Fisiologi Persalinan Normal
-
Upload
ajengdwinta -
Category
Documents
-
view
35 -
download
5
Transcript of Fisiologi Persalinan Normal
FASE-FASE PERSALINAN NORMAL
Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi yang menybabkan
penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Banyak energi
dikeluarkan pada waktu ini. Oleh karena itu, penggunaan istilah “in labour” (kerja keras)
dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini. Kontraksi miometrium pada persalinan terasa
nyeri sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini.
TIGA KALA PERSALINAN
Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala persalinan yang berbeda. Kala satu
persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan
durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang cukup. Kala satu
persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10cm) sehingga
memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena itu, kala satu persalina disebut stadium
pendataran dan dilatasi serviks. Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah
lengkap dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan disebut juga sebagai
stadium ekspulsi janin. Kala tiga persalinan dimulai segera setalh janin lahir, dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga juga disebut sebagai stadium
pemisahan dan ekspulsi plasenta.
DIFERENSIASI AKTIVITAS UTERUS
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda. Segmen
atas yang berkontaksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan langsung. Bagian
bawah relatif pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang menjadi jalan
lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analaog dengan ismus uterus
yang melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil; segmen bawah secara bertahap
terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menjadi nipis sekali pada saat
persalinan. Dengan palpasi abdomen, kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi,
sekalipun selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang atau keras,
sedangkan konsistensi segmen bawah uterus jauh kurang kencang. Segmen atas uterus
merupakan bagian uterus yang berkontraksi aktif, bagian bawah adalah bagian yang
diregangkan, normalnya jauh lebih pasif,
Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah uterus dan serviks
berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka daya dorong
persalinan akan jelas menurun. Di sinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi
segmena atsa yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif yang berbeda
bukan hanya secara anatomik melainkan juga secara fisiologik. Segmen atas berkontraksi
mengalami retraksi dan mendorong janin keluar sebagai respons terhadap daya dodrong
kontraksi segmen atas; sedangkan segmen bawah uterus dan serviks akan semakin lunak
berdilatasi; dan dengan cara demikian membentuk suatu saluran muskular dan fibromuskular
yang menipis sehingga janin dapat menonjol keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang
aslinya setelah kontraksi; tetapi menjadi relatif menetap pada panjang yang lebih pendek.
Namun, tegangannya tetap sama seperti sebelum kontaksi. Bagian atas uterus, atau segmen
aktif berkontaksi ke bawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga tekanan miometrium
tetap konatan. Efek akhirnya adalah mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan
kondisi menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus
tetap menempel erat pada isi uterus. Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontaksi berikutnya
mulai di tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga
uterus menjadi sedikit lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat
otot yang terus menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif menjadi
semakin menebal di sepanjang kala pertama dan kedua persalinan dan menjadi tebal sekali
tepat setelah pelahiran janin.
Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada berkurangnya volume isi
uterus terutama pada awal persalinan ketika seluruh uterus benar-benar merupakan sebuah
kantong tertutup dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks. Ini memungkinkan
semakin banyak isis intra uterin mengisi segmen bawah, dan segmen atas hanya beretraksi
sejauh mengembangnya segmen bawah dan dilatasi serviks.
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi sempurna, tapi lebih
merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap
kontaksi segmen atas, dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya tetapi relatif
tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang; namun tegangan pada dasarnya tetap
sama seperti sebelumnya. Otot-otot masih menunjukkan tonus, masih menahan regangan, dan
masih berkontraksi sedikit pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangn
berturut-turut segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa
milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus
dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh suatu
lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang disebut sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika
pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus macet, cincin ini sangat
menonjol sehingga membentuk cincin retraksi patologik. Ini merupakan kondisi abnormal
yang juga disebut sebagai cincin Bandl. Adanya suatu gradien aktivitas fisiologik yang
semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari pengukuran bagian atas
dan bawah uterus pada persalinan normal.
PERUBAHAN BENTUK UTERUS
Gambar 1: uterus saat persalinan pervaginam. Segmen atas uterus yang aktif beretraksi di
sekeliling janin karena janin turun melalui jalan lahir. Di dalam segmen bawah yang pasif,
tonus miometrium jauh lebih kecil
Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai
pengurangan diameter horisontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek penting pada
persalinan. Pertama, pengurangan diameter horisontal menimbulkan pelurusan kolumna
vetebralis janin, dengan menekankan kutub atasnya rapat-rapat terhadap fundus uteri,
sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke panggul. Pemanjangan
janin berbentuk ovoid yang ditimbulkannya diperkirakan telah mencapai antara 5 sampai 10
cm: tekanan yang diberikan dengan cara ini dikenal sebagai tekanan sumbu janin. Kedua,
dengan memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan karena segmen bawah
dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas
pada kutub bawah janin. Efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks pada
otot-otot segmen bawah dan serviks.
GAYA-GAYA TEMBAHAN PADA PERSALINAN
Setelah serviks berdilatasi penuh, gaya yang paling penting pada proses ekspulsi janin
adalah gaya yang dihasilkan oleh tekanan intraabdominal ibu yang meninggi. Gaya ini
terbentuk oleh kontraksi otot-otot abdomen secara bersamaan melalui upaya pernapasa paksa
dengan glotis tertutup. Gaya ini disebut mengejan.
Sifat gaya yang ditimbulkan sama dengan gaya yang terjadi pada defikasi, tapi
intensitasnya biasanya lebih besar. Pentingnya tekanan intraabdominal pada ekspulsi janin
paling jelas terlihat pada persalinan penderita paraplegia. Perempuan seperti ini tidak
menderita nyeri, meskipun uterus mungkin berkontraksi kuat sekali. Dilatasi serviks yang
sebagian besar adalah hasil dari kontraksi uterus yang bekerja pada serviks yang melunak
berlangsung secara normal, tapi ekpulsi bayi dapat terlaksana dengan lebih mudah kalau ibu
diminta mengejan, dan dapat melakukan perintah tersebut selama terjadi kontraksi uterus.
Meskipun tekanan intraabdominal yang tinggi diperlukan untuk menyelesaikan persalinan
spontan, tenaga ini akan sia-sia sampai serviks membuka lengkap. Secara spesifik, tenaga ini
merupakan bantuan tambahan yang diperlukan oleh kontraksi-kontraksi uterus pada kala dua
persalinan, tetapi mengejan hanya membantu sedikit pada kala satu selain menimbulkan
kelelahan belaka. Tekanan intaabdominal mungkin juga penting pada kala tiga persalinan,
terutama bila ibu yang melahirkan tidak diawasi. Setelah plasenta lepas, ekspulsi spontan
plasenta dapat dibantu oleh tekanan intraabdominal ibu yang meningkat.
PERUBAHAN-PERUBAHAN PADA SERVIKS
Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi uterus, yang
selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap
serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin
dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat kegiatan daya
dorong ini, terjadi dua perubahan mendasar-pendataran dan dilatasi-pada serviks yang sudah
melunak. Untuk lewatnya rata-rata kepala janin aterem melalui serviks, saluran serviks harus
dilebarkan sampai berdiameter sekitar 10 cm; pada saat ini serviks dikatakan telah membuka
lengkap. Mungkin tidak terdapat penurunan janin selama pendataran serviks, tapi paling
sering bagian terbawah janin mulai tururn sediki ketika sampai pada kala dua persalinan.
Penurunan bagian terbawah janin terjadi secara khas agak lambat pada nulipara. Namun pada
multipara, khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan biasanya berlangsung sangat cepat.
PENDATARAN SERVIKS
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari sepanjang
sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. Proses
ini disebut sebagai pendataran (effacement) dan terjadi dari atas ke bawah. Serabut-serabut
otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau dipendekkan, menuju segmen bawah
uterus, sementara kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah. Pinggir os
internum ditaraik ke atas beberapa sentimeter sampai menjadi bagian (baik secara anatomik
maupun fungsional) dari segmen bawaj uterus. Pemendekan dapat dibandingkan sengan suatu
proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang sempit
menjadi corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil.
Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus untuk
persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak kadangkala telah selesai sebelum
persalinan aktif mulai. Pendataran emnyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran
serviks memendek.
DILATASI SERVIKS
Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan
daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi kontraksi struktur -
struktur ini mengalami peregangan yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan
sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan
hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah
pecah, tekanan pada bagian bawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga
sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama
bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen
bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong
cairan amnion di depan kepala.
POLA-POLA PERUBAHAN PADA PERSALINAN
POLA DILATASI SERVIKS
Friedman, dalam risalahnya tentang persalinan menyatakan bahwa; ciri-ciri klinis
kontraksi uterus yaitu frekuensi, intensitas, dan durasi tidak dapat diandalkan sebagai ukuran
kemajuan persalinan dan sebagai indeks normalitas persalinan. Selain dilatasi serviks dan
turunnya janin, tidak ada ciri klinis pada ibu melahirkan yang tampaknya bermanfaat untuk
menilai kemajuan persalinan. Pola dilatasi serviks yang terjadi selama berlangsungnya
persalinan normal mempunyai bentuk kurva sigmoid. Dua fase dilatasi serviks adalah fase
laten dan fase aktif. Fase aktif dibagi lagi menjadi fase akselerasi, fase lereng maksimum, dan
fase deselerasi. Lamanya fase laten lebih bervariasi dan rentan terhadap perubahan oleh
faktor-faktor luar, dan oleh sedasi (pemanjangan fase laten). Lamanya fase laten kecil
hubungannya dengan perjalanan proses persalinan berikutnya, sementara ciri-ciri fase
akselerasi biasanya mempunyai nilai prediktif yang lebih besar terhadap hasil akhir
persalinan tersebut. Friedman menganggap fase landai maksimum sebagai alat ukur yang
bagus terhadap efisiensi mesin ini secara keseluruhan, sedangkan sifat fase deselerasi lebih
mencerminkan hubungan-hubungan fetopelvik. Lengkapnya dilatasi serviks pada fase aktif
persalinan dihasilkan oleh retraksi serviks di sekeliling bagian terbawah janin. Setelah dilatasi
serviks lengkap, kala dua persalinan mulai; setelah itu hanya progresivitas turunnya bagian
terbawah janin merupakan satu-satunya alat ukur yang tersedia untuk menilai kemajuan
persalinan,
POLA PENURUNAN JANIN
Pada banyak nulipara, masuknya bagian kepala janin ke pintu atas panggul telah
tercapai sebelum persalianan mulai, dan penurunan janin lebih jauh tidak akan terjadi sampai
awal persalinan. Sementara itu, pada multipara masuknya kepala janin ke pintu atas panggul
mula-mula tidak begitu sempurna, penurunan lebih jauh akan terjadi pada kala satu
persalinan. Dalam pola penurunan pada persalinan normal, terbentuknya kurva hiperbolik
yang khas ketika station pada kepala janin diplot pada suatu fungsi durasi persalinan. Dalam
pola penurunan aktif biasanya terjadi setelah dilatasi serviks sudah maju untuk beberapa
lama. Pada nulipara, kecepatan turun biasanya bertambah cepat selama fase lerang
maksimum dilatasi serviks. Pada waktu ini, kecepatan turun bertambah sampai maksimum,
dan laju penurunan maksimal ini dipertahankan sampai bagian terbawah janin mencapai
dasar perineum.
KRITERIA PERSALINAN NORMAL
Friedman juga berusaha memilih kriteria yang akan memberi batasan-batasan
persalinan normal, sehingga kelainan-kelainan persalinan yang signifikan dapat segera
diidentifikasi. Kelompok perempuan yang diteliti adalah nulipara dan multipara yang tidak
mempunyai dispoporsi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda, dan tidak ada diobati dengan
sedasi berat, analgesia konduksi, oksitosin, atau intervensi operatif. Semuanya mempunyai
panggul normal, kehamilan aterm dengan presentasi verteks, dan bayi berukuran rata-rata.
Dari penilitian ini, friedman mengembangkan konsep tiga bagian fungsional persalinan yaitu
persiapan, dilatasi, dan pelvik- untuk menemukan bahwa bagian persiapan dalam persalinan
mungkin sensitif terhadap sedasi dan analgesi konduksi. Meskipun terjadi dilatasi serviks
kecil pada waktu ini, terjadi perubahan besar pada matriks ekstraselular (kolagen dan
komponen-komponen jaringan ikat lainnya) pada serviks. Bagian dilatasi persalinan, sewaktu
terjadi dilatasi dengan laju yang paling cepat, pada prinsipnya tidak terpengaruh oleh sedasi
atau analgesi konduksi. Bagian pelvik persalinan mulai bersamaan dengan fase deselarasi
serviks. Mekanisme-mekanisme klasik persalinan, yang melibatkan pergerakan-pergerakan
utama janin, terutama terjadi selama bagian pelvik persalinan ini. Awal bagian pelik ini
jarang dapat dipisahkan secara klinis dari bagian dilatasi persalinan. Selain itu, kecepatan
dilatasi serviks tidak selalu berkurang ketika telah dicapai dilatasi lengkap; bahkan mungkin
malah lebih cepat.
KETUBAN PECAH
Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-waktu pada persalinan
aktif. Pecah ketuban secra khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang normalnya jernih
atau sedikit keruh, hampir tidak berwarna dengan jumlah yang bervariasi. Selaput ketuban
yang masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang ditemukan. Jika kebetulan selaput ketuban
masih utuh sampai pelahiran selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini, dan
bagian yang membungkus kepala bayi baru lahir kadangkala disebut sebagai caul. Pecah
ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan manapun disebut sebagai ketuban
pecah.
PERLEPASAN PLASENTA
Kala 3 persalinan dimulai setelah kelahiran janin dan melibatkan perlepasan dan
ekspulsi plasenta. Setelah kelahiran plasenta dan selaput janin, persalinan aktif selesai.
Karena bayi sudah lahir, uterus secara spontan berkontraksi keras dengan isi yang sudah
kosong. Normalnya, pada saat bayi selesai dilahirkan rongga uterus hampir terobliterasi dan
organ ini berupa suatu massa otot yang hampir padat, dengan tebal beberapa sentimerer di
atas segmen bawah yang lebih tipis. Fundus uteri sekarang berada di bawah batas ketinggian
umbilikus.
Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan pengurangan
bidang tempat implantasi plasenta. Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap
permukaan yang mengecil ini, organ ini membesar ketebalannya, tetapi elastisitas plasenta
terbatas, plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang dihasilkannya menyebabkan lapisan
desidua yang paling lemah lapisan spongiosa, atau desidua spongiosa mengalah, dan
pemisahan terjadi di tempat ini. Oleh karena itu, terjadi pelepasan plasenta dan mengecilnya
ukuran tempat implantasi di bawahnya. Pada seksio sesaria fenomena ini mungkin dapat
diamati langsung bila plasenta berimplantasi di posterior.
Pemisahan plasenta amat dipermudah oleh sifat struktur desidua spongiosa yang
longgar. Ketika pemisahan berlangsung, terbentuk hematoma di antara plasenta yang sedang
terpisah dan desidua yang tersisisa. Pembentukan hematoma biasanya merupakan akibat,
bukan penyebab dari pemisahan tersebut. Namun hematoma dapat mempercepat proses
pemisahan.
Karena pemisahan plasenta melalui lapisan spongiosa desidua, bagian dari desidua
tersebut dibuang bersama plasenta, sementara sisanya tetap menempel pada miometrium.
Jumlah jaringan desidua yang tertinggal di tempat plasenta bervariasi. Pemisahan plasenta
biasanya terjadi dalam beberapa menit setelah pelahiran. Karena bagian perifer plasenta
merupakan bagian yang paling melekat, pemisahan biasanya mulai di mana pun. Kadangkala
beberapa derajat pemisahan dimulai sebelum kala tiga persalinan, yang mungkin menjelaskan
terjadinya kasus-kasus deselerasi denyut jantung janin tepat sebelum ekspulsi janin.
EKSTRUSI PLASENTA
Setelah plasenta terpisah dari tempat implantasinya, tekanan yang diberikan padanya
oleh dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke segmen bawah
uterus atau bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat terdorong keluar akibat
meningginya tekanan abdomen. Metode artificial yang biasa digunakan untuk menyelesaikan
pelahiran plasneta adalah bergantian menekan dan menaikkan fundus, sambil melakukan
traksi ringan pada pusat.