Fluid Therapy Mikrosirkulasi

25
Terapi Cairan Dan Mikrosirkulasi Hipovolemik G. Gruartmonera, J. Mesquidaa, dan Can Inceb Tujuan kajian Dalam kondisi syok, mengoptimalkan volume intravaskular sangat penting untuk memastikan pengiriman oksigen yang cukup ke jaringan. Praktek kami dalam manajemen cairan saat ini berporos pada hukum jantung Frank-Starling, dan efek dari pemberian cairan yang diukur sesuai dengan perubahan stroke volume yang diinduksi. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengevaluasi batas-batas dari pendekatan makro hemodinamik untuk pemberian cairan saat ini, dan untuk memperkenalkan integrasi mikrosirkulatorik sebagai bagian fundamental dari pemantauan perfusi jaringan. Temuan Terbaru Perubahan makrosirkulasi disebabkan oleh ekspansi volume yang tidak selalu dibarengi dengan perubahan proporsional dalam perfusi mikrosirkulasi. Hilangnya koherensi hemodinamik membatasi nilai dari pemberian terapi cairan yang sesuai dengan makro hemodinamik, dan menyoroti pentingnya untuk mengevaluasi target akhir dari pemberian sejumlah volume cairan, yaitu mikrosirkulasi.

description

terapi cairan mikrosirkulasi

Transcript of Fluid Therapy Mikrosirkulasi

Page 1: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

Terapi Cairan Dan Mikrosirkulasi Hipovolemik

G. Gruartmonera, J. Mesquidaa, dan Can Inceb

Tujuan kajian

Dalam kondisi syok, mengoptimalkan volume intravaskular sangat penting untuk

memastikan pengiriman oksigen yang cukup ke jaringan. Praktek kami dalam

manajemen cairan saat ini berporos pada hukum jantung Frank-Starling, dan efek

dari pemberian cairan yang diukur sesuai dengan perubahan stroke volume yang

diinduksi. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengevaluasi batas-batas dari

pendekatan makro hemodinamik untuk pemberian cairan saat ini, dan untuk

memperkenalkan integrasi mikrosirkulatorik sebagai bagian fundamental dari

pemantauan perfusi jaringan.

Temuan Terbaru

Perubahan makrosirkulasi disebabkan oleh ekspansi volume yang tidak selalu

dibarengi dengan perubahan proporsional dalam perfusi mikrosirkulasi. Hilangnya

koherensi hemodinamik membatasi nilai dari pemberian terapi cairan yang sesuai

dengan makro hemodinamik, dan menyoroti pentingnya untuk mengevaluasi target

akhir dari pemberian sejumlah volume cairan, yaitu mikrosirkulasi.

Ringkasan

Pendekatan saat ini untuk mengoptimalkan volume intravaskular terbuat dari

perspektif makro hemodinamik. Namun, beberapa situasi dimana terjadinya

kehilangan koherensi antara makrosirkulasi dan mikrosirkulasi telah dijelaskan. Uji

klinis masa depan harus mengeksplorasi kegunaan dalam mengintegrasikan evaluasi

mikrosirkulasi dalam optimalisasi cairan.

Kata kunci

Terapi cairan, terapi yang mengarah pada tujuan, hipovolemia, mikrosirkulasi, syok

Page 2: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

PENGANTAR

Syok diakui sebagai salah satu kondisi mengancam jiwa yang paling umum pada

pasien dengan perawatan kritis, yang mempengaruhi sekitar sepertiga dari populasi

[1]. Hal ini biasanya didefinisikan sebagai ekspresi klinis dari kegagalan sistem

kardiovaskular dalam mendukung perfusi jaringan. Situasi ini dapat menyebabkan

hipoksia jaringan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mempertahankan

respirasi sel yang penting untuk mendukung fungsi organ, dan terjadi aktivasi jalur

seluler metabolisme anaerobik. Jika kondisi ini dipertahankan dari waktu ke waktu,

metabolisme anaerob ini dapat mengakibatkan disfungsi seluler, disfungsi organ dan

kegagalan multi organ yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian [1,2].

Selama beberapa tahun terakhir, telah ada peningkatan minat dalam bidang

literatur mengenai mikrosirkulasi, karena hal ini dianggap sebagai tujuan akhir dari

sistem kardiovaskular yang bertanggung jawab untuk mengirimkan oksigen ke

jaringan melalui transportasi sel darah merah. Selanjutnya, mikrosirkulasi diyakini

bertanggung jawab untuk kesehatan jaringan, karena merupakan faktor pembatas

untuk transportasi oksigen ke jaringan [3].

Perubahan mikrosirkulasi, baik yang disebabkan oleh faktor patogen primer

dan / atau sebagai konsekuensi dari kekacauan hemodinamik global, sangat terlibat

dalam efek syok pada fungsi organ [4]. Keterbatasan transportasi oksigen ke sel-sel

terjadi, menyusul gangguan dalam konveksi (aliran darah) dan / atau difusi

(meningkatnya jarak antara sel dan sel darah merah pembawa oksigen yang mengatur

kapiler) [5]. Perubahan mikrosirkulasi seluler mungkin juga hadir dalam bentuk

disfungsi endotel, gangguan rheologi sel darah merah, dan perubahan sel otot polos

pembuluh darah yang antara lain menghasilkan disfungsi mekanisme autoregulasi.

Selain itu, peluruhan endotel glikokaliks juga merupakan penyebab utama dari

persamaan ini, karena bertanggung jawab untuk kompromi penghalang endotel

vaskular, yang mengakibatkan terbentuknya edema jaringan [6].

Meskipun dihargai dari sudut pandang teoritis, mikrosirkulasi baru diakses

secara klinis selama 15 tahun terakhir setelah pengenalan mikroskop genggam.

Teknologi ini telah memungkinkan studi langsung stasiun akhir yang penting dari

Page 3: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

sistem kardiovaskular ini [7]. Perkembangan teknologi ini telah mendorong

penelitian untuk menyertakan evaluasi dari mikrosirkulasi rutin untuk deteksi syok

dan manajemennya di samping tempat tidur pasien.

KOHERENSI HEMODINAMIK: HUBUNGAN ANTARA HEMODINAMIK

GLOBAL DAN MIKROSIRKULASI

Dari perspektif hemodinamik, syok dapat menjadi konsekuensi akhir umum dari

mekanisme patofisiologis yang berbeda, seperti yang didefinisikan secara klasik oleh

Weil [4]: Kegagalan kardiogenik (kegagalan pompa primer), hipovolemia

(penurunan preload akibat hilangnya cairan internal atau eksternal), dan obstruksi

jantung (peningkatan afterload, misalnya, emboli paru akut atau tamponade jantung).

Setiap mekanisme ini umumnya dapat menyebabkan situasi curah jantung yang tidak

cukup, dan, lebih jauh lagi, biasanya berhubungan dengan koherensi hemodinamik

(penghubungan) antara makro dan mikrosirkulasi. Restorasi dari penyakit yang

mendasari menyebabkan pemulihan pada aliran darah global dan koreksi perfusi

jaringan. Namun, empat keadaan syok yang disebut sebagai syok distributif (terjadi

di keadaan-keadaan di mana ada peradangan / infeksi) dan dapat terjadi dengan

adanya curah jantung yang normal atau bahkan tinggi. Hipoksia jaringan di banyak

keadaan syok distributif tidak disebabkan oleh curah jantung yang tidak cukup

melainkan oleh kecacatan distribusi (mikro) vaskular yang menyebabkan

heterogenitas aliran oksigen dan mengakibatkan adanya daerah hipoksia di landasan

jaringan organ. Hilangnya koherensi antara makro dan mikro seperti ini

menghasilkan tubrukan fungsional dari daerah-daerah hipoksia dan

memanifestasikan dirinya secara klinis sebagai pengurangan ekstraksi oksigen.

Keadaan syok ini juga yang paling resisten terhadap terapi cairan dan hanya dapat

dilancarkan dengan pengamatan mikrosirkulasi [8]. Perubahan mikrosirkulasi terjadi

di keadaan-keadaan seperti syok maldistribusi yang disebabkan oleh beberapa

mekanisme, termasuk sejumlah perubahan seluler seperti perubahan rheologi sel

darah merah dan disfungsi sel endotel [9].

Page 4: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

HEMODINAMIK SISTEMIK DAN PROFIL MIKROSIRKULAR DARI

HIPOVOLEMIA

Hipovolemia dapat didefinisikan sebagai penurunan volume darah yang disebabkan

oleh hilangnya darah, plasma dan / atau air plasma, yang menyebabkan hilangnya

konten intravaskular dan mengakibatkan keterbatasan potensi perfusi jaringan.

Namun, dampak hemodinamik fenomena ini mungkin bersifat variabel dan kompleks

untuk dievaluasi. Tergantung pada derajat hipovolemia, beberapa skenario klinis

yang berbeda dengan status hemodinamik tertentu dapat diamati: Pada tahap

pertama, volume darah yang hilang dikompensasi oleh penurunan yang setara dari

volume tanpa tekanan (darah disimpan di pembuluh darah kapasitansi besar yang

tidak berkontribusi untuk aliran balik vena), dan dengan demikian mempertahankan

aliran balik vena dan akhirnya, output jantung. Situasi ini, yang dikenal sebagai

hipovolemia kompensasi, mungkin tidak terkait dengan tanda-tanda hipoperfusi

jaringan. Saat volume darah yang hilang meningkat, mekanisme kompensasi yang

telah dijelaskan menjadi tidak cukup, yang mengakibatkan penurunan aliran balik

vena dan akibatnya penurunan curah jantung. Situasi ini telah disebut sebagai

hipovolemia terkompensasi, dan biasanya akan secara klinis dinyatakan dengan

parameter hipoperfusi jaringan seperti hipotensi. Selanjutnya, vasodilatasi sekunder

untuk kondisi-kondisi inflamasi atau sepsis mengarah pada situasi hemodinamik

khusus dimana pergeseran volume darah terjadi dari kompartemen bertekanan ke

kompartemen tanpa tekanan, yang disebut sebagai hipovolemia relatif. Akhirnya,

tahap akhir dari penurunan preload dan curah jantung yang menyusul hipovolemia

tak terkompensasi dan / atau hipovolemia relatif juga dapat diperparah dengan

penurunan aliran balik vena sebagai akibat dari peningkatan tekanan intratoraks pada

pasien yang menjalani ventilasi tekanan positif. Situasi ini telah disebut sebagai

hipovolemia sentral, dan dianggap sebagai salah satu penyebab utama syok pada

pasien sakit kritis dan pasien anestesi [10].

Seperti disebutkan sebelumnya, mikrosirkulasi adalah tujuan akhir dari aliran

darah ke jaringan, untuk memberikan oksigen melalui transportasi sel darah merah

kesel parenkim untuk tuntutan metabolisme mereka. Pada syok hipovolemik, oksigen

yang dikirim ke sel-sel dapat dikompromikan, terutama karena penurunan aliran

Page 5: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

darah mikrosirkulatorik daripada keterbatasan dalam kapasitas pembawa oksigen

(yang hanya menjadi masalah di kondisi-kondisi hemoragik yang benar-benar parah)

[11]. Selanjutnya, pada syok hipovolemik, perubahan di mikrovaskuler perfusi ini

tampaknya bersifat homogen berbeda dengan syok distributif dimana inti masalah

adalah kesalahan distribusi aliran mikrovaskular, dan adanya konsekuensi tubrukan

mikrosirkulatorik 12].

Ketika hipovolemia disertai dengan penurunan perfusi jaringan, resusitasi

intervensi harus segera dilakukan. Dalam hal ini, terapi cairan dianggap salah satu

intervensi kunci untuk memperbaiki kondisi ini. Tapi bagaimana cara memandu

terapi cairan?

MANAJEMEN HIPOVOLEMIA: TERAPI CAIRAN

Tujuan dari terapi cairan selama resusitasi hemodinamik adalah untuk meningkatkan

aliran darah global, dan dengan melakukannya, dapat meningkatkan perfusi jaringan

dan juga ketersediaan oksigen untuk respirasi sel [13]. Karena sebagian besar

penyebab umum syok memiliki beberapa derajat hipovolemia, ekspansi volume

dengan cairan diakui sebagai langkah pertama dari resusitasi. Namun, mengelola

pemberian cairan untuk mengoptimalkan pengisian intravaskular nampak sangat

kompleks, karena baik kekurangan maupun kelebihan cairan harus dihindari, karena

kedua situasi ini berbahaya dan mungkin membahayakan hasil akhir pasien. Oleh

karena itupenilaian yang akurat dari terapi cairan adalah wajib, bertujuan mengoreksi

perfusi jaringan tanpa menyebabkan kerusakan.

Pemicu untuk terapi cairan

Terpisah dari penyakit yang mendasari, pada pasien sakit kritis, skenario klinis dari

hipoperfusi jaringan harus dinilai. Untuk mengkonfirmasi situasi dysoxia jaringan di

samping tempat tidur pasien, pemantauan parameter global secara tidak langsung

terhada perfusi jaringan, seperti oksimetri vena dan / atau laktat, adalah dianjurkan

Page 6: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

[2,13]. Meskipun masing-masing parameter global ini memiliki keterbatasan sendiri,

penggabungannya dalam strategi resusitasi kuantitatif telah menunjukkan efek yang

menguntungkan dalam menunjang kelangsungan hidup [14]. Namun, selama dekade

terakhir, dengan pengenalan teknologi baru yang mampu mengevaluasi perfusi

jaringan dan oksigenasi pada tingkat lokal atau mikrosirkulasi, parameter baru yang

berhubungan dengan perfusi jaringan telah muncul. Yang penting, banyak parameter

yang telah berulang kali menunjukkan nilai prognostik, terpisah dari penanda

hipoperfusi global yang konvensional [15-19]. Evaluasi dan manajemen syok

sekarang berkembang dari titik akhir global ke titik regional dan / atau

microcirculatory, tetapi proses ini masih berlangsung, dan masih membutuhkan

penelitian lebih lanjut. Untuk saat ini, kurangnya studi prospektif yang menilai efek

strategi berbasis titik akhir mikrosirkulatorik pada hasil akhir pasien adalah faktor

pembatas utama untuk penggabungan parameter ini untuk praktek klinis.

Praktek saat ini: pendekatan makrohemodinamik

Terpisah dari pemicu yang telah ada sebelumnya, ketika dicurigai ada hipoperfusi

jaringan, dokter harus memutuskan apakah pemberian cairan akan dapat

mengembalikan kesehatan jaringan. Saat ini, ekspansi volume bertujuan untuk

meningkatkan aliran darah global, dengan harapan bahwa kenaikan tersebut juga

akan meningkatkan aliran ke mikrosirkulasi dan, dengan demikian, meningkatkan

ketersediaan oksigen ke jaringan. Di samping tempat tidur, ketika memutuskan

apakah memberikan cairan akan meningkatkan aliran global, keputusan dibuat sesuai

dengan prinsip kinerja jantung Frank-Starling [20]. Singkatnya, mengingat bahwa

ada hubungan positif antara preload dan stroke volume, dan hubungan ini mengikuti

bentuk lengkung, untuk setiap peningkatan dalam preload yang diberikan,

peningkatan pada stroke volume yang lebih besar secara signifikan akan diamati

pada bagian kurva yang naik curam, mendefinisikan daerah yang bergantung pada

preload. Pada bagian datar berlawanan dari kurva, dapat didefinisikan sebagai daerah

preload-independent, di mana ekspansi volume tidak akan menghasilkan perubahan

yang signifikan pada stroke volume (Gbr. 1) [11]. Dalam praktek sehari-hari, dokter

Page 7: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

mengevaluasi beberapa variabel hemodinamik yang menunjukkan apakah pasien

berada di daerah ketergantungan preload atau di daerah preload-independen dari

kurva Frank-Starling. Alat-alat ini memungkinkan prediksi efek makrohemodinamik

dari ekspansi volume. Ketika prediksi rumit, tantangan cairan atau manuver

pengangkatan kaki secara pasif dilakukan, dan dampaknya pada output jantung

dievaluasi. Respon terhadap cairan didefinisikan sebagai peningkatan curah jantung

sebesar 15% atau lebih tinggi dalam menanggapi masalah cairan, dan pasien

kemudian dibagi menjadi responden dan non responden. Pasien yang dianggap

sebagai non responder, baik diprediksi atau langsung mengukur perubahan curah

jantung setelah tantangan cairan, seharusnya tidak menerima cairan melainkan

memerlukan intervensi hemodinamik lain jika resusitasi lebih lanjut diperlukan [20].

Meskipun pendekatan makrosirkulatorik berbasis Frank-Starling ini

direkomendasikan dalam beberapa panduan internasional dan panel ahli, juga

diketahui bahwa dalam praktek nyata pemberian cairan tetap sangat empiris, dan

sebagian besar dokter tidak mempraktekkan penilaian preload atau pemantauan

curah jantung.

GAMBAR 1. Pendekatan Frank-Starling. Praktek klinis saat ini memporoskan pada evaluasi

perubahan volume stroke, baik yang diperkirakan atau diamati, terkait dengan perubahan preload.

Dengan demikian, daerah preload-dependent dan daerah preload-independent digambarkan seperti di

atas, dan infus volume cairan hanya diindikasikan dalam bagian preload-dependent dari kurva kinerja

jantung.

Page 8: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

Mengintegrasikan mikrosirkulasi

Mengingat tujuan akhir dari resusitasi hemodinamik adalah untuk mengembalikan

perfusi jaringan, pengenalan teknologi yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan

mengukur status perfusi mikrosirkulasi telah melahirkan kemungkinan untuk

menggunakan parameter mikrosirkulasi sebagai alat untuk memilih dan

mengevaluasi efek dari intervensi cairan langsung pada mikrosirkulasi. Tapi,

bagaimana cara menggunakan parameter ini? Apakah metode ini lebih unggul dari

pendekatan makrohemodinamik? Atau haruskah kombinasi kedua pendekatan ini

digunakan? Seperti telah ditunjukkan sebelumnya, pandangan saat ini terhadap

pemberian cairan difokuskan pada kondisi dimana pemberian cairan diharapkan

menghasilkan kenaikan output jantung. Ketika respon terhadap carian tidak dapat

diprediksi, efek pemberian cairan pada curah jantung dipantau dengan erat sampai

cardiac output tidak meningkat. Pandangan makrosirkulasi ini berporos pada

hipotesis bahwa efek mikrosirkulatorik dari ekspansi volume akan paralel terhadap

perubahan curah jantung. Dengan kata lain, diasumsikan bahwa peningkatan

transportasi oksigen global (aliran global) akan benar-benar berarti bahwa

pengiriman oksigen pada tingkat sel meningkat (aliran lokal). Namun, beberapa

penulis telah menunjukkan bahwa efek mikrosirkulatorik dari ekspansi volume

mungkin relatif independen dari efek makrosirkulatorik mereka. Pada pasien

preload-responsif, Pottecher dkk [21] mengamati bahwa perubahan output jantung

dan variabel mikrovaskuler setelah ekspansi volume tidaklah proporsional,

menunjukkan bahwa mekanisme yang terlibat dalam regulasi perfusi mikrovaskuler

dan perubahan output jantung mungkin tidak sama. Bahkan lebih relevan daripada

perbedaan-perbedaan yang diamati pada besarnya respon terhadap pemberian cairan,

beberapa penulis telah menunjukkan bahwa efek makrosirkulatorik dari volume

mungkin tidak terkait dengan efek paralel di tingkat mikrosirkulasi. Menggunakan

teknik videomicroscopic, Ospina dkk [22] dan Pranskunas dkk [23 ] melaporkan

hasil yang sama, ketika menganalisis makrosirkulatorik simultan dan efek

mikrosirkulatorik dari pemberian cairan. Kedua studi menunjukkan bahwa

peningkatan indeks mikrosirkulasi perfusi tidak terkait dengan peningkatan output

jantung, dan ini bisa terjadi bukan hanya karena besarnya perubahan yang diamati,

Page 9: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

tetapi juga arahnya. Pengamatan serupa juga dilaporkan oleh Silva dkk [24] saat

menggunakan pengganti dari perfusi jaringan, seperti pCO2 mukosa lambung.

Menariknya, efek ekspansi volume pada variabel mikrosirkulasi tidak dapat

diprediksi dengan cara variabel makrosirkulasi, tetapi hanya dengan nilai-nilai dasar

dari parameter mikrosirkulasi itu sendiri. Ketika menganalisis apakah perbedaan-

perbedaan yang diamati mungkin berdampak pada evolusi pasien, Pranskunas dkk

menunjukkan bahwa hanya pemberian cairan yang mengakibatkan peningkatan

aliran mikrosirkultorik yang menghasilkan penurunan parameter klinis hipovolemia

- seperti takikardia, oliguria, laktat tinggi atau ScvO2 rendah, sedangkan pemberian

cairan yang tidak mempengaruhi arus mikrosirkulatorik tidak efektif dalam

mengoreksi parameter klinis hipovolemia, terpisah dari perubaha-perubahan dalam

indeks jantung [23]. Secara keseluruhan, pengamatan ini bertabrakan dengan strategi

pemberian cairan saat ini, berdasarkan pendekatan makrosirkulasi Frank-Starling.

Singkatnya, dapat disimpulkan bahwa pemberian cairan dalam kondisi

dimana perfusi mikrosirkulatorik sudah dikembalikan tidak akan menghasilkan

peningkatan tambahan dalam kinerja mikrosirkulasi dan pentingnya, hal ini juga bisa

berlaku untuk pasien preload-responsive. Namun, ketika mikrosirkulasi terganggu,

efek ekspansi volume pada perfusi mikrovaskular tidak selalu ber-koherensi dengan

mikrosirkulasi yang mempengaruhi. Ini berarti bahwa mengejar pengiriman oksigen

secara global tidak menjamin perbaikan mikrosirkulasi. Sebagai catatan, pada pasien

yang berespon terhadap volume, di samping mencapai peningkatan aliran global, dan

dengan demikian, dalam komponen konvektif pengiriman oksigen ke sistemik,

volume overload benar-benar bisa mengakibatkan penurunan ketersediaan oksigen di

tingkat sel yang disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama, pengurangan

penting dalam kapasitas pembawa oksigen darah karena hemodilusi mungkin

bertanggung jawab atas penurunan ketersediaan oksigen. Efek seperti ini tidak akan

diidentifikasi ketika mempertimbangkan pasien sebagai responder terhadap cairan,

dan menyoroti perbedaan antara peningkatan 'pengiriman' oksigen global dan

oksigen yang sebenarnya dikirim ke jaringan. Kondisi kedua dimana dalam optimasi

dari indikator sistemik pengiriman oksigen tidak menjamin oksigenasi jaringan yang

cukup terjadi di kondisi -kondisi dimana terjadi kebocoran kapiler. Edema jaringan

Page 10: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

terkait dengan kebocoran kapiler dapat memburuk saat cairan diinfus, dapat secara

dramatis memperburuk komponen difusi dari jejak oksigen di tingkat jaringan.

Kondisi ini dapat terjadi misalnya pada malaria [25], dan dapat menjelaskan efek

buruk dari pemberian cairan dalam uji coba Feast [26]. Kondisi ketiga dimana terjadi

kurangnya koherensi antara optimasi sistemik dan pengiriman oksigen

mikrosirkulatorik adalah kondisi dimana pemberian cairan menargetkan peningkatan

tekanan vena sentral yang dapat menyebabkan aliran darah mikrosirkulasi terganggu,

berasal dari kemacetan karena peningkatan tekanan arus keluar [27]. Efek yang

merugikan ini mungkin menguat ketika menggunakan strategi yang bertujuan untuk

mencapai tekanan vena yang telah ditentukan, seperti yang saat ini direkomendasikan

dalam pedoman internasional [28]. Kondisi keempat dimana peningkatan perfusi

sistemik mungkin tidak menjamin transportasi oksigen yang cukup ke daerah-daerah

mikrosirkulatorik yang rentan dapat disebabkan oleh pengaturan aliran darah

mikrosirkulasi yang terganggu dan menyebabkan hilangnya daerah pasokan oksigen

yang dibutuhkan, sehingga shunting dari unit mikrosirkulasi menjadi lemah, dan

bermanifestasi secara klinis sebagai defisit ekstraksi oksigen [12,29]. Kondisi ini

disebut sebagai syok distributif [4] di mana hilangnya regulasi (mikro) vaskular

dapat disebabkan oleh aksi mediator inflamasi dan / atau agen infeksi seperti terjadi

pada sepsis.

Secara global, data yang ada menunjukkan bahwa efek dari pemberian cairan

adalah kompleks, dan efek mikrosirkulasi tidak selalu dapat diprediksi dari

pendekatan makrosirkulasi. Integrasi parameter mikrosirkulasi akan memberikan

pelengkap hemodinamik sistemik yang membantu untuk mengoptimalkan perfusi

jaringan untuk dapat mengidentifikasi kondisi di mana ada hilangnya koherensi

hemodinamik antara penentu sistemik dan mikrosirkulatorik dari pengiriman

oksigen. Oleh karena itu, pendekatan mikrosirkulatorik fungsional telah diusulkan

[11], dan konsep responsif- cairan mikrosirkulatorik tampaknya diinginkan saat efek

dari ekspansi volume dinilai. Sebuah kerangka konseptual hemodinamik

mikrosirkulasi fungsional digambarkan pada Gambar. 2. Representasi ini berusaha

untuk mengintegrasikan konsep hipovolemia dan kelebihan cairan dengan

mikrosirkulasi yang sepadan, dan secara terpisah; keterbatasan konveksi dan batasan

Page 11: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

difusi. Perkembangan terbaru dari mikroskop video genggam generasi baru dapat

secara otomatis menganalisis parameter mikrosirkulasi fungsional yang diharapkan

berkontribusi pada diagnosis hipovolemia dan menerapkan prosedur yang terkait

dengan terapi panduan cairan mikrosirkulatorik di samping tempat tidur [30].

Memilih jumlah cairan resusitasi yang tepat

Perlu ditekankan bahwa jumlah total volume yang diberikan selama resusitasi cairan

diyakini menjadi penentu utama hasil akhir dari pasien syok yang kritis [31].

Keseimbangan cairan akan tergantung pada pemicu yang dipilih untuk terapi cairan

(yang akan tergantung pada bagaimana hipoperfusi jaringan sedang dinilai), dan titik

akhir resusitasi yang dipilih (titik ahir yang keliru seperti CVP telah terbukti

berhubungan dengan keseimbangan cairan yang berlebihan dan hasil akhir yang

buruk). Apakah keseimbangan cairan secara independen mempengaruhi hasil atau

hanya sebuah perancu adalah hal yang masih belum jelas, namun memperparah

keseimbangan cairan dengan menggunakan alat yang salah dan titik akhir yang salah

tidak harus dilakukan dalam konteks pengetahuan saat ini. Titik akhir resusitasi yang

lebih fisiologis, mungkin termasuk parameter-parameter mikrosirkulatorik, harus

dikembangkan untuk memungkinkan pendekatan yang lebih individual mengenai

jumlah volume cairan resusitasi.

Memilih waktu pemberian cairan yang tepat

Waktu pemberian terapi cairan juga merupakan titik kunci yang relevan. Ketika

menganalisis beberapa studi mengarah pada tujuan yang gagal, tercatat bahwa

intervensi resusitasi tidak menghasilkan perbaikan hasil bila terlambat dimulai sesuai

dengan perjalanan waktu dari penyakit [32,33], setelah kerusakan jaringan telah

diperkirakan hadir. Studi EGDT yang dilakukan oleh Rivers dkk [34] menyoroti

pentingnya waktu pemberian cairan. Strategi pemberian cairan awal telah diadopsi

dalam pedoman manajemen sepsis, dengan hasil yang tampaknya menguntungkan

[14]. Namun, sesuai dengan rekomendasi pemberian sejumlah volume cairan saat ini

Page 12: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

belum secara independen terkait dengan peningkatan tingkat kelangsungan hidup

[35]. Bukti-bukti kelihatan lebih konsisten saat mengevaluasi dampak dari cairan

yang diberikan di akhir perjalanan waktu penyakit. Berdasarkan ini, beberapa penulis

telah melaporkan efek negatif pada hasil yang diperoleh dari balance cairan positif

[31,34,36]. Makna penting dari pemberian cairan telah disahkan oleh pengamatan di

tingkat mikrosirkulasi, di mana respon terhadap pemberian cairan telah terbukti

berbeda sesuai dengan waktu yang telah berlalu sejak timbulnya penyakit.

Menggunakan videomicroscopy sublingual, Ospina-Tascon dkk [22]

mendeteksiperbaikan perfusi pembuluh darah kecil dalam menanggapi ekspansi

volume hanya ketika cairan diberikan di awal tepat setelah diagnosis syok septik.

GAMBAR 2. Kerangka konseptual hemodinamik fungsional mikrosirkulatorik. Pengiriman oksigen

yang tidak memadai ke jaringan dapat diamati baik di kondisi-kondisi aliran konvektif rendah atau di

kondisi-kondisi dengan gangguan difusi. Kedua situasi akan mewakili keterbatasan pengiriman

oksigen ke metabolisme sel, yang menghasilkan disfungsi organ dan tingkat komplikasi yang lebih

tinggi. Evaluasi langsung dari mikrosirkulasi akan memungkinkan pendefinisian status volume

sebenarnya dari jaringan kapiler, dan dengan melakukannya, akan memberikan informasi yang

mendasar untuk memandu terapi cairan. Diadaptasi dari [11].

Page 13: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

Memilih jenis cairan resusitasi yang tepat

Dalam perawatan kritis dan pengaturan anestesi, memilih jenis cairan untuk

menyadarkan pasien telah menjadi keputusan yang sulit. Bukti yang kuat untuk

pilihan cairan adalah kurang [37], dan pemilihan cairan resusitasi biasanya

ditentukan oleh pola praktik local lainnya [38]. Pada tahun-tahun terakhir,

perdebatan sengit antara koloid dan kristaloid untuk resusitasi cairan telah muncul

dalam literatur [39,40].

Bukti saat ini yang mendukung penggunaan koloid, terutama dengan

hydroxyethyl starches (HES) berat molekul rendah, yang didasarkan terutama dalam

studi titik akhir mekanistik dan fisiologis jangka pendek. Beberapa studi klinis dan

eksperimental menunjukkan bahwa menggunakan resusitasi cairan dengan koloid,

titik akhir hemodinamik yang telah ditetapkan (apa pun yang dipilih) dicapai lebih

awal dan dengan kuantitas volume yang diinfus lebih kurang dibandingkan dengan

kristaloid [41-44]. Selanjutnya, temuan ini dipertahankan ketika titik akhir

mikrosirkulasi dievaluasi [45]. Bukti ini mendorong penggunaan ekstensif HES

sebagai ekspander intravascular yang lebih efisien daripada solusi kristaloid pada

pasien yang sakit kritis. Namun, serangkaian penelitian dengan koloid semisintetik

mulai melaporkan beberapa efek merusak yang tampaknya berhubungan dengan

dosis pemberian, seperti koagulopati, akumulasi dalam kulit dan hati, peradangan

dan induksi stres oksidatif, dan munculnya cedera ginjal akut [46,47] . Meskipun

mekanisme yang tepat untuk keracunan ginjal ini masih harus dijelaskan, studi in-

vitro menunjukkan bahwa HES dan gelatin mengurangi viabilitas sel tubular

proksimal manusia [48]. Dengan catatan bahwa hasil hemodinamik yang

menguntungkan dengan koloid semi sintetik ini belum diterjemahkan ke dalam hasil

akhir pasien yang lebih baik di uji acak klinis terkontrol / randomized controlled

clinical trials (RCT) yang dikembangkan di beberapa tahun terakhir, di mana

kecenderungan lebih untuk kematian, gagal ginjal akut, dan perlunya terapi

penggantian ginjal telah dilaporkan [49,50]. Alasan apa yang dapat menjelaskan

ketidaksinambungan antara hasil dari studi mekanistik dan fisiologis yang

bertentangan dengan RCT yang berpusat pada hasil klinis akhir? Kuncinya

tampaknya ada dalam pendekatan fisiologis lagi. Salah satu 'kekurangan' yang paling

Page 14: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

dikritik dari RCT skala besar ini adalah fakta bahwa pasien yang dilibatkan dalam

penelitian tersebut tidak selalu dengan kondisi syok (yang membutuhkan terapi

resusitasi cairan) dan, lebih jauh lagi, pemberian cairan (baik menggunakan koloid

atau kristaloid) tidak dipandu oleh algoritma hemodinamik yang mengarah pada

tujuan yang telah ditetapkan [37]. Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab

utama, seperti yang dibahas sebelumnya dalam ulasan ini, yang bisa menjelaskan

ketidaksinambungan penggunaan koloid melawan kristaloid untuk resusitasi cairan

ini dari kondisi 'bangku ke tempat tidur'. Selain itu, dalam RCT internasional

multisennter baru-baru ini dimana cairan (koloid vs kristaloid) diberikan hanya

kepada pasien dengan syok hipovolemik yang membutuhkan resusitasi cairan,

penggunaan koloid (mayoritas HES) memberikan manfaat dalam hal kematian

dibandingkan dengan larutan kristaloid [51]. Namun demikian, kontroversi tentang

penggunaan koloid berlanjut dengan ketidakpastian tentang bagaimana melakukan

ekspansi volume dapat dilakukan pada populasi yang sakit kritis [52,53,54]. Tampak

jelas bahwa RCT masa depan menyelidiki lebih lanjut dampak dari berbagai jenis

cairan resusitasi pada hasil akhir pasien harus dilakukan dengan lebih fokus pada

kriteria yang tepat untuk memilih populasi yang tepat yang dapat mengambil manfaat

dari intervensi (pasien syok membutuhkan resusitasi cairan) dan mencakup algoritma

resusitasi berbasis titik akhir fisiologi untuk terapi cairan [55].

Menyusul kelemahan terakhir dari koloid sebagai cairan resusitasi, minat saat

ini berubah kembali ke kristaloid. Saline (0,9% NaCl) masih merupakan cairan

paling umum yang digunakan untuk resusitasi, cairan ini memiliki harga terendah

dari semua cairan, cairan ini relatif ditoleransi dengan baik, dan dokter memiliki

pengalaman panjang untuk penggunaannya di samping tempat tidur [56]. Sayangnya,

semakin banyak bukti tentang efek saline yang merusak mulai muncul dalam

beberapa dekade terakhir. Salah satu isu yang paling penting adalah karena

kandungan klorida yang relatif tinggi dari solusi kristaloid yang dapat menyebabkan

asidosis metabolic hiperkloremik [57]. Efek samping seperti disfungsi kekebalan

tubuh dan ginjal telah dikaitkan dengan fenomena ini, meskipun konsekuensi klinis

ini masih belum jelas [56-58]. Atas dasar ini, solusi kristaloid dengan kadar klorida

yang lebih kurang (dengan asetat, laktat atau glukonat) dan dengan komposisi kimia

Page 15: Fluid Therapy Mikrosirkulasi

yang mendekati cairan ekstraseluler telah dikembangkan dalam dekade terakhir.

Solusi ini telah disebut larutan garam 'seimbang'. Namun, cairan ini juga memiliki

efek samping sendiri seperti hiperlaktatemia, alkalosis metabolik, peradangan dan

stres oksidatif, hipotonisitas, dan toksisitas jantung [39]. Namun, penggunaan larutan

garam seimbang dalam preferensi untuk garam 0,9% hanya didukung oleh tidak

kesalahan dalam studi observasional besar. Dengan demikian, pengembangan

penelitian yang meneliti keamanan dan kemanjuran larutan garam seimbang

dibandingkan dengan saline tampaknya menjadi salah satu langkah berikutnya pada

perdebatan cairan skala besar [38].

Saat ini, dokter harus menghadapi kenyataan bahwa cairan resusitasi yang

ideal tidak ada. Yang jelas adalah bahwa setiap jenis cairan memiliki masalah, dan

bahwa penelitian masa depan mengenai cairan generasi baru harus dikembangkan

atas dasar pemahaman tentang fisiologi hipovolemia. Ada kebutuhan untuk

memfokuskan penelitian cairan ini untuk meningkatkan kapasitas pembawa oksigen

[59], dengan menggunakan, misalnya, operator oksigen berbasis Hb [60], dan lebih

lagi membatasi efek pro-inflamasi cairan [61].

KESIMPULAN

Singkatnya, tujuan satu-satunya dari terapi cairan dapat didefinisikan sebagai

peningkatan output jantung dengan tujuan memajukan oksigenasi dan perfusi

jaringan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan menargetkan variabel sistemik dari

pengiriman oksigen di bawah kondisi dimana koherensi antara hemodinamik global

dan mikrosirkulasi dipertahankan. Namun, seperti yang diamati di kejadian-kejadian

syok distributif, masalah mendasar mungkin mengasosiasikan hilangnya koherensi

hemodinamik, dan karena itu, membimbing terapi cairan sesuai dengan efek

makrosirkulasi yang mungkin tidak hanya tidak efektif, tetapi juga menyebabkan

kerusakan. Dalam kondisi seperti itu, pemantauan respon cairan dari perspektif

Frank-Starling tidak akan menghasilkan pemberian volume yang optimal,

mengakibatkan baik hipoperfusi mikrosirkulatorik atau kelebihan cairan.