Firman Firdaus(1006699)

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kondisi jalan yang kita lewati saat ini sering mengalami kerusakan, tidak sedikit jalan-jalan yang mengalami kerusakan yang cukup parah akibat berbagai macam faktor. Dalam laporan penelitian kali ini, penulis akan meneliti kerusakan jalan yang terjadi pada sepanjang jalan Cikutra Barat, Tubagus Ismail kota Bandung, Jawa Barat. Jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail merupakan salah satu jalan yang tiap pagi dan sore harinya dipadati oleh kendaraan baik kendaraan roda 2 maupun roda 4, karena jalan- jalan tersebut berlokasi di daerah Bandung Tengah dan merupakan salah satu akses menuju pusat kota. Di sepanjang jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail kita dapat menemukan badan jalan yang mengalami kerusakan yang cukup parah, terdapat lubang-lubang besar, hancurnya trotoar jalan, permukaan jalan yang tidak rata, padahal jalan-jalan tersebut sudah sering diperbaiki tetapi tetap saja rusak kembali. Kerusakan badan jalan pada daerah tersebut bukan hanya satu atau dua kali dalam kala ulang satu tahun, maka dari itu para pengguna jalan harus senatiasa berhati-hati jika menggunakan jalan tersebut. karena dengan rusaknya badan FIRMAN FIRDAUS Page 1

description

metlit

Transcript of Firman Firdaus(1006699)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kondisi jalan yang kita lewati saat ini sering mengalami kerusakan, tidak sedikit

jalan-jalan yang mengalami kerusakan yang cukup parah akibat berbagai macam faktor.

Dalam laporan penelitian kali ini, penulis akan meneliti kerusakan jalan yang terjadi pada

sepanjang jalan Cikutra Barat, Tubagus Ismail kota Bandung, Jawa Barat.

Jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail merupakan salah satu jalan yang tiap pagi

dan sore harinya dipadati oleh kendaraan baik kendaraan roda 2 maupun roda 4, karena

jalan-jalan tersebut berlokasi di daerah Bandung Tengah dan merupakan salah satu akses

menuju pusat kota.

Di sepanjang jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail kita dapat menemukan badan

jalan yang mengalami kerusakan yang cukup parah, terdapat lubang-lubang besar,

hancurnya trotoar jalan, permukaan jalan yang tidak rata, padahal jalan-jalan tersebut

sudah sering diperbaiki tetapi tetap saja rusak kembali.

Kerusakan badan jalan pada daerah tersebut bukan hanya satu atau dua kali dalam

kala ulang satu tahun, maka dari itu para pengguna jalan harus senatiasa berhati-hati jika

menggunakan jalan tersebut. karena dengan rusaknya badan jalan maka daya gesek ban

dengan jalan tidak berfungsi secara optimal. Sehingga tingkat kenyaman dan keamanan

jalan menjadi berkurang.

FIRMAN FIRDAUS Page 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Kerusakan badan jalan yang terjadi saat ini tidak lepas dari berbagai macam masalah

yang masih belum diselesaikan.

Penyebab-penyebab terjadinya kerusakan badan jalan dapat diakibatkan oleh :

1. Kondisi tanah (soil parameter) yang tidak cocok untuk dijadikan material

pembentuk jalan.

2. Tingkat keseriusan dan ketelitian yang rendah dari para perencana dalam

merencanakan komposisi material pembentuk badan jalan agar kuat terhadap

beban kendaraan.

3. Curah hujan dan suhu kota Bandung yang tiap kali berubah-ubah.

4. Masuknya air ke dalam badan jalan akibat jalan yang berongga, sehingga pada

saat kondisi kadar air maksimum terjadi pengembangan material jalan (swelling

accident), jika dibiarkan maka badan jalan akan mengalami retak-retak dan jika

terjadi secara continu maka badan jalan akan pecah.

5. Saluran drainase di pinggir jalan (selokan/parit) yang tidak direncanakan untuk

menampung kapasitas air pada saat curah hujan maksimum.

6. Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik.

Penyebab-penyebab kerusakan badan jalan yang telah didentifikasi diatas saling

berhubungan satu dengan lainnya. Secara umum penelitian ini memerlukan pandangan

dari berbagai macam ilmu, tetapi kali ini penulis akan meneliti kerusakan badan jalan dari

aspek geoteknik.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari adanya penelitian mengenai kerusakan badan jalan Cikutra Barat dan

Tubagus Ismail ini adalah :

1. Mengetahui perilaku tanah pada jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail

2. Mengetahui karakteristik tanah dan batuan yang digunakan dalam

perencanaan jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail.

FIRMAN FIRDAUS Page 2

3. Mengetahui komposisi yang layak digunakan dalam perencanaan jalan

Cikutra Barat dan Tubagus Ismail.

4. Mengetahui layak atau tidaknya presentase nilai CBR yang terdapat pada jalan

Cikutra Barat dan Tubagus Ismail

D. Manfaat Penelitian

Secara umum manfaat dari adanya penelitian mengenai kerusakan badan jalan

Sadang Serang dan Tubagus Ismail ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan

kuantitas badan jalan agar berfungsi secara optimal. Dan manfaat dari aspek

geoteknik yaitu agar para perencana mengetahui soil properties pada tanah dasar (sub

grade) jalan Cikutra Barat dan Tubagus Ismail untuk merencanakan jalan tersebut.

FIRMAN FIRDAUS Page 3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

Proses Terbentuknya Tanah

Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terekat satu dengan

yang lain (di antaranya mungkin material organik). Rongga-rongga di antara bagian-

bagian tersebut berisi udara dan/atau air.

Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan

kimiawi dan mekanis (kecuali tanah organi : gambut). Terutama sekali batuan ditulari

oleh pelapukan kimiawi. Mineral yang peka terhadap pelapukan akan berubah

menjadi mineral lempung yang berbutir sangat halus. Pelapukan mekanis, misalnya

“desakan es” (frost wedging), atau kegiatan yang dilakukan oleh tumbuhan dan

binatang, membantu proses pemecahan tersebut pada proses ini, tanah dapat tetap

berada pada tempat pembentukannya. Maka akan jelaslah bagi kita bahwa sifat yang

dimiliki tanah akan bergantung pada batuan induknya dan pada faktor-faktor seperti

iklim, topografi, organisme, dan waktu.

Seringkali tanah yang telah lapuk mengalami perpindahan tempat dari batuan

induknya. Perpindahan ini dapat diakibatkan oleh gaya-berat (proses kemiringan) atau

media transportasi, seperti air, angin, dan es. Di negeri Belanda dikenal endapan

sungai (fluviatil), endapan pantai (litoral), endapan oleh angin (eolik), endapan oleh

es ( glasial), dan endapan oleh laut (marien). Batuan induk, proses pelapukan, dan

media transportasi mempunyai pengaruh terhadap sifat material tanah yang pada

akhirnya diendapkan di suatu tempat. Setelah mengendap, pada material tanah

tersebut masih berlangsung berbagai perubahan. Oleh karena itu, terbentuklah

berbagai jenis tanah, dengan distribusi besar butiran, tahapan penyatuan, bentuk

butiran, dan lain sebagainya, yang berbeda-beda.

FIRMAN FIRDAUS Page 4

Klasifikasi, Susunan, dan Struktur Tanah

Sifat-sifat fisis-kimiawi tanah ditentukan dari susunan dan struktur tanah yang

bersangkutan. Pada umumnya klasifikasi tanah dilakukan terhadap besar butiran.

Klasifikasi ukuran butiran tidak mencakup susunan mineralogis dari tanah. Pada

umumnya volume mineral pun tidak ditentukan. Pada tanah yang seringkali

menimbulkan masalah, seringkali kita perlu menentukan volume mineralnya. Pada

lempung, hal ini secara teratur dilakukan difraksi-ronsen. Biasanya lempung terdiri

dari mineral kuarsa dalam fraksi ukuran lempung (quick-clay).

Konsolidasi Tanah

Akibat pembebanan, maka tanah akan mengalami konsolidasi. Pada tanah

kohesif, mula-mula beban dipikul oleh kerangka butiran dari bagian-bagian yang

padat maupun oleh air dalam pori-pori. Jika beban diberikan dalam waktu yang lama,

maka air akan tertekan perlahan-lahan dari bagian tanah yang dibebani. Sebagai

akibat rendahnya permeabilitas material yang bersangkutan, proses ini berlangsung

perlahan-lahan, namun akhirnya volume tanah akan berkurang. Berkurangnyua

volume ini berkaitan dengan pembebanan. Konsolidasi merupakan pula sebuah

proses alamiah. Setiap lempung akan berkonsolidasi jika terhadapnya diendapkan

lapisan yang lebih muda.

Tanah yang mengandung lempung bisa mempunyai waktu konsolidasi yang

cukup lama, bervariasi daei satu tahun sampai ratusan tahun.

Penurunan dapat terjadi pula pada tanah yang tak-berkohesi (pasir, kerikil) yang

dibebani. Biasanya penurunan berlangsung dengan cepat karena tingginya

permeabilitas tanah, sehingga air akan cepat terdesak ke luar. Pebedaan dalam

kecepatan konsolidasi ini merupakan salah satu perbedaan terpenting di antara

berbagai jenis tanah. Kerapatan-relatif kerapatan-minimum dan kemungkinan

kerapatan-maksimalnya.

Sebagian material berbutir mempunyai rentang (range) perbandingan pori-pori

yang besar. Apabila pasir digetarkan dan dipadatkan, maka butiran-butirannya akan

lebih rapat satu sama lain dan dilaboratorium dapat kita tentukan perbandingan-

minimal pori-porinya.

FIRMAN FIRDAUS Page 5

Air

Ada kalanya air merupakan benda galian. Pengambilan air, air minum dan/atau air

industri, tidak hanya sebagai air permukaan, tetapi juga sebagai air-tanah di dassar

tanah.

Beberapa jenis sedimen-bukan hanya yang lepas saja, tetapi juga batuan padat-

adalah berpori-pori. Seringkali pori-pori ini berisi zat cair, biasanya air, ada kalanya

gas. Tidak selamanya air permukaan dapat dilihat lepas dari air-tanah. Mengubah

tinggi-air alami tanpa terlebih dahulu mengetahui keadaan tanah dasarnya dapat

mengakibatkan banyak kesulitan atau menelan biaya yang besar (misalnya

terendamnya bendungan dan tanggul, berubahnya aliran air-tanah, menegeringnya

atau munculnya sumber air baru (tuntutan ganti rugi)).

Pemunculan Air

Air dapat muncul ke permukaan bumi dalam bentuk :

a) Meteorik, yaitu air hujan yang meresap jauh ataupun tidak begitu jauh ke

dalam dasar tanah (benda galian, pengambilan air), ada kalanya juga memfosil

dan tertinggal di dalam lapisan tanah tua sehubungan dengan permukaan bumi tua

(diskordansi).

b) Dalam endapan-endapan muda dekat pantai masih kita temukan sisa air

laut ( Belanda Barat)

c) Air tersekap atau air formasi banyak kita temukan dlaam tanah dasar yang

dalam. Air ini hampir selalu asin hingga mencapai kadar garam 20%, jadi lebih

asin daripada air laut yang hanya 3,5%. Komposisi unsur-unsur yang larut tidak

sama dengan air laut. Air ini selain berasal dari sisa air laut mungkin juga berasal

dari air yang dikeluarkan pada waktu berlangsungnya perubahan sedimen dan

metamorfisis batuan.

d) Air muda (juvenile water) yang berasal dari aktivitas vulkanik; uap dan

uap air dari magma, lava dan sebagainya.

FIRMAN FIRDAUS Page 6

Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan

Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum

mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi kerusakan

fungsional dan strukturalnya.

Kerusakan fungsional adalah apbila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan

yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai dengan adanya rusak

pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.

Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat kekasaran

permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan tanah dasara yang

tidak stabil, beban lalu lilntas, keleahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan

sekitar.

Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Bina Marga

Jenis kerusakan perkerasan lentur dapat dibedakan atas :

1. Retak (cracking)

2. Distorsi (distorsion)

3. Cacat permukaan (disintegration)

4. Pengausan (polished aggregate)

5. Kegemukan (bleeding/flusing)

6. Penurunan pada bekas penananman utilitas

a. Retak (cracking)

Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas :

1. Retak halus atau retak garis ( hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama

dengan 3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau

bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat

meresapkan air ke dalam permukaan dan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah

seperti retak kulit buaya bahkan kerusakan seperti lubang dan amblas. Retak ini dapat

berbentuk melintang dan memanjang, dimana retak memanjang terjadi pada arah sejajar

dengan sumbu jalan, biasanya pada jalur roda kendaraan atau sepanjang tepi perkerasan

atau pelebaran, sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah memotong sumbu

FIRMAN FIRDAUS Page 7

jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan. Metode pemeliharaan dan

penanganan :

Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan renggang, dilakukan

metode perbaikan P2 (laburan aspal setempat).

Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan rapat, dilakukan

metode perbaikan P3 (penutupan retak).

Untuk lebar retakan (> 2 mm) lakukan perbaikan P4 (pengisian retak).

Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat

dilihat pada lampiran A.

Gambar 1. Retak Halus

2. Retak kulit buaya (alligator crack), lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm.

Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit

buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan

permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapisan permukaan kurang

stabil, atau bahan pelapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik). Umumnya

daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi retak kulit

buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui

beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit buaya dapat

diresapi oleh air sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat

terlepasnya butir-butir.

Untuk retak kulit buaya dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal setempat)

dan P5 (penambalan lubang/patching) sesuai dengan tingkat kerusakan retak yang terjadi.

FIRMAN FIRDAUS Page 8

Urutan pelaksanaan serta bahan dan peralatan dapat dilihat pada lampiran A. Perbaikan

juga harus disertai dengan perbaikan drainase disekitarnya, sehingga nantinya air tidak

tergenang di badan jalan yang dapat mempengaruhi umur jalan.

Gambar 2. Retak Kulit Buaya

3. Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang

mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya

sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau

terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh di tepi

perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini. Di lokasi retak, air

dapat meresap yang dapat semakin merusak lapisan permukaan. Retak dapat diperbaiki

dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus

dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami

penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama

kelamaan akan bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang-lubang.

Gambar 3. Retak Pinggir

FIRMAN FIRDAUS Page 9

4. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack), retak memanjang,

umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan oleh

kondisi drainase di bawah bahu jalan lebih buruk daripada di bawah perkerasan,

terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau perkerasan jalan, atau

akibat lintasan truk / kendaraan berat dibahu jalan. Perbaikan dapat dilakukan seperti

perbaikan retak refleksi.

Gambar 4. Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan

5. Retak sambungan jalan (lane joint cracks), retak memanjang, yang terjadi pada

sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua

lajur. Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke

dalam celah-celah yang terjadi. Jika tidak diperbaiki, retak dapat berkembang menjadi

lebar karena terlepasnya butir-butir pada tepi retak dan meresapnya air ke dalam lapisan.

6. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), adalah retak memanjang yang

terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Hal ini

disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan

lama, dapat juga disebabkan oleh ikatan antara sambungan tidak baik. Perbaikan

dilakukan dengan mengisi celah-celah yang timbul dengan campuran aspal cair dan pasir.

Jika tidak diperbaiki, air dapat meresap masuk ke dalam lapisan perkerasan melalui

celah-celah, butir-butir dapat lepas dan retak dapat bertambah besar.

FIRMAN FIRDAUS Page 10

Gambar 5. Retak Sambungan Pelebaran Jalan

7. Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal atau

membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan pola

retakan dibawahnya. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak

diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak refleksi dapat pula

terjadi jika terjadi gerakan vertical / horizontal dibawah lapis tambahan sebagai akibat

perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang

dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal

cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar

dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai

Gambar 6. Retak Refleksi

8. Retak susut (shrinkage cracks), retak yang saling bersambungan membentuk kotak-

kotak besar dengan susut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan

FIRMAN FIRDAUS Page 11

pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan

campuran aspal cair dan pasir serta dilapisi dengan burtu.

Gambar 7. Retak Susut

9. Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit.

Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antar lapis permukaan dan lapis

dibawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak air, atau

benda non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat

antar kedua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam

campuran lapisan permukaan, atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan.

Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dengan dan

menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.

FIRMAN FIRDAUS Page 12

Gambar 8. Retak Slip

b. Distorsi (distortion)

Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan

yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu

lintas. Sebelum perbaikan dilakukan sewajarnyalah ditentukan terlebih dahulu jenis dan

penyebab distorsi yang terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang

tepat.

Distorsi dapat dibedakan atas :

1. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur dapat

merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan,

mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat timbul retak- retak. Terjadinya alur

disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan

pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran aspal dengan

stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis.

Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6 (perataan)

untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang cukup parah dilakukan

perbaikan P5 (penambalan lubang) yang pelaksanaan serta bahan dan peralatannya dapat

dilihat pada lampiran A.

FIRMAN FIRDAUS Page 13

Gambar 10. Alur

2. Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Dengan timbulnya lapisan

permukaan yang berkeriting ini pengemudi akan merasakan ketidaknyamanan dalam

mengemudi. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang dapat

berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus,

agregat berbentuk butiran dan berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan

mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka

sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair). Perbaikan

terhadap kerusakan ini dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6

(perataan) dan juga perbaikan P5 (penambalan lubang) jika keriting juga disertai dengan

timbulnya lubang-lubang pada permukaan jalan.

Kerusakan ini juga dapat diperbaiki dengan :

a. Jika lapis permukaan yang berkeriting itu memiliki lapisan pondasi agregat,

perbaikan yang tepat adalah dengan mengaruk kembali, dicampur dengan lapis

pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis permukaan baru.

b. Jika lapis permukaan dengan bahan pengikat memiliki ketebalan > 5 cm, maka

lapis tipis yang mengalami keriting tersebut diangkat dan diberi lapis permukaan

yang baru.

FIRMAN FIRDAUS Page 14

Gambar 11. Keriting

3. Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat kendaraan

sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan terjadi dengan atau

tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan keriting. Perbaikan dapat

dilakukan dengan cara perbaikan P6 (perataan) dan perbaikan P5 (penambalan lubang).

Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat dilihat

pada lampiran A.

Gambar 12. Sungkur

4. Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Amblas dapat

terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air yang tergenang ini dapat meresap ke

FIRMAN FIRDAUS Page 15

dalam lapisan permukaan yang akhirnya menimbulkan lobang. Penyebab amblas adalah

beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik,

atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement.

Perbaikan dapat dilakukan dengan :

a. Untuk amblas yang < 5cm, lakukan metode perbaikan P6 (perataan).

b. Untuk amblas yang > 5 cm, lakukan metode perbaikan P5 (penambalan

lubang).

c. Periksa dan perbaiki selokan dan gorong-gorong agar air lancar mengalir.

d. Periksa dan perbaiki bahu jalan yang mengalami kerusakan.

Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat

dilihat pada lampiran A.

Gambar 13. Amblas

5. Jembul (upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat

adanya pengembangan tanah dasar pada tanah yang ekspansif. Perbaikan dilakukan

dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisnya kembali.

FIRMAN FIRDAUS Page 16

c. Cacat permukaan (disintegration)

Yang termasuk dalam cacat permukaan adalah :

1. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar.

Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang

menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.

Lubang dapat terjadi karena :

a. Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :

- Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.

- Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat tidak baik.

- Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.

b. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah lepas akibat

pengaruh cuaca.

c. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul pada lapis

permukaan.

d. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan

mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.

Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara:

• Untuk lubang yang dangkal ( < 20 mm ), lakukan metode perbaikan P6

(perataan).

• Untuk lubang yang > 20 mm, lakukan metode perbaikan P5 (penambalan

lubang)

Selanjutnya untuk urutan pelaksanaan perbaikan serta bahan dan peralatan dapat

dilihat pada lampiran A.

FIRMAN FIRDAUS Page 17

Gambar 14. Lubang

2. Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta

disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan

lapisan tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut

dibersihkan, dan dikeringkan.

Gambar 15. Pelepasan Butiran

3. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping), dapat disebabkan oleh kurangnya

ikatan antar lapisan permukaan dan lapis dibawahnya, atau terlalu tipisnya lapis

permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digarus, diratakan dan dipadatkan. Setelah itu

dilapis dengan buras.

d. Pengausan (polished aggregate)

Permukaan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi

karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau

FIRMAN FIRDAUS Page 18

agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical. Dapat

diatasi dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau latasbum.

Gambar 16. Pengausan

e. Kegemukan (bleeding / flushing)

Permukaan jalan menjadi licin dan tampak lebih hitam. Pada temperatur tinggi,

aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Berbahaya bagi kendaraan karena bila

dibiarkan, akan menimbulkan lipatan-lipatan (keriting) dan lubang pada permukaan jalan.

Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada

campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack

coat. Dapat diatasi dengan penanganan P1 (Penebaran Pasir) yaitu dengan menaburkan

agregat panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan kemudian diberi

lapisan penutup.

Gambar 17. Kegemukan

FIRMAN FIRDAUS Page 19

f. Penurunan pada bekas penanaman utilitas

Penurunan yang terjadi di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi

karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan dibongkar

kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

Gambar 18. Penurunan pada bekas penanaman utilitas

B. Kerangka Pemikiran

Masalah yang akan diteliti dalam proposal penelitian ini adalah masalah

pengembangan tanah akibat kadar air maksimum yang tidak mampu ditahan oleh tanah,

sehingga sering disebut dengan peristiwa (swelling). Peristiwa ini juga menjadi salah satu

faktor yang mengakibatkan rusaknya badan jalan selain faktor-faktor lainnya.

Variabel-variabel yang berpengaruh dalam proses terjadinya peristiwa swelling

ini adalah.

1. Air,

2 Iklim,

3. Kondisi tanah dasar,

4. Material pembentuk jalan.

Variabel-variabel diatas merupakan variabel yang paling dominan dalam proses

terjadinya swelling ini.

FIRMAN FIRDAUS Page 20

1. Pengaruh Air

Air berperan penting dalam terjadinya peristiwa swelling ini. Peristiwa swelling ini dapat

terjadi pada saat kadar air maksimum. Air merupakan salah satu variabel yang sulit dihindarkan,

karena air bisa datang darimana saja dan kapan saja. Air juga dapat menurunkan strength tanah,

akibatnya jika subgrade pada jalan sering digenangi oleh air maka permukaan badan jalan akan

amblas. Dikarnakan kondisi tanah yang jenuh dengan air sehingga tidak mampu lagi menahan

beban kendaraan.

Daerah Cikutra Barat dan Tubagus Ismail merupakan daerah yang sering terjadi banjir

jika hujan datang, dikarnaan saluran drainase yang sempit akibat meningkatnya sedimen yang

mengendap di selokan sisi jalan. Sehingga selokan tidak dapat menampung kapasitas air pada

saat hujan datang, akibatnya air meluap dan masuk ke badan jalan. Disinalah air dapat merusak

badan jalan dan dapat memicu terjadinya peristiwa swelling.

2. Pengaruh Iklim

Iklim merupakan variabel yang sulit diprediksi karena perubahan iklim yang sering tidak

menentu di kota Bandung ini. Iklim juga dapat menyebabkan peristiwa kembang susut pada

badan jalan. Akibat dari peristiwa kembang susut ini adalah permukaan jalan tidak lagi mulus

dan akan terjadi retak-retak pada permukaan jalan.

4. Kondisi Tanah Dasar

Kondisi tanah dasar merupakan variabel dari struktur pembentuk jalan. Karena kondisi

tanah dasar akan menentukan besaran strength tanah dan strength tanah tersebut dapat dijadikan

sebagai parameter dalam perencanaan pondasi untuk jalan raya. Pada beberapa keadaan harus

diadakan perbaikan tanah akibat kondisi tanah dasar yang kurang baik.

Perbaikan tanah ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan

cara mencampurkan tanah dengan material semen untuk menambah strength tanah. Semakin baik

kondisi tanah, maka strength tanah akan semakin meningkat sedangkan semakin jelek kondisi

tanah, maka strength tanah akan semakin kecil.

FIRMAN FIRDAUS Page 21

5. Material pembentuk jalan

Material pembentuk jalan adalah salah satu variabel dalam perencanaan struktur badan

jalan. Material pembentuk ini dimodifikasi sedemikian mungkin sehingga dapat memenuhi

standar tertentu dalam perencanaan badan jalan. Biasanya material pembentuk jalan ini dapat

berupa batu belah, tanah, pasir, spesimen. Material-material yang digunakan dalam perencanaan

jalan akan berpengaruh terhadap kekuatan struktur badan jalan.

Tetapi semua itu tidak akan berjalan dengan baik jika kondisi tanah dasarnya tidak

memenuhi standar perencanaan jalan. Peristiwa swelling dapat disebabkan oleh material

pembentuk jalan yang kurang baik. Maka dari itu material pembentuk jalan masuk ke dalam

variabel penyebab terjadinya peristiwa swelling.

FIRMAN FIRDAUS Page 22

Air

Kadar air maksimum

Tanah jenuh air

Jenuh air secara kontinu

PERISTIWA SWELLING(PENGEMBANGAN TANAH)

Iklim

Musim hujan Musim kemarau

Kembang susut pada tanah

Curah hujan maksimum

Cuaca panas ekstrim

Retak pada permukaan badan

jalan

Air masuk ke badan jalan melalui retakan

badan jalan

Kondisi tanah dasar Material pembentuk jalan

Kualitas baik

Menghindari peristiwa swelling

Kualitas kurang baik

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan yaitu di Jalan Cikutra Barat dan Jalan Tubagus Ismail,

Bandung

2. Desain penelitian

Rencana penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut :

FIRMAN FIRDAUS Page 23

STARTSTART

PERSIAPANPERSIAPAN

PENGUMPULAN DATA AWAL

PENGUMPULAN DATA AWAL

KUISIONERKUISIONERSURVEY LAPANGANSURVEY LAPANGAN PENGAMBILAN

SAMPEL TANAHPENGAMBILAN SAMPEL TANAH

PENGOLAHAN DATAPENGOLAHAN DATA

UJI LABORATORIUM SAMPEL TANAH

UJI LABORATORIUM SAMPEL TANAH

KESIMPULANKESIMPULAN

SELESAISELESAI

3. Metode yang dipilih

Pada diagram di atas diperlihatkan bahwa metode yang akan digunakan dalam penelitian

ini yaitu dengan cara kuisioner dan survey langsung ke lapangan untuk mengamnil sampel tanah

yang nantinya akan di uji dilaboratorium.

4. Definisi Operasional

Metode penelitian dengan cara kuisioner berfungsi untuk mendapatkan informasi yang

berupa data-data non numerik atau dapat dikatakan kondisi lokasi penenlitian sebelum dijadikan

jalan raya dan untuk mengetahui keadaan masyarakat disekitar lokasi penelitian.

Metode penelitian dengan cara survey langsung ke lapangan berfungsi untuk mengetahui

keadaan lokasi penelitian apa adanya serta untuk mencari masalah-masalah yang harus diteliti

dan mengambil sampel tanah untuk diteliti di laboratorium.

5. Alat pengumpul data

Data yang dikumpulkan diperoleh dari alat kuisioner serta menggunakan kamera untuk

mendokumentasikan keadaan lokasi penelitian. Alat kuisioner berupa pertanyaan-pertanyaan

yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti guna memperoleh informasi yang

selengkap-lengkapnya. Sedangkan dokumentasi menggunakan kamera merupakan salah satu

aspek yang paling penting dalam mendukung masalah yang akan diteliti.

6. Proses pembuatan alat

7. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dengan metode kuisioner dengan cara membagikan lembar

kuisioner kepada masyarakat disekitar lokasi penelitian guna memperoleh informasi yang

lengkap.

Teknik pengumpulan data dengan cara membuat dokumentasi berupa foto-foto lokasi

penelitian dilakukan dengan survey langsung ke lokasi penelitian.

8. Analisis data

FIRMAN FIRDAUS Page 24