FINISH TRAUMA MATA.docx
-
Upload
mariamargaretha -
Category
Documents
-
view
237 -
download
12
Embed Size (px)
Transcript of FINISH TRAUMA MATA.docx

BAB 1
PENDAHULUAN
Sebagai seorang klinisi umum, kita harus mampu memeriksa trauma bola mata dan orbita
yang umum terjadi dan mampu menentukan apakah masalah tersebut membutuhkan perhatian
yang lebih serius atau tidak. Dalam situasi seperti luka bakar kimia, kita harus mampu
memberikan terapi ketika diperlukan.
Untuk mendapatkan tujuan ini kita harus:
1. Mengenali masalah mana yang penting untuk segera ditangani
2. Memperoleh riwayat penyakit yang menonjol
3. Memeriksa mata yang terkena trauma
4. Memeriksa ketajaman penglihatan seakurat mungkin
5. Menentukan kapan trauma tersebut harus ditangani atau dirujuk
Pada umumnya pada trauma mata terdapat rasa nyeri dan mata kemerahan. Walaupun
demikian, tidak semua trauma memiliki tanda seperti yang telah disebutkan tadi. Sebagai contoh,
perforasi tajam mungkin hanya menimbulkan sedikit kemerahan pada mata dan tidak terlihat.
Pemeriksa harus waspada terhadap trauma tembus yang disebabkan oleh pantulan kecil antara
metal dengan metal. Benda asing intraokular tidak menghasilkan nyeri karena pada lensa, retina
dan vitreus tidak terdapat ujung saraf yang menghantarkan sensasi nyeri.
Jika kita sedang bertugas di pusat gawat darurat, kita akan dihadapkan dengan trauma
okular tak terduga. Kemampuan kita dalam menghadapi trauma mata besar maupun kecil dapat
membuat perbedaan dalam menyelamatkan penglihatan pasien. 1
Walaupun mata mempunyai system pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya reflex memejam dan mengedip, mata
masih sering mendapatkan trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada
bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan
atau memberi penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.
1

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. 2 Trauma pada mata merupakan 3-
4% dari seluruh kecelakaan kerja. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio
frekuensi asam versus basa sebagai bahan penyebabnya pada trauma kimiawi bervariasi dari 1:1
sampai 1:4, berdasarkan beberapa penelitan. 1
Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut:
Trauma tumpul
Trauma tembus bola mata
Trauma kimia
Trauma radiasi
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi
gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: kelopak, konjungtiva,
kornea, uvea, lensa retina, papil saraf optic, dan orbita. 2
2

BAB II
Pembahasan
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Gambar No.1 Anatomi Mata4
Bentuk mata manusia hampir bulat, berdiamater kurang lebih 2,5 cm. Bola mata terletak
dalam bantalan lemak, pada sebelah depan dilindungi oleh kelopak mata dan ditempat lain
dengan tulang orbita. Bola mata terdiri atas : 1,2
Dinding mata, terdiri dari :
- Kornea dan sclera
- Selaput khoroid, korpus siliaris, iris dan pupil
3

Medium tempat cahaya lewat, terdiri dari
- Kornea
- Aqueous humour
- Lensa
- Vitreous humour
Jaringan Nervosa, terdiri dari :
- Sel-sel saraf retina
- Serat saraf yang menjalar melalui sel-sel ini.
2.1.1 Tulang orbita
Gambar No.2 Anatomi Dinding Orbita 4
Dinding Orbita terdiri dari : 1,3
- Atap Orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)
- Dinding Lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus
- Dinding Medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus eithmoidaldan
sphenoidal)
4

- Dasar Orbita, yaitu tulang maksilaris dan zygomatikus. Pada tulang maksilaris terdapat
sinus maksilaris. Kelenjarlakrinalis terdapat dalam fossa lakrimalis di bagian anterior atap
orbita.
Tepi tulang orbita melindungi bola mata dari pengaruh benturan objek yang besar. Patah
pada tepi tulang orbita biasanya tidak menimbulkan penurunan fungsi mata. Dasar tulang orbita
dapat ‘blow out’ ke dalam sinus maxilaris akibat benturan tumpul, sebagai contoh akibat
benturan bola tenis. Patah pada medial tulang orbital dapat menyebabkan emfiema subcutan pada
kelopak mata.
2.1.2 Kelopak mata
Kelopak mata atau sering disebut palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata dari
trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Kelopak mata merupakan pelindung mata yang paling baik dengan membasahi mata dan
melakukan penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar. Kelopak mempunyai lapis kulit
yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang
disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak mata terdapat beberapa bagian antara lain; kelenjar
sebasea, kelenjar keringat atau kelenjar Moll, kelenjar zeis pada pangkal rambut bulu mata, serta
kelenjar Meibom pada tarsus. Kelopak mata bisa terjadi kelainan yaitu lagoftalmos (mata tidak
menutup bola mata), ptosis (kelopak mata tidak bisa dibuka). Kelopak mata menutup secara
reflex jika mata terancam. Aksi mengedipkan mata menjaga kornea tetap bersih melalui produksi
air mata.1,2,3
2.1.3 Apparatus lakrimalis
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal yang terletak di
bagian depan rongga orbita, air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung
di dalam meatus inferior. Fungsi air mata: mencuci & melumasi air mata. Komposisi air mata:
98% air; 1,5% NaCl, dan enzim lisosim yang mempunyai efek antibakteri. Drainase air mata
melalui bagian medial dari kelopak mata, melalui pungtum lakrimal dan berlanjut ke kanalikuli
ke sakus lakrimal dan melalui duktus nasolakrimal ke hidung. 1,2,3
2.1.4 Konjungtiva
5

Konjungtiva atau selaput lendir mata adalah membran yang menutupi sklera dan kelopak
bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang bersifat membasahi bola mata
terutama kornea dihasilkan oleh sel Goblet. Terdapat tiga bagian konjungtiva yaitu ; konjungtiva
tarsal yang menutup tarsus, konjungtiva bulbi membungkus bulbi okuli serta menutupi sklera,
dan konjungtiva forniks sebagai tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Fungsi konjungtiva: proteksi pada sklera dan memberi pelumasan pada bola mata. Mengandung
banyak pembuluh darah. Laserasi kecil di konjungtiva sembuh dengan cepat dan mungkin dapat
menutupi cedera penetrasi dari bola mata.1,3
2.1.5 Kornea
Kornea merupakan selaput bening mata dan bagian terdepan dari sklera yang bersifat
transparan sehingga memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kornea berperan meneruskan
dan memfokuskan cahaya ke dalam bola mata. Pembiasan terkuat dilakukan oleh kornea, dimana
40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Kornea Saraf
sensoris yang mempersarafi kornea yaitu saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf
siliar longus berjalan suprakoroid yang masuk ke dalam stroma korneamenembus membran
Bowman dan melepaskan selubung Schwannya. 1,2,3
Lapisan-lapisan kornea: 1,2,3
1. Epitel:
- Kerusakan pada epitel akan sembuh dengan segera
- Peka terhadap sentuhan
- Fungsi : proteksi.
2. Membrana Bowman:
- Letak di bawah epitel
- Bila terjadi kerusakan : sembuh dengan jaringan parut (sikatrik)
3. Stroma:
- Bagian kornea paling tebal. Meliputi 90 % tebal kornea.
- Merupakan jaringan fibrosa bening.
4. Membrana descemet:
- Letak di bawah stroma
6

- Merupakan lapisan tipis, kuat, tetap sangat lentur
5. Endotelium:
- Selapis sel
- fungsi: mengatur jumlah cairan dalam kornea.
2.1.5 Bilik-bilik dalam mata
Bola mata mempunyai 2 bilik yaitu, bilik mata depan yang merupakan ruangan dibatasi
oleh kornea, iris, lensa dan pupil serta berisi humor aquos yang membawa makanan untuk
jaringan mata sebelah depan. Kemudian bilik mata belakang yang paling sempit pada mata.
Humor Aquos
Humor aquos atau cairan mata merupakan bagian dari mata yang dihasilkan oleh badan
siliar masuk ke bilik mata melalui pupil serta berfungsi memberikan makanan dan oksigen untuk
mempertahankan kornea dan lensa. Humor akuos berjalan dari kamera posterior melewati pupil
ke kamera anterior, meninggalkan mata melalui trabekula menuju kanalis Schlemm (suatu sinus
yang berjalan melingkar, di perbatasan kornea & sklera) melewati sekeliling mata, kemudian
melewati vasa-vasa kecil menuju vena di permukaan mata.1,2,3
Uvea
Uvea merupakan lapis vaskuler di dalam bola mata yang banyak mengandung pembuluh darah
yaitu ; iris, badan siliar, koroid.
- Iris atau selaput pelangi mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar
ke dalam bola mata. Iris dapat prolaps melalui luka bila terjadi laserasi pada kornea dan
limbus menyebabkan pupil ireguer. Iris membagi ruangan yang berisi humor akuos antara
kornea dan lensa menjadi 2, yaitu kamera anterior & kamera posterior. Iris terdiri dari
jaringan halus yang mengandung sel-sel pigmen, otot polos, pembuluh darah & saraf.
Warna iris tergantung pada susunan pigmen iris. Otot pada iris adalah otot polos yang
tersusun sirkuler dan radier. Otot sirkuler bila kontraksi akan mengecilkan pupil,
dirangsang oleh cahaya shg melindungi retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot
radier dari tepi pupil, bila kontraksi menyebabkan dilatasi pupil. Bila cahaya lemah, otot
radier akan kontraksi, sehigga pupil dilatasi untuk memasukkan cahaya lebih banyak.
Fungsi iris: mengatur jumlah cahaya yang masuk mata. Pengendalian oleh saraf otonom.
7

- Badan siliar mengandung otot untuk melakukan akomodasi sehingga lensa dapat
mencembung dan merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai sistem ekskresi di
belakang limbus. Menghubungkan koroid dg iris. Tersusun dlm lipatan-lipatan yang
berjalan radier ke dalam, meyusun prosesus siliaris yang mengelilingi tepi lensa. Prosesus
ini banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Menghasilkan humor akuos.
- Koroid adalah membran berwarna coklat, yang melapisi permukaan dalam sklera.
Mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel pigmen yang memberi warna gelap.
Fungsi : memberi nutrisi ke retina & badan kaca, & mencegah refleksi internal
cahaya.1,2,3
Trauma tumpul pada bola mata dapat menyebabkan iritis, menghasilkan nyeri, kemerahan,
fotofobia dan miosis pupil. Kontusi dapat menyebabkan deformitas pupil melalui robekan
pada akar iris.1,2,3
Lensa
Letak : di depan badan kaca dan di belakang iris.
- Merupakan bangunan lunak, bening, bikonveks (cembung), yang dilapisi oleh kapsul
tipis yang homogen.
- Titik pusat permukan anterior dan posterior disebut polus anterior dan polus posterior,
garis yang melewati kedua polus disebut sumbu (aksis).
- Lensa dibungkus suatu kapsul, yang merupakan Membran bening yang menutup lensa
dengan erat dan tebal pada permukaan anterior. Fungsi kapsul: mengubah bentuk lensa
dan melindungi dari badan kaca dan humor akuos, berperan pada proses akomodasi.
Cedera pada lensa biasanya berlanjut menjadi katarak. Trauma tumpul pada bola mata
dapat menyebabkan dislokasi parsial dari lensa.1,2,3
Badan Kaca
Merupakan jaringan albuminosa setengah cair yang bening, yang mengisi ruang antara
lensa dan retina. Mengisi 4/5 bagian belakang bola mata dan mempertahankan bentuk bola
mata dan mempertahankan retina untuk mengadakan aposisi dengan koroid. Badan kaca tidak
mengandung pembuluh darah : mendapat nutrisi dari jaringan sekitarnya. Kekeruhan badan kaca
dapat disebabkan oleh karena sisa-sisa pembuluh darah yang ada dalam bola mata selama
perkembangan janin.1,2,3
8

Retina
Lapisan paling dalam pada mata : lapisan penerima cahaya.
- Membran lunak, rapuh, tipis. Tebal dari 0,4 mm dekat masuknya saraf optikus smpai 0,1
mm pada orra serata.
- Warna merah ungu karena adanya rodopsin.
- Mempunyai bintik kuning (makula lutea).
- Elemen peka cahaya mengandung sel-sel batang dan kerucut. Sel batang untuk intensitas
cahaya rendah. cara: mengubah rangsang cahaya menjadi impuls listrik yang berjalan
sepanjang serabut saraf sensoris menuju pusat penglihatan di otak.
- Sel kerucut: untuk penglihatan cahaya terang dan untuk penglihatan warna. Letak di pusat
retina.
- Perdarahan retina dapat terjadi akibat trauma langsung maupun tak langsung
- Retina menjadi putih jika mengalami pembengkakan
- Kerusakan macula dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan tanpa
menyebabkan kebutaan total. 1,2,3
Saraf dan Otot Bola Mata
Selain saraf optik, ada saraf kranial yang membantu dalam pengoperasian dan gerakan bola mata
yaitu saraf okulomotor (III), Troklearis (IV), Abdusens (VI) dan Trigeminal (V). Selain
mempersarafi daerah mata sampai ke kepala juga mempersarafi daerah rahang atas dan rahang
bawah. Bola mata dipegang oleh dua macam otot yaitu otot rectus (4 otot) dan otot obliq (2 otot)
:1,2,3
- Otot rectus : Superior, inferior, lateralis dan medialis
- Otot oblique : superior dan inferior
Gambar No.3 Anatomi Otot
Penggerak Bola Mata4
BAB III
9

PEMERIKSAAN PADA TRAUMA MATA
3.1 Anamnesis
Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera
sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau
berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraocular apabila terdapat riwayat
memalu, mengasah atau ledakan. Cedera pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai dengan
cedera yang diderita harus menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan anak.
3.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan adanya pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan. Apabila gangguan penglhatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi
dua titik, dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit periorbita, dan
lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan bedside,
adanya enoftalmus dapat ditentukan dengan melihat profil kornea dari atas alis. Apabila tidak
tersedia slit lamp di ruang darurat, maka senter, kaca pembesar, atau oftalmoskop langsung pada
+10 (nomor gelap) dapat digunakan untuk memeriksa adanya cedera di permukaan tarsal kelopak
dan segmen anterior
Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan abrasi.
Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing atau
laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap
cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata lain untuk memastikan apakah terdapat defek
pupil aferen di mata yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva
palpebra, dan forniks dapat diperiksa secara lebih teliti, termasuk inspeksi setelah eversi kelopak
mata atas. Oftalmoskop langsung dan tiak langsung digunakan untu mengamati lensa, korpus
viterus, duktus optikus, dan retina. Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan medikolegal pada
semu kasus trauma eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata yang tidak tampak cedera
juga harus diperiksa secara teliti. 2
BAB IV
10

TRAUMA PADA MATA
4.1 TRAUMA MEKANIK
4.1.1 Trauma Palpebra
Etiologi: Trauma palpebra dapat terjadi pada hampir semua trauma wajah. Tipe dari
trauma palpebra adalah:
laserasi palpebra dengan terlibatnya margin palpebra
avulsi palpebra pada kantus medialis dengan avulse kanalikulus akrimalis
Gambaran klinis: Meningkatnya vaskularisasi dan jaringan palpebra yang rapuh
menyebabkan palpebra mudah berdarah ketika terjadi trauma. Dapat terjadi hematom dan
pembengkakkan yang berat. Abrasi biasanya hanya melibatkan lapisan atas kulit, namun luka
tusuk, luka sayat, dan dan semua avulse palpebra akibat trauma tumpul biasanya melibatkan
seluruh lapisan palpebra. Luka gigitan (seperti gigitan anjing) biasanya diikuti dengan trauma
pada system lakrimalis.
Terapi Pembedahan palpebra, terutama pada laserasi yang mlibatkan margin palpebra,
harus dilakukan dengan hati-hati. Luka harus ditutup lapis demi lapis, dan tepinya harus
disatukan dengan tepat untuk menghindari komplikasi seperti sikatriks ektropin. Pembengkakan
palpebra sebaiknya ditangani dengan bebat tekan dan kompres es.1,2,5
4.1.2 Trauma Sistem Lakrimasi
laserasi dan mata berair pada kantus medialis (seperti pada gigitan anjing atau pecahan
kaca) dapat membelah duktus lakrimalis. Terputusnya pungtum dan kanalikulus lakrimalis
biasanya disebabkan akibat luka bakar dan trauma kimiawi. Trauma sakus lakrimalis atau
kelenjar lakrimal biasanya berhubungan dengan trauma craniofacial (seperti pada kecelakaan lalu
lintas). Dakriosistitis umumnya merupakan sekuele yang dapat diterapi dengan pembedahan.
(dakriosistorhinostomi). Gejala klinis sama seperti dakriosistitis
Trauma system lakrimal dapat diperbaiki dengan pembedahan menggunakan mikroskop.
Sebuah silicon berbentuk cincin dipasang di dalan kanalikulus menggunakan probe khusus.
11

Silicon stent ini dibiarkan in situ selama 3-4 bulan kemudian diangkat. Pembedahan palpebra dan
sitem lakrimal harus dilakukan oleh oftalmologis. 1,5
4.1.3 Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak
keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat.
4.1.3.1 Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah
kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Hematoma kelopak merupakan
kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukula tinju,
ataupun benda-benda keras lainnya. Keadaan ini memberikan bentuk yang menakutkan pada
pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di
belakangnya.1,2,5
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kaca
mata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini diseut sebagai hematoma kaca mata.
Hematoma kaca mata merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi akibat
pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya a.oftalmika
maka darah masuk ke dalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat
menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak maka akan berbentuk gambaran hitam
pada kelopak seperti seseorang memakai kaca mata.
Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorpsi darah
dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak mata.1,2,3
4.1.3.2 Trauma Tumpul Konjungtiva
12

a. Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap
kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan
konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah
dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva.
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup
sehingga bertambah rangsangan terhadap konjugtiva. Pada edema konjungtiva dapat
diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir
konjungtiva. Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan
konjungtiva kemotik keluar melali insisi tersebut.1,2,5
b. Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat
pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya
pembuluh darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii (hematoma kaca
mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah
akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerose, konjungtiva
meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-obat tertentu.
Bila perdarahan ini terjadi akiba trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak
terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma
subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata.
Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan
subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai
tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan
eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.
Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa
diobati.1,2,3,5
4.1.3.3 Trauma Tumpul Kornea
13

a. Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea malahan ruptur membran descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang
dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.
Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea. Pengobatan yang diberikan adalah
larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan
larutan albumin.
Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida.
Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan
lensa kontak lembek dan mungkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan
edema kornea. Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan M.descemet
yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa
sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme iregular.1,2
b. Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran
basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan
menutupi defek epitel tersebut. Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi
merusak ornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan
blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea
yang keruh.
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan
fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi
yang timbul kemudian.
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan
menghilangkan rasa sakit yang sangat. Hati-hati bila memakai obat anestetik topikal untuk
menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan epitel.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk
mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spektrum luas neosporin,
14

kloramfenikol, dan sulfasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan
spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida. Pasien akan
merasa lebih tertutup bila dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan
tertutup kembali setelah 48 jam.1,2
c. Erosi kornea rekuren
Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau
tukak metaherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas kembali di waktu
bangun pagi. Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat bertahan pada
defek epitel kornea. Sukarnya epitel menutupi kornea diakibatkan oleh terjadinya
pelepasan membran basal epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya
membran basal yang rusak akan kembali normal setelah 6 minggu.
Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi
tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pengobatan biasanya dengan
memberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan
gejala radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata
ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya
bila tidak terjadi infeksi sekunder erosi kornea yang mengenai seluruh permukaan kornea
akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi
steroid.
Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat
bermanfaat, karena dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak dipengaruhi
kedipan kelopak mata.1,2,5
4.1.3.4 Trauma Tumpul Uvea
a. Iridoplegia
Trauma tumpul padda uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil
atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan sukar melihat
dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada
pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi
iregular. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar. Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung
15

beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi
istirahat untuk mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.12,3
b. Hifema
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien akan mengeluh sakit, disertai
dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien
duduk, hifema akan terlihat berkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema
dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan
iridodialisis.
Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan
30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat
diberikan obat penenang. Asetozolamida diberikan bila terjadi penyulit glaukoma.
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalan penyakit tidak berjalan
demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Parasentesis atau mengeluarkan darah dari
bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda hifema
akan berkurang. Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat
terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan
lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.
Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu
reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. Zat besi di dalam
bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat
menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan
kemungkinan leukemia dan retinoblastoma.
Tindakan lebih lanjut pada hifema adalah Parasentesis. Parasentesis merupakan
tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan,
dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yg
sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka
koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata
depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak
perlu dijahit..1,2,5
16

4.1.3.5 Trauma Tumpul Pada Lensa
a. Dislokasi lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi
pada putusnya zonula Zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
b. Subluksasi lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula Zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan
mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lenssa akan memberikan gambaran pada iris
berupa iridodonesis.
Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan menjdai
cembung, dan mata akan menjadi lebih miopik. Lensa yg menjadi sangat cembung
mendorong iris ke depa sehingga bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit
pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder.
Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan
sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung. Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa
seperti glaukoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata
koreksi yang sesuai.1,2,3,5
c. Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka
akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma
kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang
sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat,
edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil
yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.
Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada dokter mata
untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk
menurunkan tekanan bola matanya.1,2,3,5
17

d. Luksasi lensa posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior
akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke
dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli. Pasien
akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya akibat lensa mengganggu
kampus.
Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan
melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris
tremulans. Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan
penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.
Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi
lensa.13,5
e. Katarak trauma
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul
terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak
subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti
bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin
Vossius.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat
disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan
bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis
fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa
sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau bilaepitel
lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching.
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada
anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk
mencegah ambliopia pada anak dapat di pasang lensa intra okuler primer atau sekunder.
18

Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai
mata menjadi tenang. Bila terjadi peyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya
maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada
orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil
sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan,
ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.1,2,3,5
Cincin Vossius
Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang
merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi
segera setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa
sesudah sesuatu trauma, seperti suatu stempel jari. Cincin hanya menunjukkan tanda bahwa
mata tersebut telah mengalami suatu trauma tumpul.1,2,3
4.1.3.6 Trauma Tumpul Retina Dan Koroid
a. Edema retina dan koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan
sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat
sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri
retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada keadaan
ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpul
juga mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau
edema Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus
posterior fundus okuli berwarna abu-abu.1,2,5
Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi
dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen
epitel.
b. Ablasi retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlapasnya retina dari koroid pada
penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi
retina ini seperti retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi retina
19

lainnya. Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir
mengganggu lapang pandangnya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam
penglihatn akan menurun.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat
pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka
secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.1,2,3
c. Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat
ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar
konsentris di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam
penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina
agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat bagian
ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid.1,2,5
4.1.4 Trauma Mata Non Penetrasi
4.1.4.1 Abrasi
Abrasi dari kelopak mata, kornea, atau konjungtiva tidak membutuhkan
pembedahan. Luka harus dibersihkan dari benda asing. Untuk membantu pemeriksaan,
nyeri yang disebabkan oleh abrasi dapat dikurangi dengan memberikan anestesi topical
seperti solusio tetracain 0,5%, tapi pemberian rutin tetracain oleh pasien tidak
diperbolehkan karena dapat mengganggu penyembuhan epithelium. Ointment antibiotik
oftalmika dimasukkan ke dalam mata untuk mengurangi infeksi. Plester mata diberikan
dengan tekanan yang kecil untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan membantu
penyembuhan dengan cara mencegah gerakan bola mata pada daerah yang terkena cedera.
Pembalut mata harus diganti setiap hari dan luka diperiksa untuk melihat ada tidaknya
pembentukan ulkus atau infeksi. Abrasi kornea menyebabkan nyeri yang hebat dan dapat
mengarah ke erosi kornea rekuren, tapi jarang mengalami infeksi.1,2,5
4.1.4.2 Kontusi
20

Kontusi bola mata dan jaringan sekitarnya biasanya disebabkan oleh kontak
traumatic dengan benda tumpul. Akibat dari cedera semacam itu bervariasi dan sering tidak
kelihatan pada pemeriksaan superficial. Pemeriksaan yang hati-hati dan follow up yang
adekuat harus dilakukan. Akibat yang mungkin ditimbulkan dari cedera kontusi adalah
hemoragi dan pembengkakan kelopak mata, hemoragik subkonjungtival, edema atau ruptur
kornea, hemoragi bilik anterior (hyphema), rupture dari akar iris (iridodialisis), traumatic
paralisis dari pupil (midriasis), rupture dari spingter iris, paralisis atau spasme dari
muskulus yang mengatur akomodasi,resesi sudut bilik anterior dengan glaucoma sekunder,
katarak traumatic, dislokasi lensa, hemoragi vitreous, hemoragi retina, dan edema retina,
pelepasan retina, rupture koroid, dan cedera nervus optikus.
Kebanyakan dari cedera ini tidak dapat dilihat dengan mata biasa.beberapa sepeti
katarak, mungkin tidak berkembang dalam beberapa hari atau inggu setelah cedera.
Kecuali cedera yang menyebabkan rupture bola mata, kebanyakan efek langsung dari
kontusi bola mata tidak memerlukan pengobatan segera. Walaupun demikin setiap cedera
dapat menjadi cukup berat untuk menyebabkan hemoragi intraocular dan dapat
menyebabkan hemoragi sekunder yang tertunda dari pembuluh darah uveal, yang dapat
menyebabkan glaucoma dan kerusakan permanen bola mata. Pasien dengan hemoragi
intraocular harus tirah baring total selama 4-5 hari dengan kedua mata diplester untuk
mengurangi perdarahan lebih lanjut. Perdarahan sekunder jarang muncul setelah 72 jam.
Cyclopegic short-acting seperti hemotropine 5% dapat digunakan. Asetazolamid, manitol,
dan obat sistemik lain yang dapat enurunkan tekanan bola mata mungkin diperlukan.1,2,5
4.1.5 Trauma Tembus Pada Mata
Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan konjungtiva
ini tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva lebih
dari 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya glaucoma. Pada setiap
robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatny robekan sclera bersama-sama dengan robekan
konjungtiva tersebut. 1,2,5
Bila trauma disebabkan oelh benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata
maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti:
21

tajam penglihatan menurun
tekanan bola mata rendah
bilik mata dangkal
bentuk dan letak pupil berubah
terlihat adanya rupture pada kornea atau sclera
terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau
retina
konjungtiva kemotis
Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka
secepatnya diberikan antibiotika topical dan mata ditutup dan segera dikirim pada dokter mata
untuk dilakukan pembedahan. Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya
dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto.
Pada pasien dengan luka tembus mata sebaiknya diberikan antibiotika sistemik atau
intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan. Pasien juga diberi anti tetanus
profilaktik, analgetika dan kalau perlu penenang. Sebelum dirujuk, mata tidak diberi salep,
karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak bo;leh diberi steroid local, dan beban yang
diberikan pada mata tidak menekan bola mata.1,2,5 Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya
benda asing ke dalam bola mata. Benda asing di dalam bola mata pada dasarnya perlu
dikeluarkan 2
4.1.5.1 Laserasi
Laserasi biasanya disebabkan oleh benda tajam (pisau gunting, dll) cedera seperti ini
dirawat dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari ada atau tidaknya prolaps jaringan.
A. Laserasi tanpa prolaps jaringan: jika bola mata ditembus dari depan tanpa adanya bukti
prolaps intraocular dan jika lukanya bersih dan kelihatan bebas dari kontaminasi,
biasanya dapat diperbaiki dengan jahitan interrupted menggunakan benang silk atau
catgut. Bekuan darah dapat dibersihkan dengan mudah dari bilik depan dengan irigasi
kemudian bilik di bentuk kembali setelah kornea diperbaiki dengan injeksi dari larutan
salin atau air. Midriatik sebaiknya diberikan dan larutan antibiotic harus dimasukkan ke
22

dalam kantung konjungtiva lalu pinggir mata diplester. Pasien harus tirah baring untuk
beberapa hari dan antibiotik sistemik diberikan untuk mengurangi infeksi intraocular.
B. Lacerasi dengan prolaps: jika sebagian kecil dari iris prolaps melalui luka, maka harus
dipegang dengan forsep dan dipotong tepat pada batas luka. Jaringan uvea dalam jumlah
yang sedikit juga dapat dibuang dengan cara yang sama. Luka harus ditutup dengan cara
yang sama seperti menutup luka pada laserasi tanpa prolaps. Jika jaringan uvea
mengalami cedera, maka ophtalmia simpatetik kemungkinan akan muncul.
Jika lukanya luas dan kehilangan isi intraocular berat sehingga prognosis funsi mata
buruk, maka eviserasi dan enukleasi diindikasikan sebagai prosedur pembedahan
utama.1,2,3,5
4.1.5.2 Benda asing intraokular
Benda asing yang tertanam di dalam mata harus diidentifikasi dan dilokalisasi secepat
mungkin. Partikel besi dan tembaga harus segera dikeluarkan untuk mencegah disorganisasi dari
jaringan okuler akibat perubahan degenerative (siderosis karena besi dan chalcosis karena
tembaga). Bahan-bahan lain kurang bereaksi dan masih dapat ditoleransi. Partikel lain seperti
kaca dan porselen mungkin sangat ditoleransi dan lebih baik dibiarkan saja. 1,2,3
Adanya keluhan tidak nyaman pada mata dengan penurunan tajam penglihatan dan
adanya riwayat terkena pantulan baja harus dicurigai terdapat benda asing intraokular. Bagian
anterior dari mata, termasuk kornea, iris, dan lensa sebaiknya diperiksa menggunakan lup atau
slitlamp untuk menentukan tempat masuk luka.oftalmoskopi dengan visualisasi langsung untuk
benda asing intraocular mungkin dilakukan. X-ray dari jaringan lunak orbital harus diambil
untuk memastikan adanya benda asing yang radioopak dan untuk alasan medikolegal.
Jika benda asing terletak di anerior zonula, sebaiknya disingkirkan melalui insisi ke
dalam bilik depan melalui limbus. Jika berlokasi di belakang lensa dan di depan ekuator,
sebaiknya disingkirkan melalui area pars plana yang terdekat dengan benda asing karena
mengurangi kerusakan retina. Jika benda asing terletak di posterior ekuator, sebaiknya
disingkirkan langsung dari dinding bola mata terdekat, kecuali daerah tersebut adalah macula.
Jika benda asing tersebut memiliki sifat magnetic, magnet yang sudah dsterilkan dapat
digunakan didekat daerah keluar luka untuk membantu menyingkirkan benda asing tersebut. Jika
23

bukan benda yang bersifat magnetic, forsep kecil dapat digunakan dengan trauma yang minimal.
Setiap kerusakan di retina harus diddiatermi atau fotokoagulasi untuk mencegah pelepasan
retina. 1,2,5
4.2 TRAUMA KIMIA
Trauma pada mata merupakan 3-4% dari seluruh kecelakaan kerja di Amerika serikat.
Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi asam dibandingkan basa
sebagai bahan penyebabnya pada trauma kimiawi bervariasi dari 1:1 sampai 1:4, berdasarkan
beberapa penelitan. Dalam satu laporan di negara berkembang, 80% dari trauma kimiawi pada
mata dikarenakan oleh pajanan atau karena pekerjaan.
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri,
pekerjaan yang menggunakan bahan kimia dan pertanian. Bahan kimia yang dapat
mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk: trauma asam, trauma basa
atau alkali. Pengaruh bahan kimia terhadap mata bergantung pada: PH, kecepatan dan jumlah
bahan kimia tersebut yang mengenai mata.1,2,5
Dibandingkan bahan yang bersifat asam, bahan yang bersifat basa lebih cepat dapat
merusak dan menembus kornea.Ketika bahan kimia terkena mata maka harus segera diberikan
tindakan, seperti diantaranya irigasi pada daerah mata yang terkena trauma kimia. Sebab jika
penanganan terlambat dilakukan dapat memberikan penyulit yang lebih berat. Pembersihan dapat
dilakukan dengan menggunakan larutan garam fisiologik ataupun air bersih lainnya selama
mungkin dan paling sedikit dalam waktu 15-30 menit.
Anastesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.
Untuk bahan asam dapat digunakan larutan natrium bikarbonat 3%, sedangkan untuk
larutan basa dapat digunakan asam borat, asam asetat 0,5%, atau bufer asam asetat pH 4,5%
untuk menetralisir dan juga diperhatikan akan adanya benda asing penyebab luka tersebut.
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, sikloplegik, dan bebat mata selama mata
masih sakit. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan basa sangat lambat. Biasanya sempurna
dalam waktu 3-7 hari.
24

Pasien dengan trauma kimia pada mata pada umumnya melaporkan berbagai derajat
nyeri,fotofobia, pengelihatan kabur, dan adanya halo berwarna disekitar cahaya. Pada trauma
kimia ringan sampai sedang mata menjadi hiperemis dan mungkin terdapat kemosis konjungtiva
dan juga edema palpebra.
Pada luka bakar derajat satu pada kulit, dan adanya sel dan flare di bilik mata depan. Pada
kornea dapat bervariasi mulai dari keratopati pungtata superfisial difusa sampai erosi epitel lokal
dengan pengaburan ringan pada stroma.
Pada trauma kimia mata yang berat, mata tidak menjadi merah namun akan tampak putih
karena iskemia pada pembuluh darahkonjungtiva. Kemosis pada palpebra dan konjungtiva
terlihat jelas, dan daerah sekitar wajah dapat menunjukkan luka bakar derajat dua bahkan tiga.
Pada kornea dapat ditemukan erosi epitel total dengan edema dan perkabutan tebal pada stroma,
dan terkadang opasiti total. 1,2,5,6
Pada anamnesa diketahui Trauma kimiawi biasanya disebabkan akibat bahan-bahan yang
tersemprot atau terpercik pada wajah. Pada anamnesa patut dipertimbangkan kemungkinan
penyabab sebagai berikut :1,2,6
- Bahan
kimia asam yang tersering menyebabkan trauma pada mata adalah asam sulfat,
sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, dan
asam hidroflorida.
- Ledakan
baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan
penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata.
- Asam
hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap
aluminum,dan cairan pembersih yang kuat. Industri tertentu menggunakan asam
hidroflorida dalam pembersih dinding, glass etching (pengukiran pada kaca dengan
cairan kimia), electropolishing, dan penyamakan kulit. Asam hidroflorida juga
digunakan untuk pengendalian fermentasi pada breweries (pengolahan bir).
25

- Toksisitas
hidroflorida pada okuler dapat terjadi akibat pajanan cairan maupun gas.
Penggolongan tingkatan dan prognosis dari luka bakar kimia ditentukan berdasarkan
jumlah kerusakan kornea dan iskemia limbus, dimana setiap hilangnya arsitektur pembuluh
darah normal konjungtiva disekitar kornea. Iskemia limbus adalah salah satu faktor klinis yang
amat penting karena menunjukkan tingkat kerusakan pada pembuluh darah limbus dan
mengindikasikan kemampuan sel induk kornea (yang terletak di limbus) untuk meregenerasi
kornea yang rusak. Oleh karena itu tidak seperti kondisi trauma pada mata yang lain, mata yang
pucat lebih berbahaya daripada mata yang merah. 6
4.2.1 Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul
hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan
cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah
penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh
zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.7
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan
jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta
adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang
mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang
seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di
kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.7,9
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang
mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan
bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja.
Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi
protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.7,8
26

Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat
pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil,
yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka
bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorid dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang
karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Asam hidroflorida adalah satu
pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride
dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung
dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim
bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf
dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki
sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal,
dan neurologik.7,8,9,10
Patofisiologi dan Gejala Trauma Asam Pada Mata
Bahan kimia asam
↓
Asam cenderung berikatan dengan protein
↓
Menyebabkan koagulasi protein plasma
↓
Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut
↓
Luka hanya terbatas pada permukaan luar saja.
Penangganan Trauma Asam.
Pada saat mata terkena asam di tempat kejadian, tindakan pertama yang harus diambil adalah
dengan irigasi bagian mata yang terkena dengan menggunakan air keran yang mengalir atau
menggunakan garam fisiologis jika ada selama 15-30 menit. Pada saat di rumah sakit, dapat
27

diberikan anestesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3% dan kemudian bisa diberi antibiotic.
Pada trauma asam, karena terbentuknya barrier proteksi, mata yang terkena pada dasarnya akan
kembali normal.8
4.2.2. Trauma Basa atau Alkali
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua
sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan
masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan
pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa
ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior
sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi
proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.8
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang
tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane
sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali.
Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau
keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema
kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini
cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat
membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel
yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang
berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai
dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada
kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila
terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali
sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan
mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang.
Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.8
28

Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es,
sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda
kuat.8
Patofisiologi Trauma Basa Pada Mata.
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang
timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan: Kerusakan yang terjadi pada
trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:7,8
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh
darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi
permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi
dan ulkus kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan
lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi. Penyembuhan epitel kornea dan stroma
diikuti oleh proses-proses berikut:
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel epitelial
yang berasal dari stem cell limbus
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang baru.
Patofisiologi trauma basa yang merusak mata : Bahan kimia alkali
29

↓
Pecah atau rusaknya sel jaringan dan Persabunan disertai disosiasi asam lemak
membran sel → penetrasi lebih lanjut
↓
Mukopolisakarida jaringan menghilang & terjadi penggumpalan sel kornea
↓
Serat kolagen kornea akan membengkak & kornea akan mati
↓
Edema → terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma, cenderung
disertai masuknya pemb.darah (Neovaskularisasi)
↓
Dilepaskan plasminogen aktivator & kolagenase (merusak kolagen kornea)
↓
Terjadi gangguan penyembuhan epitel
↓
Berkelanjutan menjadi ulkus kornea atau perforasi ke lapisan yang lebih dalam
Menurut klasifikasi Thoft trauma basa dapat dibedakan dalam: 1,2,6
1. Derajat I: hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
2. Derajat II: hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
3. Derajat III: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
30

4. Derajat IV: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul
serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea
dan keparahan iskemik limbus.
Menurut klasifikasi Hughes :
1. Ringan
Prognosis baik
Terdapat erosi epitel kornea
Kekeruhan yang ringan pada kornea
Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
2. Sedang
Prognosis baik
Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci
Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea
3. Berat
Prognosis buruk
Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat
Konjungtiva dan sklera pucat
Tindakan yang dilakukan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan
irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin
irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit segera setelah trauma, penderita diberikan sikloplegi
yang membantu dalam pencegahan spasme siliar dan untuk menstabilisasi permeabilitas
pembuluh darah sehingga dapat mengurangi peradangan, antibiotika dan EDTA untuk mengikat
31

basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma alkali, diperlukan untuk menetralisir kolagenase
yang terbentuk pada hari ke tujuh. 4-7
Penyulit yang dapat timbul pada trauma alkali adalah simblefaron, kekeruhan kornea,
edema dan neovaskularisai kornea, katarak, disertai ftisis bola mata7.
4.3 TRAUMA RADIASI ELEKTROMAGNETIK
Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah:
- Sinar infra merah
- Sinar Ultraviolet
- Sinar –X dan sinar terionisasi
4.3.1 Trauma sinar infra merah
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari, dan pada saat
bekerja di pemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar infra merah
terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan
mengeluarkan sinar infra merah. Bila seseorang berada pada jarak satu kaki selama satu menit di
depan kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau midriasis, maka suhu lensa akan naik sebanyak
9 derajat celsius. Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar infra merah akan panas, sehingga
berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infra merah oleh lensa
akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa. Akibat sinar ini pada lensa, maka
katarak muda terjadi pada pekerja industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar infra merah
akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal anterior-posterior dan koagulasi pada
khoroid.1,2,6
Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sementara atau permanen. Tidak
ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi, kecuali mencegah terkenanya mata
oleh sinar infra merah ini. Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya
jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.
4.3.2 Trauma sinar ultra violet ( sinar las )
32

Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai
panjang gelombang antara 250-295 nM. Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las,
dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar ultra violet akan
segera merusak epitel kornea.
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea, sehinga
kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik
kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan ketajaman pengelihatan
yang menetap. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam
setelah trauma. Pasien akan mrasa mata sangat sakit, mata seperti kelilipan atau seperti
kemasukan pasir, foto fobia, blefarospasme dan konjungtiva kemotik.
Kornea akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang
disertai dengan kornea yang keruh dan uji floresensi positif. Keratitis teutama terdapat pada
fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis, tajam penglihatan akan terganggu. Keratitis ini akan
sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga
akan memberikan kekeruhan pada kornea. Gambaran keratitis menjadi semakin berat akibat efek
kumulatif radiasi sinar UV .Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal,
analgetik, dan mata ditutup selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.1,2,6
4.3.3 Sinar ionisasi dan sinar-X
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk: Sinar alfa yang dapat diabaikan, Sinar beta yang
dapat menembus 1cm jaringan, Sinar gamma dan Sinar-x
Sinar ionisasi dan sinar-x dapat menyebabkan katarak dan rusaknya retina. Dosis katarak
togenik bervariasi sesuai dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebuh mudah dan lebih peka.
Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak normal. Sedangkan
sel baru yang berasal dar sel germinatif lensa tidak menjadi jarang. Sinar-x merusak retina
dengan gambaran seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapilar,
perdarahan, mikroaneuris mata , dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar-x dapat merusak kornea, yang mengakibatkan kerusakan
permanen yang sukar diamati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan.
33

Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan
menggangu fungsi air mata. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik topikal dengan steroid
3 kali sehari dan sikloplegik 1 kali sehari. Bila terjadi simblefaron pada konjungtifa dilakukan
tindakan pembedahan.1,2,3,6
BAB V
KESIMPULAN
Pada umumnya pada trauma mata terdapat rasa nyeri dan mata kemerahan. Walaupun
demikian, tidak semua trauma memiliki tanda seperti yang telah disebutkan tadi. Walaupun mata
mempunyai system pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan
lemak retrobulbar selain terdapatnya reflex memejam dan mengedip, mata masih sering
34

mendapatkan trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata
dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita.
Trauma terbagi atas trauma mekanik, trauma fisik, trauma kimiawi. Trauma mata yang
paling sering terjadi adalah trauma kimia. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola
mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberi penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Semakin cepat penanganan trauma
mata, maka prognosisnya akan semakin baik. Sebagai seorang klinisi umum, kita harus mampu
memeriksa trauma bola mata dan orbita yang umum terjadi dan mampu menentukan apakah
masalah tersebut membutuhkan perhatian yang lebih serius atau tidak.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D, Asbury T. General ophthalmology. 8th ed. California: Langs Medical
Publication; 1977. p. 241-4.
35

2. Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.
259-75.
3. Anderson PD. Anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2006.
4. Gambar anatomi mata. Diunduh dari : http://jabbarbtj.blogspot.com/2014/09/anatomi-
mata.html
5. Lang, G.A pocket textbook atlas ophthalmology. 2nd ed. New York; Thieme; 2006. p.
508-9.
6. Trauma Asam. Diunduh dari: http://hsilkma.blog.friendster.com/2008/01/trauma-asam
7. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
8. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.
Diunduh tanggal 28 Juni 2012 dari http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
9. Chew, Chris. Trauma. Dalam : James. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Erlangga.
2006.
10. Rappon, Joseph M. Primary Care Ocular Trauma Management. 2010. Diunduh
www.pacificu.edu/optometry.June 16.
36