FISIO MIKROBA.docx

25
FISIO MIKROBA STRUKTUR SEL Eukariota mempunyai organela bermembran, tetapi prokariota tidak mempunyainya. Meskipun tidak mempunyai organela bermembran, aktivitas metabolisme prokariota mengalami kompartemenisasi. Kompartemenisasi metabolisme prokariota adalah pengelompokan senyawa-senyawa dalam suatu unit fungsional, sehingga menghasilkan kinerja yang maksimal. Kompartemenisasi menghasilkan proses metabolisme yang efisien dan tidak overlapping. Kompartemenisasi senyawa misalnya multienzim sitoplasma. Kompartemenisasi juga terjadi pada enzim-enzim rantai respirasi membran sel, sehingga arus elektron dapat terarah dan cepat dari donor sampai ke akseptor elektron. Dalam pembuatan preparat sel untuk mikroskop elektron terkadang dijumpai organela bermembran pada sel prokariota. Organela ini sebenarnya merupakan invaginasi membran sel. Organela seperti itu banyak dijumpai pada prokariota fototrof. APPENDAGES Appendages merupakan struktur nonseluler yang biasanya dipakai sebagai alat gerak atau kolonisasi. Bermacam-macam appendages dijumpai pada bakteri. Appendages biasanya terletak di luar permukaan sel bakteri. Ada 3 kelompok appendages pada bakteri berdasarkan fungsinya, yaitu flagela untuk bergerak, fimbriae untuk perlekatan, dan pili untuk pertukaran genetik Flagela Bakteri mampu bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Alat yang dipakai untuk bergerak atau berenang dalam media cair adalah flagela. Flagela adalah alat gerak yang keluar dari permukaan sel. Flagela merupakan filamen heliks agak kaku (dapat terputar ke kiri atau ke kanan tergantung masing-masing spesies). Flagela

Transcript of FISIO MIKROBA.docx

Page 1: FISIO MIKROBA.docx

FISIO MIKROBA

 

STRUKTUR SEL

Eukariota mempunyai organela bermembran, tetapi prokariota tidak mempunyainya. Meskipun tidak mempunyai organela bermembran, aktivitas metabolisme prokariota mengalami kompartemenisasi. Kompartemenisasi metabolisme prokariota adalah pengelompokan senyawa-senyawa dalam suatu unit fungsional, sehingga menghasilkan kinerja yang maksimal. Kompartemenisasi menghasilkan proses metabolisme yang efisien dan tidak overlapping. Kompartemenisasi senyawa misalnya multienzim sitoplasma. Kompartemenisasi juga terjadi pada enzim-enzim rantai respirasi membran sel, sehingga arus elektron dapat terarah dan cepat dari donor sampai ke akseptor elektron.

Dalam pembuatan preparat sel untuk mikroskop elektron terkadang dijumpai organela bermembran pada sel prokariota. Organela ini sebenarnya merupakan invaginasi membran sel. Organela seperti itu banyak dijumpai pada prokariota fototrof.

APPENDAGES

Appendages merupakan struktur nonseluler yang biasanya dipakai sebagai alat gerak atau kolonisasi. Bermacam-macam appendages dijumpai pada bakteri. Appendages biasanya terletak di luar permukaan sel bakteri. Ada 3 kelompok appendages pada bakteri berdasarkan fungsinya, yaitu flagela untuk bergerak, fimbriae untuk perlekatan, dan pili untuk pertukaran genetik

Flagela

Bakteri mampu bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Alat yang dipakai untuk bergerak atau berenang dalam media cair adalah flagela. Flagela adalah alat gerak yang keluar dari permukaan sel. Flagela merupakan filamen heliks agak kaku (dapat terputar ke kiri atau ke kanan tergantung masing-masing spesies). Flagela bergerak dengan cara berputar seperti baling-baling kapal. Hal ini menguntungkan, karena lingkungan tempat hidup bakteri sebagian besar dalam bentuk cair.

Jumlah dan letak flagela bervariasi. Bakteri Pseudomonas sp. mempunyai satu flagela yang terletak di ujung (kutub) sel yang disebut monotrikus. Bakteri Spirilum sp. mempunyai dua flagela yang terletak di kedua ujung (kutub) sel yang disebut amfitrikus. Bakteri Spirilum sp. juga dapat mempunyai banyak flagela yang terletak di ujung (kutub) sel yang disebut lopotrikus. Bakteri E. coli dan Proteus sp. mempunyai flagela di sekujur tubuh selnya yang disebut peritrikus.

Struktur dan komposisi flagela bakteri berbeda dengan flagela eukariota. Aransemen dan jumlah flagela bervariasi pada setiap jenis bakteri. Flagela dapat dijumpai di kutub sel atau di sepanjang permukaan sel. Pada dasarnya struktur flagela pada bakteri adalah sama, kecuali pada Spirochaeta.

Page 2: FISIO MIKROBA.docx

Flagela (tunggal) mempunyai dasar (base) yang melekat pada membran sel. Dasar ini merupakan protein yang bersifat motorik. Dasar flagela mempunyai struktur seperti motor. Diperlukan sejumlah energi untuk dapat menggerakkan flagela. Energi ini diperoleh dari perpindahan proton atau ion natrium (pada prokariota laut) menyeberangi membran sel (lihat Bab 4). Dasar flagela berhubungan dengan filamen melalui struktur melengkung. Struktur melengkung seperti kait ini memungkinkan pergerakan flagela seperti baling-baling. Putaran flagela sangat cepat dan mampu menggerakkan sel sejauh 50 um per detik.

Secara struktural dan fungsional, flagela memerlukan 40 gen yang disintesis menjadi protein penyusun flagela dan enzim penggerak flagela. Struktur flagela terdiri atas 3 bagian, yaitu dasar tubuh (basal bodi), kait (hook), dan filamen.

Dasar Tubuh

Dasar flagela disebut dasar tubuh yang terbenam dalam membran sel. Karena flagela bergerak seperti motor, maka dasar tubuh diduga merupakan struktur motorik. Dasar tubuh pada bakteri pada umumnya terdiri atas protein saklar (switch protein), protein as (rod protein), protein motor (motor protein), dan protein cincin (ring protein).

Kait

Protein as bersambungan dengan kait yang berada di luar sel. Kait berbentuk melengkung dan terdiri atas beberapa kopi protein yang disebut protein kait. Juga terdapat protein terasosiasi kait (HAPs = hook associate proteins) yang berperan sebagai penyambung kait dengan filamen. Bakteri mutan yang tidak memiliki HAPs, biasanya menyekresi filamen ke luar sel.

Filamen

Protein penyusun filamen disebut flagelin. Ukuran dan jenis flagelin berbeda-beda pada setiap jenis bakteri. Struktur flagelin prokariota unik dan berbeda dari flagelin eukariota.. Pertumbuhan fibril flagelin dari pangkal sampai ke ujung. Hal ini mungkin terjadi, karena struktur flagelin menyediakan sebuah lubang berdiameter 60 A untuk transportasi fibril flagelin hasil sintesis. Dengan demikian flagelin dapat disintesis secara parsial, kemudian ditransfer melalui lubang di flagelin lama untuk diikatkan di ujung flagelin yang lebih dulu disintesis.

Hipotesis Pergerakan Flagela

Sumber energi menghasilkan donor elektron. Elektron mengalami transfer dari enzim rantai respirasi satu ke enzim rantai respirasi lainnya di membran sel. Selama proses transfer elektron oleh pembawa elektron terjadi panas. Ketika panas dianggap cukup menghasilkan energi (Ap), energi tersebut ditransduksi ke protein motor. Akibatnya protein motor memicu protein cincin M dan S untuk memindahkan energi elektrik ke protein as. Protein as berputar, sehingga kait dan flagelin ikut berputar. Arah putaran flagela ditentukan oleh protein saklar.

Protein cincin P dan L tampaknya berperan sebagai penguat, karena membran luar tidak cukup kaku untuk mendukung aktivitas gerakan flagela, khususnya gerakan protein as. Hal ini terlihat

Page 3: FISIO MIKROBA.docx

pada bakteri gram positif yang tidak memerlukan tambahan protein cincin, karena protein as terbenam pada peptidoglikan yang kaku.

Perbedaan Struktur Flagela

Beberapa jenis bakteri mempunyai bentuk (morfologi) flagela yang berbeda dengan jenis bakteri lainnya. Vibrio cholerae mempunyai flagela terbungkus (sheated-flagella). Pembungkus tersebut berupa lipopolisakarida. Secara morfologi flagela terbungkus tampak seperti perluasan (envaginasi) membran luar.

Jumlah dan jenis protein flagelin filamen juga menunjukkan perbedaan. E. coli mempunyai 1 jenis protein flagelin, Rhizobium meliloti dan Bacillus pumilis mempunyai 2 jenis protein flagelin, dan Caulobacter cresentus memiliki 3 jenis protein flagelin. Menurut morfologinya filamen dibedakan menjadi filamen polos (plain filament) dan filamen kompleks (complex filament). E. coli mempunyai filamen polos. Sebagian bakteri tanah, misalnya Pseudomonas rhodos, R. meliloti mempunyai filamen kompleks. Flagela dengan filamen polos biasanya mampu berputar 2 arah, yaitu ke kanan dan ke kiri. Flagela dengan filamen kompleks biasanya hanya mampu berputar satu arah ke kiri atau ke kanan saja.

Flagela spirochaeta sering disebut filamen aksial. Perbedaan utama filamen aksial dengan flagela pada umumnya adalah filamen aksial membujur sejajar dengan sel dan terbenam di periplasma dan sebagian ujungnya keluar sel. Filamen aksial biasanya berjumlah 2 atau lebih, bahkan beberapa spirochaeta berjumlah 30-40. Biasanya filamen aksial terbungkus oleh protein (proteinaceous sheath). Pergerakan filamen aksial sama, yaitu bergerak seperti baling-baling. Filamen aksial sering disebut endoflagela.

Fimbriae

Fibril muncul keluar dari permukaan sel dan biasanya terlihat pada bakteri gram negatif. Banyak bakteri memiliki fibril yang berperan dalam kolonisasi bakteri. Fibril tersebut disebut fimbriae. Protein fimbriae disebut adhesin, karena protein tersebut membantu perlekatan (adhesive) sel ke sel lainnya. Adhesin yang paling ujung, mampu mengenali reseptornya pada sel lainnya, sehingga mempunyai nilai penting dalam dunia kedokteran. Hal ini karena hemaglutinasi sel darah merah merupakan akibat dari aktivitas adhesin bakteri.

Pili

Bakteri mampu berlekatan satu sama lain untuk pertukaran genetik (perkawinan). Selain itu, bakteri dapat melakukan perkawinan dengan bantuan fibril. Fibril yang berperan sebagai perkawinan disebut pili. Pili dijumpai pada bakteri saluran pencernaan (E. coli dan Pseudomonas). Akan tetapi, terdapat beberapa bakteri gram negatif tidak memerlukan pili untuk perkawinan. Sel yang menghasilkan pili disebut jantan dan sel yang menerima perlekatan pili disebut betina. Pada E. coli protein penyusun pili disintesis dari plasmid yang disebut F-plasmid.

Mekanisme pertukaran genetik

Page 4: FISIO MIKROBA.docx

Sel jantan mempunyai pili dan bertemu reseptornya di membran luar sel betina, sehingga ujung pili sel jantan melekat di membran luar sel betina. Pili menembus membran sel dan melekat pada peptidoglikan. Kemudian, pili mengalami pemendekan (retraksi) atau depolimerisasi, sehingga kedua sel semakin mendekat dan membran luar kedua sel bersentuhan. Akibatnya, peptidoglikan dan membran sel kedua sel melakukan penyatuan sementara pada daerah kontak, sehingga menghasilkan sebuah lubang untuk terjadi proses transfer DNA dari sel jantan (donor) ke sel betina (resepien). Jadi transfer DNA terjadi melalui titik kontak, tidak melalui pili. Hal ini masuk akal, karena pili tidak mampu menyediakan energi untuk proses transfer DNA. Akan tetapi, membran sel mampu menyediakan energi untuk proses transfer DNA.

GLIKOKALIKS

Semua material ekstrasel yang melekat di bagian luar dinding sel disebut glikokaliks. Semua bakteri kemungkinan dilindungi glikokaliks ketika hidup di habitat alaminya. Fungsi glikokaliks adalah untuk perlekatan sel ke sel lainnya dan proteksi terhadap fagositosis. Glikokaliks dibedakan menjadi kapsula, lapisan S (S-layer), dan lapisan lendir (slime layer).

Kapsula

Kapsula terdiri atas material mukosa polisakarida di permukaan sel. Kapsula dapat lepas atau terbenam. Konsistensi kapsula dapat kaku atau fleksibel. Material kapsula yang lepas sering disebut slime (slime capsule). Kapsula dapat dilihat melalui mikroskop dengan metode pewarnaan negatif (Gambar 2.5). Substansi polisakarida kapsula yang diproduksi Streptococcus pneumoniae memberikan karakteristik spesifik dan berkaitan dengan virulensi. Virulensi merupakan akibat dari gagalnya fagositosis sel inang dalam melenyapkan patogen.

Lapisan S

Lapisan S merupakan material protein atau glikoprotein. Disebut lapisan S, karena bentuknya yang halus (smooth). Lapisan S ditemukan luas di bakteri gram negatif dan positif. Juga ditemukan di arkhaea, di mana lapisan S membungkus permukaan sel dan berperan sebagai dinding sel tambahan.

DINDING SEL

Bakteri hidup di lingkungan yang lebih encer (lebih banyak air), sehingga terdapat arus masuk air ke dalam sel. Hal ini mengakibatkan adanya tekanan air menekan membran sel. Tekanan air terhadap membran sel disebut tekanan turgor. Membran sel tidak mampu menahan tekanan turgor, sehingga bakteri memerlukan struktur yang lebih kaku untuk menahan tekanan turgor. Struktur kaku tersebut disebut dinding sel. Dinding sel terdapat di sebelah luar membran sel.

Pada bakteri dinding sel merupakan struktur lapisan di sebelah luar membran sel. Pada bakteri gram negatif dinding sel terdiri atas beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar, sedangkan dinding sel bakteri gram positif terdiri atas berlapis-lapis peptidoglikan. Karena

Page 5: FISIO MIKROBA.docx

bagian terluar dinding sel bakteri gram negatif adalah membran luar, maka pewarnaan gram menghasilkan warna pink. Pink merupakan warna safranin yang mewarnai membran luar. Hal sebaliknya terjadi pada bakteri gram positif yang bagian terluarnya adalah peptidoglikan, hasil pewarnaan gram menghasilkan warna biru keunguan. Biru keunguan adalah warna kristal violet yang mewarnai peptidoglikan.

Peptidoglikan

Dinding sel bakteri cukup kaku, karena mengandung peptidoglikan. Peptidoglikan terdiri atas polimer selang-seling N-asetilglukosamin (GlcNac atau G) dan N-asetilmuramat (MurNAc atau M) dengan ikatan beta-1,4. Setiap N-asetilmuramat berikatan dengan tetrapeptida. Tetrapeptida biasanya terdiri atas L-alanin, D-glutamat, sembarang diamino, dan D-alanin. Polimer peptidoglikan yang satu berikatan dengan polimer peptidoglikan yang lainnya melalui jembatan (ikatan) peptida. Dengan demikian struktur peptidoglikan seperti suatu jaring yang membungkus membran sel.

Ketebalan dinding sel bakteri gram positif Bacillus subtilis sekitar 33 nm, terdiri atas beberapa lapis peptidoglikan dan senyawa non-peptidoglikan. Senyawa non-peptidoglikan dapat menyusun sampai 50% dari berat kering dinding sel. Senyawa non-peptidoglikan tersebut adalah asam teikoat, asam teikuronat, polisakarida, asam lipotekoat, glikolipid, dan asam mikolat.

Dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks, karena terdapat membran luar yang melindungi peptidoglikan . Struktur membran luar ini mirip dengan membran sel. Hal yang membedakan kedua membran tersebut adalah membran luar terdiri atas fosfolipid (lapisan dalam) dan lipopolisakarida (lapisan luar), sementara pada membran sel terdiri atas dwilapis fosfolipid.

PERIPLASMA

Baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif memiliki kompartemen (ruangan) antara peptidoglikan dan membran sel yang disebut periplasma. Komponen periplasma memiliki peranan penting dalam fisiologis bakteri. Aktivitas penting yang terjadi di periplasma adalah reaksi redoks, regulasi osmosis, transportasi solut (molekul terlarut) dan protein, dan aktivitas hidrolisis.

Komponen Periplasma

Periplasma merupakan ruangan antara membran sel dan peptidoglikan. Ruangan ini lebih encer dibandingkan sitoplasma. Hal ini karena periplasma mempunyai komponen terlarut lebih sedikit dibandingkan sitoplasma. Oligosakarida berperan dalam regulasi osmosis. Oligosakarida berkurang, jika sel ditumbuhkan pada media yang tinggi osmolaritasnya. Kalau pada membran luar terdapat porin, pada periplasma terdapat protein pengikat solut. Fungsi protein tersebut mirip dengan porin, yaitu membantu transportasi senyawa (gula dan asam amino) dari membran luar ke membran sel dan sebaliknya. Protein TonB berperan sebagai transportir senyawa yang tidak dapat melalui porin, misalnya besi dan vitamin B12. Protein TonB E. coli mempunyai 3 domain protein, yaitu terminal N yang berada di membran luar, terminal C yang berada di membran sel,

Page 6: FISIO MIKROBA.docx

dan daerah kaya prolin yang berada di periplasma. Sitokrom yang ada di periplasma adalah sitokrom c yang mengoksidasi senyawa karbon atau senyawa anorganik dan mengirim elektron ke sistem transfer elektron di membran sel. Proses oksidasi ini disebut oksidasi periplasma. Enzim amilase merupakan enzim hidrolisis yang terdapat di periplasma. Enzim amilase mampu menghidrolisis pati menjadi glukosa. Enzim detoksifikasi yang mampu mendegradasi penisilin adalah beta-lacamase.

MEMBRAN SEL (MEMBRAN PLASMA)

Membran sel berperan sebagai aktivitas transportasi solut, transfer elektron dari respirasi dan fotosintetik, penghasil gradien elektrokimia, sintesis ATP, biosintesis lipid dan dinding sel, sekresi protein, sinyal dan respons terhadap lingkungan.

Membran sel bakteri gram positif Bacillus subtilis mempunyai ketebalan sebesar 22 nm. Membran sel bakteri terdiri atas fosfolipid dan protein. Fosfolipid membentuk lapisan ganda (bilayer). Hal ini karena gliserol fosfat yang polar dan asam lemak yang non-polar, sehingga bagian non-polar di sebelah dalam (tengah) dan bagian polar di sebelah luar (tepi). Membran sel hanya permeabel terhadap air. Molekul yang terlarut air biasanya masuk ke dalam sel melalui protein pembawa (protein terbenam). Terdapat dua jenis protein pada membran sel, yaitu protein terbenam (protein integral) dan tepi (protein periferal). Protein terbenam merupakan protein yang menembus lapisan ganda fosfolipid. Protein terbenam berikatan secara kovalen hidrofobik dengan asam lemak. Protein tepi merupakan protein yang berada di tepi lapisan ganda fosfolipid. Protein tepi berikatan secara ionik dengan gliserol fosfat.

 

PERTUMBUHAN

Mempelajari pertumbuhan bakteri merupakan faktor terpenting dalam mengetahui beberapa aspek fisiologis. Hal ini karena karakteristik pertumbuhan mencerminkan kejadian fisiologis suatu bakteri. Oleh karena itu, peneliti melakukan manipulasi pertumbuhan (misalnya menggunakan kultur terus-menerus supaya fase perbanyakan tetap terjaga dalam waktu yang lama) untuk dapat mempelajari suatu aspek fisiologis.

PENGUKURAN PERTUMBUHAN

Pertumbuhan pada bakteri didefinisikan dengan pertambahan berat sel. Karena berat sel relatif sama pada setiap siklus sel, maka pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah sel. Terdapat berbagai metode dalam mengukur pertumbuhan sel bakteri. Perhitungan sel bakteri terdiri atas 2 cara, yaitu perhitungan langsung dan tidak langsung.

Perhitungan Langsung

Metode Turbidimetri

Page 7: FISIO MIKROBA.docx

Secara rutin jumlah sel bakteri dapat dihitung dengan cara mengetahui kekeruhan (turbiditas) kultur. Semakin keruh suatu kultur, semakin banyak jumlah selnya. Prinsip dasar metode turbidimetri adalah, jika cahaya mengenai sel, maka sebagian cahaya diserap dan sebagian cahaya diteruskan. Jumlah cahaya yang diserap proposional (berbanding lurus) dengan jumlah sel bakteri. Atau jumlah cahaya yang diteruskan berbanding terbalik dengan jumlah sel bakteri. Semakin banyak jumlah sel, semakin sedikit cahaya yang diteruskan .

Metode Total Count

Total count memerlukan mikroskop dan wadah yang diketahui volumenya. Jika setetes kultur dimasukkan ke dalam wadah (misalnya hemasitometer) yang telah diketahui volumenya, maka jumlah sel dapat dihitung. Akan tetapi, cara ini memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat membedakan sel hidup dan mati dan tidak dapat digunakan pada jumlah sel yang sangat sedikit (kurang dari 106 sel/ml).

Metode yang lebih memuaskan dalam mengukur jumlah sel adalah Elektronic Total Count. Jika medan listrik mengenai sel hidup, maka timbul kejutan listrik. Akan tetapi, jika medan listrik mengenai sel mati, maka tidak timbul kejutan listrik. Semakin banyak kejutan listrik, semakin banyak pula jumlah sel yang hidup.

Metode Berat Kering

Cara yang paling cepat mengukur jumlah sel adalah metode berat kering. Metode ini relatif mudah dilakukan, yaitu kultur disaring atau disentrifugasi, kemudian bagian yang tersaring atau yang mengendap hasil sentrifugasi dikeringkan. Pada metode ini juga tidak dapat membedakan sel yang hidup dan yang mati. Akan tetapi, keterbatasan itu tidak menutup manfaat metode ini dalam hal mengukur efisiensi fermentasi, karena pertumbuhan diukur dengan satuan berat, sehingga dapat diperhitungkan dengan parameter konsumsi substrat dan produksi senyawa yang diinginkan.

Perhitungan Tidak Langsung

Metode Viable Count

Metode viable count sering disebut dengan metode total plate count. Kultur diencerkan sampai batas yang diinginkan. Kultur encer ditumbuhkan kembali pada media, sehingga diharapkan setiap sel tumbuh menjadi 1 koloni beberapa saat berikutnya biasanya 12-48 jam. Akan tetapi, cara ini memiliki keterbatasan, yaitu jumlah sel terhitung biasanya lebih kecil dari sebenarnya (kemungkinan besar 1 koloni dapat berasal dari lebih dari 2 sel dan tidak dapat diaplikasikan pada bakteri yang tumbuh lambat.

Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah jumlah sel bakteri harus mendekati kelipatan 10 pada setiap pengencerannya. Jika tidak, maka perhitungan dianggap gagal. Misalnya cawan yang dapat dihitung jumlah selnya adalah yang mempunyai jumlah sel sekitar 2-4 untuk sampel pengenceran (10-x), 20-40 untuk sampel pengenceran (10-(x+1)), dan 200-400 untuk sampel pengenceran (10-(x+2)).

Page 8: FISIO MIKROBA.docx

FASE PERTUMBUHAN

Fase dalam pertumbuhan bakteri telah dikenal luas oleh ahli mikrobiologi. Terdapat 4 fase pertumbuhan bakteri ketika ditumbuhkan pada kultur curah (batch culture), yaitu fase adaptasi (lag phase), fase perbanyakan (exponential phase), fase statis (stationer phase), dan fase kematian (death phase) .

Fase Adaptasi

Ketika sel dalam fase statis dipindahkan ke media baru, sel akan melakukan proses adaptasi. Proses adaptasi tersebut meliputi sintesis enzim baru yang sesuai dengan medianya dan pemulihan terhadap metabolit yang bersifat toksik (misalnya asam, alkohol, dan basa) pada waktu di media lama.

Pada fase adaptasi tidak dijumpai pertambahan jumlah sel. Akan tetapi, terjadi pertambahan volume sel, karena pada fase statis biasanya sel melakukan pengecilan ukuran sel. Akan tetapi, fase adaptasi dapat dihindari (langsung ke fase perbanyakan), jika sel di media lama dalam kondisi fase perbanyakan dan dipindah ke media baru yang sama komposisinya dengan media lama.

Fase Perbanyakan

Setelah sel memperoleh kondisi ideal dalam pertumbuhannya, sel melakukan pembelahan. Karena pembelahan sel merupakan persamaan eksponensial, maka fase tersebut disebut fase eksponensial. Pada fase perbanyakan jumlah sel meningkat sampai pada batas tertentu (tidak terdapat pertambahan bersih jumlah sel), sehingga memasuki fase statis. Pada fase perbanyakan sel melakukan konsumsi nutrien dan proses fisiologis lainnya. Pada fase ini produk senyawa yang diinginkan oleh manusia terbentuk, karena senyawa tersebut merupakan senyawa yang disekresi oleh sel bakteri. Beberapa senyawa yang diinginkan pada fase perbanyakan adalah etanol, asam laktat dan asam organik lainnya, asam amino, asam lemak, dan lainnya.

Fase Statis

Alasan bakteri tidak melakukan pembelahan sel pada fase statis bermacam-macam. Beberapa alasan yang dapat dikemukaan adalah (1) nutrien habis, (2) akumulasi metabolit toksik (misalnya alkohol, asam, dan basa), (3) penurunan kadar oksigen, dan (4) penurunan nilai aw (ketersediaan air). Untuk kasus kedua dijumpai pada fermentasi alkohol dan asam laktat, untuk kasus ketiga dijumpai pada bakteri aerob, dan untuk kasus keempat dijumpai pada fungi.

Pada fase statis biasanya sel melakukan adaptasi terhadap kondisi yang kurang menguntungkan. Adaptasi itu dapat menghasilkan senyawa yang diinginkan manusia misalnya antibiotika dan

Fase Kematian

Penyebab utama kematian adalah autolisis sel dan penurunan energi seluler. Beberapa bakteri hanya mampu bertahan beberapa jam selama fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian,

Page 9: FISIO MIKROBA.docx

sedangkan ada bakteri yang mampu bertahan sampai harian bahkan mingguan pada fase statis dan akhirnya masuk ke fase kematian. Beberapa bakteri bahkan mampu bertahan sampai puluhan tahun sebelum mati dengan mengubah sel menjadi spora.

ADAPTASI PADA KONDISI KELAPARAN

Perubahan fisiologis dapat terjadi ketika bakteri memasuki fase statis. Pada prinsipnya bakteri melakukan penurunan laju metabolisme, supaya nutrien di lingkungannya tidak cepat habis. Bahkan terdapat bakteri yang mengubah bentuk sel vegetatifnya, menjadi spora. Spora merupakan kondisi sel yang nyaris tanpa aktivitas metabolisme. Ketika spora memperoleh media dan lingkungan yang cocok, spora berubah menjadi sel vegetatif baru.

Perubahan Ukuran Sel

Biasanya sel yang memasuki fase statis ukuran selnya berubah menjadi kecil. Kemungkinan yang terjadi adalah sel tetap melakukan pembelahan, tetapi tidak melakukan pertambahan volume sel, sehingga ukuran sel menjadi kecil. Cara ini efektif dalam melakukan penyebaran sel, karena semakin kecil sel, maka semakin mudah sel terbawa angin.

Perubahan Permukaan Sel

Ketika sel mengalami kelaparan, beberapa bakteri mempertinggi sifat membran sel menjadi hidrofob dan membuat sel menjadi semakin lekat. Vibrio menyintesis fimbriae ketika berhadapan dengan kelaparan dalam jangka waktu lama, sehingga sel-selnya mengumpul (agregat).

Perubahan Aktivitas Metabolisme & Komposisi Kimia

Banyak bakteri melakukan turnover metabolisme protein dan RNA ketika kelaparan. Pada kondisi lapar sel mendegradasi protein (yang semula disintesis) sebagai sumber energi. E. coli mengubah asam lemak tidak jenuh dalam membran sel menjadi derivat siklopropil (dengan cara metilasi ikatan rangkap asam lemak).

Bakteri mungkin menyintesis 30-50 protein baru ketika berhadapan dengan kelaparan karbon. Protein tersebut berkaitan dengan fungsi fisiologis pada kondisi rendah nutrien. Misalnya bakteri menyintesis porin PhoE ketika terjadi kelaparan fosfat. PhoE mampu mengambil fosfat anorganik dari luar ketika kehabisan sumber fosfat di dalam sel. Demikian juga pada bakteri penambat nitrogen. Ketika nitrogen anorganik cukup maka bakteri menggunakan nitrogen anorganik sebagai sumber energi. Akan tetapi, ketika nitrogen anorganik terbatas, sel menambat nitrogen bebas menjadi nitrogen anorganik.

Stringent Response

Telah diketahui bahwa sintesis ribosom berjalan seiring dengan laju pertumbuhan. Sel yang cepat tumbuhnya memiliki banyak ribosom per selnya. Stringent response, yaitu menghambat

Page 10: FISIO MIKROBA.docx

(sementara) sintesis rRNA dan tRNA, ketika sel dihadapkan pada keterbatasan sumber karbon dan asam amino.

Stringent response meliputi hal-hal sebagai berikut. (1) Penurunan laju sintesis protein, terutama untuk enzim yang berperan dalam pertumbuhan normal. (2) Penghentian (cessation) sementara replikasi DNA, supaya tidak terjadi pembelahan sel, sehingga jumlah sel relatif tetap. (3) Peningkatan sintesis asam amino, terutama asam-asam amino (termasuk enzim) yang bertanggung jawab terhadap pemanfaatan maksimal kondisi lingkungan yang buruk. Jika dihadapkan pada sumber sulfur terbatas, maka E. coli menyintesis enzim-enzim untuk metabolisme metionin dan kluster FeS. (4) Penurunan sintesis fosfolipid, nukleotida, peptidoglikan, dan karbohidrat.

Pembentukan Spora

Spora pada bakteri berbeda dengan spora pada fungi. Bakteri Bacillus dan Clostridium mampu mengubah sel vegetatif menjadi spora yang disebut endospora. Myxococcus mampu membentuk spora yang disebut mikrokista. Bakteri Azotobacter dan anggotanya membentuk spora yang disebut kista. Sianobakteri membentuk spora yang disebut akinet. Spora bakteri mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Endospora Bacillus mampu bertahan terhadap proses sterilisasi dengan autoklaf.

Pembentukan spora bakteri secara alami belum diketahui dengan jelas. Akan tetapi, kita dapat memicu bakteri membentuk spora. Pemanasan pada suhu 60-65 C selama 10 menit atau lebih mampu memicu pembentukan spora. Faktor lain yang mampu memicu pembentukan spora bakteri adalah perlakuan pH rendah, suhu rendah, pemberian agen pereduksi, dana agen-agen kimia lainnya.

PERTUMBUHAN DIAUXIC

Pertumbuhan diauxic terjadi ketika bakteri dihadapkan pada dua sumber karbon yang berbeda dan mampu menggunakan kedua sumber karbon tersebut. Misalnya E. coli ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa dan laktosa . E. coli memanfaatkan glukosa, karena sel telah memiliki enzim pendegradasi glukosa (enzim struktural). Glukosa sendiri menghambat sintesis enzim pemecah laktosa. Ketika glukosa habis, sel masuk fase statis dan menyintesis enzim yang mampu menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Ketika glukosa tersedia di media, sel memasuki fase perbanyakan kembali.

Rhizobium juga menunjukkan pertumbuhan diauxic ketika pada media diintroduksi 2 sumber karbon, yaitu suksinat dan glukosa. Rhizobium memanfaatkan suksinat dulu, kemudian glukosa. Mengapa Rhizobium lebih memanfaatkan suksinat bukan glukosa? Hal ini karena Rhizobium merupakan bakteri simbion. Secara alami bakteri simbion biasanya memerlukan triosa atau tetrosa

PEMBELAHAN SEL

Page 11: FISIO MIKROBA.docx

Pada dasarnya pertumbuhan pada bakteri adalah pertambahan jumlah sel. Oleh karena itu, kita harus memahami proses pembelahan sel yang terjadi pada bakteri. Dengan sederhaha pembelahan sel dapat diilustrasikan sebagai siklus sel. Siklus sel terdiri atas pembelahan DNA, pembelahan sel, dan periode antara keduanya

Pembelahan Sel pada Bakteri Gram Positif Kokus

Pada Enterococcus hirae pita ekuator berkembang pada saat inisiasi pembelahan sel . Secara kronologis pembelahan sel dapat diilustrasikan sebagai berikut. (1) Terjadi penetrasi sentripetal dinding sel dari 2 arah berlawanan pada pita dinding sel (pita ekuatorial), sehingga menghasilkan celah atau noktah dinding sel 2 pita dinding sel yang terpisah. (2) Penetrasi noktah dinding sel ke arah dalam ( 70-80 nm) diikuti sintesis dinding sel baru. (3) Pita dinding sel terbelah menjadi 2 dinding sel anakan (sebagian). (4) Penetrasi noktah dinding sel (diikuti sintesis dinding sel baru) semakin ke dalam sehingga 2 noktah dinding sel bertemu. (5) Ketika 2 noktah dinding sel bertemu, dinding sel memisah, terjadi pembelahan sel sempurna.

Pada media kaya E. hirae mempunyai waktu pembelahan sel selama 30 menit, sedangkan waktu pembelahan DNA adalah 50 menit. Hal ini berarti pembelahan sel dimulai sebelum pembelahan DNA berakhir, sehingga ketika pembelahan sel selesai, pembelahan DNA juga selesai. Juga terdapat pembelahan DNA berikutnya berlangsung saat pembelahan DNA sebelumnya belum selesai, sehingga terlihat adanya 4 pita DNA pada saat pembelahan sel.

Pembelahan Sel pada Bakteri Gram Negatif Batang

Model pembelahan sel pada bakteri negatif batang berbeda dengan bakteri gram positif kokus. Perbedaannya adalah pada bakteri gram negatif batang terjadi proses pembentukan dinding sel baru, sehingga sel memanjang, kemudian terjadi pembelah ketika sel mencapai panjang tertentu.

 Pembelahan sel bakteri gram negatif batang dimulai dari pembentukan 2 periseptal anuli. Setelah memperoleh panjang tertentu sel membetuk periseptal anuli lagi (di sebelah dalam periseptal anuli pertama) yang akan menjadi tempat perlekatan DNA anakan. Kemudian, sel membentuk septum di tengah sel dengan invaginasi 3 lapisan permukaan sel, yaitu membran sel, peptidoglikan, dan membran luar. Sel melakukan sintesis 3 lapisan permukaan sel tersebut, sehingga sel mengalami pemanjangan. DNA melakukan pembelahan seiring pemanjangan sel. Sebelum panjang sel menjadi 2 kali panjang semula, DNA telah membelah menjadi anakan dan melekatkan diri ke periseptal anuli yang sebelah dalam. Terjadi penetrasi sentripetal septum, sehingga sel bakteri membelah menjadi dua dan panjang sel anakan kira-kira sama dengan panjang sel induk sebelum membelah. Jadi pada proses pembelahan sel bakteri gram negatif batang terbentuk 3 pasang periseptal anuli. Sepasang periseptal anuli merupakan tempat septum pembelahan sel anakan berikutnya.

 

POTENSIAL MEMBRAN

Page 12: FISIO MIKROBA.docx

Membran sel prokariota mempunyai fungsi yang luas. Selain sebagai “pintu” keluar-masuknya senyawa dan nutrien, membran sel juga berfungsi sebagai organela bermembran seperti organela bermembran eukariota. Proses pembentukan energi baik secara respirasi maupun fotosintesis berlangsung di membran sel prokariota.

1TEORI KEMIOSMOSIS

Teori kemiosmosis menyatakan bahwa proton dipindah keluar sel oleh reaksi eksergonik (penghasil energi). Perpindahan proton meninggalkan muatan negatif di sitoplasma, sehingga menghasilkan potensial membran (dalam negatif dan luar positif). Perpindahan proton juga menghasilkan gradien konsentrasi proton (di luar lebih pekat daripada di dalam sel). Ketika proton kembali ke dalam sel menuruni gradien konsentrasi dan menuju kutub negatif, maka dihasilkan energi untuk kerja

ENERGI ELEKTROKIMIA PROTON

Ketika proton berpindah ke luar, terdapat sejumlah energi yang tersimpan dalam gradien konsentrasi proton. Energi pada gradien konsentrasi proton dalam bentuk kimia dan listrik. Energi listrik timbul, karena terdapat perbedaan muatan (di luar lebih positif). Ketika proton kembali ke dalam, energi listrik menghilang. Energi kimia timbul, karena adanya perbedaan (gradien) konsentrasi proton. Ketika proton kembali ke dalam, energi kimia hilang ditransfer ke kerja seluler.

Gaya Pergerakan Proton (delta p)

Kinerja elektrokimia yang dilakukan ketika ion melewati membran, merupakan fungsi potensial membran dan gradien konsentrasi senyawa yang dipisahkan membran. Bakteri mempunyai nilai rata-rata delta p sekitar –140 sampai –200 mV. Nilai delta p saat respirasi lebih tinggi daripada saat fermentasi.

Menciptakan Potensial Membran

Potensial membran dapat diciptakan ketika proton berpindah ke luar membran, sehingga meninggalkan muatan negatif di sebelah dalam dan menambah muatan positif di luar. Potensial membran dapat diciptakan dengan mengoksidasi molekul di luar membran, sehingga menghasilkan muatan positif di luar. Kapasitas potensial membran tergantung kapasitas membran itu sendiri (bergantung seberapa banyak titik-titik yang mampu memindahkan proton).

PEMANFAATAN delta p

Gaya pergerakan proton menyediakan energi bagi fungsi membran sel. Berikut ini beberapa fungsi membran sel yang memanfaatkan delta p. (1) Pengambilan molekul terlarut (solut) dari luar ke dalam sel. (2) Ketika proton kembali melalui konduktor proton, konduktor itu dikopling dengan (di-pasangankan) dengan sistem transportasi solut masuk ke dalam. (3) Sintesis ATP melalui ATPsintase. F0-F1ATPsintase terdiri dari 2 bagian, yaitu kanal F0 yang membentang di membran sel dan F1ATPsintase yang terikat di membran sel dan menghadap ke sitoplasm).

Page 13: FISIO MIKROBA.docx

Proton harus masuk ke kanal F0. Ketika proton melewati kanal tersebut, ATP disintesis dari ADP + Pi di F1ATPsintase.

Mekanisme Sintesis ATP Melalui ATP sintase

Mekanisme sintesis ATP melalui ATPsintase adalah sebagai berikut. Subunit F1 memiliki 3 area penangkapan [ADP + Pi]. Pada kondisi awal subunit F1 sudah menangkap 1 [ADP + Pi]. Ketika terjadi pergerakan proton dari dalam ke luar, maka 1 [ADP + Pi] dari sitopalsma terikat pada subunit F1. Pada waktu proton masuk ke kanal F0, 1 [ADP + Pi] diubah menjadi ATP. Proton bergerak menuju subunit F1, maka terjadi perubahan konformasi subunit F1, sehingga ATP dilepas.

Penelitian pada arkhaea Methanosalus zhilinae menunjukkan ada kanal lain untuk sintesis ATP selain F0F1ATPase, yaitu E1E2ATPase. Aktivitas sintesis ATP oleh F0F1ATPase dihambat oleh DCCD (N.N’disikloheksilkarbodiimida), tetapi aktivitas sintesis ATP oleh E1E2ATPase dihambat vanadat.

4 REAKSI PENGHASIL delta p

Sebagian besar delta p dihasilkan oleh reaksi redoks respirasi pada membran sel, hidrolisis ATP, dan fermentasi.

Reaksi Redoks

Reaksi redoks terdiri dari 2 bagian, yaitu oksidasi (kehilangan elektron atau proton) dan reduksi (mendapat elektron atau proton). Reaksi redoks dapat berlangsung secara berantai (lebih dari 1 reaksi redoks). Jika reaksi redoks berlangsung dari reaksi redoks bernilai Eox/red negatif (donor) ke reaksi redoks bernilai E ox/red lebih positif (akseptor), maka dihasilkan p. Reaksi redoks juga dapat berjalan bolak-balik

Hidrolisis ATP

Hidrolisis ATP dapat menghasilkan delta p, jika terjadi di ATPsintase. Hal ini karena kanal F0-F1ATPsintase dapat dilewati proton dari 2 arah.

Antiport Dikarboksilat dan Hasil Dekarboksilasinya

Banyak produk fermentasi berupa senyawa karboksilat yang merupakan hasil dekarboksilasi dikarboksilat. Salah satu contoh antiport dikarboksilat dan hasil dekarboksilasinya adalah pertukaran oksalat format.

Pada Oxalobacter formigenes (bakteri anaerob) mengambil oksalat dari luar. Di dalam sel oksalat didekarboksilasi menjadi format (monokarboksilat). Kemudian, format ditransportasi ke luar, sehingga terjadi perbedaan potensial membran (di dalam sel bertambah 2- tetapi di kembalikan ke luar 1- dan di dalam lebih negatif). Pertukaran oksalat format terjadi melalui protein transportir (antiport).

Page 14: FISIO MIKROBA.docx

Ketika oksalat masuk ke dalam maka sel melakukan kopling transportasi (antiport) dengan keluarnya format. Kemudian, oksalat didekarboksilasi menjadi format dan CO2 (dan mengkonsumsi proton), sehingga tercipta delta p. Format yang dihasilkan akan dikeluarkan, jika ada oksalat yang masuk.

Dekarboksilasi Dikarboksilat yang Dikopling dengan Transport Na+

Reaksi kimia yang dikopling dengan proton, banyak ditemukan di bakteri, tetapi pada beberapa bakteri (khususnya bakteri laut) sistem transport proton digantikan oleh natrium. Bakteri Vibrio alginolyticus menggunakan pompa natrium yang dikopling dengan respirasi. Contoh sistem dekarboksilasi yang dikopling dengan transport Na+ adalah dekarboksilasi metilmalonil-KoA pada Propionigenium modestum dan dekarboksilasi oksaloasetat pada Klebsiella pneumonia.

Simport Arus Keluar Produk Fermentasi dengan Pompa Proton atau Na+

Pengeluaran produk fermentasi oleh sel bakteri merupakan transport yang menuruni gradien konsentrasi. Transportasi hasil fermentasi tersebut menghasilkan energi, sehingga dapat dipakai untuk memompa proton (natrium). Oleh karena itu, arus keluar produk fermentasi disimport dengan pompa proton, sehingga menghasilkan delta p. Simport pengeluaran laktat dengan pompa proton dapat dilihat pada bakteri Streptococcus. Simport pengeluaran suksinat dengan pompa Na+ terjadi pada bakteri Selenemonas.

Absorbsi Cahaya oleh Pigmen Rodopsin

Beberapa arkhaea (halofil ekstrim) mampu menghasilkan delta p langsung dari absorsi cahaya oleh pigmen tanpa melibatkan reaksi redoks. Arkhaea halofil ekstrim adalah arkhaea heterotrof dan biasanya menghasilkan delta p melalui reaksi redoks. Akan tetapi, jika oksigen rendah, tetapi sinar tinggi, maka dia menyintesis pigmen bakteriorodopsin. Salah satu fungsi bakteriorodopsin adalah memompa proton ketika mengabsorbsi sinar (kopling). Terdapat Arkhaea halofil ekstrim yang mampu menyintesis halorodopsin yang mampu menyerap cahaya dan dikopling dengan arus masuk ion klor.

 

TRANSFER ELEKTRTON

Proses pembentukan energi baik secara fotosintesis maupun respirasi menyangkut masalah transfer elektron. Pembentukan energi sebenarnya adalah transfer energi yang dilepaskan reaksi eksergonik ke sintesis senyawa berenergi tinggi. Seperti diketahui reaksi kimia berlangsung dengan 2 cara, yaitu endergonik dan eksergonik. Reaksi endergonik adalah reaksi yang memerlukan energi, sedangkan reaksi eksergonik adalah reaksi yang menghasilkan energi. Biasanya reaksi eksergonik dikopling dengan reaksi endergonik. Oleh karena itu, organisme termasuk prokariota melakukan suatu konversi energi eksergonik menjadi energi yang dapat dimanfaatkan.

Page 15: FISIO MIKROBA.docx

Pada proses respirasi terjadi arus elektron melalui serangkaian reaksi redoks berantai dalam membran sel. Transfer elektron dimulai dari donor yang mempunyai potensial elektroda rendah ke akseptor yang mempunyai potensial elektroda lebih tinggi. Kompleks yang mampu membawa elektron pada transfer elektron, disebut pembawa elektron. Pada titik tertentu reaksi redoks mampu menghasilkan energi yang tinggi, sehingga energi itu dipakai untuk memompa proton menyeberang membran sel. Ketika proton kembali ke dalam sel akibat perbedaan gradien konsentrasi, perpindahan itu dikopling dengan sintesis senyawa berenergi tinggi, misalnya ATP.

PEMBAWA ELEKTRON

Pembawa elektron yang terletak di membran sel dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu flavoprotein, kuinon, protein besi-belerang, dan sitokrom. Flavoprotein, protein besi-belerang, dan sitokrom adalah protein, sedangkan kuinon adalah lemak. Pembawa elektron protein merupakan kompleks multienzim yang disebut oksido-reduktase. Elektron ditransfer bukan oleh bagian molekul protein, tetapi oleh bagian molekul non-protein. Bagian non-protein yang membawa elektron disebut gugus prostetik. Gugus prostetik flavoprotein, protein besi-belerang, dan sitokrom masing-masing adalah flavin, kluster FeS, dan heme. Gugus prostetik mempunyai kemampuan membawa elektron saja, ada juga yang mampu membawa elektron dan proton.

Flavoprotein

Flavoprotein (Fp) merupakan pembawa elektron dengan gugus prostetik senyawa organik flavin. Ada 2 jenis flavin, yaitu FMN dan FAD. Fosforilasi riboflavin pada ribitil 5’OH menghasilkan FMN dan adenilisasi FMN menghasilkan FAD. Ketika tereduksi, fp mampu membawa proton dan elektron.

Kuinon

Kuinon adalah lemak pembawa elektron. Beberapa peneliti yakin bahwa kuinon mobil di daerah hidrofob membran sel. Kuinon terdapat dalam 3 bentuk, yaitu ubikuinon, menakuinon, dan plastokuinon. Kuinon mampu membawa elektron dan proton.

Prokariota mampu menghasilkan 2 kuinon selama respirasi, yaitu ubikuinon dan menakuinon. Menakuinon mempunyai potensial elektroda lebih rendah daripada ubikuinon dan biasanya digunakan pada respirasi anaerob. Plastokuinon dijumpai pada sianobakter.

Protein besi-belerang

Besi-belerang mempunyai gugus prostetik besi non-heme yang bagian sulfurnya tidak tahan asam. Itu berarti ketika pH rendah (asam), H2S akan terlepas dari gugus prostetiknya. Besi-belerang mempunyai potensial elektroda yang luas dari –400 sampai +350 mV. Oleh karena itu,

Page 16: FISIO MIKROBA.docx

besi-belerang dijumpai di setiap level potensial elektroda redoks. Dia dapat membawa elektron, tetapi tidak dapat membawa proton.

Sitokrom

Sitokrom adalah pembawa elektron dengan besi heme sebagai gugus prostetiknya. Heme adalah 4 cincin pirol yang dihubungkan dengan jembatan metana . Karena heme terdiri dari 4 pirol, maka sering disebut tetrapirol. Terdapat 4 jenis sitokrom, yaitu sitokrom a, b, c, dan d. Terdapat sitokrom o pada prokariota. Sitokrom o termasuk dalam jenis sitokrom b. Sitokrom mampu membawa proton dan elektron.

ORGANISASI PEMBAWA ELEKTRON

Pada mitokondria serangkaian pembawa elektron terorganisasi dari potensial elektroda rendah (donor) ke potensial elektroda tinggi (akseptor). Elektron (mungkin juga proton) dapat masuk ke sembarang pembawa elektron yang sesuai potensial elektrodanya, kemudian ditransfer ke akseptor yang lebih tinggi potensial elektrodanya.

Terdapat 4 kompleks pembawa elektron pada mitokondria, yaitu NADH-ubikuinon oksidoreduktase (kompleks 1), suksinat dehidrogenase (kompleks 2), ubikuinol-sitokrom c oksidoresuktase (kompleks 3; disebut juga kompleks bc1), dan sitokrom c oksidase (biasanya sitokrom aa3; kompleks 4).

Pada prokariota pembawa elektron berbeda-beda tergantung jenis prokariotanya. Akan tetapi, dapat dianalogikan dengan pembawa elektron di mitokondria, pembawa elektron di prokariota diorganisasikan dalam 3 kelompok, yaitu kompleks dehidrogenase, kompleks oksidase (aerob) atau kompleks reduktase (anaerob), dan kuinon sebagai penghubung 2 kompleks tersebut di atas.

Prokariota mempunyai organisasi transfer elektron yang bercabang. Hal ini terkait dengan kemampuan prokariota melakukan respirasi ganda. Jika mitokondria hanya mampu melakukan respirasi aerob saja, maka prokariota mampu melakukan respirasi aerob dan anaerob. Bahkan prokariota mampu melakukan respirasi dengan akseptor elektron berbeda, meskipun dalam suasana yang sama. Titik percabangan pembawa elektron biasanya terdapat pada kuinon atau sitokrom. Percabangan itu memberi kosekuensi kemampuan prokariota menghadapai perubahan lingkungan. Misalnya pada kondisi aerob E. coli menyitesis oksidase, tetapi dalam kondisi anaerob E. coli menyintesis beberapa reduktase (fumarat reduktase, nitrat reduktase, TMAO reduktase) tergantung akseptor elektronnya.

TEMPAT KOPLING PEMBAWA ELEKTRON

Page 17: FISIO MIKROBA.docx

Transfer elektron selalu disertai pembentukan delta p yang diperoleh dari perpindahan proton ke luar. Pada saat hampir bersamaan juga terjadi sintesis ATP melalui ATPsintase ketika proton kembali masuk ke dalam.

Mitokondria mempunyai 3 titik kopling pembentukan delta p dan sintesis ATP, yaitu kompleks 1, kompleks 3, dan kompleks 4. Terdapat konsensus bahwa mitokondria mampu memindah proton sebanyak 10 setiap transfer elektron dari NADH sampai oksigen. Kompleks 1 dan 3 mampu memindahkan 4 proton setiap transfer 2 elektron. Bagian kompleks 3 yang mampu memindahkan proton adalah ubikuinon. Kompleks 4 hanya mampu memindah 2 proton setiap transfer 2 elektron ke akseptor terakhir. Kompleks 1 dan 3 dapat berjalan membalik. Hal ini p, maka elektron dapat ditransfer dari pembawa elektronberarti, jika ada dengan potensial elektroda rendah ke pembawa elektron dengan potensial elektroda lebih tinggi. Akan tetapi, kompleks 4 tidak dapat membalik. Hal ini berarti air tidak dapat dipakai sebagai donor elektron.

Pada prokariota terdapat 2 titik kopling pembentukan delta p dan sintesis ATP, yaitu ubikuinon sitokrom bc1 (mirip kompleks 3 pada mitokondria) dan kompleks oksidase atau reduktase (mirip kompleks 4 pada mitokondria). Akan tetapi, ubikuinon sitokrom bc1 sering hanya disebut kompleks bc1 atau sitokrom bc1. Dehidrogenase juga dapat menjadi tempat kopling, jika dehidrogenase tersebut adalah NADH dehidrogenase.

PEMBENTUKAN ATP SECARA RESPIRASI (MELALUI ATPsintase)

Jumlah ATP yang dihasilkan transfer elektron dari donor sampai akseptor terakhir bervariasi tergantung jenis donornya. Jumlah ATP yang disintesis melalui ATPsintase per 2 elektron dan akseptor elektron adalah oksigen, dilambangkan dengan P/O. Jika akseptor elektron bukan oksigen, maka dilambangkan dengan P/2e-.

Jumlah proton yang kembali melalui kanal ATPsintase yang dikopling dengan sintesis ATP (dilambangkan H+/ATP) bervariasi, yaitu 2-4 proton digunakan untuk menyintesis 1 ATP (Gambar 5.7). Terdapat konsensus bahwa nilai H+/ATP mitokondria adalah 3. Karena mitokondria mampu memindah proton sebanyak 10 proton dan nilai H+/ATP adalah 3, maka nilai P/O-nya adalah 3,3.

Perbedaan energi (ATP) yang dihasilkan masing-masing prokariota di samping tergantung pada jenis pembawa elektron yang mampu memindahkan proton, juga tergantung pada asosiasi kompleks respirasi dengan membran sel. Sitokrom c yang terbenam di membran sel, mempunyai aktivitas perpindahan proton lebih kecil dibandingkan sitokrom c periplasmik.