Final Stres Diperberat Kerja

37
Stress yang Diperberat oleh Pekerjaan pada Wanita 30 Tahun Pendahuluan Seiring dengan meningkatnya populasi di Indonesia bahkan dunia, kebutuhan hidup seseorangpun semakin meningkat. Dengan seiringnya waktu terjadi peningkatan dari segi ekonomi, sehingga seseorang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu. Pekerjaan yang dilakukan dapat berupa pekerja sebagai buruh kasar, hingga dibalik meja. Setiap pekerjaan yang dikerjakan mempunyai risiko terkena penyakit. Dilihat dari keadaan lingkungan kerja yang beraneka ragam seperti kebisingan, panas, uap, debu, gelombang mikro, infeksi, stress emosional, zat-zat berbahaya dan lain-lain yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai stress diperberat akibat pekerjaan dalam hal anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis okupasi, penatalaksanaan, dan edukasi. Dengan demikian, penatalaksanaan kasus stress diperberat akibat pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dan kualitas hidup pasien dapat meningkat. Penyakit Akibat Kerja Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan oleh atau dihubungkan dengan lingkungan kerja. 1,2 Data International Labour Organization (ILO) tahun 2003 didapatkan setiap hari 6000 orang meninggal karena pekerjaan, 1 orang tiap 15 detik dan 2,2 juta per tahun akibat penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Pekerja menghabiskan 1

description

Enjoy it

Transcript of Final Stres Diperberat Kerja

Page 1: Final Stres Diperberat Kerja

Stress yang Diperberat oleh Pekerjaan pada Wanita 30 Tahun

Pendahuluan

Seiring dengan meningkatnya populasi di Indonesia bahkan dunia, kebutuhan hidup

seseorangpun semakin meningkat. Dengan seiringnya waktu terjadi peningkatan dari segi

ekonomi, sehingga seseorang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan masing-masing

individu. Pekerjaan yang dilakukan dapat berupa pekerja sebagai buruh kasar, hingga dibalik

meja. Setiap pekerjaan yang dikerjakan mempunyai risiko terkena penyakit. Dilihat dari

keadaan lingkungan kerja yang beraneka ragam seperti kebisingan, panas, uap, debu,

gelombang mikro, infeksi, stress emosional, zat-zat berbahaya dan lain-lain yang dapat

menyebabkan penyakit akibat kerja.

Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai

stress diperberat akibat pekerjaan dalam hal anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, diagnosis okupasi, penatalaksanaan, dan edukasi. Dengan demikian,

penatalaksanaan kasus stress diperberat akibat pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dan

kualitas hidup pasien dapat meningkat.

Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan oleh atau dihubungkan dengan

lingkungan kerja.1,2 Data International Labour Organization (ILO) tahun 2003 didapatkan

setiap hari 6000 orang meninggal karena pekerjaan, 1 orang tiap 15 detik dan 2,2 juta per

tahun akibat penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Pekerja

menghabiskan sepertiga waktunya tiap hari di tempat kerja dimana lingkungan kerja berbeda

dengan lingkungan sehari-hari. Pajanan dan proses kerja menyebabkan gangguan kesehatan.

Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja

menyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara

sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh

produktivitas yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Perlindungan

utamanya ditujukan pada penyakit akibat kerja atau akibat hubungan kerja dan kecelakaan

akibat kerja.

Penyakit Akibat Hubungan Kerja

WHO menggolongkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan bersifat

“multifaktorial”.3 Penyakit ini adalah penyakit dengan faktor tempat kerja yang dapat

1

Page 2: Final Stres Diperberat Kerja

dikaitkan sebagai penyebab timbulnya penyakit namun tidak merupakan faktor resiko setiap

kasus. Penyakit ini sering ditemukan di masyarakat umum. Penyakit berhubungan dengan

pekerjaan semacam itu antara lain tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit

psikosomatik, kelainan muskuloskeletal, penyakit pernapasan kronis tidak spesifik/bronkitis

kronik. Pada penyakit ini, pekerjaan dapat merupakan penyebab atau bisa memperberat

kondisi penyakit yang telah ada.

Faktor-faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Faktor penyebab terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja antara

lain faktor manusia (pekerja), jenis pekerjaan yang dilakukan dan proses kerja (bahan baku,

peralatan kerja dan lingkungan tempat kerja).2 Pada umumnya faktor penyebab dapat

dikelompokkan dalam 5 golongan yaitu golongan fisik contohnya suara (bising), radiasi, suhu

(panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.

Golongan kimiawi berupa bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang

terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan dan kabut.

Golongan biologis seperti bakteri, virus atau jamur. Golongan fisiologis atau ergonomic

biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja. Terakhir golongan

psikososial seperti lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

Identifikasi Penyakit Akibat Kerja

Diagnosis dini pada beberapa keluhan penyakit akibat kerja sangat membantu

prognosis dan kecacatan penyakit akibat kerja.1 Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat

Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan

informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Berupa pendekatan

epidemiologis yang mencakup identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit.

Kemudian pendekatan klinis, pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang

dapat digunakan sebagai pedoman.4

1. Diagnosis klinis

Dalam hal ini seorang dokter menentukan diagnosis klinis seperti biasa didahului

dengan anamnesis, pemeriksaan fisik terkait, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan tempat

kerja.

Anamnesis

2

Page 3: Final Stres Diperberat Kerja

Anamnesis mempunyai peran yang sangat penting untuk mengetahui diagnosis awal

suatu penyakit. Anamnesis yang dilakukan dapat berupa autoanamnesis maupun

alloanamnesis dimana dengan anamnesis 80% seorang dokter dapat menegakan diagnosis.

Pertanyaan mencakup identitas pasien, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penggunaan obat,

riwayat sosial, faktor resiko mencakup riwayat pekerjaan.5

Identitas pasien penting ditanyakan secara lengkap dari nama, usia, jenis kelamin,

alamat, suku bangsa, agama, status perkawinan, pendidikan terakhir, dan pekerjaan,. Hal ini

penting ditanyakan bilamana terdapat penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pasien,

pekerjaan, dan lain-lain. Pada skenario diketahui seorang perempuan bernama Citra, usia 30

tahun, alamat di jalan Guji Baru. Suku Bali beragama Kristen dan sudah menikah. Pendidikan

terakhir adalah SI dan sekarang bekerja sebagai karyawati di Sudirman bagian administrasi.

Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau

dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak

penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. Keluhan utama yang

membuat pasien datang adalah keluhan gastrointestinal yaitu pasien merasa mual berulang

sejak 1 bulan yang lalu. Tanyakan terlebih dahulu mengenai kapan mual tersebut muncul.

Dapat pula ditanyakan mengenai timbulnya mual tersebut, apakah bertahap atau mendadak.

Lalu tanyakan apakah ada nyeri atau tidak, di daerah perut mana, apakah terus menerus atau

hilang timbul, apakah menjalar, apakah ada yang memicu rasa nyeri atau mual tersebut. Hal

lain yang dapat ditanyakan adalah mengenai apakah ada gejala yang mengurangi rasa mual

tersebut. Keluhan yang menyertai yaitu pusing dan susah tidur. Pada gejala pusing, dapat

ditanyakan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan pusing, apakah

ketidakseimbangan, vertigo yang sebenarnya (rasa sekeliling berputar), merasa pingsan, nyeri

kepala, dan sebagainya. Tanyakan mengenai saat pusingnya, apakah saat ini sedang pusing,

bagaimana rasanya, berapa lama dan seberapa sering timbul pusing. Pada saat menggerakan

kepala, perubahan postur, atau aktivitas, dapat ditanyakan apakah ada terasa pusing. Lalu

apakah pasien merasa tuli, tinnitus, dan gejala-gejala lainnya seperti muntah, nyeri kepala,

palpitasi, nyeri dada. Tanyakan mengenai hal yan mengurangi pusing juga. Selain itu,

tanyakan mengenai hubungan antara mual dan juga pusing tersebut, apakah terjadi secara

bersamaaan atau salah satu gejala memperberat gejala lainnya.6

3

Page 4: Final Stres Diperberat Kerja

Riwayat penyakit sekarang adalah perjalanan penyakit sangat penting diketahui.

Ditentukan kapan dimulainya perjalanan penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir

pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir penting, karena sering kali yang disampaikan pasien

dalam keluhan utamanya tidak menggambarkan dimulainya penyakitnya, tetapi lebih

berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan mengganggunya. Pasien mengatakan

bahwa keluhannya hanya timbul bila dia memikirkan masalah dengan pakerjaan dan

keluarganya. Riwayat penyakit dahulu juga perlu diatnyakan untuk mengetahui adakah

hubungan penyakit yang dahulu dengan yang sekarang timbul. Begitu juga dengan riwayat

penyakit keluarga dan riwayat sosial. Tanyakan juga riwayat penggunaan obat. Pasien sudah

berobat sebelumnya tetapi keluhan tidak kunjung berkurang.

Riwayat pekerjaan yang perlu ditanyakan yaitu sudah berapa lama bekerja, lingkungan

pekerjaan, deskripsi tugas, riwayat pekerjaan sebelumnya, dalam sehari berapa jam kerja

yang jalani, kemudian tanyakan juga alat kerja, bahan kerja, proses kerja, kemungkinan

pajannan yang dialami, apakah gejala yang timbul membaik pada saat istirahat, APD (Alat

Pelindung Diri) yang digunakan, hubungan gejala dan waktu kerja, serta apakah pekerja lain

juga mengalami hal yang sama. Baru setelah itu ditanyakan mengenai hubungannya dengan

pajanan akibat kerja seperti: pernah bekerja di tempat yang situasinya tidak nyaman secara

fisik; faktor stress di tempat kerja (seperti jemu, konflik dengan atasan/bawahan/teman kerja,

dan lain-lain); pekerjaan sebelumnya; hobi; pekerjaan suami / istri. Riwayat reproduksi,

riwayat kesehatan lingkungan, dan riwayat kesehatan lingkungan sekitar tempat kerja.7

Dalam kasus ini pasien sudah bekerja di bagian administrasi selama 1 bulan di tempat

kerjanya, dan lama kerja pasien dalam sehari yaitu dimulai dari jam 8.00 pagi-17.00 sore (9

jam). Pasien juga mengaku stress dikarenakan ada masalah dalam pekerjaannya dan juga

permasalahan dialam keluarganya.

Pada riwayat penyakit dahulu, tanyakan mengenai riwayat pembedahan perut

sebelumnnya, riwayat penyakit jantung, dan riwayat pusing sebelumnya. Tanyakan pula

mengenai riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi sebelumnya, riwayat merokok, dan

riwayat mengonsumsi alkohol. Setelah itu tanyakan riwayat keluarga yang menderita

penyakit yang serupa.6

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga

kesadaran pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-

4

Page 5: Final Stres Diperberat Kerja

tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh

yang normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari

mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka

normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a.

radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-100 kali permenit. Dalam keadaan

normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.8

Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan abdomen umum yaitu dengan inspeksi,

auskultasi, perkusi, palpasi. Pada inspeksi, hal yang harus diperhatikan adalah kulit yang

meliputi jaringan parut, striae, vena yang berdilatasi. Lalu perhatikan kontur, lokasi, dan

tanda-tanda inflamasi pada umbilikus. Pada kontur abdomen, yang diamati adalah bentuknya

(rata, bulat, buncit, atau sangat cekung), apakah bagian pinggang terlihat membenjol atau

terdapat benjolan setempat. Amati gerakan peristaltis dan pulsasi. Dalam melakukan

auskultasi abdomen, yang didengar adalah bunyi dentingan dan gemercik dengan frekuensi 5-

34 kali per menit. Dengarkan pula apakah ditemukan bruit atau friction rubs. Perkusi yang

dilakukan pada abdomen digunakan untuk menilai jumlah serta distribusi gas dalam

abdomen. Biasanya bunyi timpani lebih dominan karena keberadaan gas di dalam traktus

gastrointestinal, namun daerah-daerah bunyi redup yang terpencar-pencar karena keberadaan

cairan dan feses juga merupakan gambaran yang khas. Palpasi pada abdomen membantu

mengidentifikasi nyeri tekan, resistensi otot, dan beberapa organ serta massa yang letaknya

superfisial. Saat palpasi, rasakan relaksasi abdomen yang biasanya terjadi pada saat pasien

mengeluarkan napasnya. Lalu lakukan palpasi dalam untuk menentukan batas-batas massa

abdominal. Kenali setiap massa dan perhatikan lokasi massa tersebut, ukuran, besar,

konsistensi, nyeri tekan, pulsasi, dan setiap mobilitas yang berhubungan dengan respirasi atau

dengan tangan pemeriksa. Temukan korelasi antara hasil pemeriksaa palpasi dengan bunyi

perkusi.9

Pemeriksaan fisik organ yang dilakukan adalah pemeriksaan hepar dan ginjal.

Pemeriksaan hepar dilakukan dengan melakukan perkusi untuk menentukan batas paru hepar

dan peranjakan hepar. Meskipun perkusi hepar merupakan metode klinis yang paling akurat

untuk memperkirakan ukuran vertikal hepar, perkusi sering menunjukkan hasil yang tidak

sesuai dengan keadaan hepar yang sebenarnya. Palpasi hepar untuk menilai apakah hepar

teraba atau tidak, mengetahui konsistensi hepar, dan mencari nyeri tekan. Selanjutnya adalah

pemeriksaan ginjal, normalnya ginjal tidak teraba pada palpasi. Pemeriksaan palpasi ginjal

kadang-kadang terasa nyeri tekan dan kadang-kadang tidak terasa nyeri tekan tersebut. Lalu

5

Page 6: Final Stres Diperberat Kerja

pemeriksaan ginjal lainnya adalah dengan memeriksa nyeri tekan pada ginjal. Pemeriksaan

ini menggunakan telapak tangan dalam melakukan perkusi pada sudut kostovertebralis. Nilai

apakah perkusi tersebut menimbulkan rasa nyeri, pada orang normal tidak akan terasa nyeri.9

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien ini adalah normal.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien ini adalah darah rutin, urin rutin, fungsi hepar,

profil lipid, dan gula darah. Gejala yang tidak khas ini perlu pengamatan lebih lanjut untuk

memastikan diagnosisnya lebih lanjut.

Darah rutin

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:

Hemoglobin (Hb): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan

makanan atau minuman. Selain itu, torniket yang terpasang harus kurang dari satu menit. Bila

pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5 ml

dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Hb adalah pria dewasa: 13.5-17 g/dl, wanita

dewasa: 12-15 g/dl.; Hematokrit (Ht): Prosedur pengambilan sampelnya tidak ada

pembatasan pada asupan makanan atau minuman. Selain itu, turniket yang terpasang harus

kurang dari dua menit. Bila pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan

berjumlah 3 sampai 5 ml dalam tabung tertutup lembayung. Kadar normal Ht adalah pria

dewasa: 40-54%, wanita dewasa:36-46%.; Sel darah putih (Leukosit): Untuk mengkaji nilai

sel darah putih adalah dari hitung darah lengkap. Hal ini dilakukan untuk menentukan adanya

infeksi. Jumlah normal sel darah putih adalah dewasa: 4500-10000 l.; Trombosit: Prosedur

pengambilan sampelnya tidak ada pembatasan pada asupan makanan atau minuman. Bila

pengambilan darah lewat darah vena, darah yang dikumpulkan berjumlah 3 sampai 5 ml

dalam tabung tertutup lembayung. Jumlah normal trombosit adalah dewasa: 150000-400000

l.10

Urin Rutin

Pemeriksaan urin rutin dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik.

Pemeriksaan makroskopik yang dinilai adakah kejernihan, warna, bau, pH, dan berat jenis.

Pada keadaan normal warna urin berkisar antara jernih tidak berwarna-kuning muda-kuning,

disebabkan oleh urokrum dan urobilin. Pada keadaan normal, urin yang baru dikemihkan

6

Page 7: Final Stres Diperberat Kerja

akan bersifat jernih. Bau urin dapat berubah karena beberapa faktor yaitu makanan, zat kimia,

kuman, karsinoma, fistel vesico-rectal, dan ketonuria. Nilai normal pH urin adalah 4,6-8,0

dan berat jenis urin orang dewasa sehat berkisar antara 1,001-1,035. Pemeriksaan

mikroskopik urin yaitu melihat adanya unsur organik seperti leukosit, eritrosit, silinder,

lemak dan unsur nonorganic seperti urat, fosfat, kristal, dan lainnya. Penilaian terhadap

protein urin juga diperlukan. Normalnya protein tidak ada dalam urin, batas kerentanan

protein yang mengandung urin adalah 30 mg/dL dengan albumin (1+). Urin normal tidak

mengandung glukosa.11

Fungsi Hepar

Pemeriksaan fungsi hepar dapat dilihat dengan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

(SGPT), Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), fosfatase alkali, Gama

Glutamil Transpeptidase (GGT), kolinesterase, dan Lactic Acid Dehydrogenase (LDH).

SGPT yang berasal dari sitoplasma sel hati dianggap lebih spesifik daripada SGOT untuk

kerusakan parenkim hati. Pada umumnya nilai tes SGPT lebih tinggi daripada SGOT pada

kerusakan parenkim hati akut. Nilai normal SGPT adalah 2-23 U/L. Fosfatase alkali

diekskresi melalui saluran empedi. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada

saluran empedu. Nilai normal fosfatase alkali pada pria adalah 50-190 U/L dan wanita 40-190

U/L. GGT merupakan tes paling peka pada hepatitis, tetapi tidak spesifik. Nilai normal GGT

pada pria adalah 15-90 U/L dan wanita 10-80 U/L. Umumnya kadar kolinesterase serum

menurun pada kerusakan parenkim dan terutama berarti pada hepatitis kronis dan perlemakan

hati. Nilai normal kolinesterase adalah 3000-8000 U/L. LDH dapat mencapai nilai tinggi

pada kerusakan parenkim hati yang luas, biasanya disertai dengan menurunnya nilai

kolinesterase. Nilai normal LDH adalah 300-700 U/L.11

Profil Lipid

Profil lipid yang penting untuk klinik adalah trigliserida, kolesterol total, High Density

Lipoprotein (HDL) kolesterol, dan Low Density Lipoprotein (LDL) kolesterol. Lebiih dari

95% lemak yang berasal dari makanan adalah trigliserida. Trigliserida berasal dari makanan

setelah diserap oleh usus disalurkan ke seluruh bagian tubuh untuk digunakan dan ditimbun.

Batas kadar trigliseria yang baik adalah <150 mg/dL. Nilai yang baik untuk kolesterol total

adalah <200 mg/dL. LDL mentranspor kolesterol dalam darah ke jaringan perifer dimana

dibutuhkan, antara lain untuk pembentukan membrane sel. Kadar LDL yang baik adalah <

150 mg/dL. HDL mentranspor kolesterol dari perifer ke hati dimana zat tersebut

7

Page 8: Final Stres Diperberat Kerja

dimetabolisasi dan diekskresi. Bila HDL rendah maka kolesterol akan dideposit pada jaringan

arteri.11

Gula Darah

Kadar glukosa darah serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dl. Hiperglikemia

didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl, sedangkan

hipoglikemia bila kadarnya lebih rendah dari 70 mg/dl. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus

ginjal dan hampir semuanya direabsorbsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam

plasma tidak melebihi 160 sampai 180 mg/dl. Jika konsentrasi serum naik melebihi kadar ini,

glukosa tersebut akan keluar bersama urin, dan disebut glikosuria.12

Working Diagnosis

Diagnosis klinis yang didapatkan yaitu pasien ini mengalami psikosomatik. Ini

berkaitan dengan stress psikis. Stress psikis adalah suatu respon tubuh yang bersifat adaptif

padasetiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau emosi yang bertujuan untuk

mempertahankan kondisis fisis yang optimal suatu organisme. Reaksi fisiologis ini disebut

sebagai general adaption syndrome. Respon tubuh terhadap perubahan-perubahan tersebut

dibagi menjadi 3 fase yaitu alarm reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat

mengatasi stressor (perubahan) dengan baik. The stage of resistance (reaksi pertahanan)

merupakan reaksi terhadap stressor sudah mencapai/melampaui tahap kemampuan tubuh.

Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatic. Stage of exhaustion

(reaksi kelelahan) pada fasse ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas.13

Untuk diagnosis memerlukan hal-hal sebagai berikut adanya gejala-gejala bangkitan

ototnomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/flushing. Biasanya gejala

subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu seperti pada kasus yaitu sistem

pencernaan. Biasanya tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan-pemeriksaan berulang,

maupun penjelasan-penjelasan para dokter. Serta tidak terbukti adanya gangguan dari struktur

atau fungsi organ yang dimaksud.13

2. Pajanan yang dialami

8

Page 9: Final Stres Diperberat Kerja

Terdapat lima pajanan yang dapat menyebabkan suatu penyakit akibat kerja. Faktor

tersebut adalah faktor fisis, kimiawi, fisiologis/ergonomic, biologi,dan faktor mental dan

psikologis. Faktor fisis yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume

udara per kapita atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan,

suhu, udara, kelembaban udara, tekanan udaram kecepatan aliran udara kebisingan, vibrasi

mekanis, radiasi gelombang elektromagnetis. Faktor kimiawi yaitu semua zat kimia anorganis

dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau lebih dari bentuk gas,

uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan, dan atau zat padat. Faktor biologis,

yaitu semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan, dari yang paling

sederhana bersel tunggal sampai dengan yang paling tinggi tingkatannya. Faktor

fisiologis/ergonomis, yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan

lingkungan kerjanya seperti konstruksi mesin yang disesuaikan dengan fungsi indera

manusia, postur dan cara kerja yang mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis

manusia. Faktor psikososial, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja,

hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja. Struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan

kerja dan lain-lain 14

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial

untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan

anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup

penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis,

lama menekuni pekerjaan tersebut, bahan yang diproduksi, materi (bahan baku) yang

digunakan, jumlah pajanannya, pemakaian alat perlindungan diri, pola waktu terjadinya

gejala, informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa),

informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (Material Safety Data

Sheet/MSDS), label, dan sebagainya.

Dari kasus pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai administrasi dimana pasien

tersebut biasa bekerja dibalik meja, pasien sudah menekuni pekerjaan tesebut selama 1 bulan

dalam durasi selama 9 jam/hari. Pajanan yang menyebabkan keluhan pasien yaitu faktor

psikososial, dalam kasus pasien mengaku mempnyai masalah dalam pekerjaannya.

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit

9

Page 10: Final Stres Diperberat Kerja

Lihat bila terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat

bahwa pajanan yang dilami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan

tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut, maka tidak dapat

ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Jika memang ada yang mendukung, perlu ditinjau

lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang

diderita.

Setiap aktivitas normal akan membuahkan stress, dan stress tidak dapat dihindari.

Stress hanya dapat ditoleransi dalam waktu yang terbatas. Oleh karena tidak ada dua individu

yang benar-benar identik, maka stress yang sama tidak akan memiliki pengaruh yang serupa

pada masing-masing individu, dan intensitasnya juga bervariasi.7

Hubungan antara masing-masing perubahan patologis seorang individu tidak banyak

diketahui secara mendetail, tetapi kebanyakan peneliti mengakui bahwa rangsangan

psikologis (stressor) termasuk stress akibat pekerjaan merupakan faktor pemicu yang penting

untuk timbulnya suatu penyakit tertentu. Peranan faktor psikologis pun menjadi jelas setelah

terdapat penelitian lain membuktikan adanya beberapa stressor psikologis yang bermakna

sebagai penyebab suatu penyakit tertentu, seperti: Perubahan jenis pekerjaan; Perubahan

besar-besaran pada jadwal kerja; Perubahan tingkat tanggung jawab; Ketidaksesuaian dengan

atasan; Ketidaksesuaian dengan teman-teman sekerja.7

Pekerjaan sendiri tidak selalu sebagai satu-satunya sumber penyebab gangguan

psikologis, tetapi dapat memengaruhi statuas kerentanan individu terhadap kegagalan tertentu

di lingkungan pekerjaan yang penuh dengan stressor fisik, emosional, dan mental. Stresor

fisik di tempat kerja, seperti bising, penerangan yang kurang memadai, temperature ruangan

yang terlalu tinggi, serta bahaya-bahaya kerja fisik lainnya. Bahaya kerja kimiawi, misalnya

debu kerja yang berlebihan, atau bahaya kerja ergonomis, seperti meja kerja yang terlalu

tinggi / rendah, jangkauan yang jauh, bekerja dengan posisi janggal, dan lain-lain. Stresor

emosional atau mental, dapat berupa kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan kondisi

tang menyenangkan, misalnya suatu promosi dapat mengakibatkan timbulnya stress akibat

perubahan posisi. Masalah-masalah dalam pekerjaan lainnya, seperti pindah bagian,

menganggur, dan pensium seringkali juga menimbulkan kerentanan untuk timbulnya

gangguan psikologis. Kondisi-kondisi lainnya, seperti kekuasaan untuk melaksanakan tugas,

atau atasan yang tidak menyokong dalam pelaksanaan tugas juga menjadi sumber konflik di

tempat kerja.7

10

Page 11: Final Stres Diperberat Kerja

Dalam menghadapi stressor, manusia mengalami tiga tahapan reaksi tubuh yaitu reaksi

alarm, tahap kebal, dan tahap kelelahan.7 Reaksi merupakan respons yang datang dengan

cepat ketika manusia menghadapi suatu tantangan atau ancaman. Pada tahap reaksi alarm,

tubuh manusia belum dapat beradaptasi terhadap pajanan ancaman bahaya. Terjadi mobilisasi

dari system saraf otonom yang mencetuskan respons stress dalam bentuk respons perlawanan

(fight) atau respons menghindar (flight). Bermacam-macam system tubuh turut

mengoordinasi kesiapsiagaan untuk bereaksi, memengaruhi kejiwaan (system limbic),

pengaturan sistem kardiovaskular, pernapasan, ketegangan otot, dan aktivitas motorik yang

halus.7

Reaksi alarm tidak dapat dijaga untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Pajanan yang

berkepanjangan terhadap stressor akan menyebabkan individu menjadi kebal. Pada tahap ini

sesungguhnya tubuh sudah dapat beradaptasi, ketika individu mengembangkan suatu strategi

perjuangan untuk bertahan hidup dan membina daya perlawanan justru untuk meredam

respons stressor yang telah dimulai pada tahap sebelumnya. Mekanisme penanggulangan ini

ternyata dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan bagi perkembangan mental

individu. Kenyataannya, individu cenderung untuk lebih baik dalam melaksanakan

penanggulangan dengan cara yang cepat daripada cara yang lebih lama dan mencoba

melarikan diri dari kondisi yang kurang menyenangkan. Sayangnya, cara penanggulangan

yang cepat, walaupun paling mudah, biasanya tidak memadai karena dengan cara ini biasanya

akan timbul masalah-masalah sekunder pada jangka panjang dalam bentuk menurunnya

penampilan diri. Pada tahap ini, individu sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan untuk

mengidentifikasi cara-cara penanggulangan yang dapat mendorong dirinya untuk memahami

keuntungan dari cara penanggulangan yang lebih lama.7

Respons terhadap stress pada dasarnya sehat dan penting untuk menimbulkan daya

motivasi dan adaptasi seseorang. Bila beban mental terlalu berat atau tidak dapat menemukan

solusi yang memadai, individu tersebut akan menanggung banyak kesukaran. Stress yang

lama dan berkelanjutan dapat menimbulkan masalah-masalah yang menahun, sehingga

individu akan menderita suatu kelelahan yang berat seakan-akan semua cadangan energi

menghilang, dan menimbulkan depresi.7

Gejala fisik dari tahap awal kelelahan tampak sebagai perasaan lelah yang berlebihan,

lemah, dan tidak memiliki daya. Tanda-tanda non-spesifik lainnya biasanya dalam bentuk

penglihatan yang kabur, rasa pusing, vertigo, tangan tremor, nyeri otot, palpitasi, napas terasa

11

Page 12: Final Stres Diperberat Kerja

berat, nyeri dada, sesak napas, atau gangguan pernapasan yang lain, gejala gangguan saluran

pernapasan seperti rasa kering di mulut, rasa leher tercekik, mual atau muntah, konstipasi

yang menahun, diare atau sakit perut yang melilit. Berat badan bertambah atau bahkan

menjadi kurus, perubahan pola makan dalam bentuk berkurangnya nafsu makan atau nafsu

makan malah menjadi lebih besar, atau menurutkan hati untuk makan cokelat secara

berlebihan, dan lain-lain. Individu yang berada dalam tahap kelelahan biasanya dapat

menyembunyikan gejalanya jika berada di tempat kerja, kecuali kalau terasa sangat lelah

maka individu tersebut cenderung untuk bolos kerja. Namun, sayangnya gejala ini tidak

hanya timbul di tempat kerja, dapat juga muncul saat individu berada di rumah atau dimana

saja, sehingga individu menjadi sangat menderita.7

4. Besarnya jumlah pajanan untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka

pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan

membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis

penyakit akibat kerja. Perlu diketahui patofisiologi dari penyakit dan bukti epidemiologi yang

terkait. Dapat dengan kualitatif dilihat bagaimana cara kerja, proses kerja, dan bagaimana

lingkungan kerja. Serta pemakaian alat pelindung diri yang tepat. Besarnya pajanan cukup

besar dikarenakan pasien setiap hari selalu menghadapi pekerjaannya sehingga sangat terlihat

dampak yang ditimbulkan dari keluhan pasien yang mengatakan keluhan tersebut muncul bila

pasien memikirkan maslaah pekerjaannya.

Stressor seringkali berhubungan langsung dengan sistem tugas, volume pekerjaan,

lingkungan kerja, atau sebagai akibat ketidakharmonisan hubungan dengan individu lain di

tempat kerja dan faktor-faktor budaya organisasi tempat kerja, beberapa stressor juga

berhubungan pada identifikasi peranan seseorang di organisasi tempat kerja.7

Terdapat beberapa sistem tugas yang menjadi stressor. Salah satunya adalah kerja

lembur. Bila lembur terlalu sering, apalagi bila jumlah jam kerja menjadi berlebihan, ternyata

dapat mengurangi kuantitas dan kualitas hasil kerja dan lalu meningkatkan jumlah absensi.

Lalu, tugas kerja malam merupakan tugas yang berat bagi pekerja, dan sering mengakibatkan

timbulnya gangguan fisik akibat kurang tidur serta perubahan tingkah laku yang dapat

mendorong penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang serta perubahan kebiasaan

12

Page 13: Final Stres Diperberat Kerja

makan. Kecepatan kerja mesin saat produksi, gerakan tangan yang berulang secara monoton,

dan kekangan (tidak ada kebebasan bekerja) juga menjadi stressor pada sistem tugas. Selain

itu, komunikasi yang menjemukan / membebankan pada pekerjaan yang harus bernegosiasi

untuk hal yang sulit diterima atau tidak selaras dengan kehendak lawan bicara juga menjadi

stressor.7

Volume pekerjaan juga menjadi stressor. Volume pekerjaan yang terlalu berlebihan dan

dibatasi oleh waktu seperti pekerjaan yang dilakukan dengan tergesa-gesa karena waktu yang

terbatas dan juga permintaan untuk pengambilan keputusan yang rumit jelas menjadikan

suatu tekanan tersendiri pada pekerja. Namun, volume pekerjaan yang sangat kurang

menyebabkan kurangnya rangsangan untuk bekerja, kurangnya variasi, tidak ada kreativitas

atau tuntutan untuk mengatasi masalah. Yang termasuk pekerjaan itu adalah pekerjaan yang

memerlukan perhatian penuh tetapi kurang rangsangan untuk bekerja seperti tugas menjaga

pintu kereta api, pekerjaan yang menuntut kejelian yang membutuhkan konsentras dan

penglihatan yang intens, tidak diberi tugas karena atasan pilih kasih atau kemampuan pekerja

kalah bersaing dengan yang lain.7

Tanggung jawab untuk keselamatan dan kesejahteraan diri sendiri mencakup tanggung

jawab untuk bekerja dengan aman merupakan faktor stress psikis pada pekerja karena harus

selalu bekerja dengan hati-hati agar tidak membahayakan orang di sekitarnya ataupun

membahayakan diri sendiri. Pekerjaan dengan stressor semacam ini, misalnya pekerja yang

menangani bahan-bahan kimia yang berbahaya atau mudah meledak. Tanggung jawab

pekerjaan terhadap kesejahteraan masyarakat misalnya pekerja di sektor kesehatan,

pendidikan, dan kesejahteraan lainnya.7

Adanya ancaman terpajan kondisi fisik tempat kerja yang kurang menyenangkan atau

kontak dengan bahan-bahan beracun seperti bekerja di tempat yang sunyi/terpencil, di tempat

yang tidak memiliki kesempatan berkomunikasi, dan pajanan di tempat kerja juga kurang

baik. Pekerjaan yang tidak memiliki kesempatan berkomunikasi dengan orang lain contohnya

adalah tugas jaga malam, penjaga mercu suar, dan lainnya. Pajanan di tempat kerja contohnya

bekerja di tempat dalam bentuk pajanan fisik dan kimiawi seperti suhu terlalu tinggi atau

terlalu rendah, tempat kerja yang sempit dan berdesakan, ventilasi buruk, penerangan yang

kurang baik, vibrasi, masalah-masalah ergonomi, tempat kerja yang bising, bau yang tidak

enak, debu kerja, dan substansi kimia yang berbahaya.7

13

Page 14: Final Stres Diperberat Kerja

Faktor organisasi tempat kerja yang mempengaruhi stressor contohnya adalah

perubahan yang terjadi ditempat kerja. Perubahan seringkali berarti terjadi suatu kehilangan,

seperti diberlakukannya teknik baru di tempat kerja, penggantian supervisor, rekonstruksi

organisasi, pemberian tugas baru di tempat kerja, penggantian supervisor, restrukturisasi

organisasi, pemberian tugas baru yang sukar dilaksanakan, pindah bagian, atau

dibebantugaskan sebagai pimpinan. Pada suatu tempat kerja dengan manajemen yang

otokratis, biasanya komunikasi atasan dan bawahan tidak berjalan dengan baik. Seringkali

para pekerja dibebankan oleh dua perasaan yang berlawanan sehingga mendorong timbulnya

stress. Perasaan tersebut biasanya timbul bila para pekerja mengerti apa yang mereka harus

perbuat, padahal kenyataannya hal itu tidak dapat dilaksanakan. Ancaman dipecat, diturunkan

pangkat, dipensiunkan lebih dini karena sakit, ada hambatan untuk promosi, atau

mendapatkan promosi untuk pekerjaan yang kurang dikuasai dapat menimbulkan kecemasan

yang hebat.7

Pajanan pada pasien terasa besar karena ada pemberian tanggung jawab dan

penambahan tugas pada pekerjaannya.

Patofisiologi

Adanya stress akut dapat mempegaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan

keluhan pada orang sehat. Dengan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang

mendahului keluhan mual setelah stimulus stress sentral. Tetapi korelasi antara faktor

psikologik stress kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial.13

Epidemiologi

Untuk mendukung bahwa faktor psikis berperan terdapat data-data sebagai berikut.

Fisher dkk melakukan endoskopi pada 3367 pasien dengan dyspepsia ternyata 33,6% hasil

endoskopi psien tersebut normal. Djayapranata mendapatkan data dari 351 pasien dispesia

non ulkus yang dilakukan endoskopi ternyata 162 pasien yang mengalami gastroduodenitis,

199 sisanya pasien normal. Hasil endoskopi dari pasien yang mengalami refluks 50%

dnyatakan normal. Dari data-data diatas sangat mungkin pasien dengan keluhan-keluhan

saluran cerna bagian atas dilatarbelkangi oleh faktor psikososisal. Jadi keluhan-keluhan

gastrointestinal dapat pula merupakan manifestasi somatic dari kelaian psikis.13

5. Faktor individual pasien

14

Page 15: Final Stres Diperberat Kerja

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang

dapat mengubah keadaan pajanannya, apakah kebiasaan yang pasien lakukan untuk

mengurangi dampak dari pajanan berupa stressor. Harus ditanyakan status kesehatan fisik

pekerja tersebut adakah dia memiliki riwayat alergi atau tidak, penting juga untuk mencari

penyakit yang pernah diderita oleh kerabat pasien karena terdapat kontribusi genetik yang

kuat pada berbagai penyakit. Hal yang dapat mengarahkan pada riwayat keluarga adalah

dengan menanyakan jumlah saudara, tentang orang tua dan riwayat kesehatannya.

Seandainya orang tua sudah meninggal, tanyakan apa sebab kematiannya dan apakah

mengalami suatu penyakit yang berat. Ketahui mengenai riwayat penyakit menurun dalam

keluarga dan silsilah keluarga.6 Data mengenai hal ini pada pasien tidak diketahui apakah dia

biasa berolahraga atau tidak. Serta menanyakan bagaimana hygiene perorangan dan status

mental.

Untuk faktor individu ini lebih mengarah ke arah psikologi seseorang pada saat

melakukan pekerjaannya sehari-hari. Stress di lingkungan kerja berkaitan dengan lingkungan

fisik tempat kerja, bekerja dalam shift, beban kerja yang berlebihn, bekerja monoton, mutasi

dalam pekerjaan, tidak jelasnya peran kerja, konflik dengan teman kerja dan lain-lain.

6. Faktor lain diluar pekerjaan

Bila pasien mengalami pajanan lain diluar pekerjaan perlu ditanyakan untuk dapat

mengetahui hubungan dengan penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak

selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. Pada kasus ini, bisa

tanyakan kepada pekerja apakah hobinya sehari-hari. Tanyakan kepadanya apakah dia

mempunyai kerja sambilan yang lain. Bila ada, bisa diperkirakan bahwa dia itu tidak

mendapat rehatnya yang cukup. Jika tidak mendapatkan rehat yang cukup, maka dia akan

menjadi kurang bertenaga dan kurang fokus apabila kembali bekerja. Ini akan menyebabkan

kualitas kerja akan menurun.

Selain itu ditanyakan apakah dia mempunyai kebiasaan merokok (termasuk jenis rokok,

berapa banyak, selama berapa lama), riwayat konsumsi alkohol pasien (termasuk jenis

alkohol, berapa banyak, seberapa sering) dan tanyakan mengenai riwayat ketergantungannya,

ditanyakan juga keadaan di rumahnya itu bagaimana, kegiatan-kegiatan selain pekerjaan

(misalnya kerja sambilan). Adakah higienenya baik atau pun tidak. Kemudian perlu

ditanyakan pajanan psikososial di lingkungan seperti hubungan dengan keluarga ada masalah

atau tidak, atau dengan komunitas lain di luar pekerjaan. Pada kasus ini ditemukan bahwa

faktor lain yang mempengaruhi pasien mempunyai masalah dengan keluarganya.6

15

Page 16: Final Stres Diperberat Kerja

7. Diagnosis okupasi

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan

informasi yang telah didapat yang memiliki bukti dan referensi. Maka akan hasil yang

didapat berupa empat pilihan yaitu pertama penyakit akibat kerja atau penyakit akibat

hubungan kerja, kedua yaitu penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja, ketiga belum

dapat ditegakkan dan masih membutuhkan informasi tambahan, kemudian yang terakhir

bukan penyakit akibat kerja.

Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan

dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa

adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.

Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau

timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya

memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Pada kasus ini diagnosis lebih mengarah

kepada penyakit yang dperberat pajanan di tempat kerja

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau

lingkungan kerja. Diagnosis yang bersangkutan dengan menderita atau tidak menderita

penyakit akibat kerja diatur dalam Keppres No. 22 Th. 1993.14

Dalam Keppres No. 22 tahun 1993 terdapat 31 jenis penyakit akibat kerja, dua puluh

Sembilan dari 31 penyakit akibat kerja adalah penyakit akibat kerja yang bersifat

internasional; penyakit demikian mengikuti standar Organisasi Perburuhan Internasional. Dua

jenis penyakit yaitu penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi

atau kelembaban udara tinggi dan penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk

bahan obat bukan penyakit akibat kerja menurut standar internasional melainkan atas dasar

pertimbangan keperluan kita sendiri.14

Tiga puluh satu jenis penyakit akibat kerja sebagaimana terdapat dalam Lampiran

Keppres No. 22 Th. 1993 adalah sebagai berikut ini:14

1. Pneumokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis,

antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan

faktor utama penyebab cacat dan kematian;

2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu

logam keras;

3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu

kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis);

16

Page 17: Final Stres Diperberat Kerja

4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang

yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan;

5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang

yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan;

6. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan

debu organis;

7. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun;

8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun;

9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannnya yang beracun;

10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannnya yang beracun;

11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannnya yang beracun;

12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannnya yang beracun;

13. Penyakit yang disebabkan oleh timbale (Pb, timah hitam) atau persenyawaannnya

yang beracun;

14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannnya yang beracun;

15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;

16. Penyakit yang disebabkan oleh derivate halogen dari persenyawaan hidrokarbon

alifatis atau aromatis yang beracun;

17. Penyakit yang disebabkan oleh benzen atau homolognya yang beracun;

18. Penyakit yang disebabkan oleh derivate nitro dan amina dari benzene dan

homolognya yang beracun;

19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya;

20. Penyakit yang disebabkan oleh alcohol, glikol atau keton;

21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti

karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun,

amoniak seng, braso dan nikel;

22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;

23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanus (kelainan-kelainan otot, urat, tulang,

persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi);

24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udarah yang bertekanan lebih;

25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dari radiasi yang mengion;

26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisis, kimiawi atau

biologis;

17

Page 18: Final Stres Diperberat Kerja

27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak

mineral, antrasen atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut;

28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes;

29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam

suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus;

30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau

kelembaban udara tinggi;

31. Penyakit yang disebabakan oleh kimia lainnya termasuk bahan obat.

Diagnosis penyakit pasien adalah stress yang diperberat oleh pekerjaan. Pada langkah

diagnosis awal ditemukan bahwa penyakit pasien disebabkan oleh stress. Lalu pada langkah

kedua diketahui bahwa pajanan yang diterima pasien adalah pajanan psikologi. Pada langkah

ketiga, terdapat hubungan antara pekerjaan dengan gejala pasien. Kemudian pada langkah

keempat terdapat pajanan yang menambah stressor dari pasien. Informasi pada langkah

kelima dan keenam tidak diketahui. Pada langkah diagnosis terakhir ini, tertulis dalam

Keppres No. 22 Th. 1993 terdapat 31 penyakit akibat kerja namun yang dialami pasien tidak

terdapat didalamnya. Oleh karena itu pasien tidak mengalami penyakit akibat kerja.

Penatalaksanaan

Bila pasien menemui dokter dengan gejala stress baru timbul, beberapa pertanyaan

langsung pada akar masalah tersebut dapat menolong untuk mengidentifikasi situasi pencetus

stress. Pada saat ini, nasihat medis yang memadai dapat mengatasi masalah jangka pendek

atau jangka panjang. Selanjutnya, pasien ini membutuhkan atensi yang lebih besar dan

investigasi lanjutan guna mencegah berkembangnya penyakit ini. Tranquilizer, antidepresan,

antipsikotik, anti ansietas, dan , dan -bloker dapat mengatasi gejala stress untuk jangka

pendek, tetapi tidak dapat dipakai untuk jangka panjang karena obat tersebut hanya dapat

mengatasi keluhan pasien, namun tidak pada akar masalahnya. Obat-obat ini juga berpotensi

menimbulkan bahaya ketergantungan dan depresi miocard akibat -blocker sehingga perlu

mendapat perhatian khusus.7

Pemberian biasanya dalam dosis kecil terlebih dahulu kemudian ditingkatkan dalam

dosis optimal kemudian diturunkan secara perlahan-lahan untuk dosis maintenance. Bila

keadaan pasien sudah stabli maka pemberian obat dapat dihentikan.13

18

Page 19: Final Stres Diperberat Kerja

Sedangkan terapi non medikamentosa dapat berupa konseling dan psikoterapi. Pada

kasus yang ringan dapat diberikan psikoterapi jenis suportif yang singkat saja. Pada kasus

kronis dan berat perlu dirujuk ke dokter spesialis jiwa untuk psikoterapi psikoanalisis. Dapat

pula diberikan terapi kelompok (Group Theraphy) yang dapat digunakan untuk

menghilangkan distress, meningkatkan kepercayaan diri, serta memperbaiki relasi social dan

perilaku seseorang.13

Guna mendorong terjadinya perubahan perilaku kerja dan persepsi terhadap respons

biologis, pasien dinasihatkan untuk datang diam-diam secara regular, biasanya 1 jam dalam

seminggu, untuk bimbingan dan konseling oleh dokter perusahaan terutama untuk kasus-

kasus dengan akar masalah psikologis seperti kesulitan interpersonal.7

Konseling berbeda dengan member nasihat. Suatu nasihat terbatas pada satu paket

solusi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi masalah, sedangkan seorang konselor,

yang memberikan konseling, membantu pasien dengan memberikan sejumlah pilihan solusi

untuk mengatasi masalahnya. Konselor akan membantu menyeleksi solusi-solusi tersebut

sampai pasien memeroleh pilihan terbaik dan selanjutnya melaksanakannya dengan usaha

dari pasien itu sendiri.7

Pelatihan manajemen stress dapat dilaksanakan secara berkelompok pada 6 sampai 12

pekerja yang memiliki indikasi adanya gejala stress akibat kerja. Materi-materi pelatihan

yang perlu diajarkan, seperti teknik fisiologis untuk mengurangi serangan stress, misalnya

teknik relaksasi, biofeedback, meditasi, atau latihan pernapasan, dan teknik-teknik psikologis

serta kognitif, pembentukan diri kembali, dan macam-macam keterampilan kerja, serta

keterampilan interpersonal.7

Pasien perlu dianjurkan untuk menciptakan keseimbangan stress di tempat kerja,

sehingga gaya hidup yang sehat dan aktivitas relaksasi di temapt kerja sangat dibutuhkan.

Beberapa teknik relaksasi di tempat kerja dapat disarankan, seperti istirahat pendek tetapi

sering, misalnya 5 menit setiap jam kerja lebih berguna daripada istirahat panjang tapi jarang,

sedikit latihan fisik secara regular sangat berguna pada pekerja computer, olah-pernapasan

yang rutin bermanfaat untuk mencegah serangan stress yang datangnya mendadak atau

serangan panik. Gaya hidup yang sehat di luar tempat kerja juga harus disarankan, seperti

olahraga rutin, makanan sehat, berhenti merokok dan minum alkohol, penyaluran hobi, dan

pasien dianjurkan untuk memperbanyak komunikasi dengan keluarga dan teman-temannya.7

19

Page 20: Final Stres Diperberat Kerja

Penatalaksanaan stress di tempat kerja secara menyeluruh tidak hanya membutuhkan

kerjasama dan partisipasi pasien tetapi juga partisipasi aktif organisasi tempat kerja, seperti

melaksanakan perbaikan tempat kerja seoptimal mungkin, menciptakan manajemen yang

terbuka, terlaksananya komunikasi dua arah antara pekerja dan pimpinan, memberikan tugas

dan tanggung jawab yang jelas, target-target pekerjaan yang menantang namun mampu

dicapai oleh pekerja sesuai dengan kapasitasnya, jadwal kerja yang fleksibel tetapi terencana,

memberikan teguran pada pekerja yang salah secara wajar, dan melaksanakan manajemen

yang adil tanpa kekerasan.7

Edukasi

Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention

diseases) pada penyakit akibat kerja.3,15 Peningkatan kesehatan (health promotion) misalnya

pendidikan kesehatan jiwa, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian,

lingkungan kerja yang memadai, rekreasi. Kemudian perlindungan khusus (specific

protection) misalnya imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi

terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri.

Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan yang tepat (early diagnosis and prompt

treatment) misalnya pemeriksaan kesehatan awal, pemeriksaan kesehatan berkala, pelayanan

kesehatan/poliklinik dan kb, diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta

pembatasan titik-titik lemah untuk terjadinya komplikasi. Membatasi kemungkinan cacat

(disability limitation) misalnya memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komperhensif,

mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan. Pemulihan kesehatan

(rehabilitation) misalnya rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang

menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan

cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

Sebelum terjadinya gangguan kesehatan jiwa lebih lanjut, maka pencegahan stress

okupasi mutlak diperlukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan stress

okupasi ialah sosialisasi penilaian risiko stress okupasi oleh pekerja sendiri. Berdasarkan

Health and Safety Executive (HSE), pekerja harus menulai enam hal berikut dan menjawab

20

Page 21: Final Stres Diperberat Kerja

apakah hal tersebut tidak berlangsung sesuai yang mereka harapkan sehingga menjadi

stressor.16

Adapun enam hal yang perlu diperhatikan itu ialah: beban kerja (demand); kontrol

(control) untuk dapat melakukan pekerjaan dengan caranya; dukungan (support), termasuk

motivasi dan fasilitas yang disediakan perusahaan, manajemen, dan teman kerja; hubungan

(relationship) di dalam pekerjaan, termasuk pemerapan kerja positif untuk menghindari

konflik dan mengatasi perilaku yang tidak sesuai; peran (role) dalam lingkungan kerja

mengerti peran masing-masing dan apakah perusahaan/organisasi telah mencegah agar tidak

ada konflik peran; dan perubahan (change), yaitu bagaimana segala perubahan

dikomunikasikan dan diinformasikan kepada setiap pekerjaan.16

Upaya pencegahan lainnya ialah dengan meningkatkan keterampian dan peran

pekerja. Mereka akan memiliki kepercayaan diri yang lebih dalam mengerjakan tugasnya.

Bila ditambahkan keterampilan komunikasi maka saat di lapangan pekerja akan lebih baik

dan percaya diri menyampaikan aspirasinya, baik kepada sesame pekerja maupun atasannya.

Strategi yang dapat dilakukan ialah melakukan pelatihan peningkatan keterampilan,

menggunakan tangga karir untuk memberikan penghargaan pengembangan keterampilan, dan

melakukan rotasi kerja untuk mengembangkan keterampilan.16

Perlu diingat pula bahwa pekerjaan yang tidak memberikan cedera bagi fisik akan

terasa lebih menyenangkan dan nyaman bagi pekrja. Bagian K3 perusahaan bertanggung

jawab menilai kembali program yang dilakukan untuk mengurangi paparan bahaya potensial

fisik dan ergonomik pada pekerja. Selain mengurangi risiko terpajan dan penyakit akibat

kerja, merubah lingkungan kerja yang meningkatkan kenyamanan fisik dalam bekerja dapat

mencegah pula stress okupasi.16

Selain ketiga upaya pencegahan tersebut, perusahaan perlu meningkatkan perasaan

kepemilikan (control) dan partisipasi pekerja dengan pekerjaannya, memberikan beban kerja

yang sehat, memberikan rasa aman akan pekerjaan yang dimiliki dan pengembangan karir,

memberikan jadwal kerja yang sehat, dan meingkatkan mekanisme coping personal di diri

pekerja.16

Penutup

21

Page 22: Final Stres Diperberat Kerja

Wanita berusia 30 tahun mengalami stress yang diperberat akibat pekerjaan. Hal ini

didapatkan lewat anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Namun pada

anamnesis, keluhan pasien dapat dihubungkan dengan pekerjaan yang pasien alami. Karena

itu tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah langkah diagnosis okupasi tujuh langkah.

Langkah-langkah tersebut adalah diagnosis klinis, identifikasi pajanan yang dialami,

hubungan pajanan dengan penyakit, besarnya pajanan yang dialami, faktor individual pasien,

faktor lain di luar pekerjaan, dan diagnosis okupasi. Dengan mengetahui hal tersebut, maka

penatalaksanaan pada pasien dapat dilakukan dengan tepat. Selain itu perlu dilakukan

pencegahan yang baik pula agar kasus yang serupa tidak terjadi lagi.

Daftar Pustaka

1. Karjadi TH, Djauzi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: dasar-dasar penyakit akibat kerja.

Edisi 5. Jakarta: EGC; 2009.h.130-2.

2. International Labour Organization. Identification and recognition of occupational

diseases: criteria for incorporating diseases in the ILO list of occupational diseases.

Geneva: Merlod; 2009.

3. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktikum kedokteran kerja.Jakarta: EGC; 2010.h.70-87.

4. Bickley L.S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi 5. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.155-75.

5. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.

6. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006.

7. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC; 2013. h. 267-78.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2.

9. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-8. Jakarta:

EGC; 2012.

10. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi ke-6. Jakarta:

EGC; 2008.

11. Kosasih EN, Kosasih AS. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. Jakarta:

Karisma Publishing Group; 2008.

12. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC; 2006.

22

Page 23: Final Stres Diperberat Kerja

13. Mudjaddid E, Shatri H. Buku ajar ilmu penyakit dalam: gangguan psikosomatik:

gambaran umum dan patofisiologinya. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2009.h.2094-6.

14. Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES). Edisi ke-2.

Jakarta: Sagung Seto; 2014.

15. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas. Jakarta: EGC; 2009.h.214-5

16. Nasution K, Adi NP. Stres okupasi, masalah kesehatan pekerja yang terabaikan. J

Indon Med Assoc 2011 Desember; 61(12):472.

23