Fix Makalah Koksidiosis Pada Kelinci

download Fix Makalah Koksidiosis Pada Kelinci

of 12

description

Makalah Eimeria pada kelinci

Transcript of Fix Makalah Koksidiosis Pada Kelinci

1. Pendahuluan1.1. Latar BelakangKebutuhan pangan saat ini sangat tinggi, terutama pangan sumber protein hewani yang biasa didapatkan dari daging. Protein hewani yang bersumber dari daging umumnya diperoleh dari ternak ayam, domba, sapi, namun dewasa ini muncul kecenderungan masyarakat untuk mengurangi konsumsi daging karena merasa ketakukan akan kolesterol dan lemak (Susandari dkk, 2004). Salah satu ternak yang mengandung kadar protein tinggi namun rendah kadar kolesterol dan lemak adalah kelinci (Farrel dan Raharjo, 1984). Namun ada kendala dalam beternak kelinci yaitu penyakit, salah satunya adalah koksidiosis yang angka mortalitasnya mencapai 15-35% terutama 28 hari pasca lepas sapih (Licois et al, 2000); (Iskandar, 1991).Pada kelinci terdapat dua jenis koksidiosis yaitu bentuk hati yang disebabkan oleh Eimeria stideae dan koksidiosis bentuk usus yang disebabkan oleh beberapa jenis Eimeria antara lain E. magna, E. perforans, E. media, E. irresidua, E. piriformis, E. coecicola, E. intestinalis, E. matsuyabashii, E. elongata, dan E. nagpurensis (Madsen, 1986). Berdasarkan tingginya nilai protein hewani pada daging kelinci, hal ini berpotensi dalam usaha swasembada protein, meningkatkan gizi dan sumber penghasilan masyarakat pedesaan. Selain itu ada peranan lain yaitu dalam ilmu pengetahuan dapat digunakan sebagai hewan coba yang cukup baik dalam percobaan seperti percobaan serum kelinci normal untuk media Leptospira, tes antibodi Pasteurella dan Salmonella. Oelh karena itu kelinci sangat perlu diperhatikan kesejahteraannya dan kesehtannya terutama jika terkena penyakit koksidiosis.1.2. Tujuan Tujuan makalah ini adalah memahami spesies Eimeria yang menyebabkan Koksidiosis baik bentuk hati ataupun bentuk usus. Serta mengenali taksonomi, morfologi, cara penularan, siklus hidup pada Eimeria. Sehingga pada ahirnya mampu mengetahui ciri-ciri kelinci yang di dalam tubuhnya terdapat protozoa Eimeria dan mampu mengobati serta mencegah penyebarannya agar tidak meluas apalagi menularkan pada kelinci sehat lainnya.2. Pembahasan2.1. Taksonomi dan Morfologi Filum: Myzozoa Subfilum: Apicomplexa Kelas: Conoidasida Subkelas: Caccidiasina Ordo: Eucoccidoirida Subordo: Eimeriorina Famili: Eimeriidae Genus: Eimeria Spesies: Eimeria media, E. irresidua, E. flavescens, E. perforans, E. coecicola, E. piriformis, E. exigua, E. Stiedai, dan lain-lain.Morfologi spesies Eimeria sp

Menurut Harkness dan Wagner (1983) E. stidae merupakan protozoa yang menyerang hati dan Antony Van Leewenhoek (1678) menemukan pula bahwa E. stidae sebagai penyebab koksidiosis hati ketika mengamati empedu dari dua ekor kelinci muda yang menderita koksidiosis hati. Sedangkan menurut Madsen (1986) terdapat 11 spesies Eimeria yang diisolasi dari kelinci yaitu:1. E. stidae Habitat pada saluran empedu hati. Ookista berbentuk bulat panjanga dengan ukurran 20-48 x 16-25 mikron. Dindingnya licin berwarna merah kekuning-kuningan. Pada salah satu ujungnya terdapat mikropil yang tipis, rata dan licin. Mikropil ini merupakan bagian dimana sporozoid menembus dan melepaskan dari oolista. Tidak mempunyai residual body. Masa paten 16-18 hari.2. E. magnaOokista berbentuk oval dengan ukuran 31-43 x 20-26 mikron, mempunyai mikropil yang bergelombang dan residual body yang jelas. Habitatnya pada usus halus. Masa prepaten 7 hari.3. E. PreforansOokista berbentuk bulat panjang dengan ukuran 15-30 x 11-20 mikron, tidak mempunyai mikropil, tetapi mempunyai residual body yang kecil. Habitatnya pada usus halus. Masa prepaten 5 hari.4. E. MediaOokista berbentuk bulat panjang dengan ukuran 27-36 x 15-22 mikron, mempunyai mikropil dan residual body. Habitatnya pada usus halus. Masa prepaten 6 hari.5. E. irresidua Ookista berbentuk oval panjang dengan ukuran 31-43 mikron. Mempunyai mikropil pada salah satu ujungnya, tidak memiliki residual body. Habitatnya pada residual body. Habitatnya pada usus halus dan sekum. Merupakan spesies Eimeria yang paling ganas dan mampu membnuh kelinci muda dengan tingkat kematian sangat tinggi.6. E. PiriformisOokista berbentuk bulat panjang seperti advokat dengan ukuran 26-32 x 15-18 mikron, mempunyai mikropil, tidak mempunyai residual body habitatnya pada kolon dan masa prepaten 9-10 hari.7. E. coecicolaOokista berbentuk bulat panjang dengan ukuran 25-40 x 14-21 mikron, mempunyai mikropil dan residual body. Habitat pada usus halus. Masa prepaten 11 hari.8. E. ElongataOokista berbentuk bulat panjang dengan ukuran 35-40 x 17-20 mikron, mempuyai mikropil dan tidak mempunyai residual body. Habitatnya pada usus halus dan sekum. Masa prepaten 10-12 hari.9. E. IntestinalisOokista berbentuk bulat panjang seperti buah advokat dengan ukuran 23-30 x 15-20 mikron, mempunyai mikropil dan residual body. Habitatnya pada usus halus. Masa prepaten 9-10 hari.10. E.matsuyabashiiOokista berbentuk oval dengan ukuran 22-29 x 16-22 mikron, mempunyai mikropil dan residual body. Habitatnya pada usus halus dan sekum. Masa prepaten 10-12 hari.11. E. NagpurensisOokista berbentuk bulat panjang dengan ukuran 20-27 x 10-15 mikron, tidak mempunyai mikropil dan tidak mempunyai residual body. Habitatnya tidak jelas. Masa prepaten tidak jelas.

2.2. Siklus hidup dan penularanSiklus hidup Eimeria sp. terdiri dari 3 tahap: Stadium skizogoniFase infektif koksidia adalah sporozoid yang ditemukan dalam ookista yang telah bersporulasi. Kelinci akan terinfeksi ketika menelan ookista yang telah bersporulasi. Di dalam lumen usus, setelah lepas dari induk semang akan mengadakan penetrasi pada mukosa usus melalui limfonodus mesenterika dan sistem portal hepatik, kemudian sporozoid menuju hati. Perjalanan sporozoid sejalan dengan perjalanan limfe, yakni antara duodenum dan limfonodus mesenterika. Di dalam hati, sporozoid masuk kedalam sel epitel saluran empedu dan kadang-kadang sel parenkim hati. Di dalam sel inang sporozoid akan berkembang menjadi tropozoid dengan kecepatan perkembangan yang sangat tinggi. Hasil akhir dari tropozoid dewasa adalah skizon. Skizon berkembang bebas dalam hati, memperbanyak jumlah inti. Inti bentukan baru tersebut mencapai permukaan kemudian membenamkan diri ke dalam masa sitoplasma, lalu berubah menjadi merozoid.Merozoid di dalam sitoplasma sel hati mengalami pematangan, setelah matang maka akan pecah dan keluarlah merozoid generasi pertama. Ini menandakan bahwa stadium skizogoni telah lengkap. Siklus ini akan terus berkembang hingga beberapa generasi, bahkan sampai empat generasi. Stadium gametogeniAdanya dua sampai tiga generasi merozoid dalam tubuh indik semang merangsang pmbentukan antibodi. Merozoid bentuk seksual akan membenanmkan diri ke dalam sel induk semang yang utuh. Lalu embrio bentuk jantan berubah menjadi mikrogamet, sedangkan embrio bentuk betina menjadi makrogamet. Mikrogamet yang telah memiliki flagella akan bebas melakukan aktivitas, kemudian mikrogamet melakukan penetrasi kedalam makrogamet, peristiwa ini disebut juga fertilisasi. Dari fertilisasi akan dihasilkan zigot yang merupakan embrio bagi terbentuknya ookista. Stadium sporogeniHasil penting dari fertilisasi adalah zigot. Didalam zigot terjadi akumulasi bahan makanan, sementara membaran yang mengelilinginya semakin kokoh yang berubah menjadi sebuah dinding yang mengelilinginya disebut ookista. Ookista merupakan kotak spora yang dihasilkan oleh peleburan granula. Di dalamnya terdapat unit zigot yang kelak akan berkembang menjadi bentuk infektif. Bentuk ini dinamakan ookista mentah atau ookista yang belum bersporulasi. Bersama cairan empedu ookista ini terbawa menuju usus, lalu keluar bersama tinja. D luar tubuh induk semang unit zigot dalam ookisa membelah menjadi empat sporokista dan akhirnya menghasilkan delapan sporozoid, peristiwa ini disebut sporulasi. Demikian pula eimeria yang menyerang usus akan menginfeksi epitel usus kemudian mengadakan perkembangan vegetatif dan generatif seperti halnya E. stidae.Siklus hidup Eimeria

2.3. Diagnosa Penyakit Griffith dalam bukunya menyatakan bahwa Eimeria magna dapat dikategorikan sebagai salah satu parasit saluran pencernaan kelinci yang lebih bersifat pathogen dibandingkan dengan Eimeria perforan. Tanda umum yang biasa terjadi pada kasus kelinci yang mengalami koksidiosis yaitu diare disertai dengan penurunan berat badan, tidak nafsu makan, rasa sakit di daerah abdomen, padakelinci yang masih muda dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan.Teknik diagnosa yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi Eimeria sp. Yaitu dengan pembuatan preparat ulas yang sampelnya diambil dari feses hewan yang dicurigai mengalami koksidiosis. Kelinci yang positif mengalami koksidiosis akan ditemukan oosit dalam jumlah yang sangat banyak di dalam feses.Koksidiosis saluran pencernaan

Simptom atau gejala yang timbul yaitu rambut yang kasar dan kusam, penurunan nafsu makan, dehidrasi, kehilangan berat badan dan diare, 4 sampai 6 hari post-infeksi. Serta peradangan dan edema disertai dengan pendarahan dan ulkus pada mukosa usus.Koksidiosis pada hati kelinci

Bentuk koksidiosis pada hati bisa terjadi pada kelinci berbagai umur. Gejala yang tampak diantaranya rasa haus meningkat, diare, pembesaran perut, selain itu dapat dilihat kantung empedu dan saluran empedu menggelembung dan bengkak disertai nodul putih menutupi permukaan dari hati.2.4. Pengobatan dan PencegahanPenyakit koksidiosis pada organ hati sulit untuk diobati dan ada kemungkinan terus menetap selama hidup. Penanganan anti koksidiosis hanya akan berhasil pada kelinci yang baru terifeksi selama 5-6 hari. Setelah pengobatan selesai, hewan yang sakit masih harus tetap diawasi selama 1-2 minggu karena masih ada kemungkinan menderita diare dan mengalami kematian. Adakalanya lebih baik mematikan kelinci yang sakit agar tidak terjadi penyebaran lebih lanjut ke seluruh koloni kelinci. Lebih baik pula untuk mempunyai program pencegahan daripada mengobati kelinci sakit. Cara-cara pencegahannya meliputi (Adams, 1976; Smith dan Mankoewidjojo, 1988):1. Kandang kelinci harus sering dibersihkan dan distrerilkan.2. Akomodasi yang mempunyai standar memadai yaitu: kering, ventilasi baik, dang angin tidak kencang.3. Makan tersedia terus-menerus. Karena kelinci suka makan sedikit namun berulang kali.4. Air minum lebih baik menggunakan botol yang memakai pipa logan daripada mangkuk, dan semua harus sering disterilkan.5. Mencegah kelinci berdesak-desakkan dalam satu kandang, terutama anak-anak sekelahitan dan anak-anak yang baru disapih.6. Hewan harus diperiksa dengan seksama sebelum dimasukkan ke dalam kelompok bibit atau laboratorium. Kelinci sakit harus dipisahkan dan diobati atau disingkirkan. Kelinci yang baru diperoleh harus di tempatkan dalam ruangan atau kandang karantina selama 2-3 minggu sebelum dicampur dengan kelompok utama.7. Mencegah kontak langsung melalui makanan dan alas tidur dengan hewan lain seperti tukus dan anjing.8. Seluruh kelinci yang menjadi bibit harus diperiksa sacara teratur untuk memastikan bebas dari penyakit.9. Kotak untuk membawa dan kandang kelinci harus distrerilkan secara teratur.10. Kelinci yang baru atau anakan yan baru saja disapih harus ditempatkan dalam kandang yang steril.11. Harus dilakukan pengobatan dan pencegahan secara teratur. Obat bisa dicampur melalui minuman atau makanan jika diberikan dalam bentuk pelet.Pemberian Antikoksidia merupakan upaya penangan koksidia yang telah sering digunakan oleh peternak kelinci. Cara pemberiannya bisa melalui pakan atau air minum (Harkness et al, 1983). Penggunaan Antikoksidia bisa sebagai pengobatan (treatment) atau pengendalian (control), ini bergantung pada dosis yang diterapkan (Ostler, 1961; Licois et al, 2000). Antikoksidia seluruhnya berdifat propilaksis, yakni bersifat pencegahan dan harus diberikan pada saat exposure (permulaan munculnya tanda klinis) atau sesudahnya agar efektif. Dengan demikina istilah yang tepat untuk Antikoksidia adalah Koksidiostat. Koksidiostat hanya mempengaruhi skizon atau merozid serta mencegah terjadinya penyempurnaan koksidia (Licois et al, 2000).Koksidostat yang mulanya digunakan dalam peternakan kelinci adalah golongan Sulfonamide dan derivatnya (Al-Mathal, 2008). Kemudian berkembang dengan pemakaian preparat-preparat medisyang lain. Secara garis besar preparat koksidiostat terbagi dua kelompok yaitu koksidiostat golongan Sulfonamide dan golongan bukan Sulfonamide. Bisa dilihat pada tabel berikut.

3. SimpulanMengingat kembali kebutuhan protein hewani saat ini sangatlah tinggi, daging kelinci menjadi satu dari banyak jawaban. Dengan kelebihannya yaitu tinggi kadar protein namun rendah lemak dan kolesterol menjadikannya sekarang sebagai pilihan utama. Namun dalam prosesnya, kelinci tidak lepas dari penyakit, salah satunya koksidiosis yang disebabkan oleh protozoa Eimeria sp. Setelah mengetahui penyebabnya utama koksidiosis, peternak akan mampu mengobati dan mengatur program-program untuk melakukan usaha pencegahan koksidiosis. Hasil akhirnya tentu saja diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi dari para peternak.

4. Daftar PustakaAdams, C. E. 1976. The UFAW Hanbook on the Care and Management of Laboratory Animals, 5th Ed. London. Pp. 172-188.Al-Mathal, E. M. 2008. Hepatic Coccidiosis of the Domestic Rabbit Oryctolagus cuniculus domesticus L. in Saudi Arabia. World Journal of Zoology. 3 (1) : 30-35.Farrell, D. J. dan Y.C. Raharjo. 1984. Potensi Ternak Kelinci Sebagai Penghasil Daging. Puslitbangnak. Deptan.Harkness, J. E. And J. E. Wagner. 1983. The Biology and Medicine of Rabbits and Rodents. 2nd Ed. Lea and Febiger. Philadelphia.Iskandar, T. 1991. Kepekaan Kelinci (orytolagus cuniculus) terhadap Infeksi E. stidae dan Gambaran Darahnya. Penyakit hewan 23(42):22-28.Licois, D., P. Coudert and N. Nere. 2000. Epizootic Rabbits Enterocolitis and Coccidiosis A Criminal Conspiracy. 7th Rabbits Congress Valence-Espagne.Madsen, M. 1986. A Review of Some Important Parasites of Domestic Rabbit. Nord. Vet. Med. (38): 333-354.Ostler, O.C. 1961. The Disease of Broiler Rabbits. Vet. Rec. (47): 1237:1252.Susandari, L, C.M.S. Lestari dan H.I. Wahyuni. 2004. Komposisi Lemak Tubuh kelinci yang Mendapat Pakan Pelet dengan berbagai Aras Lisin. Pros. Seminar Nasional Teknologi peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Hlm 663-669.