan yang mengandung karbon. Dikandung dalam asap dari kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia. Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang formalin atau formol). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi, sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40% (Anonim, 2009).

Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya

Page 12: Food Adiktif

aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Karena keadaannya katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi Cannizaro menghasilkan asam format dan metanol. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksan atau polimer linier polioksimetilen. Formasi zat ini menjadikan tingkah laku gas formaldehida berbeda dari hukum gas ideal, terutama dalam tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Anonim, 2009).

Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol. Katalis yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai (proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 250 °C dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan persamaan kimia

2CH3OH + O2 → 2H2CO + 2H2O.Katalis yang menggunakan perak

biasanya dijalankan dalam hawa yang lebih panas, kira-kira 650 °C. dalam keadaan begini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus yang menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi dehidrogenasi

CH3OH → H2CO + H2. Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format yang sering ada dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm. Di dalam skala yang lebih kecil, formalin bisa juga dihasilkan dari konversi etanol, yang secara komersial tidak menguntungkan (Anonim, 2009).

Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan, Formalin dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang dan pakaian. Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk

mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem untuk mematikan bakteri serta untuk sementara mengawetkan bangkai. Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan rupa-rupa bahan kimia. Kalau digabungkan dengan fenol, urea, atau melamin, formaldehida menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya yang dipakai untuk kayulapis/tripleks atau karpet. Juga dalam bentuk busa-nya sebagai insulasi. Produksi resin formaldehida menghabiskan lebih dari setengahnya dari produksi formaldehida (Anonim, 2009).

Untuk mensintesa bahan-bahan kimia, formaldehida misalnya dipakai untuk produksi alkohol polifungsional seperti pentaeritritol, yang dipakai untuk membuat cat bahan peledak. Turunan formaldehida yang lain adalah metilen difenil diisosianat, komponen penting dalam cat dan busa poliuretan, serta heksametilen tetramina, yang dipakai dalam resin fenol-formaldehida untuk membuat RDX (bahan peledak). Sebagai formalin, larutan senyawa kimia ini sering digunakan sebagai insektisida, serta bahan baku pabrik-pabrik resin plastik dan bahan peledak. Kegunaan lain :1. Pengawet mayat.2. Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya. 3. Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca.4. Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi. 5. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. 6. Bahan untuk pembuatan produk parfum. 7. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku. 8. Pencegah korosi untuk sumur minyak 9. Dalam konsentrat yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan pembersih karpet (Anonim, 2009).

Karena resin formaldehida dipakai dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks, karpet, dan busa semprot dan

Page 13: Food Adiktif

isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelan-pelan, formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering ditemukan. Apabila kadar di udara lebih dari 0.1 mg/kg, formaldehida yang terhisap bisa menyebabkan iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluar air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan. Kalau terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi jadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya. Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan yang menghisap formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya, sama juga dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan papan artikel. Tapi, ada studi yang menunjukkan apabila formaldehida dalam kadar yang lebih sedikit, seperti yang digunakan dalam bangunan, tidak menimbulkan pengaruh karsinogenik terhadap makhluk hidup yang terpapar zat tersebut (Anonim, 2009).

Ciri makanan berformalin:1. Mi basah:a. Bau sedikit menyengat.b. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar (25 Celsius).Pada suhu 10 derajat C atau dalam lemari es bisa tahan lebih 15 hari.c. Mi tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah putus), dan tidak lengket.2. Tahu:a. Bentuknya sangat bagus.b. Kenyalc. Tidak mudah hancur dan awet (sampai tiga hari pada suhu kamar 25 derajat Celcius). Pada suhu lemari es 10 derajat Celcius tahan lebih dari 15 hari.d. Bau agak menyengat.e. Aroma kedelai sudah tak nyata lagi.3. Ikan:a. Warna putih bersih.b. Kenyal.c. Insangnya berwarna merah tua dan bukan merah segar.

d. Awet (pada suhu kamar) sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.e. Tidak terasa bau amis ikan, melainkan ada bau menyengat.4. Bakso:a. Kenyal.b. Awet, setidaknya pada suhu kamar bisa tahan sampai lima hari.5. Ikan asin:a. Ikan berwarna bersih cerah.b. Tidak berbau khas ikan.c. Awet sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25 derajat C).d. Liat (tidak mudah hancur).6. Ikan Asin potong:a. Berwarna putih bersih.b. Tidak mudah busuk atau awet dalam beberapa hari.

BAHAN, ALAT, DAN METODE PERCOBAAN

Bahan yang DigunakanBahan yang digunakan dalam

identifikasi sulfur peroksida adalah Hemaviton Jreng, aquadest, dan larutan I2.

Bahan yang digunakan dalam analisis siklamat adalah Hemaviton Jreng, aquadest, larutan NaOH 10%, larutan BaCl2, larutan HCl 6N, dan NaNO3.

Bahan yang digunakan dalam analisis natrium benzoat adalah Hemaviton Jreng, aquadest, larutan HCl 6N, petroleum eter, dan larutan FeCl3.

Bahan yang digunakan dalam analisis zat pewarna adalah Hemaviton Jreng, aquadest, larutan HCl 6N, bulu domba, larutan HCl pekat, H2SO4 pekat, NH4OH 10N, dan larutan NaOH 10N.

Bahan yang digunakan dalam percobaan analisis boraks adalah Bakso Ayam, aquadest, HCl 6N, dan metanol.

Bahan yang digunakan dalam percobaan analisis formalin adalah Ikan Asin, aquadest, dan asam kromatofat.

Alat yang DigunakanAlat yang digunakan dalam

identifikasi sulfur peroksida adalah neraca digital, gelas kimia, erlenmeyer, corong, kertas saring, dan pipet tetes.

Page 14: Food Adiktif

Alat yang digunakan dalam analisis siklamat adalah neraca digital, erlenmeyer, gelas kimia, dan pipet tetes.

Alat yang digunakan dalam analisis natrium benzoat adalah neraca digital, erlenmeyer, corong pisah, gelas kimia, pipet tetes, gelas ukur, pipet volume, bunsen, dan cawan porselen (waterbath).

Alat yang digunakan dalam analisis zat pewarna adalah neraca digital, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, pipet tetes, bunsen, dan plat tetes.

Alat yang digunakan dalam percobaan analisis boraks adalah neraca digital, gelas kimia, erlenmeyer, bunsen, cawan porselen/waterbath, pipet volume, korek api, dan tang krus.

Alat yang digunakan dalam percobaan analisis formalin adalah neraca digital, gelas kimia, erlenmeyer, alat destilasi, tabung reaksi, bunsen, tang krus, dan pipet volume.

Metode PercobaanMetode Percobaan Analisis Sulfur

Peroksida (SO2)2 g sampel Hemaviton Jreng

ditimbang dan dilarutkan ke dalam 15 ml aquadest kemudian diaduk. Larutan disaring dan fiiltrat dibagi dua (yang satu untuk identifikasi siklamat dan yang satunya untuk identifikasi SO2). Kemudian ditambahkan 5 tetes I2 dan perubahan warna diamati setelah 10 menit. Apabila positif, warna coklat hilang dan dilanjutkan ke analisis kuantitatifnya. Apabila negatif, warna coklat tidak hilang.

Gambar 1. Metode Percobaan Identifikasi SO2

Gambar 2. Metode Percobaan Penentuan Kadar SO2

5 g sampel Hemaviton Jreng dilarutkan ke dalam 75 ml aquadest bebas CO2, ditambahkan 10 ml H2SO4 6N dan 1 ml amilum 1%, kemudian dititrasi dengan I2

sampai TAT biru.

Page 15: Food Adiktif

Metode Percobaan Analisis SiklamatSampel yang telah dibagi dua dengan

identifikasi SO2 dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah 0,5 ml NaOH 10%,

diaduk, ditambahkan dengan 2 ml BaCl2, 5 ml HCl 6 N dan 0,2 gr NaNO3. Perubahan diamati, jika terbentuk endapan putih maka

hasilnya positif.

Gambar 3. Metode Percobaan Analisis Siklamat

Metode Percobaan Analisis Natrium Benzoat

2 gr sampel Hemaviton Jrengditimbang dan dilarutkan dengan aquadest ditambah HCl 6N (sampai asam) dalam erlenmeyer. Kemudian diekstraksi 5 kali dengan menggunakan pelarut petroleum eter sebanyak 5 ml, lapisan atas yang terpisah dipipet. Lapisan yang telah dipipet, diuapkan di waterbath sampai kering, lalu ditambahkan dengan HCl 6N (sampai asam), aquadest 10 tetes dan 25 tetes FeCl3. Perubahannya diamati, jika warna merah coklat maka hasilnya positif.

Gambar 4. Metode Percobaan Analisis Natrium Benzoat

Metode Percobaan Analisis Zat Pewarna

Gambar 5. Metode Percobaan Analisis Zat Pewarna

5 gr sampel Hemaviton Jreng ditimbang dan dilarutkan dengan 50 ml aquadest dan 5 ml HCl 6N (sampai asam) di

Page 16: Food Adiktif

dalam erlenmeyer. Bulu domba dimasukkan ke larutan tersebut, dipanaskan selama 10 menit. Setelah itu, bulu domba dicuci dengan aquadest jika warna hilang berarti pewarna alami. Jika tidak, bulu domba dibagi empat, diletakkan pada plat tetes, setiap bagian diteteskan masing-masing dengan HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10N, dan NH4OH 10N.

Metode Percobaan Analisis Boraks

Gambar 6. Metode Percobaan Analisis Boraks

Sebanyak 5 g sampel Bakso Ayam ditimbang dan dilarutkan dengan aquadest, ditambahkan HCl 6N (sampai asam), dikocok dan dikisatkan dengan waterbath. Kemudian ditambahkan HCl 6N (sampai asam) dan 5 ml methanol kemudian dibakar dengan korek. Perubahan diamati, hasil (+) timbul warna api hijau setelah dibakar.

Metode Percobaan Analisis Formalin

Gambar 7. Metode Percobaan Analisis Formalin

100 gr sampel Ikan Asin ditimbang, dihaluskan, dan dilarutkan dengan 100 ml aquadest serta 1 ml HPO3 ke larutan tersebut. Disiapkan seperangkat alat destilasi makro dengan menggunakan kondensor, bola kaca pengaman, adapter panjang pada ujung kondensor. Erlenmeyer diletakkan hingga ada destilatnya sebanyak 10 ml, lalu dipindahkan ke tabung reaksi sebanyak 1 ml destilat dan ditambahkan 5 ml asam kromatofat, dihomogenkan. Tabung reaksi dipanaskan selama 30 menit, perubahan diamati, jika terbentuk warna ungu (+)

Page 17: Food Adiktif

positif menandakan sampel Ikan Asin tersebut mengandung formalin.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Hasil PengamatanHasil pengamatan percobaan analisis

food additive dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengamatan Analisis Food Additive

Metode Sampel Hasil Analisis

SO2

Hemaviton Jreng

(-) Warna coklat tidak hilang, berarti sampel tidak mengandung SO2

Siklamat

(-) Terbentuk endapan putih, berarti sampel mengandung siklamat

Natrium Benzoat

Hemaviton Jreng

(+) Terbentuk merah coklat, berarti sampel mengandung Natrium Benzoat

Zat Pewarna

HCl (kemerahan)H2SO4 (coklat)NaOH (tidak berubah)NH4OH (Kecoklatan), berarti sampel mengandung pewarna Sunset Yellow FDF

Analisis Boraks

Bakso Ayam

(-) Tidak terbentuk warna api hijau, berarti sampel tidak mengandung boraks.

Analisis Formalin

Ikan Asin

(+) Karena terbentuk senyawa ungu, berarti sampel

mengandung formalin.

(Sumber : Meja 6, Kelompok I)

PembahasanBerdasarkan percobaan analisis food

additive yang telah dilakukan maka didapat hasil bahwa pada identifikasi SO2 dengan sampel Hemaviton Jreng hasilnya negatif. Analisis siklamat pada sampel Hemaviton Jreng hasilnya adalah positif. Analisis natrium benzoat pada sampel Hemaviton Jreng hasilnya negatif. Analisis zat pewarna pada sampel Hemaviton Jreng hasilnya positif menggunakan Sunset Yellow FDF. Analisis boraks dengan sampel Bakso Ayam memberikan hasil negatif yang ditandai dengan tidak terbentuknya api warna hijau, berarti sampel Bakso Ayamtidak mengandung boraks. Pada analisis formalin dengan sampel Ikan Asin memberikan hasil negatif yang ditandai dengan terbentuknya senyawa ungu yang berarti sampel Ikan Asin tidak mengandung formalin.

Dalam penetapan kadar SO2 dilakukan pada suasana asam yaitu dengan penambahan HCl dan H2SO4 disebabkan karena bentuk efektif dari belerang dioksida ialah asam sulfit yang tak terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehida membentuk senyawa yang tak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan (Winarno, 1997, Hal. 225).

Kandungan SO2 pada sampel ada atau tidaknya dapat dilihat dari hilangnya warna coklat. Hal ini disebabkan karena selain sebagai pengawet, sulfit dapat bereaksi dengan gugus karbonil yaitu dengan penambahan CaCl2. kemudian bereaksi, Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat (Winarno, 1997, Hal. 225).

Hemaviton Jreng merupakan sampel yang digunakan pada penetapan pemanis sintetik. Pada percobaan ini larutan diasamkan dengan HCl, ditambahkan dengan larutan BaCl2, dan digunakan larutan

Page 18: Food Adiktif

NaNO3 yang bertujuan untuk menjernihkan larutan tersebut.

Di Indonesia penggunaan siklamat masih diijinkan, tetapi sebenarnya hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksamina merupakan senyawa karsinogenik, pembuangan sikloheksamina melalui urin dapat merangsang tumbuhnya tumor kandung kemih pada tikus (Winarno, 1997, Hal. 218).

Karena tidak mempertimbangkan toksisitas sinergis, maka level yang aman untuk penggunaan pemanis buatan hanya 45 persen nilai ADI. Siklamat pada manusia mempunyai nilai ADI maksimun 11 mg/kg berat badan (BB). Jadi kalau pada anak ditemukan siklamat 240 persen ADI, berarti kandungan pemanis buatan itu sudah mencapai 240 persen/0,45 = 533,3 persen. Jika dikonversikan, berarti kandungan siklamat sebesar 5,333 x 11 mg/kg = 58,63 mg/kg BB (Indriasari, 2009).

Pemanis buatan banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Siklamat dan sakarin dapat menyebabkan kanker kandung kemih dan migrain. Siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan, di antaranya tremor, migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi, asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual, kebotakan, dan kanker otak (Indriasari, 2009).

Bahan yang digunakan dalam penentuan zat warna atau spot test adalah bulu domba. Karena bahan tersebut memiliki bahan yang lebih kuat dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Terutama pada saat pemanasan, maka serat domba tidak akan hilang atau rusak. Selain itu warna putih yang tedapat pada bulu domba berfungsi sebagai penyerap zat warna dari sampel akan terserap semua apabila warna bulu tersebut putih dan tidak rusak karena bulu domba mengandung keratin. Selain bulu domba juga dapat menggunakan kuku untuk identifikasi warna.

Pada percobaaan analisis zat warna dengan sampel Hemaviton Jreng diketahui bahwa sampel tersebut menggunakan Sunset Yellow FDF. Zat pewarna ini termasuk triphenylmethane dye, merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila dilarutkan

dalam air menghasilkan warna hijau kebiruan, larut dalam glikol dan gliserol, agak larut dalam alkohol 95%. Zat pewarna ini tahan terhadap asam asetat, tetapi agak luntur oleh cahaya. Agak tahan terhadap HCl 10%, tetapi, menjadi berrwarna kehijauan, sedangkan dalam HCl 30% menjadi hijau kekuningan. Agak tahan terhadap NaOH 10% dalam NaOH 30% akan membentuk merah anggur. Tehadap alkali lain warna menjadi merah pada suhu tinggi. Lebih tahan terhadap reduktor dibandingkan dengan golongan azo dyes dan zat warna ini tidak terpengaruh oleh gula invert, sedangkan amaranth akan kehilangan warnanya. Zat warna ini tidak terpengaruh oleh Ca maupun Al (Winarno, 1997, Hal. 191).

Zat pewarna juga digunakan sebagai zat diagnostic, desinfektan dan, zat dalam proses pengobatan. Zat warna merah, seperti garam aluminium atau kalsium dari zat warna larut air, sering kali ditambahkan pada aluminium hidroksida, dan sering digunakan sebagai pewarna pada tablet dan gelatin pada kapsul. Stabilitas warna dari zat pewarna dipengaruhi oleh cahaya, pH, oksidator, reduktor, dan surfaktan (Anonim, 2009).

Berdasarkan SNI tahun 1990, batas maksimum penggunaan Sunset Yellow FDF pada es krim dan sejenisnya 100 mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 300 mg/kg), pada kapri kalengan (100 mg/kg. Tunggal atau campuran dengan pewarna lain), pada ercis kalengan (200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain), pada acar ketimun dalam botol (300 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain), pada jem dan jeli saus apel kalengan (200 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain), dan pada makanan lain (100 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain).

Natrium benzoat berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25oC sebesar 660 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8.

Page 19: Food Adiktif

Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5-4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Penggunaan asam benzoat dibatasi dalam hampir semua produk buah-buahan dan sering digunakan bersama-sama dengan belerang dioksida. Asam benzoat lebih efektif terhadap khamir dan bakteri daripada kapang dan pada konsentrasi diatas 25 mg/l asam yang tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang (Winarno, 1997, Hal. 224).

Di dalam tubuh, asam benzoat akan dimetabolisme di dalam liver. Pada organ ini, asam benzoat bereaksi dengan asam amino glisin, membentuk asam hipurat. Selanjutnya, produk asam hipurat ini dikeluarkan lewat urine. Mekanisme ini bisa mengeluarkan 66 - 95% benzoat dari dalam tubuh. Sisa benzoat yang masih tertinggal akan dimetabolisme dengan bantuan asam glukoronat. Lewat dua jalur metabolisme ini, benzoat dikeluarkan dari dalam tubuh. Sepanjang tidak ada gangguan liver, benzoat tidak akan terakumulasi (Solekhudin, 2007).

Meski kandungan bahan pengawet rata-rata tidak terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi terus menerus dan berakumulasi, akan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Bahan pengawet pada dasarnya merupakan bahan yang ditambahkan pada makanan untuk menghambat terjadinya kerusakan atau pembusukan makanan dan minuman. Penggunaan pengawet terutama dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi minuman mudah rusak. Dengan pemberian pengawet tersebut, produk minuman diharapkan dapat terpelihara kesegarannya. Selama ini, ada tiga kelompok produk yang beredar di pasaran. Pertama, produk yang tidak menggunakan bahan pengawet. Kedua, produk yang menggunakan bahan pengawet dan

mencantumkan pada label makanan. Ketiga, menggunakan bahan pengawet tapi tak mencantumkan pada kemasan. Padahal, adanya label yang mencantumkan komposisi kandungan bahan pada produk tadi, amatlah penting. Maka dari itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes, harus bertindak tegas dengan mencabut izin produk minuman yang tidak sesuai ketentuan (Anonim, 2009).

Berbagai jenis penyakit bisa timbul akibat akumulasi dari bahan tersebut dalam tubuh. Seperti, kanker dan menyebabkan systemic lupus erythematosus (SLE), dan sebagainya. Dengan begitu, dia mengharapkan agar masyarakat lebih kritis dan berhati-hati dalam membeli produk minuman atau makanan kemasan antara lain dengan meneliti lebih dahulu komposisi kandungan bahan pada label kemasan (Anonim, 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanBerdasarkan percobaan analisis food

additive yang telah dilakukan maka didapat hasil bahwa pada identifikasi SO2 dengan sampel Hemaviton Jreng hasilnya negatif. Analisis siklamat pada sampel Hemaviton Jreng hasilnya adalah positif. Analisis natrium benzoat pada sampel Hemaviton Jreng hasilnya negatif. Analisis zat pewarna pada sampel Hemaviton Jreng hasilnya positif menggunakan Sunset Yellow FDF. Identifikasi boraks pada sampel Bakso Ayam hasilnya negatif. Identifikasi formalin pada sampel Ikan Asin hasilnya negatif.

SaranDalam melakukan penelitian, praktikan

harus hati-hati dalam menimbang. Juga prosedur penelitiannya harus diperhatikan dengan baik. Sebelum melakukan penelitian, hendaknya alat-alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu, agar mendapatkan hasil yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2007), Pengetahuan Keamanan Pangan: Tentang Pewarna,

Page 20: Food Adiktif

www.google.com, Akses: 27/05/08, Bandung.

Anonim, (2009), Bahan Tambahan Makanan, www.google.com, Akses : 27/05/08, Bandung.

Anonim, (2009), Banyak Minuman Kemasan Tak Cantumkan Bahan Pengawet, www.republika.co.id, Akses : 27/05/08, Bandung.

Anonim, (2009), Kajian Keamanan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan, www.google.com, Akses : 27/05/08, Bandung.

Anonim, (2009), Bleng, http://id.wikipedia.org/wiki/Bleng,Akses: 27/05/08, Bandung.

Anonim, (2009), Borax, www.google.com, Akses : 27/05/08, Bandung.

Anonim, (2009), Formalin, http://id.wikipedia.org/wiki/Formalin,Akses: 27/05/08, Bandung

Anonim, (2009), Formalin dan Boraks, http://id.wikipedia.org/wiki/BloraksdanFormalin, Akses : 27/05/08, Bandung.

Anonim, (2009), Formalin...hati-hati lho....,http://tafakur2005.blogsome.com/2006/01/01/formalin-hati-hati lho/trackback/, Akses : 27/05/08, Bandung.

Cahyadi, Wisnu., (2006), Analisis & Aspek Kesehatan : Bahan Tambahan Pangan, PT Bumi Akasara, Jakarta.

deMan. John M., (1997), Kimia Makanan, ITB, Bandung.

Harmita, (2009), Amankah Pengawet Makanan Bagi Manusia?, www.google.com, Akses : 27/05/08, Bandung.

Indriasari, Lusiana., (2009), Si Manis yang Perlu Diwaspadai, www.kompas.com, Akses: 27/05/08, Bandung.

Solekhudin, (2007), Tidak Semua Pengawet Berbahaya,

www.kompas.com, Akses : 27/05/08, Bandung.

Winarno F.G., (1997), Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.