Fix Pretest

29
BAB I PENDAHULUAN Mempertahankan volume cairan tubuh agar relatif konstan dan komposisinya tetap stabil, penting untuk homeostatis. Beberapa masalah paling umum dan terpenting dalam pengobatan klinis, timbul akibat abnormalitas dalam sistem pengaturan yang mempertahankan kestabilan cairan tubuh. Salah satunya adalah edema dan asites yang merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis yang sangat sering ditemui. 1 Edema merupakan manifestasi klinis yang menunjukkan adanya cairan berlebihan dijaringan tubuh. Pada sebagian besar keadaan, edema terutama terjadi pada kompartemen cairan ekstrasel, tapi dapat juga melibatkan kompartemen intrasel. 1 Sedangkan asites merupakan salah satu komplikasi paling sering dijumpai pada penderita sirosis hati. Sering dikatakan, pembentukan asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik dan pengelolaan penyakitnya menjadi semakin sulit. Penanganan pada pasien pasien dengan edema dan asites pada prinsipnya tak jauh berbeda yaitu dengan mengobati penyakit yang mendasari, diet natrium dan juga diuretik. 1

description

pretest

Transcript of Fix Pretest

BAB IPENDAHULUAN

Mempertahankan volume cairan tubuh agar relatif konstan dan komposisinya tetap stabil, penting untuk homeostatis. Beberapa masalah paling umum dan terpenting dalam pengobatan klinis, timbul akibat abnormalitas dalam sistem pengaturan yang mempertahankan kestabilan cairan tubuh. Salah satunya adalah edema dan asites yang merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis yang sangat sering ditemui.1Edema merupakan manifestasi klinis yang menunjukkan adanya cairan berlebihan dijaringan tubuh. Pada sebagian besar keadaan, edema terutama terjadi pada kompartemen cairan ekstrasel, tapi dapat juga melibatkan kompartemen intrasel.1Sedangkan asites merupakan salah satu komplikasi paling sering dijumpai pada penderita sirosis hati. Sering dikatakan, pembentukan asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik dan pengelolaan penyakitnya menjadi semakin sulit.Penanganan pada pasien pasien dengan edema dan asites pada prinsipnya tak jauh berbeda yaitu dengan mengobati penyakit yang mendasari, diet natrium dan juga diuretik.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kompartemen Cairan TubuhKira-kira 60 % atau sekitar 42 liter pada tubuh manusia dewasa dengan berat rata-rata 70 kilogram berupa cairan, terutama berupa suatu larutan ion dan zat-zat lain di dalam medium air. Presentase ini dapat berubah, bergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase total cairan tubuh terhadap berat badan berangsur-angsur turun. Hal tersebut adalah sebagian akibat dari penuaan yang biasanya berhubungan dengan peningkatan persentase lemak tubuh, sehingga mengurangi persentase cairan dalam tubuh. Karena wanita pada normalnya memiliki lemak lebih banyak dari pria, wanita memiliki lebih sedikit cairan daripada pria dengan berat badan sebanding.1Semua cairan tubuh didistribusikan terutama di antara dua kompartemen : cairan intrasel dan cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan interstisial dan plasma darah.1Ada juga kompartemen cairan lainnya yang kecil yang disebut juga cairan transelular. Kompartemen ini meliputi cairan sinovia, peritoneum, perikardium, dan intraokular, serta cairan serebrospinal; cairan-cairan tersebut biasanya dianggap sebagai jenis cairan ekstrasel khusus, walaupun pada beberapa kasus, komposisinya dapat sangat berbeda dengan komposisi plasma atau cairan interstisial. Cairan transelular seluruhnya berjumlah sekitar 1 sampai 2 liter.12.1.1. KlasifikasiCairan dibedakan menjadi 2 (CIS dan CES) :a. CIS (Cairan Intra Selular)Sekitar 28 liter dari 42 liter cairan tubuh ada di dalam 75 triliun sel dan secara keseluruhan disebut cairan intrasel. Jadi, cairan intrasel merupakan 40 % dari berat badan total pada orang rata-rata.1Cairan masing-masing sel mengandung campurannya tersendiri dengan berbagai zat, namun konsentrasi zat-zat ini mirip antara satu sel dengan sel yang lain. Sebenarnya komposisi cairan sel sangat mirip, bahkan pada hewan yang berbeda, mulai dari mikroorganisme paling primitif sampai manusia. Oleh sebab itu, cairan intrasel dari seluruh sel yang berbeda-beda dianggap sebagai satu kompartemen cairan yang besar.1b. CES (Cairan Ekstra Selular)Semua cairan di luar sel secara keseluruhan disebut cairan ekstrasel. Cairan ini merupakan 20 % dari berat badan, atau sekitar 14 liter pada orang dewasa normal dengan berat rata-rata 70 kilogram. Dua kompartemen terbesar dalam cairan ekstrasel adalah :i. Cairan Interstisial : berjumlah lebih dari tiga perempat bagian cairan ekstrasel. ii. Plasma : berjumlah hampir seperempat cairan ekstrasel, atau sekitar 3 liter. Plasma adalah bagian darah yang tidak mengandung sel. Plasma terus-menerus menukar zat dengan cairan interstisial melalui membran kapiler. Pori-pori ini bersifat sangat permeabel untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstrasel, kecuali protein. Cairan ekstrasel secara konstan terus tercampur, sehingga plasma dan cairan interstisial mempunyai komposisi yang hampir sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi di dalam plasma.1Cairan ekstrasel mengandung sejumlah besar ion natrium dan klorida, serta ion bikarbonat dalam jumlah yang cukup besar, namun cairan ekstrasel memiliki kandungan ion kalium, magnesium, fosfat, dan asam organik dalam jumlah yang sedikit. Cairan ekstrasel juga mengandung karbon dioksida yang diangkut dari sel ke paru untuk diekskresi, ditambah berbagai produk sampah sel lainnya yang diangkut ke ginjal untuk diekskresi1.Komposisi cairan ekstrasel diatur oleh berbagai mekanisme, khususnya ginjal. Hal ini memungkinkan sel untuk tetap terus terendam dalam cairan yang mengandung konsentrasi elektrolit dan zat nutrisi yang sesuai untuk fungsi sel yang optimal1.2.1.2. Sistem KapilerDarah mengandung cairan ekstrasel (cairan dalam plasma) dan cairan intrasel (cairan dalam sel darah merah). Akan tetapi, darah dianggap sebagai kompartemen cairan terpisah karena darah terkandung dalam ruangnya sendiri, yaitu sistem sirkulasi. Volume darah khususnya penting untuk mengatur dinamika sistem kardiovaskular1. Rata-rata volume darah orang dewasa adalah sekitar 7 % dari berat tubuh, atau sekitar 5 liter. Sekitar 60 % darah berupa plasma dan 40 % berupa sel darah merah, namun persentase ini dapat bervariasi pada masing-masing orang bergantung pada jenis kelamin, berat badan, dan faktor lainnya1.Pertukaran zat antara darah dan jaringan melalui dinding kapiler terdiri dari 2 tahap:2 Difusi PasifDinding kapiler tidak ada sistem transportasi, sehingga zat terlarut berpindah melalui proses difusi menuruni gradien konsentrasi mereka. Gradien konsentrasi adalah perbedaan konsentrasi antara 2 zat yang berdampingan. Difusi zat terlarut terus berlangsung independen hingga tak ada lagi perbedaan konsentrasi antara darah dan sel di sekitarnya. Bulk flowMerupakan suatu volume cairan bebas protein yang tersaring ke luar kapiler, bercampur dengan cairan interstisium disekitarnya, dan kemudian direabsorpsi. Bulk flow sangat penting untuk mengatur distribusi CES antara plasma dan cairan interstisium. Proses ini disebut bulk flow karena berbagai konstituen cairan berpindah bersama sama sebagai satu kesatuan.Bulk flow dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid antara plasma dan cairan interstitium. Tekanan osmotik koloid plasma / tekanan onkotik adalah gaya yang disebabkan oleh dispersi koloid protein protein plasma, tekanan ini mendorong pergerakan cairan kedalam kapiler. Tekanan koloid plasma rata rata adalah 25 mmHg. Tekanan hidrostatik cairan interstisium adalah tekanan cairan yang bekerja dibagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium, tekanan ini mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.2

Pc p

Pif ifGambar 1. Daya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid bekerja pada membran kapiler, yang cendrung mendorong cairan keluar atau ke dalam melewati pori-pori membran

Daya starling merupakan daya utama yang menentukan apakah cairan akan bergerak keluar dari darah masuk ke dalam cairan interstitial atau ke arah yang berlawanan1 : Tekanan Hidrostatik Kapiler ( Pc )Tekanan cairan/hidrostatik darah yang bekerja pada bagian dalam dinding kapiler. Tekanan ini mendorong cairan dari membran kapiler untuk masuk ke dalam cairan interstisium. Secara rata rata, tekanan hidrostatik di ujung arteriol kapiler jaringan adalah 37 mmHg dan semakin menurun menjadi 17 mmHg di ujung venula. Tekanan Koloid Osmotik Kapiler ( p )Disebut juga tekanan onkotik, yaitu suatu gaya akibat dispersi koloid protein plasma. Tekanan ini mendorong gerakan cairan ke dalam kapiler. Plasma punya konsentrasi protein yang lebih besar dan konsentrasi air yang lebih kecil daripada di cairan interstisium. Perbedaan ini menimbulkan efek osmotik yang mendorong air dari daerah dengan konsentrasi air tinggi di cairan interstisium ke daerah dengan air yang berkonsentrasi rendah ) konsentrasi protein lebih tinggi ) dari plasma. Tekanan koloid osmotik plasma rata rata adalah 25 mmHg. Tekanan Hidrostatik Cairan Interstisium (Pif)Tekanan ini bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium. Tekanan ini mendorong cairan masuk ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik cairan interstisium dianggap 1 mmHg. Tekanan Osmotik Koloid Cairan Interstisium ( if)Sebagian kecil protein plasma yang bocor ke luar dinding kapiler dan masuk ke ruang interstisium dalam keadaan normal akan dikembalikan ke dalam darah melalui sistem limfe. Tetapi apabila protein plasma bocor secara patologis, protein yang bocor menimbulkan efek osmotik yang akan mendorong perpindahan cairan keluar dari kapiler dan masuk ke cairan interstisium.Jika jumlah dari keempat daya ini, yaitu tekanan filtrasi netto (NEF) bernilai positif maka filtrasi cairan netto akan terjadi. Jika hasilnya negatif maka akan terjadi absorbsi. Maka menghitung NFP1 :

NFP = Pc Pif - p + if

NFP = Net filtration pressurePc = tekanan hidrostatik kapilerPif = tekanan hidrostatik interstitialp = tekanan koloid osmotik kapilerif = tekanan koloid osmotik interstisial2.1.3. Sistem LimfatikSistem limfatik berfungsi sebagai mekanisme untuk kelebihan aliran overflow mechanism untuk mengembalikan kelebihan protein dan kelebihan volume cairan ke sirkulasi dari ruang jaringan. Peran sentralsistem limfatik adalah mengatur :11. Konsentrasi proteindalam cairan interstitialProtein terus keluar dari kapiler darah lalu masuk ke dalam interstitium. Jika ada protein yang bocor kembali ke sirkulasi melalui ujung-ujung vena kapilerdarah. Protein berakumulasi di cairan interstitial peningkatantekananosmotikkoloid cairan interstitial2. Volume cairan interstitialPeningkatan tekanan osmotic koloid cairan interstitial menggeser keseimbangan daya pada membran kapiler darah dalam membantu filtrasi cairan ke dalam interstitium sehingga terjadi peningkatan volume cairan interstitial dan tekanan cairan interstitial3. Tekanan cairan interstitialMeningkatnya tekanan cairan interstitial membuat terjadinya peningkatan kecepatan aliran limfe sehingga membawa keluar kelebihan volume cairan interstitial dan kelebihan protein terakumulasi dalam ruang interstitial.

2.1.4. Keseimbangan CairanJumlah relatif cairan ekstraseluler yang didistribusikan antara plasma dan ruang interstitial terutama ditentukan oleh keseimbangan daya hidrostatik dan osmotik koloid di sepanjang membran kapiler. Sebaliknya, distribusi cairan antara kompartemen ekstrasel dan intrasel terutama ditentukan oleh efek osmotik dari zat terlarut yang lebih sedikit (Na, Cl, dan elektrolit lain) yang bekerja sepanjang membran sel.1Osmosis adalah difusi netto cairan yang menyeberangi membran permeabel selektif dari tempat yang konsentrasi airnya tinggi ke tempat yang konsentrasi airnya lebih rendah. Bila suatu zat terlarut ditambahkan pada air murni, zat ini akan menurunkan konsentrasi air dalam campuran. Jadi, semakin tinggi konsentrasi zat terlarut dalam suatu larutan, semakin rendah konsentrasi airnya. Selanjutnya, cairan berdifusi dari daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah (konsentrasi air yang tinggi) ke daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang tinggi (konsentrasi air yang rendah).1Konsentrasi osmol suatu larutan disebut osmolalitas bila konsentrasi dinyatakan sebagai osmol per kilogram air; dan disebut osmolaritas bila dinyatakan sebagai osmol per liter larutan. Pada larutan encer seperti cairan tubuh, kedua istilah ini dapat digunakan hampir secara sinonim karena perbedaannya kecil. Osmosis molekul air yang melintasi membran permeabel selektif dapat dihambat dengan memberi tekanan yang berlawanan arah dengan osmosis. Besar tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah osmosis disebut tekanan osmotik. Karenanya, tekanan osmotik adalah pengukuran tak langsung air dan konsentrasi zat terlarut pada larutan. Semakin tinggi tekanan osmotik suatu larutan, semakin rendah konsentrasi air dan konsentrasi zat terlarut semakin tinggi.1Jika suatu sel diletakkan pada suatu larutan dengan zat terlarut impermeabel yang mempunyai osmolaritas 282 mOsm/liter, sel tidak akan mengkerut atau membengkak karena konsentrasi air dalam cairan intrasel dan ekstrasel adalah sama dan zat terlarut tidak dapat masuk atau keluar dari sel, hal ini disebut dengan isotonik.1Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan hipotonik yang mempunyai konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih rendah dari 282 mOsm/liter, air akan berdifusi ke dalam sel dan meyebabkan sel membengkak; air akan terus berdifusi ke dalam sel, yang akan mengencerkan cairan intrasel dan juga memekatkan cairan ekstrasel sampai kedua larutan mempunyai osmolaritas yang sama. Hal ini menyebabkan pembengkakan sel.1Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan hipertonik yang mempunyai konsentrasi zat terlarut impermeabel yang lebih tinggi, air akan mengalir keluar dari sel ke dalam cairan ekstrasel. Dalam hal ini, sel akan mengkerut sampai kedua konsentrasi menjadi sama.1Kekentalan larutan bergantung pada konsentrasi zat terlarut impermeabel. Namun, beberapa zat terlarut dapat menembus membran sel. Larutan dengan osmolaritas yang sama dengan sel disebut isosmotik, tanpa memperhatikan kemampuan zat terlarut tersebut untuk dapat menembus membran sel atau tidak.1Hiperosmotik merujuk pada larutan yang mempunyai osmolaritas lebih tinggi dibandingkan dengan cairan ekstrasel normal tanpa memperhatikan kemampuan zat terlarut tersebut untuk menembus membran sel. Hipo-osmotik adalah larutan yang mempunyai osmolaritas lebih rendah dibandingkan dengan cairan ekstrasel normal tanpa memperhatikan kemampuan zat terlarut tersebut untuk menembus membran sel.1

2.2. Edema2.3.1. DefinisiEdema adalah adanya cairan dalam jumlah berlebihan diruang jaringan antar sel tubuh, biasanya merujuk ke jaringan subkutis. Edema dapat bersifat local (obstruksi vena atau peningkatan permeabilitas vascular) atau bersifat sistemis (gagal jantung atau ginjal).3 Edema juga didefiniskan suatu keadaan bertambahnya jumlah cairan di dalam ruang-ruang jaringan interstisial atau rongga tubuh.4

2.3.2. KlasifikasiEdema dapat dibedakan menjadi5 :a. Edema lokalisata (edema lokal). Hanya tebatas pada organ/pembuluh darah tertentu. Terdiri dari : Ekstremitas (unilateral), pada vena atau pembuluh darah limfe Ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah Muka (facial edema) Asites (cairan di rongga peritoneal) Hidrotoraks (cairan di rongga pleura)b. Edema Generalisata( edema umum ). Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh pasien. Biasanya pada : Gagal jantung Sirosis hepatis Gangguan ekskresi c. Edema Organ, adalah suatu pembengkakan yang terjadi di dalam organ, misalnya, hati, jantung, ataupun ginjal. Edema akan terjadi di organ-organ tertentu sebagai bagian dari peradangan, seperti dalam faringitis, tendonitis atau pancreatitis, sebagai contoh. Organ-organ tertentu mengembangkan edema melalui mekanisme jaringan tertentu.Jenis edema berdasarkan penekanan pada kulit1 :1. Edema pitting adalah mengacu pada perpindahan (menyingkirnya) air interstisial oleh tekanan dari pada kulit yang meninggalkan cekungan. Setelah tekanan dilepas memerlukan beberapa menit bagi cekungan ini untuk kembali pada keadaan semula. Edema pitting sering terlihat pada sisi dependen, seperti sokrum pada individu yang tirah baring, begitu juga dengan tekanan hidrostatik gravitasi meningkatkan akumulasi cairan di tungkai dan kaki pada individu yang berdiri. 2. Edema Non pitting adalah terlihat pada area lipatan kulit yang longgar,seperti periorbital pada wajah. Edema non pitting apabila ditekan, bagian yang ditekan itu akan segera kembali ke bentuk semula. Edema Intrasel1Ada dua kondisi yang memudahkan terjadinya pembengkakan intrasel: (1) depresi sistem metabolism jaringan dan (2) tidak adanya nutrisi sel yang adekuat. Contohnya, bila aliran darah ke jaringan menurun, pengiriman oksigen dan nutrient berkurang. Jika aliran darah menjadi sangat rendah untuk mempertahankan metabolism jaringan normal,maka pompa ion membrane sel menjadi tertekan. Bila hal ini terjadi, ion natrium yang biasanya masuk ke dalam sel tidak dapat lagi dipompa keluar dari sel, dan kelebihan ion natrium dalam sel menimbulkan osmosis air ke dalam sel. Kadang kadang hal ini dapat meningkatkan volume intrasel suatu jaringan bahkan pada seluruh tungkai yang iskemik, contohnya sampai dua atau tiga kali volume normal. Bila hal ini terjadi, biasanya merupakan awal terjadinya kematian jaringan.Edema intrasel juga dapat terjadi pada jaringan yang meradang. Peradangan biasanya mempunyai efek langsung pada membrane sel yaitu meningkatnya permeabilitas membrane, dan memungkinkan natrium dan ion-ion lain berdifusi masuk ke dalam sel, yang diikuti dengan osmosis air ke dalam sel.Edema Ekstrasel1 Edema ekstrasel terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam ruang ekstrasel. Ada dua penyebab edema ekstrasel yang umum dijumpai : (1) kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruangan interstisial dengan melintasi kapiler dan (2) kegagalan system limfatik untuk mengembalikan cairan dari interstisium ke dalam darah. Penyebab kliniis akumulasi cairan interstisial yang paling sering adalah filtrasi cairan kapiler yang berlebihan.

2.3.3. EtiologiTabel 1. Etiologi Edema6Edema BilateralEdema Unilateral

Gagal JantungGagal HatiGagal GinjalSindrom NefrotikMalnutrisiImobilitasObat-Obatan (OAINS, Bloker Kanal Kalsium)Obstruksi LimfatikObstruksi VenaSelulitisRepturnya Kista BakerImobilitas Local, Misalnya Hemiparesis

Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi empat kategori umum1:1. Berkurangnya konsentrasi protein plasmaSehingga menurunkan tekanan osmotic koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini menyebabkan kelebihan cairan yang keluar sementara cairan yang direabsorpsi lebih sedikit dari normal; karena itu kelebihan cairan tersebut tetap berada di ruang interstisium. Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma melalui beberapa cara berbeda: pengeluaran berlebihan protein plasma melalui urin, akibat penyakit ginjal; penurunan sintesis protein plasma, akibat penyakit hati (hati membentuk hampir semua protein plasma), makanan yang kurang mengandung protein; atau pengeluaran bermakna protein plasma akibat luka bakar yang luas.

2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapilerMemungkinkan lebih banyak protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan interstisium sekitar-sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler yang dipicu oleh histamin sewaktu cedera jaringan atau reaksi alergik. Penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara peningkatan tekanan osmotic koloid cairan interstisium yang terjadi akibat peningkatan protein di cairan interstisium meningkatkan gaya keluar efektif. Ketidakseimabangan ini ikut berperan menyebabkan edema local yang berkaitan dengan cedera (misalnya, lepuh) dan reaksi alergik (misalnya biduran).

3. Meningkatnya tekanan venaSeperti ketika darah terbendung di vena, menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena. Peningkatan tekanan keluar kapiler ini berperan besar menyebabkan edema pada gagal jantung kongesif. Edema regional juga dapat terjadi akibat restriksi local aliran balik vena. Contohnya adalah pembengkakan yang sering terjadi di tungkai dan kaki selama kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena-vena besar yang menyalurkan darah dari ekstremitas bawah sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut masuk ke rongga abdomen. Bendungan darah di vena ini meningkatkan tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki, mendorong edema regional eksremitas bawah.

4. Sumbatan pembuluh limfeMenyebabkan edema karena kelebihan cairan filtrasi tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui pembuluh limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperparah masalah melalui efek osmotiknya. Sumbatan pembuluh limfe local dapat terjadi, sebagai contoh, dilengan wanita yang saluran-saluran drainase limfe utamanya dari lengan telah tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe pada pembedahan karena kanker payudara. Penyumbatan pembuluh limfe yang lebih luas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasit yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama ditemukan di daerah pantai tropis. Pada penyakit ini, cacing filaria yang halus mirip benang menginfeksi pembuluh limfe dan menyumbat drainase limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema berat. Penyakit ini sering dinamai elefantiasis karena kaki yang membengkak tampak seperti kaki gajah

2.3.4. Patofisiologi1. Pembentukan Edema pada Sindrom Nefrotik1,7 Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik protenuria (kehilangan protein melalui urin 3,5 g/hari , hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. Proteinuria hipoalbumin ( kehilangan protein ) penurunan tekanan osmotik pindah cairan dari intravaskular ke interstitium edema penurunan volume darah efektif retensi Na di ginjal

Gangguan fungsi ginjal

Defek intrinsik ekskresi Penurunan LFGProteinurianatrium & air

Hipoalbuminemia

Penurunan VDAE

Retensi natrium dan air oleh ginjal

Skema 1. Edema pada Sindrome Nefrotik

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada Sindrom Nefrotik :1. Mekanisme underfillingTerjadinya edema akibat rendahnya kadar albumin serum rendahnya tekanan osmotik plasma peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang interstisial (hukum Starling ) Volume darah berkurang (underfilling) merangsang sistem RAS (renin-angiotensin-aldosteron) meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis: menempatkan albumin dan volume plasma berperan dalam terjadinya edema.

Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik plasma

Volume plasma

ADHSistem renin angiotensin ANP

Retensi NaRETENSI AIRRETENSI

EDEMA

Skema 2. Teori Underfilling

2. Mekanisme OverfillingPada pasien sindrom nefrotik terganggu ekskresi Natrium tubulus distalis tingginya volume darah (overfilling) penekanan sistem renin-angiotensin dan vasopressin.Defek tubulus primer

Retensi Na

Volume plasma

ADHAldosteron ANP

Tubulus Resistenterhadap ANP

EDEMA

Skema 3. Teori Overfilling

2. Pembentukan Edema pada gagal jantung1

Kegagalan pompa jantung darah terbendung di vena vol darah arteri turun sist. saraf simpatis vasokonstriksi suplai darah ke otak, jantung dan paru, volume darah ginjal berkurang ginjal akan menahan Na dan air

Gagal jantung berat hiponatremia ADH pemekatan urin produksi urin berkurang ADH pusat haus pemasukan air meningkat

Skema 4. Mekanisme Edema pada Gagal Jantung

3. Pembentukan Edema pada Sirosis Hepatis7 Fibrosis hati luas dan pembentukan nodul Fibrosis hati dan distorsi struktur parenkim hati peningkatan tahanan sistem porta dan pintas portosistemik intra dan ekstra hati vasodilatasi tahanan perifer menurun meningkatkan tonus sistem simpatis adrenergik aktivasi sistem vasokonstriktor dan anti diuresis yaitu RAS (retensi garam), Saraf Simpatis (penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reabsorpsi garam tubulus proximal ) dan ADH ( retensi air )

Skema 5. Mekanisme Edema pada Sirosis Hati4. Edema IdiopatikPada edema idiopatik ini terdapat perbedaan berat badan yang dipengaruhi oleh posisi tubuh. Pada posisi berdiri terjadi retensi natrium dan air sehingga terjadi peningkatan berat badan, ini diduga karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler pada posisi berdiri. Pada kondisi tertentu dapat disertai penurunan volume plasma yang kemudian mengaktivasi SRAA sehingga edema akan memberat.

2.3.5. DiagnosisAnamnesisKeluhan utama yang tersering adalah bengkak tungkai. Pada kasus yang parah, edema meluas menyebabkan bengkak perut (asites), edema sakral, efusi pleura, edema paru dan bahkan bengkak muka. Anamnesis yang akurat sangat penting. Gejala dan tanda penyakit jantung, hati dan ginjal harus ditanyakan. Dua pertanyaan kunci untuk diagnosis : apakah edema terjadi unilateral atau bilateral ?, adakah peningkatan tekanan vena jugularis ? yang penting adalah menentukan ada tidaknya edema ditempat lain. Edema yang terjadi difus diseluruh tubuh menunjukkan kadar albumin serum yang rendah atau kebocoran kapiler dan bukan gagal jantung6.Pemeriksaan6Menekan dengan ibu jari bagian yang bengkak dan di amati waktu pengembaliannya (Pitting dan Non Pitting)

Gambar 2. Derajat Edema

Derajat 1 : Kedalaman 1-2 mm dengan waktu kembali 3 detikDerajat 2 : Kedalaman 2-4 mm dengan waktu kembali 5 detikDerajat 3 : Kedalaman 4-6 mm dengan waktu kembali 7 detikDerajat 4 : Kedalaman 6-8 mm dengan waktu kembali 7 detik

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan tergantung dari gambaran yang didapat pada anamnesis dan pemeriksaan fisis. Namun yang biasanya dilakukan adalah pengukuran kadar albumin serum, kebocoran protein urin, tes fungsi hati, kreatinin, EKG, foto thoraks dan ekokardigrafi6.2.3.6. Tatalaksana71. Memperbaiki penyakit dasar2. Retriksi asupan natrium (retriksi sekunder : pada sirosis hati dan gagal jantung untuk memenuhi volume sirkulasi efektif menjadi normal sehingga perfusi jaringan menjadi baik . retriksi primer : pada penyakit ginjal akibat obat-obatan tertentu (minoksidil, NSAID, estrogen)3. Pemberian diuretic. Indikasi yang tepat adalah bila ada edema paru. (gagal jantung : hindari overdiuresis karena dapat menurunkan curah jantung dan menyebabkan azotemia prenatal, dan hindari diuretic yang bersifat hipokalemia karena dapat menyebabkan inotksikasi digitalis)4. Pada sirosis hati : spironolakton dapat menyebabkan asidosis dan hiperkalemia dapat juga di tambah diuretic tiazid, deplesi volume yang berlebihan dapat menyebabkan gagal ginjal, hiponatremia, dan alkalosis. Pada sindrom nefrotik : pemberian albumin di batasi hanya pada kasus berat.)

2.3 Asites2.3.1. DefinisiAsites adalah keadaan patologis berupa terkumpulnya cairan dalam rongga peritoneal abdomen. Asites biasanya merupakan tanda dari proses penyakit kronis yanng mungkin sebelumnya bersifat subklinis.7 2.3.2. KlasifikasiSecara klinis asites dikelompokkan menjadi7 :a. Asites eksudatif memiliki kandungan protein tinggi dan terjadi pada peradangan (biasanya infektif, misalnya TB) atau proses keganasanb. Asites transudatif terjadi pada sirosis akibat hipertensi portal dan perubahan bersihan (clearance) natrium ginjal. Konstriksi perikardium dan sindrom nefrotik juga bisa menyebabkan asites transudatif

2.3.3. EtiologiFaktor ikut berperan menyebabkan penimbunan cairan dalam rongga abdomen8 :1. Hipertensi PortalDalam keadaan normal, rangsangan fisiologis waktu makan maupun latihan (exercise), dapat mempengaruhi aliran darah splanknik, juga aliran darah portal. Dalam mekanisme homeostatik ini, faktor-faktor neurohormonal dapat menyeimbangkan setiap perubahan aliran darah portal, untuk mempertahankan tekanan portal yang normal (di bawah 8 mmHg), dengan cara mempengaruhi tahanan pembuluh portal (portal vascular resistance).Hipertensi portal timbul bila mekanisme kompensasi ini tidak serasi lagi akibat meningkatnya patologis, baik aliran darah darah portal ke hati (forward hypothesis) maupun tahanannya (backward hypothesis). Akibatnya timbul kolateral porto-sistemik secara spontan, sebagai usaha untuk menurunkan tekanan sistem portal maupun vena portalnya. Namun meskipun pintasan porta-sistemik timbul secara spontan, tekanan portal tetap bertahan tinggi, akibatnya makin meningkatnya aliran darah vena porta. Timbulnya keadaan sirkulasi yang hiperdinamik ini dipengaruhi oleh meningkatnya kadar vasodilator endogen dalam darah (circulating endogenous vasodilator) dan menurunnya kepekaan terhadap vasokonstriktor.

2. HipoalbuminemiaHipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik plasma juga memudahkan ekstravasasi cairan dari plasma menuju rongga peritoneum, sehingga asites jarang terjadi pada pasien sirosis kecuali bila terdapat hipertensi portal maupun hipoalbuminemia.3. Peningkatan aktivitas simpatetikPada pasien sirosis dengan asites ditemukan peningkatan impuls simpatetik sentral tetapi hal ini tidak terjadi pada pasien yang hanya menderita sirosis. Peningkatan impuls simpatetik menyebabkan natreuresis berkurang melalui pengaktifan sistem renin-angiotensin dan hilangnya kepekaan atrium terhadap peptida natriuretik.4. Sistem limfatik heparCairan limfe hati merembes bebas dari permukaan hati yang sirotik akibat distorsi dan sumbatan sinusoid-sinusoid dan saluran limfe hati dan ikut membentuk asites.5. Faktor ginjalFaktor ginjal juga berperan penting mempercepat asites. Pasien asites tidak dapat mengekskresikan beban air dengan cara normal. Pasien tersebut mengalami peningkatan reabsorbsi natrium ginjal baik melalui tubulus proksimal dan distal, yang terakhir terutama disebabkan oleh peningkatan aktivitas renin plasma dan hiperaldosteronisme.Intensivitas terhadap peptida natriuretik atrium, yang konsentrasinya sering meningkat pada pasien sirosis dengan asites mungkin merupakan faktor penunjang pada banyak pasien ketidakpekaan ini telah dibuktikan terjadi pada pasien yang mengalami gangguan ekskresi natrium yang berat, yang biasanya juga memperlihatkan tekanan arteri yang rendah dan aktivitas berlebihan renin-aldosteron. Vasokonstriksi ginjal, mungkin akibat peningkatan kadar katekolamin atau prostaglandin serum, juga berperan menimbulkan retensi natrium.Kelainan primer dari retensi cairan yaitu hipertensi porta, dimana kadar nitrik oksida meningkat. Nitrik oksida yaitu faktor vasodilator endogen potensial yang ikut serta dalam terjadinya vasodilatasi arterial pada sirosis. Kadar nitrit oksida yang meningkat ini menyebabkan retensi natrium dan terjadi peningkatan volume plasma dan terjadi asites. Terjadi peningkatan aktifitas simpatis, renin dan angiotensin. Akhirnya akan terjadi retensi natrium dalam ginjal kembali.Apabila vasodilatasi adalah penyebab pembentukan asites dan disfungsi ginjal pada sirosis, maka koreksi abnormalitas ini akan berkaitan dengan perbaikan atau normalisasi fungsi ginjal dan hilangnya asites.

2.3.4. PatofisiologiTerdapat 3 macam teori yang mencoba menjelaskan proses awal terjadinya asites, yaitu : 81. Teori pengisian ulang (Underfilling theory)Konsep tradisional tentang pembentukan asites pada sirosis beranggapan bawah kejadian penting dalam pembentukan asites pada sirosis adalah dilatarbelakangi (backward) peningkatan tekanan hidrostatik pada sirkulasi hepatik dan sirkulasi splanchnic yang memberikan peningkatan resistensi terhadap aliran portal. Ini akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan Starling dan meningkatkan filtrasi cairan ke dalam ruang interstisial. Pada awalnya hiperfiltrasi kapiler ini dikompensasi oleh meningkatnya aliran limfatik yang membawa cairan kembali ke dalam sistemik dengan menggunakan duktus thorakalis. Namun demikian, ketika hipertensi portal meningkat, sistem limfatik tidak mampu mengalirkan kelebihan cairan interstisial, yang kemudian terakumulasi di dalam kavitas peritoneal sebagai asites. Hilangnya cairan dari kompartemen intravaskular akibat dari hipovolemia, yang kemudian disensasi oleh reseptor kardiopulmoner dan reseptor arteri, menghasilkan kompensasi retensi natrium ginjal. Teori underfilling klasik tentang pembentukan asites ini tidak sesuai dengan abnormalitas hemodinamika sistemik yang berhubungan dengan sirosis. Apabila teori ini benar, perubahan-perubahan sirkulasi sistemik akan terdiri dari reduksi volume plasma serta meningkatnya resistensi vaskuler sistemik. Dengan demikian, dengan bertambahnya volume plasma dan berkurangnya resistensi vaskuler sistemik temuan-temuan pada pasien dengan sirosis dan asites benar-benar bertentangan.2. Teori pengisian berlebihan (Overflow theory)Adanya retensi natrium ginjal primer pada sirosis dengan asites dikemukakan dalam upaya untuk menjelaskan pada koeksistensi retensi natrium dengan volume plasma yang meningkat pada pasien dengan asites. Menurut teori ini, ekspansi volume plasma merupakan akibat dari peningkatan kardiak ouput dan berkurangnya resistensi vaskuler sistemik sebagai mekanisme sirkulasi adaptasi terhadap ekses volume intravaskuler. Adanya hipertensi portal dan hipervolemia sirkulasi akan menimbulkan overflow (aliran yang berlebihan) pada cairan di dalam kavitas peritoneal.Berbagai fakta yang kuat telah terakumulasi lebih dari dua dekade terakhir mengindikasikan bahwa pola hemodinamika pada pasien dengan asites tidak berhubungan dengan apa yang diprediksikan oleh teori overflow karena kompartemen arteri vaskuler yang rendah pada kebanyakan pasien disamping meningkatnya volume plasma. Selanjutnya, terdapat aktivitas mekanisme vasokonstriktor yang berlebihan akan disupresi apabila terdapat kelebihan isi di dalam sirkulasi arterial sistemik.Teori overflow tidak memuaskan beberapa peneliti mengenai asites, karena tidak memberikan penjelasan rasional tentang gambaran klinis sirosis dengan asites, yaitu karena memiliki tekanan arteri rendah sementara volume plasma dan kardiak output meningkat serta mempertegas aktivasi sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensin.3. Teori vasodilatasi arteri periferTeori ini menyatakan bahwa retensi natrium dan air adalah hal sekunder terhadap abnormalitas sirkulasi. Hipoptesis baru ini menegaskan bahwa abnormalitas sirkulasi yang menyebabkan disfungsi ginjal pada sirosis adalah terdapat di dalam kompartemen vaskular arterial. Mungkin terdapat underfilling vaskuler arterial, bukan sebagai akibat dari reduksi volume arteri, karena kenyataannya meningkat, melainkan sebagai akibat dari perluasan cabang arteri sekunder yang tidak proporsional terhadap vasodilatasi arterial (hipotesis vasodilatasi arteri perifer). Menurut teori ini, hipertensi portal adalah kejadian awal, akibat dari vasodilatasi arteri splanknikus, sehingga menyebabkan underfilling pada sirkulasi arterial. Reseptor arteri merasakan underfilling arterial dan menstimulasi sistem saraf simpatik dan system renin-angiotensin-aldosteron serta menyebabkan sekresi hormon antidiuretik nonosmotik.Vasodilatasi arteri splanknikus juga berperan dalam meningkatkan produksi splanknikus pada limfe dan juga berperanan dalam kebocoran cairan dari ruang interstisial ke dalam kavitas peritoneal. Peningkatan aliran darah arteri ke dalam mikrosirkulasi splanknikus yang mengikuti vasodilatasi arteriolar adalah faktor utama peningkatan tekanan hidrostatik di dalam kapiler splanknikus dan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas vaskular.Teori vasodilatasi arterial memberikan penjelasan yang masuk akal bukan hanya untuk perubahan sirkulasi dan aktivasi sistem antinatriuretik yang diobservasi pada sirosis dengan asites, tetapi juga pada lokasi penyimpanan cairan di dalam kavitas peritoneal. Adanya vasodilatasi arteri splanknikus menyebabkan peningkatan tekanan kapiler splanknikus ke arah depan sehingga memperluas efek hipertensi portal kepada koefisien filtrasi di dalam kapiler splanknikus yang mempermudah pembentukan asites.Hipotesis vasodilatasi arteri perifer adalah teori forward, dimana mekanisme formasi asites teralokasi di dalam sirkulasi arterial. Hipotesis vasodilatasi arteri perifer, diajukan untuk mempertimbangkan konstelasi hipotensi arteri dan peningkatan curah jantung disertai peningkatan kadar zat vasokonstriktor yang dijumpai pada pasien sirosis dan asites. Retensi natrium dianggap sebagai akibat underfilling vaskuler arteri, tetapi peningkatan kompartemen vaskuler yang tidak seimbang lebih disebabkan oleh vasodilatasi arteriole daripada penurunan volume intravaskuler. Menurut teori ini, hipertensi portal menimbulkan vasodilatasi arteriole splanknik yang menyebakan underfilling ruang vaskuler arteri dan stimulasi renin-angiotensin melalui baroreseptor, peningkatan impuls simpatik, dan pelepasan hormon antidiuretik. 2.3.5. DiagnosisAnamnesis Terdapat gambaran khas yang biasa ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis yang bisa membedakan dengan pasti antara penyakit hati stadium lanjut dengan keganasan. Sekalipun demikian, tiap riwayat yang menunjukkan adanya penyakit hati tetap penting.7 Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek karena diafragma meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum dapat dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik8.Manifestasi klinis dari asites dapat bervariasi mulai dari asimtomatis sampai kepada pasien yang mengeluh mengalami penambahan lingkar pinggang, cepat kenyang, perut terasa penuh, dan sesak napas yang tergantung pada jumlah akumulasi cairan pada perut.7Asites lanjut sangat mudah dikenali. Pada inspeksi, akan tampak perut membuncit, umumnya gizi kurang, otot atrofi. Pada saat pasien tidur telentang, pembesaran perut akan tampak mencolok ke samping kanan dan kiri seperti perut kodok. Letak umbilikus bergeser ke kaudal mendekati simfisis pubis.7Pemeriksaan Asites masif bisa nampak jelas pada inspeksi dengan adanya distensi abdomen., sering disertai umbilikus menonjol keluar. Derajat asites yang lebih ringan secara klinis nampak denganditemukannya pekak berpindah (shifting dullness).7Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat : Pemeriksaan cairan asites : memeriksa warna, protein, hitung sel bakteri dan keganasan. Asites biasanya berwarna kekuningan pada san pada keganasan dan keruh pada infeksi. Hitung leukosit adalah > 250 PMN/ml pada peritonitis bakterialis (umumnya pneumokokus, jarang tuberkulosis). Pemeriksaan sitologi (spesimen harus dalam jumlah banyak dan segar) bisa menegakkan diagnosis keganasan. Pada pankreatitis terjadi asites, jadi amilase harus diukur.7 USG abdomen : untuk mengukur ukuran hati (kecil pada sirosis), tanda-tanda hipertensi portal (splenomegali) dan lebarnya vena portal dan vena hepatika (untuk menyingkirkan dugaan trombosis vena hepatika dan sindrom Budd-Chiari). Juga bermanfaat untuk menemukan kelainan fokal (mengarahkan dugaan ke keganasan diseminata) dan untuk diagnosis tumor intraabdomen (misalnya tumor ovarium)7 Tes darah lainnya : tes biokimia dan tes fungsi hati untuk mencari penanda sirosis hepatis (kadar albumin rendah, hiperbilirubinemia, kenaikan enzim hati, trombositopenia, dan lain-lain). Pemeriksaan penanda tumor jika ada dugaan keganasan7.

2.3.6. TatalaksanaAsites eksudatif obati penyakit yang mendasari7 Peritonitis bakterialis : antibiotik. Pada asites dengan kadar protein rendah bisa diberikan antibiotik profilaksis Asites karena keganasan : obati keganasan yang menjadi penyebab (paling sering kanker ovarium). Umumnya harus dilakukan parasentesis teraupetik untuk mengurangi gejalaAsites transudatif obati penyalit dasar dan pertimbangkan untuk melakukan7 : Restriksi cairan dan garam biasanya cukup dengan restriksi cairan sampai 1-1,5/hari dan diet tanpa tambahan garam Pemberian diuretik umumnya digunakan spironolakton furosemid Parasentesis teraupetik untuk asites refrakter (yaitu asites yang tidak merespons terhadap terapi diuretik atau mengalami efek samping yang tidak bisa dihindari-hiponatremia, ensefalopati dan lain-lain)

BAB IIIKESIMPULAN

1. Semua cairan tubuh didistribusikan terutama di antara dua kompartemen : cairan intrasel dan cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan interstisial dan plasma darah.2. Tekanan yang mendorong cairan ke luar dari kapiler adalah tekanan osmotik koloid interstisium dan tekanan darah kapiler, sedangkan yang mendorong cairan masuk ke dalam kapiler adalah tekanan hidrostatik cairan interstisium dan tekanan osmotic koloid plasma3. Edema merupakan gejala klinis yang menunjukkan adanya cairan dalam jumlah berlebihan diruang jaringan antar sel tubuh4. Asites adalah penimbunan cairan abnormal pada rongga peritoneum.5. Terdapat tiga macam teori yang mencoba menjelaskan patogenesis asites, yaitu : Teori pengisian kurang (Underfilling theory), Teori pengisian berlebihan (Overflow theory), Teori vasodilatasi arteri perifer.6. Prinsip penangan pada edema dan asites adalah menangani penyakit yang mendasari timbulnya gejala, diet natrium dan diuretik

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC2. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC3. Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC4. Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC5. Hayes P, Mackey T. 1997. Diagnosis dan Terapi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC6. Gleade Jonathan. 2005. At a Glance Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga 7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing8. Price SA. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC1