Final Refrat

70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya medikamentosa. Banyaknya pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita ikterus belum tentu dapat menentukan diagnosa yang tepat. Oleh karena itu diperlukan algoritme pemeriksaan yaitu pemeriksaan yang sistimatik dan terarah dalam rangka penentuan diagnosa. 1 Dalam usaha menentukan diagnosa ikterus kolestasis dilakukan pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran saluran empedu dan dapat menunjukan letak dari sumbatan. Banyaknya imaging yang dapat dilakukan dengan memakai alat dari konvensional sampai alat canggih maka pemilihan pemeriksaan adalah amat penting. 2 Pemeriksaan Radiologi/imaging untuk menentukan penyakit penyebab kolestasis yang sering digunakan adalah Ultranonografi, Computerized Tomografi (CT scan), Endoscopic Retrograde Cholangiopanreografi (ERCP), Magnetik Resonance cholangiopancreotografi (MRCP), Percutaneus Transhepatic Cholangiografi (PTC), PTBD. 2,3,4

Transcript of Final Refrat

Page 1: Final Refrat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu

tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang

menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak sehingga

sering menyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah

penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan yang berbeda, apakah

memerlukan tindakan operasi atau hanya medikamentosa. Banyaknya pemeriksaan yang

dapat dilakukan pada penderita ikterus belum tentu dapat menentukan diagnosa yang

tepat. Oleh karena itu diperlukan algoritme pemeriksaan yaitu pemeriksaan yang

sistimatik dan terarah dalam rangka penentuan diagnosa.1

Dalam usaha menentukan diagnosa ikterus kolestasis dilakukan pemeriksaan

yang dapat memberikan gambaran saluran empedu dan dapat menunjukan letak dari

sumbatan. Banyaknya imaging yang dapat dilakukan dengan memakai alat dari

konvensional sampai alat canggih maka pemilihan pemeriksaan adalah amat penting. 2

Pemeriksaan Radiologi/imaging untuk menentukan penyakit penyebab kolestasis

yang sering digunakan adalah Ultranonografi, Computerized Tomografi (CT scan),

Endoscopic Retrograde Cholangiopanreografi (ERCP), Magnetik Resonance

cholangiopancreotografi (MRCP), Percutaneus Transhepatic Cholangiografi (PTC),

PTBD.2,3,4

1.1 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada anatomi traktus bilier, definisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, pemeriksaan radiologis, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis dari

kelainan-kelainan pada traktus bilier.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai

kelainan-kelainan pada traktus bilier dan sebagai salah satu syarat dalam menjalani

kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas Padang.

Page 2: Final Refrat

1.3 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk ke berbagai

literatur.

Page 3: Final Refrat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Anatomi kandung empedu 3, 5, 6, 7

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat dengan panjang

sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit ke

luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral musculus rektus abdominalis.

Sebagian besar korpus menempel dan tertamam di bagian dalam jaringan hati. Kandung

empedu tertutu seluruhnya oleh lipatan peritoneum visceral. Infundibulum kandung

empedu longgar, karena tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum.

Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka bagian

infundibulum menonjol seperti kantong dan disebut kantong Hartmann.

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding lumennya

mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan

cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu tetapi menahan aliran

keluarnya.

Saluran empedu ekstra hepatic terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale dengan

batas atas porta hepatic sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu

saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut

kanalikulus empedu yang yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus

interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. panjang

duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus sistikus.

Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pancreas dan

dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah medial dinding

duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi (m. sfingter ampula

hepatikopankreatika), yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus

pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama dengan duktus koledokus di dalam

ampula Vater, tetapi dapat pula terpisah.

Variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu dan pembuluh arteri yang

memperdarahi kandung empedu dan hati sering ditemukan. Variasiseperti ini, yang

Page 4: Final Refrat

kadang ditemukan dalam bentuk luas, perlu diperhatikan oleh ahli bedah untuk

menghindari komplikasi pembedahan seperti perdarahan atau cedera pada duktus

hepatikus atau duktus koledokus.

Gambar 1 : Anatomi

Anatomy of the biliary system and its relationship to surrounding structures

2.1.2 Anatomi saluran empedu7

A. Saluran empedu dan hubungannya dengan saluran cerna. 1. hati, 2. cabang duktus

hepatikus, 3. kandung empedu, 4. duktus sistikus, 5. duktus koledokus, 6. lambung, 7.

pylorus, 8. duodenum, 9. pancreas, 10. duktus pancreas, 11. papilla Vater.

B. Saluran empedu, ligament hepatoduodenale dan struktur peritoneal. 1-11 sama dengan

gambar A, 12. v. kava inferior, 13. v. lienalis, 14. v. mesenterika superior, 15. v.

porta, 16. aorta, 17. trunkus seliakus dengan cabang a. lienalis , a. gastroduodenalis

dan a. hepatica, 18. a. hepatica naik ke porta hati melalui ligamentum

hepatoduodenale bersama duktus koledokus dan v. porta.

Gambar 2 :

Page 5: Final Refrat

2.1.3 Fisiologi Kandung Empedu 5, 6, 7

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml perhari. Di luar

waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan di sini

mengalami pemekatan sekitar 50 persen. Pengaliran cairan kantung empedu diatur oleh

tiga factor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan

sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke

dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi

dan empedu mengalir ke arah duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti

disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi dari

pada tahanan sfingter.

Hormon sel APUD (Amin Precursor Uptake and Decarboxylation Cells)

kolesistokinin (CCK) dari selaput lender usus halus yang disekresi karena rangsang

makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus, merangsang nervus vagus,

sehingga terjadi kontraksi kadung empedu. Demikian CCK berperan besar terhadap

terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.

2.1.4 Biokimia Kandung Empedu 3, 6, 7

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90 %)

cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak dan garam anorganik. Garam

empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.

Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan

sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.

Sintesis asam empedu berkurang yang berpengaruh secara signifikan terhadap

pengurangan hidroksilasi kolesterol ( kolesterol-7-hidroxilase ). Perubahan ini

menyebabkan peningkatan insiden kolelitiasis / batu empedu pada lansia. Selain itu

berkurangnya ekstraksi LDL kolesterol dari darah didalam hepar dan peningkatan serum

kolesterol total dapat mencetuskan Coronary Arterial Disease pada lansia. Keduanya

merangsang peningkatan konsentrasi kolesistokinin ( suatu hormon peptida yang

dikeluarkan mukosa duodenum yang merangsang kontraksi kandung empedu dan

merelaksasi sfingter bilier ) pada waktu puasa, dengan insiden lebih tinggi pada lansia.

Meski begitu, pengosongan kandung empedu pada waktu puasa dan tidak puasa tidak

berubah sejalan dengan pertambahan usia, yang menurunkan sensitivitas kolesistokinin.

Page 6: Final Refrat

2.2 Definisi

Kolestasis adalah gangguan sekresi dan atau aliran empedu ( 3 bulan pertama),

penumpukan bahan-bahan yg harus diekskresi oleh hati (bilirubin, asam empedu,

kolesterol), serta regurgitasi bahan-bahan tersebut ke plasma.1

Kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.7

Gambar 3:

Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu

yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu.9

Kolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut darisaluran empedu yang

tersumbat baik secara parsial atau total.9

Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana saluan empedu tidak terbentuk atau

tidak berkembang dengan secara normal.10

Tumor

2.3 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat

yang mengenai 20% penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang

menderita penyakit ini menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif

jarang terjadi pada usia dua dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa

jumlah wanita usia 20 - 50 tahun yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih

banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir

sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat sering bertambahnya

usia. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tinggi pada orang

Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Batu

saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia

dibandingkan dengan pasien di negara barat.8, 10, 12

Page 7: Final Refrat

Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi. Sekitar 90% kasus

berkaitan dengan batu empedu; sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus minoritas yang

disebut juga dengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkaitan dengan

pascabedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa berkepanjangan, dan

beberapa infeksi pada penderita AIDS. 5, 13

Di Amerika Serikat, Kolangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan

dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier. 13

Insidens atresia biller adalah 1/10.000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup. Rasio

atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki 1,4 : 1. Dari 904 kasus atresia

bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat pada ras Kaukasia (62%),

berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika (1,5%).10

Tumor dari kandung empedu adalah jarang terjadi baik itu yang jinak ataupun

yang ganas. Rata-rata 2 % dari seluruh kanker ditemukan pada autopsi. Adenoma jinak

atau papiloma secara nyata jarang terjadi dibandingkan dengan tumor ganas. yang paling

penting dari kandung empedu dan dapat melibatkan diantara intrahepatik atau

ekstrahepatik kandung empedu. Pasien dengan intrahepatik kolangiokarsinoma

(karsinoma kolangiokarsinoma) mempunyai prognosis yang jelek, dan metastasis tumor

yang dini. Angka kejadian kanker kandung empedu di amerika serikat kira-kira 1 kasus

dari 100.000 orang dalam penelitian otopsi, variasi angka kejadiannya 0,01-0,46 %.

Kanker kandung empedu lebih biasa terjadi di Israel, Jepang dan India amerika. Di

Indonesia, penyakit tumor empedu masih kurang mendapat perhatian dibandingkan

penyakit hati lainnya seperti hepatitis virus kronik, sirosis hati dan karsinoma

hepatoseluler.14

2.4 Etiologi

Kolestasis terbagi menjadi :1

- kolestasis intrahepatik

- kolestasis ekstrahepatik

Kolestasis Intrahepatik

A. Idiopatik

1. Hepatitis neonatal idiopatik

2. Lain-lain : Sindrom Zellweger

B. Anatomik

Page 8: Final Refrat

1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil

2. penyakit Caroli

C. Kelainan Metabolik

1. Kelainan metabolisme as amino, lipid, KH, asam empedu

2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme

D. Infeksi

1. Hepatitis virus A, B, C

2. TORCH, reovirus, dll

E. Genetik/ kromosomal

1. Sindrom Alagile

2. Sindrom Down, Trisomi E

F. Lain-lain

Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom

polisplenia, lupus neonatal

Kolestasis Ekstrahepatik

Atresia bilier

Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier

Massa (kista, neoplasma, batu)

Inspissated bile syndrome , dll

Gambar 4:

Page 9: Final Refrat

Kolelistiasis Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang

dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui.

Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di

kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi

menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor

predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya

perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.8, 12

Kolesistitis proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang

umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu. Faktor resiko yang terkena

kolesistitis antara lain adalah jenis kelamin wanita, umur tua, obesitas, obat-obatan,

kehamilan, dan suku bangsa tertentu. Untuk memudahkan mengingat faktor-faktor risiko

terkena kolesistitis, digunakan akronim 4F dalam bahasa Inggris (female, forty, fat, and

fertile). Selain itu, kelompok penderita batu empedu tentu saja lebih berisiko mengalami

kolesistitis daripada yang tidak memiliki batu empedu.

Kolangitis disebabkan oleh infeksi bakterial akut dari saluran empedu yang tersumbat

baik parsial atau total. Sumbatan dapat disebabkan oleh penyebab dari dalam lumen

saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki duktus koledokus atau

dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus,

atau dari dinding saluranempedu misalnya kolangio-karsinoma atau striktur saluran

empedu.

Atresia Bilier etiologinya masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli

menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan

kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 10 – 30% kasus

atresia bilier(4,6). Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier

adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau

iskemi(1).

Tumor kandung empedu disebabkan oleh karena sumbatan dari kandung empedu

dengan stasis bilier, etiologinya :

a. Riwayat penyakit keluarga dengan fibrosis kongenital:

- hepatic fibrosis kongenital

- kista koledokus

Page 10: Final Refrat

- polikistik liver

b. Parasit :

- Clonorchis sinensis

- Opisthorchis viverrini yang ditemukan di thailan, laos dan Malaysia barat.

c. Batu empedu dan hepatolitiasis, resiko exstrahepatik kanker kandung empedu

diturunkan hingga 10 tahun atau lebih setelah kolesistektomi.

d. Sklerosis kolangitis primer.

e. Kolitis ulserative.

f. Zat-zat beracun:

- Thorium dioxide (thorotrast)

- Radionuclides

- Carcinogens (eg, arsenic, dioxin, nitrosamines, polychlorinated biphenyls)

g. Obat-obatan:

- Kontrasepsi oral.

- Metildopa

- Isoniazid

h. Tipoid kronik yang karier mempunyai angka kejadian yang lebih besar dari kanker

hepatobilier, yang meliputi kolangiokarsinoma.

i. Sirosis kandung empedu.

2.5 Patofisiologi

Patogenesis Kolestasis 1

Kelainan terjadi pada :

1. Membran sel hati ambilan asam empedu

Gangguan pada enzim Na+ - K+ - ATPase transporter

Misalnya : estrogen, endotoksin

2. Di dalam sel hati

Page 11: Final Refrat

Gangguan transpor garam empedu di dalam sel hati

Gangguan sekresi garam empedu ke kanalikulus biliaris

Misalnya : toksin, obat-obatan

3. Saluran empedu intrahepatik

Proses metabolisme garam empedu yang abnormal

Gangguan kontraksi kanalikulus biliaris

4. Saluran empedu ekstrahepatik

Sumbatan, infeksi

Patogenesis kolelitiasis

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di

dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid

membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi

(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan

berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk

terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah

ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary

stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu (4,

8).

a. Batu kolesterol

Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

- Supersaturasi kolesterol

- Hipomotilitas kandung empedu

- Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

b. Batu kalsium bilirunat (pigmen cokelat)

Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.

Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan

infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-

glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan

Page 12: Final Refrat

asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak

larut.

c. Batu pigmen hitam

Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan

hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat

polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen

hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril (1,9).

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus

sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan

sumbatan aliran empedu secara parsial ataupun komplit sehingga menimbulkan gejala kolik

bilier. Pasase berulang batu empedu melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan

iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus dan striktur.

Apabila batu berhenti di dalam duktus sistikus dikarenakan diameter batu yang terlalu besar

atau pun karena adanya striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus (3).

Patogenesis Kolesistitis

terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu. Batu empedu yang menyumbat saluran

empedu akan membuat kandung empedu meregang, sehingga aliran darah dan getah bening

akan berubah; terjadilah kekurangan oksigen dan kematian jaringan empedu. Sedangkan pada

kasus tanpa batu empedu, kolesistitis lebih disebabkan oleh faktor keracunan empedu

(endotoksin) yang membuat garam empedu tidak dapat dikeluarkan dari kandung empedu.

Patogenesis kolangitis

Untuk timbulnya kolangitis harus ada dua faktor :

1. Tekanan intraduktus dalam batang saluran empedu harus menigkat ( obstruksi saluran

empedu sebagian atau lengkap)

2. Empedu harus terinfeksi.

Stasis empedu seperti yang timbul pada anomaly saluran empedu congenital (sepertipenyakit

Caroli dan kista koledokus) bisa juga berhubungan dengan kolangitis.

Page 13: Final Refrat

Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairanempedu,

kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman ini berasal dari

flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi dapat juga dari penyebaran limfogen dari

kandung empedu yang meradang akut,penyebaran ke hati akibat sepsis atau melalui sirkulasi

portal dari bakteri usus. Karena tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat,

kuman akankembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan mengakibatkan

sepsis. Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang sering dijumpai

berturut-turut adalah kuman-kuman aeroba gram (-) enterik E. Coli,Klebsiella, kemudian

Streptococcus faecalis dan akhirnya bakteri anaerob seperti Bacteroides fragilis dan

Clostridia.

Kolangitis akuta tidak akan timbul dengan empedu terinfeksi tanpa peningkatan tekanan

intraduktus (obstruksi saluran empedu relative) atau dengan obstruksi tanpa empedu

terinfeksi.

Dengan adanya obstruksi total atau hampir total, empedu terinfeksi bisa berlanjut ke supurasi

hebat dan menyebabkan kolangitis toksik. Abses hati timbul pada sekitar 15%pasien

kolangitis toksik.

Patogenesis Atresia Bilier

Patofisiologi atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan gambaran

histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan

yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik mengalami kemsakan secara progresif. Pada

keadaan lanjut proses inflamasi menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan

mengalami kerusakan yang progresif pula(1).

Patogenesis Tumor Empedu

Tumor kandung empedu disebabkan oleh karena sumbatan dari kandung empedu dengan

stasis bilier dan menyebabkan penurunan fungsi hati. Sumbatan pada bilier menyebabkan

disfungsi hepatoseluler, malnutrisi yang progresif, koagulopathi, pruritus, disfungsi ginjal dan

kolangitis.Inflamasi yang sangat lama dengan perkembangan dari peradangan yang kronis

adalah poss akhir dari proses pembentukan tumor pada kandung empedu. Organisme parasit

yang memacu perubahan DNA dan mutasi memacu produksi karsinogen dan radikal bebas

dan stimulasi dari proliferasi sel pada epitel kandung empedu, yang menyebabkan kanker.

Page 14: Final Refrat

Bakteri dapat memacu adanya zat endogen, derivate karsinogen garam empedu, seperti

lithocholate, juga merupakan implkasi dari patogenesis. Hal ini didukung oleh penelitian

epidemiologi pada penderita typoid. Sel kolangiokarsinoma terdiri dari reseptor somatostatin

RNA, dan garis sel memiliki reseptor yang spesifik. Pertumbuhan sel dihambat oleh analog

somatostatin.

2.6 Gejala klinis

Sindrom kolestatik yaitu : ikterus, urin berwarna tua, tinja dempul (menetap/

fluktuatif).

Gejala klinis kolestasis1

Retensi/ regurgitasi

Empedu – gatal, toksik

Bilirubin – ikterus

Hiperkolesterolemia xantomatosis

Trace element – toksik (tembaga, dll)

empedu intraluminal

Malabsorbsi lemak malnutrisi

Malabsorbsi vitamin yang larut dalam lemak

- A – kulit tebal, rabun senja

- D – osteopenia

- E – saraf, otot (degenerasi)

- anemia hemolitik

- K – pembekuan - hipoprotrombinemia

Diare/ steatorrhoe kalsium

Gejala-gejala ini pada akhirnya akan menimbulkan penyakit hati progresif (sirosis bilier)

yang berakibat terjadi :

1. Hipertensi porta (hipersplenisme, ascites, varises perdarahan)

2. Gagal hati

Tabel 1. Empat kriteria klinis terpenting untuk membedakan Kolestasis Intrahepatik

dan Ekstrahepatik

Page 15: Final Refrat

Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik

Wama tinja selama dirawat

Pucat

79% 26%

Kuning 21% 74%

Ukuran dan konsistensi hati

yang abnormal

87% 53%

Berat lahir (gram) 3200 2700

Usia saat tinja akolik (hari) 16 30

Trombus empedu intraportal 63% 1%

Biopsi hati

Fibrosis portal

94% 47%

Proliferasi duktular 86% 30%

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan

yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang

mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

Page 16: Final Refrat

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul

tiba-tiba.8,12

Gejala kolesistitis yang dikeluhkan penderita umumnya berupa nyeri pada perut

kanan bagian atas yang menetap lebih dari 6 jam dan sering menjalar sampai belikat

kanan. Penderita kadang mengalami demam, mual, dan muntah. Pada orang lanjut usia,

demam sering kali tidak begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan

atas.13

Simptom kolangitis yang paling sering ditemukan pada kolangitis akut adalah

nyeri perut, demam dan ikterus. Trias yang klasik dari Charoot yakni demam, nyeri

abdomen kuadran atas.8

Keluhan utama Tumor biasanya ditentukan oleh kolesistolitiasis. Sering

ditemukan nyeri menetap di perut kuadran kanan atas, mirip kolik bilier. Apabila terjadi

obstruksi duktus sistikus akan timbul kolesistitis akut. Gejala lain yang dapat terjadi

adalah ikterus obstruksi dan kolangitis akibat invasi tumor ke duktus koledokus. Satu

diantara tiga pasien dengan nyeri epigastrik yang sedang. Diare, anoreksi dan penurunan

brat badan adalah gejala tambahan.14

Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal

Atresia adalah iktcrus, tinja akolik, dan urin yang berwarna gelap. Namun, tidak ada satu

pun gejala atau tanda klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi

biasanya baik. Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3 – 5.

Kolestasis ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik. Sehubungan

dengan itu sebagai upaya penjaring kasar tahap pertama, dianjurkan melakukan

pengumpulan tinja 3 porsi. Bila selama beberapa hari ketiga porsi tinja tctap akolik, maka

kemungkinan besar diagnosisnya adalah kolestasis ekstrahepatik Sedangkan pada

kolestasis intrahepatik, warna tinja dempul berfluktuasi pada pcmcriksaan tinja 3 porsi.1,

11

2.7 Pemeriksaan fisik

Kolelitiasis

1. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema

kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan

punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif

Page 17: Final Refrat

apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung

empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti

menarik nafas.8, 12

2. Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan

sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal

ikte rik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul

ikterus klinis .8,12

Dari pemeriksaan kolesistitis dapat ditemukan demam, takikardia (denyut nadi

cepat), dan nyeri tekan pada perut kanan atas. Saat dokter meminta penderita menarik

napas dalam, sambil meraba daerah bawah iga kanannya (subcosta kanan). Penderita

kolesistitis umumnya menunjukkan Murphy's sign positif, di mana gerakan tangan dokter

pada kondisi di atas menimbulkan rasa sakit dan sulit bernapas.8, 12

Pada kolangitis seringkali didapatkan nyeri hebat diepigastrium atau perut kanan

atas karenaadanya batu koledokus. Nyeri ini bersifatkolik, menjalar ke belakang atau ke

skapulakanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan. 8

Pemeriksaan fisik pada atresia bilier adalah adanya tanda ikterus atau kuning

pada kulit, pada mata dan di bawah lidah. Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar

juga kadang disertai limpa membesar.

Pemeriksaan fisik tumor didapatkan massa yang keras sampai lunak di daerah

kendung empedu. Serum, urin dan feses menunjukkan tanda-tanda Jaundice akibat

kompresi duktus bilier. 14

2.8 Pemeriksaan penunjang

Kolestasis 1

Darah

- Uji fungsi hati :

1. Kemampuan transpor organik anion : bilirubin

2. kemampuan sintesis :

i. Protein : albumin, PT, PTT

Page 18: Final Refrat

ii. Kolesterol

3. Kerusakan sel hati

i. Enzim transaminase (SGOT = AST ; SGPT = ALT)

ii. Enzim kolestatik : GGT, alkali fosfatase

Tabel 2 data awal lab

Ekstrahepati

k

Intrahepatik

Bilirubin Direk

(mg/dL)

6,2 ± 2,6 8,0 ± 6,8

SGOT < 5 x N > 10 x N /

> 800 U/I

SGPT < 5 x N > 10 x N /

> 800 U/I

GGT > 5 x N/

> 600 U/I

< 5 x N/ N

- Uji serologi : intrahepatik kolestasis

1. Hepatitis virus B, (C) bayi dan ibu

2. TORCH

- Lain-lain (sesuai indikasi)

Urin

- Bilirubin – urobilinogen

Tinja

- Tinja 3 porsi

I. 0600 - 1400

II. 1400 - 2200

III. 2200 - 0600

Bila tinja pucat fluktuatif intrahepatik

Bila tinja pucat menetap ekstrahepatik (atresia bilier)

- Sterkobilin

Biopsi Hati

Intrahepatik Giant Cell Transformation

Page 19: Final Refrat

Ekstrahepatik dilatasi duktulus biliaris

atresia bilier proliferasi duktulus

Kolelistiasis 8,12

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan

pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi

leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin

serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi

mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum

dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali

terjadi serangan akut

Gambar 4: Gallbladder of a 13-year old with morbid obesity and multiple

cholesterol stones

Dari pemeriksaan laboratorium kolesistitis, dapat ditemukan peningkatan jumlah sel darah

putih (leukositosis) dan peningkatan enzim-enzim hati (SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan

bilirubin); namun hasil-hasil pemeriksaan ini tidak dapat memastikan diagnosis.

Kombinasi lekositosis, hiperbilirubinemia dan peningkatan ALTdan AST dan fosfastase

alkali /GGTP serum ditemukan pada kebanyakan pasien kolangitis akut.13

Page 20: Final Refrat

Atresia bilier 10, 11

a) Pemeriksaan rutin

Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk

membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Sclain itu dilakukan pemeriksaan darah

tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai

dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT> 10 kali dengan pcningkatan

gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,

peningkatan SGOT< 5 kali dengan peningkatan gamma- GT > 5 kali, lebih mengarah ke

kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rcndah tidak

menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkat48 an gamma-GT,

bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkali fosfatase mempunyai spesifisitas 92,9%

dalam menentukan atresia bilier

b) Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif,

tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan

visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya

10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka asam empedu di

dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.

2.9 Pemeriksaan radiologis 2, 3, 4, 5

Kolestasis

USG perut, berlangsung dalam 2 fase

Puasa 1 – 2 jam setelah minum/ makan minimal 4 jam

Skintigrafi (isotop Tc-DISIDA) Tc- BRIDA

Kolangiografi (intraoperatif)

Page 21: Final Refrat

Gambar 5: Diagnostic algorithm for patients presenting with jaundice. CBDE, common bile

duct exploration; CT, computed tomography; ERCP, endoscopic retrograde

cholangiopancreatography; IOC, intraoperative cholangiogram; lap, laparoscopic; PTC,

percutaneous transhepatic cholangiography.

Kolelitiasis

Foto polos Abdomen

Page 22: Final Refrat

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu

yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.

Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra

hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat

pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam

usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren

lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Gambar 6:

Page 23: Final Refrat

Gambar 7: Abdominal ultrasonography is the most useful screening study

for biliary tract disease, especially in stone disease. The ultrasonogram

shows several stones (arrow) in the dependent portion of the gallbladder

in a patient with clinical features of an early cholecystitis. The gallbladder

wall is not yet thickened as in Figure 7.9. (Courtesy of Henry I. Goldberg,

MD.)

Page 24: Final Refrat

Gambar 8 :Gallbladder ultrasound in patient with biliary colic demonstrating multiple

dependent echogenic foci with posterior acoustic shadowing consistent with gallstones.

Computed Tomography (CT)

CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris, menentukan komposisi batu,

dan kadang-kadang kurang sensitif daripada US untuk kalkulus yang memiliki keuntungan

visualisasi pada bagian distal biliaris ketika dikaburkan oleh US. CT bisa juga mendeteksi

dengan akurat adanya tumor obstruktif. Gambaran CT untuk choledocholithiasis yaitu :

Target sign, lebih rendah dan berada di sekelilingi empedu atau mukosa. Rim sign : densitas

batu berada diluar garis kulit yang tipis. Crescent sign Kalsifikasi batu : sayangnya hanya

20% batu yang memiliki densitas tinggi. Rata-rata 20% choledocholithiasis terjadi bersama

kasus-kasus ikterus obstruksi pada orang dewasa. 10% populasi didapatkan adanya batu

empedu di dalam kandung empedu, akan tetapi batu ini tidak diartikan penyebabnya adalah

obstruksi saluran. Dalam keadaan tertentu, 1% sampai 3% pasien dengan choledocholithiasis

tidak memiliki batu dalam kandung empedu.

Page 25: Final Refrat

Gambar 9: Gallstone ileus as manifest on CT scan. (A) Air in the biliary tree

is a result of a cholecystoduodenal fistula due to a gallstone. (B) In the

Page 26: Final Refrat

second scan, a gallstone (black arrow) partially obstructs a jejunal loop of

bowel; collapsed segments of bowel (small arrows) can be seen beyond

the site of obstruction. (Courtesy of Henry I. Goldberg, MD.)

Cholecystography

Cholecystography sukar menemukan batu di duktus choledochus. Oral cholecystography

ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak diadakan perubahan kontras nontoxic

iodinated organic compound diberikan oral yang diserap di dalam usus kecil, diekskresi oleh

hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan untuk menemukan batu

kandung empedu yang tidak mengapur sebelum operasi. Intravenous cholecystography

dikerjakan sebagai pengganti oral cholecystography. Bahan kontras dipergunakan adalah

iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine 50%).

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung

jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,

kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-

keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih

bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Page 27: Final Refrat

Gambar 10 Intraoperative cholangiogram confirming the presence of common bile duct

stones. Calculi are indicated with arrows. (Courtesy of Michael D. Holzman, MD.)

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit saluran

empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde

cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terapi

choledocholithiasis. Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi

lithiasis traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan

dengan kelahiran maupun kematian. ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi

(panjang,fleksibel, pipa bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X

pada biliaris memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan

pada sesuai dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan

penempatan biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah

fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting,

keuntungannya memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi

jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan

internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan. Pemeriksaan ERCP memerlukan

waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat, perut

dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun setelah tengah

malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6 hingga 8 jam sebelumnya,

tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator harus mengetahui adanya

alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.

Page 28: Final Refrat

FIGURE 7.15. This endoscopic retrograde cholangiopancreatography

(ERCP) scan demonstrates anormal common bile duct (large arrow),

cystic duct (small arrow) and gallbladder (GB). (Courtesy of Henry I.

Goldberg, MD.)

Gambar 11: (A) Normal endoscopic retrograde cholangiopancreatography

(ERCP) scan shows the biliary tree and pancreatic duct in a patient who

previously underwent cholecystectomy. (B) The ERCP scan in another

patient shows a dilated common bile duct containing a large stone.

(Courtesy of John P. Cello, MD.)

Page 29: Final Refrat

Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)

MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran sama seperti

ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium, instrument, dan radiasi ion. Pada

MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai

intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal

rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok

untuk mendiagnosis batu saluran empedu. MRCP merupakan non-invasif dan tidak

menyebabkan kematian, memberikan indikasi yang terbatas terhadap yang diamati. MRCP

memainkan peranan penting atau fundamental untuk diagnosis pasien yang memiliki

kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis, situasi ini sama seperti ERCP yang

mengalami kegagalan untuk mendeteksi choledocholithiasis. Sebagai tambahan, MRCP juga

memiliki peranan penting untuk mengkonfirmasi adanya eliminasi choledocholithiasis yang

spontan sesudah ERCP dan sfingterotomi dan pasien suspek choledocholithiasis dengan

pembedahan gastritis atau kandung empedu.

Gambar 12:

Page 30: Final Refrat

Gambar 13:

The magnetic resonance cholangiopancreatography

(MRC) scan shows a stricture of the common bile duct (large

arrow) with a normal distal common duct (arrowhead). The bile

ducts proximal to this malignant stricture are dilated. Abbreviation: GB,

gallbladder. (Courtesy of Henry I. Goldberg, MD.)

Page 31: Final Refrat

Gambar 14 : A, MRCP showing multiple, small stones in a nondilated common bile duct.

B, Corresponding endoscopic retrograde cholangiopancreatography image. (From Moon JH,

Cho YD, Cha SW, et al: The detection of bile duct stones in suspected biliary pancreatitis:

Comparison of MRCP, ERCP, and intraductal US. Am J Gastroenterol 100:1051-1057,

2005.)

Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)

PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan

pemeriksaan ERCP (misalnya, dengan pembedahan gastritis atau obstruksi batu CBD bagian

distal atau kurang berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan penyakit batu

intrahepatik yang ekstensif dan cholangiohepatitis. Maka diperlukan needle yang panjang dan

besar untuk dimasukkan ke dalam duktus intrahepatik dan cholangiografi. Kontraindikasi

untuk PTC yaitu tidak terjadi koagulopati dan ukuran duktus intrahepatik yang normal

menyulitkan pemeriksaan ini. Antibiotik propipaktik direkomendasikan untuk faktor risiko

Page 32: Final Refrat

cholangitis. Angka kecacatan rata-rata 10 %, dan kematian 1%. Komplikasi PTC adalah

perdarahan, luka pada duktus, kebocoran kandung empedu, dan cholangitis. Keberhasilan

pemeriksaan ini antara 75-85%.

Batu dalam empedu mungkin tunggal maupun multipel. Kadang-kadang akan didapatkan

batu yang bertindak sebagai katup sehingga akan timbul fluktuasi dalam intensitas ikterusnya.

Batu akan tampak sebagai struktur hiper ekhoik dengan bayangan akustik dibelakangnya.

Batu dibagian distal saluran empedu ekstra hepatik lebih sukar ditegakkan diagnosisnya

dibandingkan dengan batu dibagian proksimal saluran empedu ekstra hepatik. Bahkan

kadang-kadang tidak mungkin ditentukan secara USG dan memerlukan pemeriksaan

konfirmatif misal ERCP. Penghalang utama adalah gas pencernaan dan jalan anatomis

saluran empedu ini.

Batu bisa timbul di saluran intra hepatik maupun di ekstra (duktus choledochus).

Kholedokholitiasis adalah batu didalam duktus choledocchus. Batu ini bisa single maupun

multiple. Batu yang tertanam biasanya terjadi di bagian bawah duktus diatas ampula vateri.

Intensitas ikterus biasanya fluktuasi/hilang timbul dimana batu bertindak sebagai katup (“ball

valve”). Obstruksi partial masih mengeluarkan cairan empedu ke dalam duadenum.

Secara sonografi terlihat Common Bile Duct (CBD) berdilatasi, tampak bayangan hiper

ekhoik dengan bayangan akustik. Batu akan mudah terlihat karena dikelilingi oleh cairan

empedu, diagnosis akan lebih sulit ketika seluruh saluran empedu tertutup/terisi oleh batu,

dimana kontras antara cairan empedu dan batu menghilang. Serta tampak hanya sebagai

akustik shadow yang mungkin diduga sebagai gas echo dari duodenum.

Kolesistitis

Umumnya dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen atau USG. Foto polos hanya

dapat memastikan ada atau tidaknya batu. Sedangkan USG, selain dapat memastikan ada

tidaknya batu, juga dapat menilai ketebalan dinding empedu dan cairan peradangan di sekitar

empedu. ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) juga dapat dilakukan

untuk melihat anatomi saluran empedu, sekaligus untuk mengangkat batu apabila

memungkinkan.

Ultrasonografi abdomen menunjukkan pelebaran saluran empedu. Ultrasonografi dapat

membedakan kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik denga nketepatan 96% pada kasus-

kasus dengan saluran empedu yang melebar.

Page 33: Final Refrat

Gambar 15 :Empyema of the gallbladder. (A) The ultrasound shows

complex echoes within the gallbladder

caused by the presence of pus and a greatly thickened wall due to acute

cholecystitis.

Page 34: Final Refrat

Gambar 15 : Intra-operative cholangiogram by injection of contrast into the

gallbladder demonstrating a long cystic duct, dilated common bile duct,

but no evidence of biliary obstruction in a 12-year-old with acute

cholecystitis

Gambar 16 :. Pericholecystic abscess is manifest on x-ray as multiple air

bubbles (arrows) indicating air

both within and surrounding the inflamed gallbladder. (Courtesy of Henry

I. Goldberg, MD.)

Page 35: Final Refrat

Gambar 17: Recurrent pyogenic cholangitis. This CT scan illustrates some

of the common features,

including dilated intrahepatic ducts and stones or debris in several ducts

(arrows). (Courtesy of Henry I.

Goldberg, MD.)

Gambar 18 : Recurrent pyogenic cholangitis. This CT scan illustrates some

of the common features, including dilated intrahepatic ducts and stones or

debris in several ducts (arrows). (Courtesy of Henry I. Goldberg, MD.)

Atresia

a) Pemeriksaan ultrasonografi

Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostik USG 77% dan dapat ditingkatkan

bila pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah

minum. Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier

kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak

Page 36: Final Refrat

ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung

diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan

kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I/distal.

b) Sintigrafi hati

Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m

mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada

pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari.

Pada kolestasis intrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi

ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal

tetapi ekskresinya ke usus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis

intrahepatik yang berat juga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum.

Untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan

penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop di hati dan jantung), pada menit ke-10.

Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks

hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier. Teknik sintigrafi dapat digabung

dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan

bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalah menggabungkan basil

pemeriksaan USG dan sintigrafi.

c) Pemeriksaan kolangiografi

Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)

mcrupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier

dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat

dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan

kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan

atresia bilier.

Tumor

Secara radiologi, kolangiokarsinoma menunjukkan 3 hal:

Massa intra hepatic pada 20-30 % kasus. Kalsifikasi mungkin ada. Ultrasound

menunjukkan hipoekoik, hiperekoik, atau gabungan dari masa yang ekogen.

Klatskin tumor adalah yang biasanya dijumpai.

Page 37: Final Refrat

Karsinoma pada saluran empedu intra hepatik.

Karsinoma saluran empedu intra hepatik yang biasanya disebut kholangio karsinoma

intra hepatik adalah tumor kedua terbanyak sesudah hepatoseluler karsinoma.

Kholangio karsinoma intra hepatik dikelompokan atas 2 jenis yaitu :

- Periferal kholangiokarsinoma

- Hilar kholangiokarsinoma atau biasa disebut tumor klatskin Periferal

kholangiokarsinoma berasal dari duktus biliaris intra lobuler, sedangkan Hilar

kholangiokarsinoma berasal dari duktus hepatikus utama (duktus hepatikus

komunis) atau percabangan dari duktus hepatikus utama. Secara USG periferal

kholangiokarsinoma biasanya terlihat sebagai massa hipoekhoik yang tunggal

dan homogen, dan kadang-kadang terlihat nodul. Jika terlihat bayangan

hiperekhoik dengan bayangan akustik ini biasanya karena kalsifikasi.

Pada periferal kholangiokarsinoma tidak terlihat trombus pada vena porta. Hilar

kholangio karsinoma yang sering disebut tumor klatskin atau sentral kholangio

karsinoma biasanya lebih sering dibandingkan dengan periferal kholangio karsinoma.

Pada USG terlihat duktus biliaris intra hepatal berdilatasi sedangkan duktus biliaris

ekstra hepatal normal. Massa terlihat hipekhoik/ekhogenik dengan batas tidak tegas,

ireguler dan biasanya menginfiltrasi kedaerah sekitarnya.

Karsinoma primer saluran empedu ekstra hepatik

Karsinoma duktus bikliaris ini biasanya neoplasma yang jarang terjadi . Pertumbuhan tumor

ini sering tersembunyi sampai timbulnya obstruksi aliran empedu yang menyebabkan ikterus

obstruktif.

Gambaran umum dari tumor ini mempunyai 3 type :

1. Tipe papiller tumbuh kedalam lumen dari duktud biliaris.

2. Tipe Noduler membentuik suatu massa lobulated dan tumbuh pada porstio dari

duktus

3. Tipe difus pada dinding duktud biliaris yang menebal

Pada ultrasonografi, tumor saluran empedu ini akan terlihat sebagai suatu massa

bergema tinggi atau hampir sama dengan hati serta tidak mempunyai bentuk yang

khas, permukaannya dapat reguler maupun ireguler. Struktur gema dapat homogen

maupun heterogen.

Page 38: Final Refrat

Computed tomography (CT). CT biasanya menunjukkan massa pada kadung empedu

atau penyebaran pada organ sekitarnya. Spiral CT bisa juga menunjukkan penyebaran

pada liver  begitu pula struktur pembuluh darah disekitarnya.

Magnetic resonance imaging  (MRI),kolangiogarafi dan angiografi mungkin

membantu dalam menevaluasi pasien dengan kanker kandung empedu. Sensitivitas

ultrasound dalam mendeteksi kanker kandung empedu bervariasimulai dari 70 sampai

100 persen. Dengan tehnik MRI terbaru, kanker kandung empedu bisa dibedakan dari

obstuksi bilier ataupun liver dan peningkatan tekanan vena porta bisa terlihat.

Kolangiografi juga bisa membantu dalam mendiagnosis pasien dengan jaundice pada

pasien karsinoma kandung empedu. Kolangiografi yang tipikal adalah biasanya

didapatkanstriktur yang panjang pada common hepatic duct . Angiografi dapat

mengidentifikasi peningkatan vena porta atau arteri hepatika tapi dengan CT spiral

dan tehnik MRI terbaru hal tersebut bisadiidentifikasi

Gambar 19 : Carcinoma of the gallbladder. The CT scan shows a calcified

stone in the gallbladder (arrowhead) and a soft tissue mass in the

gallbladder wall (small arrows) due to gallbladder carcinoma. (Courtesy of

Henry I. Goldberg, MD.)

Page 39: Final Refrat

Gmabar 20 :. Spiral CT is superior to ultrasound in diagnosis and staging

of neoplasms in the biliary tree. This CT scan shows dilated intrahepatic

bile ducts radiating to the proximal common hepatic duct, which is

abruptly cut off (arrow). A subtle cholangiocarcinoma is present. (Courtesy

of Henry I. Goldberg, MD.)

Page 40: Final Refrat

Gambar 21 : The ERCP shows a cholangiocarcinoma at the junction of the

right and left hepatic

ducts, known as a Klatskin tumor. Notice marked enlargement of

intrahepatic ducts, particularly of the left system. (Courtesy of John P.

Cello, MD.)

.

Tabel 3

Table 54-1 -- Accuracy of Preferred Imaging Modalities for Different Biliary Tract

Diagnoses Causing Right Upper Quadrant Pain

SUSPECTED

DIAGNOSIS

IMAGING

MODALITY

SENSITIVITY

(%)

SPECIFICITY

(%)

Cholelithiasis Ultrasound 95 99

Acute calculous

cholecystitis

Ultrasound 88 80

HIDA 95 95

Page 41: Final Refrat

SUSPECTED

DIAGNOSIS

IMAGING

MODALITY

SENSITIVITY

(%)

SPECIFICITY

(%)

Acute acalculous

cholecystitis

Ultrasound 36-93 17-89

HIDA 70-80 90-100

Choledocholithiasis ERCP 95 89

MRC 95 98

I/OP cholangiogram 78 97

Lap ultrasound 80 99

Biliary dyskinesia HIDA 94 80

From Trowbridge RL, Rutkowski NK, Shojania KG: Does this patient have acute

cholecystitis? JAMA 289:80-86, 2003.

ERCP, endoscopic retrograde cholangiopancreatography; HIDA, cholecystokinin

hepatobiliary 2,6-dimethyl-iminodiacetic acid scan; I/OP, intraoperative; Lap, laparoscopic;

MRC, magnetic resonance cholangiography.

2.10 Penatalaksanaan

Kolestasis 1

1. Terapi etiologik

Operatif – ekstrahepatik portoenterostomi kasai (umur < 6 – 8 minggu)

Non operatif – intrahepatik (medikamentosa)

2. Stimulasi aliran empedu

Fenobarbital

- Enzim glukuronil transferase

- Enzim sitokrom P450 induksi

- Enzim Na+K+ATPase 3 – 10 mg/ kgBB/ hr ; 2 dd

Ursodeoksikolat 10 – 30 mg/ kgBB/ hr

- Competitive binding empedu toksik

- Bile flow inducer

- Suplemen empedu

- hepatoprotector

Page 42: Final Refrat

Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr

- Menyerap empedu toksik

- Menghilangkan gatal

Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr

- aktivitas mikrosom

- Menghambat ambilan empedu

3. Terapi suportif

Terapi nutrisi

- MCT

- Vitamin ADEK

o A 5.000 – 25.000 U/ hr

o D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr

o E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr

o K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig

Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe

4. Terapi komplikasi

Hiperlipidemia/ xantelasma : kolestipol

Gagal hati : transplantasi

Ganbar 22 :

Page 43: Final Refrat

Kolelitiasis 8, 12

Kolik perlu diberi spasmoanalgetik untuk mengurangi nyeri atau serangan kolik. Bila

memperlihatkan peradangan, dapat diberi antibiotik.

Selanjutnya batu perlu dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi sfingterotomi.

Pembedahan pengangkatan batu dari duktus choledochus (choledocholitotomi), yang

diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Karena bila tidak dikeluarkan akan

timbul serangan kolik dan peradangan berulangkali, yang nantinya dapat memperburuk

kondisi penderita. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau

balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga batu

dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.

Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang kandungan

lemak tinggi. Manajemen terapi :

- Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.

- Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut

- Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital

- Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

- Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

Tindakan untuk kasus kolesistitis akut yang baru didiagnosis meliputi: 9, 13

1. Mengistirahatkan usus dan memberikan makanan secara parenteral (lewat infus).

2. Memberikan obat penghilang rasa nyeri (analgesik) dan antiemetik (antimuntah).

Analgesik pilihan adalah meperidine, atau kombinasi paracetamol dengan opioid.

3. Memberikan antibiotik parenteral. Antibiotik pilihan antara lain meropenem,

piperacillin-tazobactam, ampicillin-sulbactam, dan imipenem-cilastatin.

Jika kemudian ditemukan bahwa kasus kolesistitis ini terkait batu empedu, tindakan pilihan

adalah pembedahan. Pertimbangan utamanya adalah karena batu empedu yang dibiarkan,

bahkan percobaan peluruhan batu, akan semakin menyumbat saluran empedu dan

memperparah peradangan. Umumnya pembedahan dilakukan dalam 72 jam setelah diagnosis

ditegakkan oleh dokter. Pembedahan segera hanya dilakukan jika sudah ada tanda-tanda

pecahnya kandung empedu (biasanya ditandai nyeri seluruh perut yang sangat hebat). Pilihan

Page 44: Final Refrat

tindakan pembedahan juga berbeda; untuk kasus bedah elektif digunakan teknik

laparoskopik; sedangkan untuk kasus akut digunakan teknik pembedahan terbuka biasa.

Pengobatan pertama pada pasien dengan kolangitis meliputi antibiotik intravena

danresuscitasi cairan.Antibiotik cephalosporin (misal cefazolin,

cefoxitin)merupakan obat pilihanpada kasus-kasus ringan sampai sedang. Apabila kasusnya

berat atau memburuk secara progresif, obat-obatan aminoglikosida ditambah clindamycin

ataupun metronidazolesebaiknya ditambahkan pada regimen pengobatan. 8

Gambar 23

Figure 54-26 Diagnostic and therapeutic algorithm of patients with ascending cholangitis.

CT, computed tomography; ERCP, endoscopic retrograde cholangiopancreatography; IOC,

intraoperative cholangiogram; LAP, laparoscopic; MRCP; magnetic resonance

cholangiopancreatography; PTC, percutaneous transhepatic cholangiography.

Page 45: Final Refrat

Atresia 10, 11

Selama evaluasi, pasien dapat diberi :

A) Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :

1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam

litokolat), dengan memberikan :

– Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim

glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);

enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+–K+–ATP–ase (menginduksi

aliran empedu).

– Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.

Kolestiramin memotong siklus enterohepatik

asam empedu sekunder(8).

2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan :

– Asam ursodeoksikolat, 3–10 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat

mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik(21).

B) Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang

seoptimal mungkin, yaitu :

1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk

mengatasi malabsorpsi lemak.

2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larutdalam lemak.

C) Terapi bedah

Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis atresia bilier hasilnya

meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai

berikut:

-Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk> 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah

diberikan fenobarbital atau telah dilakukan uji prednison selama 5 hari.

-Gamma-GT meningkat > 5 kali

-Tidak ada defisiensi alfa-1 antitripsin

-Pada sintigrafi hepatobilier tidak ditemukan ekskresi ke usus.

Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan, maka segera dilakukan intervensi bedah

portoenterostomi terhadap atresia bilier yang correctable yaitu tipe I dan II. Pada atresia

bilier yang non-correctable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk

menentukan patensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan frozen section.

Bila masih ada duktus bilier yang paten, maka dilakukan operasi Kasai. Tetapi meskipun

Page 46: Final Refrat

tidak ada duktus bilier yang paten, tetap dikerjakan operasi Kasai dengan tujuan untuk

menyelamatkan penderita (tujuan jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan

transplantasi hati (tujuan jangka panjang). Ada peneliti yang menyatakan

adanya kasus-kasus atresia bilier tipe III dengan keberhasilan hidup > 10 tahun setelah

menjalani operasi Kasai. Di negara maju dilakukan transplantasi hati terhadap penderita :

-atresia bilier tipe III

- yang telah mengalami sirosis

-kualitas hidup buruk, dengan proses tumbuh kembang yang sangat terhambat

-pasca operasi portoenterostomi yang tidak berhasil memperbaiki aliran empedu.

Terapi medik diindikasikan pada pasien dengan pasien dengan kondisi umum yang tidak baik

untuk prosedur operasi dan pasien dengan tumor yang tidak bisa diangkat.

Teknik endoskopi pada sumbatan meliputi spingterektomi, dilatasi balon pada striktur.

Endoprostetik transhepatik insersi perkutan juga menunjukkan keberhasilan, tetapi

meningkatkan komplikasi.

Kemoterapi telah dicoba pada pasien tetapi tidak menunjukkan keuntungan.

Radio terapi intraoperative menggunakan sten bilier dengan iridium (Ir 192), radium, atau

cobalt (Co 60), radioimunoterapi menggunakan sodium iodide (I 131). Radioterapi internal

bisa dikombinasikan dengan drainase bilier, tetapi kemajuannya belum terbukti.

Tumor 14

Terapi pembedahan:

Indikasi pembedahan meliputi:

- Tidak ada metastasis ke hati, tidak ada karsinomatosis dan tidak ada perluasan ke vaskuler.

- Pasien yang mempunyai keadaan umum yang baik.

Kontraindikasi:

- Jika tumor telah meluas ke vena porta atau arteri hepatica.

- Metastasis yang melibatkan paritonel yang difus.

- Invasi vaskuler.

- Pasien yang mempunyai resiko tinggi pada anestesi general dan pembedahan karena kondisi

umum kesehatannya.

Reseksi adalah perawatan yang terbaik dan paliasi yang terbaik. Keuntungan dari reseksi

meliputi kemungkinan sembuh untuk jangka waktu yang lama, terutama pada pasien dengan

tumor bagian distal. Reseksi adalah paliasi yang paling baik dari terjadinya komplikasi

infeksi. Tipe prosedur pembedahan tergantung pada lokasi dan perluasan dari penyakit.

Page 47: Final Refrat

Tumor proksimal (Klatskin tumor) dapat dimanage dengan teknik yang bervariasi, meliputi:

· Pasien dengan tumor perihiler, tanpa invasi vascular, dapat dengan eksisi local.

· Tumor tipe III dengan lobektomi hepar kanan atau kiri.

Reseksi pada kandung empedu, mungkin dapat dikombinasikan dengan reseksi hepar,

rekontruksi dapat dilakukan dengan unilateral atau bilateral hepatikojejunostomi dengan

menggunakan stents transhepatik.

Tumor kandung empedu yang moderat dapat dimanage dengan reseksi kandung empedu dan

rekontruksi Roux-en-Y. Tumor yang tidak dapat direseksi dapat di manage dengan

kolesistektomi, Roux-en-Y hepatikojejunostomi, atau koledojejunostomi proksimal dari

tumor, dan gastrojejunostomi dan simpathektomi kimia.

Tindakan preorerative:

Stage dari penyakit dapat dievaluasi dengan menggunakan CT scac dan MRI.

Pelibatan vaskuler dapat diidentifiksi dan ditegakkan dengan CT scan, MRI dan angiografi.

Pasien dengan resiko tinggi pembedahan dan anestesi, dan kardial dan pulmo perlu

dipertimbangkan kehati-hatian operasi, atau tidak dilakukan.

Tindakan intraoperative:

Pencegahan dengan melakukan kolesistektomi pada penderita kolelitiasis merupakan cara

yang paling baik. Cara ini terbukti menurunkan angka kejadian karsinoma kandung empedu.

Diperkirakan setiap melakukan 100 kolisistektomi dapat dicegah satu penderita karsinoma

kandung empedu. Apabila ditemukan karsinoma kandung empedu ditemukan sewaktu

laparotomi, harus dilakukan kolisistektomi dan reseksi baji hepar selebar 3-5 cm disertai

diseksi kelenjar limf regional di daerah ligamentum hepatoduodenale.

Reseksi yang lebih luas seperti hemihepatektomi atau lobektomi, tidak memberi hasil yang

lebih baik.

Laparoskopi dapat berguna pada identifikasi metastasis dan penyakit peritoneal,

ultrasonografi juga berguna untuk tindakan intraoperative. Laparatomi eksplorasi dapat

dilakukan pada pasien yang keadaan umumnya baik untuk pembedahan dengan tidak ada

metastasis pada pemeriksaan preoperative.

Tindakan post operative:

Pasien mempunyai resiko komplikasi yang umum, meliputi pneumonia, trombosis vena, dan

infeksi. Pemberian antibiotik dan koagulopati diijinkan. Fisioterapi, latihan nafas dianjurkan.

Komplikasi postoperasi dapat local atau general. Komplikasi general meliputi:

· Infarct Myocardial

· Pneumonia

Page 48: Final Refrat

· Infeksi pada daerah pembedahan.

· Thrombosis vena

· Embolisme Pulmo

Komplikasi dari teknik pembedahan meliputi:

· Striktur

· Perdarahan postoperasi

Komplikasi dari pemasangan stent meliputi:

· Awal - Kolangitis (7%) dan perforasi

· Lambat - Blokade and migrasi stent

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis 8, 12:

1. Asimtomatik

2. Obstruksi duktus sistikus

3. Kolik bilier

4. Kolesistitis akut

- Empiema

- Perikolesistitis

- Perforasi

5. Kolesistitis kronis

- Hidrop kandung empedu

- Empiema kandung empedu

- Fistel kolesistoenterik

- Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam

Page 49: Final Refrat

kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun

dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan

dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema,

biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan

dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat

juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan

nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya

peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari

kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap

asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus

koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan

pankretitis.

Komplikasi kolangitis 8

- renal failure

- gagal nafas

- Pneumonia

- GI bleeding

- Sepsis

- Multiple organ failure

2.12 Prognosis

Angka kesembuhan cukup tinggi apabila kolesistitis ditangani sebelum ada penyulit. Adapun

penyulit-penyulit yang dapat timbul antara lain: empiema kandung empedu, perluasan

sumbatan ke arah usus, sepsis, pankreatitis, dan pecahnya kandung empedu.

Kolangitis

Biasanya buruk jika terjadi sepsis atau multiple organ failure yang disebabkan olehinfeksi

berat multiple organ failure mempunyai chance of survival yang baik jikadilakukan bile

decompresion dan pemberianantibiotika intravena yang adekuat.

Atresia10, 11

Page 50: Final Refrat

Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik

porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri.

Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhāsilannya 71–86%,

sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya

34–43,6%. Bila operasi Kasai dilakukan pada usia 1–60 hari, 61–70 hari, 71–90 hari dan > 90

hari, maka masing-masing akan memberikan kebcrhasilan hidup > 10 tahun sebesar 73%,

35%, 23%, dan 11%. Scdangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup

3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan(1). Anak termuda yang

mengalami operasi Kasai berusia 76 jam.

Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi

> 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier

ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi pcnyulit hipertensi portal.

Prognosis biasanya ditentukan dengan mempertimbangkan umur , riwayat sirosis atau abses

hati, dan jenis kelamin.

Tumor 14

Pilihan pengobatan dan prognosis sangat ditentukan oleh lokasi dari tumor. Prognosis adalah

baik jika tumor kandung empedu pada distal, dan tumor polipoid. Beberapa factor yang

menunjukkan adanya prognosis yang jelek meliputi keterlibatan pada nodus limfatikus, invasi

vaskuler, stage T yang luas, dan mutasi dari gen P 53.

Rata-rata peluang hidup pada reseksi curative adalah 67-80 % dalam 1 tahun dan 11-21 %

dalam 5 tahun. Reseksi local mempunyai rata-rata kematian (8 %) dari pada reseksi hepar

mayor (15 %), dengan waktu harapan hidup 21 bulan dibandingkan 24 bulan pada reseksi

hepar mayor.

Pada kanker distal kandung empedu, rata-rata reseksi lebih dari 60 %, dan prognosisnya lebih

baik dari pada tumor hiler, rata-rata umur harapan hidupnya 39 bulan. Variasi persentase

harapan hidup dari 50-70 % dalam 1 tahun, 17-39 % dalam 3 tahun.

Tumor intrahepatik yang difus kemungkinan meninggal dalam satu tahun.

Jika tidak dirawat, 50 % pasien dengan kanker kandung empedu dapat bertahan hidup sampai

1 tahun, 20 % selama 2 tahun, dan 10 % dapat bertahan dalam 3 tahun.