Fisiologi pernapasan.pdf

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Paru 2.1.1. Anatomi Paru Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti. Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris. Universitas Sumatera Utara

description

Respirasi

Transcript of Fisiologi pernapasan.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Paru

2.1.1. Anatomi Paru

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan

paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini

terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud.

Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.

Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud.

Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree

terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang

setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran

alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan

dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan

somatic berhenti.

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,

dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan

atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan

external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen

masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan

darah didalam kapiler pulmunaris.

Universitas Sumatera Utara

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah

oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan

dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah

meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya

95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme

menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui

pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

SISTEM SALURAN PERNAFASAN

Gambar : Anatomi Paru

Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992,

Hal 219).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Fisiologi Paru

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang

terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah

diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks

bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot

yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan

interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994)

Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas

dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding

dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan

volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan

intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan

atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara

dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994)

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi

membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan

pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.

Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149

mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini

akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini

terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan

sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida

Universitas Sumatera Utara

antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi

kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994)

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler

darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak

selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup

cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal

dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu

berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung

terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab,1996).

2. 2. Sistem Pertahanan Paru

Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan

terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh. Sebagaimana

mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan

humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi

atas(Rab,1996) :

1. Filtrasi udara

Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :

- Yang berdiameter 5-7 µ akan tertahan di orofaring.

- Yang berdiameter 0,5-5 µ akan masuk sampai ke paru-paru

- Yang berdiameter 0,5 µ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di

keluarkan bersama sekresi.

Universitas Sumatera Utara

2. Mukosilia

Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh

silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung

pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin

terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.

3. Sekresi Humoral Lokal

zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :

- Lisozim, dimana dapat melisis bakteri

- Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik

- Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam

membunuh virus.

- Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya infeksi

virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang berulang.

4. Fagositosis

Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan kemudian

menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit berperan

sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.

Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :

- Gerakan mukosiliar.

- Faktor humoral lokal.

- Reaksi sel.

- Virulensi dari kuman yang masuk.

- Reaksi imunologis yang terjadi.

Universitas Sumatera Utara

- Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti

alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

2.3. Sistem Pernafasan

2.3.1. Pengertian Pernafasan

Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2

(oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2

(karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut

inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin,1996).

2.3.2. Fungsi Pernafasan

Fungsi pernafasan adalah

1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)

untuk mengadakan pembakaran.

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian

dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh

tubuh).

3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996)

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di

alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran

udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam

darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang

terhirup paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat

udara pada paparan kerja (WHO, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap

yaitu :

1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.

2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.

3. Transportasi gas melalui darah.

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan

dalam.

5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut

pernapasan seluler.

2.3.3. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan

Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :

1. Inspirasi (menarik napas)

2. Ekspirasi (menghembus napas)

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal

(intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini

berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra

alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu

inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot

inspirasi.

Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra

pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru.

Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil

akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru.

Universitas Sumatera Utara

Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi

biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan +

Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah

menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk

mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan

tetapi bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan

masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru.

3 mmHg

(Alsagaff, 2002).

Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring

(penghentian napas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat menyebabkan

bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap

paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme

yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau (WHO, 1995).

2.3.4. Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan

Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan utama

berupa : batuk, sesak, batuk darah, nyeri dada (Danusantoso, 2000).

1. Batuk

Batuk adalah suatu refleks defasif belaka yaitu untuk membersihkan saluran

pernapasan dari sekrit (berupa mucus), bahan nekrotik, benda asing, dan sebagainya.

Refleks ini bisa pula ditimbulkan berbagai rangsangan pada mukosa saluran

pernapasan dan juga dari rangsangan pleura parietalis (Danusantoso, 2000).

Batuk yang menetap cenderung di dapat pada perokok, bronchitis, asma, simesitis,

dan kanker paru (Rab, 1996).

Universitas Sumatera Utara

2. Sesak

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara pada saat inspirasi

atau pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebakan oleh adanya penyempitan

ataupun penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings. Sebab lain

adalah karena berkurangnya volume paru yang masih berfungsi baik, juga

berkurangnya elastis paru, bisa juga karena ekspansi paru terhambat (Danusantoso,

2000).

3. Batuk darah

Adanya lesi saluran pernapasan dari hidungn sampai paru yang juga mengenai

pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan

bahwa pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah, dan bukan berasal

dari nasofaring atau gastro instestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita

tersebut benar-benar batuk darah bukan muntah darah (Alsagaff, 2002).

4. Nyeri dada

Keluhan ini dapat bersumber pada pleura parietalis, jantung, mediastinum dan

dinding toraks (Danusantoso, 2000).

Adanya bermacam-macam nyeri dada, nyeri yang terdapat pada sentral dan dada

menunjukkan adanya infeksi pada trakea, nyeri yang terdapat pada samping dada

yang karakteristik seperti ditusuk dan semakin sakit pada inspirasi menunjukkan

adanya pleuritis, nyeri juga dapat disebabkan oleh herpes dan sulit dibedakan dengan

nyeri yang berasal dari serabut saraf kolumna vertebralis, nyeri juga terjadi akibat

fraktur (Rab,1996).

Universitas Sumatera Utara

2.3.5. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Fungsi Paru

Debu, aerosol dan gas iritan merupakan partikel yang menyebabkan gangguan

saluran pernapasan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi gangguan saluran

pernapasan akibat inhalasi aerosol, faktor aerosol itu sendiri yaitu ukuran partikel,

konsentrasi dan kelarutan dan faktor manusia seperti kebiasaan merokok, kecepatan

aliran udara, pernapasan, ukuran paru dan factor familial (Alsagaff, 2002).

Selain gas dan aerosol, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru

akibat inhalasi debu yaitu (Rosbinawati, 2002):

1. Ukuran partikelnya

2. Konsentrasi

3. Lama pajanan

4. Kerentanan individu

Faktor lain yang dianggap sebagai pencetus timbulnya gangguan paru adalah

merokok, keturunan, perokok pasif, polusi udara dan riwayat infeksi pernapasan sewaktu

kecil (Yunus, 1992)

Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap

gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat

memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam

Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan

paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam

tubuh. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara umur dengan gejala pernafasan.

Universitas Sumatera Utara

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan dengan

debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) menunjukkan

adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja seseorang semakin lama terpajan

dengan debu, aerosol dan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru.

Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja

terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat

yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernafasan dari partikel-partikel berbahaya

yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem

pernafasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik

yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker,

baik yang terbuat dari kain atau kertas wol (Irga, 2009).

Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan,

karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa

saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran

napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur

jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Perubahan struktur

jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan

nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar.

Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan

fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok

sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat

ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang sigaret sehari (Antaruddin, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus

timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan

mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau

sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko

timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu.

2.4. Partikel Debu

2.4.1. Pengertian Debu

Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan

alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang

cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan dan seterusnya (Suma’mur, 1967)

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di

udara (Suspanded Particulate Matter/SPM) dalam bentuk padatan maupun cairan yang

tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, kurang dari 1 mikron sampai dengan

500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar

antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam

waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat masuk ke dalam

tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron

akan dikeluarkan seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran napas kurang dari 10

partikel, sedangkan seluruhnya bila masuk 1000 partikel maka 10% dari jumlah tersebut

akan tertimbun dalam jaringan paru (Pudjiastuti, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.4.2. Jenis Debu

Dilihat dari jenisnya debu dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1. Debu organik antara lain fosil, mikrobakterium, sayuran, binatang, sintetik

(toluene diisocynate), dan reagen.

2. Debu anorganik antara lain silica bebas, silica, metal, debu inert termasuk besi,

boruin, titanium, dan lain-lain.

2.4.3. Sifat-sifat Debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak

berdifusi dan turun oleh karena tarikan gaya tarik bumi.

Sifat-sifat debu adalah sebagai berikut (Pudjiastuti, 2002) :

1. Mengendap

Debu cenderungn mengendap karena daya gravitasi bumi.

2. Permukaan Cenderung basah

Sifatnya selalu basah karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang

sangat tipis.

3. Menggumpal

Permukaan debu yang selalu basah, sehingga debu satu dengan yang lainnya

menempel dan membentuk gumpalan.

4. Elektrostatis (listrik statis)

Debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel

dalam larutan debu mempercepat terjadinya gumpalan.

Universitas Sumatera Utara

5. Opsis

Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang

dapat terlihat dalam kamar gelap.

2.5. Hubungan Debu Padi Dengan Gejala Gangguan Fungsi Paru

Debu kilang padi menurut asalnya terdiri dari 2 macam yaitu debu yang berasal

dari biji padi dan debu yang berasal dari biji beras. Debu yang berasal dari biji padi sudah

terdapat di udara sebelum di sentuh oleh mesin sewaktu dituang kedalam corong

penggilingan. Debu yang berasal dari biji beras partikel-partikelnya terbentuk dari proses

penggilingan, lalu menyebar di udara sewaktu pindah tempat (Anonim,2006).

Debu padi bersifat respirable dimana mempunyai ukuran yang dapat terhirup dan

masuk ke dalam saluran pernapasan. Lambat laun debu yang masuk ke dalam saluran

pernapasan tersebut akan mengganggu kesehatan karena dapat tertahan pada saluran

pernapasan itu sendiri. Debu tersebut juga akan tertimbun mulai dari bronkhiolus

terminalis atau saluran napas kecil paling ujung sampai ke alveoli atau gelumbung-

gelembung udara yang merupakan akhir dari saluran pernapasan (Suzaina, 2006).

Meskipun bahaya kesehatan paru pekerja disebabkan oleh debu biji-bijian dari

hasil pertanian yaitu padi telah dikenal secara dini, tetapi penanggulangannya tidak

diperhatikan secara baik. Pemeriksaan terhadap bahaya-bahaya kesehatan paru pada

pertanian telah jauh ketinggalan dibanding bahaya-bahaya industri baja dan industri-

industri lainnya. Masalah klinis pada pekerja-pekerja pertanian saat ini adalah masalah

penyakit saluran pernapasan. Gangguan pernapasan pada pekerja kilang padi seharusnya

perlu mendapat perhatian, karena penyakit tersebut dapat di cegah, namun karena

keuntungan-keuntungan sosial ekonomi, hal tersebut terabaikan (Antaruddin, 2003)

Universitas Sumatera Utara

2.6. Spirometry Test

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian

terbesar volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital

volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa atau Forced

Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yg dihembuskan dari paru- paru

setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu

tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital

Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah

inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan

spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam.

Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru

obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru).

Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang

dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang

dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaf, 2002).

Jenis Ganggaun Funsi Paru terdiri dari :

1. Gangguan Fungsi Paru Obstruktif.

Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out). FEV1/FVC <75%

Semakin parah obstruksinya :

a. FEV1 : 60-75% = mild

b. FEV1 : 40-59% = moderate

c. FEV1 : <40 = severe

Universitas Sumatera Utara

Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume

udara yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama

ekspirasi.Amati bahwa FVC hanya dapat dicapai

setelah ekshalasi yang panjang. Ratio FEV1/FVC

berkurang sacara nyata.Ekspirasi diperlama dengan peningkatan perlahan pada kurva,

dan plateau tidak tercapai sampai waktu 15 detik.

2. Gangguan Fungsi Paru Restriktif

Tidak dapat menarik napas (unable to get air in)

• FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat

• TLC berkurang → sebagai Gold Standart

FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap

terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai dalam waktu 2-

3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah

meningkat, tetapi volume udara yang terhirup dan

terhembus lebih kecil dibandingkan normal.

3. Gangguan Fungsi Paru Gabungan (Mixed)

Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva

perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital berkurang

signifikan dibandingkan gangguan obstruktif. Pola

campuran ini, jika tidak terlalu parah, sulit dibedakan

dengan pola obstruktif (Ikawati.2009).

Universitas Sumatera Utara

2.6.1. Volume dan Kapasitas Paru

Sumber : Ikawati,2009.

1. Volume Paru

Ada empat volume paru yang bila dijumlahkan sama dengan volume maksimal

paru yang mengembang (Syaifuddin, 2009).

1. Volume Tidal (VT) : merupakan volume udara yang diinspirasikan dan

diekspirasikan disetiap pernapasan normal, jumlahnya ±500 ml.

2. Volume Cadangan Inspirasi : merupakan volume tambahan udara yang dapat

diinspirasikan di atas volume tidl normal, jumlahnya ±3000 ml.

3. Volume Cadangan Ekspirasi : merupakan jumlah udara yang masih dapat

dikeluarkan dengan ekspirasi tidal yang jumlah normalnya ±1100 ml.

4. Volume Sisa : volume udara yang masih tersisa di dalam paru-paru setelah

ekspirasi kuat, volume ini ±1200 ml.

Universitas Sumatera Utara

2. Kapasitas Paru

Dalam peristiwa siklus paru-paru diperlukan menyatukan dua volume atau lebih

kombinasi seperti ini disebut kapasitas paru-paru. Jenis kapasitas paru-paru ada empat

yaitu kapasitas inspirsi, kapasitas fungsional, kapasitas vital dan kapasitas total paru

(Syaifuddin, 2009).

1. Kapasitas Inspirasi : merupakan jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang

mulai pada tingkat normal dan mengembangkan paru-parunya sampai jumlah

maksimum.

2. Kapasitas Fungsional : merupakan jumlah udara yang tersisa didalam paru-paru

pada akhir ekspirasi normal ±2300 ml.

3. Kapasitas Vital : merupakan jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan dari

paru-paru setelah mengisi sampai batas maksimum dan kemudian mengeluarkan

sebanyak-banyaknya ±4600 ml.

4. Kapasitas Total Paru : volume maksimum pengembangn paru-paru dengan usaha

inspirasi yang sebesar-besarnya ±5800 ml.

2.6.2. Test Fungsi Paru

Pada test ini digunakan alat spirometer yang dapat menggambarkan fungsi paru

(Somantri 2009).

1. Isi Alun Napas (Tidal volume – TV)

Merupakan volume udara yang masuk dan keluar paru pada pernapasan biasa

ketika dalam keadaan istirahat (N = ± 500 ml).

Universitas Sumatera Utara

2. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV)

Adalah volume udara yang masih dapat masuk kedalam paru pada inspirasi

maksimal setelah inspirasi biasa (L = ±3.300 ml, P = ±1.900 ml ).

3. Vulome Cadangan Ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume – ERV)

Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui

kontraksi otot otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa (L = ±1.000 ml, P = 700 ml).

4. Volume Residu (Residual Volume – RV)

Udara yang masih tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal (L = ±1.200 ml,

P = ±1.100 ml)

5. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity- IC)

Jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah akhir ekspirasi

biasa ( IC = IRV + TV ) menunjukkan banyaknya udara yang dapat dihirup mulai

dari taraf ekspirasi normal hingga mengembangkan paru-paru secara maksimal.

6. Kapasitas Residu Fungsional ( Functional Residual Capacity – FRC )

Jumlah udara di dalam paru pada akhir ekspirasi biasa ( FRC = ERV + RV ).

Bermakna untukmempertahankan kadar 02 dan CO2 yang reltif stabil di alveoli

selama proses inspirasi dan ekspirasi.

7. Kapasitas Vital ( Vital Capacity – CV )

Merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru selama

satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal

( VC = IRV + TV ERV ). Bermakna untuk menggambarkan kemampuan paru dan

dada.

Universitas Sumatera Utara

8. Kapasitas Paru Total ( Total Lung Capacity – TLC )

Jumlah udara maksimal yang dapat dikandung paru ( TLC = VC + TV ). Normal

L = ±6.000 ml, P = ±4.200 ml.

9. Ruang Rugi ( Antomical Dead Space )

Ruang di sepanjang saluran napas yang tidak terlibat proses pertukaran gas (±150

ml). Pada pria dengan TV = 500 ml, maka hanya ±350 ml yang mengalami

pertukaran gas.

10. Frekuensi Nafas (f)

Jumlah pernapasan yang dilakukan per menit. Dalam keadaan istirahat kecepatan

pernapasan sekitar 15 kali per menit.

2.7. Kerangka Konsep

Debu Kilang Padi

Karekterisrik Pekerja: 1. Umur 2. Masa kerja 3. APD 4. Riwayat merokok 5. Riwayat penyakit

Fungsi Paru

Pekerja

Universitas Sumatera Utara

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran

fungsi paru pada pekerja kilang padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di kilang padi di Kecamatan Porsea dengan alasan

sebagai berikut :

1. Belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gambaran fungsi paru pekerja

pada kilang padi di Kecamatan Porsea.

2. Peneliti mendapat kemudahan dalam memperoleh izin untuk melakukan

penelitian ini.

3.2.2. Waktu Penelitian

Peneliltian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi meliputi seluruh pekerja kilang padi di kecamatan Porsea yaitu 10 kilang

padi dengan jumlah pekerja 75 orang.

Universitas Sumatera Utara

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sepuluh kilang padi, penulis hanya meneliti 4 kilang padi saja

sehungan dengan kesediaan kilang padi yang mau diteliti serta keterbatasan waktu dan

biaya dengan jumlah pekerja sebanyak 35 orang yaitu :

1. Kilang Padi Mampe Tua = KP I dengan jumlah pekerja = 8 orang

2. Kilang Padi Horas = KP II dengan jumlah pekerja = 6 orang

3. Kilang Padi RM = KP III.dengan jumlah pekerja = 8 orang

4. Kilang Padi Gomari = KP IV dengan jumlah pekerja = 13 orang

3.4. Metode Penelitian

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan observasi ke lokasi penelitian dan wawancara

langsung dan melakukan spirometry test dengan menggunakan Spirometer Tipe Microlab

ML 3500.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari kilang padi mengenai jumlah pekerja serta gambaran

umum kilang padi..

3.5. Definisi Operasional

1. Debu padi adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh hasil kegiatan

kerja pada penggilingan padi.

2. Umur adalah ulang tahun terakhir pekerja sampai saat penelitian dilakukan.

3. Masa kerja adalah lamanya pekerja bekerja sampai saat penelitian dilakukan.

4. APD adalah penggunaan alat pelindung diri selama bekerja.

5. Riwayat merokok adalah kebiasaan pekerja merokok sehari-hari

Universitas Sumatera Utara

6. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita oleh pekerja.

7. Fungsi paru adalah hasil pengukuran fungsi paru dengan menggunakan spirometer

yang terdiri dari restriktif, obstruktif dan mixed.

3.6. Aspek Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spirometer tipe Microlab ML 3500

setelah dikalibrasi dahulu sebelum digunakan.

Cara kerja :

1. Pasien diukur tinggi badan dan berat badannya.

2. Pasien yang diperiksa dalam posisi berdiri, pakai penjepit hidung.

3. Pasien diminta bernapas dengan posisi alat (mouth piece) dimasukkan kedalam

mulut dengan bibir mengulum bagian alat dengan erat.

4. Tekan VC, pasien menarik napas dalam semampunya dan membuang napas pada

mouth piece semampunya atau selama mungkin, lakukan 3 X, print out.

5. Tekan FVC, mouth piece sudah terpasang dimulut, bernapas biasa 4 X lalu tarik

napas sedalam-dalamnya dan buang napas dengan cara cepat dan

keras/dihentakkan selama mungkin (FEV 1) mouth piece.

6. Pembacaan dan pencatatan hasil grafik diperoleh :

Restriktif (%) Obstruktif (%)

a. Normal ≥ 80 ≥ 75

b. Ringan 60 − 79 60 − 74

c. Sedang 30 − 59 30 − 59

d. Berat < 30 < 30

Universitas Sumatera Utara

3.7. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dikelompokkan kedalam tabel distribusi dengan

menggunakan kankomputer SPSS untuk melihat gambaran fungsi paru pekerja dan

disajikan secara deskriftif.

Universitas Sumatera Utara