Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan...

15
Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam: Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah 1 Oleh: Khairunnisa Musari 2 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu isu aktual dalam industri perbankan dan keuangan nasional saat ini adalah financial inclusion. Visi dari program financial inclusion diarahkan untuk mewujudkan akses seluas-luasnya kepada layanan jasa keuangan, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan di Indonesia. Program National Strategy Financial Inclusion (NSFI) di Indonesia sesungguhnya telah dicanangkan bank sentral sejak 2010. Bahkan, sejak 1965, Indonesia sendiri sudah lama melaksanakan program yang dapat dikategorikan sebagai financial inclusion, yaitu program perkreditan untuk mendorong peningkatan pangan sekaligus menanggulangi kemiskinan. Mengacu survei World Bank tahun 2009, sekitar 32 persen atau 76 juta penduduk Indonesia belum tersentuh jasa keuangan (financially excluded) dan sekitar 60-70 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) belum memiliki akses terhadap perbankan. Financial inclusion menjadi andalan bank sentral sebagai metode mengurangi tingkat kemiskinan Indonesia melalui peningkatan kemampuan individu dalam mengelola keuangannya. Konsep ini mengajak masyarakat untuk mengelola uang dan waktunya agar lebih produktif sehingga hasilnya dapat ditabung dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan. Dari 23 butir kebijakan NSFI, semuanya mengerucut pada lima aspek, yaitu kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan kebijakan makroprudensial, serta penguatan fungsi pengawasan. Melalui financial inclungan, otoritas berharap dapat meniadakan hambatan akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan sehingga tujuan akhir dari program ini, yaitu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengurangi tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan di Indonesia, dapat terwujud. Tabel 1 menunjukkan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia tahun 2011 lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada target yang diproyeksikan, secara bertahap, hingga tahun 2014 diharapkan tingkat pengangguran akan turun di bawah pertumbuhan ekonomi. Sedangkan tingkat kemiskinan, meski belum dapat berada di 1 Makalah ini disampaikan pada kegiatan sosialisasi dan edukasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kerjasama Risk Management International (RMI), Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) Jember, dan Ma’had Tahfizh Qur’an Ibnu Katsir Jember, tanggal 6 September 2013, dengan tema Financial Inclusion: Tugas dan Kewenangan OJK”. 2 Peneliti Tamkin Institute; Peneliti Divisi Syari’ah Risk Management International (RMI).

description

Makalah ini ditulis sebagai materi menjadi narasumber OJK Goes to Pesantren bertema "Financial Inclusion: Tugas dan Wewenang OJK" yang diselenggarakan di Ma'had Tahfizh Qur'an (MTQ) Ibnu Katsir, Jember, pada 6 September 2013.

Transcript of Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan...

Page 1: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:

Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur

dan Investasi Emas Berlabel Syariah1

Oleh: Khairunnisa Musari2

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu isu aktual dalam industri perbankan dan keuangan nasional saat ini adalah

financial inclusion. Visi dari program financial inclusion diarahkan untuk mewujudkan akses

seluas-luasnya kepada layanan jasa keuangan, dalam rangka mendorong pertumbuhan

ekonomi, mengurangi tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan di Indonesia.

Program National Strategy Financial Inclusion (NSFI) di Indonesia sesungguhnya telah

dicanangkan bank sentral sejak 2010. Bahkan, sejak 1965, Indonesia sendiri sudah lama

melaksanakan program yang dapat dikategorikan sebagai financial inclusion, yaitu program

perkreditan untuk mendorong peningkatan pangan sekaligus menanggulangi kemiskinan.

Mengacu survei World Bank tahun 2009, sekitar 32 persen atau 76 juta penduduk

Indonesia belum tersentuh jasa keuangan (financially excluded) dan sekitar 60-70 persen

usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) belum memiliki akses terhadap perbankan.

Financial inclusion menjadi andalan bank sentral sebagai metode mengurangi tingkat

kemiskinan Indonesia melalui peningkatan kemampuan individu dalam mengelola

keuangannya. Konsep ini mengajak masyarakat untuk mengelola uang dan waktunya agar

lebih produktif sehingga hasilnya dapat ditabung dan pada gilirannya akan meningkatkan

kesejahteraan.

Dari 23 butir kebijakan NSFI, semuanya mengerucut pada lima aspek, yaitu kebijakan

penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan,

kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan kebijakan makroprudensial,

serta penguatan fungsi pengawasan. Melalui financial inclungan, otoritas berharap dapat

meniadakan hambatan akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan

sehingga tujuan akhir dari program ini, yaitu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

serta mengurangi tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan di Indonesia, dapat

terwujud.

Tabel 1 menunjukkan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia tahun 2011

lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada target yang diproyeksikan,

secara bertahap, hingga tahun 2014 diharapkan tingkat pengangguran akan turun di bawah

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan tingkat kemiskinan, meski belum dapat berada di

1 Makalah ini disampaikan pada kegiatan sosialisasi dan edukasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kerjasama

Risk Management International (RMI), Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) Jember, dan Ma’had Tahfizh Qur’an Ibnu

Katsir Jember, tanggal 6 September 2013, dengan tema ”Financial Inclusion: Tugas dan Kewenangan OJK”.

2 Peneliti Tamkin Institute; Peneliti Divisi Syari’ah Risk Management International (RMI).

Page 2: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

2

2

bawah tingkat pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan terjadi penurunan di bawah satu

digit.

Persoalan pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, dan ketidakmerataan

pendapatan di Indonesia salah satunya tidak lepas dari belanja negara yang tidak optimal.

Gambar 1 menunjukkan rencana Anggaran Pendapatn dan Belanja Negara (APBN)

kementerian/lembaga (K/L) serta realisasinya sepanjang 2005-2011 yang mengindikasikan

ketidakmampuan menyerap anggaran secara optimal. Rata-rata penyerapan belanja K/L

berkisar 85%. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya penyerapan ini

adalah masalah internal K/L, mekanisme pengadaan, mekanisme revisi, pengadaan tanah

serta faktor lainnya seperti iklim, geografis, faktor kehati-hatian serta keterbatasan kapasitas

pihak ketiga di daerah.

Banyak faktor yang menyebabkan pengentasan kemiskinan dan ketidakmerataan

pendapatan di Indonesia masih belum memenuhi harapan. Faktor lain yang turut

menghambat keberhasilan upaya penanganan kemiskinan dan pemerataan di Indonesia,

diantara: (1) Belum meratanya program pembangunan, khususnya di pedesaan, luar Pulau

Jawa, daerah terpencil, dan daerah perbatasan. Padahal, sekitar 63,5 persen penduduk

miskin hidup di daerah pedesaan. Persentase kemiskinan di luar Pulau Jawa termasuk Nusa

Tenggara, Maluku, dan Papua juga lebih tinggi dibanding di Pulau Jawa. (2) Kemiskinan

sangat terkait dengan keterbatasan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. (3)

Masih besarnya jumlah penduduk yang rentan untuk jatuh miskin baik karena guncangan

ekonomi, bencana alam, dan juga akibat kurangnya akses terhadap pelayanan dasar dan

sosial. (4) Kondisi kemiskinan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga-harga kebutuhan

pokok. Fluktuasi ini berdampak besar pada daya beli masyarakat miskin.

Tabel 1: Target Indikator Makro pada RPJMN 2010-2014

Sumber: Brodjonegoro (2012)

Gambar 1: Rencana dan Realisasi APBN K/L 2005-2011

Sumber: Brodjonegoro (2012)

Page 3: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

3

3

Gambar 2 menunjukkan belanja negara untuk sejumlah program prioritas yang

menunjukkan tren peningkatan. Belanja negara untuk Biaya Operasional Sekolah (BOS),

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM), dan Program Keluarga Harapan (PKH) memiliki alokasi anggaran yang terus

meningkat. Hal ini mengindikasikan pemerintah sebagai otoritas fiskal telah berupaya

untuk melakukan pengentasan kemiskinan dan pemerataan pada layanan yang menyentuh

langsung hidup masyarakat.

Dalam mengelola perekonomian negara, maka kebijakan otoritas fiskal dan moneter

merupakan ujung tombak yang tidak bisa terpisahkan. Keduanya harus saling bersinergi

dan bekerja simultan. Salah satu program yang patut menjadi prioritas bagi otoritas

moneter dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan di Indonesia adalah financial inclusion

dengan mengedepankan financial literacy sebagai sarana edukasi yang bersentuhan

langsung dengan masyarakat.

Di Indonesia, tingkat financial literacy masih sangat rendah bila dibanding negara-

negara sekawasan Asia Tenggara. World Bank tahun 2009 mencatat hanya sekitar 33%

penduduk di Tanah Air yang sudah bersentuhan dengan bank. Bila lebih dikhususkan ke

usia produktif, jumlahnya menurun menjadi hanya 20%. Dengan jumlah penduduk yang

sangat besar, upaya untuk meningkatkan financial literacy di Indonesia membutuhkan kerja

yang lebih keras, berkesinambungan, dan waktu lebih panjang. Hal ini juga sekaligus

mengindikasikan bahwa Indonesia masih memiliki potensi yang besar bagi industri

Gambar 2: Belanja Negara untuk Program Prioritas

Sumber: Brodjonegoro (2012)

Page 4: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

4

4

keuangan, utamanya perbankan, untuk mengelolanya, terlebih dalam menghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk perbankan tahun 2020.

Berdasarkan hal tersebut, maka Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter meyakini

program NSFI dalam kurun lima tahun sejak pencanangannya merupakan cara utama

untuk meningkatkan financial literacy guna peningkatan kemampuan individu dalam

mengelola keuangannya. Sebagai bagian dari financial inclusion, maka sektor perbankan

sebagai mayoritas kegiatan jasa keuangan di Indonesia menjadi frontliner bagi program

tersebut. Strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan financial inclusion meliputi lima

pilar, yaitu edukasi keuangan, meningkatkan eligibilitas keuangan, regulasi yang

mendukung, peningkatan fasilitasi intermediasi, serta reformasi kebijakan yang meliputi

perlindungan nasabah, agent banking, dan phone banking.

Ke depan, industri keuangan, utamanya perbankan, harus memetakan potensi

masyarakat dan sektor usaha yang menjadi sasaran dari program financial inclusion. Apalagi,

seiring dengan bertambahnya jumlah masyarakat kelas menengah serta masih dominannya

sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang belum mengakses perbankan,

maka dibutuhkan keberpihakan dan strategi yang komprehensif dari industri keuangan

untuk memperluas akses layanan jasa bagi masyarakat, utamanya dalam mempersiapkan

produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan tabungan dan investasi bagi masyarakat.

Tabel 2 menunjukkan jumlah usaha dan kontribusi lapangan kerja di Indonesia

berdasarkan Sensus Ekonomi 2006. Usaha mikro mendominasi seluruh sektor usaha sebesar

83,25% dengan jumlah pekerja di dalamnya hingga 62,51%. Berikutnya sektor usaha kecil

menguasai 15,78% dengan jumlah pekerja di dalamnya sekitar 21,36%. Lalu disusul secara

berturut-turut sektor usaha menengah dan sektor usaha besar.

Kategori Jumlah Usaha Persentase Usaha (%)

Jumlah Pekerja Persentase Pekerja (%)

Usaha Mikro 18,928,220 83.25 31,047,663 62.51

Permanen 10,336,514 45.46 21,447,768 43.18

Tidak Permanen 8,591,706 37.79 9,599,895 19.33

Usaha Kecil 3,587,574 15.78 10,608,535 21.36

Permanen 2,400,168 10.56 8,942,571 18.00

Tidak Permanen 1,187,406 5.22 1,665,964 3.35

Usaha Menengah 164,839 0.72 3,050,067 6.14

Permanen 160,205 0.70 3,038,318 6.12

Tidak Permanen 4,634 0.02 11,749 0.02

Usaha Besar 44,048 0.19 4,761,776 9.59

Permanen 43,459 0.19 4,760,083 9.58

Tidak Permanen 589 0.00 1,693 0.00

Tidak Dapat Diklasifikasikan 12,107 0.05 202,126 0.41

Permanen 12,107 0.05 202,126 0.41

Tidak Permanen 0 0.00 0 0.00

Jumlah 22,736,788 100.00 49,670,167 100.00

Tabel 2: Jumlah Usaha dan Kontribusi Lapangan Kerja

Sumber: Sensus Ekonomi (2006)

Page 5: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

5

5

Secara keseluruhan, hal ini mengindikasikan bahwa sektor UMKM mendominasi

sektor perekonomian di Indonesia. Adapun produk jasa lembaga keuangan yang berhasil

diakses UMKM sebagian besar masih berupa kredit modal kerja dan sangat terbatas untuk

kredit investasi. Hal ini disebabkan oleh sulitnya memenuhi persyaratan pinjaman,

meskipun jenis usaha yang digeluti UMKM sebenarnya layak dan memiliki potensi besar.

Tuntutan sektor perbankan terhadap UMKM untuk memenuhi persyaratan bankable

menyebabkan UMKM masih kesulitan dalam mengakses lembaga keuangan. Secara umum,

permasalahan ini timbul karena kedua belah pihak tidak mempunyai standar manajemen

yang sama. Di satu pihak, sebagian besar karakter UMKM bersifat informal atau tidak

memiliki badan hukum resmi, belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip

manajemen modern, serta memiliki aset yang terbatas. Di lain pihak, dengan tujuan untuk

menekan resiko kredit, lembaga perbankan mensyaratkan para calon nasabahnya untuk

memiliki prinsip-prinsip bisnis atau manajemen modern (formal), antara lain mempunyai

izin usaha resmi, mempunyai aset yang cukup sebagai jaminan kredit serta mempunyai

pembukuan perusahaan yang rapi dan sebagainya.

Untuk mendekatkan jarak antara UMKM dengan perbankan, atau memberikan

kemudahan UMKM dalam mengakses modal, pemerintah sebenarnya telah melakukan

berbagai upaya. Mulai tahun 1973 pemerintah melaksanakan program kredit KIK (kredit

investasi kecil) dan KMKP (kredit modal kerja permanen). Akibat mengalami kredit macet

yang cukup tinggi, pada tahun 1990 program ini dihentikan. Sebagai ganti program

KIK/KMKP, mulai tahun 1990 pemerintah melaksanakan program KUK (kredit usaha kecil).

Pada kenyataannya program inipun tidak berhasil menumbuhkan UMKM seperti yang

diharapkan, dan oleh karenanya pada tahun 1998 program ini juga dihentikan. Setelah

progam KUK dihentikan, sampai saat ini pemerintah belum menggulirkan kebijakan

permodalan yang secara khusus ditujukan untuk UMKM. Jika dulu UMKM yang

mengajukan kredit ke perbankan cukup dengan kelayakan usaha, saat ini mereka harus

menyertakan jaminan minimal 20% dari plafon kredit. Syarat demikian dinilai makin

menyulitkan UMKM.

Bank Indonesia (BI) meyakini bahwa 40 juta usaha kecil tidak mempunyai akses pada

layanan perbankan, terutama bank komersial. Keadaan ini cenderung membuat UMKM

mencari alternatif sumber pembiayaan praktis dan cepat meskipun dengan tingkat bunga

yang lebih tinggi. Lembaga keuangan mikro (LKM), baik yang ditangani secara formal oleh

lembaga perbankan maupun institusi-institusi lain, semestinya makin diperkuat untuk

mengurangi permasalahan yang dihadapi UMKM.

Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat atas operasionalisasi LKM,

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) pada 11 Desember

2012 telah sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) LKM menjadi UU

Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM. Ke depan, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan

LKM dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan didelegasikan kepada pemerintah

kabupaten/kota. Bila pemerintah kabupaten/kota belum siap, maka OJK dapat

mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada pihak lain yang ditunjuk. Untuk

menjamin simpanan masyarakat pada LKM, pemerintah daerah dan/atau LKM dapat

membentuk lembaga penjamin simpanan LKM. Selanjutnya, LKM wajib bertransformasi

menjadi bank, jika LKM terkait melakukan kegiatan usaha melebihi 1 wilayah

Page 6: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

6

6

kabupaten/kota tempat kedudukan LKM, atau telah memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Peraturan OJK. Dalam hal ini, OJK, Kementerian Koperasi dan UKM

(Kemenkop UKM) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga akan melakukan

inventarisasi LKM yang belum berbadan hukum dan harus diselesaikan paling lambat 2

tahun terhitung sejak UU LKM berlaku.

Berikutnya, dalam rangka memberi perlindungan terhadap konsumen guna

menghindari penipuan berkedok investasi, OJK menerbitkan peraturan Nomor:

1/POJK.07/2013 tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan untuk melindungi

konsumen dari kecurangan, penyimpangan dan penyesatan dan pengaburan informasi

yang dilakukan pelaku usaha jasa keuangan. Terdapat sejumlah prinsip dan kewajiban yang

harus dipatuhi oleh pelaku usaha jasa keuangan. OJK memberikan sanksi tegas kepada

pelaku usaha ini bila melanggar, baik berupa peringatan tertulis, denda sampai pembekuan

dan pencabutan izin kegiatan usaha.

2. KAJIAN LITERATUR

Ketika krisis keuangan global melanda dunia, salah satu pemikiran yang mengemuka

di kalangan para ekonom adalah apakah penerapan sistem ekonomi syariah merupakan

solusi bagi masalah ini dan apakah ekonomi syariah akan menjadi paradigma baru yang

menggantikan sistem ekonomi kapitalis. Bagi sejumlah ekonom, krisis global yang tengah

terjadi saat ini merupakan pembuktian lemahnya sistem ekonomi kapitalis sekaligus

menjadi momentum kebangkitan ekonomi syariah. Fenomena ini, jika dikaji dengan

pendekatan konsep new institutional economics (NIE), pandangan tersebut mendekati

kebenaran.

Dalam ekonomi Islam, isu pertumbuhan ekonomi serta pengurangan tingkat

kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan merupakan salah satu filosofi yang sudah

digaungkan sejak munculnya Islam. Perintah untuk mendistribusikan kekayaan agar tidak

berputar dalam kelompok masyarakat menjadi legitimasi dalam ekonomi Islam bahwa uang

harus digunakan pada sektor produktif agar dapat menggerakkan perekonomian. Hal ini

pula yang menyebabkan moneter Islam dapat tercermin dari up and down-nya sektor riil

karena menggunakan mekanisme velocity of money. Quantity Theory of Money sesungguhnya

merupakan pemikiran yang berabad-abad sebelumnya telah digagas oleh pemikir muslim,

Taqiyuddin Ahmad Al-Maqrizi. Al-Maqrizi telah mencoba menghubungkan pasokan uang

dengan tingkat inflasi sehingga tercetus bahwa velocity of money adalah jawaban untuk

mereduksi inflasi.

Khalifah Umar bin Khattab pernah mengatakan, “Siapa saja yang memiliki uang,

hendaklah ia menginvestasikannya. Dan siapa saja yang memiliki tanah, hendaklah ia

menanaminya”. Diriwayatkan pula dari A’isyah r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barangsiapa yang menghidupkan tanah yang tidak menjadi milik seseorang, maka ia lebih berhak

(atas tanah itu).” Hal ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa ekonomi Islam

mengajarkan agar seluruh komponen modal dapat digunakan pada kegiatan produktif

dalam rangka menggerakan perekonomian dan mendorong velocity of money.

Page 7: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

7

7

0

5

10

15

20

25

Oct-0

1

Oct-0

2

Oct-0

3

Oct-0

4

Oct-0

5

Oct-0

6

Oct-0

7

Oct-0

8

Oct-0

9

Oct-1

0

Oct-1

1

Oct-1

2

Oct-1

3

Oct-1

4

Oct-1

5

Oct-1

6

Market Share Islamic Banks

early

2013

between

2015-2020

Pemikir Ibnu Khaldun pun pernah menyatakan bahwa kekayaan bangsa-bangsa tidak

ditentukan oleh jumlah uang yang dimiliki bangsa tersebut, tetapi ditentukan oleh produksi

barang dan jasanya serta neraca pembayaran yang sehat, di mana neraca pembayaran yang

sehat adalah konsekuensi alamiah dari tingkat produksi yang tinggi. Hal ini juga kian

menegaskan bahwa ekonomi Islam sangat mendorong agar uang dan sektor riil saling

berinteraksi. Chapra (2000b) menceritakan, di masa lalu, setelah Islam menghapus riba dan

mengorganisasi keseluruhan produksi dan perdagangan berdasarkan mudarabah dan

syirkah, kegiatan ekonomi di dunia Islam saat itu mengalami peningkatan kemakmuran.

Kemampuan mengkombinasi beberapa faktor politik dan ekonomi, termasuk kemampuan

memobilisasi sumber-sumber daya finansial yang memadai, menjadi faktor utama bagi

kemakmuran ini. Mudarabah dan syirkah adalah dua metode mobilisasi yang menjadikan

perdagangan dan industri sebagai keseluruhan mata air sumber moneter bagi dunia Islam

abad pertengahan.

Saat ini, Islamic banking and finance menjadi fenomena yang bersifat lintas negara,

budaya, dan agama. Penerimaan banyak negara nonIslam terhadap kelembagaan ini

menunjukkan bahwa sistem ekonomi dan keuangan Islam bersifat universal. Di Indonesia,

perbankan syariah merupakan motor penggerak sistem ekonomi dan keuangan Islam.

Meski tumbuh lambat, pangsa pasar bank syariah di Indonesia diperkirakan akan mencapai

20% dalam kurun 2015-2020 sebagaimana Gambar 3.

Sebagai negara dengan penduduk muslim mayoritas dan terbesar di dunia, maka

dapat dipastikan bahwa masyarakat muslim di Indonesia mendominasi kantong-kantorng

kemiskinan. Gerakan pengentasan kemiskinan bagi umat Islam akan menurunkan secara

signfikan tingkat kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika

perbankan syariah turut andil dalam menjaring lembaga-lembaga sosial ekonomi

kemasyarakatan untuk bersama-sama mengembangkan kegiatan ekonomi dalam rangka

pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi syariah.

Gambar 3: Future Market Share

Sumber: Ismal (2012)

Page 8: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

8

8

Gambar 4 menunjukkan hubungan antara lembaga dalam industri perbankan syariah

di Indonesia. Bank konvensional dimungkin untuk mendirikan unit usaha syariah (UUS).

Bersama dengan bank umum syariah (BUS), UUS dapat melakukan linkage program terhadap

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan lembaga keuangan mikro seperti Baitul Mal

Tamwil (BMT). BUS dan UUS juga dimungkinkan untuk berinteraksi langsung dengan

sektor UMKM. Hubungan antara lembaga di Indonesia ini terbilang unik dan tidak dapat

ditemukan dalam industri perbankan di negara lain. LKM mendampingi BUS, UUS, dan

BPRS inilah yang menjadi ujung tombak dalam membumikan sistem ekonomi dan

keuangan Islam di tanah air untuk mengakses masyarakat muslim yang menjadi target

sasaran program financial inclusion dan financial literacy.

Ke depan, OJK bersama Kemenkeu RI dan BI diharapkan dapat terus mendorong

program financial inclusion dan financial literacy di Indonesia, utamanya dalam mendorong

keberpihakan perbankan dan pasar keuangan terhadap sektor riil dengan memberi

kesempatan bagi semua jenis sektor usaha untuk mengakses layanan jasa keuangan. Hal ini

mengingat perbankan pada prakteknya juga memiliki peran dalam ‘menghambat’ proses

penyerapan likuiditas di sektor riil sehingga membiarkan pasar keuangan mengalami

bubble. Gap antara dana asing dengan dana domestik semakin besar akibat iming-iming

suku bunga yang cukup tinggi.

Dalam perspektif ekonomi Islam, mekanisme mengelola lack and excess of liquidity

dalam konteks kekinian dapat menggunakan instrumen penyertaan modal, seperti sukuk,

untuk mengelolanya. Instrumen ini harus mampu menjadi jembatan antara sektor keuangan

dan sektor riil sehingga up and down perekonomian dan pasar keuangan tercermin dari

kinerja sektor riil. Dengan demikian, kekhawatiran akan terjadinya pembalikan arah bila

ekonomi global pulih dan suku bunga negara maju meningkat dapat tereduksi.

Gambar 4: Linkage Among Institutions

Sumber: Ismal (2012)

Page 9: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

9

9

Secara keseluruhan, inklusi keuangan dalam perspektif ekonomi Islam sejalan dengan

ekonomi mainstream, namun mekanisme yang digunakan berbeda. Hal ini mengingat

filosofi ekonomi dan keuangan Islam menuntut adanya keseimbangan, keadilan, dan

pemerataan dalam kegiatan perekonomian sehingga tools yang digunakan harus dapat

menjadi alat distribusi untuk memenuhi tujuan tersebut.

3. STUDI KASUS

Tidak bisa dipungkiri, pesatnya perkembangan pasar keuangan dan perbankan

Islam menjadi motor penggerak dibumikannya sistem ekonomi Islam. Namun demikian,

tidak sedikit yang menjadikannya sebagai alat komersil untuk menarik pasar sebesar-

besarnya dengan mengabaikan filosofi yang sesungguhnya. Maraknya produk investasi

yang berlabel syariah sepatutnya diapresiasi sebagai suatu bentuk inovasi untuk

merekonstruksi produk-produk keuangan konvensional. Namun demikian, proses kehati-

hatian tak mustahil untuk terlalaikan. Pasalnya, untuk dapat melahirkan sebuah produk

ekonomi, keuangan, dan perbankan Islam, membutuhkan integrasi pengetahuan tentang

syari’ah Islam dan ekonomi Islam yang memadai. Pada tataran inilah, sangat dimungkinkan

terjadi misleading karena penciptaannya terlahir pada sistem ekonomi kapitalis yang

sistemik yang berpotensi menimbulkan friksi-friksi, bahkan tak jarang diinisiasi oleh itikat

yang tak syar’i.

3.1 Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur3

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan‛ ~Pasal 33 UUD

1945 Ayat 1.

Didasari oleh keinginan Ustadz Yusuf Mansyur (YM) untuk mensejahterakan umat

Islam dan warga negara Indonesia ternyata berujung kontroversi. Gerakan ‘patungan

usaha’ ala Ustadz YM dilatarbelakangi oleh penilaiannya bahwa kondisi perekonomian

Indonesia tidak memberi kesempatan pada masyakarat luas untuk menikmati kue

pembangunan. Kontroversi ‘patungan usaha’ menjadikan Ustadz YM bulan-bulanan.

Setelah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menemui Ustadz YM,

gerakan ‘patungan usaha’ kemudian ditutup sementara waktu sembari memperbaiki sistem

dan perijinannya. Meski saat ini gerakan tersebut dihentikan sementara sembari

memperbaiki legalitas, polemik yang muncul di masyarakat masih belum surut. Sejumlah

pihak meragukan kapabilitas bisnis investasi Ustadz YM. Tudingan bahwa bisnis ini bak

investasi bodong, money game atau multi level marketing (MLM) membuat Ustadz YM seolah

dipojokkan. Bahkan, tidak sedikit yang menyayangkan jika seorang tokoh agama

berkecimpung di sektor investasi.

Bisnis investasi dengan konsep patungan usaha ala Ustadz Yusuf Mansyur (YM)

menuai kontroversi. Jika disimak, isu penting yang harusnya dihadirkan adalah perihal

mobilisasi dana masyarakat, yaitu bagaimana memberi perlindungan kepada dana publik

3 Studi kasus ini sudah dimuat di Harian Bisnis Indonesia, 25 Juli 2013. Artikel ini ditulis untuk merespon

polemik di masyarakat, termasuk di dunia maya, terkait bisnis investasi ala Ustadz Yusuf Mansyur (YM). Tulisan

ini mencoba melihat persoalan dari perspektif berbeda.

Page 10: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

10

10

tersebut. Di sinilah isu governance muncul, yaitu bagaimana mengelola benturan

kepentingan antara pengelola dana dengan masyarakat yang menyerahkan dananya.

Prinsip yang lazim digunakan adalah TARIF (Trasparency, Accountability, Responsibility,

Integrity, dan Fairness).

Ekonomi Konstitusi

Semangat ‘patungan usaha’ ala Ustad YM sesungguhnya sejalan dengan semangat

ekonomi konstitusi. Setidaknya hal ini tercermin dari ciri-ciri ekonomi Pancasila. Mubyarto

(1981) menyatakan ciri khas ekonomi Pancasila diantaranya adalah: (1) roda perekonomian

digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral; (2) adanya kehendak kuat dari

seluruh masyarakat ke arah keadaan pemerataan sosial dan sesuai asas-asas kemanusiaan;

(3) prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh

dimana nasionalisme menjiwai kebijaksanaan ekonomi.

Menurut Bung Hatta (1963), sistem ekonomi Pancasila pada hakikatnya adalah sistem

ekonomi berdasarkan ‘sosialisme religius’ atau sosialisme Indonesia yang timbul dari tiga

faktor. Pertama, karena suruhan agama. Etika agama yang menghendaki adanya rasa

persaudaraan dan tolong-menolong antara sesama manusia dalam pergaulan hidup. Hal ini

pula yang mendasari Ustadz YM yang memunculkan konsep ‘patungan usaha’ berdasarkan

nilai-nilai agama. Sebagai catatan, sosialisme tidak harus merupakan marxisme dan tidak

harus diartikan sebagai hasil hukum dialektika. Sosialisme dalam konteks ini adalah

tuntutan hati nurani untuk memperjuangkan kemakmuran bagi semua orang.

Kedua, sosialisme Indonesia merupakan ekspresi daripada jiwa berontak bangsa

Indonesia yang memperoleh perlakuan yang sangat tidak adil dari si penjajah. Penguasaan

asing atas aset vital di negeri ini bukan isu baru. ‘Patungan usaha’ ala Ustadz YM juga

didasari oleh keresahan atas kaki tangan asing yang menguasai sektor-sektor yang menjadi

hajat hidup orang banyak. Gerakan ini adalah gerakan sosial dan humanisme yang ingin

bangsa Indonesia dapat menjadi tuan di rumah sendiri.

Ketiga, pemimpin Indonesia seyogyanya mencari sumber-sumber sosialisme dalam

masyarakat sendiri. Sosialisme menjadi tuntutan jiwa untuk mendirikan suatu masyarakat

yang adil dan makmur. Sosialisme dipahamkan sebagai tuntutan institusional, yang

bersumber dari lubuk hati yang murni berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial

dengan menjadikan agama sebagai penerangnya. ‘Patungan usaha’ ala Ustadz YM secara

jelas memperlihatkan corak kolektif sebagai sendi bangunan usaha sosial ekonominya.

Lebih jauh, model koperasi yang merupakan soko guru perekonomian Indonesia yang

paling mendasar adalah filosofi yang dibangun oleh Ustadz YM dalam menjalankan

‘patungan usaha’. Model ini bukan ide baru. Founding fathers negeri ini telah

menggaungkannya sejak Indonesia merdeka. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 juga menyatakan

bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Sayangnya, sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan

Indonesia memang sangat diametral. Di barat, koperasi lahir sebagai gerakan untuk

melawan ketidakadilan pasar. Dengan kekuatannya, koperasi di barat meraih posisi tawar

dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi, termasuk dalam perundingan

internasional.

Page 11: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

11

11

Secara keseluruhan, semangat ‘patungan usaha’ Ustadz YM sesungguhnya sudah

sejalan dengan ekonomi konstitusi di negeri ini. Orientasi kemandirian ekonomi yang

dihembuskannya seiring dengan tuntutan riil ekonomi konstitusi. Sebagai seorang muslim,

Ustadz YM juga tengah membumikan ekonomi Islam yang membawa pesan untuk meraih

falah, yaitu kesejahteraan di dunia dan akherat. Perintah untuk mendistribusikan kekayaan

agar tidak berputar dalam kelompok masyarakat tertentu menjadi legitimasi dalam

ekonomi Islam bahwa uang harus digunakan pada sektor produktif agar dapat

menggerakkan perekonomian. Hal ini pula yang menyebabkan moneter Islam dapat

tercermin dari up and down-nya sektor riil karena menggunakan mekanisme velocity of money

dan menggunakan konsep underlying asset.

Dengan tetap mengapresiasi itikat baik yang melatarbelakangi penggalangan dana

yang dilakukan Ustadz YM, tidak bisa dipungkiri, minimnya literasi keuangan bukan saja

menjadi kelemahan Ustadz YM, tetapi juga bagi kebanyakan masyarakat yang berpolemik

tanpa dasar sehingga isu yang mengemuka bak bola liar. Jelas, menyoal kasus ini, literasi

keuangan (financial literacy) yang digaungkan bersama dengan program inklusi keuangan

(financial inclusion) sudah mendesak untuk disosialisasikan secara masif.

Literasi Keuangan

Ilmu keuangan merupakan ilmu dinamis. Prakteknya menjadi keseharian bagi setiap

orang. Literasi keuangan menjadi keniscayaan bagi setiap orang untuk dapat membuat

keputusan keuangan serta mengoptimalkan instrumen dan produk keuangan yang tersedia.

Secara sederhana, literasi keuangan adalah pengetahuan mengenai konsep-konsep dasar

keuangan. Literasi keuangan mencakup beberapa aspek dalam keuangan, yaitu

pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi (basic personal finance), manajemen uang

(money management), manajemen kredit dan utang (credit and debt management), tabungan

dan investasi (saving and investment), serta manajemen risiko (risk management).

Literasi keuangan dibutuhkan agar setiap orang memiliki pengetahuan untuk

mengelola sumber daya keuangan secara efektif demi kesejahteraan hidupnya. Kebutuhan

individu dan produk keuangan yang semakin kompleks menuntut masyarakat untuk

memiliki literasi yang memadai. Minimnya literasi keuangan dapat mengakibatkan

rendahnya akses terhadap lembaga keuangan. Minimnya literasi keuangan juga dapat

mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian keuangan karena tidak memahami resiko

yang membayang dari produk atau instrumen keuangan yang dipilih. Ditambah lagi jika

pada saat yang sama terjadi penurunan kondisi perekonomian. Perilaku masyarakat yang

konsumtif juga menambah daya boros dari sistem ekonomi dan keuangan yang ada saat ini.

Hadirnya OJK yang menaungi kegiatan investasi di Indonesia juga menjadi peta baru

bagi masyarakat awam. Literasi keuangan terhadap produk dan regulasi di sektor keuangan

tak semuanya dapat dipahami. Sosialisasi yang dilakukan OJK nyatanya masih belum

cukup untuk mengedukasi masyarakat luas. Hal ini tercermin pula dengan Ustadz YM yang

tidak mengetahui bahwa setiap penarikan dana masyarakat dengan memberikan imbal

hasil adalah bentuk investasi. Sesuai aturan, investasi yang beranggotakan 50 orang ke atas

wajib meminta izin OJK. Bila OJK belum mengeluarkan izin, maka sudah dapat dipastikan

kegiatan investasi tersebut dilarang.

Page 12: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

12

12

Edukasi Keuangan

Edukasi keuangan (financial education) menjadi tantangan terbesar untuk

meningkatkan literasi masyarakat dalam rangka inklusi keuangan. Edukasi adalah proses

panjang yang mendorong setiap orang untuk memiliki rencana keuangan di masa depan

demi mendapatkan kesejahteraan yang ingin dicapai. Era konsumsi dewasa ini cenderung

membuat masyarakat menjadi kian tidak rasional dalam memenuhi keinginannya yang

bukan menjadi kebutuhan.

Melalui edukasi keuangan, diharapkan dapat terbangun perilaku keuangan (financial

behaviour). Perilaku keuangan berhubungan dengan bagaimana seseorang memperlakukan,

mengelola, menggunakan, dan memaknai sumber daya keuangan yang ada padanya.

Individu yang memiliki perilaku keuangan akan cenderung untuk memanfaatkan uang atau

aset secara efektif, mulai dari membuat anggaran, menghemat uang, mengendalikan

belanja, berinvestasi, serta membayar kewajiban tepat waktu untuk semua tingkat

penghasilan.

Lebih jauh, edukasi keuangan akan menghasilkan outcome berupa literasi keuangan

yang baik. Tepat kiranya bila OJK memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berupa edukasi

aturan pengelolaan dana kepada Ustadz YM atas kegiatan pengelolaan dananya, termasuk

menjanjikan pendampingan dalam hal mengurus legalitas.

Tidak bisa dipungkiri, literasi keuangan adalah hal mendesak dalam melindungi dana

masyarakat. Sistem keuangan yang rentan akan munculnya mobilisasi dana manipulatif

atau spekulatif yang beresiko tinggi menuntut masyarakat untuk paham akan karakter

produk keuangan yang ditawarkan. Beragam jenis produk di pasar keuangan yang sarat

moral hazard serta kerap menghadirkan asymmetric information menuntut literasi keuangan

bagi masyarakat. Yang terpenting, urgensi literasi keuangan adalah sebagai pengetahuan

bagi masyarakat dalam hal menyiasati keterbatasan sumber daya yang dimilikinya untuk

dialokasikan pada berbagai kebutuhan secara efektif untuk memperoleh kesejahteraan yang

diharapkan.

3.2 Kasus Investasi Emas Berlabel Syariah4

Emas memang selalu memikat. Nilainya yang terus meningkat dalam jangka waktu menengah dan

panjang menjadi alasan utama untuk menjadikannya sebagai instrumen investasi. Tak heran jika

terus bermunculan perusahaan-perusahaan yang menawarkan jasa investasi emas. Termasuk pula

salah satunya perusahaan berlabel syariah yang memberi penawaran imbalan hasil yang

menggiurkan bagi investor (www.kontan.co.id, 18 Juni 2012).

Harga emas tercatat mengalami kenaikan cukup tinggi mulai tahun 2001 dengan rata-

rata kenaikan sekitar 17%. Sebelumnya, kenaikan harga hanya di kisaran 6%. Banyak pihak

yang meyakini bahwa emas tengah mengalami bubble. Hal ini didasari oleh kian maraknya

4 Studi kasus ini sudah pernah dimuat di Harian Kontan, 22 Juni 2012. Artikel tersebut ditulis sebagai

respon atas pemberitaan di Harian Kontan berjudul ‚Waspada, investasi emas berimbal hasil selangit!‛ tentang

investigasi Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) yang merupakan perusahaan investasi emas pertama yang

memperoleh predikat syariah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Page 13: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

13

13

emas menjadi komoditas dan semakin kuatnya keyakinan masyarakat bahwa emas akan

mengalami kenaikan harga secara permanen melampaui tingkat inflasi.

Dapat dipahami jika investasi emas menjadi tampak menarik karena apresiasinya jauh

lebih besar daripada deposito atau sejenisnya. Gaung emas pun merambah industri jasa

keuangan Islam. Kegiatan rahn dan qardh untuk emas di perbankan syariah menjadi motor

penggeraknya. Hampir semua Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia kini telah

mempunyai layanan gadai emas.

Emas dalam sejarah ekonomi Islam memang mendapat perhatian besar. Wacana mata

uang dinar yang banyak digaungkan para pelaku ekonomi Islam sebagai alat transaksi tidak

lepas dari keunggulan nilai emas yang relatif stabil. Namun, stabil bukan berarti tidak

mengalami inflasi. Nilai emas yang di-back up oleh intrisiknyalah yang menjadi dasar

argumen emas lebih baik daripada fiat money.

Namun demikian, keberadaan emas sebagai alat transaksi atau sebagai instrumen

hedging harus dipisahkan dengan kinerja emas dalam konteks kekinian. Bubble emas yang

tengah berlangsung saat ini terjadi karena adanya spekulan. Pengalaman 2008

menunjukkan perilaku investor dalam mengantisipasi krisis kredit yang menyebabkan

pasar saham anjlok adalah dengan memborong emas. Yang terkini, aksi George Soros yang

menambah portofolio logam mulianya hingga 273,96% pada Mei lalu. Aksi Soros

mengundang pertanyaan mengingat harga emas saat itu sudah jatuh 8,1% per Maret dan

tercatat sebagai penurunan terbesar sejak 2004.

Fluktuasi Emas

Jika sebuah perusahaan investasi emas berlabel syariah berani menawarkan imbal

hasil fixed rate yang cukup tinggi dalam jangka waktu pendek, maka pertanyaan yang

mengemuka adalah ‘benarkah mekanisme yang ada sudah memenuhi prinsip syari’ah’?

Logika ekonomi tentu akan berbicara bahwa investasi emas akan memberi

keuntungan jika harga emas mengalami kenaikan. Jika harga emas turun, maka investor

akan mengalami kerugian. Dalam jangka menengah dan panjang, pengalaman di masa lalu

mungkin dapat menjadi argumen untuk mengatakan harga emas ke depan memiliki tren

kenaikan. Namun, dalam jangka waktu pendek yang kurang dari setahun, pengalaman

menunjukkan bahwa emas juga mengalami fluktuasi yang mengikuti up and down

perekonomian.

Mungkin tak banyak yang mengingat bagaimana volatilitas harga emas bulanan dan

tahunan selama 10 tahun terakhir. Secara bulanan, penurunan harga emas tertinggi pernah

terjadi sebesar 16% di bulan September 2008 ke Oktober 2008. Secara tahunan, penurunan

harga emas tertinggi pernah terjadi hingga 41,5% di tahun 2008 ke 2009. Mei 2012 lalu,

kontrak emas berjangka untuk pengantaran Juni merosot 0,6%. Nilai ini adalah posisi

terendah dalam empat bulan terakhir seiring dengan kekacauan politik yang kian

memburuk di Yunani yang memberi sentimen positif terhadap US Dollar sebagai aset

lindung nilai.

Secara keseluruhan, bukti empirik ini menunjukkan bahwa fluktuasi emas cukup

tajam dalam jangka waktu pendek. Kinerja emas saat ini bukanlah berbasis sektor riil murni

yang dapat dipertanggungjawabkan kealamiahan penawaran-permintaannya. Emas sebagai

Page 14: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

14

14

komoditas dan faktor spekulan adalah salah satu variabel laten utama yang mempengaruhi

emas menjadi bubble. Pertanyaannya kemudian, jika yang terjadi ke depan adalah

penurunan harga emas secara signifikan, lalu bagaimana perusahaan jasa investasi emas

berlabel syariah itu dapat memenuhi janjinya untuk memberi bonus hingga 30% untuk

kontrak setahun?

Perspektif Islam

Dalam peta industri jasa keuangan Islam, bisnis investasi emas boleh jadi termasuk

dalam komponen pasar modal syariah. Jika dipetakan, industri jasa keuangan Islam

meliputi tiga komponen utama, yaitu perbankan Islam, pasar modal Islam, dan takaful yang

masing-masing di dalamnya terdiri dari beberapa subkomponen. Kecilnya pasar jasa

keuangan Islam boleh jadi tidak memberi pengaruh signifikan bagi perekonomian. Namun

demikian, tidak dapat dipungkiri, pertumbuhannya yang pesat mendorong banyak sektor

untuk turut menyandang label syariah demi mengakses pasar yang masih sangat besar.

Sebuah kajian tentang dampak pergerakan harga emas kepada Capital Adequacy Ratio

(CAR) individual bank Islam memberikan pesan penting. Skenario penurunan harga emas

sebesar 25% dan 50% ternyata berpotensi menurunkan CAR sejumlah bank Islam hingga di

bawah 8%. Kajian ini mengindikasikan bahwa industri jasa keuangan Islam pun rentan

terhadap fluktuasi harga emas.

Oleh karena itu, dapat dipahami jika iming-iming imbal hasil yang menggiurkan dari

perusahaan investasi emas berlabel syariah menimbulkan dugaan adanya kegiatan

spekulasi yang mengarah pada unsur maysir. Di kalangan ekonom Islam, memang masih

terdapat perdebatan tentang praktek spekulasi berbasis maysir ini. Sebagian berpendapat

bahwa maysir bermakna pengambilan risiko yang tidak mampu ditanggung. Sebagian lain

berpendapat bahwa maysir adalah spekulasi yang tidak meningkatkan agregat pasokan

barang dan jasa. Apapun itu, janji imbal hasil yang cukup tinggi dalam jangka waktu

pendek memberi ruang besar untuk mempertanyakan keabsahan Islamic compliance dalam

mekanisme investasi dan pemberian imbal hasil. Kalau sudah begitu, semoga saja Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dapat segera merespon kegiatan

investasi tersebut melalui fatwanya untuk memperjelas keabsahannya.

DAFTAR PUSTAKA

BI, 2011. Gerai Info. Edisi XV. Juni 2011. Tahun 2. Newsletter Bank Indonesia (BI).

Brodjonegoro, Bambang S., 2013. Branchless Banking Model: A Financial Inclusion Program.

Sebuah paper yang dipresentasikan di pertemuan G 20 di Rusia. Diakses dari

g20russia.ru/load/780988296.

Brodjonegoro, Bambang S., 2012. Alokasi APBN dalam Mendukung Program Memberdayaan

Masyarakat dan Pengentasan Kemiskinan. Sebuah paper yang dipresentasikan di The 1st

International Islamic Financial Inclusion Summit 2012. Surakarta. 18 Juli.

Chapra, M. Umer, 2000a. The Future of Economics: An Islamic Perspective. Islamic Economics

Series: 21. United Kingdom (UK): The Islamic Foundation.

Page 15: Financial Inclusion dalam Perspektif Ekonomi Islam:Studi Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur dan Investasi Emas Berlabel Syariah

15

15

Chapra, M. Umer, 2000b. Sistem Moneter Islam. Terjemahan dari Towards a Just Monetary

System. Cetakan Pertama. Jakarta: Gema Insani Press-Tazkia Institute. November.

Haritsi, Jaribah bin Ahmad Al-, 2006. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. Terjemahan dari

Al-Fiqh Al-Iqtishadi: Li Amiril Mukminin Umar ibn Al-Khaththab. Cetakan Pertama.

Jakarta: KHALIFA. Oktober. Hatta, Mohammad, 1963. Persoalan Ekonomi Sosialis

Indonesia. Jakarta: Djambatan. Hlm. 1-29.

Ismal, Rifki, 2012. The Indonesian Islamic Banking: Performance and Outlook. Panel Discussion at

Bakrie University. Jakarta. 6 February.

Ismal, Rifki & Khairunnisa Musari, 2009. New Institutional Economic?. Opini. Harian

Republika. 24 Januari.

Ismal, Rifki & Khairunnisa Musari, 2013. Rentannya Gadai Emas di Bank Syariah. Opini.

Harian Bisnis Indonesia. Hlm. 2.

Mubyarto dan Budiono (ed.), 1981. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta: BPFE-UGM. Hlm. 6-7.

Musari, Khairunnisa, 2013. Investasi ala Ustadz Yusuf Mansyur: Mendesaknya Literasi

Keuangan. Opini. Bisnis Indonesia. 25 Juli. Hlm. 2.

Musari, Khairunnisa, 2012. Hasil Investasi Emas yang Menggiurkan. Opini. Harian Kontan. 22

Juni. Hlm. 23.

Perwataatmadja, Karnaen A. & Anis Byarwati, 2008. Jejak Rekam Ekonomi Islam. Cetakan

Pertama. Jakarta: Cicero Publishing. Februari.

Sumber Internet:

http://www.thejakartapost.com/news/2012/10/29/financial-literacy-helping-overseas-

migrant-workers-create-wealth.html.

http://archive.bisnis.com/articles/financial-inclusion-ke-depan-praktiknya-dipimpin-

pemerintah.

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/113944.

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=333063.