Fiqhul Lughah

17
1. Menurut anda, definisi mana yang paling representatif/tepat perihal “bahasa” ? Berikan alasannya dengan jelas. jawaban: Sudah banyak ahli dari berbagai kalangan yang membuat definisi tentang “bahasa”. Menurut Ibnu Jinni (391 H), bahasa adalah bunyi-bunyi yang diungkapkan oleh setiap kaum untuk menyatakan tujuan- nya. Dalam definisi ini, Ibnu Jinni menegaskan bahwa bahasa adalah fenomena yang berfungsi sosial, yaitu menghubungkan para anggota masyarakat. Dan setiap masyarakat memiliki bahasa tertentu. Menurut De Saussure, bahasa adalah sistem mentalistik yang merupakan dasar berlangsungnya hubungan unsur-unsur kebahasaan, baik pada tataran fonologi atau morfologi maupun sintaksis. Dia berpendapat bahwa sistem inilah yang membatasi nilai fungsional segala kata, meskipun bukan sistem itu saja yang melakukan demikian itu, tetapi juga – di samping itu –

description

fiqhul lughah

Transcript of Fiqhul Lughah

Page 1: Fiqhul Lughah

1. Menurut anda, definisi mana yang paling representatif/tepat perihal “bahasa” ?

Berikan alasannya dengan jelas.

jawaban:

Sudah banyak ahli dari berbagai kalangan yang membuat definisi tentang “bahasa”.

Menurut Ibnu Jinni (391 H), bahasa adalah bunyi-bunyi

yang diungkapkan oleh setiap kaum untuk menyatakan tujuan-nya.

Dalam definisi ini, Ibnu Jinni menegaskan bahwa bahasa adalah

fenomena yang berfungsi sosial, yaitu menghubungkan para

anggota masyarakat. Dan setiap masyarakat memiliki bahasa

tertentu.

Menurut De Saussure, bahasa adalah sistem mentalistik

yang merupakan dasar berlangsungnya hubungan unsur-unsur

kebahasaan, baik pada tataran fonologi atau morfologi maupun

sintaksis. Dia berpendapat bahwa sistem inilah yang membatasi

nilai fungsional segala kata, meskipun bukan sistem itu saja yang

melakukan demikian itu, tetapi juga – di samping itu –

perbedaannya, dengan bukti bahwa apabila kita mendengar suatu

bahasa asing yang belum kita ketahui sebelumnya, maka kita akan

mendapati kesulitan dalam membedakan kata-kata dalam kalimat

atau membedakan kalimat dalam paragraf. Dan kita akan

berpendapat bahwa yang kita dengar itu bukanlah bunyi-bunyi

yang berbeda dan tidak bermakna. O

Page 2: Fiqhul Lughah

2. Apa hubungan antara dialek dengan fiqhul-lughah ? (urgensi memahami dialek untuk

keperluan fiqhul-lughah)

Jawaban

3. Jelaskan secara bahasa, definisi dari istilah al-fiqhu ?

jawaban:

Dalam Al-Wajiz fi Fiqhul Lughah karya Abdul Qadir mengutip dari Lisanul Arab

karya Ibnu Mundzir mengartikan al-fiqhu secara bahasa adalah

�ه� ىء� و� الف�ه�م ل �م� بالش� الفق�ه : الع�ل

Bila diartikan dalam Bahasa Indonesia, al-fiqhu adalah ilmu pengetahuan tentang sesuatu;

kepahaman.

Dalam Lisanul-‘Arab sendiri, Faqiha fiqhan berarti 'alima 'ilman; faqiha 'anhu dengan

kasrah berarti fahima.

Adapun dalam Kamus Al-Mawrid, verba faqaha (فقه) memiliki arti yang sama

dengan ‘allama ((عل�م to teach (memberi pelajaran); instruct (menginstruksikan); educate

(mendidik). Adapun dalam bentuk isim, fiqih (الفقه) bermakna jurisprudence (ilmu

hukum); doctrine (doktrin).

Dalam Kamus Al-Munawwir, faqaha (فقه) memiliki arti mengerti; memahami.

Faqaha memiliki bentuk mashdar fiqhan (فق�ها).

Dalam Mu'jam Maqayis al-Lughah, karangan Ibnu Faris:

�ف�ق�ه�اه� �ث� ا ف�ق�ه�ت� الحدي

Saya memahami hadits yang paling faqih.

و كل علم بشىء فهو ف�ق�ه

pengetahuan akan sesuatu adalah fiqh.

�ق�ه� �ن � ي �ف�ق�ه� و�ال ال ي

Ia tidak memahami.

Page 3: Fiqhul Lughah

�ك� �ه� ل �ت ي يئ� اذا ح� �ك� الش� �ف�ق�ه�ت ا

Saya memberi pema-haman tentang sesuatu kepadamu apabila perkara itu telah saya

jelaskan kepadamu.

Dari beberapa pengertian al-fiqhu dari berbagai sumber di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa al-fiqhu memiliki arti yang sama dengan al-fahmu. Perbedaan

keduanya adalah al-fiqhu lebih pada hukum (yurispodensi).

4. Jelaskan secara historis munculnya istilah fiqhul-lughah !

Jawaban:

Penamaan atau penggunaan fiqhu al-lughah di mulai atas penamaan kitab Abu

Mansur Abdul Malik bin Muhammad Ats-tsa’aalaby yang bernama fiqhu al-lughah.

Namun nama ini tidaklah sesuai dengan isinya yang membahas tentang bahasa serta yang

berkaitan dengannya. Namun, hanya sebuah pembahasan saja didalamnya yang berkaitan

dengan judul bukunya yaitu hanya terdapat pada bab terahir yang berjudul Sirrul

‘Arabiyah.

Kitab Ibnu Faris dan Tsa’labi dalam analisisnya sesuai dengan konten fiqhul-lughah.

Maka objek fiqhul-lughah menurut mereka adalah identifikasi kata-kata Arab dan makna-

maknanya, klasifikasi katakata ini dalam topik-topik, dan kajian-kajian yang berkaitan

dengan hal itu. Kitab Ibnu Faris mencakup seperangkat masalah teoretis sekitar bahasa,

terutama lahirnya bahasa. Kitab Tsa’labi mencakup bagian kedua, yaitu sirrul ‘Arabiyyah.

Dalam bagian kedua Tsa’labi telah mengkaji sejumlah topik yang berkaitan dengan

bangun kalimat bahasa Arab. Akan tetapi kedua pengarang itu bersepakat bahwa fiqhul-

lughah adalah mengkaji makna kata-kata dan mengklasifikasikannya ke dalam topik-

topik.

Ahmad bin Faris membatasi maksud fiqhullufhah dalam mukaddimah bukunya yang

tersebut tadi. Lalu dia mengatakan bahwa ilmu bahasa Arab terbagi atas dua bagian: asal

(pokok) dan far’i (cabang). Adapun Far’i adalah pengetahuan tentang isim dan sifat. Dan

inilah yang dimulai ketika belajar. Adapun asal (pokok) adalah pembicaraan tentang

topik, prioritas, dan sumber bahasa kemudian tentang tulisan Arab dalam dialog dan

variasi seninya, baik secara hakiki maupun majazi.

5. Bagaimana hubungan antara filologi dan fiqhul-lughah ?

Page 4: Fiqhul Lughah

Jawaban:

Istilah filologi. Istilah ini, berasal dari kataphilologie (Prancis)

atau philology (Inggris). Secara etimologis kata ini terdiri atas dua

morfem: philo ‘pencinta’, dan loghos ‘ilmu’ atau ‘ucapan’. Dengan demikian secara

etimologis filologi berarti pencinta ilmu atau pencinta ucapan.

Secara terminologis, menurut Verhaar (1988: 5): “Filologi adalah ilmu yang

menyelidiki masa kuno dari suatu bahasa berdasarkan dokumen-dokumen tertulis.”

Pernyataan Verhaar ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Tamam Hasan.

Menurut Hasan, filologi adalah ilmu yang mengkaji serta mengkritisi teks-teks klasik dari

berbagai aspeknya. Menurutnya, ciri khas filologi adalah berorentasi pada bahasa kuno.

Pada perkembangan berikutnya, selain berorientasi pada bahasa kuno, filologi juga

bersifat komparatif. Hal ini terjadi ketika para filolog Eropa menemukan adanya beberapa

persamaan antara bahasa Eropa dengan bahasa Sansekerta. Sampai pase ini, filologi

mendapat label baru yaitu komparatif.

6. Apa perbedaan antara ilmul-lughah dan fiqhul-lughah ?

Jawaban:

Dalam buku Mula:khas Fiqhul-Lughah, terjadi perbedaan pendapat dikalangan para

ahli mengenai hubungan antara fiqhul-lughah dan ‘ilmul-lughah.

1. Fiqhul-lughah berbeda dengan ‘ilmul-Lughah

فقه اللغة : علم يدرس لغة من اللغات دراسة مخصوصة, او ظاهرات في لغة

مخصوصة .

Fiqhul-lughah: ilmu yang mempelajari tentang bahasa tertentu atau fenomena

bahasa tertentu

علم اللغة : علم يدرس المقارنة او المقابلة بين لغتين او اكثر من اللغات

االنسانية .

Ilmul-lughah: ilmu perbandingan dua bahasa atai lebih dari bahasa manusia.

2. Fiqhul-lughah sama dengan ‘ilmul-lughah.

Page 5: Fiqhul Lughah

Dalam buku tersebut, terdapat kesalahan, yakni terbaliknya definisi antara fiqhul-

lughah dan ilmul-lughah. Seharusnya:

فقه اللغة : علم يدرس المقارنة او المقابلة بين لغتين او اكثر من اللغات

االنسانية .

علم اللغة : علم يدرس لغة من اللغات دراسة مخصوصة, او ظاهرات في لغة

مخصوصة

Menurut Yaqub (1982) Secara terminologis, ilmul-lughah ( اللغة علم )  adalah ilmu

yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, atau telaah ilmiah mengenai bahasa

seperti yang telah dikemukaan di atas. Sedangkan filologi “hubbub al-kalam li ta’miq fi

dirasatihi min haistu qawaidihi wa usulihi wa tarikhihi. (Subhi Shalih)

Menurut Yaqub (1928), perbedaan antara keduanya adalah:

1. Cara pandang ilmul-lughah terhadap bahasa berbeda dengan cara pandang fiqhul-

lughah. Ilmul-lughah memandang/mengkaji bahasa untuk bahasa, sedangkan

fiqhul-lughah mengkaji bahasa sebagai sarana untuk mengungkap budaya.

2. Ruang lingkup kajian fiqhul-lughah lebih luas dibanding ilmul-lughah. Fiqh

lughah ditujukan untuk mengungkap aspek budaya dan sastra. Para sarjananya

melalukan komparasi antara satu bahasa dengan bahasa lain. Bahkan membuat

rekonstruksi teks-teks klasiknya guna mengungkap nilai-nilai budaya yang

dikandungnya. Sedangkan ilmul-lughah hanya memusatkan diri pada kajian

struktur internal bahasa saja.

3. Secara historis, istilah fiqhul-lughah sudah lebih lama digunakan dibanding istilah

ilmul-lughah.

4. Sejak dicetuskannya, ilmul-lughah sudah dilabeli kata ilmiah secara konsisten,

sedangkan fiqhul-lughah masih diragukan keilmiahannya.

5. Mayoritas kajian fiqhul-lughah bersifat historis komparatif, sedangkan ilmul-

lughah lebih bersifat deskriptif sinkronis.

Atas dasar pertimbangan itu, dalam beberapa kamus bahasa Arab, kedua istilah itu

penggunaanya dibedakan.

7. Apa yang anda ketahui tentang lembaran amarna (akhetaton) dan lontar

elephantine, apa hubungannya dengan fiqhul-lughah, jelaskan !

Page 6: Fiqhul Lughah

jawaban:

Lembaran amarna dan lontar elephantine merupakan bukti adanya Bahasa Akkad dan

Bahasa Aram. Lembaran amarna merupakan bukti bahwa adanya Bahasa Akkad yang

berkembang hingga tahun 1400 SM. Adapun lontar elephantine merupakan bukti adanya

Bahasa Aram.

Dalam blog http://bigmats86.wordpress.com diakses tanggal 16 Maret 2014, pukul

15.00Prasasti Amarna atau Amarna Letter adalah arsip-arsip korespondensi berbentuk

lembaran-lembaran tanah liat, terutama arsip diplomatik, antara kerajaan Mesir kuno

dengan negara-negara lain yang menjadi koleganya. Menurut para arkeolog, prasasti ini

dibuat selama masa kerajaan Mesir 1600-1100 SM, yaitu masa paling makmur Mesir dan

dicatat sebagai puncak kejayaan kekuatan Mesir. Amarna sendiri adalah nama modern

Mesir, yang penggunaan nama Amarna itu dikukuhkan oleh Firaun Akhenaten (1350-

1330 SM) di masa Dinasti ke-18 Mesir. Sekedar catatan, Firaun Akhenaten ini adalah

firaun Mesir yang monotheis dan menyembah Aten—Dia Yang Esa dan Tersembunyi.

Adapun lontar ellepanthine koleksi naskah kuno Yahudi yang berasal dari abad ke-5

SM. Mereka datang dari komunitas Yahudi di Elephantine, kemudian disebut yeb, pulau

di sungai Nil.

Taufiqurrahman (2008: 178-179) dalam skripsi Retno Kurniasih yang berjudul

‘Piramida Peninggalan Budaya dari Peradaban Mesir Kuno’ memaparkan bahwa

gelombang emigrasi dari Jazirah Arab ke sabit Suburgelombang Akkad dan Amurru,

3000-1800 SM- menyebarkan bahasa Akkad ke seluruh wilayah ini. Hal ini berlangsung

hingga 1400 SM, yang dibuktikan oleh lembaran Amarna (Akhetaton) Mesir, ketika

Akkad menjadi bahasa percakapan umum dan pemerintahan, diucapkan dan ditulis oleh

penduduk pribumi Mesir. Bahasa Aram mulai menggantikan bahasa Akkad setelah

1200SM, digunakan di sleuruh Sabit Subur, dan mulai mengembangkan dialek yang khas

di setia subwilayahnya. Bahasa Aram menggantikan bahasa Ibrani, bahasa Kanaan,dan

bahasa daerah orang Yahudi di Asia Barat, seperti ditunjukkan oleh daun lontar

Ellepantine (Mesir) abad ke-6. begitu juga bahasa daerah seluruh wilayah ini sampai

datangnya Islam pada abad ke-7 M. Bahasa Arab kemudian menggantikan bahasa Arab di

selururh Asia Barat.

Page 7: Fiqhul Lughah

Lembaran amarna dan lontar ellephantine merupakan bukti adanya rumpun Bahasa

Semit, terutama bahasa Aram dan Bahasa Akkad. Dari adanya bukti tersebut dapat

dijadikan sebagai kajian Fiqhul-Lughah, yakni dengan mempelajari Bahasa Akkad dan

Bahasa Aram. Kemudian dengan adanya Bahasa Akkad dan Bahasa Arram, dilakukan

pengkajian terhadap lembaran Amarna dan lontar Ellephantine. Pengakajian tersebut

juga melibatkan komparasi atau perbandingan dengan rumpun antar Bahasa Semit,

dalam hal ini adalah Bahasa Akkad dan Bahasa Aram. Komparasi tersebut merupakan

kajian dalam fiqhul-lughah.

8. Apa yang anda fahami mengenai istilah SEMIT, sebutkan pembagian bahasa Semit.

jawaban:

Dalam beberapa literatur, terjadi perbedaan pendapat tentang asal-muasal kata semit.

Ada yang berpendapat bahwa semit merupakan nisbah dari salah satu putra Nabi Nuh,

yakni Sam. Sam dinisbatkan menjadi Sammiyun, Semit yang artinya Orang-orang Sam,

atau pengikut Sam. Pendapat yang lain adalah semit merupakan kata tersendiri yang tidak

menginduk dari kata yang lain. Alasan yang lain adalah Sam, putra Nabi Nuh tidak

memiliki pengikut.

Dalam rabbani.blogspot.com/2011/10/d-bahasa-semit.html diakses 16 Maret 2014

pukul 15.00 Bahasa Semit adalah bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa dari

keluarga besar Sam beserta cabang-cabangnya. Ada tiga pendapat yang paling masyhur

tentang negeri asal bangsa Semit, yaitu:

1. Bangsa Semit berasal dari bagian Barat Daya Asia yakni negeri Hijaz, Yaman, Najd,

dan sekitarnya. Di antara yang berpendapat demikian adalah orientalis dari perancis,

Renan dan Broclman dari Jerman.

2. Bangsa Semit berasal dari Babilonia. Yang berpendapat demikian ialah para

sejarawan Arab dan beberapa ahli tafsir.

3. Bangsa Semit berasal dari Kan’an. Ini merupakan pendapat sebagian ahli dari bangsa

Yahudi karena chauvimisme, karena rasa kedengkian dan ambisi untuk kemegahan

sejarahnya dan kelicikan bangsa israil.

Pembagian Bahasa Semit juga mengalami perbedaan pendapat. Jawwad ‘Ali dalam

bukunya Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, jilid I memaparkan Bahasa

Semit sendiri menurut beberapa sejarawan merupakan cabang dari bahasa Afro-Asiatik.

Page 8: Fiqhul Lughah

Rumpun bahasa Semit terbagi menjadi 2 yaitu, Lughât Asy-Syarqiyah dan Lughât Al-

Gharbiyah. Lughât Asy-Syarqiyah adalah bahasa Akkadia yang terdiri dari bahasa

Asyuria dan bahasa Babilonia. Sedangkan Lughât Al-Gharbiyah terbagi menjadi dua

yaitu Al-Gharbiyah Asy-Syimaliyah dan Al-Gharbiyah Al-Janubiyah. Al-Gharbiyah Asy-

Syimaliyah terbagi lagi menjadi dua yaituAl-Iramiyah—termasuk di dalamnya bahasa

Siryaniyah—dan Al-Kan’aniyah.Sedangkan, Al-Gharbiyah Al-Janubiyah terbagi menjadi

dua juga yakni Al-Atsbubiyahdan Al-‘Arabiyah. Di sinilah letak bahasa Arab di antara

bahasa-bahasa Semit atau Samiyah.

Adapun Rubin dalam buku A Brief Introduction to the Semitic Languages membagi

Bahasa Semit menjadi dua bagian, yaitu West Semit (Semit bagian Barat) dan East

(Semit bagian Timur). Selanjutnya, dapat dilihat pada tabel yang bersumber dari buku

tersebut:

10. bagi mahasiswa yang memiliki nomer absen genap = menuliskan sejarah bahasa

Aram di wilayah bulan sabit subur (berlandaskan pada buku A Brief Introduction to

the Semitic Languages, karya Aaron D. Rubin, 2010: hal: 18-19)

Proto-Semitic

Say HadicArabic

Ebalie AkkadianCentral SemiticEthiopianModern South Arabian

West Semitic East Semitic

CanaaniteUgaritic

Northwest Semitic

Aramaic

Hebrew Moubite Phoenician

Page 9: Fiqhul Lughah

Jawaban:

Bahasa Aram terbukti keberadaannya sekitar tahun 900 SM, bersamaan dengan

ditemukannya Bahasa Ibrani. Inilah bukti bahwa Bahasa Aram dan Bahasa Ibrani

merupakan Bahasa Semit yang memiliki sejarah terpanjang, yakni sekitar 3.000 tahun.

Namun tidak seperti bahasa Ibrani, bahasa Aram tidak pernah berhenti sebagai bahasa

lisan. Selama hampir tiga ribu tahun, Aram dapat dibagi menjadi beberapa dialek, baik

secara kronologis dan geografis. Ada berbagai skema periode bahasa Aram, berikut

merupakan tema yang paling umum:

Old Aramaic ( 900-700 SM)

Imperial Aramaic (700-200 SM)

Middle Aramaic (200 SM - 200 M)

Late Aramaic (200-700 CE)

N eo-Aramaic (or Modern Aramaic) (Sampai saat ini)

Periode tersebut dibagi menjadi dua, yaitu Awal Imperial Aramaic (700-550 SM) dan

Imperial Aramaic (550-200 Be). Imperial Aramaic (juga disebut Resmi, Klasik,

Standard) menjadi lingua franca di Timur Tengah. Tetap meluas bahkan selama periode

Helenistik dan Romawi. Namun penggunaan bahasa Aram mulai menurun hanya dengan

penyebaran Islam di abad ke-7.

Diskusi dialek Aram sering rancu oleh fakta bahwa ada beberapa istilah yang

mengacu pada corpora yang mengandung lebih dari satu dialek Aram (misalnya ,

Biblical Aramaic, Targum Aram, Talmud Aramaic, dan Qumran Aram ) , serta istilah-

istilah yang mengacu pada korpus dalam dialek (misalnya Aramaic Mesir dalam Imperial

Aramaic). Sebagai contoh, Biblical Aramaic mengacu pada bahasa Aram dari kitab Ezra

dan Daniel serta beberapa kata-kata lain dalam Alkitab. Namun Aram Ezra adalah jenis

Imperial Aramaic (berasal dari abad ke-5 SM) , sedangkan Daniel adalah jenis bahasa

Aram Tengah (berasal dari abad ke-2 SM) .

Sudah pada periode Aramik Lama ada bukti perbedaan dialek geografis , tetapi tidak

sampai akhir periode Aram Tengah. Perbedaan tersebut sepenuhnya ada dalam catatan .

Page 10: Fiqhul Lughah

Pada saat ini, Perbedaan yang jelas antara Barat (Palestina dan Nabatean) dan timur

dialek (Suriah dan Mesopotamia) menjadi jelas .

Dengan periode Aram Akhir beberapa tradisi sastra bahasa Aram yang sangat penting

dikembangkan, dan perbedaan dialek menjadi lebih jelas. Syriac , dialek awalnya dari

Edessa (sekarang anlIurfa, di tenggara Turki) , menjadi bahasa Liturgis utama

kekristenan di Fertile Crescent. Bagian Barat, ditemukan Yahudi Aram Palestina (bahasa

Palestina Talmud dan Targum), Kristen Palestina Aram , dan Sa Maritan Aramaic . Di

sebelah timur wilayah Syria yang ditemukan terkait erat Yahudi Babilonia Aram (bahasa

Talmud Babilonia) dan Mandaic.

Bahasa Aram telah berkembang menjadi beberapa dialek modern, secara kolektif

dikenal sebagai Neo-Aramaic . Banyak dialek Neo - Aramaic cukup berbeda disebut

bahasa. Neo-Aramaic secara tradisional telah digunakan di daerah noncontiguous

meliputi bagian dari Suriah, Turki tenggara, Irak utara, dan barat laut dan barat daya Iran,

terutama oleh komunitas Yahudi dan Kristen. Namun, sebagai akibat dari pergolakan

politik yang besar dari abad ke-20 (terutama Perang Dunia I, pembentukan Negara israel,

dan agresi Saddam Hussein ) Banyak pengguna Neo-Aramaic mengungsi dari ini daerah.

Hampir semua pembicara Yahudi Neo-Aramaic telah pindah ke Israel atau Amerika

Serikat sejak tahun 1948, dan banyak orang Kristen juga telah beremigrasi ke Amerika

Serikat, Eropa, atau Australia.

Perpecahan antara dialek timur dan barat yang terlihat pada periode Tengah dan Akhir

Aram telah bertahan hingga masa kini, meskipun tidak ada bahasa modern. Pada masa

modern sisa cabang barat, yang dikenal sebagai Western Neo–Aramaic bertahan hanya

tiga dialek, yaitu di Desa Suriah Ma'lula, Bax'a, dan Jubb'adin. Sisa modern bahasa,

orang-orang dari Timur Neo-Aramaic, dapat dibagi menjadi tiga subkelompok: Central

Timur Neo–Aramaic (CENA), Northeastern Neo-Aramaic (NENA), dan Neo-Mandaic .

Late Aramaic Dialec

Eastern Neo-AramaicWestern Neo-Aramaic

CENA NENA Neo Mandaic

Page 11: Fiqhul Lughah

Cabang Central Timur Neo-Aramaic hanya mencakup Turoyo, tapi hampir punah ,

dialek. Turoyo adalah yang paling berkembang dari bahasa Neo-Aramaic, baik dalam

wilayah asli (wilayah Tur Abdin dari tenggara Turki) dan luar negeri. Di Swedia dan

Jerman, beberapa buku di Turoyo telah diterbitkan dalam beberapa tahun terakhir. Neo-

Mandaic sangat terancam punah, refleks modern Mandaic, bahasa agama Mandean dan

para pengikutnya. The Northeastern Neo-Aramaic termasuk sekitar 150 dialek yang

berbeda, yang saling dimengerti. Mereka secara tradisional digunakan di wilayah

tersebut dikenal sebagai Kurdistan. Sejumlah dialek NENA telah diteliti dengan baik

dalam beberapa tahun terakhir, tetapi lebih banyak lagi belum diselidiki sepenuhnya.

Satu fakta menarik tentang bahasa NENA adalah bahwa pengelompokan dialek dalam

banyak kasus berdasarkan afiliasi agama, bukan lokasi geografis. Jadi, dialek Yahudi

Neo-Aramaic satu kota mungkin bisa dipahami oleh pembicara Kristen Neo-Aramaic

dari kota yang sama, tetapi tidak untuk Yahudi desa lain. Bahasa Aram Neo, khususnya

orang-orang dari kelompok NENA , telah sangat dipengaruhi oleh bahasa non-Semit

(terutama Kurdi dan Turki). Oleh karena itu dalam banyak hal cukup berbeda dari dialek

klasik Bahasa Aram.

http://bigmats86.wordpress.com

Kurniasih, Retno. (2010). Piramida Peninggalan Budaya dari Peradaban Mesir Kuno.

Skripsi Sastra Arab FIB UI: tidak diterbitkan.

Jawwad ‘Ali, Al-Mufashshal fî Târîkh Al-‘Arab Qabl Al-Islâm, (Madinah: Dar As-Saqi, 2001)

http://munawarmadina.blogspot.com/2013/07/ilm-al-lughah-al-lisaniyat-al-alsuniyah.html

Shabih Shaleh, Darasat fi Fiqh al-Lughah, Maktabah Uhalliyah, Beirut: 1962.

Muhammad ibn Ibrahim al-Hamid, Fiqh al-Lughah, Dar Ibn Khudzinbit:

562 M.