FITOREMEDIASI AIR TERCEMAR TEMBAGA (Cu ...repository.ub.ac.id/6694/1/Fatihah%C2%A0Baroroh.pdfakuatik...

download FITOREMEDIASI AIR TERCEMAR TEMBAGA (Cu ...repository.ub.ac.id/6694/1/Fatihah%C2%A0Baroroh.pdfakuatik untuk meremediasi air tercemar logam berat tembaga (Cu) maka dilakukan percobaan

If you can't read please download the document

Transcript of FITOREMEDIASI AIR TERCEMAR TEMBAGA (Cu ...repository.ub.ac.id/6694/1/Fatihah%C2%A0Baroroh.pdfakuatik...

  • 1

    FITOREMEDIASI AIR TERCEMAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN Salvinia molesta DAN Pistia stratiotes

    SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN Brassica rapa

    Oleh: FATIHAH BAROROH

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

    MALANG

    2017

  • i

    FITOREMEDIASI AIR TERCEMAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN Salvinia molesta DAN Pistia stratiotes

    SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN Brassica rapa

    Oleh :

    FATIHAH BAROROH 135040200111011

    MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

    PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

    JURUSAN TANAH MALANG

    2017

  • i

    PERNYATAAN

    Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan

    hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini

    tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan

    sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

    ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dengan jelas ditunjukan

    rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Malang, 28 September 2017

    Fatihah Baroroh

  • ii

    ii

    Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orangtua,

    Adik-adik, dan keluarga tercinta

  • iii

    iii

    LEMBAR PERSETUJUAN

    Judul Penelitian : Fitoremediasi Air Tercemar Tembaga (Cu) Menggunakan Salvinia molesta Dan Pistia stratiotes Serta Pengaruhnya

    Terhadap Budidaya Tanaman Brassica rapa

    Nama : Fatihah Baroroh

    NIM : 135040200111011

    Program Studi : Agroekoteknologi

    Jurusan : Tanah

    Minat : Manajemen Sumberdaya Lahan

    Menyetujui,

    Pembimbing Utama

    Prof. Ir. Eko Handayanto, M.Sc., Ph.D.

    NIP. 1952030051979031004

    Pembimbing Pendamping

    Rony Irawanto, S.Si, M.T

    NIP. 197801082006041005

    Mengetahui

    a.n Dekan Fakultas Pertanian

    Universitas Brawijaya

    Ketua Jurusan Tanah

    Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma SU.

    NIP. 195405011981031006

    Tanggal Persetujuan :

  • i

    LEMBAR PENGESAHAN

    Mengesahkan

    MAJELIS PENGUJI

    Penguji I

    Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU.

    NIP. 195405011981031006

    Penguji II

    Prof. Ir. Eko Handayanto, M.Sc., Ph.D

    NIP. 195203051979031004

    Penguji III

    Rony Irawanto, S.Si., M.T.

    NIP. 197801082006041005

    Penguji IV

    Dr. Ir. Yulia Nuraini, MS.

    NIP. 196111091985032001

    Tanggal Lulus :

  • i

    RINGKASAN

    Fatihah Baroroh. 135040200111011. Fitoremediasi Air Tercemar Tembaga

    (Cu) Menggunakan Salvinia molesta dan Pistia stratiotes serta Pengaruhnya

    Terhadap Budidaya Tanaman Brassica rapa. Dibawah bimbingan Prof. Ir.

    Eko Handayanto, M.Sc., Ph.D dan Rony Irawanto S. Si., M. T.

    Industri elektroplating merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah

    cair yang berbahaya. Limbah elektropleting di Kotagede mengandung Cu sebesar

    84,9350 mg/L yang melebihi ambang batas limbah elektropleting yaitu sebesar 0,6

    mg/L. Limbah cair di industri elektropleting langsung dibuang ke sungai sehingga

    dapat menimbulkan dampak negatif. Maka dari itu diperlukan suatu upaya

    penanggulangan yaitu dengan fitoremediasi. Dalam upaya pemanfatan tumbuhan

    akuatik untuk meremediasi air tercemar logam berat tembaga (Cu) maka dilakukan

    percobaan dengan menggunakan tumbuhan akuatik yaitu Kiambang (Salvinia molesta)

    dan Kayu apu (Pistia stratiotes). Kemudian air yang telah dilakukan fitoremediasi akan

    disiramkan ke tanaman budidaya Pakcoy (Brassica rapa). Penelitian ini bertujuan

    untuk mengatahui efektifitas tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu

    apu (Pistia stratiotes) dalam menurunkan kandungan logam berat tembaga (Cu) pada 2

    konsentrasi logam yang berbeda. Serta mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman

    Pakcoy (Brassica rapa) yang disirami air tercemar Cu pasca fitoremediasi dan

    mengetahui potensi toksisitas air tercemar Cu pasca fitoremediasi terhadap tanah dan

    tanaman Pakcoy.

    Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Raya Purwodadi pada Maret s/d Juli 2017.

    Uji laboratorium dilakukan di laboratorium kimia tanah FP UB dan laboratorium kimia

    FMIPA UB. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap fitoremediasi dan tahap

    aplikasi air pasca fitoremediasi pada tanaman budidaya. Pada kedua tahap penelitian ini

    menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan.

    Perlakuan tersebut antara lain (1) Tanpa tanaman dengan konsentrasi Cu sebesar 2

    ppm, (2) Tanpa tanaman dengan konsentrasi Cu sebesar 5 ppm, (3) Tanaman Salvinia

    molesta dengan konsentrasi Cu 2 ppm, (4) Tanaman Salvinia molesta dengan

    konsentrasi 5 ppm, (5) Pistia stratiotes dengan konsentrasi Cu 2 ppm dan (6) Tanaman

    Pistia stratiotes dengan konsentrasi Cu sebesar 5 ppm. Parameter yang digunakan

    untuk tanah dan air yaitu pH dan kandungan logam berat Cu, untuk tumbuhan akuatik

    yaitu berat basah, berat kering, perubahan kenampakan fisik tanaman dan kandungan

    logam berat pada tajuk dan akar tumbuhan akuatik, sedangkan untuk tanaman budidaya

    yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, perubahan fisik tanaman, berat basah, berat kering

    serta kandungan Cu pada tajuk dan akar. Analisis data menggunakan ANOVA dengan

    taraf kesalahan 5% kemudian diuji lanjut BNJ menggunakan aplikasi DSAASTAT.

    Berdasarkan hasil RFT didapatkan konsentrasi yang digunakan adalah 2 pm dan

    5 ppm. Tumbuhan akuatik Pistia stratiotes mampu menurunkan logam berat Cu pada

    konsentrasi 2 ppm sebesar 94% dan 5 ppm sebesar 90% namun tanaman Pistia

    stratiotes mengalami kerusakan berupa klorosis dan nekrosis pada kedua konsentrasi,

    sedangkan pada tumbuhan akuatik Salvinia molesta mampu menurunkan logam berat

    Cu sebesar 96% pada konsentrasi 2 ppm dan 95% pada 5 ppm tanpa terjadi kerusakan.

    Selain itu adanya perlakuan fitoremediasi mampu mempengaruhi nilai pH air dan

    tanah. Aplikasi air pasca fitoremediasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

    pertumbuhan dan hasil tanaman Pakcoy. Tanaman Pakcoy juga mampu

    mengakumulasi logam berat Cu dalam akar maupun tajuk tanaman. Nilai kandungan

  • ii

    logam berat Cu dalam akar dan tajuk tanaman Pakcoy berada di atas ambang batas

    logam Cu dalam sayuran, sehingga sangat berbahaya apabila dikonsumsi oleh manusia.

    Hal itu juga ditunjukkan dengan pengamatan morfologi tanaman Pakcoy yang

    menunjukkan bahwa tanaman mengalami kerusakan berupa klorosis dan nekrosis

    dikarenakan terjadi toksisitas oleh logam berat Cu.

  • iii

    SUMMARY

    Fatihah Baroroh. 135040200111011. Phytoromediation polluted water by

    copper (Cu) using Salvinia molesta and Pistia stratiotes and The Influences

    toward the cultivation of Brassica rapa Plant. Under The Guidance of Prof.

    Ir. Eko Handayanto, M.Sc., Ph.D. and Rony Irawanto S. Si., M., T.

    The Electroplating industry is one of the industries that produce hazardous

    liquid waste. The waste of electroplating in Kotagede contain Cu 84.9350 mg/L in

    the amount that exceeds the threshold of 0.6 electroplating waste i.e. mg/l. The

    liquid waste at electroplating industry directly dumped into the river so it can

    cause negative effects. Therefore it is required an effort to cope with

    phytoremediation. The utilization of aquatic plants is an effort to remediate

    polluted water of heavy metals of copper (Cu) then conducted experiments with

    the aquatic plants that is kiambang (Salvinia molesta) and kayu apu (Pistia

    stratiotes). Then the water which has been phytromediated, watered to the

    cultivar plant that is Pakcoy (Brassica rapa). This research aims to know the

    effectiveness of Kiambang aquatic plants (Salvinia molesta) and Kayu Apu (Pistia

    stratiotes) in lowering the content of heavy metals of copper (Cu) on 2 different

    metals concentration. In addition, this research aims to know the growth of

    Pakcoy (Brassica rapa) which was watered with polluted water Cu post

    phytoromediated and to know the potential toxicity of polluted water Cu post

    phytoromediated against soil and Pakcoy plant.

    This research was conducted in Purwodadi Botanic Garden in March to July

    2017. The laboratory tests was conducted at chemistry soil laboratorary Faculty

    of Agriculture University of Brawijaya and chemistry laboratorary Faculty of

    Mathematic and Science University of Brawijaya. This research was conducted in

    two phases of phytoremediation stage and post phytoremediation water

    application stage in cultivar plant. In both stages the study used a complete

    randomized design (RAL) with 6 treatments and 3 replications. The treatments

    were: (1) No plant with Cu concentration of 2 ppm, (2) No plant with Cu

    concentration of 5 ppm, (3) Salvinia molesta plant with Cu 2 ppm concentration,

    (4) Salvinia molesta plant with concentration of 5 ppm , (5) Pistia stratiotes with

    concentration of Cu 2 ppm and (6) Pistia stratiotes plant with Cu concentration of

    5 ppm. Parameters used for soil and water that is pH and heavy metal content of

    Cu, for aquatic plant that is wet weight, dry weight, changes in physical

    appearance of plants and heavy metal concentration in canopy and aquatic plant

    root, while for cultivar plant is plant height, number of leave, physical changes of

    plant, wet weight, dry weight and Cu concentration in canopy and root. Data

    analysis using ANOVA with 5% error rate then tested further BNJ using

    DSAASTAT application.

    Based on the Range Finding Test (RFT), the result shows that the

    concentration used was 2 ppm and 5 ppm. Aquatic plant of Pistia stratiotes were

    able to decrease Cu heavy metal at concentrations of 2 ppm by 94% and 5 ppm by

    90% but Pistia stratiotes plants were damaged in the form of chlorosis and

    necrosis in both concentrations, whereas in aquatic plants Salvinia molesta was

    able to reduce Cu heavy metal by 96% at concentrations of 2 ppm and 95% at 5

    ppm without damage. In addition, the phytoremediation treatment can affect the

    pH value of water and soil. Post-phytoremediation water applications have no

  • iv

    significant effect on the growth and yield of Pakcoy plant. Pakcoy plant is also

    able to accumulate Cu heavy metal in root and plant canopy. The value of Cu

    heavy metal content in the root and canopy of Pakcoy plant is above the Cu metal

    threshold in the vegetables, so it is very dangerous if consumed by human. It was

    also show by observation of plant morphology of Pakcoy which showed that the

    plant were damaged in the leave of chlorosis and necrosis due to toxicity occurred

    by Cu heavy metal.

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan

    Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

    “Fitoremediasi Air Tercemar Tembaga (Cu) Menggunakan Salvinia molesta Dan

    Pistia stratiotes Serta Pengaruhnya Terhadap Budidaya Tanaman Brassica rapa”.

    Saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu

    sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, dan saya juga berharap agar skripsi ini

    dapat bermanfaat bagi kepentingan pengembangan pendidikan dan menambah

    wawasan. Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :

    1. Prof. Ir. Eko Handayanto, M. Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing utama

    yang telah memberikan arahan dan nasehat, sehingga terselesaikannya

    penelitian ini.

    2. Bapak Rony Irawanto S. Si., M.T., selaku pembimbing kedua saya yang

    telah banyak membantu dalam penelitian saya serta pembuatan skripsi

    ini.

    3. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Pertanian Universitas

    Brawijaya Malang Khususnya Jurusan Tanah

    4. Rekan-rekan MSDL 2013 dan teman-temanku yang juga telah turut

    membantu penulis dalam menyelesaikan mengerjakan penelitian ini.

    5. Seluruh keluarga, Bapak, Ibu, dan adik-adik yang selalu mendoakan dan

    mensuport penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

    karena itu kritik saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis

    harapkan untuk perbaikan dalam penyusunan. Semoga hasil dari penulisan ini

    dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan memberikan sumbangan pemikiran

    dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

    Malang, 28 September 2017

    Penulis

  • vi

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Kabupaten Lamongan pada tanggal 19 Desember

    1994 dari pasangan Bapak H. Tahmid dan Ibu Lilin Hidayatul Ummah, sebagai

    putri pertama dari tujuh bersaudara.

    Penulis mengawali pendidikan di MI Al-Muhtadi, Kab. Lamongan yang

    ditempuh Penulis pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2007. Kemudian

    Penulis melanjutkan pendidikannya di MTs. Tarbiyatut Tholabah, Kab.

    Lamongan pada tahun 2007 hingga tahun 2010. Pendidikan menengah atas juga

    ditempuh Penulis di MA. Tarbiyatut Tholabah pada tahun 2010 sampai tahun

    2013. Pada tahun 2013 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Starata 1 (S1) di

    Program Studi Agroekoteknologi dan mengambil peminatan di Jurusan Tanah,

    Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya melalui jalur Seleksi Bersama Masuk

    Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dan sebagai penerima beasiswa Bidikmisi.

    Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti beberapa

    kepanitiaan seperti MuBes Forsika tahun 2014 sebagai koordinator seksi

    konsumsi. Penulis juga pernah mengikuti dan memenangkan beberapa

    perlombaan banjari yang dilaksanakan di Malang maupun di luar Malang, seperti

    festival banjari Radar Malang, festival Jawa Pos dll. Penulis juga pernah

    mengikuti seminar nasional yang berperan sebagai penyaji dan mempublikasikan

    tulisannya dalam sebuah prosiding dengan judul “Seleksi Tumbuhan Akuatik

    dalam Fitoremediasi Air Limbah Domestik di Kebun Raya Purwodadi” dan

    “Kemampuan Viabilitas Biji yang Tersimpan dalam Freezer di Kebun Raya

    Purwodadi”. Penulis menyelesaikan Magang Kerja di Balai Konservasi

    Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi Pasuruan pada tahun 2016.

  • vii

    DAFTAR ISI

    RINGKASAN .......................................................................................................... i

    SUMMARY ........................................................................................................... iii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

    RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix

    DAFTAR TABEL ................................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

    BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

    1.2. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

    1.3. Hipotesis ................................................................................................... 3

    1.4. Manfaat ..................................................................................................... 4

    1.5. Alur Pikir Penelitian ................................................................................. 5

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6

    2.1. Pencemaran Air Oleh Limbah Industri ..................................................... 6

    2.2. Logam Berat Tembaga (Cu) ..................................................................... 7

    2.3. Teknologi Fitoremediasi ........................................................................... 9

    2.4. Kiambang (Salvinia molesta) .................................................................. 12

    2.5. Kayu apu (Pistia stratiotes) .................................................................... 14

    2.6. Pakcoy (Brassica rapa)........................................................................... 15

    BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................... 18

    3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 18

    3.3 Rancangan Penelitian .............................................................................. 18

    3.4 Tahap 1. Percobaan Fitoremediasi .......................................................... 19

    3.4.1 Analisis Awal Air dan Tanah .......................................................... 19

    3.4.2 Aklimatisasi Tumbuhan Akuatik .................................................... 20

    3.4.3 Pembuatan Larutan Standar ............................................................ 20

    3.4.4 Range Finding Test ......................................................................... 20

    3.4.5 Persiapan Fitoremediasi .................................................................. 21

    3.4.6 Pelaksanaan Fitoremediasi .............................................................. 21

    3.4.7 Pengamatan Perlakuan .................................................................... 21

    3.4.8 Pemanenan dan Uji Laboratorium .................................................. 22

    3.5 Tahap 2. Aplikasi Air Pasca Fitoremediasi............................................. 22

  • viii

    3.5.1 Persiapan Media Tanam dan Bahan Tanam .................................... 22

    3.5.2 Penanaman dan Pemupukan ............................................................ 22

    3.5.3 Pemeliharaan ................................................................................... 22

    3.5.4 Pengamatan ..................................................................................... 23

    3.5.5 Pemanenan dan Uji Laboratorium .................................................. 23

    3.6 Parameter Pengamatan ............................................................................ 23

    3.6.1 Tinggi Tanaman .............................................................................. 23

    3.6.2 Jumlah Daun ................................................................................... 24

    3.6.3 Morfologi tanaman .......................................................................... 24

    3.6.4 Berat Basah Tanaman ..................................................................... 24

    3.6.5 Berat Kering Tanaman .................................................................... 24

    3.6.6 pH Air dan Tanah ............................................................................ 25

    3.6.7 Kandungan Cu pada Air, Tanah, Akar dan Tajuk Tanaman .......... 25

    3.6.8 Perhitungan Laju Penyerapan ......................................................... 25

    3.7 Analisa Data ............................................................................................ 26

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 27

    4.1 Range Finding Test ..................................................................................... 27

    4.2 Fitoremediasi Air Tercemar Cu .................................................................. 29

    4.2.1 Pengamatan Perubahan Fisik Tumbuhan Akuatik ............................... 29

    4.2.2 Perubahan Biomassa dan Laju Penyerapan Tumbuhan Akuatik ......... 31

    4.2.3 pH Air Pasca fitoremediasi .................................................................. 33

    4.2.4 Konsentrasi Cu di Air Pasca fitoremediasi .......................................... 34

    4.2.5 Akumulasi Cu pada Tumbuhan Akuatik .............................................. 38

    4.3 Pertumbuhan dan Produksi Pakcoy Setelah Perlakuan ............................... 39

    4.3.1 Tinggi Tanaman ................................................................................... 39

    4.3.2 Jumlah Daun ........................................................................................ 41

    4.3.3 Morfologi Tanaman ............................................................................. 41

    4.3.4 Produksi Biomassa Tanaman Pakcoy .................................................. 43

    4.3.5 pH Tanah setelah Aplikasi Air Pasca fitoremediasi ............................. 44

    4.3.6 Konsentrasi Logam Cu dalam Tanah ................................................... 45

    4.3.7 Kandungan Cu dalam Tanaman Pakcoy .............................................. 46

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 50

    5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 50

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51

    LAMPIRAN .......................................................................................................... 56

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    Teks

    1. Alur pikir penelitian ............................................................................................ 5

    2. Tanaman akuatik Kiambang (Salvinia molesta) ............................................... 13

    3. Tanaman akuatik Kayu apu (Pistia stratiotes) .................................................. 15

    4. Tanaman budidaya Pakcoy (Brassica rapa) ..................................................... 16

    5.Tanaman Salvinia molesta sebelum dan sesudah terpapar logam Cu ................ 30

    6. Tanaman Pistia stratiotes sebelum dan sesudah terpapar logam Cu ................ 31

    7. Nilai pH air setelah perlakuan fitoremediasi ..................................................... 34

    8. Nilai kandungan logam berat Cu pada air setelah perlakuan fitoremediasi ...... 35

    9. Persentase penurunan Cu pada air..................................................................... 36

    10. Perubahan tinggi tanaman Pakcoy setelah 21 hari perlakuan ......................... 40

    11. Daun tanaman Pakcoy yang mengalami nekrosis ........................................... 42

    12. pH tanah setelah perlakuan air pasca fitoremediasi ........................................ 44

    13. Kandungan logam berat Cu pada tanah setelah aplikasi air pasca fitoremediasi

    ............................................................................................................................... 45

    file:///D:\Penelitian\New%20folder\Skirpsi%20revisi%205.docx%23_Toc494959433

  • x

    DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    Teks

    1. Perlakuan pada percobaan fitoremediasi (percobaan tahap 1) .......................... 19

    2. Perlakuan percobaan pasca fitoremediasi (percobaan tahap 2)......................... 19

    3. Hasil pengamatan RFT tanaman Salvinia molesta ........................................... 27

    4. Hasil Pengamatan RFT tanaman Pistia stratiotes ............................................. 28

    5. Hasil pengamatan tumbuhan akuatik setelah perlakuan fitoremediasi ............. 29

    6. Perubahan biomassa tumbuhan akuatik terhadap serapan Cu........................... 31

    7. Berat basah dan berat kering tumbuhan akuatik ............................................... 32

    8. Nilai pH pada air tercemar Cu dan kandungan logam Cu pada air ................... 37

    9. Nilai kandungan logam berat Cu pada tumbuhan akuatik ................................ 38

    10. Kandungan Cu pada akar dan tajuk tumbuhan akuatik ................................... 39

    11. Perubahan jumlah daun tanaman Pakcoy setelah 21 hari perlakuan ............... 41

    12. Morfologi tanaman Pakcoy setelah aplikasi air pasca fitoremediasi selama 21

    HSP ....................................................................................................................... 42

    13. Produksi biomassa Pakcoy dan laju penyerapan logam berat Cu ................... 43

    14. Kandungan Cu pada tanaman Pakcoy setelah perlakuan ................................ 46

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    Teks

    1. Denah Pengacakan Percobaan Tahap 1............................................................. 56

    2. Denah Pengacakan Percobaan Tahap 2............................................................. 57

    3. Perhitungan Pembuatan Larutan Logam Berat Cu dan Pengenceran ............... 58

    4. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Pertanaman dalam Polibag .............................. 59

    5. ANOVA Fitoremediasi Tumbuhan Akutaik ..................................................... 60

    6. ANOVA Pasca fitoremediasi pada Tanaman Budidaya Pakcoy....................... 62

    7. Morfologi tanaman Pakcoy setelah aplikasi air pasca fitoremediasi ................ 65

    8. Dokumentasi Penelitian .................................................................................... 66

  • 1

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Salah satu penyebab terjadinya kerusakan serta menurunnya kualitas

    lingkungan adalah limbah industri. Industri elektroplating merupakan salah satu

    industri yang menghasilkan limbah cair yang berbahaya. Walaupun kuantitas

    limbah yang dihasilkan dalam proses elektroplating tidak banyak namun memiliki

    tingkat toksisitas yang tinggi karena mengandung senyawa logam berat yang

    berbahaya. Logam berat dapat mengakibatkan keracunan apabila terakumulasi

    dalam tubuh makhluk hidup. Logam berat yang melebihi ambang batas dalam

    jangka waktu panjang dapat menyebabkan kematian (Putranto, 2011).

    Kotagede merupakan salah satu daerah yang merupakan sentra kerajinan

    perak dan pengolahannya menggunakan proses elektropleting. Industri

    elektropleting di Kotagede menghasilkan limbah cair yang mengandung logam

    berat salah satunya adalah tembaga (Cu). Industri kerajinan perak di Kotagede

    masih berskala rumahan dan pengolahan limbahnya masih sederhana yaitu

    menggunakan tawas dan penyaringan menggunakan pasir (Sumiyati et al., 2009).

    Limbah elektroplating tersebut langsung dibuang ke sekitar tempat kerja atau

    dibuang langsung keselokan menuju sungai besar (Sekarwati et al., 2015).

    Menurut Sekarwati et al. (2015), limbah elektroplating di Kotagede mengandung

    logam berat tembaga (Cu) sebesar 84,935 mg/L yang telah melebihi baku mutu

    limbah cair industri elektroplating untuk tembaga (Cu) yaitu sebesar 0,6 mg/L.

    Limbah cair elektroplating yang langsung dibuang ke sungai besar

    memberikan dampak negatif yang sangat besar terhadap kualitas lingkungan serta

    makhluk hidup disekitarnya. Mengingat aktivitas makhluk hidup kebanyakan

    berada di sepanjang aliran sungai, seperti sektor pertanian, perikanan, industri

    maupun aktivitas sehari-hari (Mokodongan et al., 2014). Limbah cair yang

    mengandung logam tersebut mampu masuk ke dalam tanah sehingga dapat

    mencemari tanah, air tanah dan mengkontaminasi air sumur warga (Sekarwati et

    al., 2015). Pencemaran bukan hanya menurunkan kualitas air dan tanah namun

    juga berdampak buruk terhadap ekosistem di sekitarnya.

    Salah satu upaya mengurangi konsentrasi bahan pencemar pada limbah

    elektropleting sebelum dibuang ke lingkungan adalah dengan memanfaatkan

  • 2

    proses alami yaitu dengan teknik fitoremediasi. Fitoremediasi adalah penggunaan

    tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan yang

    terkontaminasi (Rondonuwu, 2014). Teknik fitoremediasi dianggap sebagai

    teknologi yang inovatif, ekonomis, dan ramah lingkungan (Sidauruk dan

    Sipayung, 2015), sehingga mampu dijadikan sebagai solusi untuk meremediasi

    daerah yang telah tercemar logam berat.

    Menurut Hidayati (2005), salah satu agen biologis yang memiliki potensi

    sebagai fitoremediator adalah tumbuhan akuatik. Kemampuan tumbuhan akuatik

    telah banyak diuji dalam menetralisasi komponen-komponen tertentu di dalam

    perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair.

    Kemampuan tumbuhan akuatik dalam menyerap logam berat sangat bervariasi.

    Hanya tumbuhan tertentu yang diketahui dapat mengakumulasi unsur logam

    tertentu dalam konsentrasi yang cukup tinggi.

    Menurut Yulianti et al. (2013), tanaman Kiambang mampu menyerap logam

    berat dengan persentase penurunan logam Cu sebesar 81,68 % pada air limbah

    dengan konsentrasi 20 ppm. Menurut Raras et al. (2005), menyebutkan bahwa

    tanaman Kayu apu mampu menyerap logam Cu pada air tercemar selama

    pengukuran 4 minggu yaitu sebesar 4,18 ppm, 4,48 ppm, 3,75 ppm dan 2,53 ppm.

    Untuk itu dalam upaya pemanfaatan tanaman dalam meremediasi air tercemar

    logam berat tembaga (Cu) maka dilakukan percobaan dengan menggunakan

    tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes).

    Kedua tumbuhan ini bukan termasuk tanaman pangan serta banyak ditemukan di

    alam selain itu juga tumbuh secara liar karena termasuk dalam kategori gulma air.

    Kedua tumbuhan akuatik ini memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi juga

    memiliki kemampuan untuk menyerap hara dari perairan disekitarnya. Selain itu

    kedua tumbuhan akuatik ini termasuk tanaman yang mampu menyerap logam

    berat tembaga (Cu) dengan baik. Kedua tumbuhan akuatik ini memiliki tipe

    habitat yang sama yaitu bertipe mengambang di atas permukaan air (floating).

    Pakcoy (Brassica rapa) merupakan tanaman hortikultura dengan bagian

    yang dikonsumsi adalah daun dan batangnya. Pakcoy merupakan salah satu

    tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Pakcoy

    termasuk tanaman yang berumur pendek dan memiliki kandungan yang

  • 3

    diperlukan tubuh serta dapat tumbuh pada dataran tinggi dan dataran rendah

    (Perwtasari, 2012). Menurut Priandoko et al. (2004), Pakcoy mampu

    mengakumulasi logam pada bagian tubuhnya, sehingga tanaman Pakcoy mampu

    digunakan sebagai indikator keberadaan logam berat pada tanah. Apabila tanaman

    Pakcoy tersebut mengandung logam berat Cu dan dikonsumsi oleh manusia maka

    dapat menyebabkan terakumulasinya logam berat Cu dalam tubuh manusia.

    Menurut Widaningrum dan Suismono (2007), logam-logam berat bila masuk ke

    dalam tubuh lewat makanan akan terakumulasi secara terus menerus dan dalam

    jangka waktu panjang dapat mengakibatkan kematian. Secara singkat latar

    belakang penelitian ini dapat dilihat dalam alur pikir penelitian pada Gambar 1.

    Diharapkan setelah dilakukannya fitoremediasi menggunakan kedua

    tumbuhan akuatik ini mampu menurunkan kadar logam berat hingga dibawah

    ambang batas sehingga air tercemar logam Cu mampu dimanfaatkan kembali baik

    untuk kegiatan budidaya maupun kegiatan sehari-hari lain.

    1.2. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah:

    1. Mengatahui efektifitas Kiambang (Salvinia molesta) dibandingkan dengan

    Kayu apu (Pistia stratiotes) dalam menurunkan kandungan logam berat

    tembaga (Cu) pada 2 konsentrasi yang berbeda.

    2. Mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman Pakcoy (Brassica rapa) yang

    disirami air tercemar Cu pasca fitoremediasi dan mengetahui potensi toksisitas

    air tercemar Cu pasca fitoremediasi terhadap tanah dan tanaman Pakcoy.

    1.3. Hipotesis

    1. Tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) lebih efektif menurunkan

    logam berat tembaga (Cu) dibandingkan dengan Kayu apu (Pistia stratiotes)

    pada 2 konsentrasi yang berbeda.

    2. Air tercemar logam berat tembaga (Cu) pasca fitoremediasi oleh tumbuhan

    akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes) dapat

    dimanfaatkan untuk budidaya tanaman Pakcoy serta tidak mempengaruhi

    pertumbuhan dan hasil tanaman Pakcoy (Brassica rapa) serta tidak

    menimbulkan toksisitas pada tanaman maupun tanah.

  • 4

    1.4. Manfaat

    Adapun manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah:

    1. Memberikan alternatif pengolahan limbah cair secara biologi pada industri

    rumahan elektropleting dengan pemanfaatan tumbuhan akuatik Kiambang

    (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes) dalam menurunkan

    kandungan logam berat tembaga (Cu).

    2. Menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya dan masyarakat umumnya

    tentang pemanfaatan tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu

    apu (Pistia stratiotes) dalam menurunkan kandungan logam berat tembaga

    (Cu).

    3. Pemanfaatan air limbah tercemar tembaga (Cu) pasca fitoremediasi untuk

    budidaya tanaman Pakcoy (Brassica rapa).

  • 5

    1.5. Alur Pikir Penelitian

    Industri rumahan elektropleting

    Teknologi pengolahan limbah

    sederhana

    Menghasilkan limbah cair

    mengandung logam berat Cu

    Permasalahan:

    Pembuangan limbah

    elektropleting langsung ke

    selokan menuju sungai besar

    Dampak Negetif :

    - Mencemari air dan tanah

    - Air tercemar merembes

    melalui tanah mencemari

    sumur warga

    - Logam berat diserap tanaman

    - Berbahaya bagi manusia

    Perlunya upaya pengelolaan

    yang ekonomis dan ramah

    lingkungan

    Fitoremediasi

    Aplikasi Salvinia molesta dan

    Pistia stratiotes untuk

    fitoremediasi logam berat Cu

    Konsentrasi logam berat Cu

    pada air tercemar menurun

    Pemanfaatan air pasca

    fitoremediasi untuk irigasi

    tanaman budidaya

    Pengaruhnya terhadap tanaman

    budidaya Pakcoy

    Gambar 1. Alur pikir penelitian

  • 6

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pencemaran Air Oleh Limbah Industri

    Berdasarkan UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

    dan PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

    Pencemaran Air yang dimaksud pencemaran air adalah masuknya atau

    dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air oleh

    kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang

    menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya

    (Herlambang, 2006).

    Air di beberapa bagian di dunia tercemar oleh logam berat yang diakibatkan

    oleh kegiatan industri, radionuklida, hidrokarbon dari kilang minyak, pupuk dan

    pestisida serta sisa penggunaan beberapa produk pertanian pada tanaman. Limbah

    pencemaran logam tidak sama dengan limbah organik, logam tidak dapat terurai

    serta dapat terserap oleh makhluk hidup (Okunowo dan Liasu, 2010).

    Beberapa jenis industri yang potensial menghasilkan logam adalah industri

    agrokimia (menghasilkan logam berat Hg, Pb, Sn, Zn), industri cat (Al, Cl, Co,Cr,

    Cu, Pb, Zn), industri elektronika (Pb, Zn), industri farmasi (Cr, Hg, Zn), industri

    keramik/gelas (Pb), industri karet (Zn), industri kayu/kulit (Cr, Pb, Zn), industri

    kendaraan (Ni, Pb, Zn), industri percetakan (Cd, Pb), industri kertas (Cd, Pb, Zn),

    industri tekstil (Cd, Pb, Zn), industri minyak (Zn), industri logam (Ni, Pb, Zn),

    industri elektroplating (Cr, Cu, Ag, Ni, Zn) (Susanti et al., 2014).

    Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup

    menyatakan bahwa, toksisitas logam berat dapat dibagi ke dalam 3 kelompok,

    yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn,

    bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, dan bersifat toksik

    rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe (Taguge et al., 2014).

    Beberapa unsur kimia atau jenis senyawa logam berat akibat kegiatan

    industri yang pernah di jumpai sebagai pencemar lingkungan perairan yang

    terdeteksi melalui indikator biologis antara lain tembaga (Cu), kadmium (Cd),

    seng (Zn), air raksa (Hg), dan timbal (Pb) (Mokoagouw, 2008). Selain logam-

    logam tersebut juga ada logam berat Kromium (Cr) dan Nikel (Ni) mencemari air

    yang berasal dari industri pelapisan logam (Mulyaningsih, 2013).

  • 7

    Menurut Putranto (2011), indikator bahwa perairan lingkungan telah

    tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati antara lain:

    1. Adanya perubahan suhu air.

    2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen.

    3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air.

    4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut.

    5. Adanya mikroorganisme.

    6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.

    2.2. Logam Berat Tembaga (Cu)

    Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5

    g/cm3, terletak di sudut kanan bawah pada sistem periodik, mempunyai afinitas

    yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari

    periode 4 sampai 7. Logam berat merupakan bahan pencemar yang berbahaya

    karena bersifat toksik. Jika terdapat dalam jumlah yang besar maka dapat

    mempengaruhi aspek ekologis maupun biologis perairan (Setiawan, 2013).

    Karakteristik logam berat adalah memiliki spesifikasi grafity yang sangat

    besar (lebih dari 4), mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50 serta unsur

    lantanida dan aktanida serta mempunyai respon biokimia spesifik pada organisme

    hidup (Putranto, 2011).

    Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546,

    titik lebur 1083 °C, titik didih 2310 °C, jari-jari atom 1,173 A° dan jari-jari ion

    Cu2+

    0,96 A°. Tembaga adalah logam transisi (golongan I B) yang berwarna

    kemerahan, mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi

    makhluk hidup (Kundari dan Wiyunita, 2008).

    Keberadaan unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam

    bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk senyawa. Cu termasuk

    ke dalam kelompok logam esensial, dimana dalam kadar rendah dibutuhkan oleh

    organisme sebagai koenzim dalam proses metabolisme tubuh, sifat racunnya baru

    muncul dalam kadar yang tinggi (Rochayatun et al., 2003).

    Tembaga (Cu) merupakan salah satu unsur hara mikro esensial yang

    dibutuhkan oleh tanaman. Unsur tembaga diserap tanaman dalam bentuk Cu2+

    yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sedikit yang berperan sebagai

  • 8

    pengikat enzyme dalam tanaman. Apabila kekurangan unsur tembaga (Cu) maka

    akan mengganggu proses sintesis protein. Kelebihan unsur ini juga tidak baik

    karena akan bersifat toksik pada tanaman (Sudarmi, 2013).

    Berdasarkan hasil sebuah penelitian dari Purbalisa dan Mulyadi (2013),

    menyatakan bahwa dari setiap lokasi pengambilan sampel baik pada air maupun

    tanah sawah diketahui bahwa kadar logam Cu dalam tanah berkisar antara 4,86 –

    41,87 ppm sedangkan dalam air berkisar antara 0,002-0,019 ppm. Pada penelitian

    ini terlihat bahwa kandungan logam berat Cu lebih besar berada pada tanah

    dibandingkan pada air, karena logam berat mempunyai sifat mampu berikatan

    dengan bahan organik. Kontaminan logam dalam tanah pertanian tergantung pada

    jumlah logam yang ada pada batuan tempat tanah terbentuk, jumlah mineral yang

    ditambahkan pada tanah sebagai pupuk, jumlah deposit logam dari atmosfir yang

    jatuh ke dalam tanah dan jumlah yang terambil dalam proses panen ataupun

    masuk kedalam tanah yang lebih dalam (Darmono, 2001).

    Air limbah industri yang masih mengandung residu logam berat dapat

    menyebabkan pencemaran dan masuk ke lapisan tanah sehingga mengkontaminasi

    air tanah dan air sumur. Kandungan logam berat Cu dalam air juga berpengaruh

    terhadap biota air serta dapat berdampak pada tanah dan tanaman apabila air

    tercemar limbah diserap oleh tanaman. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa

    peningkatan konsentrasi Cu pada air irigasi mempengaruhi pertumbuhan dan

    produksi tanaman padi yang dapat menyebabkan penurunan tinggi tanaman,

    jumlah anakan, jumlah daun, panjang malai, jumlah gabah permalai, bobot gabah

    hampa, bobot 100 biji, bobot gabah kering giling dan bobot kering tanaman

    (Sulistyono dan Fatkhiyatur, 2012).

    Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi

    larutan di atas 5 mg/kg. Konsentrasi senyawa tembaga yang aman bagi air tidak

    lebih dari 1 ppm. Konsentrasi normal logam tembaga di tanah berkisar 2 mg/kg

    dengan tingkat mobilitas yang sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat

    dengan material organik dan mineral tanah liat. (Widyastuti, 2006).

    Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) RI telah menetapkan batas

    maksimum pencemaran logam berat tembaga pada sayur dan buah segar yaitu

    0,05 ppm. Namun demikian, tembaga merupakan komponen yang harus ada

  • 9

    dalam makanan manusia dan dibutuhkan oleh tubuh. Akan tetapi asupan dalam

    kadar yang berlebih akan menyebabkan gejala-gejala yang akut (Widaningrum

    dan Suismono, 2007).

    2.3. Teknologi Fitoremediasi

    Fitoremediasi merupakan salah satu cara pembersihan polutan

    menggunakan tanaman, umumnya terdefinisi seperti pembersihan dari toksin atau

    kontaminan pada lingkungan dengan menggunakan tumbuhan hyperakumulator.

    Fitoremediasi berasal dari dua kata yaitu Phyto dalam bahasaYunani yang berarti

    tumbuhan/tanaman dan remediare yang berasal dari bahasa latin yaitu

    memperbaiki atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation)

    merupakan suatu sistem dimana tanaman dapat mengubah zat kontaminan

    (pencemar/polutan) menjadi berkurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi

    bahan yang dapat digunakan kembali (Irawanto, 2010).

    Fitoremediasi pada dasarnya mengacu pada penggunaan tumbuhan dan

    mikroba tanah untuk mengurangi konsentrasi atau efek racun kontaminan pada

    lingkungan. Fitoremediasi dapat digunakan untuk menghilangkan logam berat dan

    radionuklida serta polutan organik. Tanaman hijau memiliki kemampuan yang

    sangat besar untuk menyerap polutan dari lingkungan dan menyelesaikan

    detoksifikasi dengan mekanisme yang beragam. Fitoremediasi merupakan metode

    yang membutuhkan biaya relatif murah dibandingkan dengan metode lainnya (Ali

    et al., 2013).

    Ada beberapa teknik fitoremediasi yang akan dijelaskan lebih terperinci

    sebagai berikut:

    a. Fitoekstraksi

    Fitoekstraksi juga diketahui sebagai fitoakumulasi, fitoabsorpsi atau

    fitosequestrasi, yaitu penyerapan kontaminan dari tanah atau air dengan akar

    tanaman dan mentranslokasikannya serta mengakumulasikan kontaminan pada

    bagian tanaman yang dapat dipanen atau bagian atas permukaan yaitu bagian

    tunas (Ali et al., 2013). Translokasi logam berat ke tunas merupakan proses

    biokimia. Teknik ini sangat tepat diaplikasikan untuk menghilangkan kontaminan

    dari tanah, sedimen dan sludge.

  • 10

    b. Fitofiltrasi

    Fitofiltrasi merupakan teknik menghilangkan polutan dari permukaan air

    yang terkontaminasi atau air yang tercemar dengan tanaman. Fitofiltrasi bisa

    mengguanakan rizofiltrasi (penggunaan akar tanaman) atau blastofiltrasi

    (menggunakan biji-bijian) atau caulofiltrasi (menggunakan tunas tanaman yang

    dipotong; caulis dalam bahasa latin yaitu tunas). Pada teknik fitofiltrasi,

    kontaminan akan di adsorpsi dengan begitu pergerakan kontaminan pada air tanah

    dapat diminimalisir (Ali et al., 2013).

    c. Fitostabilisasi

    Fitostabilisasi atau fitoimobilisasi merupakan penggunaan beberapa

    tanaman untuk menstabilkan kontaminan dari tanah yang tercemar. Teknik ini

    digunakan untuk menurunkan mobilitas dan adanya aktivitas biologi polutan dari

    lingkungan, hal ini mencegah berpindahnya polutan menuju ke permukaan air

    atau ke dalam makanan. Tanaman dapat mengurangi logam berat pada tanah

    sampai habis dengan mekanisme yaitu penyerapan dari akar, pengendapan,

    pengumpulan pengurangan valensi logam pada rizosfer (Ali et al., 2013).

    d. Fitovolatilisasi

    Fitovolatilisasi merupakan penyerapan polutan dari tanah dengan tanaman,

    tanaman ini mengubahnya dengan bentuk penguapan dan kemudian melepasnya

    ke atmosfer. Teknik ini dapat digunakan untuk polutan organik dan beberapa

    logam berat seperti Hg. Tetapi, penggunaannya terbatas dengan fakta bahwa

    teknik ini tidak mengurangi polutan secara lengkap, hanya mengirim dari satu

    bagian (tanah) ke bagian lainnya (atmosfer), dimana polutan dapat tersimpan lagi

    (Ali et al., 2013).

    e. Fitodegradasi

    Fitodegradasi merupakan penurunan polutan organik oleh tanaman dengan

    bantuan enzim contohnya dehalogenase dan oksigenase, yang tidak bergantung

    pada mikroorganisme yang berhubungan dengan rhizosfer. Fitodegradasi sangat

    sedikit menghilangkan polutan anorganik karena logam berat bersifat tidak

    terdegradasi secara biologi. Teknik ini mendapatkan perhatian peneliti untuk

    mengurangi beberapa macam polutan organik termasuk herbisida dan insektisida

    (Ali et al.,2013).

  • 11

    f. Rhizodegradation

    Rhizodegradasi merupakan proses penguraian dan penghilangan polutan

    organik pada tanah dengan mikroorganisme pada rizosfer (Ali et al.,2013)

    g. Fitodesalinasi

    Fitodesalinasi merupakan proses fitoremediasi oleh tanaman untuk

    menghilangkan garam dari garam tanah yang berlebihan supaya dapat membantu

    tanaman tumbuh dengan normal (Ali et al., 2013).

    Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tanaman dapat dibagi

    menjadi tiga proses, yaitu sebagai berikut :

    1. Penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap logam, maka logam

    harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara

    bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya

    diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh

    permukaan akar.

    2. Translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain. Setelah logam

    menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran

    transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem dan floem) ke

    bagian tanaman lainnya.

    3. Lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar

    logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah

    keracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi,

    misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (Hardiani,

    2009)

    Absorbsi unsur hara pada tumbuhan ditentukan oleh berbagai faktor biotik

    dan abiotik. Faktor biotik antara lain status hormonal, fase pertumbuhan,

    metabolisme, morfologi tumbuhan, densitas daun, bentuk daun (sempit atau

    lebar), berbulu atau berlapis, mudah tidaknya menjadi basah, umumnya daun yang

    muda lebih sulit mengarbsorpsi daripada daun tua. Faktor abiotik antara lain suhu,

    sinar/radiasi, kelembaban, dan kualitas tanah/air (Soemirat, 2003).

    Semua tumbuhan memiliki kemampuan menyerap logam tetapi dalam

    jumlah yang bervariasi. Sejumlah tumbuhan dari banyak famili terbukti memiliki

    sifat hipertoleran, yakni mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi tinggi

    pada jaringan akar dan tajuknya, sehingga disebut hiperakumulator. Sifat

  • 12

    hiperakumulator berarti dapat mengakumulasi unsur logam tertentu dengan

    konsentrasi tinggi pada tajuknya dan dapat digunakan untuk tujuan fitoekstraksi.

    Pada proses fitoekstraksi ini logam berat diserap oleh akar tanaman dan

    ditranslokasikan ke tajuk untuk diolah kembali atau dibuang pada saat tanaman

    dipanen (Hidayati, 2005).

    Karakteristik tumbuhan hiperakumulator adalah: (i) Tahan terhadap unsur

    logam dalam konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuk. (ii) Tingkat laju

    penyerapan unsur dari tanah yang tinggi dibanding tanaman lain. (iii) Memiliki

    kemampuan mentranslokasi dan mengakumulasi unsur logam dari akar ke tajuk

    dengan laju yang tinggi. Translokasi ini merupakan komponen yang harus

    diperhatikan dalam penentuan tumbuhan hiperakumulator (Hidayati, 2005).

    Menurut Sumiyati et al (2009) waktu tinggal optimum tumbuhan akuatik

    dalam mereduksi senyawa polutan adalah selama 4-15 hari. Lama waktu kontak

    juga mempengaruhi besarnya akumulasi logam pada tanaman, akan tetapi jika

    kadarnya melebihi ambang batas dan tanaman sudah berada pada titik jenuh,

    maka tanaman tidak akan mampu mengakumulasi logam lagi dan bahkan akan

    mati.

    2.4. Kiambang (Salvinia molesta)

    Kiambang (Salvinia molesta) merupakan salah satu tanaman yang hidupnya

    mengapung di permukaan air (Floating). Tanaman ini dapat hidup di daerah

    tropis, sub tropis dan daerah bertemperatur hangat di seluruh dunia. Biasanya

    tanaman ini banyak dijumpai di sawah, sungai dan saluran air (Tjahaja et al.,

    2006). Tanaman ini merupakan gulma air yang memiliki karakteristik laju

    biaknya sangat cepat dengan sifat adaptasi yang tinggi di berbagai kondisi

    lingkungan, terutama pada air buangan aktivitas industri, limbah domestik, limbah

    pertanian dan kehutanan (Yuliani et al., 2013).

    Dalam taksonomi tumbuhan, tumbuhan akuatik Kiambang dimasukkan

    dalam klasifikasi sebagai berikut:

    Kingom : Plantae

    Subkingdom : Tracheobionta

    Divisi : Pteridophyta

    Kelas : Filicopsida

  • 13

    Ordo : Hydropteridales

    Famili : Salviniaceae

    Genus : Salvinia

    Spesies : Salvinia molesta (Yuliani et al., 2013)

    Kiambang merupakan tumbuhan akuatik yang mengambang bebas,

    berbentuk kecil, lonjong, memiliki daun di sepanjang batang, memiliki batang

    yang bercabang tumbuh mendatar, berbuku-buku, ditumbuhi bulu dan panjangnya

    dapat mencapai 30 cm. Pada setiap buku terdapat sepasang daun yang mengapung

    dan sebuah daun yang tenggelam. Daun yang mengapung berbentuk oval, alterna

    dengan panjang tidak lebih dari 3 cm, tangkai pendek ditutupi banyak bulu yang

    berguna untuk menolak air dan berwarna hijau. Daun yang tenggelam memiliki

    bentuk seperti akar, menggantung dengan panjang mencapai 8 cm, berbelah serta

    terbagi-bagi dan berbulu halus. Morfologi tanaman Salvinia molesta dapat dilihat

    pada Gambar 2. Daun yang mirip akar ini sebenarnya daun yang berubah bentuk

    dan mempunyai fungsi sebagai akar (Donaldson and Dawn, 2003).

    Gambar 2. Tanaman akuatik Kiambang (Salvinia molesta)

    Tumbuhan akuatik Salvinia molesta mampu tumbuh pada temperatur yang

    cukup rendah yaitu 4oC hingga temperatur 32

    o C. Kiambang tidak memiliki bunga

    sehingga perkembangannya hanya dengan cara vegetatif. Kiambang melakukan

    perkembangan vegetatif dari potongan tubuh tanaman tersebut. Spesies tanaman

    ini banyak tumbuh pada peraiaran yang tenang (Donaldson and Dawn, 2003).

    Berdasarkan Fuad et al. (2013), menyebutkan bahwa tanaman Kiambang

    memiliki pertumbuhan yang cepat dengan daun kecil, berbulu dan tergenang

    namun tidak menghalangi penetrasi cahaya ke dalam perairan. Tanaman ini juga

    mampu hidup pada peairan dengan kadar nutrisi yang rendah. Untuk itu tanaman

    ini sangat berpotensi apabila dijadikan sebagai tanaman fitoremeditor

  • 14

    Pertumbuhan tanaman Kiambang dipengaruhi oleh ruang tumbuh, makin

    sempit ruang tumbuhnya maka pertumbuhannya akan makin lambat dan

    sebaliknya. Pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh kedalaman air, kandungan

    hara air, intensitas penyinaran, suhu dan pH air tempat tumbuhnya. Berdasarkan

    sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman Kiambang mampu menyerap

    logam berat Cu dengan optimal dengan total persentase logam berat Cu pada air

    maupun limbah sebesar 81,68% dari konsentrasi 20 ppm (Yuliani et al., 2013).

    2.5.Kayu apu (Pistia stratiotes)

    Tanaman Kayu apu (Pistia Stratiotes) merupakan familia Salviniaceae dari

    genus Pistia. Tanaman ini dikenal sebagai tanaman liar yang tumbuh di danau,

    rawa dan tepian sungai. Perkembangbiakannya tergolong cepat dan banyak. Hal

    ini menyebabkan jumlah tanaman Kayu apu di lingkungan perairan melimpah

    jumlahnya (Raras et al., 2015). Kayu apu (Pistia stratiotes) merupakan tumbuhan

    akuatik terapung yang biasanya hidup di daerah tropis, sub tropis dan daerah yang

    bertemperatur hangat di seluruh dunia. Di Indonesia tanaman ini sangat mudah

    ditemui di sawah, danau, telaga dan rawa-rawa dengan air yang mengalir tenang

    (Nurfitri dan Rachmatiah, 2010)

    Dalam taksonomi tumbuhan, tumbuhan akuatik Kayu apu dimasukkan

    dalam klasifikasi sebagai berikut:

    Kingom : Plantae

    Super Divisi : Spermathophyta

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Liliopsida

    Sub Kelas : Arecidae

    Ordo : Arales

    Famili : Araceae

    Genus : Pistia

    Spesies : Pistia stratiotes (Widya et al., 2014 ).

    Panjang daun tanaman kayu apu dapat mencapai 14 cm dan tidak memiliki

    batang. Daunnya berwarna hijau, dengan tulang daun sejajar, tepi daunnya

    bergelombang dan ditutupi bulu-bulu pendek yang membentuk struktur keranjang

    dan membantu dalam menjerat gelembung udara serta meningkatkan daya apung

  • 15

    tanaman (Dipu et al., 2010). Menurut Oktaviani et al. (2014), menyebutkan

    bahwa Kayu apu termasuk dalam tumbuhan yang mengapung pada permukaan air

    dengan akar-akarnya yang menggantung terendam di bawah bagian daunnya yang

    mengambang. Lebar daun tumbuhan ini antara 5-14 cm dan jarak antar nodusnya

    0,1-0,5 cm sehingga membuat susunan daun pada tumbuhan ini terdapat pada tiap

    bagian rosetnya. Morfologi tanaman Pistia stratiotes dapat dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3. Tanaman akuatik Kayu apu (Pistia stratiotes)

    Fonkou et al. (2002), menyebutkan bahwa tanaman Kayu apu dapat

    menggandakan biomassa dalam waktu lebih dari 5 hari, tiga kali lipat dalam 10

    hari, empat kali lipat dalam 20 hari dan memiliki biomassa dikalikan dengan

    faktor 9 dalam waktu kurang dari 1 bulan. Evolusi ini menunjukkan bahwa 25 hari

    dalam periode maksimum yang memungkinkan tanaman dalam sistem. Hal ini

    karena tanaman kayu apu berkembang biak dengan cepat dan membusuk, sistem

    efektivitas terkait erat dengan manajemen periode pemanenan dari biomassa yang

    dihasilkan.

    Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Raras et al. (2015),

    menunjukkan bahwa tanaman Kayu apu mempunyai kemampuan menyerap

    berbagai ion logam berat seperti Fe, Cd, Cu dan Pb dengan cukup baik. Hal ini

    dibuktikan dengan adanya konsentrasi ion logam berat Fe, Cd, Cu dan Pb yang

    terserap pada tanaman setelah dilakukan analisis pada tanaman tersebut. Tanaman

    Kayu apu mampu menyerap logam berat Cu selama pengukuran 4 minggu

    berturut yaitu sebesar 4,18 ppm, 4,48 ppm, 3,75 ppm dan 2,53 ppm.

    2.6.Pakcoy (Brassica rapa)

    Menurut Prasasti et al. (2014), tanaman Pakcoy (Brassica rapa) termasuk

    dalam jenis sayur sawi yang mudah diperoleh dan cukup ekonomis. Saat ini

  • 16

    Pakcoy dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai masakan. Hal ini cukup

    meningkatkan kebutuhan masyarakat akan tanaman Pakcoy. Pakcoy cukup mudah

    untuk dibudidayakan dan hanya memerlukan waktu yang pendek. Perawatannya

    juga tidak sulit dibandingkan dengan budidaya tanaman yang lainnya. Ciri-ciri

    tanaman ini mempunyai tubuh tegak dan daun kompak, tangkai daun bewarna

    putih, dan daun bewarna hijau segar, serta tangkai daun lebar dan kokoh.

    Morfologi tanaman Pakcoy (Brassica rapa) dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4. Tanaman budidaya Pakcoy (Brassica rapa)

    Pakcoy merupakan tanaman sayuran berumur pendek (45 hari), termasuk

    dalam famili Brassicaceae. Pakcoy jarang dimakan mentah, umumnya digunakan

    untuk bahan sup atau sebagai hiasan (garnish). Bisa ditanam di dataran rendah dan

    dataran tinggi, tetapi yang baik di dataran tinggi, cukup sinar matahari, aerasi

    sempurna (tidak tergenang air) dan pH tanah 5,5-6 (Yanti et al., 2010)

    Pakcoy tumbuh pada ketinggian 5-1.200 mdpl (meter di atas permukaan

    laut). Pakcoy akan tumbuh optimum pada ketinggian 100-500 mdpl. Semakin

    tinggi tempat penanaman maka akan semakin lama umur tanaman untuk dipanen,

    sedangkan semakin rendah tempat penanaman, maka akan semakin pendek umur

    panen tanaman. Pada umumnya tanaman pakcoy dibudidayakan pada suhu

    berkisar 15˚C - 30˚C. Pertumbuhan terbaik tanaman Pakcoy pada suhu 19˚C -

    21˚C. Sedangkan untuk kelembaban udara berkisar antara 80%-90% (Cahyono,

    2003).

    Pakcoy tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun.

    Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.

    Pakcoy cocok ditanam pada tipe tanah lempung, lempung berpasir, gembur dan

  • 17

    mengandung bahan organik. Pakcoy tumbuh optimum pada tanah yang memiliki

    pH 6,0-6,8. Lokasi yang diperlukan merupakan lokasi terbuka dan drainase air

    lancar (Wahyudi 2010).

    Berdasarkan sebuah penelitian menyebutkan bahwa tanaman Pakcoy

    (Brassica rapa) efektif dan banyak menyerap Cu dalam tanah yang disimpan

    dalam daun. Pertumbuhan sawi hijau dapat tumbuh dengan normal tanpa

    mengalami kekerdilan (Raharjo et al., 2012).

  • 18

    BAB III. METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2017.

    Penelitian ini bertempat di Greenhouse Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya

    Purwodadi – LIPI dan Laboratorium Kimia Jurusan Tanah Fakultas Pertanian

    serta Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya.

    3.2 Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bak ukuran 5 L, jirigen 25 L,

    gayung, ember, gelas ukur, botol aqua bekas 1,5 L, timbangan analitik, kamera,

    alat tulis, kertas label, spidol, sarung tangan, karung, polibag ukuran 2 Kg,

    cangkul, sekop, plastik dan penggaris. Alat yang digunakan di laboratorium

    antara lain pH meter, oven, erlenmeyer 50 mL, sendok, gelas arloji, corong, pipet

    tetes, labu ukur 25 mL, kompor listrik, penjepit besi, kertas saring, tabung reaksi,

    neraca analitik, pipet ukur 10 mL dan alat AAS (Atomic Absorbtion

    Spectofotometer).

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air, senyawa

    (Cu(NO3)2.3H2O), aquades, tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan

    Kayu apu (Pistia stratiotes), tanah lapisan atas (kedalaman 0-30 cm) sebagai

    media tanam Pakcoy, benih tanaman Pakcoy (Brassica rapa) dan bahan-bahan

    kimia lain yang digunakan untuk analisis laboratorium antara lain HCl pekat dan

    HNO3 pekat.

    3.3 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama adalah percobaan

    fitoremediasi air tercemar tembaga (Cu) dengan menggunakan tumbuhan akuatik

    Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu apu (Pistia stratiotes) dan tahap ke dua

    adalah penelitian berupa penggunaan air pasca fitoremediasi terhadap tanaman

    Pakcoy (Brassica rapa). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap

    (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga terdapat 18 satuan percobaan.

    Perlakuan pada penelitian tahap 1 dapat dilihat pada Tabel 1. dengan pengacakan

    sesuai pada Lampiran 1.

  • 19

    Tabel 1. Perlakuan pada percobaan fitoremediasi (percobaan tahap 1)

    Kode Perlakuan

    T0K1 Tanpa tanaman fitoremediasi + konsentrasi Cu 2 ppm

    T0K2 Tanpa tanaman fitoremediasi + konsentrasi Cu 5 ppm

    T1K1 Tanaman fitoremediasi Salvinia molesta + konsentrasi Cu 2 ppm

    T1K2 Tanaman fitoremediasi Salvinia molesta + konsentrasi Cu 5 ppm

    T2K1 Tanaman fitoremediasi Pistia stratiotes + konsentrasi Cu 2 ppm

    T2K2 Tanaman fitoremediasi Pistia stratiotes + konsentrasi Cu 5 ppm

    Pada penelitian tahap 2 merupakan aplikasi air pasca fitoremediasi Cu

    terhadap tanaman budidaya Pakcoy (Brassica rapa). Rancangan penelitian tahap 2

    hampir seperti rancangan penelitian pada tahap 1, yaitu terdapat 6 perlakuan

    dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Perlakuan percobaan

    pasca fitoremediasi dapat dilihat pada Tabel 2. sedangkan denah pengacakan

    percobaan tahap 2 dapat dilihat pada Lampiran 2.

    Tabel 2. Perlakuan percobaan pasca fitoremediasi (percobaan tahap 2)

    Kode Perlakuan

    T0K1 Air tercemar logam berat Cu konsentrasi 2 ppm tanpa fitoremediasi

    T0K2 Air tercemar logam berat Cu konsentrasi 5 ppm tanpa fitoremediasi

    T1K1 Air pasca fitoremediasi tanaman Salvinia molesta + konsentrasi Cu 2 ppm

    T1K2 Air pasca fitoremediasi tanaman Salvinia molesta + konsentrasi Cu 5 ppm

    T2K1 Air pasca fitoremediasi tanaman Pistia stratiotes + konsentrasi Cu 2 ppm

    T2K2 Air pasca fitoremediasi tanaman Pistia stratiotes + konsentrasi Cu 5 ppm

    3.4 Tahap 1. Percobaan Fitoremediasi

    3.4.1 Analisis Awal Air dan Tanah

    Berdasarkan hasil analisisi awal pH dan analisis kandungan logam berat

    pada tanah dan air didapatkan hasil bahwa pH awal tanah yang digunakan sebagai

    media tanam untuk tanaman budidaya Pakcoy adalah 5,2 dan pH air yang

    digunakan sebagai media tanam bagi tumbuhan akuatik adalah sebesar 6,7.

    Berdasarkan nilai pH tanah dan air, diketahui bahwa nilai pH air termasuk dalam

    kategori netral, sedangkan pH tanah termasuk dalam kategori tanah yang masam.

    Dokumentasi kegiatan analisis pH awal dapat dilihat Lampiran 8. Selain analisis

    awal pH juga dilakukan analisis logam berat Cu pada tanah dan air. Berdasarkan

  • 20

    hasil analisis logam berat Cu menggunakan AAS didapatkan kandungan logam

    berat Cu pada air sebesar 0,0095 ppm, sedangkan kandungan logam berat Cu

    dalam tanah yang digunakan sebagai media tanam bagi tanaman Pakcoy adalah

    sebesar 0,218 ppm. Berdasarkan hasil analisis logam berat tersebut menunjukkan

    bahwa nilai logam berat Cu pada tanah dan nilai logam berat Cu pada air masih

    berada dibawah ambang batas logam berat pada tanah dan air.

    3.4.2 Aklimatisasi Tumbuhan Akuatik

    Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah tumbuhan akuatik Salvinia

    molesta dan Pistia stratiotes yang berwarna hijau dan masih dalam keadaan segar.

    Sampel tumbuhan diambil dari kolam akuatik Kebun Raya Purwodadi. Sampel

    tanaman diaklimatisasi pada media air selama 2 minggu agar tanaman mampu

    beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mampu meregenarasi bagian tubuh

    yang rusak.

    3.4.3 Pembuatan Larutan Standar

    Pembuatan larutan logam Cu dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah

    Fakultas Pertanian dengan tahapan penimbangan senyawa dengan timbangan

    analitik dan cawan petri atau beaker glass, kemudian masukkan senyawa ke dalam

    gelas ukur 1 mL dan ditambahkan aquades. Setelah senyawa tersebut tercampur

    dengan aquades kemudian masukkan ke dalam labu erlenmeyer 1 L. Kemudian

    bilas gelas ukur dengan aquades dan dimasukkan ke labu erlenmeyer. Tambahkan

    aquades pada labu erlenmeyer sampai tanda batas 1 L kemudian dikocok. Setelah

    larutan tercampur masukkan kedalam botol dan tutup dengan rapat. Pembuatan

    larutan Cu menggunakan senyawa (Cu(NO3)2.3H2O) dengan perhitungan sesuai

    pada lampiran 3.

    3.4.4 Range Finding Test

    Range Finding Test (RFT) diperlukan untuk mengetahui konsentrasi

    maksimal tanaman dapat tumbuh dan menyerap logam berat tembaga (Cu). RFT

    dilakukan selama 7 hari hal ini dikarenakan dalam waktu 7 hari tanaman sudah

    mampu menyerap logam dengan maksimal sesuai kemampuan fitoremediasi

    tanaman tersebut. RFT dilakukan pada beberapa konsentrasi antara lain 3, 5, 10,

    15 ppm. Sebelum dilakukannya RFT perlu dilakukan pengenceran larutan standar

    sesuai konsentrasi logam yang akan digunakan dengan perhitungan pengenceran

  • 21

    sesuai pada Lampiran 3. RFT dilakukan menggunakan gelas plastik yang berisi

    250 mL larutan logam dengan berat tanaman yang digunakan adalah 5 g. RFT

    dilakukan dengan 2 kali ulangan dengan 4 perlakuan konsentrasi.

    3.4.5 Persiapan Fitoremediasi

    Setelah tumbuhan akuatik Salvinia molesta dan Pistia stratiotes

    diaklimatisasi selama 2 minggu kemudian dilakukan persiapan untuk percobaan

    fitoremediasi. Persiapan yang dilakukan berupa persiapan alat dan bahan yang

    diperlukan. Untuk konsentrasi rendah dan konsentrasi tinggi mengacu pada hasil

    RFT yang telah dilakukan sebelumnya. Karena larutan telah dibuat sebelumnya

    maka hanya perlu dilakukan pengenceran sesuai konsentrasi yang diinginkan

    untuk air sebanyak 5 L. Perhitungan untuk pengenceran larutan logam dapat

    dilihat pada lampiran 3. Setelah itu diambil sampel tumbuhan akuatik masing-

    masing seberat 75 g untuk tiap satuan percobaan. Masing-masing satuan

    percobaan berisi air tercemar Cu sebanyak 5 L.

    3.4.6 Pelaksanaan Fitoremediasi

    Untuk konsentrasi yang digunakan ada 2 yaitu konsentarasi rendah (2 ppm)

    dan konsentrasi tinggi (5 ppm) dan untuk perlakuan tumbuhan akuatik ada 3

    perlakuan yaitu tanpa tanaman, tumbuhan akuatik Salvinia molesta dan tumbuhan

    akuatik Pistia stratiotes. Rancangan Percobaan ini dilakukan dengan

    menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Menggunakan RAL karena

    penelitian ini dilakukan di dalam Greenhouse Kebun Raya Purwodadi sehingga

    mampu memberikan homogenitas pada tiap satuan percobaan. Perlakuan ini

    dilakukan selama 14 hari dengan pengamatan selama 2 hari sekali setelah

    perlakuan yaitu 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 Hari Setelah Perlakuan (HSP)

    3.4.7 Pengamatan Perlakuan

    Pengamatan berupa morfologi tumbuhan seperti warna daun, klorosis,

    kering, layu atau yang lainnya dengan cara mengamati perubahan fisik tumbuhan

    akuatik. Kemudian dilakukan pendokomentasian semua satuan percobaan pada 0,

    2, 4, 6, 8, 10, 12 hingga 14 HSP untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada

    tumbuhan akuatik. Setelah masa percobaan selesai dilakukan penimbangan berat

    basah akhir dan berat kering tanaman, dilakukan pada saat tanaman akuatik telah

  • 22

    dipanen. Selain itu juga dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui kandungan

    logam berat Cu pada air pasca fitoremediasi, akar dan tajuk tumbuhan akuatik.

    3.4.8 Pemanenan dan Uji Laboratorium

    Pemanenan dilakukan dengan mengambil secara langsung semua tanaman

    dan ditimbang berat basahnya. Untuk pengukuran kadar logam berat Cu pada air

    pasca fitoremediasi tersebut dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 50

    mL air. Sedangkan untuk sampel tumbuhan akuatik untuk uji laboratorium adalah

    sebanyak 5 g berat kering tanaman. Sampel dari masing-masing perlakuan baik air

    maupun tumbuhan akuatik dilakukan uji kandungan logam berat Cu

    menggunakan metode AAS (Atomic Absorbtion Spectofotometer) dan untuk

    analisa pH air menggunakan alat pH meter.

    3.5 Tahap 2. Aplikasi Air Pasca Fitoremediasi

    3.5.1 Persiapan Media Tanam dan Bahan Tanam

    Media tanam yang digunakan adalah tanah berasal dari Kebun Raya

    Purwodadi yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-30 cm yang

    sebelumnya telah dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui kandungan logam

    berat tembaga Cu dan pH awal. Tanah dikering anginkan selama 3 hari. Kemudian

    disiapkan polibag dan bibit tanaman Pakcoy sesuai dengan jumlah satuan

    percobaan. Untuk masing-masing satuan percobaan dilakukan penimbangan tanah

    sebanyak 2 Kg tanah dengan cara ditimbang menggunakan timbangan. Bahan

    tanam yang digunakan berasal dari benih Pakcoy yang telah disemai.

    3.5.2 Penanaman dan Pemupukan

    Setelah media tanam dan bahan tanam telah siap kemudian dilakukan

    aklimatisasi Pakcoy pada polibag yang telah terisi dengan tanah. Tiap polibag diisi

    dengan 1 bibit tanaman Pakcoy. Selain itu juga dilakukan pemupukan dengan

    menggunakan pupuk Urea dengan cara membuat lubang disamping tanaman dan

    kemudian langsung dimasukkan pupuk dalam lubang yang telah dibuat. Setelah

    itu lubang ditutup kembali dengan menggunakan tanah. Pemupukan disesuaikan

    dengan kebutuhan pupuk tanaman perpolibag berdasarkan pada Lampiran 4.

    3.5.3 Pemeliharaan

    Pemeliharaan tanaman dilakukan setiap hari selama penelitian,

    pemeliharaan yang dilakukan ialah pengairan, penyiangan dan pengendalian

  • 23

    organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengairan tanaman dilakukan pada pagi

    hari atau sore hari selama masa percobaan. Air yang digunakan untuk mengairi

    tanaman Pakcoy adalah air pasca fitoremediasi yang diaplikasian sesuai dengan

    perlakuan. Untuk penyiangan dan pengendalian OPT dilakukan menggunakan

    cara langsung diambili apabila terdapat OPT yang mengganggu pertumbuhan

    tanaman.

    3.5.4 Pengamatan

    Pengamatan tanaman Pakcoy dilakukan selama 7 hari sekali yaitu 7, 14 dan

    21 hari setelah perlakuan (HSP). Pengamatan tanaman dilakukan dengan metode

    non destruktif yaitu berupa jumlah daun, tinggi tanaman serta pengamatan

    morfologi tanaman seperti warna daun, klorosis, kering, layu atau yang lainnya.

    Untuk tinggi tanaman menggunakan alat ukur penggaris sedangkan untuk jumlah

    daun langsung dilakukan penghitungan secara manual. Pada saat setelah panen

    dilakukan pengamatan berupa berat basah tanaman dan berat kering tanaman

    dengan metode destruktif menggunakan alat ukur timbangan. Selain itu juga

    dilakukan analisis kandungan logam berat Cu pada tanah serta akar dan tajuk

    tanaman Pakcoy. Selain itu dilakukan analisis akhir pH tanah.

    3.5.5 Pemanenan dan Uji Laboratorium

    Pemanenan tanaman dapat dilakukan setelah tanaman berumur 61 hari.

    Pemanenan dilakukan secara manual menggunakan cetok, pemanenan dilakukan

    secara hati-hati. Setelah tanaman Pakcoy dipanen dilakukan penimbangan berat

    basah tanaman pakcoy untuk mengetahui hasil yang diperoleh tanaman.

    Kemudian dilakukan pengovenan selama 2x24 jam dan dilakukan penimbangan

    berat kering tanaman Pakcoy. Untuk tanah dilakukan pengujian berupa pH tanah

    menggunakan pH meter dan dilanjutkan uji laboratorium untuk mengetahui

    kandungan logam berat Cu pada tanah, akar dan tajuk tanaman Pakcoy dengan

    metode AAS (Atomic Absorbtion Spectofotometer).

    3.6 Parameter Pengamatan

    3.6.1 Tinggi Tanaman

    Pengukuran tinggi tanaman hanya dilakukan pada tanaman Pakcoy.

    Pengukuran tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris (cm) dari

    bagian pangkal batang tanaman yang tumbuh dipermukaan sampai dengan titik

  • 24

    tertinggi batang dan diukur 7 hari sekali selama penelitian yaitu 7, 14 dan 21 Hari

    Setelah Perlakuan (HSP). Pengukuran tinggi tanaman ini dilakukan menggunakan

    metode non destruktif.

    3.6.2 Jumlah Daun

    Perhitungan jumlah daun dilakukan 7 hari sekali selama penelitian 7 hari

    sekali selama penelitian berlangsung (7, 14 dan 21 HSP). Daun yang dihitung

    ialah daun yang telah terbuka sempurna karena diduga sudah aktif melakukan

    fotosintesis. Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara langsung

    menghitung jumlah daun tanaman secara manual. Pengukuran jumlah daun

    menggunakan metode non destruktif. Untuk parameter pengukuran jumlah daun

    haya dilakukan pada tanaman budidaya Pakcoy.

    3.6.3 Morfologi tanaman

    Pengamatan morfologi tanaman berupa warna daun, klorosis, kering, layu

    atau yang lainnya. Pengamatan morfologi tanaman dilakukan pada ke dua tahap

    percobaan yaitu pada tumbuhan akuatik dan juga pada tanaman budidaya Pakcoy.

    Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan morfologi tanaman ketika terjadi

    toksisitas karena logam berat Cu. Pengamatan ini dilakukan setiap kali

    pengamatan dilakukan. Untuk tumbuhan akuatik pengamatan dilakukan 2 hari

    sekali (2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 HSP) sedangkan untuk tanaman budidaya Pakcoy

    dilakukan 7 hari sekali (7, 14 dan 21 HSP). Pengamatan morfologi tanaman

    dilakukan dengan cara mengamatan secara langsung dengan mata.

    3.6.4 Berat Basah Tanaman

    Pengukuran berat basah tanaman dilakukan saat setelah panen ditakutkan

    apabila terlalu lama didiamkan berat basah tanaman akan berkurang. Berat basah

    yang diukur adalah berat basah tajuk dan akar sehingga perlu dilakukan

    pemisahan antara tajuk dan akar terlebih dahulu. Pengukuran berat basah tanaman

    menggunakan metode destruktif dengan timbangan analitik.

    3.6.5 Berat Kering Tanaman

    Pengukuran berat kering tanaman dilakukan pada tanaman akuatik juga

    pada tanaman budidaya Pakcoy yang telah dikeringkan. Setelah tanaman dipanen

    kemudian tanaman dioven untuk menghilangkan kandungan air dalam tanaman.

    Pengovenan dilakukan selama ±2x24 jam dengan suhu 100ºC hingga berat kering

  • 25

    tanaman menjadi konstan. Berat tanaman konstan menunjukkan bahwa

    kandungan air dalam tubuh tanaman telah habis. Setelah berat tanaman konstan

    dilakukan penimbangan berat kering tanaman dengan menggunakan timbangan

    analitik. Pengukuran berat kering tanaman ini menggunakan metode destruktif.

    3.6.6 pH Air dan Tanah

    pH air dan tanah dilakukan pada saat tanaman telah dipanen. Pengukuran

    pH air dan tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat pH meter.

    Pada waktu sebelum dilakukan penanaman juga dilakukan pengukuran pH air dan

    tanah awal agar bisa membandingkan antara pH awal sebelum penanaman dan pH

    akhir setelah penanaman baik pada air maupun tanah.

    3.6.7 Kandungan Cu pada Air, Tanah, Akar dan Tajuk Tanaman

    Selain parameter yang dilakukan diatas, pengamatan lain yang dilakukan

    ialah pengukuran kandungan Cu pada air, tanah, tajuk tanaman dan akar tanaman.

    Pengukur kandungan logam Cu pada tanaman dan tanah perlu dikeringkan dan

    digiling sebelum dianalisa. Sedangkan untuk air bisa langsung dianalisis.

    Pengukuran kandungan logam berat Cu menggunakan metode AAS (Atomic

    Absorbtion Spectofotometer).

    3.6.8 Perhitungan Laju Penyerapan

    Perhitungan laju penyerapan didasarkan pada bobot kering logam yang diserap

    (mg/kg) oleh tanaman serta bobot kering tanaman. Rumus yang digunakan adalah

    sebagai berikut (Nastati et al., 2002) :

    TF = BT x KL

    BT x t

    Keterangan :

    LP = Laju penyerapan (mg/kg/hari)

    BT = Bobot kering tumbuhan (mg)

    KL = Kandungan logam (mg/kg)

    t = waktu kontak (hari)

    3.6.9 Perhitungan Nilai Faktor Translokasi

    Perhitungan nilai faktor translokasi dilakukan untuk mengetahui

    kemampuan tanaman untuk mentranslokasikan logam berat dalam akar ke seluruh

  • 26

    bagian tanaman (Mellem et al., 2012). Faktor translokasi dihitung dengan

    menggunakan rumus.

    TF = Kandungan Logam berat pada daun

    Kandungan Logam berat pada akar

    Faktor translokasi dapat membedakan bahwa mekanisme tanaman tersebut dalam

    melakukan akumulasi adalah fitostabilisasi dan fitoekstraksi. Apabila nilai TF < 1

    maka tanaman tersebut masuk kedalam mekanisme Fitostabilisasi. Sedangkan jika

    nilai TF > 1 maka tanaman tersebut merupakan tanaman hiperakumulator dan

    masuk ke dalam mekanisme Fitoekstraksi.

    3.7 Analisa Data

    Data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisa

    dengan menggunakan analisis sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA)

    pada taraf kesalahan 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan

    terhadap parameter yang diamati. Apabila dari hasil ANOVA menunjukkan

    perbedaan yang nyata maka dilakukan Uji lanjut BNJ menggunakan aplikasi

    DSAASTAT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

  • 27

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Range Finding Test

    Range Finding Test (RFT) dilakukan untuk mengetahui pada konsentrasi

    berapa tanaman mampu hidup dan tidak terjadi kerusakan yang parah pada bagian

    tubuh tanaman tersebut. Pada penelitian ini, RFT digunakan untuk menentukan

    konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah yang akan digunakan. Konsentrasi

    logam Cu yang akan digunakan dalam fitoremediasi adalah ketika pada

    konsentrasi tertentu persentase hidup tanaman di atas 80%. Persentase tersebut

    didapatkan dari keadaan fisik tumbuhan akuatik dilihat dari dokumentasi

    tumbuhan akuatik yang kemudian dilakukan persentase kerusakan tanaman. RFT

    dilakukan selama 7 hari dengan 2 kali pengamatan yaitu awal dan akhir. Hasil

    pengamatan RFT dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

    Tabel 3. Hasil pengamatan RFT tanaman Salvinia molesta

    Konsentrasi Pengamatan awal Pengamatan akhir Keterangan %

    hidup

    3 ppm

    Tanaman hijau segar

    akar tidak putus Tanaman hijau segar

    akar tidak putus Tanaman

    hidup 100

    Tanaman hijau segar

    akar tidak putus Tanaman hijau segar

    akar tidak putus Tanaman

    hidup 100

    5 ppm

    Daun hijau segar

    akar tidak putus Daun hijau segar

    akar tidak putus Tanaman

    hidup 100

    Daun hijau segar

    akar tidak putus Daun hijau segar

    akar tidak putus Tanaman

    hidup 100

    10 ppm

    Daun hijau segar

    akar tidak putus Daun hijau segar

    akar tidak putus Tanaman

    hidup 100

    Daun hijau segar

    akar tidak putus Daun hijau segar

    akar tidak putus Tanaman

    hidup 100

    15 ppm

    Daun hijau segar

    akar tidak putus Daun hijau segar

    akar tidak putus Tanaman

    hidup 100

    Daun hijau segar

    akar tidak putus Daun hijau segar

    akar putus Tanaman

    hidup 90

    Berdasakan hasil RFT pada Tabel 3. menunjukkan bahwa tanaman Salvinia

    molesta mampu tumbuh dengan baik pada konsentrasi logam berat Cu sebesar 3

    ppm, 5 ppm, 10 ppm dan 15 ppm. Hanya saja pada konsentrasi 15 ppm akar pada

    tanaman Salvinia molesta terlihat putus. Namun dari semua perlakuan, persentase

    hidup tanaman Salvinia molesta masih di atas batas kerusakan yang

    diperbolehkan. Berdasarkan penelitian menyebutkan bahwa tanaman Salvinia

    molesta mampu bertahan hidup pada konsentrasi logam berat Cu sebesar 20 ppm

  • 28

    dengan persentasi penyerapan logam berat Cu sebesar 90-94% (Yulianti et al.,

    2013).

    Tabel 4. Hasil Pengamatan RFT tanaman Pistia stratiotes

    Konsentrasi Pengamatan awal Pengamatan akhir Keterangan %

    hidup

    3 ppm

    Tanaman hijau

    segar Tanaman hijau segar

    Tanaman

    hidup 100

    Tanaman hijau

    segar Tanaman hijau segar

    Tanaman

    hidup 100

    5 ppm

    Tanaman hijau

    segar Sedikit kuning di tepi

    Tanaman

    hidup 90

    Tanaman hijau

    segar Sedikit kuning di tepi

    Tanaman

    hidup 90

    10 ppm

    Tanaman hijau

    segar Kuning dan kering di

    tepi Tanaman

    hidup 70

    Tanaman hijau

    segar Kuning dan kering di

    tepi Tanaman

    hidup 70

    15 ppm

    Tanaman hijau

    segar

    Kuning dan kering

    hampir keseluruhan

    daun

    Tanaman

    hidup 60

    Tanaman hijau

    segar

    Kuning dan kering

    hampir keseluruhan

    daun

    Tanaman

    hidup 60

    Hasil RFT pada tanaman Pistia stratiotes dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tanaman Pistia stratiotes mampu tumbuh dengan baik pada konsentrasi 3 ppm,

    sedangkan pada konsentrasi 5 ppm tanaman mulai terjadi kerusakan yaitu berupa

    daun menguning pada ujung daun dengan persentase hidup sebesar 90%. Ketika

    logam berat Cu diaplikasikan pada konsentrasi 10 ppm terjadi kerusakan yang

    lebih parah yaitu daun kering dan kuning dengan persentase hidup sebesar 70%.

    Sedangkan pada aplikasi logam Cu sebesar 15 ppm tanaman Pistia stratiotes

    terlihat mengalami kerusakan yang sangat parah yaitu daun menguning dan

    membusuk dengan persentase hidup tanaman sebesar 60%. Hal ini tidak sesuai

    dengan sebuah penelitian yang menjelaskan bahwa tanaman Pistia stratiotes

    mampu tumbuh dan menyerap logam berat Cu dengan baik pada konsentrasi

    logam Cu sebesar 10 ppm (Raras et al., 2015).

    Berdasarkan hasil RFT selama 7 hari pada tanaman Salvinia molesta dan

    Pistia stratiotes, maka didapatkan konsentrasi logam berat Cu yang akan

    digunakan pada penelitian fitoremediasi ini adalah konsentrasi rendah sebesar 2

    ppm dan konsentrasi tinggi yaitu 5 ppm karena pada konsentrasi tersebut ke dua

  • 29

    tanaman mampu tumbuh dengan baik dengan persentase hidup yang terjadi lebih

    dari 80%.

    4.2 Fitoremediasi Air Tercemar Cu

    4.2.1 Pengamatan Perubahan Fisik Tumbuhan Akuatik

    Hasil pengamatan perubahan fisik tumbuhan akuatik setelah perlakuan

    fitoremediasi disajikan dalam Tabel 5. Perubahan fisik tanaman diamati untuk

    mengetahui dampak yang timbul setelah tumbuhan akuatik terpapar logam berat

    Cu selama 14 hari. Berdasarkan tabel hasil pengamatan tumbuhan akuatik setelah

    dilakukan fitoremediasi terlihat bahwa pada tanaman Salvinia molesta baik pada

    konsentrasi 2 ppm (T1K1) dan konsentrasi 5 ppm (T1K2) pada 7 HSP dan 14

    HSP terlihat adanya daun baru yang tumbuh.

    Tabel 5. Hasil pengamatan tumbuhan akuatik setelah perlakuan fitoremediasi

    Perlakuan

    7 HSP 14 HSP

    Daun Akar Daun Akar

    Baru Coklat Kuning Kering Mati Putus Baru Coklat Kuning Kering Mati Putus

    T1K1 (1) √ √

    T1K1 (2) √ √

    T1K1 (3) √ √ √ √

    T1K2 (1) √ √ √ √

    T1K2 (2) √ √

    T1K2 (3) √ √

    T2K1 (1) √ √ √

    T2K1 (2) √ √ √

    T2K1 (3) √ √

    T2K2 (1) √ √ √ √ √ √ √ √

    T2K2 (2) √ √ √ √

    T2K2 (3) √ √ √ √ √ √

    Keterangan : T0K1: 2 ppm Cu Tanpa Tanaman (kontrol) T0K2: 5 ppm Cu Tanpa Tanaman

    (kontrol) T1K1: Tanaman Salvinia molesta 2 ppm Cu, T1K2: Salvinia molesta 5 ppm Cu, T2K1:

    Pistia stratotes 2 ppm Cu dan T2K2: Pistia stratiotes 5 ppm Cu.

    Hal ini menunjukkan bahwa tanaman Salvinia molesta mampu tumbuh

    dengan baik walau pada kondisi yang tercemar logam Cu. Namun tanaman

    Salvinia molesta pada satuan percobaan T1K1 ulangan 3 dan T1K2 ulangan 1

    baik pada 7 HST maupun 14 HST menunjukkan bahwa ada beberapa daun yang

    berwarna coklat. Perubahan daun Salvinia molesta dari hijau menjadi coklat pada

    ujung tanaman menandakan daun tersebut mati dan tumbuh daun baru pada ujung

  • 30

    yang lain. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini menunjukkan

    bahwa tanaman Salvinia molesta mampu tumbuh dan meregenerasi bagian tubuh

    yang telah mati walaupun pada kondisi air yang tercemar Cu. Rahmansyah

    (2009), mengemukakan bahwa Salvinia molesta memiliki tingkat survival yang

    tinggi pada media yang terkontaminasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan kondisi

    pertumbuhan kiambang yang masih dapat tumbuh baik meskipun pada lingkungan

    yang tercemar. Perubahan yang terlihat yakni pada ukuran daun yang makin

    membesar, walaupun sebagian daun terlihat menghitam, selain itu banyak tumbuh

    anakan. Hal tersebut dapat terjadi karena suhu dan lingkungan media tanaman

    masih memungkinkan untuk berkembangbiak yaitu pada suhu rata-rata 26,75oC.

    Gambar 5.Tanaman Salvinia molesta sebelum dan sesudah terpapar logam Cu

    Sedangkan untuk tanaman Pistia stratiotes (T2) menunjukkan adanya daun

    kuning pada setiap satuan percobaan kecuali perlakuan T2K1 ulangan 3. Terdapat

    juga beberapa daun yang kering pada semua perlakuan baik pada 7 HST maupun

    14 HST. Penampakan tanaman sebelum dan sudah terpapar dapat dilihat pada

    Gambar 6. Selain itu juga terlihat adanya daun mati yang telah terlepas dari tubuh

    tanaman yaitu pada perlakuan T2K2 ulangan 1. Pada perlakuan T2K2 pada

    ulangan 1 dan ulangan 3 juga terlihat bahwa akar-akar tanaman putus. Hal ini

    menunjukkan bahwa tanaman Pistia stratiotes tidak mampu tumbuh dan

    beradaptasi dengan baik dalam lingkungan yang tercemar. Semakin tinggi

    konsentrasi logam berat Cu dalam air maka tanaman Pistia stratiotes semakin

    tidak mampu bertahan hidup pada air tersebut ditunjukkan dengan adanya

    kerusakan berupa daun kuning, daun kering dan daun mati. Rosidah et al., (2014)

    menjelaskan bahwa pertumbuhan akar dan warna daun umumnya menjadi

  • 31

    patokan respon fisiologis tumbuhan akibat cekaman logam karena berhubungan

    erat dengan terganggunya aktivitas dalam sel dan metabolisme tumbuhan.

    Cekaman mineral umumnya mengakibatkan daun mengalami klorosis ataupun

    nekrosis.

    Gambar 6. Tanaman Pistia stratiotes sebelum dan sesudah terpapar logam Cu

    4.2.2 Perubahan Biomassa dan Laju Penyerapan Tumbuhan Akuatik

    Hasil perubahan biomassa tanaman berupa berat basah, berat kering serta

    laju penyerapan logam berat tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Terlihat adanya

    perbedaan penambahan berat basah tumbuhan akuatik mulai dari awal perlakuan

    hingga akhir perlakuan. Hal ini dikarenakan terjadinya perbedaan reaksi y