Fisiologi dan kelainan sel darah putih.docx
-
Upload
amal-bahrum-penas -
Category
Documents
-
view
90 -
download
14
description
Transcript of Fisiologi dan kelainan sel darah putih.docx
LAPORAN TUTORIAL
MODUL X
HEMATOLOGI
SKENARIO 3 :
KELELAHAN DAN KELEMAHAN
1. Abdul Aziz Marwan : Ketua2. Annisa : Sekretaris3. Melasari : Notulen4. Tari Romauli : Anggota5. Muhammad Fitriana : Anggota6. Harmiyani : Anggota7. Cut Khairunisa : Anggota8. Putri Melisa : Anggota9. Saddam Husen : Anggota10. Eva Srihartati : Anggota11. Ilhamullah : Anggota12. Mauliza : Anggota13. Cici Lestari : Anggota 14. Liza Fikrianti : Anggota15. Sarah Fazilla : Anggota
TUTOR : dr. Yuseriana
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2010
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TUTORIAL
MODUL X
HEMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
1. Judul : Kelelahan dan Kelemahan2. Modul : Hematologi3. Tutor : dr. Yuseriana4. Kelompok : B15. Ketua : Abdul Aziz Marwan6. Sekretaris : Annisa7. Notulen : Melasari 8. Anggota : Tari Romauli9. Anggota : Muhammad Fitriana10. Anggota : Harmiyani 11. Anggota : Putri Melisa12. Anggota : Saddam Husen13. Anggota : Eva Srihartati14. Anggota : Cut Khairunisa15. Anggota : Cici Lestari16. Anggota : Liza Fikrianti17. Anggota : Sarah Fazilla 18. Anggota : Ilhamullah19. Anggota : Mauliza
Telah diperiksa oleh Lampoh Keude, 02 November 2010
Tutor kelompok B1 Ketua Kelompok B1
(dr. Yuseriana) (Abdul Aziz Marwan)
2
DAFTAR ISI
1. Halaman Pengesahan ..................................................................... 2
2. Daftar Isi ...................................................................... 3
3. Pendahuluan ...................................................................... 4
4. Skenario …………………………………………….. 5
5. Tahap I. Identifikasi Istilah …………………………………………….. 6
6. Tahap II. Identifikasi Masalah …………………………………………….. 7
7. Tahap III. Analisis Masalah …………………………………………….. 8
8. Tahap IV. Strukturisasi …………………………………………….. 9
9. Tahap V. Learning Objective ……………………………………………..10
10. Tahap VI. Hasil Belajar Mandiri ......................................................................11
11. Kesimpulan ……………………………………………..46
12. Daftar Pustaka ……………………………………………..47
3
PENDAHULUAN
Sistem pertahanan tubuh di pertahankan oleh leukosit atau sel darah putih. Sel ini merupakan uni- unit yang dapat bergerak dalam tubuh yaitu keluar dari pembuluh darah menuju jaringan dalam menjalankan fungsinya,
Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama menggunakan strategi “cari dan serang” yaitu sel sel tersebut pergi ke tempat invasi atau jaringan yang rusak. Alasan utama mengapa sel darah putih terdapat didalam darah adalah agar mereka cepat diangkut dari tempat pembentukan ke manapun mereka diperlukan
Kegagalan pada system imun dapat mengakibatkan kondisi yang sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan, adapun hal ini disebabkan penurunan kualitas atau jumlah dari leukosit. Kelainan –kelainan leukosit meliputi:
a. Ganguan kelainan fungsi seperti cronic granulomatous diseaseb. Kelaianan non neoplastik: kelainan jumlah, reaksi lekomoid, mononucleosis
infeksiosac. Kelaianan Neoplastik seperti: limfoma hodkin dll
4
SKENARIO 3
Kelelahan dan Kelemahan
Seseorang anak laki-laki umur 7 tahun dibawa ibunya ke dokter anak dengan keluhan:
kelelahan dan kelemahan, kehilangan nafsu makan,penurunan berat badan, sering demam dan
perasaan nyeri dan penuh pada perutnya. Hasil pemeriksaan darah rutin: jumlah lekosit
112.000 sel/mikroliter, Hb 5,3 gr% dan trombosit 69.000/liter. Pada pemeriksaan morfologi
darah dijumpai: lekosit muda dan eritrosit yang belum matang dengan jumlah yang
mencolok.
5
TAHAP I
IDENTIFIKASI ISTILAH
1. Nyeri: Perasaan tidak nyaman baik ringan ataupun berat yang dirasakan oleh individu
berkaitan dengan tanda ancaman atau kerusakan jaringan.
2. Lelah: Suatu keadaan dimana seseorang menglami rasa capek karena aktifitas yang
berlebihan.
3. Lemah: Ketidakmampuan secara fisik dan mental berkaitan dengan suatu kondisi
patologis yang berjalan kronis.
4. Demam: Kondisi suhu seseorang dimana suhu diatas batas normal yaitu >37oC.
5. Pemeriksaan morfologi: Suatu cara untuk mengetahui struktur dan ukuran dari sel-sel
darah dengan menggunakan teknik apusan darah yang dilihat di bawah mikroskop.
6
TAHAP II
IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah inti : Kelainan sel darah putih
7
TAHAP III
ANALISA MASALAH
Kelainan-kelainan sel darah putih:
1. Gangguan fungsi
a. Chronic granulomatous disease (CGS)
b. Myeleperoxidase deficiensy dan lain-lain
2. Kelainan non neoplastik
a. Kelainan jumlah: meningkat/menurun
Lekositosis >10.000/cmm
Netropenia <1.800/cmm
Lekopenia< 4.000/cmm
Eosinofilia >500/cmm
Limfositosis >4.000/cmm
Monositosis >400/cmm
Basofilia> 50/cmm
b. Reaksi lekomoid
c. Mononucleosis Infectiosa
3. Kelainan neoplastik
a. Mieloproliferatie syndrome: mielofibrosis
b. Limfosit, plasma sel: multiple mieloma
c. Organ limfoid: Limfoma Hodkin’s dan non hodkin’s
TAHAP IV
8
Diagnosa Kerja
Perencanaan
Pengelolaan, medikamentosa, suportif
LabPemeriksaan eritrositPemeriksaan hemotokritLEDHb Hitung jenis Hapusan darah
AnamnesaIdentitasRPSRPDInspeksi Palpasi Perkusiauskultasi
Keluhan
Pasien
Dokter
(Diagnosa sementara)Lukemia Limpoblastik akut
(Diagnosa banding)Lukemia mioblastik akut Reaksi lekomoid Infeksi/intoksikasi keganasan
Tindakan lanjutan
STRUKTURISASI
SUBJECT
OBJECT
ASSASSMENT
PLANNING
TAHAP V
9
LEARNING OBECTIVE
1. Fisiologi sel darah putih
2. Kelainan sel darah putih
Definisi
Etiologi
Gejala klinis
Pemeriksaan
Penanganan (pengobatan)
TAHAP VI
10
HASIL BELAJAR MANDIRI
1. Fisiologi Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit atau sel darah putih adalah unit unit yang dapat bergerak dalam sistem
pertahanan tubuh. Leukosit memiliki bentuk khas, nukleus, sitoplasma dan organel,
semuanya bersifat mampu bergerak pada keadaan tertentu. Eritrosit bersifat pasif dan
melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah, sedangkan leukosit mampu keluar dari
pembuluh darah menuju jaringan dalam menjalankan fungsinya.
Jumlah seluruh leukosit jauh di bawah eritrosit, fluktuasi dalam jumlah leukosit pada tiap
individu cukup besar pada kondisi tertentu, misalnya: stress, aktivitas fisiologis, gizi,
umur, dan lain-lain. Jumlah leukosit yang menyimpang dari keadaan normal mempunyai
arti klinik penting untuk evaluasi proses penyakit
Untuk melaksanakan fungsinya, leukosit terutama menggunakan strategi “cari dan
serang” yaitu sel sel tersebut pergi ke tempat invasi atau jaringan yang rusak. Alasan
utama mengapa sel darah putih terdapat didalam darah adalah agar mereka cepat
diangkut dari tempat pembentukan ke manapun mereka diperlukan.
Jumlah sel darah putih
Leukosit total 7000.000 sel/ml darah
Hitung sel darah putih 7000/mm3
Hitung diferensial sel darah
putih
Granulosit polomorfonukleus
Neutrofil : 60 – 70 %
Eosinofil : 1-4 %
Basofil : 0,25 – 0,5 %
Agranulosit Mononukleus
Limfosit : 25 – 33 %
Monoit : 2 – 6 %
11
A. Klasifikasi Leukosit
Terdapat lima jenis leukosit yang bersirkulasi yaitu neutrofil, eosinofil, basofil,
monosit dan limfosit. Masing- masing dengan struktur dan fungsi yang khas. Mereka semua
berukuran sedikit lebih besar daripada eritrosit. Kelima jenis leukosit tersebut dibagi ke
dalam dua kategori utama, bergantung pada gambaran nukleus dan ada tidaknya granula di
sitoplasma sewaktu dilihat dibawah mikroskop
.
1. Granular leukosit : a. Netrofil (polymorph, PMN)b. Eosinophilc. Basophil
Gambar Leukosit Granular
Neutrofil : granula tidak berwarna
Eosinofil : granula berwarna merah pada pewarnaan asam
Basofil : granula berwarna biru pada pewarnaan basa
a. Neutrofil
Netrofil dibuat, disimpan dan dilepaskan di sumsum tulang dalam waktu 7 hari,
kemudian beredar ke dalam sirkulasi hanya sebentar 6- 24 jam. Didalam sirkulasi, netrofil
terbagi menjadi :
1. berada di circulating pool
2. berada di marginating pool ( melekat pada endothel pembuluh darah )
12
Netrofil secara bebas dapat memasuki jaringan tubuh, yang selanjutnya dikeluarkan
ke dalam saliva, sekresi usus atau mati dihancurkan didalam jaringan. Jadi netrofil sekali
masuk kedalam jaringan tidak dapat masuk kembali kedalam sirkulasi.
Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat
dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding
sel bakteri dan menghancurkannya. Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin
toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses
pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil.
Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis
baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam lingkungan
anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu
membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil merangsang aktivitas
heksosa monofosfat shunt, meningkatkan glicogenolisis. Neutrofil Atau disebut juga
polimorfonuklear leukosit, mempunyai inti sel yang kadang-kadang seperti terpisah-pisah,
protoplasmanya banyak bintik-bintik halus / glandula, banyaknya 60%-50%.
Netrofil berfungsi dalam pertahanan tubuh yang pertama kali dengan cara melakukan
diapedesis, artinya meninggalkan kapiler menembus sela-sela endothel masuk kedalam
jaringan untuk melakukan phagositosis dan menghancurkan bakteri-bakteri yang memasuki
tubuh. Hal ini terbukti bahwa pada infeksi dengan bakteri, jumlah netrofil meningkat
(netrofilia).
b. Eosinofil
Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit
lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan
apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik,
granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak
mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan
fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis
komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis
selektif terhadap komplek
antigen dan antibody.
Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari
pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi.
13
Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat. Ukuran
dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dan sitoplasmanya lebih besar,
banyaknya kira-kira 24%.
Eosinofil hanya mempunyai daya fagositosis yang sangat terbatas, yaitu terhadap
kompleks antigen-antibody. Zat/enzym yang terkandung didalam GS (Granula spesifik)
berguna untuk mentransfer berbagai substansi yang dikeluarkan oleh basofil (mast cell )
sehingga dapat dikurangi hebatnya gejala-gejala alergi. Peningkatan eosinofil di sirkulasi
darah (eosinofilia) dikaitkan dengan keadaan alergi
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya dan paling kurang
diketahui sifat sifatnya. Dinding basofil dan basofil jaringan (mast cell = mastosit )
mengandung reseptor immunoglobulin (Ig) E. Apabila tubuh dimasuki antigen yang sesuai
dengan Ig E tersebut, maka akan terjadi pelepasan bahan-bahan yang terkandung dalam
granula seperti histamin, serotonin, Eosinophyl Chemoreseptor Factor of Anaphylaxis ( ECF-
A), bradikinin dan lain-lain, yang akan menimbulkan reaksi alergi.
Baik basofil maupun sel mast membentuk dan menyimpan histamine dan heparin
yaitu zat zat kimia kuat yang dapat dilepaskan apabila sel sel tersebut mendapat rangsangan
yang sesuai. Pengeluaran histamin penting dalam reaksi alergi sedangkan heparin
mempercepat pembersihan partikel lemak dari darah setelah kita makan makan makanan
berlemak.
2. Agranular leukosit a. Limfosit b. Monosit
Gambar Leukosit Agranular
14
Monosit : merupakan sel besar dengan bentuk nukleus oval atau seperti ginjal
Limfosit : mempunyai nuleus yang besar dan mengisi hampir seluruh sel
a. Monosit
Monosit merupakan sel terbesar diantara leukosit dalam darah, karena dalam keadaan
segar diameternya 9 – 12 micron sedang pada hapusan mencapai 17 mikron.
Fungsi monosit (machrophage) :
1. Memegang peran dalam proses imunologi ; mengenal, menyimpan dan
memproses berbagai antigen.
2. Sebagai sel fagosit yang memfagosit organisme yang masuk.
3. Mempengaruhi proliferasi sel-sel darah lain (erythrocytedan limfosit).
4. Sebagai storage cell menyimpan besi dalam bentuk ikatan protein.
b. Limfosit
Beberapa limfosit yang beredar dalam sirkulasi darah dapat mencapai sebesar 10-12
micron. Ukuran yang besar ini terutama karena jumlah sitoplasma yang lebih banyak. Sel-
sel ini kadang-kadang disebut limfosit sedang yang dapat ditemukan didalam darah dalam
prosentase kecil. Beberapa dari sel yang lebih besar merupakan intermediate antara limfosit
dan monosit. Sel-sel yang besar karena limfosit besar hanya didapatkan di limfonodi dan
sumsum tulang dan hanya tampak didalam darah tepi pada keadaan patologis. Limfosit
besar ini dibedakan dengan adanya inti yang vesicular dan nucleoli yang menonjol.
Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit B dan limfosit T.
Limfosit B menghasilkan antibodi yang beredar dalam darah. Antibodi berikatan
dan member tanda untuk destruksi benda asing.
Limfosit T tidak menghasilkan antibodi. Sel – sel ini secara langsung
maenghancurkan sel –sel sasaran spesifik, suatu proses yang dikenal sebagai
respon imun yang diperantarai sel (seluler). Sel yang menjadi sasaran limfosit T
mencakup sel sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan sel kanker
Fungsi limfosit :
Merupakan tulang punggung imunologi tubuh yaitu :
1. Immunitas cellular, terutama dipegang oleh limfosit T, misalnya penolakan terhadap
transplantasi jaringan.
15
2. Immunitas humoral, terutama dipegang oleh limfosit B dengan bentuk
immunoglobulin (Ig) G, IgA, Ig M, Ig E dan Ig D. Masing-masing limfosit hanya
membentuk satu Ig. Dalam membuat antibody (Ig). Limfosit B akan mengalami
transformasi menjadi sel plasma.
Perkembangan Limfoslt Dalam Proses Imun
Seperti kita ketahui bahwa limfosit yang bersikulasi terutama berasal dari timus dan
organ limfoid perifer, limpa, limfonodus, tonsil dan sebagainya. Akan tetapi mungkin semua
sel pregenitor limfosit berasal dari sum-sum tulang, beberapa diantara limfositnya yang
secara relatif tidak mengalami diferensiasi ini bermigrasi ke timus, lalu memperbanyak diri,
disini sel limfosit ini memperoleh sifat limfosit T, kemudian dapat masuk kembali kedalam
aliran darah, kembali kedalam sum-sum tulang atau ke organ limfoid perifer dan dapat hidup
beberapa bulan atau tahun.
Sel-sel T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler dan mempunyai
reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen asing. Limfosit lain tetap diam
disum-sum tulang berdiferensiasi menjadi limfosit B berdiam dan berkembangdidalam
kompertemenya sendiri. Sel B bertugas untuk memproduksi antibody humoral antibody
response yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus dengan antigen
asing yang menyebabkan antigen asing tersalut antibody, kompleks ini mempertinggi
fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel K) dari organisme yang menyerang.
Sel T dan sel B secara marfologis hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh
antigen. Tahap akhir dari diferensiasi sel-sel B yang diaktifkan berwujud sebagai sel plasma.
Sel plasma mempunyai retikulum endoplasma kasar yang luas yang penuh dengan molekul-
molekul antibody, sel T yang diaktifkan mempunyai sedikit endoplasma yang kasar tapi
penuh dengan ribosom bebas.
Pengertian Antigen dan Antibodi
Substansi asing yang bertemu dengan system itu bekerja sebagai antigen. Contohnya
jika terjadi suatu substansi terjadi suatu respon dari tuan rumah, respon ini dapat selular,
humoral atau keduanya. Antigen dapat utuh seperti sel bakteri sel tumor atau berupa makro
molekul, seperti protein, polisakarida atau nucleoprotein. Pada keadaan apa saja spesitas
respon imun secara relatif dikendalikan oleh pengaruh molekuler kecil dari
antigendetenniminan antigenic untuk protein dan polisakarida, determinan antigenic terdiri
16
atas empat sampai enam asam amino atau satuan monosa karida. Jika komplek antigen Yang
memiliki banyak determinan misalnya sel bakteri akan membangkitkan satu spectrum respon
humoral dan selular.
Antibodi, disebut juga imunoglobulin adalah glikkoprotein plasma yang bersirkulasi
dan dapat berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenic yang merangsang
pembentukan antibody, antibody disekresikan oleh sel plasma yang terbentuk melalui
proliferasi dan diferensiasi limfosit B. Pada manusia ditemukan lima kelas imunoglobulin,
Ig.G, terdiri dari dua
rantai ringan yang identik dan dua rantai berat yang identik diikat oleh ikatan disulfida dan
tekanan non kovalen. Ig G merupakan kelas yang paling banyak jumlahnya, 75 % dari
imunoglobulin serum IgG bertindak sebagai suatu model bagi kelas-kelas yang lain.
Terjadinya respon imun dari tubuh
Kepekaan tubuh terhadap benda asing (antigen 0 akan menimbulkan reaksi tubuh
yang dikenal sebagai Respon imun Respon imun ini mempunyai dampak positif terhadap,
tubuh yaitu dengan timbulnya suatu proses imunisasi kekebalan tubuh terhadap antigen
tersebut, dan dampak negatifnya berupa reaksi hypersensitifitas. Hypersensitifitas merupakan
reaksi yang berlebihan dari tubuh terhadap antigen dimana akan mengganggu fungsi sistem
imun yang menimbulkan efek protektif yaitu merusak jaringan.
Proses kerusakan yang paling cepat terjadi berupa degranulasi sel dan derifatnya
(antara lain sel basofil, set Mast dan sel plasma) yang melepaskan mediator-mediatonya yaitu
histamin, serotonin, bradikinin, SRS=A, lekotrin Eusinohil chemotactic Factor (ECF) dan
sebagainya. Reaksi tubuh terhadap pelepasan mediator ini menimbulkan penyakit berupa
asthma bronchial, rhinitis aIergika, urtikaria, diaree dan bisa menimbulkan shock.
Secara lambat akan terjadi reaksi kerusakan jaringan berupa sitolisis dari sel-sel
darah merah sitotokis terhadap organ tubuh seperti ginjal (glomeruloneftitis), serum
siknesdermatitis kontak, reaksi tuberculin dan sebagainya, rheumatoid arthritis. coom dan
gell membagi 4 jenis sesitifitas, dimana dapat dilihat apa yang terjadi pada sel-sel leukosit.
Pada type I (padareaksi anafilaktik) terjadi antigen bergabung dengan IgE (imunoglobin tipe
E-antibodies tipe E) yang terikat pada mast sel -sel basofil dan sel plasma. Reaksi terhadap
tubuh terjadi dalam beberapa menit.
17
2. Kelainan Sel Darah Putih
Kelainan-kelainan sel darah putih:
1. Gangguan fungsi
- Chronic granulomatous disease (CGS)
- Myeleperoxidase deficiensy dan lain-lain
2. Kelainan non neoplastik
a. Kelainan jumlah: meningkat/menurun
Lekositosis >10.000/cmm
Netropenia <1.800/cmm
Lekopenia< 4.000/cmm
Eosinofilia >500/cmm
Limfositosis >4.000/cmm
Monositosis >400/cmm
Basofilia> 50/cmm
b. Reaksi lekomoid
c. Mononucleosis Infectiosa
3. Kelainan neoplastik
a. Mieloproliferatie syndrome: mielofibrosis
b. Limfosit, plasma sel: multiple mieloma
c. Organ limfoid: Limfoma Hodkin’s dan non hodkin’s
Penjelasan
a. Leukositosis peningkatan sel darah putih (leukosit) di atas nilai normal. Leukositosis
dapat disebabkan oleh infeksi, radang (inflamasi), reaksi alergi, keganasan, dan lain-
lain.
Contohnya :
- Neutrofilia/Granulositosis
- Limfositosis
- Monositosis
- Basofilia
- Eosinofilia
- leukimia
18
b. Leukopenia
- Neutropenia
- Agranulositosis
c. Limfoma
- Limfoma Hodgkin
- Limfoma Non Hodgkin
a. Leukositosis
1. Neutrofilia/Granulositosis
Leukositosis menunjukkan peningkatan leukosit yang umumnya melebihi
10.000 /mm3. Granulositosis menunjukkan peningkatan granulosit,tetapi sering
digunakan hanya untuk menyatakan peningkatan neutrofil jadi sebenarnya
neutrofilia merupakan istilah yang lebih tepat.
Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh dari
serangan mikroorganisme. Terhadap respons infeksi atau radang akut , neutrofil
meninggalkan kelompok marginal dan memasuki daerah infeksi ; sumsum tulang
melepaskan sumber cadangan dan menimbulkan peningkatan granulopoiesis.
Neutrofilia terjadi antara lain pada :
- Penyakit infeksi terutama oleh bakteri
- Proses perdarahan mendadak
- Pengobatan dengan kortikosteroid
- Hamil
- Penyakit penyakit ganas
2. Limfositosis
Adalah jumlah limfosit meningkat melebihi nilai normal. Infeksi virus biasanya
menyebabkan limfositosis.
Limfosit yang diaktifkan oleh rangsang virus atau antigen diubah bentuknya
menjadi limfosit atipik yang lebuh besar .
Sel – sel ini terdapat dalam jumlah besar pada mononukleus infeksiosa, hepatitis
infeksiosa, toksoplasmosis, campak, parotitis, beberapa reaksi alergi (missal :
serum sickness , sensitivitas obat). Selain limfositosis, pasien ini juga sering
menunjukkan pembesaran hati, lien, dan kalenjar getah bening, yang semuanya
merupakan tempat pembentukan limfosit.
19
3. Monositosis
Monositosis adalah jumlah monosit meningkat melebihi nilai normal. Monositosis
dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (tuberkulosis, endokarditis bakerialis
subakut, brucellosis), infeksi virus (mononucleosis), sifilis, infeksi protozoa,
infeksi riketsia, keganasan, sarkoidosis, dan autoimun.
Monositosis juga dapat ditemukan pada fase penyembuhan infeksi.
4. Basofilia
Basofilia adalah jumlah basofil meningkat melebihi normal. Basofilia dapat
disebabkan oleh keganasan.
5. Eosinofilia
Eosinofilia adalah jumlah eosinofil meningkat melebihi normal. Eosinofilia dapat
disebabkan oleh alergi, hipersensitivitas terhadap obat, infeksi parasit, infeksi
virus, keganasan, dan kelainan kulit.
6. Leukemia
Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos "putih"; aima "darah"), atau lebih dikenal
sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis:
neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara
tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang
dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal
di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal
ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi.
Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah
normal dan imunitas tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah
putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang
muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu
fungsi normal dari sel lainnya.
Klasifikasi
Leukemia dapat diklasifikasikan atas dasar:
Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat
20
meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki
perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang
lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun.
Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid
Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada
sediaan darah tepi.
Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia
limfositik.
Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil, dan eosinofil,
maka disebut leukemia mielositik.
Jumlah leukosit dalam darah
Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal, terdapat
sel-sel abnormal
Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal,
terdapat sel-sel abnormal
Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, tidak
terdapat sel-sel abnormal
Prevalensi empat tipe utama
Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi
menjadi:
Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada
anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65
tahun atau lebih
Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-
anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur
lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak
ada pada anak-anak
Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga
terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit
21
Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering
terjadi pada anak-anak.
a. Leukemia Limfositik Akut
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana
sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan
dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang.
LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Leukemia jenis
ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15
tahun.Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia
remaja dan dewasa.
Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi
limfosit, berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu
menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati,
limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan
pertumbuhannya dan membelah diri. Sel kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan
meningitis dan bisa menyebabkan anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ
lainnya.
1) Etiologi
- Penyebab LLA dewasa sebagian besar tidak diketahui
- Pada anak-anak : faktor keturunan dan sindroma predisposisi genetik
2) Faktor risiko
a. Radiasi dosis tinggi
b. Pajanan terhadap zat kimia tertentu
c. Kemoterapi
d. Sindrom Down
e. Human T-Cell Leukemia Virus-1(HTLV-1)
f. Sindroma mielodisplastik
g. Merokok
3) Manifestasi klinis
a. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
b. Anoreksia
c. Nyeri tulang dan sendi (infiltrasi sumsum tulang)
d. Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme)
22
e. Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis
f. Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria,
perdarahan saluran cerna, perdarahan otak
g. Organomegali (hepatomegali, splenomegali, limfadenopati)
h. Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T)
i. Leukemia sistem saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala ↑ tekanan intrakranial),
perubahan status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf VI dan VII,
kelainan neurologik fokal
j. Keterlibatan organ lain: testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil.
4) Diagnosis: pendekatan diagnosis:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan laboratorium:
Hitung darah lengkap
Apusan darah tepi
Pemeriksaan koagulasi
Kadar fibrinogen
Kimia darah
Golongan darah ABO dan Rh
Penentuan HLA
d. Foto toraks atau CT
e. Pungsi lumbal
f. Aspisrasi dan biopsi sumsum tulang: pewarnaan sitokimia, analisis sitogenetik,
analisis imunofenotip, analisis molekuler BCR-ABL
Tahap-tahap diagnosis leukemia akut:
1. Klinis
Adanya gejala gagal sumsum tulang: anemia, perdarahan, dan infeksi, sering
disertai gejala hiperkatabolik
Sering dijumpai organomegali: limfadenopati, hepatomegali, atau splenomegali
2. Darah tepi dan sumsum tulang
23
Blast dalam darah tepi > 5%
Blast dalam sumsum tulang > 30%
Dari kedua pemeriksaan di atas kita dapat membuat diagnosis klinis leukemia akut.
Langkah berikutnya adalah menentukan jenis leukemia akut yang dihadapi
3. Tentukan jenisnya: dengan pengecatan sitokimia ditentukan klasifikasi FAB. Jika
terdapat fasilitas, lakuk an:
Immunophenotyping
Pemeriksaan sitogenetika (kromosom)
Gambaran laboratorium
• Hitung darah lengkap:
Leukosit n/↑/↓, hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% kasus
Anemia normokromik-normositer (berat dan timbul cepat) dan trombositopenia
(1/3 pasien mempunyai hitung leukosit < 25.000/mm3)
Apusan darah tepi: khas menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit,
limfoblast, monoblast, eritroblast, atau megakariosit) yang melebihi 5% dari sel berinti pada
darah tepi. Sering dijumpai pseudo Pelger-Huet Anomaly, yaitu netrofil dengan lobus sedikit
(dua atau satu) yang disertai dengan hipo atau agranular.
• Aspirasi dan biopsi tulang
Hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak
Lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa
Tampak monoton oleh sel blast
• Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry)
• Sitogenetik
• Biologi molekuler
• Pemeriksaan lain
24
5) Penatalaksanaan
Tahapan terapi LLA:
a. Terapi induksi remisi
• Tujuan: eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah
dan sumsum tulang dan kembalinya hematopoiesis normal
• Terapi ini biasanya terdiri dari prednison, vinkristin, dan antrasiklin (pada umumnya
daunorubistin) dan juga L-asparginase
b. Terapi intensifikasi atau konsolidasi
• Tujuan: eliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya
sel yang resisten obat.
c. Profilaksis SSP
• Profilaksis SSP sangat penting pada pasien LLA. Sekitar 50 – 75% pasien LLA yang
tidak mendapat terapi ini akan mengalami relaps pada SSP
• Terdiri dari kombinasi kemoterapi intrarektal, radiasi kranial, dan pemberian
sistemik obat yang mempunyai bioavalibilitas SSP yang tinggi seperti
metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.
d. Pemeliharaan jangka panjang
Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali
selama 2 – 3 tahun.
b. Leukemia Limfositik Kronik
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit
(salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah
bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering
menyerang pria.
Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar
getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar.
Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal,
sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah.
Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang.
Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar,
seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal. Hal ini bisa
menyebabkan:
- penghancuran sel darah merah dan trombosit
25
- peradangan pembuluh darah
- peradangan sendi (artritis rematoid)
- peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis).
Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit
yang terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering
ditemukan, hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih
jarang ditemukan.
Jenis yang lainnya adalah:
- Sindroma S?zary (fase leukemik dari mikosis fungoides)
- Leukemia sel berambut adalah jenis leukemia yang jarang, yang menghasilkan
sejumlah besar sel darah putih yang memiliki tonjolan khas (dapat dilihat dibawah
mikroskop).
Penyebab
Penyebabnya belum diketahui.
Gejala
Pada stadium awal, sebagian besar penderita tidak memiliki gejala selain pembesaran
kelenjar getah bening. Gejala yang timbul kemudian bisa berupa:
- lelah
- hilang nafsu makan
- penurunan berat badan
- sesak nafas pada saat melakukan aktivitas
- perut terasa penuh karena pembesaran limpa.
Pada stadium awal, leukemia sel T bisa menyusup ke dalam kulit dan menyebabkan
ruam kulit yang tidak biasa, seperti yang terlihat pada sindroma S?zary. Lama-lama penderita
akan tampak pucat dan mudah memar. Infeksi bakteri, virus dan jamur biasanya baru akan
terjadi pada stadium lanjut.
Diagnosa
Kadang-kadang penyakit ini diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan hitung
jenis darah untuk alasan lain. Jumlah limfosit meningkat sampai lebih dari 5.000 sel/mikroL.
Biasanya dilakukan biopsi sumsum tulang. Hasilnya akan menunjukkan sejumlah besar
limfosit di dalam sumsum tulang.
26
Pemeriksaan darah juga bisa menunjukkan adanya:
- anemia
- berkurangnya jumlah trombosit
- berkurangnya kadar antibodi.
Pengobatan
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita
yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat
banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau
trombosit.
Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang
merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun,
diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik. Terapi penyinaran digunakan
untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa.
Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya
sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada
penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan
setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping.
Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan
mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan
pentostatin.
c. Leukosit Granulositik Akut (Leukemia Mieloblastik Akut)
Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan deferesiasi sel-sel progenitor dari sel myeloid. Bila
27
tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dan dalam waktu
beberapa minggu sampai bulan setelah diagnosis.
Etiologi
Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Meskipun demikian
ada beberapa faktor predesposisi LMA pada populasi tertentu.
Benzene
Radiasi ionic
Trisomi kromosom 21 pada penyakit sindrom down
Pengobatan kemoterapi sitotoksik pada pasien tumor padat
Patogenesis
Patogenesis utama LMA adalah adanya blockade maturasi yang menyebabkan proses
deferensiasi sel-sel seri myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi
akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi blast didalam sumsum tulang akan
menyebabkan gangguan hemetopoiesis normal dan gilirannya akan mengakibatkan sindrom
kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya
sitopenia (anemia, lekopenia, dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan
pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia
akan menyebabkan perdarahan, sedang adanya leucopenia akan menyebabkan pasien rentan
terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunis dari flora bakteri normal yang ada didalam tubuh
manusia. Selain itu sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk bermigrasi
keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan
lunak dan system syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.
Tanda Dan Gejala
Tada dan gejala yang terjadi umumnya sangat bervariasi.
Ekimosis
Perdarahan pada gusi dan hidung
Malaise
Kelelahan
Demam
Nyeri tekan sternum
Splenomegali
28
Diagnosis
Secara klasik diagnosis LMA ditegakka berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi sel
dan pengecatan sitokimia. Sejak sekitar 2 dekade tahun yang lalu berkembang 2 tekhnik
pemeriksaan terbaru :
immunophenotyping : suatu teknik pengecatan modern yang dikembangkan
berdasarkan reaksi antigen dan antibody.
analisis sitogenik
d. Leukemia Granulositik Kronik
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit
(salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah
bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering
menyerang pria.
Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar
getah bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar.
Masuknya limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal,
sehingga terjadi anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah.
Kadar dan aktivitas antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang.
Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar,
seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal. Hal ini bisa
menyebabkan:
- penghancuran sel darah merah dan trombosit
- peradangan pembuluh darah
- peradangan sendi (artritis rematoid)
- peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis).
Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit
yang terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering
ditemukan, hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih
jarang ditemukan.
Jenis yang lainnya adalah:
- Sindroma S?zary (fase leukemik dari mikosis fungoides)
29
-leukemia sel berambut adalah jenis leukemia yang jarang, yang menghasilkan sejumlah
besar sel darah putih yang memiliki tonjolan khas (dapat dilihat dibawah mikroskop).
Penyebab
Penyebabnya tidak diketahui.
Gejala
Pada stadium awal, sebagian besar penderita tidak memiliki gejala selain pembesaran
kelenjar getah bening. Gejala yang timbul kemudian bisa berupa:
- lelah
- hilang nafsu makan
- penurunan berat badan
- sesak nafas pada saat melakukan aktivitas
- perut terasa penuh karena pembesaran limpa.
Pada stadium awal, leukemia sel T bisa menyusup ke dalam kulit dan menyebabkan
ruam kulit yang tidak biasa, seperti yang terlihat pada sindroma S?zary. Lama-lama penderita
akan tampak pucat dan mudah memar. Infeksi bakteri, virus dan jamur biasanya baru akan
terjadi pada stadium lanjut.
Diagnosa
Kadang-kadang penyakit ini diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan hitung
jenis darah untuk alasan lain. Jumlah limfosit meningkat sampai lebih dari 5.000 sel/mikroL.
Biasanya dilakukan biopsi sumsum tulang. Hasilnya akan menunjukkan sejumlah besar
limfosit di dalam sumsum tulang. Pemeriksaan darah juga bisa menunjukkan adanya:
- anemia
- berkurangnya jumlah trombosit
- berkurangnya kadar antibodi.
30
Pengobatan
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita
yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat
banyak, kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau
trombosit.
Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang
merangsang pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun,
diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik. Terapi penyinaran digunakan
untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa.
Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya
sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada
penderita leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan
setelah pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping.
Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan
mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan
pentostatin.
b. Leukopenia
1. Neutropenia
Menunjukkan penurunan jumlah absolute neutrofil. Karena peran neutrofil
pada pertahanan pejamu maka jumlah neutrofil absolut yang kurang dari 1000/mm3
merupakn predisposisi terkena infeksi.
Neutropenia dapat disebabkan karena pembentukan neytrofil yang tidak
efektif dan gangguan pembentukan neutrofil yang ditemukan pada anemia hipoplastik
31
atau aplastik yang disebabkan oleh obat sitotoksik dan infeksi virus.kelaparan dan
penggantian sumsum tulang normal oleh sel-sel ganas.
2. Agranulositosis
Adalah keadaan yang sangat serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang
sangat rendah dan tidak adanya neutrofil.Agen penyebab umumnya adalah obat yang
mengganggu pembentukan sel atau meningkatkan penghancuran sel.
Gejala agranulositosis yang sering dijumpai adalah infeksi, rasa malaise umum
( rasa tidak enak,kelemahan,pusing dan sakit otot)) diikuti oleh terjadinya tukak pada
membrane mukosa,demam dan takikardia.
c. Limfoma
1. Definisi
Limfoma adalah kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel darah
putih) yang sebelumnya normal. Seperti halnya limfosit normal, limfosit ganas dapat
tumbuh pada berbagai organ dalam tubuh, termasuk kelenjar getah bening, limpa,
sumsum tulang, darah ataupun organ lain.
2. Klasifikasi
Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologik mikroskopik dari
kalenjar getah bening yang terlibat yaitu : limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin
(NHL).
a) Limfoma Hodgkin
- Definisi
Limfoma Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan
berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Stenberg, yang memiliki
tampilan yang khas dibawah mikroskop.
Sel Reed-Sternberg memiliki limfositosis besar yang ganas yang lebih besar dari satu
inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah
bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
- Penyebab
Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli menduga bahwa penyebabnya
adalah virus, seperti virus Epstein Barr. Penyakit ini tampaknya tidak menular. Di
Amerika, 6000-7000 kasus baru dari penyakit Hodgkin terjadi setiap tahunnya. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada pria. Penyakit Hodgkin bisa muncul pada berbagai usia, tetapi
32
jarang terjadi sebelum usia 10 tahun. Paling sering ditemukan pada usia diantara 15-34
tahun dan diatas 60 tahun
- Gejala
No Gejala Penyebab
1 Berkurangnya jumlah sel darah
merah (menyebabkan anemia, sel
darah putih dan trombosit
kemungkinan nyeri tulang
Limfoma sedang menyebar ke sumsum
tulang
2 -Hilangnya kekuatan otot
-suara serak
Pembesaran kelenjar getah bening
menekan saraf di tulang belakang atau
saraf pita suara
3 Sakit kuning (jaundice) Limfoma menyumbat aliran empedu
dari hati
4 Pembengkakan wajah, leher & alat
gerak atas (sindroma vena kava
superior)
Pembesaran kelenjar getah bening
menyumbat aliran darah dari kepala ke
jantung
5 Pembengkakan tungkai dan kaki Limfoma menyumbat aliran getah
bening dari tungkai
6 Keadaan yang
menyerupai pneumonia
Limfoma menyebar ke paru-paru
7 Berkurangnya kemampuan untuk
melawan infeksi dan meningkatnya
kecenderungan mengalami infeksi
karena jamur dan virus
Penyakit sedang menyebar
- Diagnosa
Pada penyakit Hodgkin, kelenjar getah bening biasanya membesar secara perlahan
dan tidak menimbulkan nyeri, tanpa adanya infeksi. Jika pembesaran ini berlangsung
selama lebih dari 1 minggu, maka akan dicurigai sebagai penyakit Hodgkin, terutama jika
disertai demam, berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan.
Kelainan dalam hitung jenis sel darah dan pemeriksan darah lainnya bisa memberikan
bukti yang mendukung. Tetapi untuk menegakkan diagnosis, harus dilakukan biopsi dari
kelenjar getah bening yang terkena, untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.
33
- Stadium dan Prognosis Penyakit Hodgkin
Stadium Penyebaran Penyakit Kemungkin untuk sembuh
(angka harapan hidup selama 15 tahun
tanpa penyakit lebih lanjut)
I Terbatas ke kelenjar getah bening
dari satu bagian tubuh
(misalnya leher bagian kanan)
Lebih dari 95 %
II Mengenai kelenjar getah bening dari
2 atau lebih daerah pada sisi yang
sama dari diafragma, diatas atau
dibawahnya (misalnya pembesaran
kelenjar getah bening di leher dan
ketiak)
90 %
III Mengenai kelenjar getah bening
diatas & dibawahdiafragma
(misalnya pembesaran kelenjar
getah bening di leher dan
selangkangan)
80 %
IV Mengenai kelenjar getah bening dan
bagian tubuh lainnya
(misalnya sumsum tulang, paru-paru
atau hati
60 – 70 %
- Pengobatan
2 jenis pengobatan yang efektif untuk penyakit Hodgkin adalah terapi penyinaran dan
kemoterapi. Dengan salah satu atau kedua pengobatan tersebut, sebagian besar penderita
bisa disembuhkan. Terapi penyinaran sendiri menyembuhkan sekitar 90% penderita
stadium I atau II.
Pengobatan biasanya dilakukan selama 4-5 minggu, penderita tidak perlu dirawat.
Penyinaran ditujukan kepada daerah yang terkena dan kelenjar getah bening di sekitarnya.
Kelenjar getah bening di dada yang sangat membesar diobati dengan terapi penyinaran
yang biasanya mendahului atau mengikuti kemoterapi. Dengan pendekatan ini, 85%
penderita bisa disembuhkan. Pengobatan untuk stadium III bervariasi, tergantung kepada
34
keadaan. Jika tanpa gejala, kadang terapi penyinaran saja sudah mencukupi. Tetapi hanya
65-75% penderita yang sembuh. Penambahan kemoterapi akan meningkatkan
kemungkinan untuk sembuh sampai 75-80%. Jika pembesaran kelenjar getah bening
disertai dengan gejala lainnya, maka digunakan kemoterapi dengan atau tanpa terapi
penyinaran.
Angka kesembuhan berkisar diantara 70-80%.
Pada stadium IV digunakan kombinasi dari obat-obat kemoterapi. Dua kombinasi
tradisional adalah:
- MOPP (mekloretamin, vinkristin/onkovin, prokarbazin dan prednison)
- ABVD (doksorubisin/adriamisin, bleomisin, vinblastin dan dakarbazin).
b) Limfoma Non Hodgkin
- Definisi
Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari
sistem kelenjar getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh.
- Penyebab
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya
hubungan dengan virus yang masih belum dapat dikenali.
Sejenis limfoma non-Hodgkin yang berkembang dengan cepat berhubungan
dengan infeksi karena HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yaitu
suatu retrovirus yang fungsinya menyerupai HIV penyebab AIDS.
Limfoma non-Hodgkin juga bisa merupakan komplikasi dari AIDS
- Gejala
Gejala PenyebabKemungkinan
timbulnya gejala
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar getah bening
di dada20-30%
Hilang nafsu makan Pembesaran kelenjar getah bening 30-40%
35
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut
kembung
di perut
Pembengkakan
tungkai
Penyumbatan pembuluh getah
bening di selangkangan atau perut10%
Penurunan berat badan
Diare
Malabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus 10%
Pengumpulan cairan
di sekitar paru-paru
(efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh getah
bening di dalam dada20-30%
Daerah kehitaman dan
menebal di kulit yang
terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
Penurunan berat badan
Demam
Keringat di malam
hari
Penyebaran limfoma ke seluruh
tubuh50-60%
Anemia
(berkurangnya jumlah
sel darah merah)
Perdarahan ke dalam saluran
pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh
limpa yang membesar & terlalu
aktif
Penghancuran sel darah merah oleh
antibodi abnormal (anemia
hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
30%, pada
akhirnya bisa
mencapai 100%
36
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau terapi
penyinaran
Mudah terinfeksi oleh
bakteri
Penyebaran ke sumsum tulang dan
kelenjar getah bening,
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi
20-30%
- Diagnosa
Harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening untuk menegakkan diagnosis limfoma
non-Hodgkin dan membedakannya dari penyakit Hodgkin atau penyakit lainnya yang
menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
- Menentukan stadium limfoma non-Hodgkin.
Limfoma non-Hodgkin dikelompokkan berdasarkan tampilan mikroskopik dari kelenjar
getah bening dan jenis limfositnya (limfosit T atau limfosit B).
Salah satu dari pengelompokkan yang digunakan menghubungkan jenis sel dan
prognosisnya:
- Limfoma tingkat rendah, memiliki prognosis yang baik
- Limfoma tingkat menengah, memiliki prognosis yang sedang
- Limfoma tingkat tinggi, memiliki prognosis yang buruk.
Pada saat terdiagnosis, biasanya limfoma non-Hodgkin sudah menyebar luas; hanya sekitar
10-30% yang masih terlokalisir (hanya mengenai salah satu bagian tubuh).
Untuk menentukan luasnya penyakit dan banyaknya jaringan limfoma, biasanya dilakukan
CT scan perut dan panggul atau dilakukan skening gallium.
- Pengobatan
Penderita pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali diobati dengan terapi
penyinaran yang terbatas pada sisi limfoma dan daerah di sekitarnya.
Terapi penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi
dapat memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun.
37
Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang
harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi
hanya 6 bulan sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi
dengan atau tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat
tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya.
Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada
saat penyakitnya terdiagnosis. Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak
memerlukan pengobatan segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering
mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang
serius.
Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.
Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena
penyakit ini tumbuh dengan cepat. Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat
efektif. Obat kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau
dalam bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi).
Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum
tulang masih dalam tahap penelitian. Pengobatan baru yang masih dalam penelitian
adalah antibodi monoklonal yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki
bahan racun (misalnya senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin),
yang menempel di antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada
sel-sel limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh
sel-sel limfoma tersebut. Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang
diangkat dari penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan
dicangkokkan ke penderita. Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung jenis
darah, yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga penyembuhan
berlangsung lebih cepat.
Pencangkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita yang
berusia dibawah 55 tahun dan bisa menyembuhkan sekitar 30-50% penderita yang
tidak menunjukkan perbaikan terhadap pemberian kemoterapi.
Tetapi pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5% penderita
meninggal karena infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik
dan bisa menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk melawan infeksi.
Pencangkokan sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada penderita yang
pada awalnya memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki
38
resiko tinggi terjadinya kekambuhan.
TAHAP VII
KESIMPULAN
39
1. Leokosit memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan yaitu Fungsi
utamanya adalah sebagai sistem pertahanan tubuh, dari berbagai agen yang berbahaya
2. Penurunan kemampuan fungsi leukosit berkaitan dengan penurunan kualitas dan
kuantitas dari sel-sel leukosit itu sendiri
3. Kelainan leukosit secara garis besar mencakup ganguan fungsi, kelaiana non
neoplstik, dan kelainan neoplastik.
4. Kelainan neoplastik yang paling sering adalah lukemia limfoblastik akut, dan
kegansan pada organ limfoid yaitu limfoma hodkins
5. Pemeriksaan darah secara periodik memungkinkan seorang dokter untuk menentukan
beratnya suatu penyakit, mengikuti perjalanan penyakit, untuk menilai efektifitas
pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Inoue S. Leukocytosis. http://emedicine.medscape.com/article/956278-overview
40
2. Price,Sylvia Anderson ; Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi6,Volume 1,EGC,Jakarta,2006
3. Abramson N, Melton B. Leukocytosis: Basic of clinical
assessment.http://www.aafp.org/afp/20001101/2053.html
4. Normal Laboratory Values.http://www.rch.org.au/nets/handbook/index.cfm?doc_id=460
smartpatient.wordpress.com/2010/02/13/leukositosis/ -
5. Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Leukemia
6. Budiman dkk. Kuliah Patologi Klinik. Universitas Brawijaya 1995/1996
7. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi IV. FKUI, Penerbit FKUI Jakarta 2006
41