Flow Control Klp 2 Hampir Fix
-
Upload
dahlia-qadari -
Category
Documents
-
view
80 -
download
0
Transcript of Flow Control Klp 2 Hampir Fix
PENGENDALIAN LAJU ALIRPercobaan I
1.1 Judul Percobaan
Uji Linearisasi
1.2 Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui hubungan linear bukaan pompa terhadap
laju alir.
1.3 Gambar Rangkaian Alat
Alat
Praktikum ini menggunakan PCT40 bench yang dilengkapi dengan
selang-selang fleksibel. PCT 40 terhubung dengan sebuah komputer melalui
koneksi USB. Pada komputer telah terinstall paket software yang dapat
digunakan untuk mengendalikan dan mengelola signal-signal yang berasal
dari semua sensor dan controller.
Mahasiswa diijinkan menggunakan fasilitas USB untuk memindahkan
file data dan gambar ke flasdisk pribadi.
1.4 Dasar Teori
Kalibrasi adalah pemeriksaan suatu instrumen terhadap standar yang
diketahui dan selanjutnya untuk mengurangi kesalahan dalam ketelitiannya.
Tujuan pengkalibrasian dari suatu alat ukur ialah untuk
memungkinkan kita memeriksa instrument terhadap standar yang diketahui
dan selanjutnya mengurangi kesalahan dalam ketelitiannya.
Kalibrasi diperlukan untuk:
Perangkat baru
Suatu perangkat setiap waktu tertentu
Suatu perangkat setiap waktu penggunaan tertentu (jam
operasi)
Ketika suatu perangkat mengalami tumbukan atau getaran
yang berpotensi mengubah kalibrasi
Ketika hasil observasi dipertanyakan
Kalibrasi, pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan
keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan
besaran dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya,
termometer dapat dikalibrasi sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat
ditentukan dan disesuaikan (melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer
tersebut menunjukan temperatur yang sebenarnya dalam celcius pada titik-
titik tertentu di skala.
Di beberapa negara, termasuk Indonesia, terdapat direktorat metrologi
yang memiliki standar pengukuran (dalam SI dan satuan-satuan turunannya)
yang akan digunakan sebagai acuan bagi perangkat yang dikalibrasi.
Direktorat metrologi juga mendukung infrastuktur metrologi di suatu negara
(dan, seringkali, negara lain) dengan membangun rantai pengukuran dari
standar tingkat tinggi/internasional dengan perangkat yang digunakan. Hasil
kalibrasi harus disertai pernyataan“traceable uncertainity” untuk menentukan
tingkat kepercayaan yang di evaluasi dengan seksama dengan analisa
ketidakpastian.
Pada percobaan ini, kecepatan aliran air yang berasal dari pompa
peristaltik dimonitor secara terus-menerus oleh sebuah flow sensor. Dengan
cara mengatur kecepatan pompa dan dengan memperhatikan kecepatan aliran
air, maka kecepatan aliran air dari pompa peristaltik dapat dikendalikan.
1.5 Langkah Kerja
Equipment set up
Pada software PCT40, pilih Section 9: Flow Control. Klik ikon untuk
menampilkan layar diagram mimic. Cocokkan hubungan selang ke semua
alat yang ada dengan gambar yang terlihat pada diagram mimic.
Klik menu Sample-Configure lalu atur data logging dilakukan secara
Automatic dengan interval 5 detik dan durasi Continuous.
Pastikan bahwa mains water supply pada kondisi off dan pressure
regulator pada posisi minimum.
Gunakan selang panjang peristaltik berdiameter 6.3 mm yang memiliki
self-sealing pada salah satu ujungnya untuk menghubungkan soket keluaran
pada SOL1 dan pompa peristaltik A. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Gunakan selang panjang peristaltik lainnya untuk menghubungkan
soket sebelum SOL1 dan pompa peristaltik B. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Pengaturan Pompa A dan B
Atur kecepatan pompa B pada 50%. Pastikan rotor pompa teraba
berputar (bergetar). Buka mains wáter supply lalu secara hati-hati tutup
penutup pompa. Jika air terlihat mengalir melalui pompa, perbesar
kecepatannya hingga 100%.
Atur pressure regulator pada laju alir maksimum (1400 mL/menit).
Atur kecepatan pompa B pada 0%
Tutup dengan hati-hati penutup pompa A dan atur pada kecepatan 50%.
Buka katub SOL1 dan pastikan air mengalir melalui pompa A.
Atur kecepatan pompa A pada 0%
Percobaan
Pastikan SOL1 terbuka dan atur pompa A pada 50%. Klik “GO” untuk
memulai data logging.Perhatikan laju alir F1, dan atur kecepatan pompa A
pada nilai tertentu sehingga menghasilkan laju alir, misalnya 700 mL/menit.
Jika laju alir beroscilasi terlalu banyak, yang mana juga menunjukkan
banyaknya gangguan, maka perlu dilakukan suatu filtering dengan mengatur
sub menú Options-IFD Sampling Parameter-Filter Mode menjadi
eksponential.
Pada kecepatan pompa A yang konstan, disturbance dapat diberikan
dengan cara mengatur kecepatan pompa B, misalnya 10, 20, 30, 40%, dst.
Catat waktu yang dibutuhkan dan laju air yang dihasilkan dengan cara
iniJika selesai, maka klik “STOP” untuk mengakhiri data logging.
1.6 Hasil dan Pembahasan
0 20 40 60 80 100 1200
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Linearisasi Pompa A
TeoriPraktek
Kecepatan Pompa A (%)
F1 (m
l/m
in)
Gambar 1. 6. 1 Uji Linearisasi Pompa A terhadap Laju Alir
0 20 40 60 80 100 1200
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Linearisasi Pompa B
Secara PraktekSecara Teori
Kecepatan Pompa B (%)
F1 (m
l/m
in)
Gambar 1. 6. 2 Uji Linearisasi Pompa B terhadap Laju Alir
Dahlia Qadari
Uji linearisasi terhadap pompa A dan pompa B dilakuan bertujuan untuk
mengetahui besaran laju alir pada setiap perubahan kecepatan pompa yang diberikan.
Berdasarkan Gambar 1. 6. 1 dan 1. 6. 2., semakin besar kecepatan pompa yang
diberikan maka semakin besar laju alir yang dihasilkan. Akan tetapi, grafik tersebut
menunjukkan adanya penyimpangan terhadap nilai laju alir yang dihasilkan secara
teori. Laju alir yang berada di bawah nilai laju alir teori menunjukkan bahwa
kecepatan pompa sangat rendah sehingga laju alir yang masuk sangat kecil.
Begitupun sebaliknya, laju alir yang berada di atas nilai laju alir teori menunjukkan
bahwa kecepatan pompa sangat tinggi sehingga laju alir yang masuk sangat besar.
Muh. Rezki Nugroho
Uji linearisasi pada pompa A sebagai variable manipulasi (y) dengan pompa B
sebagai variabel gangguan (x), sesuai grafik menunjukkan bahwa besaran perubahan
yang diberikan dari pompa A yang bertindak memberikan manipulasi dengan besaran
perubahan yang diberikan oleh pompa B yang bertindak sebagai variable gangguan
menghasilkan laju alir yang hamper sejajar.
Berdasarkan kurva uji linearisasi diatas, semakin besar variable gangguan
pada pompa B yang diberikan maka laju alir yang dihasilkan oleh variable manipulasi
pada pompa A menimbulkan satu garis linearisasi terhadap variable gangguan. Hasil
dari garis linearisasi antara praktek dan teori tidak memiliki perubahan yang jauh.
Nurul Utami S.M
Linearisasi merupakan salah satu cara untuk mendekati system non linear
dengan system yang linear. Pada gambar diatas dapat dilihat secara jelas
perbandingan antara fungsi non linear (fx) dan fungsi hasil linearisasi. Kita dapat
melihat bahwa fungsi non linear berada pada titik yang berbeda dari hasil linearisasi.
Pendekatan system non-linear dengan linearisasi hanya akan memiliki nilai yang
tepat pada titik linearisasi. Dari gambar dapat dilihat pula bahwa semakin besar
gangguan yang diberikan maka semakin besar pula laju alirnya.
Dominika Sari Hutapea
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai
prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear.Pada grafik uji linearitasi diatas
terlihat bahwa hasil praktek yang di dapat tidak memiliki perbedaan yang signifikan
dibandingkan dengan garis linearisasi secara teori dan semakin besar variable
gangguan yang diberikan maka semakin besar laju alir yang dihasilkan oleh variable
manipulasi untuk menimbulkan hubungan yang linear terhadap variable gangguan.
Desrawati Saranga
Linearisasi merupakan salah satu cara untuk mendekati system non linear
dengan system yang linear. Dari grafik diatas, dapat dilihat grafik hubungan antara
pompa A dan pompa B dengan F (kecepatan laju alir). Dari grafik tersebut terlihat
semakin tinggi ganguan yang diberikan maka laju alir akan semakin besar.
Ferniyanti
Dari grafik Uji Linearisasi dapat dilihat bahwa pengaruh pompa A dan pompa
B terhadap Flowrate(Laju alir) berbanding lurus, dimana semakin besar gangguan
pompa yang diberikan maka semakin besar laju alirnya. Tetapi bila dibandingkan
antara fungsi non linear (fx) dan fungsi hasil linearisasi terlihat bahwa fungsi non
linear berada pada titik yang berbeda dari hasil linearisasi, tetapi perbedaannya tidak
terlalu signifikan.
Pada proses ini pompa A sebagai manipulasi yang merupakan besaran yang
dikendalikan untuk mendapatkan nilai control yang diinginkan (set point) sedangkan
pompa B sebagai disturbance (gangguan).
1.7 Kesimpulan
Semakin besar kecepatan pompa yang diberikan, maka laju alir yang
dihasilkan cenderung semakin besar.
Percobaan II
2.1 Judul Percobaan
Operasi Manual
2.2 Tujuan Instruksional Khusus
Dapat mengetahui penyimpangan yang terjadi akibat adanya variasi
variabel gangguan pada saat operasi tanpa pengendali.
2.3 Gambar Rangkaian Alat
Alat
Praktikum ini menggunakan PCT40 bench yang dilengkapi dengan
selang-selang fleksibel. PCT 40 terhubung dengan sebuah komputer melalui
koneksi USB. Pada komputer telah terinstall paket software yang dapat
digunakan untuk mengendalikan dan mengelola signal-signal yang berasal
dari semua sensor dan controller.
Mahasiswa diijinkan menggunakan fasilitas USB untuk memindahkan
file data dan gambar ke flasdisk pribadi.
2.4 Dasar Teori
Pada percobaan ini, kecepatan aliran air yang berasal dari pompa
peristaltik dimonitor secara terus-menerus oleh sebuah flow sensor. Dengan
cara mengatur kecepatan pompa dan dengan memperhatikan kecepatan
aliran air, maka kecepatan aliran air dari pompa peristaltik dapat
dikendalikan.
Pengendalian secara manual adalah suatu cara pengendalian dimana
perbaikan penyimpangan dari harga yang diinginkan dilakukan oleh
manusia.
Pengendalian secara manual selain melelahkan juga membosankan
karena membutuhkan perhatian yang terus menerus pada semua instrumen
untuk menjamin kondisi operasi tetap aman. Untuk memudahkan
pengendalian cara ini ditambahkan sinyal peringatan (alarm) untuk
mengingatkan operator tindakan yang harus dilakukan bila ada
penyimpangan.
Sedang pada sistem pengendalian otomatis sebagai pengendali dan
elemen pengendali akhir adalah alat-alat yang ditambahkan pada sistem
pengendalian tersebut sehingga dapat mengurangi atau menghilangkan
intervensi manusia dalam proses pengendaliannya. Dalam sistem
pengendalian otomatis untuk menjaga kehandalan dan keamanan operasi
harns dilengkapi dengan suatu perubah (switch) untuk mengalihkannya ke
sistem pengendalian secara manual bila terjadi kegagalan dalam sistem
pengendalian otomatis. Selain itu sebelum suatu sistem pengedalian otomotis
dijalankan terlebih dahulu harus dipastikan bahwa pengendalian peralatan
tersebut secara manual sama baiknya dengan secara otomatis. Pada sistem
pengendalian otomatis, satu sistem pengendalian dapat dirangkai dengan
yang lainnya dengan cara cascade dan dihubungkan dengan sistem
interlock/shutdown device yang dapat menghentikan operasi pabrik jika ada
nilai di luar rentang operasi yang diijinkan. Adanya sistem interlock dapat
menjamin prosedur penghentian operasi peralatan berjalan dengan aman.
2.5 Langkah Kerja
Equipment set up
Pada software PCT40, pilih Section 9: Flow Control. Klik ikon untuk
menampilkan layar diagram mimic. Cocokkan hubungan selang ke semua
alat yang ada dengan gambar yang terlihat pada diagram mimic.
Klik menu Sample-Configure lalu atur data logging dilakukan secara
Automatic dengan interval 5 detik dan durasi Continuous.
Pastikan bahwa mains water supply pada kondisi off dan pressure
regulator pada posisi minimum.
Gunakan selang panjang peristaltik berdiameter 6.3 mm yang memiliki
self-sealing pada salah satu ujungnya untuk menghubungkan soket keluaran
pada SOL1 dan pompa peristaltik A. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Gunakan selang panjang peristaltik lainnya untuk menghubungkan
soket sebelum SOL1 dan pompa peristaltik B. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Pengaturan Pompa A dan B
Atur kecepatan pompa B pada 50%. Pastikan rotor pompa teraba
berputar (bergetar). Buka mains wáter supply lalu secara hati-hati tutup
penutup pompa. Jika air terlihat mengalir melalui pompa, perbesar
kecepatannya hingga 100%.
Atur pressure regulator pada laju alir maksimum (1400 mL/menit).
Atur kecepatan pompa B pada 0%
Tutup dengan hati-hati penutup pompa A dan atur pada kecepatan 50%.
Buka katub SOL1 dan pastikan air mengalir melalui pompa A.
Atur kecepatan pompa A pada 0%
Percobaan
Pastikan SOL1 terbuka dan atur pompa A pada 50%. Klik “GO” untuk
memulai data logging.
Perhatikan laju alir F1, dan atur kecepatan pompa A pada nilai tertentu
sehingga menghasilkan laju alir, misalnya 700 mL/menit.
Jika laju alir beroscilasi terlalu banyak, yang mana juga menunjukkan
banyaknya gangguan, maka perlu dilakukan suatu filtering dengan mengatur
sub menú Options-IFD Sampling Parameter-Filter Mode menjadi
eksponential.
Pada kecepatan pompa A yang konstan, disturbance dapat diberikan
dengan cara mengatur kecepatan pompa B, misalnya 10, 20, 30, 40%, dst.
Catat waktu yang dibutuhkan dan laju air yang dihasilkan dengan cara
iniJika selesai, maka klik “STOP” untuk mengakhiri data logging.
2.6 Hasil dan Pembahasan
10 60 110 160 210 260400
600
800
1000
1200
1400
1600
Kurva Hubungan Waktu Vs Laju Alir dengan Berbagai Variabel Gangguan Pada Kondisi Tanpa Pengendali
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%
Waktu (detik)
F1 (ml/min)
Gambar 2. 6. 1 Kurva Hubungan Waktu Vs Laju Laju Alir dengan Berbagai
VariabelGangguan Pada Kondisi Tanpa Pengendali (Pompa A =
50%)
Dahlia Qadari
Pada Gambar 2. 6. 1., terlihat bahwa pada penetapan kecepatan pompa A
(variable manipulasi) sebesar 50% dan pemberian berbagai variabel gangguan,
respon yang dihasilkan terhadap setiap variasi variable gangguan yaitu semakin besar
gangguan yang diberikan, maka semakin besar pula respon keluaran yang dihasilkan.
Sehingga error yang dihasilkan semakin besar pula. Hal ini terjadi karena operasi
dilakukan secara manual atau tanpa pengendali, yang artinya kecepatan pompa A
(variable manipulasi) diatur oleh operator. Pada operasi ini, operator menetapkan
kecepatan pompa A sebesar 50% terhadap seluruh variasi gangguan sehingga tidak
terjadi pengendalian yang optimal. Untuk operasi manual, operator harus mengatur
kecepatan pompa A, jika laju alir yang dihasilkan dari variable gangguan semakin
besar maka pompa A harus diatur sedemikian rupa agar laju alir yang diinginkan
tercapai.
Muh. Rezki Nugroho :
Pada operasi manual ini, operator menetapkan kecepatan pompa A (variable
manipulasi) sebesar 50 % dengan memberikan variasi variable gangguan. Respon
yang dihasilkan terhadap masing – masing variasi variable gangguan adalah semakin
besar variasi gangguan yang diberikan oleh pompa B (variable gangguan) terhadap
pompa A (variable manipulasi) maka respon keluaran yang dihasilkan akan semakin
besar pula. Error yang dihasilkan akan besar pula. Berdasarkan operasi yang
dilakukan secara manual, dengan maksud operator tetap memberikan kecepatan
pompa A (varibel manipulasi) sebesar 50% tanpa perubahan, dan pompa B (variable
gangguan) operator memberikan variasi gangguan menghasilkan pengendalian tidak
berjalan optimal. Sehingga pada operasi manual ini operator harus mengatur
kecepatan pompa A, sesuai dengan laju alir dari variable gangguan yang dihasilkan
agar pengendalian pada laju alir sesuai dengan yang diinginkan.
Nurul Utami S.M
Gambar diatas merupakan kurva hubungan antara waktu dan laju alir.
Manipulated variabelnya yaitu pompa A dan distrurbance variabelnya adalah pompa
B. Manipulated variable ditetapkan kecepatan pompa A sebesar 50 % sedangkan
pompa B merupakan disturbance variable dengan variasi, 0%-100 %
Dari gambar dapat dinyatakan bahwa pada gangguan 0% dan 10 % tidak
menimbulkan osilasi yang signifikan. Overshoot juga tidak terlihat. Hal ini
disebabkan karena pada gangguan 0% dan 10% kemungkinan kecepatan pompa
belum terlalu besar sehingga tidak menimbulkan osilasi.
Dari grafik diatas dapat juga dilihat bahwa semakin besar gangguan yang
diberikan maka semakin banyak osilasinya. Akan tetapi pada gangguan 100% dapat
dilihat tidak terjadi osilasi. Hal ini disebabkan karena bukaan pompa pada 100 %
dapat dikatakan full sehingga tidak terjadi osilasi. Selain itu semakin besar gangguan
yang dibrikan pada pompa B maka semakin besar pula laju alirnya.
Dominika Sari Hutapea
Kecepatan pompa A ( Variable manipulasi ) sebesar 50% yang tetap dan
mendapatkan gangguan yang bervariasi. Pada grafik operasi manual di atas terlihat
kurva hubungan t vs F dengan berbagai variabel gangguan dengan variabel
manipulasi tetap. Semakin tinggi nilai F maka garis yang terlihat semakin proposional
terlihat pada nilai 100% yang artinya semakin besar gangguan yang diberikan, maka
semakin besar pula respon keluaran yang dihasilkan.
Pada operasi ini, operator menetapkan kecepatan pompa A sebesar 50%
terhadap seluruh variasi gangguan sehingga tidak terjadi pengendalian yang optimal.
Untuk operasi manual, operator harus mengatur kecepatan pompa A, jika laju alir
yang dihasilkan dari variable gangguan semakin besar maka pompa A harus diatur
sedemikian rupa agar laju alir yang diinginkan tercapai.
Desrawati Saranga
Grafik diatas merupakan kurva hubungan antara waktu dan laju alir. Manipulated
variabelnya yaitu pompa A dan distrurbance variabelnya adalah pompa B.
Manipulated variable ditetapkan kecepatan pompa A sebesar 50 % sedangkan pompa
B merupakan disturbance variable dengan variasi, 0%-100 %. Dari gambar dapat
dinyatakan bahwa pada gangguan 0% dan 10 % tidak menimbulkan osilasi yang
signifikan. Darigrafik juga terlihat garis kesetimbangannya tidak menjahui garis set
point. Hal ini disebabkan karena pada gangguan 0% dan 10% kemungkinan
kecepatan pompa belum terlalu besar sehingga tidak menimbulkan osilasi. Dari grafik
diatas dapat juga dilihat bahwa semakin besar gangguan yang diberikan maka
semakin banyak osilasinya dan garis kesetimbangannya menjahui setpoit. Akan tetapi
pada gangguan 100% dapat dilihat tidak terjadi osilasi. Hal ini disebabkan karena
bukaan pompa pada 100 % dapat dikatakan full sehingga tidak terjadi osilasi.
Ferniyanti
Gambar 2. 6. 1., merupakan kurva hubungan antara waktu dan Laju alir (F),
dimana pompa A sebagai manipulated variabelnya dengan kecepatan pompa sebesar
50% sedangkan pompa B sebagai disturbance variable dengan variasi gangguan 0 %
- 100 %. Semakin besar gangguan yang diberikan pada pompa B maka semakin besar
pula laju alir yang dihasilkan.
Dari gambar dapat dilihat bahwa gangguan yang kecil tidak menimbulkan
osilasi yang signifikan yang terjadi pada gangguan 0 dan 10 %, begitupula untuk
overshoot juga tidak terlihat, hal ini mungkin disebabkan karna kecepatan pompa
belum terlalu besar sehingga tidak menimbulkan osilasi pada gangguan 0 dan 10 %.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin besar gangguan yang diberikan
maka semakin banyak osilasinya, tetapi pada gangguan 100% tidak terjadi osilasi
yang disebabkan bukaan pompa full pada gangguan 100% sehingga tidak terjadi
osilasi.
2.7 Kesimpulan
Pada operasi manual atau tanpa pengendali, semakin besar gangguan yang
diberikan maka error yang dihasilkan juga semakin besar.
Percobaan III
3.1 Judul Percobaan
Pengendalian Laju Alir dengan P-Controller
3.2 Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat mengendalikan laju alir air secara otomatis
menggunakan P-Controller dan mengetahui pengaruh nilai Proportional
Bandterhadap respon yang diberikan.oleh P-Controller.
3.3 Gambar Rangkaian Alat
Alat
Praktikum ini menggunakan PCT40 bench yang dilengkapi dengan
selang-selang fleksibel. PCT 40 terhubung dengan sebuah komputer melalui
koneksi USB. Pada komputer telah terinstall paket software yang dapat
digunakan untuk mengendalikan dan mengelola signal-signal yang berasal
dari semua sensor dan controller.
Mahasiswa diijinkan menggunakan fasilitas USB untuk memindahkan
file data dan gambar ke flasdisk pribadi.
3.4 Dasar Teori
Sistem pengendalian proses merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam menjamin tingkat keberhasilan proses. Dengan unit
pengendali yang kuat maka proses dapat dijalankan pada kondisi optimalnya
dengan cara merejeksi/menolak segala macam gangguan seperti fluktuasi
laju aliran umpan, suhu, aliran pendingin, ataupun gangguan lain yang tidak
terprediksi.
Marlin menyebutkan bahwa pengendalian proses memberikan
kontribusi yang penting dalam safety, perlindungan lingkungan (menekan
polusi/emisi bahan berbahaya), perlindungan peralatan terutama dari over
capacity/over heated, operasi pabrik yang lancar, menjamin kualitas produk,
menjaga operasional pabrik pada keuntungan maksimumnya, dan berguna
dalam monitoring dan diagnose proses (Marlin, 1995).
Dalam industrik kita mengenal setidaknya ada dua jenis sistem
pengendali yang bekerja secara konvensional yaitu sistem pengendali umpan
balik (Feedback Control) dan sistem pengendali umpan depan (Feedforward
Control). Sistem pengendali umpan balik akan bekerja berdasarkan tingkat
kesalahan yang terjadi pada produk yang dimonitor/dikontrol besarnya.
Artinya jika variable yang dikontrol nilainya (di-set) mengalami perubahan
(error) maka sistem pengendali ini akan bekerja memanipulasi input
pasangannya (mengubah besarnya) sehingga nilai variabel yang dikontrol
sebagai output akan sama dengan nilai yang diset (ditetapkan besarnya)
Kontroler proporsional memiliki keluaran yang sebanding/proposional
dengan besar dari sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan
dengan harga aktual). Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa
keluaran kontroler proporsional merupakan perkalian antara konstanta
proporsional dengan error. Perubahan pada sinyal masukan akan segera
menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluaran sebesar konstanta
pengali.
Berikut ini merupakan ketentuan-ketentuan kontroler proporsional
yang perlu diperhatikan saat diterapkan pada suatu sistem, antara lain:
1. Jika nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan
koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon
sistem yang lambat.
2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat
mencapai keadaan mantap. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga
mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja
tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi.
Pengendali Proporsional menghasilkan keluaran sebanding dengan
masukan. Faktor penguatan proporsional (Kp) diuraikan sebagai hambatan
Rf didalam rangkaian umpan balik dari terminal keluaran ke terminal
masukan pada Op-Amp.
Pada percobaan ini, kecepatan aliran air yang berasal dari pompa
peristaltik dimonitor secara terus-menerus oleh sebuah flow sensor yang
akan mengirimkan signal hasil pembacaannya ke PID controller pada
software. PID contoller kemudian mengatur kecepatan pompa sedemikian
rupa sehingga kecepatan aliran air menuju nilai yang diinginkan.
3.5 Langkah Kerja
Equipment set up
Pada software PCT40, pilih Section 9: Flow Control. Klik ikon
untuk menampilkan layar diagram mimic. Cocokkan hubungan selang ke
semua alat yang ada dengan gambar yang terlihat pada diagram mimic.
Klik menu Sample-Configure lalu atur data logging dilakukan secara
Automatic dengan interval 1 detik dan durasi Continuous.
Pastikan bahwa mains water supply pada kondisi off dan pressure
regulator pada posisi minimum.
Gunakan selang panjang peristaltik berdiameter 6.3 mm yang memiliki
self-sealing pada salah satu ujungnya untuk menghubungkan soket keluaran
pada SOL1 dan pompa peristaltik A. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Gunakan selang panjang peristaltik lainnya untuk menghubungkan
soket sebelum SOL1 dan pompa peristaltik B. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Pengaturan Pompa A dan B
Atur kecepatan pompa B pada 50%. Pastikan rotor pompa teraba
berputar (bergetar). Buka mains wáter supplylalu secara hati-hati tutup
penutup pompa. Jika air terlihat mengalir melalui pompa, perbesar
kecepatannya hingga 100%.
Atur pressure regulator pada laju alir maksimum (1400 mL/menit).
Atur kecepatan pompa B pada 0%
Tutup dengan hati-hati penutup pompa A dan atur pada kecepatan 50%.
Buka katub SOL1 dan pastikan air mengalir melalui pompa A.
Atur kecepatan pompa A pada 0%
Percobaan dengan P-controller
Pastikan SOL1 terbuka dan atur pompa B pada 0%. Klik “PID”pada
pompa A dan pilih mode operasi Manual serta atur kecepatan pompa A pada
50%. Berikan pula nilai awal setpoint, P, I, dan D masing-masing
700mL/menit, 5%, 0, dan 0.
Klik “Apply” dan “GO” untuk memulai data logging.
Perhatikan laju alir F1, dan tunggu sampai menunjukkan angka yang
konstan.
Disturbance dapat diberikan dengan cara mengatur kecepatan pompa B,
misalnya 10, 20, 30, 40%, dst. Catat waktu yang dibutuhkan dan laju air
yang dihasilkan dengan cara ini
Jika laju alir beroscilasi terlalu banyak, yang mana juga menunjukkan
banyaknya gangguan, maka perlu dilakukan suatu filtering dengan mengatur
sub menú Options-IFD Sampling Parameter-Filter Mode menjadi
eksponential.Jika selesai, maka klik “STOP” untuk mengakhiri data logging.
3. 6 Hasil dan Pembahasan
a. Respon pengendali P-Contoller pada PB = 5 %
0 50 100 150 200 250400
600
800
1000
1200
1400
1600Respon Pengendali P-Controller pada PB = 5%
20%40%60%80%100%
waktu (detik)
F1 (ml
/min)
Gambar 3. 6. 1 Respon Pengendali P-Controller (PB=5%; Set Point= 600 ml/min)
b. Respon pengendali P-Controller pada PB = 10%
Gambar 3. 6. 2 Respon Pengendali P-Controller (PB=10%; Set Point= 600 ml/min)
0 50 100 150 200 250400
600
800
1000
1200
1400
1600Respon Pengendali P-Controller pada PB = 10%
20%40%60%80%100%
waktu (detik)
F1 (ml
/min)
c. Respon pengendali P-Controller pada PB = 25%
Gambar 3. 6. 2 Respon Pengendali P-Controller (PB=25%; Set Point= 600 ml/min)
0 50 100 150 200 250500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500Respon Pengendali P-Controller pada PB = 25%
20%40%60%80%100%
waktu (detik)
F1 (ml/
min)
d. Respon pengendali P-Controller pada PB = 50%
Gambar 3. 6. 2 Respon Pengendali P-Controller (PB=50%; Set Point= 600 ml/min)
0 50 100 150 200 250500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
Respon Pengendali P-Controller pada PB = 50%
20%40%60%80%100%
waktu (detik)
F1 (m
l/min)
e. Respon pengendali P-Controller pada PB = 100%
Gambar 3. 6. 2 Respon Pengendali P-Controller (PB=10%; Set Point= 600 ml/min)
Dahlia Qadari
0 50 100 150 200 250600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600
Respon Pengendali P-Controller pada PB = 100%
20%40%60%80%100%
waktu (detik)
F1 (ml
/min)
Variasi nilai parameter proportional band (PB) yakni 5%, 10%, 25%, 50% dan
100%, maka dilakukan evaluasi kurva respon pengendalian berdasarkan offset,
overshoot, dan kestabilan dari setiap kurva respon pengendali P-Controller di atas.
Dari kelima kurva tersebut dalam setiap variasi PB, semakin besar gangguan
yang diberikan maka offsetnya semakin besar. Offset berarti pengendali
mempertahankan nilai variable proses pada suatu harga yang berbeda dengan
setpoint. Sehingga pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk proses yang
dapat menerima offset. Akan tetapi berdasarkan jumlah osilasi dan overshootnya,
semakin besar gangguan yang diberikan maka respon semakin stabil. Seperti pada
gangguan 100% dari setiap kurva, offset yang ditimbulkan besar, tetapi overshoot dan
jumlah osilasinya sedikit sehingga lebih stabil dibandingkan gangguan yang lebih
rendah.
Sehingga dari seluruh kurva, semakin besar PB maka overshoot dan jumlah
osilasi semakin berkurang yang mengakibatkan respon semakin stabil. Namun,
semakin besar nilai PB, maka semakinbesar offset yang terjadi.
Muh. Rezki Nugroho
Berdasarkan masing – masing kurva variasi nilai PB, dapat disimpulkan bahwa
semakin besar gangguan yang diberikan dari pompa B maka offset yang dihasilkan
semakin besar. Offset merupakan pengendali mempertahankan nilai variable proses
pada suatu harga yang berbeda dengan setpoint. Offset muncul dalam usaha
pengendali mempertahankan keseimbangan massa dan/atau energi. Sehingga
pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk proses yang dapat menerima
offset.
Jumlah osilasi dan kestabilan terlihat dengan semakin besarnya nilai gangguan
atau dengan kata lain pada gangguan yang diberikan sebesar 100%, dari masing –
masing kurva terlihat osilasi yang dihasilkan jumlahnya sedikit, sehingga
kestabilannya lebih baik dibandingkan dengan gangguan yang diberikan lebih rendah.
Disimpulkan dari seluruh kurva diatas bahwa semakin besar nilai PB, maka
overshoot, dan jumlah osilasi berkurang sehingga menghasilkan respon yang stabil,
namun offset yang dihasilkan respon setiapmasing - masing nilai PB terhadap
gangguan yang sama tidak ada perubahan.
Nurul Utami S.M
Proporsional adalah persen perubahan signal kendali sebanding dengan persen
perubahan signal pengukuran. Dengan kata lain signal kendali merupakan kelipatan
signal pengukuran. Respon proporsional merupakan dasar pengendali PID.
Pemakaian pengendali proporsional selalu menghasilkan offset. Offset berarti
pengendali mempertahankan nilai variable proses pada suatu harga yang berbeda
dengan setpoint. Offset muncul dalam usaha pengendali mempertahankan
keseimbangan massa dan/atau energi. Pengendali proporsional hanya dapat
digunakan untuk proses yang dapat menerima offset. Dalam praktikum ini terdapat 5
variasi proporsional band yaitu 5 %, 10%, 25%,50% dan 100%
PB = 5 %
Pada proportional band 5% pada gambar dapat dilihat bahwa pada gangguan
20% dan 40% respon terlihat cepat akan tetapi offset yang dihasilkan kecil
akan tetapi perioda osilasi pada disturbance 20% dan 40 % lama dan memiliki
jumlah osilasi yang banyak. Sedangkan jika diberikan gangguan pada 60%, 80
% dan 100% terjadi respon yang cepat, overshoot yang besar, offset yang
besar akan tetapi jumlah perioda osilasi kecil.
PB= 10 %
Pada proportional band 10 % pada gambar dapat dilihat bahwa respon pada
masing-masing gangguan lambat, overshoot dan offset semakin besar apabila
gangguan semakin besar pula. Jumlah perioda osilasi pada gangguan 20% dan
40% semakin berkurang dibandingkan dengan PB=5 %
PB =25 %
Pada PB=25 % pada gambar dapat dilihat bahwa respon lambat untuk masing-
masing gangguan yang telah diberikan. Overshoot semakin besar apabila
gangguan yag diberikan juga besar. Artinya overshoot dan gangguan
berbanding lurus. Offset yang dihasilkan juga besar jika gangguan diperbesar.
Jumlah osilasi semakin berkurang jika PB nya diperbesar.
PB = 50 %
Pada PB= 50 % dapat dilihat bahwa respon lambat, overshoot besar, offset
besar. Artinya overshoot dan offset berbanding lurus dengan gangguan/
disturbance variable. Semakin besar PB yang diberikan pada suatu system
maka semakin kecil jumlah perioda osilasi yang dihasilkan.
PB=100%
Sama saja dengan variasi PB lainnya yang menunjukkan bahwa semakin besar
gangguan maka semakin besar offset dan overshootnya. Jumlah perioda
osilasi yang dihasilkan semakin kecil apabila nilai dari proportional band
diperbesar.
Dominika Sari Hutapea
Sebuah sistem kontrol proporsional adalah jenis sistem kontrol umpan balik
linear .Kontroler proporsional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan
besar dari sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga
aktual). Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran kontroler
proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan error.
Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung
mengubah keluaran sebesar konstanta pengali. Pengendali Proporsional menghasilkan
keluaran sebanding dengan masukan.
Variasi nilai parameter proportional band (PB) yakni 5%, 10%, 25%, 50%
dan 100%, maka dilakukan evaluasi kurva respon pengendalian berdasarkan offset,
overshoot, dan kestabilan dari setiap kurva di atas.
Pada grafik diatas dengan PB 5 %, 10%, 25%, 50% dan 100% mempunyai
nilai yang semakin besar gangguan yang diberikan maka semakin besar pula nilai
offsetnya.
Pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk proses yang dapat
menerima offset.Tetapi berdasarkan jumlah osilasi dan overshootnya, semakin besar
gangguan yang diberikan maka respon semakin stabil. Seperti pada gangguan 100%
dari setiap kurva, offset yang ditimbulkan besar, tetapi overshoot dan jumlah
osilasinya sedikit sehingga lebih stabil dibandingkan gangguan yang lebih rendah.
Hasilnya , semakin besar Proposional Bandnya maka overshoot dan jumlah
osilasi semakin berkurang yang mengakibatkan respon semakin stabil.
Desrawati Saranga
Proporsional adalah persen perubahan signal kendali sebanding dengan
persen perubahan signal pengukuran. Dengan kata lain signal kendali merupakan
kelipatan signal pengukuran. Respon proporsional merupakan dasar pengendali PID.
Dalam praktikum ini terdapat 5 variasi proporsional band yaitu 5 %, 10%, 25%,50%
dan 100%
PB = 5 %
Pada proportional band 5% pada gambar dapat dilihat bahwa pada gangguan
20% dan 40% respon terlihat cepat akan tetapi offset yang dihasilkan kecil.
Sedangkan jika diberikan gangguan pada 60%, 80 % dan 100% terjadi respon
yang cepat, overshoot yang besar, offset yang besar akan tetapi jumlah
perioda osilasi kecil.
PB= 10 %
Pada proportional band 10 % pada gambar dapat dilihat bahwa respon pada
masing-masing gangguan lambat, overshoot dan offset semakin besar apabila
gangguan semakin besar pula. Semakin besar gangguan yang diberikan maka
garis kesetibangannya akan menjahui set point.
PB =25 %
Pada PB=25 % hamper sama dengan PB 5% dengan PB 10. pada gambar
dapat dilihat bahwa respon lambat untuk masing-masing gangguan yang telah
diberikan. Overshoot semakin besar apabila gangguan yag diberikan juga
besar. Artinya overshoot dan gangguan berbanding lurus. Hanya semakin
tinggi nilainya maka waktu yang di butuhkan untuk mencapai nilainya
berbeda-beda. Jumlah osilasi semakin berkurang jika PB nya diperbesar.
PB = 50 %
Pada PB= 50 % dapat dilihat bahwa respon lambat, overshoot besar, offset
besar. Artinya overshoot dan offset berbanding lurus dengan gangguan/
disturbance variable. Semakin besar PB yang diberikan pada suatu system
maka semakin kecil jumlah perioda osilasi yang dihasilkan.
PB=100%
Sama saja dengan variasi PB lainnya yang menunjukkan bahwa semakin besar
gangguan maka semakin besar offset dan overshootnya. Jumlah perioda
osilasi yang dihasilkan semakin kecil apabila nilai dari proportional band
diperbesar.
FerniyantiPada percobaan ini kita melakukan pengendalian Proportional Band (PB)
terhadap offset pada mode pengendalian proses, dimana Proporsional adalah
persen perubahan signal kendali sebanding dengan persen perubahan signal
pengukuran. Dengan kata lain signal kendali merupakan kelipatan signal
pengukuran. Respon proporsional merupakan dasar pengendali PID. Pemakaian
pengendali proporsional selalu menghasilkan offset. Offset berarti pengendali
mempertahankan nilai variable proses pada suatu harga yang berbeda dengan
setpoint. Offset muncul dalam usaha pengendali mempertahankan keseimbangan
massa dan/atau energi. Pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk
proses yang dapat menerima offset. Proportional Band (PB) pada dasarnya
menunjukkan persentasi rentang variable proses yang dapat dikendalikan atau
range error maksimum sebagai masukan pengendali yang dapat menyebabkan
pengendali memberikan keluaran dengan range maksimum.
Dalam praktikum ini terdapat 5 variasi proporsional band yaitu 5 %, 10%,
25%,50% dan 100%
a. PB = 5 %
Untuk gambar PB 5% dapat dilihat bahwa pada gangguan 20 % dan 40 % terjadi
respon yang cepat dan menghasilkan offset yang kecil, tetapi jumlah osilasi yang
dihasilkan banyak. Sedangkan semakin tinggi gangguan menghasilkan respon
yang cepat, overshoot yang besar dan jumlah periode osilasi kecil hal ini dapat
terlihat pada gangguan 60%, 80% dan 100%.
b. PB = 10 %
Untuk proportional band 10% dari gambar dapat dilihat bahwa respon pada
masing-masing gangguan lambat, tetapi untuk overshoot dan offset semakin besar
apabila gangguan semakin besar pula.
c. PB = 25 %
Pada gambar Proportional band 25 % dapat dilihat bahwa respo gn yang
dihasilkan lambat untuk masing-masing gangguan, sedangkan untuk overshoot
dan offset semakin besar jika gangguan yang diberikan semakin besar pula, tetapi
osilasi berkurang dengan meningkatnya gangguan.
d. PB = 50 %
Untuk proportional band 50% dari gambar dapat dilihat bahwa respon pada
masing-masing gangguan lambat, tetapi untuk overshoot dan offset besar apabila
gangguan semakin besar pula artinya overshoot dan offset berbanding lurus
dengan gangguan/ disturbance variable.
e. PB = 100 %
Untuk PB 100 % hamper sam dengan Proportional band yang laiinya yang
menunjukkan bahwa semakin besar gangguan maka offset dan overshoot yang
dihasilkan akan semakin besar pula. Sedangkan semakin besar PB yang diberikan
pada suatu system maka semakin kecil jumlah perioda osilasi yang dihasilkan.
3.7 Kesimpulan
Pengendali proportional merupakan pengendali yang sangat sederhana dan
bersifat kontinyu serta merupakan pengendali yang menghasilkan offset.
Semakin besar nilai proportional band (PB) yang diberikan maka semakin
besar offset yang ditimbulkan.
Semakin besar proportional band (PB) yang diberikan maka semakin kecil
jumlah osilasi yang didapatkan sehingga respon cenderung stabil.
Semakin besar variabel gangguan yang diberikan maka offset yang dihasilkan
juga semakin besar.
Percobaan IV
4.1 Judul Percobaan
Optimasi parameter pengendali P,I,D controller
4.2 Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat menentukan nilai-nilai optimum dari Propotional
Band (PB), Integral Time (Ti) dan Derivatif Time (Td) melalui proses
optimasi.
4.3 Gambar Rangkaian Alat
4.5 Alat
Praktikum ini menggunakan PCT40 bench yang dilengkapi dengan
selang-selang fleksibel. PCT 40 terhubung dengan sebuah komputer melalui
koneksi USB. Pada komputer telah terinstall paket software yang dapat
digunakan untuk mengendalikan dan mengelola signal-signal yang berasal
dari semua sensor dan controller.
Mahasiswa diijinkan menggunakan fasilitas USB untuk memindahkan
file data dan gambar ke flasdisk pribadi.
4.4 Dasar Teori
Sistem Kontrol PID( Proportional–Integral–Derivative controller )
merupakan kontroler untuk menentukan presisi suatu sistem instrumentasi
dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem tesebut ( Feed back ).
Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol
P (Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam implementasinya masing-masing
cara dapat bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya. Dalam perancangan
sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau
D agar tanggapan sinyal keluaran system terhadap masukan tertentu
sebagaimana yang diinginkan.
Pengendali PID (Proporsional – Integral – Turunan) masih banyak
digunakanuntuk mengontrol plant-plant pada proses industri. Pengendali PID
dipilih karenakesederhanaan struktur dan kehandalannya sehingga
dapatbekerja dalam jangkauandaerah operasi yang luas.Dalam
merancangpengendali PID, ada 3 parameter yang harus diatur.Parameter-
parameter tersebut adalah : PB (Konstanta Proporsional), Ki
(KonstantaIntegral), dan Kd (Konstanta Turunan). Untuk menentukan
parameter-parametertersebut dengan tepat, maka diperlukan suatu proses yang
dikenal dengan nama penalaan (tuning).
Ada beberapa metode penalaan yang dapat digunakan, salah satu
diantaranyaadalah metode Zieger-Nichols. Metode Zieger-Nichols
digunakansecara luas untukmenala plant. Akan tetapi, metode Zieger-Nichols
kurang efektif jika digunakanuntuk menala sistem dengan parameter yang
berubah-ubah. Di samping itu, jikadigunakan metode Zieger-Nichols maka
respon sistem terhadap masukan step harusdiketahui terlebih dahulu atau
harus ditentukan penguatan dan periode kritis yangmenyebabkan sistem
berosilasi terus menerus.Selain metode Zieger-Nichols, ada metode lain yang
dapat digunakan, yaitumetode berdasarkan logika fuzzy (fuzzy logic).
Pengendali berdasarkan logika fuzzy 2mempunyai banyak kelebihan,
diantaranya adalah kemampuan untuk mengendalikansistem dengan persaman
matematis yang tidak diketahui secara pasti. Di samping itu,pengendali logika
fuzzy juga dapat menyertakan kepakaran seseorang untukmengendalikan
suatu sistem.
Besaran-besaran masukan dan keluaran, serta aturan-
aturan kontrol (control rules) yang digunakan adalah istilah-istilah yang
biasaditerapkan dalam kehidupan sehari hari (Variabel linguistik).
Misalnya besar,sedang, kecil, panas, dan dingin. Hal ini tentu saja
menyebabkan logika fuzzy menjadi lebih mudah dipahami dan dipelajari.
Pada percobaan ini, kecepatan aliran air yang berasal dari pompa
peristaltik dimonitor secara terus-menerus oleh sebuah flow sensor yang akan
mengirimkan signal hasil pembacaannya ke PID controller pada software. PID
contoller kemudian mengatur kecepatan pompa sedemikian rupa sehingga
kecepatan aliran air menuju nilai yang diinginkan.
4.5 Langkah Kerja
Equipment set up
Pada software PCT40, pilih Section 9: Flow Control. Klik ikon
untuk menampilkan layar diagram mimic. Cocokkan hubungan selang ke
semua alat yang ada dengan gambar yang terlihat pada diagram mimic.
Klik menu Sample-Configure lalu atur data logging dilakukan secara
Automatic dengan interval 1 detik dan durasi Continuous.
Pastikan bahwa mains water supply pada kondisi off dan pressure
regulator pada posisi minimum.
Gunakan selang panjang peristaltik berdiameter 6.3 mm yang memiliki
self-sealing pada salah satu ujungnya untuk menghubungkan soket keluaran
pada SOL1 dan pompa peristaltik A. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Gunakan selang panjang peristaltik lainnya untuk menghubungkan
soket sebelum SOL1 dan pompa peristaltik B. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Pengaturan Pompa A dan B
Atur kecepatan pompa B pada 50%. Pastikan rotor pompa teraba
berputar (bergetar). Buka mains wáter supplylalu secara hati-hati tutup
penutup pompa. Jika air terlihat mengalir melalui pompa, perbesar
kecepatannya hingga 100%.
Atur pressure regulator pada laju alir maksimum (1400 mL/menit).
Atur kecepatan pompa B pada 0%
Tutup dengan hati-hati penutup pompa A dan atur pada kecepatan 50%.
Buka katub SOL1 dan pastikan air mengalir melalui pompa A.
Atur kecepatan pompa A pada 0%
Percobaan dengan PID-controller
PID setting dan Optimasi
- Buat data sheet baru dan persiapkan sebuah on/off controller (Automatic,
PID=0) serta setpoint 1000 mL/menit. Klik “Apply” dan “GO” untuk
memulai data logging.
- Terlihat bahwa laju alir meningkat dan melewati setpoint dan akhirnya
membentuk overshoot dan beroscilasi kontinu. Pada oscilasi yang ke dua
atau ke tiga, klik ”STOP” untuk menghentikan data logging.
- Buat gambar kurva dengan menggunakan software EXCEL antara data
waktu versus laju alir air.
- Dari gambar kurva tersebut, tentukan jarak puncak atas dan puncak
bawah sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak
sebagai t. Dari nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I,dan D dapat
ditemukan sebagai berikut:
P= y3
; I=t ; D= t6
- Nilai-nilai P, I, dan D hasil optimasi ini selanjutnya disebut sebagai nilai
hasil optimasi atau nilai optimal. Ketikkan nilai optimal ini pada software,
dan buat data sheet baru lalu klik ”GO” untuk memulai data logging dan
jika selesai klik ”STOP”.
- Lakukan observasi tentang nilai P, I, D lain yang lebih baik.
Proportional action mengatur gain dari controller. Jika terlihat suatu
respon yang lambat, atau dengan jumlah oscilasi yang banyak, maka
kurangi nilai P.
Integral action dapat digunakan untuk mengurangi dan mengeliminasi
offset. Jika offset terlihat, kurangi nilai I.
Derivative action dapat diatur untuk mengurangi oscilasi yang berlebihan.
Jika respon beroscilasi ekstrem, kurangi nilai D.
- Lakukan pengambilan data dengan nilai P, I , dan D yang didapat,
bandingkan dengan respon hasil optimasi.
4.6 Hasil dan pembahasan
a. Optimasi Penentuan Nilai P, I, dan D
Gambar 4. 6. 1 Kurva Penentuan Nilai P, I dan D (Set Point= 1000 ml/min)
P = y3=
(1100−890)3
=70 %
I = t = 80 – 69 = 11 detik
D = t6=2 detik
b. Respon Hasil Pengujian Nilai P, I, dan D dalam berbagai Variabel Gangguan
60 65 70 75 80 85750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150 Optimasi
waktu (detik)
F1 (m
l/min)
Gambar 4. 6. 2 Respon Hasil Pengujian Nilai P, I dan D Optimum dalam berbagai
Variabel Gangguan (Set Point= 700 ml/min; P= 70%; I = 11 detik;
D= 2 detik)
Dahlia Qadari
Dengan menggunakan setpoint 1000 ml/min dan dengan pengendalian otomatis
maka diperoleh kurva yang berosilasi secara kontinyu. Sehingga kurva tersebut
digunakan untuk menentukan nilai P, I, dan D agar dihasilkan respon yang optimal.
Dari kurva tersebut diperoleh nilai P= 70% I= 11 sec dan D= 2 sec yang kemudian
disetting pada program untuk menghasilkan kurva PID yang optimal.
Gambar 4.6.2, terlihat bahwa pada gangguan yang lebih dari 40% respon yang
diberikan menghasilkan offset yang cukup besar dan tidak menunjukkan adanya
tanda respon akan menuju ke setpoint. Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa respon
dengan gangguan tertentu pada kondisi optimal akan menuju ke setpoint yang
diberikan. Penyimpangan ini terjadi karena nilai P, I, dan D yang kurang optimal,
sehingga nilai PID pada kondisi optimal harus dicari lagi. Selain itu, gangguan yang
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2000
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Respon Hasil Pengujian Nilai P= 70%, I=11 detik dan D= 2 detik dalam berbagai Variabel Gangguan
20%40%60%80%100%
waktu (detik)
F1 (m
l/min
)
besar pada kondisi ini terlalu besar sehingga sulit untuk dikendalikan karena pasokan
air untuk pompa A (variable manipulasi) yang kurang.
Muh Rezki Nugroho
Operasi optimasi PID ini menetapkan nilai setpoint pada 1000 ml/min, dan
settingan pengendalian pada automatic. Maka hasil respon yang diperoleh dari kurva
yaitu memiliki isolasi secara kontinyu dan tetap. Berdasarkan hasil dari kurva
tersebut, maka nilai P, I dan D dapat ditetapkan agar respon yang dihasilkan optimal.
Maka diperolehlah Nilai P dari kurva sebesar 70%, nilai I = 11 sec, dan nilai D = 2
sec. nilai tersebut disettingkan pada program yang memberikan kurva hasil respon
PID yang optimal.
Berdasarkan kurva optimasi, terlihat bahwa nilai gangguan yang lebih dari
40% memberikan respon yang memiliki nilai offset yang rangenya sangat besar dan
tidak terjadi respon yang menunjukkan tanda menuju ke setpoint yang diinginkan.
Berdasarkan teori sudah tidak sesuai karena seharusnya respon dan gangguan tertentu
pada kondisi yang optimal akan menuju setpoin yang telah ditetapkan. Sehingga perlu
dicari lagi nilai PID yang lebih optimal lagi dan pengaruh yang tidak terkendali dari
gangguan yang besar terjadi karena jumlah air yang masuk pada pompa A (pasokan
air) kurang,
Nurul Utami S.M
Pada praktikum optimasi, set point ditetapkan 1000 ml/min. dari gambar
terlihat bahwa laju alir mningkat dan melewati set point dan akhirnya membentuk
overshoot dan berosilasi secara kontinyu. Lalu ditentukan jarak puncak atas dan
puncak bawah sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t.
nilai y dan t dimasukkan kedalam rumus untuk mendapat nilai awal untuk P,I dan D .
maka nilai yang didapatkan untuk P, I dan D merupakan nilai hasil optimasi atau nilai
optimal. Nilai untuk P opt= 70 %, I opt = 11 s, D opt = 2 s.
Dari kurva hasil optimasi menunjukkan bahwa gangguan yang lebih besar
dari 40& menunjukkan penyimpangan yang jauh dari setpoint. Selain itu untuk
mencapai set point pada gangguan yang lebih besar dari 40% sangat tidak mungkin.
Sehingga menyebabkan offset yang semakin besar jika gangguannya diperbesar.
Dominika Sari Hutapea
Pada percobaan ini, dilakukan optimasi PID pada pompa A dengan mengatur
set point pada 1000ml/dan dengan pengendalian otomatis maka diperoleh kurva yang
berosilasi secara kontinyu. Kemudian kurva tersebut digunakan untuk menentukan
nilai P, I, dan D agar dihasilkan respon yang optimal. Pada grafik terlihat hasil
optimasi yang naik turun atau tidak stabil.
Sehingga diperoleh nilai P= 70% I= 11 sec dan D= 2 sec dan kemudian
disetting pada program untuk menghasilkan kurva PID yang optimal
Pada 40% respon yang diberikan menghasilkan offset yang cukup besar dan
tidak menunjukkan adanya tanda respon akan menuju ke setpoint. Hal ini tidak sesuai
dengan teori bahwa respon dengan gangguan tertentu pada kondisi optimal akan
menuju ke setpoint yang diberikan.
Desrawati Saranga
Pada praktikum optimasi set point ditetapkan 1000 ml/min. dari grafik terlihat
bahwa laju alir meningkat dan melewati set point dan akhirnya membentuk overshoot
dan berosilasi secara kontinyu. Lalu ditentukan jarak puncak atas dan puncak bawah
sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak sebagai t. nilai y dan t
dimasukkan kedalam rumus untuk mendapat nilai awal untuk P,I dan D . maka nilai
yang didapatkan untuk P, I dan D merupakan nilai hasil optimasi atau nilai optimal.
Nilai untuk P opt= 67 %, I opt = 12 s, D opt = 2 s.
Ferniyanti
Pada percobaan optimasi dari grafik dapat dilihat bahwa laju alir meningkat
dan melewati setpoint tetapi mengalami overshoot pada laju alir sekitar 1100 dan
meningkat lagi sehingga berisolasi secara kontinyu. Pada optimasi kali ini ditetapkan
set point 1000 ml/min. Setelah engalami osilasi ditentukan jarak puncak atas dan
puncak bawah sebgai nilai y dan waktu yang dibutuhkan dari punvak ke puncak
sebagai nilai t, kemudian dimasukkan kedalam rumus sehingga mendapat nilai awal
untuk P, I dan D
P= y3
; I=t ; D= t6
Dari hasil perhitungan maka nilai yang didapatkan untuk P, I dan D merupakan nilai
hasil optimasi atau nilai optimal. Nilai untuk P opt= 70%, I opt = 11 s, D opt = 2 s.
4.7 Kesimpulan
Nilai P, I dan D yang diperoleh dari optimasi yaitu P= 70 %; I=11 detik; dan
D= 2 detik
Hasil pengujian nilai PID menunjukkan adanya penyimpangan dari teori,
seharusnya respon akan kembali ke setpoint walau telah diberi gangguan
karena berada dalam kondisi pengendalian optimum.
Percobaan V
5.1 Judul Percobaan
Variasi Integral Time dan Derivatif Time
5.2 Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat melakukan observasi terhadap respon laju alir
dengan variasi integral time dan derivative time.
5.3 Gambar Rangkaian Alat
Alat
Praktikum ini menggunakan PCT40 bench yang dilengkapi dengan
selang-selang fleksibel. PCT 40 terhubung dengan sebuah komputer melalui
koneksi USB. Pada komputer telah terinstall paket software yang dapat
digunakan untuk mengendalikan dan mengelola signal-signal yang berasal
dari semua sensor dan controller.
Mahasiswa diijinkan menggunakan fasilitas USB untuk memindahkan
file data dan gambar ke flasdisk pribadi.
5.4 Dasar Teori
Pada percobaan ini, kecepatan aliran air yang berasal dari pompa
peristaltik dimonitor secara terus-menerus oleh sebuah flow sensor yang
akan mengirimkan signal hasil pembacaannya ke PID controller pada
software. PID contoller kemudian mengatur kecepatan pompa sedemikian
rupa sehingga kecepatan aliran air menuju nilai yang diinginkan.
Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-
state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyebabkan respon
transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem.
Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan output berosilasi
karena menambah orde sistem.
Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan error sehingga
saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang
menyebabkan kontroler Derivative tidak dapat dipakai sendiri control
Proporsional dirancang untuk menghilangkan bersepeda terkait dengan
kontrol on-off. Sebuah kontroler proporsional mengurangi daya rata-rata
yang dipasok ke pemanas sebagai setpoint suhu pendekatan. Hal ini
memiliki efek memperlambat pemanas sehingga tidak akan overshoot
setpoint, tetapi akan mendekati setpoint dan mempertahankan suhu stabil.
Tindakan ini proporsi dapat dicapai dengan memutar output dan off untuk
interval waktu yang singkat. Ini "waktu proporsi" bervariasi rasio "pada"
waktu ke waktu "off" untuk mengontrol suhu. Tindakan proporsi terjadi
dalam "band proporsional" sekitar suhu setpoint.Di luar band ini, fungsi
kontrol sebagai unit on-off, dengan output baik sepenuhnya pada (di bawah
band) atau sepenuhnya off (di atas band). Namun, dalam band, output
dihidupkan dan dimatikan dalam rasio perbedaan pengukuran dari setpoint.
Pada setpoint (titik tengah dari band proporsional), output pada: rasio off
adalah 1:1, yaitu waktu-on dan off-waktu sama. jika suhu lebih dari setpoint,
on-dan off-kali berbeda secara proporsional dengan perbedaan suhu. Jika
suhu di bawah setpoint, output akan lebih lama, jika suhu terlalu tinggi,
output akan mati lagi.
5.5 Langkah Kerja
Equipment set up
Pada software PCT40, pilih Section 9: Flow Control. Klik ikon
untuk menampilkan layar diagram mimic. Cocokkan hubungan selang ke
semua alat yang ada dengan gambar yang terlihat pada diagram mimic.
Klik menu Sample-Configure lalu atur data logging dilakukan secara
Automatic dengan interval 1 detik dan durasi Continuous.
Pastikan bahwa mains water supply pada kondisi off dan pressure
regulator pada posisi minimum.
Gunakan selang panjang peristaltik berdiameter 6.3 mm yang memiliki
self-sealing pada salah satu ujungnya untuk menghubungkan soket keluaran
pada SOL1 dan pompa peristaltik A. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Gunakan selang panjang peristaltik lainnya untuk menghubungkan
soket sebelum SOL1 dan pompa peristaltik B. Arahkan ujung lainnya ke bak
pembuangan.
Pengaturan Pompa A dan B
Atur kecepatan pompa B pada 50%. Pastikan rotor pompa teraba
berputar (bergetar). Buka mains wáter supplylalu secara hati-hati tutup
penutup pompa. Jika air terlihat mengalir melalui pompa, perbesar
kecepatannya hingga 100%.
Atur pressure regulator pada laju alir maksimum (1400 mL/menit).
Atur kecepatan pompa B pada 0%
Tutup dengan hati-hati penutup pompa A dan atur pada kecepatan 50%.
Buka katub SOL1 dan pastikan air mengalir melalui pompa A.
Atur kecepatan pompa A pada 0%
Percobaan dengan PID-controller
PID setting dan Optimasi
- Buat data sheet baru dan persiapkan sebuah on/off controller (Automatic,
PID=0) serta setpoint 1000 mL/menit. Klik “Apply” dan “GO” untuk
memulai data logging.
- Terlihat bahwa laju alir meningkat dan melewati setpoint dan akhirnya
membentuk overshoot dan beroscilasi kontinu. Pada oscilasi yang ke dua
atau ke tiga, klik ”STOP” untuk menghentikan data logging.
- Buat gambar kurva dengan menggunakan software EXCEL antara data
waktu versus laju alir air.
- Dari gambar kurva tersebut, tentukan jarak puncak atas dan puncak
bawah sebagai y dan waktu yang dibutuhkan dari puncak ke puncak
sebagai t. Dari nilai y dan t tersebut, nilai awal untuk P, I,dan D dapat
ditemukan sebagai berikut:
P= y3
; I=t ; D= t6
- Nilai-nilai P, I, dan D hasil optimasi ini selanjutnya disebut sebagai nilai
hasil optimasi atau nilai optimal. Ketikkan nilai optimal ini pada software,
dan buat data sheet baru lalu klik ”GO” untuk memulai data logging dan
jika selesai klik ”STOP”.
- Lakukan observasi tentang nilai P, I, D lain yang lebih baik.
Proportional action mengatur gain dari controller. Jika terlihat suatu
respon yang lambat, atau dengan jumlah oscilasi yang banyak, maka
kurangi nilai P.
Integral action dapat digunakan untuk mengurangi dan mengeliminasi
offset. Jika offset terlihat, kurangi nilai I.
Derivative action dapat diatur untuk mengurangi oscilasi yang berlebihan.
Jika respon beroscilasi ekstrem, kurangi nilai D.
- Lakukan pengambilan data dengan nilai P, I , dan D yang didapat,
bandingkan dengan respon hasil optimasi.
5.6 Hasil dan Pembahasan
a. Variasi Integral Time
Respon Pengendali PID-Controller dengan Ti = 8detik
Gambar 5.6.1. Respon Pengendali PID-Controller (PB=70%; Ti=8 detik; Td= 2 detik;
Set Point= 700 ml/min)
Respon Pengendali PID-Controller padaTi= 10 detik
00:00 00:43 01:26 02:09 02:52 03:360
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti = 8 detik; PB=70%; D=2 detik
40%60%80%100%
waktu (menit)
F1 (m
l/m
in)
Gambar 5.6.2. Respon Pengendali PID-Controller (PB=70%; Ti=10 detik; Td= 2
detik; Set Point= 700 ml/min)
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti= 14 detik
00:00 00:43 01:26 02:09 02:52 03:360
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti = 10 detik; PB=70%; D=2 detik
40%60%80%100%
Waktu (menit)
F1 (m
l/m
in)
Gambar 5.6.3. Respon Pengendali PID-Controller (PB=70%; Ti=14 detik; Td= 2
detik; Set Point= 700 ml/min)
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti= 16 detik
00:00 00:43 01:26 02:09 02:52 03:360
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti = 14 detik; PB=70%; D=2 detik
40%60%80%100%
waktu (menit)
F1 (m
l/m
in)
Gambar 5.6.4. Respon Pengendali PID-Controller (PB=70%; Ti=16 detik; Td= 2
detik; Set Point= 700 ml/min)
Dahlia Qadari:
00:00 00:43 01:26 02:09 02:52 03:360
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti = 16 detik; PB=70%; D=2 detik
40%60%80%100%
waktu (menit)
F1 (m
;/m
in)
Dari kelima kurva tersebut, integral time sangat berpengaruh terhadap
pengurangan atau penurunan offset. Pada setiap gangguan, semakin besar integral
time, maka semakin kecil offset yang dihasilkan oleh respon. Akan tetapi, semakin
besar nilai integral timenya, maka semakin besar overshoot dan jumlah osilasinya
banyak sehingga memerlukan waktu yang lama untuk stabil.
Muh Rezki Nugroho
Berdasarkan kelima kurva diatas, pengaruh I (integral time) memberikan offset
terhadap respon berkurang. Setiap gangguan yang diberikan maka nilai I (integral
time) akan diperbesar sehingga offset pada respon semakin kecil, namun masalah lain
terjadi jika nilai I (integral time) diperbesar, yaitu overshoot semakin besar dan
jumlah osilasi pada respon yang dihasilkan banyak sehingga butuh waktu lama untuk
mendapat respon yang stabil.
Nurul Utami S.M
Penambahan fungsi aksi Integral pada pengendali proporsional adalah untuk
menghilangkan offset dengan tetap mempertahankan respons. Pada pengendali
proporsional Integral cenderung mudah osilasi. Sehingga PB perlu lebih besar. Aksi
Integral merespon besar dan lamanya error.
Dari gambar dapat dilihat bahwa integral time yang terbaik adalah pada IT = 8 s
dan 10 s. hal ini dapat dilihat pada pemberian gangguan 40% responnya lebih cepat
dan dilihat pula pada gangguan pump B 40% selalu mendekati set point. Artinya pada
gangguan 40% bisa saja dapat mengurangi offset.
Namun demikian pada gangguan 60%, 80% dan 100% tidak mendekati set point
sedikitpun. Artinya pada gangguan diatas 40% usaha untuk menghilangkan offset
atau untuk mencapai set point susah untuk dikendalikan. Overshoot semakin besar
dengan semakin besarnya gangguan yang diberikan. Osilasi yang terjadi pada tiap-
tiap integral semakin banyak. Untuk memperkecil osilasi maka sebaiknya nilai PB
perlu ditingkatkan. Untuk I optimal yang didapatkan dari optimasi adalah I = 12.
Dominika Sari Hutapea
Dari kelima grafik diatas, yang berpengaruh terhadap pengurangan atau
penurunan offset adalah integral timenya. Setiap gangguan, semakin besar integral
time, maka semakin kecil offset yang dihasilkan oleh respon. Akan tetapi, semakin
besar nilai integral timenya, maka semakin besar overshoot dan jumlah osilasinya
banyak sehingga memerlukan waktu yang lama untuk stabil.
Desrawati Saranga
Dari grafik dapat dilihat bahwa integral time yang terbaik adalah pada IT = 8 s
dan 10 s. hal ini dapat dilihat pada pemberian gangguan 40% responnya lebih cepat
dan dilihat pula pada gangguan pump B 40% selalu mendekati set point. Artinya pada
gangguan 40% bisa saja dapat mengurangi offset. Namun pada gangguan 60%, 80%
dan 100% tidak mendekati set point sedikitpun. Artinya pada gangguan diatas 40%
usaha untuk menghilangkan offset atau untuk mencapai set point susah untuk
dikendalikan. Overshoot akan semakin besar keteka ganguan yang diberikan semakin
besar.dari garafik dapat dilihat, Osilasi yang terjadi pada tiap-tiap integral semakin
banyak. Untuk I optimal yang didapatkan dari optimasi adalah I = 12.
Ferniyanti
Tujuan utama system pengendalian adalah menjaga atau mengendalikan proses
variable agar selalu sam dengan set point. Untuk mencapai hal tersebut maka system
harus disetel yang bertujuan mendapatkan nilai parameter pengendali sesuai dengan
kebutuhan proses . Penalaan system pengendalian proses dilakukan dengan menyetel
Proportional Band (PB) waktu integral dan Derivatid yang ada pada pengendalian
proses. Pada grafik variasi integral dapat dilihat bahwa integral time yang terbaik
adalah pada IT = 8 s dan 10 s. hal ini dapat dilihat pada pemberian gangguan 40%
responnya lebih cepat dan dilihat pula pada gangguan pump B 40% selalu mendekati
set point. Artinya pada gangguan 40% bisa saja dapat mengurangi offset.
Namun demikian pada gangguan 60%, 80% dan 100% tidak mendekati set
point sedikitpun. Artinya pada gangguan diatas 40% usaha untuk menghilangkan
offset atau untuk mencapai set point susah untuk dikendalikan. Overshoot semakin
besar dengan semakin besarnya gangguan yang diberikan. Osilasi yang terjadi pada
tiap-tiap integral semakin banyak. Untuk memperkecil osilasi maka sebaiknya nilai
PB perlu ditingkatkan. Untuk I optimal yang didapatkan dari optimasi adalah I = 12.
Penambahan fungsi aksi Integral pada pengendali proporsional adalah untuk
menghilangkan offset dengan tetap mempertahankan respons. Pada pengendali
proporsional Integral cenderung mudah osilasi. Sehingga PB perlu lebih besar.
b. Variasi Derivatif Time
Respon Pengendali PID-Controller pada Td= 1 detik
Gambar 5.6.5. Respon Pengendali PID-Controller (PB=70%; Ti=11 detik; Td= 1
detik; Set Point= 700 ml/min)
Respon Pengendali PID-Controller pada Td= 1,5 detik
00:00 00:43 01:26 02:09 02:52 03:36 04:190
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti = 11 detik; PB=70%; D=1 detik
40%60%80%100%
waktu (menit)
F1 (m
l/m
in)
Gambar 5.6.6. Respon Pengendali PID-Controller (PB=70%; Ti=11 detik; Td= 1,5
detik; Set Point= 700 ml/min)
00:00 00:43 01:26 02:09 02:52 03:360
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti = 11 detik; PB=70%; D=1, 5 detik
40%60%80%100%
waktu(min)
F1 (m
l/m
in)
Respon Pengendali PID-Controller pada Td= 2,5 detik
Gambar 5.6.5. Respon Pengendali PID-Controller (PB=70%; Ti=11 detik; Td= 2,5
detik; Set Point= 700 ml/min)
Respon Pengendali PID-Controller pada Td= 3 detik
00:00 00:43 01:26 02:09 02:52 03:360
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Respon Pengendali PID-Controller pada Ti = 11 detik; PB=70%; D=2,5 detik
40%60%80%100%
waktu (menit)
F1 (m
l/m
in)
Gambar 5.6.5. Respon Pengendali PID-Controller (PB=70%; Ti=11 detik; Td= 1
detik; Set Point= 700 ml/min)
Dahlia Qadari
00:00 00:43 01:26 02:09 02:52 03:360
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600Respon Pengendali PID-Controller pada Ti = 11 detik; PB=70%;
D=3 detik
40%60%80%100%
waktu (menit)
F1 (m
l/m
in)
Dari pengendali-pengendali yang telah disebutkan diatas, diketahui bahwa
masing-masing pengendali memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu. Pada P-
Controller, dengan PB yang besar maka dapat dipeeroleh respon yang stabil, akan
tetapi menimbulkan offset yang cukup besar. Kekurangan ini ditutupi dengan
mengggunakan PI-Controller, integral time digunakan untuk menurunkan bahkan
menghilangkan offset. Akan tetapi, dengan integral time yang besar maka respon
yang dihasilkan bersosilasi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
kestabilan sangat lambat. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menggunakan PID
Controller, derivative time yang digunakan berfungsi untuk mempercepat respon dan
memperkecil overshoot. Walaupun hanya memiliki perbedaan kecepatan respon yang
sangat kecil, peningkatan derivative time dapat mempercepat respon untuk stabil.
Muh.Rezki Nugroho
Dari kurva seluruh metode pengendalian laju alir (flow), P-Controller, dengan
nilai PB yang diberikan semakin besar maka respon yang dihasilkan lebih stabil
namun menimbulkan offset yang besar. Untuk masalah offset yang besar pada respon
yang dihasilkan oleh P-Controller, maka solusi yang dilakukan adalah dengan metode
PI-Controller dengan nilai I (integral time) yang diberikan maka respon yang
dihasilkan akan lebih stabil dan offset berkurang bahkan tidak ada seiring dengan
semakin besarnya gangguan yang diberikan. Namun, nilai I (integral time) yang
semakin besar akan memberikan pengaruh kembali pada respon yang dihasilkan yaitu
terjadinya osilasi pada respon sehingga menbutuhkan waktu lama untuk menstabilkan
respon. Pengaruh respon yang berisolasi lebih lama dan membutuhkan waktu yang
lama pula untuk menstabilkan, maka solusi yang dilakukan adalah dengan metode
PID Controller dengan nilai D (derivative time) yang diberikan maka respon yang
dihasilkan akan lebih cepat dan overshoot yang kecil pula. Walaupun nilai D hanya
memberikan perubahan kecil pada kecepatan respon, namun waktu yang dibutuhkan
untuk menstabilkan respon dapat lebih cepat.
Nurul Utami S.M
Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan membentuk aksi-aksi
derivative pada pengendali proportional integral (PI) sehingga menhasilkan jenis
pengendali proporsional-integral-derivatif (PID). Aksi derivative bertujuan untuk
mempercepat respons perubahan PV dan memperkecil overshoot , namun system ini
sangat peka terhadap gangguan bising(noise).
Dari gambar dapat dilihat bahwa derivative time yang terbaik adalah pada DT
= 3 sekon. Dimana amplitude osilasi kecil dan tanggapan respon yang cepat
dibandingkan PI. hal ini dapat dilihat pada pemberian gangguan 40% responnya lebih
cepat dan dilihat pula pada gangguan selalu mendekati set point. Artinya pada
gangguan 40% bisa saja dapat mengurangi offset.
Namun demikian pada gangguan 60%, 80% dan 100% tidak mendekati set
point sedikitpun. Artinya pada gangguan diatas 40% usaha untuk menghilangkan
offset atau untuk mencapai set point susah untuk dikendalikan. Overshoot semakin
besar dengan semakin besarnya gangguan yang diberikan. Osilasi yang terjadi pada
tiap-tiap integral semakin berkurang dengan penambahan derivative time. Untuk
memperkecil osilasi maka sebaiknya nilai PB perlu ditingkatkan. Untuk DT optimal
yang didapatkan dari optimasi adalah I = 3 s
Dominika Sari Hutapea
Dari semua pengendali-pengendali yang telah disebutkan diatas, memiliki
pengendalian kelebihan dan kekurangan tertentu. Pada P-Controller, dengan
Proposional Band yang besar maka dapat dipeeroleh respon yang stabil, akan tetapi
menimbulkan offset yang cukup besar. Kekurangannya dapat ditutupi dengan
mengggunakan PI-Controller, integral time digunakan untuk menurunkan bahkan
menghilangkan offset. Akan tetapi, dengan integral time yang besar maka respon
yang dihasilkan bersosilasi sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
kestabilan sangat lambat. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menggunakan PID
Controller, derivative time yang digunakan berfungsi untuk mempercepat respon dan
memperkecil overshoot. Walaupun hanya memiliki perbedaan kecepatan respon yang
sangat kecil, peningkatan derivative time dapat mempercepat respon untuk stabil.
Desrawati Saranga
Dari grafik dapat dilihat bahwa derivative time yang terbaik adalah pada DT =
3 sekon. Dimana amplitude osilasi kecil dan tanggapan respon yang cepat
dibandingkan PI. hal ini dapat dilihat pada pemberian gangguan 40% responnya lebih
cepat dan dilihat pula pada gangguan selalu mendekati set point. Namun demikian
pada gangguan 60%, 80% dan 100% tidak mendekati set point sedikitpun. Artinya
pada gangguan diatas 40% usaha untuk menghilangkan offset atau untuk mencapai
set point susah untuk dikendalikan. Overshoot semakin besar dengan semakin
besarnya gangguan yang diberikan. Osilasi yang terjadi pada tiap-tiap integral
semakin berkurang dengan penambahan derivative time.
Ferniyanti
?
5. 7 Kesimpulan
a. Variasi Integral Time
Aksi Integral yang sesuai yaitu pada Ti= 8 detik
Semakin besar integral time, offset dari setiap gangguan mengalami
penurunan
Semakin besar gangguan semakin besar overshoot
Gangguan pompa B lebih dari 40 % tidak dapat mendekati set point
sehingga tidak akan menghilangkan offset
Respon masukan yang dihasilkan sangat lambat
b. Variasi Derivatif Time
PID memiliki tanggapan respon yang cepat
PID memiliki amplitude osilsi kecil (lebih stabil)
Ganggauan pompa Blebih dari 40% tidak dapat mencapai set point.
DAFTAR PUSTAKA