FIX Print Jiwa

43
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Menurut data World Health Organization ( WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Pada tahun 2001 WHO menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa, yang terdiri dari 150 juta depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol, 38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO Wilayah Asia Tenggara, hampir satu pertiga dari penduduk di wilayah ini pernah mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal ini dapat dilihat dari data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT); tahun 1995 saja, di Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan  jiwa. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan kelasa bawah, sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa ( Sutatminingsih, Raras. 2002). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDa) 2007 disebutkan, rata- rata nasional gangguan mental emosional ringan, seperti cemas dan depresi

Transcript of FIX Print Jiwa

Page 1: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 1/43

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat

serius. Pada tahun 2001 WHO menyatakan, paling tidak ada satu dari empat

orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada

sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa, yang terdiri

dari 150 juta depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol, 38 juta

epilepsi, 25 juta skizofrenia serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri setiap

tahunnya. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO Wilayah

Asia Tenggara, hampir satu pertiga dari penduduk di wilayah ini pernah

mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal ini dapat dilihat dari data Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT); tahun 1995 saja, di Indonesia diperkirakan

sebanyak 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan

 jiwa.

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan

bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi,

yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas,

depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di

era globalisasi gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak 

hanya dari kalangan kelasa bawah, sekarang kalangan pejabat dan masyarakat

lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa (Sutatminingsih, Raras.

2002). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDa) 2007 disebutkan, rata-

rata nasional gangguan mental emosional ringan, seperti cemas dan depresi

Page 2: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 2/43

2

pada penduduk berusia 15 tahun ke atas mencapai 11,6%, dengan angka

tertinggi terjadi di Jawa Barat, sebesar 20%. Sedangkan yang mengalami

gangguan mental berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan depresi

berat, sebesar 0,46%. (Anonim, Depkes RI).

Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang

sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali

(Andri, 2008). Faktor dari kekambuhan gangguan jiwa sangat bervariasi, dan

masing-masing faktor memiliki peranan yang saling mendukung terhadap

kekambuhan gangguan jiwa. Oleh sebab itu, dalam referat ini akan dibahas

faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan gangguan jiwa.

B. Tujuan penulisan

Tujuan penulisan referat ini yaitu untuk memenuhi persyaratan ujian di SMF

Kesehatan Jiwa RSUD Prof.dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

C. Manfaat penulisan

Manfaat penulisan referat ini untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan gangguan jiwa.

Page 3: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 3/43

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.  Gangguan jiwa

Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan

manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan

yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis,

sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi.

Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang

berhakikatkan penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis

ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala yang

khas.

Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam

PPDGJ-IV (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia edisi IV) atau DSM-IV-TR ( Diagnostic and Statistical Manual of 

 Mental Disorders, 4th edition with text revision).

Gangguan jiwa dengan psikosis yaitu ditandai hilangnya kemampuan

menilai realitas, ditandai waham (delusi) dan halusinasi.

Psikosis ada dua jenis, yaitu :

a. Psikosis yang berhubungan dengan sindroma otak organik yaitu psikosis

yang ditandai oleh gejala gangguan faal atau gangguan kerusakan otak 

seperti gangguan orientasi, daya ingat, fungsi intelek, penilaian

(judgement) dan efek.

Page 4: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 4/43

4

b.  Psikosis fungsional/ psikogenik 

Adalah psikosis yang mengandung semua unsur gangguan psikotik namun

tidak dapat ditemukan gangguan atau kerusakan patalogik/ faal jaringan

otak. Psikosis fungsional ini merupakan penyakit mental yang parah

dengan ciri khas adanya disorganisasi proses berfikir, gangguan

emosional, disorientasi waktu, ruang pada beberapa kasus disertai

halusinasi dan delusi.

B. Skizofrenia

B. 1. Pengertian skizofrenia

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinga retak 

atau pecah, dan frenia yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang

yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan

 jiwa atau keretakkan kepribadian (Hawari, 2003).

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang

mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan

berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan

dan menunjukan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat

diterima secara sosial (Isaacs, 2005).

B. 2. Faktor penyebab skizofrenia

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti

mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak.

Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan

faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir antara

lain : (Yosep, 2010)

Page 5: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 5/43

5

a.  Faktor genetik;

b.  Virus;

c.  Auto antibody;

d.  Malnutrisi.

Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut : (Yosep, 2010)

1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara

kandung 10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan

0,9%.

2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 

59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%. Penelitian lain

menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga

mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari.

Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi, infeksi,

trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir

menyebutkan bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia

tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut

epigenetik faktor. Skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara

abnormal gen dengan : (Yosep, 2010)

a. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu

perkembangan otak janin;

b.  Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama

kehamilan;

c.  Komplikasi kandungan; dan

Page 6: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 6/43

6

d.  Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester

kehamilan.

Seseorang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila

mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya

lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak 

ada faktor epigenetik sebelumnya. (Yosep, 2010) 

B. 3. Gejala dan tanda

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase

yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal

biasanya timbul gejala-gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu,

bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.

Gejala tersebut meliputi gangguan pada fungsi pekerjaan, fungsi sosial,

fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Semakin

lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala

positif/psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi,

waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu

datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala-

gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat, mengalami eksaserbasi

atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dengan

gejala-gejala yang sama pada fase prodromal tetapi gejala

positif/psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala-gejala yang

terjadi pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami

gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan

Page 7: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 7/43

7

peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan

sosial) (Luana, 2007).

B. 4. Penegakkan diagnosis

Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah

sebagai berikut (Maslim, 2003).:

1.  Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan

biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau

kurang jelas):

a.  “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau

bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda atau “thought 

insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang asing dan luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought 

broadcasting”, yaitu isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya;

b.  “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan

oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau “delusion of passivitiy” 

merupaka waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah

terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” diartikan

secara jelas merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke

pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus), atau “delusional 

 perception”  yang merupakan pengalaman indrawi yang tidak 

Page 8: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 8/43

8

wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat

mistik atau mukjizat.

c.  Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah

ini:

1). Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus

terhadap perilaku pasien, atau

2). Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri

(diantara berbagai suara yang berbicara), atau

3). Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian

tubuh.

d.  Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya

setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya

perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan

kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu

mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing

dan dunia lain).

2.  Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada

secara jelas :

a. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila

disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang

setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun

disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,

atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau

berbulan-bulan terus menerus;

Page 9: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 9/43

9

b.  Arus pikiran yang terputus (break ) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang

tidak relevan, atau neologisme;

c.  Perilaku katatonik , seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement ),

posisi tubuh tertentu ( posturing), atau  fleksibilitas cerea,

negativisme, mutisme, dan stupor ;

d.  Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang

 jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,

biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial

dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal

tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

e.  Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik (prodromal)

f.  Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam

mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku

pribadi ( personal behaviour ), bermanifestasi sebagai hilangnya

minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam

diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara

sosial.

Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah

(Tomb, 2003):

a.  Berlangsung minimal dalam enam bulan

Page 10: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 10/43

10

b.  Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang pekerjaan,

hubungan interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri

sendiri

c.  Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama

berlangsungnya sebagian dari periode tersebut

d.  Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan

skizoafektif, gangguan mood mayor, autisme, atau gangguan

organik.

B. 5. Jenis-jenis skizofrenia

Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita

digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang

terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-golongan ini tidak 

 jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita

tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis. Pembagiannya sebagai

berikut : (Maramis, 2009)

a.  Skizofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain

dalam jalannya penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering

lama kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplex, atau

gejala-gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Skizofrenia

paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan. Gejala-gejala

yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham

sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara lebih teliti juga

didapatkan gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.

Page 11: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 11/43

11

Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun.

Permulaannya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut.

Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan

skizoid, mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya

pada orang lain.

b. Skizofrenia hebefrenik

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul

pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok 

adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya

depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti

mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering

terdapat pada skizofrenia heberfenik. Waham dan halusinasi banyak 

sekali.

c.  Skizofrenia katatonik

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya

akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi

gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor katatonik yaitu

penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap

lingkungannya. Gejala paling penting adalah gejala psikomotor

seperti:

1) Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup

2) Muka tanpa mimik, seperti topeng

3) Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang

lama, beberapa hari, bahkan kadang sampai beberapa bulan.

Page 12: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 12/43

12

4) Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme

5) Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam

mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan

6) Terdapat grimas dan katalepsi

Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan

stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik 

adalah terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan

emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari luar.

Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan

stereotipi, manerisme, grimas dan neologisme, tidak dapat tidur, tidak 

makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kolaps dan

kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila

terdapat juga penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya).

d. Skizofrenia simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama

pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran

kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sulit ditemukan. Waham

dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-

lahan sekali. Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang

memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.

e.  Skizofrenia residual

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat

sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala

berkembang ke arah gejala negatif yang lebuh menonjol. Gejala

Page 13: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 13/43

13

negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas,

penumpula afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan

pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya

perawatan diri dan fungsi sosial.

B. 6. Terapi

Terapi Somatik

1) Antipsikotik  

Pemilihan obat pada dasarnya semua obat antipsikosis

mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen,

perbedaan utama pada efek sekunder dengan efek samping seperti

sedasi, otonomik, ekstrapiramidal. Pemilihan jenis antipsikosis

mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping

obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen (Luana, 2007).

Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons

klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang

tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan

golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam

riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti

efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali

untuk pemakaian sekarang (Luana, 2007).

Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya

adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih

menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Obat

antipsikotik sering dipakai klinisi dapat dikelompokkan menjadi dua,

Page 14: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 14/43

14

yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi

kedua (APG II) (Luana, 2007).

APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik,

mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan

cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat

memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive

diskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan

disfungsi seksual/peningkatan berat badan dan memperberat gejala

negatif maupun kognitif (Luana, 2007).

APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis

(SDA) atau antipsikotik atipikal. Antipsikosa jenis ini bekerja melalui

interaksi serotonin dan dopamin pada keempat jalur dopamin di otak 

yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan

sangat efektif mengatasi gejala negatif (Luana, 2007).

2) Terapi Elektrokonvulsif  

 Electroconvulsive Therapy (ECT) merupakan jenis terapi

somatik di samping terapi obat-obatan. Indikasi terapi ini adalah pada

skizofrenik yang mengalami depresi dan tidak dapat diobati, depresi

dengan bunuh diri, depresi yang disertai penolakan makan dan

minum, depresi selama kehamilan, pasien dengan riwayat

keberhasilan terapi ECT sebelumnya, sindroma katatonik, skizofrenia

dengan serangan akut, depresi psikotik atau melankolik yang tidak 

berespon terhadap terapi obat, episode manik yang perilakunya

Page 15: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 15/43

15

mengarah ke kelelahan yang sangat dan membahayakan tanpa

pengobatan dengan lithium (Nuhriawangsa dan Adi, 2004).

Terapi ECT biasanya dilakukan selama 3 kali dalam seminggu

dengan lamanya kejang berlangsung selama 5-20 detik serta keadaan

pascaiktal yang singkat. Penderita dapat berfungsi normal kembali

dalam waktu 1 jam. Efek samping yang mungkin terjadi adalah

gangguan memori dan sakit kepala. Kontraindikasi absolut terapi ini

adalah tumor otak karena keadaan ini akan menaikkan tekanan

intrakranial pada saat kejang dan dapat menyebabkan kefatalan

(Nuhriawangsa dan Adi, 2004).

Terapi Psikososial

Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

1) Psikoterapi individual

a) Terapi suportif 

Metode terapi psikososial berorientasi realita bersifat suportif dan

bermanfaat pada terapi jangka panjang skizofrenia (Tomb, 2003;

Maramis, 2009).

b) Social skill training 

Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian

sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat membantu

dalam beradaptasi dengan masyarakat. Social Skills Training 

menggunakan latihan bermain sandiwara. Bentuk terapi seperti ini

sering digunakan dalam panti-panti rehabilitasi psikososial untuk 

membantu penderita agar bisa kembali berperan dalam masyarakat.

Page 16: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 16/43

16

Mereka dibantu dan didukung untuk melaksanakan tugas-tugas

harian seperti memasak, berbelanja, ataupun untuk berkomunikasi,

bersahabat, dan sebagainya. Meskipun terapi ini cukup berhasil,

akan tetapi sulit mempertahankan perilaku bila suatu program telah

selesai, dan bagaimana dengan situasi-situasi yang tidak diajarkan

secara langsung (Sutatminingsih, 2002).

c) Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian

klasik dan randomisasi, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku

nyata. Para terapist mencoba menentukan stimulus yang mengawali

respon yang menyimpang dan kondisi lingkungan yang

menguatkan atau mempertahankan perilaku itu. Terapi ini

memberikan hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus

baru. Secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung

membentuk dan mengembangkan perilaku penderita skizofrenia

yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk kembali

berperan dalam masyarakat (Sutatminingsih, 2002).

2) Psikoterapi kelompok 

Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang

dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan

seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain,

mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah

yang dilakukannya tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris.

Dalam menangani kasus tersebut, terapi kelompok akan sangat

Page 17: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 17/43

17

bermanfaat bagi proses penyembuhan penderita skizofrenia. Terapi

kelompok termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini,

beberapa skizofrenik berkumpul dan saling berkomunikasi dengan

terapist yang berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di

dalamnya. Melalui terapi ini, iklim interpersonal relationship yang

konkrit akan tercipta, sehingga penderita skizofrenia selalu diajak 

untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran serta perasaan yang

tidak realistis (Sutatminingsih, 2002).

3) Psikoterapi Keluarga

Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi

kelompok. Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang tua serta

anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist. Terapi ini

digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan

tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam

keluarga yang bisa mengakibatkan penderita kambuh diusahakan

kembali. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk 

mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang

negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap

persoalan secara bersama-sama (Sutatminingsih, 2002; Maramis,

2009).

Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan

cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan

tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita

dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan

Page 18: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 18/43

18

pengungkapan emosi anggota keluarga diatur dan disusun sedemikian

rupa serta dievaluasi (Sutaminingsih, 2002; Maramis, 2009). 

C.  Depresi

C. 1. Definisi

Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya

fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih

dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan,

psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak 

berdaya dan gagasan bunuh diri (Kaplan, 1997).

Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood

disorder). Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan

yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat

perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi,

perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan

kognitif (Nevid dkk, 2005).

Depresi adalah gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam

perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku,

dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan

perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi

terhadap stressor ) dengan kondisi mood  yang menurun (Wenar &

Kerig, 2000).

C. 2. Jenis-jenis depresi

Adapun jenis – jenis depresi menurut PPDGJ III, yaitu:

a.  Depresi ringan, ciri – cirinya:

Page 19: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 19/43

19

1) sekurang – kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi

seperti tersebut diatas.

2) ditambah sekurang – kurangnya 2 dari gejala lainya : a – g.

3) tidak boleh ada gejala berat diantaranya.

4) lamanya seluruh episode berlangsung sekurang  –  kurangnya

sekitar 2 minggu.

5) hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

yang biasa dilakukan.

b.  Depresi sedang, ciri – cirinya :

1) sekurang – kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi

seperti pada depresi ringan.

2) ditambah sekurang – kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala

lainya.

3) lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2

minggu.

4) menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c.  Depresi berat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1) Depresi berat tanpa gejala psikotik, ciri – cirinya :

a)  semua 3 gejala depresi harus ada.

b) ditambah sekurang  –  kurangnya 4 dari gejala lainya dan

beberapa diantaranya harus berintensitas berat.

c) bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi

psikomotor) yang mencolok, maka pasien nubgkin tidak 

Page 20: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 20/43

20

mau atau mampu untuk melaporkan banyak gejala secara

rinci.

d) episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang  –  

kurangnya 2 minggu,akan tetapi jika gejala amat berat dan

beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk 

menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2

minggu.

e)  sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan

kegiatan social, pekerjaan atau urusan rumah tangga,

kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

2) Depresi berat dengan gejala psikotik, ciri – cirinya:

a) episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut

depresi berat tanpa gejala psikotik.

b) disertai waham, halusinasi atau stupor depresif, waham

biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau

malapetaka yang mengancam dan pasien merasa

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik atau

olfatoric biasanya berupa suara yang menghina atau

menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.

Retardasi psikomotorik yang berat dapat menuju pada

stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat

ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan efek 

(mood congruent ).

Page 21: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 21/43

21

C. 3. Epidemiologi

Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang

sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15 % dan

kemungkinan sekitar 25 % terjadi pada wanita. Terlepas dari kultur

atau negara, prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar

pada wanita dibandingkan laki-laki. Rata-rata usia onset untuk 

gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien

mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. 

Beberapa data

epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan

depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia

kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin

berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat

lain pada kelompok usia tersebut. Pada umumnya gangguan depresi

berat terjadi paling sering pada orang tua yang tidak memiliki

hubungan interpersonal yang erat atau berpisah (Kaplan 1997;1998).

C. 4. Etiologi

Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui,

tetapi diduga faktor-faktor dibawah ini berperan (Kaplan 1997):

1. Faktor biologis

Aktivitas metabolism yang lebih rendah dan ukuran korteks

prefrontal yang lebih kecil pada diri orang yang secara klinis

mengidap depresi bila dibandingkan dengan kelompok kontrol

yang sehat. Korteks prefrontal terlibat dalam pengaturan

neurotransmiter  yang dipercaya terlibat dalam gangguan mood ,

termasuk  serotonin dan norepinephrine, sehingga tidak 

Page 22: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 22/43

22

mengagetkan bila bukti menunjukkan ketidakteraturan pada

bagian otak ini (Nevid, 2005).

Faktor neurokimiawi lain seperti  Adenylate cyclase,

 phospotidylinositol dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki

relevansi penyebab. Kelainan pada neuroendokrin utama yang

menarik perhatian dalam adalah sumbu adrenal, tiroid dan

hormon pertumbuhan. Neuroendokrin yang lain yakni penurunan

sekresi nokturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin

karena pemberian tryptopan, penurunan kadar dasar folikel

stimulating hormon (FSH), luteinizing hormon (LH) dan

penurunan kadar testoteron pada laki-laki.

2. Faktor genetika

Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat

pertama dari penderita gangguan depresi berat kemungkinan 1,5

sampai 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat

pertama subyek kontrol untuk penderita gangguan. Penelitian

terhadap anak kembar menunjukkan angka kesesuaian pada

kembar monozigotik adalah kira-kira 50 %, sedangkan pada

kembar dizigotik mencapai 10 sampai 25 %.

3. Faktor psikologis 

a.  Faktor kepribadian premorbid. Tidak ada satu kepribadian atau

bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap

depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat

mengalami depresi, walaupun tipe-tipe kepribadian seperti oral

Page 23: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 23/43

23

dependen, obsesi kompulsif, histerik mempunyai risiko yang

besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya

b.  Kehilangan harga diri. Depresi sebagai suatu efek yang dapat

melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam

dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak 

hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan

mengakibatkan mereka putus asa

c.  Teori kognitif menurut A.T. Beck menunjukkan perhatian

gangguan kognitif pada depresi. Beck mengidentifikasikan 3

pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad

kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan,

pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap

dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga,

pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Durand dan

Barlow, 2006).

d.  Learned Helplessness. Teori Seligman mengatakan bahwa

orang menjadi cemas dan depresi ketika membuat atribusi

bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stres dalam

kehidupannya baik sesuai kenyataan maupun tidak (Durand

dan Barlow, 2006).

4. Faktor Sosial

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu

pengamatan klinis yang telah lama direplikasi bahwa peristiwa

kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului

Page 24: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 24/43

24

episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya,

hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan

gangguan depresi berat. Data yang mendukung, menyatakan

bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan

perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua

sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling

berhubungan dengan onset satu episode depresi adalah kehilangan

pasangan. Derajat psikopatologi didalam keluarga mungkin

mempengaruhi kecepatan pemulihan, kembalinya gejala dan

penyesuaian pasca pemulihan.

C. 5. Prevalensi

Prevalensi seumur hidup dari gangguan depresi dalam

Durand dan Barlow (2006) adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Prevalensi depresiUmur Prosentase

18-29

30-44

45-64

65+

5,0

7,5

4,0

1,4

Jenis Kelamin Prosentase

Laki-laki

Perempuan

2,6

7,0

Umur ProsentaseKulit putih

Kulit hitam

Hispanik 

5,1

3,1

4,4

Total 4,9

Depresi dengan onset terlambat berhubungan dengan

kesulitan tidur yang nyata, hipokondiasis dan agitasi. Prevalensi

Page 25: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 25/43

25

gangguan depresi berat pada orang lanjut usia sama atau sedikit lebih

rendah dibanding prevalensi dalam populasi secara umum. Ini

mungkin disebabkan karena peristiwa stressfull dan memicu episode

depresif cenderung berkurang dengan semakin bertambahnya umur

(Durand dan Barlow, 2006).

C. 6. Patofisiologi

Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa

neurotransmiter aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak 

diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu apabila

terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps

atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter

tersebut di post sinaps sistem saraf pusat. Pada depresi telah di

identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor 5HTIA

dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme

biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan

anti depresan (Kaplan, 1998).

Depresi disebabkan karena menurunnya pelepasan dan

transmisi serotonin (menurunnya kemampuan neurotransmisi

serotogenik). Terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang

berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan

dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu

atau beberapa neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak,

terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi

dapat diterangkan sebagai berikut (Kaplan, 1998). :

Page 26: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 26/43

26

1.  Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya

kemampuan neurotransmisi serotogenik.

2.  Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya

regulasi aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2

adrenoreseptor presinaptik.

3.  Menurunnya aktivitas dopamin.

4.  Meningkatnya aktivitas asetilkolin.

Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah

menurunnya neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di

celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang menunjukkan

adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI

(Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) dan trisiklik yang

menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat

MAOI ( Mono Amine Oxidasi Inhibitor ) yang menghambat

katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase.

Hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan bahwa

terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi

serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau

kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini

mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi

timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang

tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan

pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin Re-

uptake Enhancer ) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan

Page 27: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 27/43

27

bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin

menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil

yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi. 

Mekanisme

biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan

dan pengembangan obat-obat anti depresan.

C.7. Gambaran klinis

Suatu mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan

serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi (Maslim,

2001). Gejala lainnya dapat berupa :

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang

2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6) Tidur terganggu

7) Nafsu makan berkurang. 

Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di

nilai berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain

misalnya keluarga pasien. 

C. 8. Pedoman diagnostik 

Dalam DSM III dan DSM IV atau PPDGJ III tahun 1993,

kriteria diagnostik untuk gangguan depresi berat secara terpisah dari

kriteria diagnostik untuk diagnosis yang berhubungan dengan

Page 28: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 28/43

28

depresi ringan dan sedang serta depresi berulang. Pada PPDGJ III

pedoman diagnostik gangguan depresi berat dibagi secara terpisah

yaitu gangguan depresi berat tanpa gejala psikotik dan gangguan

depresi berat dengan gejala psikotik. 

1.  Episode depresif berat tanpa gejala psikotik : 

a.  Semua gejala depresi harus ada : afek depresif, kehilangan

minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang

menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.

b.  Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya :

konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan

kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan

tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimis,

gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,

tidur terganggu, nafsu makan berkurang.

c.  Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi

psikomotor) yang mencolok, maka mungkin pasien tidak mau

atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara

rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh

terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.

d.  Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-

kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan

beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk 

menegakkan diagnosis dalam kurun waktu dari 2 minggu.

Page 29: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 29/43

29

e.  Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan

kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali

pada taraf yang sangat terbatas.

2.  Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik : 

a.  Episode depresif berat yang memenuhi kriteria diatas.

b.  Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham

biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau

malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung

 jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik atau olfaktorik 

biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau

kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang

berat dapat menuju stupor.

c.  Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan

sebagai waham atau halusinasi yang serasi atau tidak serasi

dengan afek (mood congruent ).

C. 9. Penatalaksanaan

Diagnosa depresi telah dibuat, selanjutnya dinilai taraf 

hebatnya gejala depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal

ini ditanyakan dengan bijkasana dan penderita sering merasa lega

bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang

yang memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada

yang tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada

pemeriksa karena takut di cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran

atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di

Page 30: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 30/43

30

rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping

psikoterapi dan obat anti depresan (Kapalan, 1998).

Kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah

pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga

 jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi

interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di

dalam pengobatan gangguan depresi berat. Pada farmakoterapi

digunakan obat anti depresan, dimana anti depresan dibagi dalam

beberapa golongan yaitu :

1.  Golongan trisiklik, seperti : amitryptylin, imipramine,

clomipramine dan opipramol.

2.  Golongan tetrasiklik, seperti : maproptiline, mianserin dan

amoxapine.

3.  Golongan MAOI-Reversibel (RIMA,  Reversibel Inhibitor of Mono

 Amine Oxsidase-A), seperti : moclobemide.

4.  Golongan atipikal, seperti : trazodone, tianeptine dan mirtazepine.

5.  Golongan SSRI (Selective Serotonin Re-Uptake Inhibitor ), seperti

: sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluxetine dan citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset

efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek 

samping) sekitar 12-24 jam serta waktu paruh sekitar 12-48 jam

(pemberian 1-2 kali perhari). Ada lima proses dalam pengaturan

dosis, yaitu :

Page 31: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 31/43

31

1.  Initiating Dosage (dosis anjuran), untuk mencapai dosis anjuran

selama minggu I. Misalnya amytriptylin 25 mg/hari pada hari I

dan II, 50 mg/hari pada hari III dan IV, 100 mg/hari pada hari V

dan VI.

2.  Titrating Dosage (dosis optimal), dimulai pada dosis anjuran

sampai dosis efektif kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya

amytriptylin 150 mg/hari selama 7 sampai 15 hari (miggu II),

kemudian minggu III 200 mg/hari dan minggu IV 300 mg/hari.

3.  Stabilizing Dosage (dosis stabil), dosis optimal dipertahankan

selama 2-3 bulan. Misalnya amytriptylin 300 mg/hari (dosis

optimal) kemudian diturunkan sampai dosis pemeliharaan.

4.  Maintining Dosage (dosis pemeliharaan), selama 3-6 bulan.

Biasanya dosis pemeliharaan ½ dosis optimal. Misalnya

amytriptylin 150 mg/hari.

5.  Tapering Dosage (dosis penurunan), selama 1 bulan. Kebalikan

dari initiating dosage. Misalnya amytriptylin 150 mg/hari à 100

mg/hari selama 1 minggu, 100 mg/hari à 75 mg/hari selama 1

minggu, 75 mg/hari à 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari à

25 mg/hari selama 1 minggu.

Obat anti depresan dapat diberhentikan total, jika kemudian

sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan

seterusnya. Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada

malam hari (single dose one hour before sleep), untuk golongan

Page 32: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 32/43

32

trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan dosis

tunggal pada pagi hari setelah sarapan. 

D.  Kambuh

Kambuh merupakan kondisi dimana pasien kembali menunjukkan

gejala-gejala skizofrenia setelah remisi dari rumah sakit. Penderita yang

mengalami relaps diikuti oleh pemburukan sosial lebih lanjut pada fungsi

dasar pasien. Peningkatan angka relaps/kekambuhan berhubungan secara

bermakna dengan emosi yang berlebihan dilingkungan rumah, terutama di

dalam keluarga yang tidak harmonis, ketidakmampuan keluarga dalam

menghadapi penderita dan juga pengobatan yang tidak adekuat yang

dilakukan oleh keluarga terhadap penderita (Kaplan, 1997).

Tingkat kekambuhan skizofrenia ditandai dengan munculnya

kembali 2 gejala skizofrenia atau lebih selama 6 bulan, baik gejala positif 

maupun negatif . Gejala-gejala tersebut mencakup delusi, isi pikiran yang

aneh, halusinasi, gangguan alur pikir, mannerisme, afek datar, dan alogia.

Kriteria-kriteria kekambuhan dapat diukur dengan menggunakan  Brief 

Psychiatric Rating Scale (BPRS), Scale for the Assessment of Negative

Symptoms (SANS) dan Scale for the Assessment of Positive Symptoms

(SAPS) (Van Os et al., 2005). Beberapa studi menyatakan kriteria-kriteria

kekambuhan yang berbeda dan tampak di dalam tabel berikut:

Page 33: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 33/43

33

Tabel 2. Studi Kriteria Definisi Remisi/Kekambuhan pada Skizofrenia

(Andreasen et al., 2005).

Studi Tahun Kriteria kekambuhan

Kriteria remisi pada

populasi dengan

skizofrenia kronik 

Curtis et a.l, 

Liberman et al.,

Yen et al.,

Kriteria remisi pada

populasi dengan

skizofrenia akut

Lieberman et al. 

2001

2001

2002

1993

Evaluasi perhitungan 1 jenis skala

pada Brief Psychiatric Rating Scale

(BPRS) dengan skor total <30; skor <3

(sedang) item yang tidak terlalu

berpengaruh, dan <2 (ringan) pada

gejala alogia, anhedonia, avolition,

dan gejala-gejala lain menurut Scale for the Assessment of Negative

Symptoms (SANS), skor Global

 Assessment of Functioning scale yaitu

>60; tidak ditemukan gejala-gejala

psikotik yang lebih dari 1 tahun, tidak 

menjalani rawat-inap selama 3 bulan,

tidak ada satupun gejala-gejala

residual, terganggunya pekerjaan dan

hubungan dengan teman.

Gejala-gejala posiitif dan negatif dari

BPRS dengan skor adalah 64 (sedang)selama lebih dari 24 bulan

Bisa salah satu dari tiga tanda gejala

sindrom "scala subscales" baik gejala

positif dan negatif 

(positif,negatif,psikopatologi umum)

dengan skor rata2 minimal <2 pada

satu kali waktu pemeriksaan

Mengalami periode gangguan afektif 

dan skizofrenia, perubahan sikap,

psikotik dan item-item disorganisasi,

skor dari item gejala positif yang ≤3(waham curiga, delusi, halusinasi,

pemahaman yang terganggu, waham

aneh);beberapa skor dari skala Clinical

Global Impression (CGI) yaitu ≤3;perubahan skor CGI secara umum dari

1 atau 2 untuk 8 minggu konskutif,

atau “ remisi penuh” saat tidak ditemukan gejala residual yang positif 

dan skor ≤2 (ringan) pada keseluruhanitem gejala negatif secara umum.

Adanya halusinasi, delusi, pikiran

Page 34: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 34/43

34

Amminger et al.

Eaton et al.,

Ho et al.,

1997

1998

2002

yang terganggu dan perilaku katatonik 

selama minggu konsekutif 

Adanya  follow-up waktu tercatatnya

kriteria dengan definisi-definisi

tertentu (halusinasi, delusi, pikiranyang terganggu, gangguan psikomotor

yang ekstrim) selama kurang lebih 3

bulan

Skala pengukuran gejala positif dari

item gejala secara keseluruhan dengan

skor ≤2 (ringan) pada psikotik dandimensi disorganisasi selama 8

minggu konsekutif.

Empat faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia dan perlu

dirawat di rumah sakit jiwa, yaitu :

1.  Pasien

Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur

mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan

25% sampai 50% pasien yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan

obat secara teratur (Keliat, 1996). Pasien kronis, khususnya skizofrenia

sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan

ketidakmampuan mengambil keputusan. Perawat di rumah sakit

bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat, di

rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.

2.  Dokter (pemberi resep)

Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun

pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping

yang dapat menggangu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak 

Page 35: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 35/43

35

terkontrol. Pemberian resep diharapkan tetap waspada mengidentifikasi

dosis terapeutik yang dapat mencegah kekambuhan dan efek samping.

3.  Penanggung jawab pasien (case manager )

Setelah pasien pulang ke rumah maka penanggung jawab kasus

mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan pasien,

sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil

tindakan.

4.  Keluarga

Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan

menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien

mudah dipengaruhi oleh stres yang menyenangkan maupun yang

menyedihkan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam

proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di

rumah agar adaptasi pasien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas

perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan pasien

sehingga status pasien meningkat. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa

salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah perilaku

keluarga yang tidak tahu cara menangani pasien Skizofrenia di rumah

(Keliat, 1996). 

Page 36: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 36/43

36

III. PEMBAHASAN

Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang

sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali

(Andri, 2008). Analisis selama lima tahun pertama pada depresi berulang setelah

menyelesaikan masa pemulihan 8-minggu menunjukkan bahwa probabilitas

kumulatif kekambuhan pada tahun pertama adalah 25%, pada tahun kedua 42%,

dan pada tahun kelima adalah 60% (Solomon et al., 2000). Sedangkan pada

skizofren, setelah episode psikotik yang pertama, pasien skizofren memiliki

periode pemulihan bertahap, yang dapat dikuti oleh lamanya periode fungsi yang

relatif normal, tetapi relaps biasanya terjadi (Kaplan & Sadock, 2007).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pasien gangguan jiwa

mengalami kekambuhan antara lain yaitu:

a.  Penghentian pengobatan

Pemberian obat antipsikotik pada pasien skizofren dapat mengurangi

resiko kekambuhan, namun pemakaian obat neurolepatik yang lama dapat

menimbulkan efek samping yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti

gerakan yang tidak terkontrol. Sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan untuk 

meminum obat.

b.  Pengetahuan, pendidikan, informasi, sosial ekonomi, dan peran keluarga.

Keluarga pada hakikatnya merupakan jalinan relasi anggota-anggotanya

dan merupakan ruang hidup bagi para anggotanya. Dalam ruang hidup tersebut

para anggota keluarga hidup, berkembang dan berelasi satu sama lain (Arif,

2006). Peran keluarga sangat penting terhadap pasien gangguan jiwa karena

pasien gangguan jiwa sangat memerlukan perhatian dari keluarganya. Keluarga

Page 37: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 37/43

37

merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung

pada setiap keadaan sehat maupun sakit pasien. Apabila keluarga memahami

kebutuhan anggota keluarganya yang sakit maka keluarga akan memberikan

dukungan untuk melakukan pengobatan. Sebaliknya apabila keluarga tidak 

memahami kebutuhan anggota keluarganya yang sakit, maka akan

memperburuk perjalanan gangguan jiwa karena pasien tidak mendapatkan

perhatian dan dukungan yang semestinya diberikan oleh keluarganya.

Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat mengganggu ruang

hidup yang ada pada keluarga dan sebagai akibatnya lebih berisiko pada

kekambuhan (Arif, 2006). Pada keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi

(bermusuhan, mengkritik) diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan, 57 %

kembali dirawat, sikap yang baik pada keluarga dapat mencegah kekambuhan.

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Dengan pengetahuan yang adekuat keluarga dan pasien

gangguan jiwa dapat mengerti perjalanan pasien gangguan jiwa yang pada

dasarnya dapat di sembuhkan dengan minum obat secara teratur. Keluarga

perlu mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang pemberian

obat, pemantauan obat, tanda dan gejala skizofrenia atau gejala kekambuhan.

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk 

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Semakin

tinggi pendidikan seseorang maka akan lebih mudah menerima informasi

Page 38: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 38/43

38

kesehatan jiwa yang diberikan oleh petugas kesehatan sehingga mempengaruhi

pikiran seseorang dalam pengambilan suatu keputusan upaya untuk mengobati

suatu penyakit. Sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang maka akan

sulit menerima informasi karena kurangnya pengetahuan terhadap perjalanan

gangguan jiwa.

Informasi yang akurat tentang gangguan jiwa, gejala gejalanya dan

perjalanan penyakitnya, berbagai bantuan medis dan psikologis yang dapat

meningkatkan gejala gangguan jiwa merupakan informasi yang sangat

diperlukan keluarga.

Sosial ekonomi merupakan faktor yang sering di lihat hubungannya

dengan fenomena dan peningkatan angka kejadian dari suatu penyakit, sosial

ekonomi ini di tentukan oleh beberapa unsur seperti pendidikan, pekerjaan,

penghasilan dan di tentukan pula pada tempat tinggal. Sosial ekonomi

mempunyai pengaruh yang besar pada pasien gangguan jiwa dimana keadaan

sosial ekonomi yang tinggi pasien dapat melanjutkan pengobatan karena

mampu memenuhi kebutuhannya, sebaliknya keadaan sosial ekonomi yang

rendah dapat menghambat dan membuat pasien gangguan jiwa tidak 

melanjutkan pengobatannya karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhanya.

c. Lingkungan sekitar

Lingkungan sekitar tempat tinggal pasien yang tidak mendukung dapat

 juga meningkatkan frekuensi kekambuhan. misalnya masyarakat mengannggap

pasien sebagai individu yang tidak berguna, mengucilkan, mengejek pasien.

Page 39: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 39/43

39

d.  Stres kehidupan

Kesulitan keuangan, kesulitan tempat tinggal, perubahan yang

menimbulkan stres dalam peristiwa kehidupan dapat menjadi risiko

kekambuhan.

e.  Aktivitas

Pekerjaan adalah faktor protektif untuk kekambuhan gangguan jiwa, maka

penderita yang memiliki pekerjaan sebagai aktifitas rutin memiliki risiko

kekambuhan lebih rendah daripada penderita tidak memiliki pekerjaan/ 

aktifitas rutin.

Page 40: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 40/43

40

IV. KESIMPULAN

1.  Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-

manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan

kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis,

genetik, fisis, atau kimiawi.

2.  Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama

seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali.

3.  Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pasien gangguan jiwa mengalami

kekambuhan antara lain yaitu penghentian pengobatan; pengetahuan,

pendidikan, informasi, sosial ekonomi, dan peran keluarga; lingkungan sekitar;

stres kehidupan; aktivitas.

Page 41: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 41/43

41

DAFTAR PUSTAKA

Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R.,

Weinberger, D.R. 2005. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria and

Rationale for Consensus. Am J Psychiatry. 162:441 – 449.

Anonim. Perempuan dua kali lebih banyak terkena gangguan jiwa ringan

dibandingkan laki-laki. Diakses dari:

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1101-perempuan-dua-

kali-lebih-banyak-terkena-gangguan-jiwa-ringan-dibandingkan-laki-laki.html. 

diakses pada tanggal 9 Maret 2012

Andri, (2008). Kongres Nasional Skizofrenia V Closing The Treathment Gap for Schizophrenia.

Arif Iman Setiadi. 2006. Masalah Psikiatri. Refika Aditama. Bandung.

Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi

Keempat. Jilid Pertama. Jogjakarta : Pustaka Pelajar

Hawari, Dadang, 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa. Ed 2. Jakarta:

FKUI.

Isaacs, Ann. 2005,  Mental Healt and Psychiatric Nursing. Alih bahasa: DianPraty Rahayuningsih. Jakarta: EGC.

Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006. Family

Support Predicts Psichiatric Medication Usage Among Mexican American

Individuals with Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric

 Epidemology, 41. 624-631.

Kaplan H.I, Sadok B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa Aksara,

Jakarta, 1997 : 777-832

Kaplan H.I, Sadok B.J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Cetakan I, Widya Medika,

Jakarta, 1998 : 227-229

Kaplan H.I, Sadok B.J. Comprensive Textbook Of Psychiatry, William &

Walkins. 5th

Edition, USA, 1998 : 1285

Keliat, B.A., 1996, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan

 Jiwa, EGC, Jakarta Luana, N.A. 2007. Skizofrenia dan Gangguan Psikotik 

lainnya dalam Simposium Sehari Kesehatan Jiwa dalam Rangka Menyambut

Page 42: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 42/43

42

Hari Kesehatan Jiwa Se-dunia. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia cabang

Jakarta Barat .

Manuel Giron, M. G. (1998). Scizofrenia Bulletin.  Relationship Between

 Empathic Family Attitude and Relapse in Schizophrenia , 619.

Maramis, W. F. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya: Pusat penerbitan

dan percetakan.

Marpaung V. Depresi Pada Penderita Epilepsi Umum Dengan Kejang Tonik 

Klonik Dan Epilepsi Parsial Sederhana. Medan : Bagian Psikiatri Universitas

Sumatera Utara ; 2003.

Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dariPPGDJ-III, Jakarta, 2001 : 65

Munawaroh. S. M. 1999. Empati Dan Intensi Prososial pada Perawat. Yogyakarta:

Fakultas Psikologi UGM.

Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi

 Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga

Nuhriawangsa, I dan Adi,N. Dalam  Indonesian Psychiatric Association. 2004.

Tanggapan Keluarga Pasien terhadap Terapi Kejang Listrik pada Pasien

Skizofrenia di RSK Puri Waluyo Surakarta. 3ed National Conference on

Schizophrenia. Bali : Indonesian Psychiatric Association

Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III), Direktorat

Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993.

Sari, A. T. (2006). Empati. Empati dan Perilaku Merokok di tempat umum , 1-2.

Simanjuntak, Yusak. (2008). Faktor Risiko Terjadinya Relaps pada Pasien

Skizofrenia Paranoid . Tesis Magister Kedokteran Klinik. UniversitasSumatera Utara

Solomon, D. A., Martin B. K., Andrew C., Timothy I. M., Philip W., M. Tracie

Shea, William C., Meredith W, Carolyn T, Jack D, and Jean E. 2000.

Multiple Recurrences of Major Depressive Disorder.  Am J Psychiatry 157:2.

229-33.

Strauss, J.S., and Carpenter, W.T., Jr. The prediction of outcome in schizophrenia:

I. Characteristics of outcome.  Archives of General Psychiatry, 27:739-746,

1972.

Sugiyono. 2004. statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Page 43: FIX Print Jiwa

8/2/2019 FIX Print Jiwa

http://slidepdf.com/reader/full/fix-print-jiwa 43/43

43

Sutatminingsih, Raras. 2002. Schizophrenia. Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara : USU digital library.

Tomb, D.A.. 2003. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC. Hal : 24-39

Van Os,J., Burns,T., Cavallaro,R., Leucht,S.,Peuskens,J., Helldin,L.,

Bernardo,M., Arango, C., Fleischhacker,W.,Lachaux,B., Kane,J.M. 2005.

Standardized Remission Criteria in Schizophrenia : Clinical Overview

Article. Acta Psychiatr Scand . 113: 91 – 95.

Wenar, Charles, Kerig, Patricia. (2000). Developmental Psychopathology : From

Infancy Through Adolenscence. Fourth Edition. Singapore : Mc Graw-Hill

Companies, Inc.