FISIP - jim.unsyiah.ac.id

17
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 6, Nomor 2, Mei 2021 www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP FISIP h PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAH SYAR’IYAH ( Analisis terhadap Keterlibatan Perempuan) Maulisman 1 Faradilla Fadlia 2 ([email protected]m, [email protected]) Program Studi Ilmu Politik, FISIP, Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Pada tahun 2001 Provinsi Aceh mendapatkan Otonomi Khusus melalui Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2001, melalui otonomi khusus, Provinsi Aceh mendapatkan kewenangan untuk menyelenggarakan kehidupan yang berlandaskan syariat islam. Pemerintah Aceh pada tanggal 25 januari 2002 membentuk Dinas Syariat Islam. Salah satu kewenangannya adalah menyiapkan Naskah Akademik Rancangan Qanun yang berkaitan dengan pelaksanaan syariat islam. Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 Pasal 32 yaitu tentang penyelenggaraan kepemimpinan dan politik di Aceh dijalankan atas prinsip Siyasah Syar’iyah, pada tahun 2019 Dinas Syariat Islam telah merumuskan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah. Pada BAB IV dan BAB V tentang Al-Amirah (eksekutif) dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha (legislatif) pada pasal 5 Huruf B disebutkan bahwa untuk dapat dipilih dan diangkat pada kedua jabatan tersebut diutamakan laki-laki. Tujuan penelitian adalah menjelaskan keterlibatan perempuan dalam perumusan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan tidak diibatkan pada saat perumusan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah. Adapun kesimpualan penelitian adalah: Pertama, Perumusan Rancangan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah sangat bias gender karena tidak melibatkan perempuan. Kedua, budaya partiarki yang mengkultuskan dominasi laki-laki terhadap perempuan masih terjadi dalam proses pembuatan kebijakan di Aceh. Ketiga, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam hal akses, peluang, keuntungan dan kendali terhadap sumber daya dan berbagai aspek kehidupan. Kata kunci: Syariat Islam, Siyasah Syar’iyah, Partisipasi Perempuan 1 Mahasiswa Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala 2 Dosen Pembimbing Corresponding Author: maulisman[email protected]m, [email protected] JIM FISIP Unsyiah: AGB, Vol 6, No. 2, Mei 2021

Transcript of FISIP - jim.unsyiah.ac.id

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

h

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAH SYAR’IYAH

( Analisis terhadap Keterlibatan Perempuan) Maulisman1 Faradilla Fadlia2 ([email protected],

[email protected]) Program Studi Ilmu Politik,

FISIP, Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK Pada tahun 2001 Provinsi Aceh mendapatkan Otonomi Khusus melalui Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2001, melalui otonomi khusus, Provinsi Aceh

mendapatkan kewenangan untuk menyelenggarakan kehidupan yang

berlandaskan syariat islam. Pemerintah Aceh pada tanggal 25 januari 2002

membentuk Dinas Syariat Islam. Salah satu kewenangannya adalah menyiapkan

Naskah Akademik Rancangan Qanun yang berkaitan dengan pelaksanaan syariat

islam. Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 Pasal 32 yaitu tentang

penyelenggaraan kepemimpinan dan politik di Aceh dijalankan atas prinsip

Siyasah Syar’iyah, pada tahun 2019 Dinas Syariat Islam telah merumuskan

Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah. Pada BAB IV dan BAB V tentang Al-Amirah

(eksekutif) dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha (legislatif) pada pasal 5 Huruf B

disebutkan bahwa untuk dapat dipilih dan diangkat pada kedua jabatan tersebut

diutamakan laki-laki. Tujuan penelitian adalah menjelaskan keterlibatan

perempuan dalam perumusan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah. Metode

penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa perempuan tidak diibatkan pada saat perumusan Rancangan

Qanun Siyasah Syar’iyah. Adapun kesimpualan penelitian adalah: Pertama,

Perumusan Rancangan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah sangat bias gender

karena tidak melibatkan perempuan. Kedua, budaya partiarki yang

mengkultuskan dominasi laki-laki terhadap perempuan masih terjadi dalam proses

pembuatan kebijakan di Aceh. Ketiga, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang

sama dalam hal akses, peluang, keuntungan dan kendali terhadap sumber daya

dan berbagai aspek kehidupan.

Kata kunci: Syariat Islam, Siyasah Syar’iyah, Partisipasi Perempuan

1 Mahasiswa Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala 2 Dosen Pembimbing

Corresponding Author: [email protected], [email protected] JIM FISIP Unsyiah: AGB, Vol 6, No. 2, Mei 2021

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

h

ABSTRACT

Aceh is one of the provinces in Indonesia that enforces Sharia or Islamic law. In

2001, Aceh was granted a special autonomy as regulated in Law No. 18 of 2001.

Aceh’s status as a special region gives the province the authority to formally

implement sharia law. On January 25, 2002, the government of Aceh established a

government agency called Sharia Law Agency (Dinas Syariat Islam). This

institution was established to support the enforcement of sharia law. One of its

roles is to prepare the drafts of Qanun (Islamic Law). Qanun No. 8 of 2014 Article

32 states that leadership and politics in Aceh are based on the principles of Siyasah

Syari’ah. In 2019, the Sharia Law Agency of Aceh finalized the draft of Qanun

Siyasah Syari’yah. Chapter IV and Chapter V of the draft state that for the positions

in executive (Al-Amirah) and legislative (Ahlul Halli Wa Al-Alqdha) men are

prioritized over women. The aim of this study was to examine the roles of women

in the formulation process of Qanun Siyasah Syar’iyah. This study was based on

the concepts of gender equality in Islam. This study used the descriptive qualitative

method. The findings of this study revealed that: Firstly, the formulation of Qanun

Siyasah Syari’iyah was biased based on gender due to the absence of women,

Secondly, there was a sign of patriarchy, a system in which men hold primary

power in the decision making in Aceh, Thirdly, men and women have the same

rights in terms of access, opportunities, luck, and control over their resources and

different aspects of lives. This study suggests that the provisions of Al-Imarah and

Ahliul Halli Wa Al-Aqdha that gives men priority over women in both executive

and legislative positions be reviewed because it violates Law No. 8 of 2012. This

study also urges the government to involve women in formulating new regulations

started from the steps of planning, drafting, implementation, supervision as well as

evaluation and to ensure that women can gain the same benefits of the outcomes of

the formulated regulations as regulated in Law No. 7 of 1984 and Presidential

Instruction No. 9 of 2000.

Keyword: Sharia Law, Siyasah Syar’iyah, Women’s Participation.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

h

PENDAHULUAN

Aceh adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang ingin menerapkan Syariat

islam. Pada tahun 2001 Pemerintah Republik Indonesia memberikan Otonomi

Khusus kepada Provinsi Aceh dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001

Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Melalui otonomi khusus yang diberikan, Provinsi

Aceh mendapatkan kewenangan untuk menyelenggarakan kehidupan yang

berlandaskan syariat islam.

Untuk mencapai tujuan pelaksanaan syariat islam, Pemerintah Aceh pada

tanggal 25 januari 2002 membentuk sebuah perangkat daerah sebagai unsur

pelaksana Pemerintah Aceh dibidang pelaksanaan syariat islam yaitu Dinas Syariat

Islam, Dinas Syariat Islam memiliki kewenangan dalam mengembangkan dan

membimbing pelaksanaan syariat islam yang meliputi bidang aqidah, ibadah,

mu’amalat, akhlak, pendidikan, dan dakwah islam, pembelaan islam, qadha,

jinayat, munakahat dan mawaris. Dinas Syariat Islam Memiliki tiga bidang kerja

yaitu Bidang Bina Hukum Syariat Islam dan Hak Azazi Manusia, Bidang

Penyuluhan Agama Islam dan Tenaga Da’i, Bidang Peribadatan, Syiar Islam dan

Pengembangan Sarana Keagamaan. Melalui Bidang Bina Hukum Syariat Islam dan

Hak Azazi Manusia Seksi Perundang-undangan Syariat Islam, Dinas Syariat Islam

mempunyai tugas untuk menyiapkan Naskah Akademik Rancangan Qanun dan

menyusun regulasi yang kaitan pelaksanaan syariat islam (Peraturan Gubernur

Aceh Nomor 131 Tahun2016).

Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pokok-Pokok Syariat Islam

adalah sebagai legalitas hukum yang memuat tentang pokok-pokok penerapan

syariat islam, pada Pasal 32 Qanun tersebut menjelaskan bahwa penyelenggaraan

kepemimpinan dan politik di Aceh dijalankan atas prinsip Siyasah Syar’iyah yang

diatur dalam Qanun Aceh. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Aceh terus

berupaya menuju arah yang lebih baik dalam merumuskan aturan-aturan yang

sesuai dengan ketentuan islam yang berpijak kepada Al-Quran dan Hadis. Dinas

Syariat Islam pada tahun 2019 telah menyelesaikan Naskah Akademik Rancangan

Qanun Siayah Syar’iyah sebagai dasar dalam pembuatan aturan mengenai politik

islam bagi Pemerintah Aceh.

Pada Naskah Akademik Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah yang

diusulkan oleh Dinas Syariat Islam kepada pemerintah Aceh pada BAB IV dan BAB

V masing-masing pada Pasal 5 Huruf d dan tentang persyaratan untuk dapat

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

h

dipilih dan diangkat pada jabatan Al-Imarah dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdi yaitu

diutamakan Laki-laki. Persyaratan ini adalah bentuk diskriminasi terhadap

kedudukan dan partisipasi perempuan dalam perpolitikan karena menyalahi

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, dalam Undang-Undang ini dijelaskan jika

perempuan berhak untuk berpolitik dengan menyuarakan pendapatnya,

perempuan juga berhak untuk memilih dan dipilih untuk menjadi anggota dewan.

Selain bertentangan dengan Undang-Undang, hal tersebut juga menyalahi

dengan ajaran islam yang dimana islam sangat memuliakan perempuan, Al-Quran

dan Hadis memberikan perhatian yang sangat besar dan terhormat terhadap

kedudukan perempuan, begitu pentingnya hal tersebut terdapat satu surat dalam

Al-Quran yaitu Surat An-Nisa yang sebagian besar ayat dalam surat ini

membicarakan tentang kedudukan, peranan, serta perlindungan hukum terhadap

hak-hak perempuan (Anwar, 2017, hal. 55).

Cendikiaawan muslim memiliki penafsiran yang berbeda mengenai

kererlibatan perempuan dalam kepemimpinan politik, ada yang mengharamkan da

nada yang membolehkan, Al-Ghazali misalnya, dia berpendapat bahwa

perempuan tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin dalam pandangan islam yaitu

adanya ayat atau hadis tentang penciptaan perempuan, laki-laki sebagai

pemimpin, lemahnya akal dan agama perempuan, kewaspadaan terhadap

perempuan, dan larangan perempuan berpergian tanpa mahram (jamal, 2018, hal.

71-80).

Adapun cendikiawan muslim yang membolehkan kepemimpinan

perempuan dengan tetap berpijak pada ayat Al-Quran dan Hadist Nabi,

diantaranya adalah, Yusuf Qardhawi salah seorang ulama besar bermazhab Syafi’I

dari Mesir. Dia berpendapat bahwa agama islam adalah sebuah pandangan hidup

pertama yang membebaskan kaum perempuan dari perbudakan masa lalu: sebuah

agama pertama yang bersikap objektif terhadap kaum perempuan dan

memuliakan mereka, baik dalam kapasitas mereka sebagai seorang manusia,

seorang perempuan, seorang putri, juga sebagai seorang istri dan anggota

masyarakat. Menurut Yusuf Qardhawi Kehidupan seorang muslim (laki-

laki/perempuan) tidak bisa dipisahkan dari perpolitikan karena politik merupakan

sarana paling efektif dalam menerapkan kesempurnaan agama yang berupa amar

makruf dan nahi munkar. Allah SWT menyamakan kedudukan laki-laki dan

perempuan dalam ranah sosial-politik (Qardhawi, 2008: 220-221).

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif desktiptif. Sumber data

berasal dari data primer yang diperoleh melalui wawancara dan data

sekunder yang diperoleh dari surat kabar, jurnal dan sumber lainnya yang

berkaitan dengan masalah penelitian ini.

Informan yang dilibatkan pada penelitian ini yakni :

1. Abdul Razak, S. Ag., M.A : Fasilidasi Bantuan Hukum Dinas

Syariat Islam

2. Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, M.A : Tim Penyusun

3. Dr. Ajidar Matsyah, M.A : Tim Penyusun

4. Muhammad Thalal, Lc., M.Si., M.Ed : Tim Penyusun

5. Dr. Ernita dewi, S. Ag., M.Hum : Akademisi

6. Dr. Nashriyah, M.A : Pusat Studi Gender dan Anak

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Perumusan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah

Dinas Syariat Islam Aceh Sebagai institusi yang bertanggung jawab

dalam pembuatan kebijakan mengenai Naskah Akademik Rancangan

Qanun Siyasah Syar’iyah dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Syariat Islam

Aceh Nomor: 451.6/0099/2019 Tentang Penetapan Tim Penyusun/Penulis

Draft Naskah Akademik dan Draft Awal Rancangan Qanun tentang Siyasah

Syar’iyah tahun 2019 menetapkan 4 Orang laki-laki sebagai anggota tim

penyusun dan tidak melibatkan perempuan.

Tidak dilibatkan perempuan sebagai anggota tim penyusun merupakan

bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena menyalahi dengan Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesalahan Konvensi Mengenai

Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On

The Elimination Of All Forms Discrimination Against Women) dan menyalahi

Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan (PUG). Tujuan dari kedua peraturan tersebut yaitu agar

pembangunan nasional akan mengikutsertakan perspektif gender sejak proses

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi dan

pemanfaatan hasil-hasilnya.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

Abdul Razak bagian Fasilitasi Bantuan Hukum Pada Biro Hukum Dinas

Syariat Islam Aceh mengatakan bahwa penunjukan tim penyusun tyang

terdiri dari 4 orang laki-laki tersebut dengan alas an bahwa keempatnya

adalah pakar dalam bidang politik islam dan tidak adanya perempuan yang

ahli dalam bidang tersebut.

“karena mereka berempat adalah akademisi yang memiliki pengetahuan

tentang siyasah syar’iyah atau politik islam dan tidak ada perempuan yang

ahli dalam bidang tersebut” (wawancara 15 Desember 2020).

Alasan bahwa keempatnya adalah pakar dalam bidang politik islam dan

tidak adanya perempuan yang ahli dalam bidang tersebut merupakan alas an

yang tidak mendasar karena tidak semua anggota tim penyusun yang telah

ditetapkan oleh Dinas Syariat Islam Aceh merupakan Ahli dalam bidang

politik islam karena terdapat anggota tim penyusun yang tidak memiliki latar

pendidikan pada bidang politik islam.

Keempat anggota tim penyusun yang ditetapkan berdasarkan Surat

Keputusan Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Nomor: 451.6/0099/2019 adalah:

1. Dr. Hasanuddin Yusuf adan, M.A merupakan seorang Lektor

bidang Fiqh Siyasah (Politik Islam) dan Dosen Hukum Tata Negara

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-raniry yang berpemikiran islam

konservatif.

2. Dr. Ajidar matsyah, Lc., M.A Merupakan Doktor Ilmu Politik

Islam yang juga berpemikiran islam konservatif.

3. Dr. yanis Rinaldi, S.H., M.Hum Merupakan Doktor Hukum

Administrasi Negara dan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Syiah

Kuala yang tidak memiliki latar pendidikan tentang politik islam.

4. Muhammad Thalal, Lc., M. Si., M.Ed Merupakan Lektor bidag

Bibliografi Islam pada FAkultas Adab dan Humaniora UIN Ar-raniry

yang tidak memiliki ladar pendidikan politik Islam dan memilik

pemikiran yang moderat.

Berdasarkan deskripsi tentang tim penyusun di atas dapat dilihat bahwa

tim penyusun terdiri dari 3 orang yang berperan dalam bidang substansi dan

1 rang perperan tentang mekanisme penyusunan Rancangan Qanun dan tim

penyusun didominasi oang-orang yang berpemikiran konservatif.

Alasan bahwa tidak ada perempuan yang mampu atau ahli dalam hal ini

di Aceh merupakan anggapan yang tidak benar, karena banyak cendikiawan

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

perempuan di Aceh yang menguasai bidang politik dan syariah. Ketua Pusat

Studi Gender dan Anak UIN Ar-Raniry menyebutkan:

“Sebenarnya kalau mereka mau mengakui banyak perempuan yang hebat

dan mampu, seperti Dr. Nurjannah Ismail, Dr. Eka Srimulyani, bu

Mustabsyirah, bahkan kalau saya melihat ibu-ibu ini lebih hebat

dibandingkan salah satu tim penyusun yang bahkan belum S3” (wawancara

dengan Ibu Nashriyah, 23 Desember 2020).

Salah satu tugas tim penyusun berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Dinas Syariat Islam Aceh Nomor: 451.6/0099/2019 adalah: menghimpun data

dilapangan. Ketika menghimpun data dilapangan seharusnya timpenyusun

melibatkan perempuan atas dasar Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984

tentang Pengesalahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk

Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms

Discrimination Against Women) dan menyalahi Instruksi Presiden Nomor 9

Tahun 2000 supaya kepentingan perempuan tersampaikan. Akan tetapi, tim

penyusun hanya melibatkan laki-laki dalam menentukan syarat-syarat Al-

Imarah dan Ahlul halli Wa Al-Aqdha. Hal tersebut sebgaimana disampaikan

oleh bapak Muhammad Thalal yaitu salah satu anggota tim Penyusun.

“ketika menulis rancangan ini, tim ini turun kelapangan dibagi menjai

dua tim yaitu satu tim ke wilayah Barat-selatan dan satu tim ke wilayah

Utara-tengah. Jadi di lapangan itu yang kami temui ketua MPU, Ulama-

Ulama Pesantren seperti Abu Paloh Gadeng” (wawancara 21 Desember 2020).

Budaya partiarki yang mengkultuskan dominasi laki-laki terhadap

perempuan dan tidak ramah terhadap kesetaraan gender masih terjadi pada

saat proses pembuatan kebijakan ini yaitu dengan tidak dilibatkan

perempuan sebagai anggota tim penyusun. Kondisi yang menghilangkan

hambatan-hambatan berperan baik untuk perempuan maupun laki-laki

melalui budaya dan kebijakan merupakan kondisi yang adil dan sangat

penting. Seharusnya Dinas Syariat Islam ikut melibatkan perempuan sebagai

anggota tim penyusun rancangan qanun karena berdasarkan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

2. Syarat Diutamakan Laki-Laki

Tim penyusun yang didominasi oleh orang-orang yang berpemikiran

konservatif dalam merumuskan rancangan qanun, tim penyusun merujuk

kepada kitab-kitab (buku) karya cerdikiawan muslim seperti Al Ahkam

Sultaniyyah karya Al Mawardi, Siyasah Islamiyah karya Ibnu Taimiyah,

karya Al Ghazali. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota

tim penyusun yaitu Bapak Ajidar Matsyah yang mengatakan:

“Yang menjadi rujukannya sebelum merumuskan rancangan qanun ini

adalah Al Ahkam Sultaniyyah karya Mawardi, Siyasah Islamiyah karya Ibnu

Taimiyah, karya Al Ghazali”. (wawancara 25 Desember 2020).

Pendapat ulama konservatif seperti Al-Ghazali telah memberikan

pengaruh terhadap cara berpikir tim penyusun mengenai haramnya

kepemimpinan perempuan. Hal ini terbukti dengan adanya syarat

diutamakan laki-laki untuk dapat dicalonkan pada jabatan Al-Imarah

(eksekutif) dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha (legislatif) dalam Rancangan Qanun

Siyasah.

Persyaratan diutamakan laki-laki adalah bentuk diskriminasi terhadap

kedudukan dan partisipasi perempuan dalam perpolitikan karena menyalahi

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, dalam Undang-Undang ini dijelaskan

jika perempuan berhak untuk berpolitik dengan menyuarakan pendapatnya,

perempuan juga berhak untuk memilih dan dipilih untuk menjadi anggota

dewan

Adanya Syarat Diutamakan laki-laki yang bertentangan dengan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2012 Menunjukkan bahwa dalam proses perumusan

Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah tim penyusun Mengenyampingkan asas

Lex superior Derogate Legi Inferior. Asas ini bermakna undang-undang yang

lebih tinggi meniadakan keberlakuan undang-undang yang lebih rendah.

Dalam system hokum Indonesia, jenis dan peraturan perundang-undangan

diatur dalam ketentuan Pasal 7 dan pasal 8 Undang-undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. Dalam hal ini

dijelaskanbahwa kedudukan Peraturan Daerah (perda) lebih rendah dari

Undang-Undang.

Selain bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.

Syarat diutamakan laki-laki juga tidak sesuai dengan Keputusan Majelis

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

Permusyawaratan Ulama Aceh dalam keputusan Nomor 02 Tahun 2014 yang

ditetapkan di Banda Aceh pada tanggal 30 Januari 2014 tentang kriteria

pemimpin menurut syariat islam disebutkan 12 kriteria yang harus dimiliki

oleh seorang pemimpin, yaitu sebagai berikut:

1. Harus siap menempatkan diri sebagai khadimul ummat (pelayan

masyarakat).

2. Harus memiliki sifat; shiddiq, amanah, tabliq, fatanah.

3. Memiliki kepercayaan untuk memimpin.

4. Memiliki kemampuan intelektual.

5. Memiliki Sifat kepemimpinan.

6. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani.

7. Memiliki kebebasan bertindak.

8. Memiliki otoritas untuk memimpin.

9. Memiliki pemikiran dan pandangan yang jauh kedepan.

10. Menjadi teladan semua golongan (Uswatun Hasanah).

11. Melakukan kontrak sosial antara pemimpin dengan masayarakat dan

ikatan perjanjian antara pemimpin dengan Allah SWT (al-Baqarah: 124).

12. Melaksanakan keadilan, mengurus dan melayani semua lapisan

masyarakat tanpa memandang etnis, budaya dan latar belakang.

Berdasarkan surat keputusan tersebut Permusyawaratan Ulama Aceh

tidak menyebutkan tentang gender tertentu dalam kriteria pemimpin

menurut syariat islam. Hal tersebut memiliki pengertian bahwa baik laki-laki

maupun perempuan bisa menjadi pemimpin selama memenuhi kriteria yang

disebutkan diatas.

Cendikiawan muslim memiliki pandangan yang berbeda tentang

kepemimpinan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada Nash

(teks) yang pasti baik dalam Al-quran maupun Hadist tentang haramnya

perempuan sebgai pemimpin.

Muhammad Al-Ghazali (11M) salah satu ulama yang berpendapat bahwa

perempuan tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin dalam pandangan islam

yaitu adanya ayat atau hadis tentang penciptaan perempuan, laki-laki sebagai

pemimpin, lemahnya akal dan agama perempuan, kewaspadaan terhadap

perempuan, dan larangan perempuan berpergian tanpa mahram (jamal, 2018,

hal. 71-80).

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

Sedangkan salah satu ulama yang membolehkan perempuan menjadi

pemimpin dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Hadist adalah Yusuf

Qardhawi (21M). Qardhawi berpendapat bahwa agama islam adalah sebuah

pandangan hidup pertama yang membebaskan kaum perempuan dari

perbudakan masa lalu: sebuah agama pertama yang bersikap objektif

terhadap kaum perempuan dan memuliakan mereka, baik dalam kapasitas

mereka sebagai seorang manusia, seorang perempuan, seorang putri, juga

sebagai seorang istri dan anggota masyarakat. Menurut Yusuf Qardhawi

Kehidupan seorang muslim (laki-laki/perempuan) tidak bisa dipisahkan dari

perpolitikan karena politik merupakan sarana paling efektif dalam

menerapkan kesempurnaan agama yang berupa amar makruf dan nahi munkar.

Allah SWT menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam ranah

sosial-politik (Qardhawi, 2008: 220-221).

Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas menunjukkanbahwa Proses

Perumusan Naskah Akademik Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah

merupakan bukti masih ada kebijakan yang dibuat yang mendiskriminasi

perempuan. Budaya partiarki yang mengkultuskan dominasi laki-laki

terhadap perempuan dan tidak ramah terhadap kesetaraan gender masih

terjadi pada saat proses pembuatan kebijakan ini yaitu dengan adanya syarat

diutamakan laki-laki. Laki-laki sering menggunakan politik perbedaan

sebagai sebuah alat kekuasaan untuk menghasilkan sebuah norma, nilai,

penghargaan, pelarangan, disiplin dan hukuman yang membentuk

pemisahan moralitas laki-laki dan perempuan.

Kondisi yang menghilangkan hambatan-hambatan berperan baik untuk

perempuan maupun laki-laki melalui budaya dan kebijakan merupakan

kondisi yang adil dan sangat penting. perempuan dan laki-laki diharapkan

dapat mendapatkan hak asasinya dalam hal akses, peluang, keuntungan, dan

kendali terhadap sumber daya dan berbagai aspek kehidupan.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

h

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

h

3. Pandangan Tim Penyusun Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah Terhadap

Kepemimpinan Perempuan

Mengenai kepemimpinan perempuan, Masih terdapat perbedaan

pendapat ulama sebagaimana keteranagn diatas. Anggota tim penyusun juga

memiliki perbedaan pandangan dalam melihat kepemimpinan perempuan

ada yang mengharamkan da nada yang membolehkan.

Hasanuddin Yusuf Adan dan Ajidar Matsyah memiliki pandangan bahwa

perempuan haram untuk ditunjuk dan dijadiakn pemimpin denagan alas an

ayat Al-Quran dan Hadist, lemahnya akal perempuan dan perempuan

memiliki kekurangan fisik.

“Haram hukumnya perempuan sebagai pemimpin dalam islam, landasan

yang kita pakai adalah Alquran dan Hadist, seperti inni ja’ilun fil ardhi khalifah

(aku menjadian manusia sebagai pemimpin di muka bumi), kullukum ra’in

wakullukum masulun ‘an ri’ayatihi (semua kalian (laki-laki) adalah pemimpin,

dan akan diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang kalian pimpin),

Arrijalu qawwamuna alan nisa’ (laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan),

kemudian Hadist Nabi menyebutkan “jika perempuan telah diangkat menjadi

pemimpin maka tunggulah kehancuran” kemudian Hadist menyebutkan

“tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada

seorang wanita’’, kemudian amalan Nabi bahwa Nabi tidak pernah

mengangkat perempuan jadi pemimpin.” (wawancara dengan Hasanuddin

Yusuf Adan, 22 Desember 2020).

Perbedaan tentang superioritas laki-laki dari pada perempuan dalam

konteks umat islam bersumber pada perbedaan cara ulama dalam

menafsirkan sejumlah ayat al-Qur’an dan Hadist Nabi, terutama Surat an-

Nisa (4): 34, an-Nisa (4): 176, dan al-Baqarah (2): 282 sebagaimana yang telah

disebukan oleh narasumber di atas.

Islam sangat menekankan pada keadilan di berbagai aspek kehidupan.

Keadilan tersebut tidak akan berhasil tanpa membebaskan golongan

masyarakat yang lemah dan terpinggirkan dari penderitaan, islam hadir

untuk menyamakan kedudukan perempuan dan laki-laki. Ketua Pusat Studi

Gender dan Anak UIN Ar-Raniry Dr. Nashriyah menyebutkan bahwa

kesetaraan gender merupakan prinsip dalam islam,

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

“Kesetaraan gender itu sebenarnya juga prinsip dalam islam, Rasulullah

itu hadir untuk mengangkat dan memuliakan perempuan, dulu di masa

jahiliyyah perempuan itu dianggap sebuah aib. Sangat banyak Ayat Alquran

membicarakan hak perempuan seperti dalam surah An-Nisa, begitu juga

Hadist mengenai keutamaan perempuan. Kenapa hal ini tidak dilihat sebagai

sebuah jalan bahwa perempuan itu bisa mendapatkan peran yang sama

seperti laki-laki” (wawancara 23 Desember 2020).

Muhammad Thalal anggota tim penyusun yang berpemikiran moderat

berpendapat bahwa perempuan boleh dijadikan pemimpin dalam islam.

Akan tetapi karena alas an senioritas terhadap Hasanuddin yusuf Adan dan

Ajidar Matsyah sehingga melahirkan syarat diutamakan laki-laki untuk dapat

dicalonkan dan dipilih pada jabatn Al-Imarah dan Ahlul Halli wa Al-Aqdha

dalam Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah.

“Dalam Surat Keputusan Membuat Rancangan Ini saya Yang paling

Junior disini. Kemudian yang menjadi juru tulis bapak yanis, kalau substansi

tentang syarat-syarat didominasi oleh bapak Hasanuddin Yusuf Adan dan

Bapak Ajidar Matsyah karena mereka sudah senior. Jadi tentu dalam hal

kontenbanyak sekali masukan dari kedua bapak ini. (wawancara dengan

bapak Muhammad Thalal, 21 Desember 2020).

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

h

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Perumusan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah sangat bias gender

karena tidak melibatkan perempuan, seharusnyan perempuan ikut dilibatkan

dalam setiap pembuatan kebijakan sejak proses perencanaan, penyusunan,

pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi dan pemanfaatan hasil-hasilnya

berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan Instruksi Presiden

Nomor 9 Tahun 2000.Budaya partiarki yang mengkultuskan dominasi laki-

laki terhadap perempuan masih terjadi dalam proses pembuatan kebijakan di

Aceh.Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam hal akses,

peluang, keuntungan dan kendali terhadap sumberdaya dan berbagai aspek

kehidupan.

Syarat diutamakan laki-laki untuk dapat dipilih dan diangkat pada

jabatan Al-Imarah dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha perlu dikaji kembali karena

menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Perempuan harus dilibatkan dalam setiap pembuatan kebujakan sejak proses

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi dan

pemanfaatan hasil-hasilnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan

Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

h

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian ini maka penulis berharap tulisan ini bisa

menjadi bahan masukan bagi Dinas Syariat Islam Aceh untuk selalu

mengevaluasi kebijakannya khususnya kebijakan pelaksanaan syariat Islam.

Setiap kebijakan yang akan diterapkan hendaknya melibakan semua pihak.

Syarat diutamakan laki-laki untuk dapat dipilih dan diangkat pada jabatan

Al-Imarah dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha perlu dikaji kembali karena

menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.

perempuan hars dilibatkan dalam setiap pembuatan kebujakan sejak

proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi

dan pemanfaatan hasil-hasilnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1984 dan Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

h h

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anwar, Etin. 2017. Jati Diri Perempuan Dalam Islam. Bandung: Penerbit

Mizan

Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Predana

Group.

Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:

INSISTPress

Jamal, Dkk. 2018. Perempuan dan Hak Asasi Manusia Narasi Agama dalam

Imajinasi Negara Bangsa di Aceh, Malang: PUSAM UMM.

Qardhawi, Yusuf. 2008. Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik. Jakarta:

Pustaka Al-kausar.

Syaltut, Mahmuh. 1996. Islam Aqidah wa Syariah. Jakarta: Pustaka Amani

Jakarta.

Umar, Nasaruddin. 2001. Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran.

Jakarta:Paramadina

B. Jurnal

Hasanah, Ulfatun dan Najahan Musyafak. 2017. Gender and Politics:

Keterlibatan Perempuan dalam Pembangunan Politik. Jurnal Gender dan

Politik.

Suhendra, Ahmad. 2012. Rekonstruksi Peran dan Hak Perempuan dalam

Organisasi Masyarakat Islam. Studi Gender dan Islam.

C. Skripsi

Agustiawan. 2017. Partisipasi Perempuan dalam Pembentukan Peraturan

Daerah di DPRD Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar.

Fikria, Munawwarah. 2018. Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Pada

Pedagang Perempuan di Kota Jantho Studi Tingkat Partisipasi Perempuan

Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah

Volume 6, Nomor 2, Mei 2021

www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP

FISIP

PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)

dalam Meningkatkan Perekonomian Keluarga Menurut). Skripsi.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Ar-

raniry.

K, Oriza Syahraz. 2017. Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam

Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (suatu kajian terhadap peran

anggota legislatif perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh). Skipsi.

FisipUniversitas Syiah Kuala.

D. Dokumen

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesalahan Konvensi

Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms

Discrimination Against Women).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi

Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan

perwakilan Rakyat Daerah.

Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan (PUG).

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000

Tentang Pelaksanaan Syariat Islam

Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pokok-Pokok Syariat Islam.

Peraturan Gubernur Aceh Nomor 131 Tahun 2016 Tentang Kedudukan,

Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi,dan Tata Kerja Dinas Syariat

Islam.

Keputusan Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 02 Tahun 2014

Tentang Kriteria Pemimpin Menurut Syariat Islam.