Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal...

38
Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal Melakukan Penuntutan yang Efektif 1 BAB I Pendahuluan Pengadilan HAM Jakarta Pusat yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran HAM berat Tanjung Priok telah menyelesaikan tugasnya untuk mengadili perkara tersebut pada pertengahan tahun 2004 yang lalu. Perkara terakhir yang diputuskan oleh Pengadilan HAM Jakarta Pusat adalah perkara Sutrisno Mascung, dkk, yaitu pada 20 Agustus 2004, dengan putusan terdakwa Sutrisno Mascung, dkk telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM yang berat berupa pembunuhan dan percobaan pembunuhan. Oleh karenanya, terdakwa Sutrisno Mascung, dkk dijatuhi pidana penjara masing-masing 3 tahun penjara untuk Sutrisno Mascung, dan 2 tahun penjara untuk anggotanya 2 . Sebelumnya, Pengadilan HAM Jakarta Pusat juga telah menjatuhkan putusan kepada para terdakwa lainnya dalam perkara pelanggaran HAM berat Tanjung Priok. Pada 30 April 2004, Majelis Hakim yang mengadili perkara R. Butar-Butar menyatakan bahwa R. Butar-Butar selaku Komandan Kodim 0502 Jakarta telah terbukti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan dan penganiayaan. Terhadap terdakwa R. Butar-Butar, Majelis Hakim yang dipimpin Cicut Sutiyarso menjatuhkan pidana berupa pidana penjara selama 10 tahun. Di samping menyatakan bersalah dalam dua berkas perkara di atas, Pengadilan HAM Jakarta Pusat juga telah “membebaskan” dua orang terdakwa lainnya, yaitu Pranowo pada 10 Agustus 2004 dan Sriyanto 12 Agustus 2004. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa (kedua) terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana didakwakan Jaksa 1 Ditulis oleh Wahyu Wagiman. 2 Yaitu Prada Siswoyo, Prada Asrori, Prada Zulfata, Prada Muhson, Prada Abdul Halim, Prada Sofyan Hadi, Prada Winarko, Prada Idrus, Prada Sumitro, dan Prada Prayogi.

Transcript of Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal...

Page 1: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal Melakukan Penuntutan yang Efektif1

BAB I

Pendahuluan

Pengadilan HAM Jakarta Pusat yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran HAM berat Tanjung Priok telah menyelesaikan tugasnya untuk mengadili perkara tersebut pada pertengahan tahun 2004 yang lalu. Perkara terakhir yang diputuskan oleh Pengadilan HAM Jakarta Pusat adalah perkara Sutrisno Mascung, dkk, yaitu pada 20 Agustus 2004, dengan putusan terdakwa Sutrisno Mascung, dkk telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM yang berat berupa pembunuhan dan percobaan pembunuhan. Oleh karenanya, terdakwa Sutrisno Mascung, dkk dijatuhi pidana penjara masing-masing 3 tahun penjara untuk Sutrisno Mascung, dan 2 tahun penjara untuk anggotanya2. Sebelumnya, Pengadilan HAM Jakarta Pusat juga telah menjatuhkan putusan kepada para terdakwa lainnya dalam perkara pelanggaran HAM berat Tanjung Priok. Pada 30 April 2004, Majelis Hakim yang mengadili perkara R. Butar-Butar menyatakan bahwa R. Butar-Butar selaku Komandan Kodim 0502 Jakarta telah terbukti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan dan penganiayaan. Terhadap terdakwa R. Butar-Butar, Majelis Hakim yang dipimpin Cicut Sutiyarso menjatuhkan pidana berupa pidana penjara selama 10 tahun. Di samping menyatakan bersalah dalam dua berkas perkara di atas, Pengadilan HAM Jakarta Pusat juga telah “membebaskan” dua orang terdakwa lainnya, yaitu Pranowo pada 10 Agustus 2004 dan Sriyanto 12 Agustus 2004. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa (kedua) terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana didakwakan Jaksa

1 Ditulis oleh Wahyu Wagiman. 2 Yaitu Prada Siswoyo, Prada Asrori, Prada Zulfata, Prada Muhson, Prada Abdul Halim, Prada

Sofyan Hadi, Prada Winarko, Prada Idrus, Prada Sumitro, dan Prada Prayogi.

Page 2: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Penuntut Umum. Dan oleh karenanya, (kedua) terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan. Putusan yang dijatuhkan Pengadilan HAM Jakarta Pusat ini tentunya menimbulkan berbagai pertanyaan, sekaligus keheranan dari masyarakat, khususnya korban dan pihak-pihak yang concern terhadap masalah hak asasi manusia di Indonesia, baik nasional maupun internasional. Pertanyaan dan keheranan yang muncul di benak masyarakat tersebut mungkin tidak hanya terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan semata, tetapi “bagaimana mungkin terhadap satu peristiwa yang sama, fakta yang sama, saksi-saksi yang sama dan proses persidangan yang sama, dapat menghasilkan putusan yang berbeda?”. Di samping itu, keheranan juga muncul terhadap tindakan Jaksa yang tidak mengajukan petinggi militer Indonesia yang diduga bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran HAM berat Tanjung Priok September 1984; ketidaksiapan dan kegagalan Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan terhadap para terdakwa; dan terakhir, mungkin ini yang paling penting, kegagalan Pengadilan untuk menemukan kebenaran materiil dalam peristiwa Tanjung Priok 1984, serta memberikan keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat Tanjung Priok. Tulisan ini disusun untuk mengetahui jawaban-jawaban atas pertanyaan dan keheranan yang timbul terhadap proses persidangan di Pengadilan HAM Jakarta Pusat. Tulisan ini merupakan Catatan Akhir (Final Assessment) terhadap proses Pengadilan HAM Tanjung Priok. Catatan ini, yang merupakan hasil observasi selama proses persidangan berlangsung (September 2003 - Agustus 2004), berusaha mengetengahkan dengan obyektif jalannya proses persidangan kasus yang sangat mengguncangkan nurani masyarakat Indonesia tersebut. Tulisan ini akan memaparkan aspek-aspek yang berkaitan dengan proses persidangan, mulai dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, proses pembuktian, tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan putusan Majelis Hakim .

Page 3: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

BAB II

Konteks Peristiwa Peristiwa Tanjung Priok terjadi pada tanggal 12 September 1984. Peristiwa tersebut diawali dengan penahanan terhadap empat orang pengurus mesjid di daerah Tanjung Priok, dan kemudian ceramah yang dilakukan oleh beberapa Mubaligh, di antaranya Amir Biki, yang dihadiri ribuan massa. Ceramah tersebut mengulas berbagai persoalan sosial politik yang terjadi di Indonesia, seperti masalah asas tunggal, dominasi China atas perekonomian Indonesia, pembatasan izin dakwah dan permintaan untuk membebaskan orang-orang yang ditangkap tersebut3. Setelah ceramah usai, massa bergerak menuju Polsek dan Koramil setempat. Namun, sebelum massa tiba di tempat yang dituju, secara tiba-tiba mereka telah dikepung oleh pasukan bersenjata berat, dan kemudian diikuti dengan suara tembakan yang membabi buta terhadap kerumunan massa. Tidak lama kemudian, korban pun bergelimpangan menjadi mayat. Menurut versi pemerintah, korban yang jatuh dalam peristiwa tersebut adalah 28 orang. Menurut pihak korban menyebutkan bahwa korban yang jatuh sekitar 700-an orang. Sedangkan, menurut hasil penyelidikan Komnas HAM, korban yang jatuh adalah 24 orang tewas, 54 luka berat dan ringan4. Kemudian setelah peristiwa tersebut, terjadi penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai terlibat, seperti Abdul Qodir Jaelani, Tony Ardi, Mawardi Noor dan Oesmany Al Hamidy, dll. Penangkapan dan penahanan juga menyebar ke daerah-daerah lain di luar wilayah Tanjung Priok, seperti Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Lampung dan Ujung Pandang. 2.1. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum : Menutup Peluang Kebenaran? Secara garis besar keempat surat dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum disusun secara kumulasi dan campuran (kumulasi dan subsider). Adapun pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat para terdakwa adalah ketentuan-ketentuan mengenai pertanggungjawaban komando (Pasal 42 ayat (1)) dan pertanggungjawaban individual

3 Lebih lengkap mengenai latar belakang peristiwa Tanjung Priok dapat dilihat dalam hasil investigasi yang dilakukan Kontras yang berjudul ”Sakralisasi Ideologi Memakan Korban” (Sebuah Laporan Investigasi Tanjung Priok), Kontras, April 2001 dan “Laporan Akhir Tim Pengkajian Dugaan Pelanggaran HAM Berat Soeharto Pada Kasus Tanjung Priok”, Komnas HAM, Januari-Maret 2003. 4 Progres Report #1 Pengadilan HAM Tanjung Priok, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 15 Oktober 2003, hal 4.

Page 4: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

(Pasal 37 UU No. 26 Tahun 2000), berkaitan dengan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan para terdakwa, yaitu berupa pembunuhan; percobaan pembunuhan; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasioanal; penyiksaan, dan penganiayaan. Dakwaan berupa pertanggungjawaban komando diajukan terhadap terdakwa R. Butar-Butar dan Pranowo. Sedangkan pertanggungjawaban individual diajukan terhadap terdakwa Sutrisno Mascung, dkk dan Sriyanto. Kelemahan Substansi Dakwaan Konstruksi dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan HAM Tanjung Priok pada intinya mengandung beberapa kelemahan mendasar yang pada akhirnya akan menutup peluang untuk ditemukannya kebenaran materiil dari peristiwa pelanggaran HAM berat Tanjung Priok. Terlebih lagi untuk meminta pertanggungjawaban para pihak yang diduga sebagai penanggung jawab dalam peristiwa Tanjung Priok 1984 tersebut. Pertama, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum inkonsisten dengan Hasil Penyelidikan Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa Tanjung Priok (KP3T). Inkonsistensi ini terutama menyangkut mengenai orang-orang atau para pihak yang seharusnya dapat dimintai pertanggungjawabannya dalam peristiwa Tanjung Priok 1984. Di samping para terdakwa yang diajukan ke Pengadilan, seharusnya Jaksa Penuntut Umum juga mengajukan orang-orang atau para pihak yang diduga terlibat dalam peristiwa Tanjung Priok sebagaimana direkomendasikan KP3T, yakni :

1. Jend. TNI Benny Moerdani, Panglima TNI-Pangkopkamtib; 2. Mayjend. TNI Tri Sutrisno, Pangdam V Jaya; 3. Brigjend. TNI Dr. Soemardi, Kepala RSPAD Gatot Subroto; 4. Mayor TNI Darminto, Bagpam RSPAD Gatot Soebroto; 5. Kapten Auha Kusin, BA, Rohisdam V Jaya; dan 6. Kapten Mattaoni, BA, Rohisdam V Jaya

Inkonsistensi yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum ini mengakibatkan tidak dapat diajukannya para pembuat kebijakan atau penanggung jawab komando (high command responsibility) atas terjadinya peristiwa Tanjung Priok ke Pengadilan. Sehingga para pembuat kebijakan atau penanggung jawab komando (high command responsibility) ini tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya. Kedua, dalam surat dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum mencoba mencari unsur sistematik dari peristiwa pelanggaran HAM berat Tanjung Priok dengan menguraikan rangkaian peristiwa yang terjadi di wilayah Tanjung Priok pada bulan Juli sampai dengan bulan September 1984. Menurut Jaksa Penuntut Umum, peristiwa Tanjung Priok dipicu oleh situasi politik, sosial, budaya dan agama di wilayah Tanjung Priok yang memanas sebagai akibat adanya penceramah-penceramah yang menghasut jamaahnya

Page 5: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

untuk melawan kebijakan pemerintah serta menghujat pemerintah dan aparat pemerintah. Padahal apabila dicermati secara seksama, yang menyebabkan memanasnya situasi di wilayah Tanjung Priok adalah adanya kebijakan pemerintah tentang pemberlakuan Asas Tunggal Pancasila yang ditolak oleh masyarakat dan tokoh-tokoh agama di wilayah Tanjung Priok. Secara tidak langsung, penolakan masyarakat terhadap pemberlakuan Asas Tunggal Pancasila inilah yang menyebabkan memanasnya situasi di wilayah Tanjung Priok, dan berakhir dengan terjadinya peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984. Implikasi dari pendekatan ini telah mengakibatkan pemahaman bahwa terjadinya peristiwa Tanjung Priok merupakan peristiwa yang berdiri sendiri yang diakibatkan oleh adanya penceramah-penceramah di wilayah Tanjung Priok, bukan sebagai akibat dari adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh negara atau pemerintah. Mengenai unsur meluas, dalam surat dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum hanya menunjukkkannya dengan besarnya korban yang jatuh dalam peristiwa tersebut. Padahal seharusnya Jaksa Penuntut Umum juga dapat menguraikan mengenai unsur meluas (widespread) ini melalui luasan geografis, yaitu akibat dari peristiwa Tanjung Priok juga menyebar ke wilayah-wilayah lain di luar Tanjung Priok Jakarta Utara, seperti Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Lampung dan Ujung Pandang. Dengan pendekatan demikian, surat dakwaan yang diajukan akan mengarah kepada tidak terbuktinya unsur meluas atau sistematik yang menjadi syarat bagi terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan. Jaksa dalam surat dakwaannya secara nyata menutup jangkauan kejadian pada kasus Tanjung Priok. Jaksa hanya menekankan dengan kejadian-kejadian pada saat peristiwa dan tidak bisa menunjukkan bahwa rangkaian peristiwa yang terjadi dan yang dilakukan oleh para terdakwa pasca peristiwa Tanjung Priok adalah rangkaian kegiatan yang sifatnya terpola dan sistematis5. Ketiga, penggunaan pasal-pasal KUHP. Pasal-pasal dalam KUHP yang digunakan adalah pasal-pasal yang terdapat dalam Ketentuan Umum (Buku I). Dalam surat dakwaan terhadap terdakwa Sutrisno Mascung, dkk, pasal KUHP yang digunakan dalam dakwaan kesatu dan kedua adalah Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam surat dakwaan terhadap Sriyanto, pasal-pasal KUHP yang digunakan adalah Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 53 ayat (1) KUHP. Sedangkan, dalam surat dakwaan terhadap Pranowo dalam dakwaan pertama menggunakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 KUHP, dakwaan kedua menggunakan Pasal 64 KUHP. Penggunaan pasal-pasal KUHP tersebut menunjukkan bahwa Jaksa Penuntut Umum menganggap atau mengandaikan bahwa kejahatan yang didakwakan kepada para terdakwa merupakan kejahatan biasa (konvensional), sehingga memerlukan ketentuan-

5 Progres Report #1 Pengadilan HAM TanjungPriok, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat

(Elsam), Jakarta, 15 Oktober 2003, hal 10.

Page 6: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

ketentuan yang terdapat dalam KUHP. Bukan kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes) yang memerlukan ketentuan-ketentuan yang extra-ordinary pula. Walaupun pada dasarnya Pengadilan HAM ini dilaksanakan dalam ranah pengadilan pidana. 2.2. Proses Pembuktian : Meneguhkan Ketidakmampuan Jaksa Penuntut Umum Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Di dalam pembuktian itulah ditentukan mengenai alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang, dan yang boleh dipergunakan oleh hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan sarana pertarungan antara Jaksa Penuntut Umum dengan terdakwa. Jaksa Penuntut Umum berkepentingan untuk menegaskan kesalahan yang dilakukan terdakwa. Sedangkan terdakwa berkepentingan untuk menegaskan bahwa dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum tidak benar, dan bahwa dirinya memang tidak bersalah. Oleh karena itu, pembuktian merupakan hal yang sangat menentukan dalam suatu pemeriksaan perkara di pengadilan. Namun demikian, pentingnya kedudukan pembuktian dalam proses peradilan ini sama sekali tidak terlihat secara jelas dan memadai dalam usaha (efforts) yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam proses pembuktian di Pengadilan HAM Tanjung Priok. Hal ini dapat dilihat dari indikasi-indikasi sebagai berikut : 1. Tidak adanya seleksi terhadap saksi yang dihadirkan Saksi-saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum ke persidangan seharusnya saksi-saksi yang dapat memberikan keterangan yang menguatkan dakwaan Penuntut Umum. Bukan saksi-saksi yang melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Di Pengadilan HAM Tanjung Priok, terdakwa dibagi ke dalam empat berkas perkara, dimana untuk setiap berkas memiliki dakwaan yang berbeda-beda, sesuai dengan kapasitas para terdakwa pada saat terjadinya pelanggaran HAM berat Tanjung Priok 1984. Dengan demikian, saksi-saksi yang dihadirkannya pun seharusnya sesuai pula dengan kapasitas para terdakwa. Namun demikian, hal ini tidak terjadi di Pengadilan HAM Tanjung Priok. Satu orang saksi yang diajukan untuk satu berkas, misalnya, akan diajukan lagi untuk berkas yang lainnya, tanpa melihat relevansi dan kepentingan untuk menghadirkan saksi tersebut dalam suatu berkas perkara. Padahal keterangan saksi tersebut sebenarnya tidak sesuai atau tidak relevan dengan dakwaan yang diajukan kepada terdakwa. Akibatnya, pemeriksaan saksi yang seharusnya ditujukan untuk membuktikan surat dakwaan menjadi tidak tercapai, bahkan tidak jarang kehadiran saksi tersebut malah menguntungkan terdakwa.

Page 7: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

2. Revisi (perbaikan) keterangan oleh para saksi Sebagaimana telah dipaparkan di atas, seharusnya saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah saksi yang dapat memberikan keterangan yang pada akhirnya dapat digunakan JPU untuk membuktikan dakwaannya. Dengan kata lain, seharusnya saksi yang dihadirkan JPU adalah merupakan saksi yang memberatkan (a de charge). Saksi-saksi tersebut dengan berdasarkan keterangan mereka dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) akan menunjukkan fakta-fakta dan keterangan untuk mendukung surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Namun demikian, ternyata, hampir semua saksi yang dihadirkan JPU ke persidangan malah memberikan keterangan yang meringankan para terdakwa. Sehingga secara substansial saksi-saksi yang dihadirkan JPU tersebut tidak dapat memberikan keterangan yang diharapkan untuk membuktikan dakwaan JPU. Kenyataan ini diperparah lagi dengan banyaknya saksi yang dihadirkan JPU (terutama yang pro-ishlah) yang melakukan perbaikan atau merevisi atas keterangan yang telah diberikannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)6. Alasan para saksi melakukan koreksi (revisi) atau “perbaikan” keterangan tersebut disebabkan karena pada saat diperiksa oleh Kejaksaan Agung para saksi tersebut belum melakukan ishlah dan masih dendam terhadap tentara, sehingga pada waktu memberikan keterangan, saksi sengaja merekayasa keterangannya. Bahkan, selain melakukan revisi atau perbaikan keterangan yang dilakukan para saksi, ada salah satu saksi yang secara terang-terangan menyebutkan bahwa saksi tersebut mencabut seluruh keterangan yang telah diberikannya di Kejaksaan Agung. Saksi tersebut dengan mengatakan bahwa sehubungan dengan adanya amanat yang diberikan ibundanya yang sedang sakit, sehingga dengan segala kejujurannya saksi tersebut berniat “untuk memaafkan dan mencabut keterangan sebagaimana yang telah disampaikannya dalam Berita Acara Pemeriksaan”. Namun demikian, maraknya fenomena perbaikan atau revisi keterangan yang dilakukan saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum tersebut, tampaknya tidak menjadikan Jaksa Penuntut Umum sebagai pihak yang dirugikan. Jaksa Penuntut Umum sama sekali tidak memperdulikan keadaan itu. Hal ini terbukti dengan dipanggilnya saksi yang telah memperbaiki atau merevisi keterangannya untuk perkara-perkara yang lainnya. Jaksa Penuntut Umum tidak merasakan ada sesuatu yang ganjil atau aneh dengan banyaknya saksi yang melakukan perbaikan keterangan

6 Seperti dapat dilihat dari keterangan Yusron Zainuri ketika memberikan keterangannya dalam perkara Sutrisno Mascung, dkk, pada 8 Desember 2003 yang sangat kontroversial dengan keterangannya ketika menjadi saksi dalam perkara Sriyanto, pada 15 Januari 2004. Ketika dalam perkara Sutrisno Mascung, dkk, Yusron Zainuri secara gamblang menceritakan penganiayaan dan penyiksaan yang dialaminya. Namun, keterangan yang berbeda diberikannya dalam perkara Sriyanto. Bahkan, pada awal pemeriksaannya, Yusron Zainuri sempat menyatakan rasa terima kasihnya yang besar atas bantuan yang diberikan Sriyanto kepada ibunya. Peristiwa yang sama juga dapat dilihat dari keterangan Ahmad Sahi pada waktu menjadi saksi dalam perkara Sutrisno Mascung, dkk pada tanggal 27 Oktober 2003 dan dalam perkara Sriyanto 15 Januari 2004, dimana dalam kedua perkara tersebut secara terus terang Ahmad Sahi melakukan perbaikan atau revisi terhadap keterangan yang telah diberikan sebelumnya, dalam penyidikan.

Page 8: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

tersebut. Jaksa Penuntut Umum seolah-olah merasa bebannya sudah terlepaskan ketika saksi datang, apakah itu saksi korban atau bukan. Dengan kata lain “yang penting saksi datang”. 3. Terdakwa yang menjadi saksi dalam perkara lain Di samping kedua hal tersebut di atas, inkompetensi Jaksa Penuntut Umum juga ditunjukkan dengan dipanggilnya saksi-saksi yang merupakan terdakwa dalam berkas lainnya. Artinya, seorang terdakwa dalam berkas yang lain, dipanggil Jaksa Penuntut Umum untuk menjadi saksi dalam berkas perkara lainnya. Padahal, secara personal dan organisasional, di antara para terdakwa ini saling memiliki hubungan yang erat dan satu sama lain tak terpisahkan. Adanya praktek semacam ini akan menjadikan saksi-saksi diragukan keterangannya. Hal ini disebabkan, karena sebagai terdakwa dalam perkara lain, saksi ini memiliki hak ingkar terhadap pernyataan-pernyataan atau pertanyaan yang dapat merugikan dirinya. Sedangkan pada sisi lain, saksi ini diperiksa sebagai saksi yang disumpah dan berkewajiban memberikan keterangan yang benar terhadap peristiwa yang dialaminya, dimana dalam kesempatan lain peristiwa inilah yang menyeretnya ke pengadilan. Pemeriksaan saksi-saksi yang juga merupakan terdakwa lainnya ini dapat dilihat dalam konteks pelanggaran atas asas non self incrimination sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 angka 3 huruf g International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik) yang menyatakan bahwa dalam menentukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya, setiap orang berhak atas jaminan-jaminan minimal di antaranya untuk tidak dipaksa memberikan keterangan yang memberatkan dirinya atau dipaksa mengaku bersalah. 4. Lemahnya eksplorasi dalam pemeriksaan saksi Secara umum, proses pembuktian diarahkan untuk membuktikan dakwaan Jaksa terhadap para terdakwa. Para terdakwa didakwa dalam konteks kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang. Dalam konteks ini, sangat penting untuk menemukan atau menguraikan element of crimes dari tiap dakwaan. Selain itu, terdapat juga beberapa terdakwa yang didakwa dengan melakukan pembiaran (omission) dalam kapasitasnya sebagai komandan yang melakukan pembiaran terhadap bawahannya yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan atau dengan kata lain para terdakwa ini dijerat dengan pasal tentang tanggung jawab komando (command responsibility). Hal-hal tersebut di atas itulah yang pada akhirnya akan dibuktikan di pengadilan, terutama oleh Jaksa Penuntut Umum dan hakim. Namun, selama proses pembuktian, upaya untuk membuktikan elements of crimes ini tidak begitu kentara secara gigih dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hal ini tampak dengan adanya pemanggilan

Page 9: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

saksi yang sebenarnya relevan untuk membuktikan elements of crimes, ternyata pada waktu saksi tersebut dipanggil, saksi tersebut dipanggil “hanya” untuk membuktikan persoalan yang sama sekali tidak berkaitan dengan pokok perkara ataupun elements of crimes dari kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum terhadap para terdakwa7. Terhadap unsur meluas, eksplorasi atas unsur meluas atau sistematik tidak dieksplorasi secara memadai. Unsur meluas lebih banyak ditunjukkan dengan jumlah korban yang jatuh baik korban pembunuhan, penganiayaan, penyiksaan dan perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang. Uraian dalam subtansi dakwaan menunjukkan bahwa dalam surat dakwaan sendiri massivitas jumlah korban menjadi faktor kuat untuk membuktikan unsur meluas. Sedangkan unsur sistematik tidak dapat diuraikan secara jelas dan lengkap yang Sedangkan unsur sistematik tidak dapat diuraikan secara jelas dan lengkap. Eksplorasi terhadap unsur ini hanya terbatas pada keadaan-keadaan yang terjadi atau situasi sosial politik di wilayah Kodim 0502 Jakarta Utara sebelum peristiwa Tanjung Priok 1984. Peristiwa yang terjadi tidak dikaitkan dengan adanya pola kebijakan pemberlakuan Asas Tunggal Pancasila dan kondisi sosial politik Indonesia pada tahun 1980-an, sehingga tidak terlihat secara jelas bagaimana pola pengamanan kebijakan pemerintah tersebut dengan adanya peristiwa Tanjung Priok. Terhadap unsur tanggung jawab komando, posisi para terdakwa baik sebagai komandan pasukan yang melakukan pengendalian maupun pasukan lapangan yang berada di bawah kontrol komandannya masih menjadi fokus perhatian dari Jaksa Penuntut Umum. Pasukan Yon Arhanudse 06 menjadi titik sentral dari upaya untuk mencari siapa yang harus bertanggung jawab atas pasukan ini, dan dalam proses pemeriksaan masih menjadi perdebatan tentang posisi pasukan ini apakah sudah di BKO-kan ke Polres yang otomatis menjadi tanggung jawab Polres Jakarta Utara atau masih merupakan pasukan di bawah pengendalian Kodim. Tentang apakah komandan tersebut telah melakukan tugasnya dengan efektif atau tidak, tidak cukup dieksplorasi oleh Jaksa Penuntut Umum.

7 Seperti pemanggilan Try Sutrisno yang diperiksa untuk mengetahui latar belakang

dilaksanakannya ishlah antara TNI dengan korban, dan pemanggilan Tommy Soeharto yang diperiksa untuk mengetahui bantuan keuangan dari Tommy terhadap korban Tanjung Priok.

Page 10: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

BAB III

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum : Upaya Memutus Kebijakan Negara

3.1. Tentang Kejahatan terhadap Kemanusiaan Secara umum, tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum telah berhasil menunjukkan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh para terdakwa. Hal ini dapat dilihat dengan telah terjadinya perbuatan-perbuatan sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum berupa : pembunuhan, percobaan pembunuhan, penyiksaan, dan penganiayaan yang dilakukan oleh para terdakwa. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa perbuatan-perbuatan yang dilakukan para terdakwa tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan terhadap penduduk sipil. Akibatnya, jumlah korban yang jatuh dari penduduk sipil tersebut begitu banyak dan massive, antara lain telah menimbulkan 23 orang meninggal dunia dan 64 orang luka-luka. Namun demikian, keberhasilan Jaksa Penuntut Umum ini diikuti oleh kegagalan Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa “perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional”. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan analisa yuridis yang dilakukan terhadap fakta-fakta hukum tersebut, ternyata penahanan yang dilakukan oleh aparat keamanan pada waktu itu telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena telah dilengkapi dengan surat perintah penahanan, baik dari kepolisian maupun dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Serta penahanan tersebut dilakukan dalam proses penyelidikan oleh pihak yang berwenang. Pernyataan Jaksa Penuntut Umum ini sangat berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh saksi-saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya. Para saksi ini menyatakan bahwa penangkapan dan penahanan terhadap mereka tidak disertai dengan surat perintah penangkapan, dan tanpa adanya pemberitahuan kepada keluarganya. Surat pemberitahuan baru diberikan setelah mereka ditahan beberapa hari di tahanan.

Page 11: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Kegagalan Jaksa Penuntut Umum ini masih berlanjut dengan diputusnya unsur kebijakan negara dalam peristiwa Tanjung Priok. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa peristiwa Tanjung Priok dilatarbelakangi oleh penolakan-penolakan warga Kelurahan Koja Kecamatan Tanjung Priok terhadap kebijakan negara yang memberlakukan Asas Tunggal Pancasila, Keluarga Berencana dan Larangan Memakai Jilbab di Sekolah-sekolah8. Serta yang menjadi penyebab insiden 12 September 1984 adalah “gerakan serombongan massa yang ingin membebaskan rekannya yang ditahan oleh Kodim 0502 Jakarta Utara, dimana dalam perjalanannya, rombongan massa meneriakkan yel-yel “Allohu Akbar-Allohu Akbar” yang menyebabkan diterjunkannya Regu III Yon Arhanudse 06 Tanjung Priok Jakarta Utara untuk menghadang dan menghentikan laju rombongan massa9. 3.2. Tentang Pelaku Kejahatan terhadap Kemanusiaan Selanjutnya, setelah membuktikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana yang didakwakan, Jaksa Penuntut Umum menetapkan pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi dalam peristiwa Tanjung Priok tersebut. Menurut Jaksa Penuntut Umum, pihak-pihak yang harus bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan dalam peristiwa Tanjung Priok adalah “para terdakwa (yang) saat melakukan perbuatan maupun memberikan keterangan di muka persidangan berada dalam kondisi sehat jasmani dan rohani serta tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf sehingga (para) terdakwa dipandang mampu bertanggung jawab atas seluruh perbuatan pidana yang telah dilakukannya”. Di samping itu, Jaksa Penuntut Umum juga membagi dua jenis pertanggungjawaban yang harus dibebankan kepada para pelaku. Pertanggungjawaban tersebut meliputi :

1. Terdakwa yang bertindak sebagai pemimpin atau komandan yang mengambil kebijakan atau keputusan serta selalu memberi perintah kepada bawahan atau anak buahnya.

2. Terdakwa yang menjadi pihak yang selalu diperintah. Terdakwa yang masuk ke dalam Kategori Pertama adalah R. Butar-Butar, Pranowo, Sriyanto dan Sutrisno Mascung. Sedangkan yang masuk Kategori Kedua adalah 10 orang anggota Regu III Yon Arhanudse 06. Namun, apabila diperhatikan secara cermat dan teliti, dari fakta yang terungkap di persidangan, tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa Tanjung Priok tersebut tidak dapat terlepas dari keterlibatan pejabat-pejabat Indonesia pada waktu itu, khususnya pejabat militer Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari fakta-fakta sebagai berikut10 :

8 Tuntutan No. 04/Pid.HAM /Ad Hoc/2003 a.n. Terdakwa Sriyanto, 8 Juli 2004, hal. 111 para. 4. 9 Tuntutan No. 01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 a.n. Terdakwa Sutrisno Mascung, dkk, 9 Juli 2004, hal.

152 para. 4. 10 Ibid. Hal. 155 para. 3, 4 dan 5.

Page 12: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

1. Selang 30 menit setelah penembakan yang dilakukan para terdakwa kemudian datang regu lainnya yang dipimpin oleh Letda Syahrudin yang bertugas mengangkut para korban atau mayat ke dalam truk serta adanya pembersihan lokasi oleh petugas pemadam kebakaran.

2. Terdapat keterangan terdakwa, yaitu terdakwa Sofyan Hadi yang menerangkan bahwa dirinya disalami oleh LB Moerdani dan Try Sutrisno pada pukul 01.00 WIB (malam pada saat kejadian).

3. Begitu rapi dan cepatnya pelaksanaan penembakan yang berlangsung, diikuti dengan pembersihan lokasi penembakan dengan melibatkan pemadam kebakaran, terlebih dengan adanya ucapan selamat dari para petinggi atau atasan para terdakwa, amat mustahil apabila (penembakan tersebut) tidak ada perencanaan.

Dengan demikian, dari fakta tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat jelas keterlibatan pejabat pemerintah Indonesia, khususnya aparat militer Indonesia yang berkuasa saat itu. Tentang Tanggung Jawab Komando Delik tanggung komando ini diajukan terhadap dua orang terdakwa, yaitu R. Butar-Butar dan Pranowo. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa terdakwa tidak melakukan pengendalian secara patut terhadap pasukan di bawah pengendaliannya yang efektif atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif, yaitu terdakwa mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukannya sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran HAM yang berat11. Selanjutnya apabila dicermati dengan teliti, delik tanggung jawab komando yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum tersebut memiliki karakteristik khusus dibanding dakwaan lainnya, yaitu adanya hubungan atasan bawahan dari anak buah terdakwa yang terbukti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan12. Oleh karena itu, konstruksi pembuktian yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum pun adalah dengan

11 Delik tanggung jawab komando yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum ini didasarkan pada ketentuan Pasal 42 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 yang berbunyi, “Komando militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komando militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada dalam yuridiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu : a). Komando militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, dan b). Komando militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan”..

12 Bandingkan dengan Pengadilan HAM Timor-Timur yang memiliki karakteristik yang lain, yaitu mengenai anak buah terdakwa (dari militer dan anggota polisi) yang tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM yang berat tetapi tidak melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran HAM yang berat tersebut.. Lihat “Final Assessment PN HAM Tim-tim”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), 15 September 2003.

Page 13: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

berusaha membuktikan bahwa memang ada bawahan terdakwa yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, sehingga terhadap terdakwa ini dapat dimintai pertanggungjawabannya13. Berbeda halnya dakwaan terhadap R. Butar-Butar dan Pranowo, yang didakwa dengan tanggung jawab komando, Jaksa Penuntut Umum membuat konstruksi dakwaan yang lain untuk terdakwa Sriyanto. Jaksa Penuntut Umum sepertinya mengesampingkan, atau dapat dikatakan tidak mempertimbangkan posisi dan kedudukan Sriyanto sebagai seorang anggota TNI yang menduduki jabatan yang cukup penting dalam satuan militer, yaitu sebagai seorang Kasi II Ops Kodim 0502 Jakarta Utara. Sehingga dakwaan yang diajukan kepada Sriyanto hanyalah sebagai pelaku yang turut melakukan (medepleger) perbuatan kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan sebagai komandan yang tidak melakukan pengendalian secara patut terhadap pasukan di bawah pengendaliannya yang efektif atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif, yaitu terdakwa mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu itu seharusnya mengetahui bahwa pasukannya sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran HAM yang berat. Padahal, dari dakwaan yang dikonstruksi Jaksa Penuntut Umum dan dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dapat diketahui bahwa secara de jure dan de facto, Sriyanto dalam kedudukan sebagai Kasi II Ops Kodim 0502 memiliki kewenangan yang penuh terhadap anggota Regu III Yon Arhanudse 06 Jakarta Utara. Hal ini dapat diketahui dari fakta-fakta sebagai berikut14 :

1. Terdakwa Sriyanto mendapat perintah langsung dari Dandim R. Butar-Butar untuk melakukan koordinasi dengan Yon Arhanudse 06 Jakarta Utara;

2. Terdakwa Sriyanto mendapat perintah langsung dari Dandim R. Butar-Butar untuk mengatur dan membagi pasukan menjadi 3 regu.

Dari fakta tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Sriyanto sebagai Kasi II Ops Kodim 0502 Jakarta Utara memiliki mandat dari atasannya untuk melaksanakan tugas sebagaimana diperintahkan. Dengan demikian, secara de jure segala keputusan dan

13 Untuk membuktikan mengenai hal ini, biasanya yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum adalahd

engan mencari keterangan dari saksi-saksi yang dihadirkan. Namun demikian, seringkali jaksa Penuntut Umum juga tidak dapat menemukan pelaku langsungnya (field perpetrators). Kesulitan untuk menemukan pelaku langsung tersebut disebabkan karena Jaksa Penuntut Umum tidak berhasil menemukan saksi-saksi atau keterangan yang dapat memberikan penjelasan mengenai pelaku langsung ini. Hal ini tampak jelas dalam tuntutan Pranowo, dimana Jaksa Penuntut Umum sama sekali tidak dapat mengetahui atau menemukan pelaku penyiksaan terhadap warga masyarakat yang ditahan di POM V Jaya maupun RTM Cimanggis. Sedangkan dalam perkara R. Butar-Butar mengenai hal ini relatif mudah dapat dilakukan, Karena Jaksa Penuntut Umum dapat langsung mengorek keterangan dari bawahan langsung terdakwa, yang sama-sama dijadikan sebagai terdakwa di pengadilan.

14 Lihat Surat Dakwaan No. Reg. Perkara 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 a.n. Sriyanto, hal. 5 dan hal. 11; Surat Dakwaan No. Reg. Perkara 02/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 a.n. R. Butar-Butar, hal. 5 dan hal. 12; Surat Dakwaan No. Reg. Perkara 03/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 a.n. Pranowo, hal. 5; dan Surat Dakwaan No. Reg. Perkara 01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 a.n. Sutrisno Mascung, dkk, hal. 7 dan hal. 13. Bandingkan juga dengan pokok-pokok keterangan saksi R. Butar-Butar hal. 60 para. 3 dan 5 dan keterangan saksi Sriyanto hal. 58 para. 3 dan 4, sebagaimana dikutip dalam putusan Sutrisno Mascung, dkk, 20 Agustus 2004.

Page 14: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

kebijakan yang diambil oleh Sriyanto selaku Kasi II Ops pun, dapat dikatakan sah secara hukum. Di samping itu, secara de facto posisi dan kedudukan Sriyanto juga sebenarnya tidak dapat dikatakan “hanya” sebagai orang yang turut melakukan (medepleger). Melainkan sebagai seorang komandan efektif yang bertanggung jawab untuk mengendalikan seluruh pasukan yang berada di bawah tanggung jawab dan kekuasaannya. Hal ini dapat diketahui dari fakta-fakta, antara lain :

1. Setelah mendapat mendapat perintah langsung dari Dandim R. Butar-Butar, kemudian Sriyanto melakukan koordinasi dengan Yon Arhanudse 06 Jakarta Utara.

2. Setelah pasukan BKO dari Yon Arhanudse 06 sampai di Makodim, kemudian Sriyanto memberikan pengarahan sesuai protap kepada pasukan tersebut, yaitu beri tembakan 3x ke atas, 3x ke bawah/tanah, apabila massa tidak dapat dikendalikan tembak kakinya untuk dilumpuhkan.

3. Selanjutnya Sriyanto membagi pasukan menjadi 3 regu. 4. Ketika pasukan yang dipimpin Sriyanto berpapasan dengan iring-iringan massa

yang hendak menuju Makodim 0502 Jakarta Utara, Sriyanto memerintahkan agar truk reo yang ditumpanginya bersama pasukannya berhenti di pinggir jalan.

5. Ketika pasukannya melakukan penembakan terhadap massa, Sriyanto memerintahkan kepada pasukannya untuk menghentikan tembakannya. Karena perintah Sriyanto tersebut, maka pasukannya pun menghentikan penembakan ke arah massa.

Dengan demikian, dari fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang Kasi II Ops Kodim 0502 Jakarta Utara, Kapten Inf. Sriyanto yang bertugas untuk mem-BKO-kan pasukan Yon Arhanudse 06 ke Polres Jakarta Utara, ternyata memiliki kekuasaan dan kewenangan yang efektif terhadap bawahannya. Oleh karena itu, tidak masuk akal apabila Jaksa Penuntut Umum mendudukkan atau menjadikan Kapten Inf. Sriyanto “hanya” sebagai orang yang turut serta melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, mengingat kedudukan dan peranannya yang sangat penting pada saat terjadinya peristiwa Tanjung Priok 1984 sebagaimana fakta-fakta yang dipaparkan di atas. Tentang Tuntutan Pemidanaan Dalam tuntutannya Jaksa Penuntut Umum menuntut para terdakwa dengan pidana penjara antara 5 sampai dengan 10 tahun. Dengan kata lain, tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum ini merupakan tuntutan yang minimalis. Tuntutan pidana minimalis ini, terutama untuk Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Pranowo yang tuntutannya 5 tahun penjara, menunjukkan bahwa Jaksa Penuntut Umum sama sekali tidak memiliki keyakinan yang cukup atas tuntutannya dan tidak adanya kesungguhan Jaksa Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya15.

15 Lebih jauh mengenai indikator ketidaksungguhan Jaksa Penuntut Umum dalam melaksanakan

tugas di Pengadilan HAM (Timor-Timur), dapat dilihat dalam “Dimaksudkan Supaya Gagal : Proses

Page 15: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

BAB IV

Putusan Pengadilan : Ambigue dan Menyesatkan

4.1. Tentang Kejahatan terhadap Kemanusiaan Dari empat berkas perkara yang diajukan ke Pengadilan HAM Tanjung Priok, pengadilan telah menghasilkan dua jenis putusan yang satu sama lain saling bertentangan. Pertama, putusan yang menyatakan bahwa dalam peristiwa Tanjung Priok telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, percobaan pembunuhan dan penyiksaan sebagaimana yang didakwaan Jaksa Penuntut Umum16. Kedua, putusan pengadilan yang menyatakan bahwa dalam peristiwa Tanjung Priok tidak terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan17. Dalam putusan pertama, Majelis Hakim menyatakan bahwa unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Menurut Majelis Hakim, unsur-unsur yang terbukti dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dalam peristiwa Tanjung Priok adalah : adanya serangan, ditujukan terhadap penduduk sipil, serangan yang meluas atau sistematik. Sedangkan dalam putusan model kedua, unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi. Mengenai unsur meluas atau sistematik ini, Majelis Hakim menyatakan bahwa fakta yang diungkapkan Jaksa Penuntut Umum yang didasarkan pada bukti-bukti yang ditemukan di persidangan, bukan merupakan bukti adanya serangan sistematik atau meluas sifatnya yang merupakan unsur dari kejahatan kemanusiaan18. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa fakta yang dikemukakan oleh Jaksa Penuntut Umum atas peristiwa tanggal 12 September 1984 yang terjadi di Jalan Yos Soedarso, Tanjung Priok lebih menunjukkan bukti terjadi bentrokan seketika atau spontan antara aparat dan massa (bandingkan dengan tuntutan JPU)19. Dengan demikian, bentrokan yang terjadi secara spontan atau seketika bukan merupakan delik adanya kejahatan kemanusiaan atau ciri terjadinya pelanggaran HAM yang berat karena bentrokan seketika atau spontan merupakan ciri yang biasa yang terjadi di dalam kejahatan pada umumnya20.

Persidangan pada Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc di Jakarta”, yang ditulis oleh Prof. David Cohen dan disunting oleh ICTJ, Juli 2004, hal. 44-48.

16 Yaitu dalam Putusan atas nama terdakwa R. Butar-Butar, 30 April 2004 dan Putusan atas nama terdakwa Sutrisno Mascung, dkk, 20 Agustus 2004.

17 Yaitu dalam Putusan atas nama terdakwa Sriyanto, 8 Juli 2004 dan Putusan atas nama terdakwa Pranowo, 10 Agustus 2004.

18 Putusan Sriyanto, tanggal 8 Juli 2004, hal. 34 (transkrip). 19 Ibid. Hal. 33. 20 Ibid. Hal. 34.

Page 16: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Dalam putusan model kedua ini, Majelis Hakim menyatakan bahwa suatu serangan dapat dikatakan bersifat meluas atau sistematik apabila serangan tersebut dilakukan atas dasar rencana yang telah matang dipikirkan, merupakan operasi yang dipersiapkan dan direncanakan untuk membunuh penduduk sipil sehingga terjadi pembunuhan (sebagai salah satu bentuk dari kejahatan terhadap kemanusiaan - Pen) akibat kegiatan operasi yang telah direncanakan sebelumnya tersebut. Bukan merupakan bentrok sipil yang terjadi seketika21. Munculnya dua jenis putusan dalam Pengadilan HAM Tanjung Priok tersebut sangat mengherankan dan membingungkan. Bagaimana mungkin, dalam suatu peristiwa yang tempat dan waktu kejadiannya (locus dan tempus delicti) sama, dapat menghasilkan dua putusan yang berbeda. Padahal apabila diperhatikan secara teliti dan seksama, semua alat bukti, terutama keterangan saksi-saksi korban22 yang dihadirkan ke persidangan hampir semuanya sama. Semua saksi-saksi yang dihadirkan ke pengadilan menyatakan bahwa mereka telah menyaksikan, mengalami dan mendengar kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan para terdakwa terhadap saksi-saksi23. 4.2. Tentang Pelaku Kejahatan terhadap Kemanusiaan Dalam putusan model pertama, yang menjadi pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan adalah Sutrisno Mascung, dkk selaku anggota Regu III Yon Arhanudse 06 Jakarta Utara dan R. Butar-Butar selaku Dandim 0502 Jakarta Utara. Menurut Majelis Hakim, para terdakwa ini telah terbukti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Terhadap pelaku dari anggota Regu III Yon Arhanudse 06, Majelis Hakim menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan para Terdakwa telah melampaui kewenangan yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, segala tindakan yang dilakukan para Terdakwa menjadi tanggung jawabnya24. Selanjutnya terhadap terdakwa R. Butar-Butar, Majelis Hakim menyatakan bahwa R. Butar-Butar selaku Dandim 0502 Jakarta Utara tidak melakukan tindakan yang layak yang diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaan untuk mencegah atau menghentikan perbuatan (kejahatan terhadap kemanusiaan) atau

21 Pernyataan Majelis Hakim ini dipaparkan untuk mematahkan keyakinan Jaksa Penuntut Umum

yang menyatakan bahwa unsur meluas atau sistematik dalam perkara ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan.

22 Dalam putusan terhadap Adam Damiri dalam Pengadilan HAM Timor-Timur, Hakim lebih mempercayai saksi korban daripada saksi aparat. Bandingkan pula dengan putusan Sriyanto yang lebih mempercayai saksi aparat/pelaku daripada saksi korban (terutama untuk fakta hukum).

23 Walaupun ada penyangkalan dari saksi-saksi yang melakukan pencabutan (perbaikan) keterangan di persidangan. Namun, apabila diperhatikan dan dikomparasikan dengan pengertian jenis-jenis tindak pidana yang diatur dalam Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 maupun konvensi-konvensi internasional yang berkaitan dengan hal tersebut, apa yang disampaikan para saksi yang melakukan pencabutan (perbaikan) keterangan tersebut masih termasuk atau dalam kualifikasi tindak pidana-tindak pidana yang diatur dalam Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000. Untuk lengkapnya mengenai masalah pencabutan (perbaikan) keterangan ini, lihat Progress Report # 4 Pengadilan HAM Tanjung Priok, 12 Maret 2004.

24 Putusan No. 01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sutrisno Mascung, dkk, 20 Agustus 2004, hal. 140 para. 1.

Page 17: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan25. Sedangkan dalam putusan model kedua, Majelis Hakim menyatakan bahwa karena kejahatan terhadap kemanusiaan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan26, maka para terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Dengan kata lain, dalam putusan model kedua ini, tidak terdapat pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum27.

Tabel 1 Perbandingan Tuntutan Pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Putusan Majelis Hakim

No Berkas Perkara Tuntutan JPU

Putusan Majelis Hakim

1. R. Butar-Butar 10 tahun

10 tahun

1. Cicut Sutiyarso, S.H. 2. Ridwan Mansur, S.H. 3. Komariah Emong Sapardjaya, S.H. 4. Winarno Yudho, S.H. 5. Kabul Supriyadi, S.H.

2. Pranowo 5 tahun

Bebas

1. Andriyani Nurdin, S.H. 2. Kalelong Bukit, S.H. 3. Abdurahman, S.H. 4. Rudi M Rizki, S.H. 5. Soenaryo, S.H.

25 Putusan No. 03/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama R. Butar-Butar, 30 April 2004,

hal. 55 (transkrip). 26 Dalam Putusan No. 02/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Pranowo, Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa bukanlah perbuatan dalam konteks pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 (terutama Pasal 9 huruf f). Sedangkan dalam Putusan No. 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sriyanto, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat baik yang didakwakan dalam dakwaan kesatu maupun dalam dakwaan kedua primair serta dalam dakwaan subsidair.

27 Bahkan dalam putusan model kedua ini, Majelis Hakim menyatakan bahwa Majelis Hakim sangat menyadari dengan sepenuhnya peranan dan fungsi peradilan bukan hanya sekedar bertugas menghukum orang-orang yang terbukti melakukan tindak pidana akan tetapi juga harus berdiri tegak pula mengayomi dan memulihkan nama baik serta martabat orang-orang yang dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana terdakwa tersebut”. Lihat Putusan No. 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sriyanto, hal. 52 (transkrip) .

Page 18: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

3. Sriyanto 10 tahun

Bebas

1. Herman H. Hutapea, S.H. 2. Amril, S.H. 3. Rachmat Syafei, S.H. 4. Amiruddin Abudaera, S.H. 5. Rudi M Rizki, S.H.

4. Sutrisno Mascung,

dkk28 10 tahun

Sutrisno Mascung 3 tahun dan anggota lainnya 2 tahun

1. Andi Samsan Nganro, S.H. 2. Binsar Gultom, S.H. 3. Sulaeman Hamid, S.H. 4. Amirudin Abudaera, S.H. 5. Heru Sutanto, S.H.

4.3. Tentang Tanggung Jawab Komando Di Pengadilan HAM Tanjung Priok, terdakwa yang didakwa dengan delik tanggung jawab komando ada dua terdakwa, yaitu R. Butar-Butar dan Pranowo. Namun, yang diputus bersalah hanya satu orang, yaitu R. Butar-Butar. Sedangkan terdakwa Pranowo tidak terbukti melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, sehingga terhadapnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban komando. Sedangkan dalam dua perkara lainnya, yaitu perkara Sriyanto dan Sutrisno Mascung, dkk, didakwa dengan delik tanggung jawab individual. Dalam putusan terhadap R. Butar-Butar, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa selaku Komandan Kodim 0502 Jakarta Utara “tidak melakukan tindakan yang patut, baik dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan (kejahatan terhadap kemanusiaan) tersebut ataupun menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Hal ini dapat diketahui dari fakta-fakta di persidangan, yaitu 29:

1. Perintah yang disampaikan oleh terdakwa tidak dipatuhi oleh pasukan Regu III. Sesuai keterangan saksi Husain Safe, tidak ada tembakan peringatan saat itu. Soetrisno Mascung sebagai Komandan Regu III yang semestinya mempunyai kewenangan untuk memberi dan memerintahkan tembakan peringatan justru

28 Dalam putusan ini terdapat dissenting opinion dari dua orang hakim anggota, yaitu Amirudin Abudaera, S.H. dan Heru Sutanto, S.H., yang menganggap bahwa perbuatan dari para terdakwa tidak terbukti memenuhi rumusan kejahatan terhadap kemanusiaan, sehingga para terdakwa harus dibebaskan (vrijspraak).

29 Putusan No. 03/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama R. Butar-Butar, 30 April 2004 hal. 50 (transkrip).

Page 19: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

tidak menembakkan senjatanya barang sekalipun mengingat peluru Soetrisno Mascung masih utuh.

2. Terdakwa sebagai Dandim dan Dansatpamwil, Dansubkopas mempunyai kewenangan mengawasi Kodim yang berada di bawah kendalinya yang efektif, terutama intel-nya yang mempunyai fungsi untuk mengetahui secara rinci potensi akan terjadi peristiwa yang mampu melakukan prediksi tentang kemungkinan terjadi peristiwa kekerasan.

Namun demikian, pertimbangan Majelis Hakim yang menangani perkara R. Butar-Butar tersebut akan menjadi rancu, apabila disandingkan dengan putusan dalam perkara Sutrisno Mascung, dkk dan putusan Sriyanto. Kerancuan ini muncul sebagai akibat dari “kesimpulan” Majelis Hakim yang sama sekali tidak mempertimbangkan posisi dan kedudukan Sriyanto sebagai seorang komandan30. Melainkan hanya sebagai seorang “perwira penghubung” yang memiliki “tugas yang berbeda”. Dalam peristiwa Tanjung Priok 1984, R. Butar-Butar selaku seorang Dandim tidak langsung memberikan perintah kepada pasukan lapangan, dalam hal ini Sutrisno Mascung, dkk, tetapi melalui seorang komandan lapangan. Hal ini disebabkan karena rentang komando antara R. Butar-Butar selaku Dandim dan Sutrisno Mascung, dkk selaku bawahan sangat jauh. Sehingga untuk menginisiasikan rentang komando yang sangat jauh tersebut diperlukan seorang perwira penghubung (yang secara de facto posisi ini dipegang Sriyanto sebagai komandan lapangan) yang dapat mengkomunikasikan perintah-perintah R. Butar-Butar selaku Dandim dengan Sutrisno Mascung selaku bawahan (pasukan lapangan). Perwira penghubung (komandan lapangan) ini bertugas untuk mengantarkan pasukan lapangan dan menjadi penghubung dalam menyampaikan perintah-perintah R. Butar-Butar selaku Dandim. Dan yang menjadi perwira penghubung antara Dandim dengan pasukan lapangan dalam hal ini adalah Kasi Ops II Kodim 0502 Jakarta Utara, Kapten Sriyanto. Selanjutnya, apabila diperhatikan secara seksama dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, ternyata kedudukan Sriyanto selaku Ops II Kodim 0502 Jakarta Utara dan sekaligus komandan lapangan (komandan penghubung) sangat efektif dibandingkan dengan kedudukan R. Butar-Butar selaku Dandim. Hal ini dapat dilihat dari fakta-fakta sebagai berikut :

a. Sriyanto mempunyai tugas yang berbeda dengan pasukan Regu III yang dipimpin Danru Soetrisno Mascung, yaitu mengatur pasukan Regu III dan sebagai pengantar pasukan, maka fungsi terdakwa adalah sebagai perwira penghubung. Namun, Kapten Sriyanto telah memperhitungkan target untuk

30 Walaupun hal ini bukan merupakan kesalahan murni dan berdiri sendiri dari Majelis Hakim.

Melainkan juga sedari awal sudah merupakan kesalahan Jaksa Penuntut Umum yang tidak mendudukan Sriyanto sebagai seorang komandan pasukan.

Page 20: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

menghadang kelompok massa yang berkumpul di sekitar Jalan Sindang yang akan menuju Mapolres dan Makodim31.

b. Di samping itu, tugas Sriyanto adalah berkoordinasi dengan pimpinan massa untuk dapat dibawa dan berdialog dengan Dandim.

c. Sriyanto sebagai seorang perwira penghubung memiliki kewenangan untuk membagi pasukan menjadi tiga regu. Regu I akan tetap berada di Kodim untuk membantu pengamanan Makodim, Regu II mengamankan Pertamina Plumpang, Regu III membantu untuk mengamankan Mapolres. Dan yang akan mengantarkan pasukan Regu III adalah terdakwa Sriyanto sendiri32.

d. Perintah dan penjelasan Sriyanto sebagai perwira penghubung dipatuhi secara efektif oleh anggota Regu III Yon Arhanudse 06. Hal ini dapat diketahui dari fakta sebagai berikut :

Menurut keterangan Terdakwa (Sriyanto) dan saksi-saksi, antara lain anggota

Regu III, Soetrisno Mascung dan kawan-kawan setelah Terdakwa memberikan penjelasan ada salah satu anggota yang menanyakan bagaimana apabila ada massa yang beringas yang menyerang pasukan. Atas pertanyaan tersebut Terdakwa menjelaskan apabila ada massa yang menyerang dan membahayakan jiwa beri tembakan peringatan ke atas 3 kali. Apabila masih menyerang beri tembakan ke 3 bawah kali, dan apabila masih tetap menyerang berikan tembakan ke arah kaki untuk untuk melumpuhkan. Setelah Terdakwa memberikan penjelasan, Terdakwa kemudian mengantarkan Regu III ke Mapolres dengan menggunakan truk reo yang semula mengangkut pasukan. Saat itu Terdakwa duduk di depan di samping supir tidak membawa senjata dan duduk di depan bersama Danru Soetrisno Mascung, sedangkan anggota Regu III, antara lain Pratu Asrori, Prada Zulfatah, Prada Soemitro, Prada Abdul Halim, Prada Idrus, Prada Prayogi, Prada Winarko, Prada Muchson, Prada Siswoyo duduk di belakang33.

Hal ini dapat diketahui dari banyaknya tembakan yang dikeluarkan oleh

anggota Yon Arhanudse 06, yaitu Soemitro melakukan tembakan 3 kali ke atas dan 3 kali ke bawah dan Abdul Hakim 3 kali ke atas, Winarko 3 kali ke atas, Prayogi 3 kali ke atas 2 kali ke bawah 1 kali tembakan melumpuhkan, Sofyan Hadi 3 kali ke atas dan 2 kali ke bawah, Asrori 2 kali ke atas dan 2 kali ke bawah. Sedangkan Terdakwa, karena tidak bersenjata berusaha mengelak atas serangan-serangan yang dilakukan oleh 4-5 orang massa dan salah satunya membawa celurit sampai kemudian dia, Terdakwa, dan penyerang kemudian dilumpuhkan dengan tembakan oleh saksi Prayogi34.

31 Putusan No. 01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sutrisno Mascung, dkk, 20

Agustus 2004, hal. 127 para. 3. 32 Putusan No. 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sriyanto, 8 Juli 2004, hal. 44

dan Putusan No. 01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sutrisno Mascung, dkk, 20 Agustus 2004, hal. 129 para. 6.

33 Putusan No. 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sriyanto, 8 Juli 2004, hal. 44 dan putusan Sutrisno Mascung, dkk, 20 Agustus 2004, hal. 125 para. 2 dan hal. 130 para. 2.

34 Putusan No. 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sriyanto, 8 Juli 2004, hal. 48.

Page 21: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Perintah Sriyanto agar pasukan menghentikan tembakan dengan berteriak “stop hentikan tembakan dan loncat ke depan pasukan untuk mencegah pasukan mengeluarkan karena massa telah bubar”, telah dipatuhi oleh anggota Yon Arhanudse 0635.

Dengan demikian, dari fakta-fakta yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Sriyanto merupakan bawahan Dandim R. Butar-Butar yang mempunyai kewenangan-kewenangan untuk mengambil kebijakan dan memberikan perintah yang efektif terhadap anggota Yon Arhanudse 06 Jakarta Utara. Sehingga, dilihat secara yuridis kedudukan Sriyanto itu dapat disejajarkan, atau bahkan dapat dikatakan sebagai seorang “komandan militer”, bukan hanya sebagai seorang “perwira penghubung” yang memiliki tugas berbeda36, yang karena perbedaan tugasnya itu dia tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya sebagai seorang komandan militer. 4.4. Tentang Penjatuhan Pidana Minimal Terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan yang didakwakan kepada para terdakwa dalam perkara pelanggaran HAM berat Tanjung Priok, sebenarnya diancam dengan pidana minimal 5 tahun penjara. Namun, dalam putusannya Majelis Hakim memutuskan berbeda dari yang ditentukan dalam UU No. 26 Tahun 2000. Mengenai penjatuhan pidana yang berbeda tersebut memang Majelis Hakim tidak mengemukakan alasan-alasan yuridis yang menjadi alasan kenapa Majelis Hakim menjatuhkan pidana yang berbeda dari yang ditentukan undang-undang. Namun demikian, untuk mengetahui hal tersebut dapat ditelusuri dari pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim, yang walaupun tidak secara spesifik menyatakan mengenai penjatuhan pidana minimal. Tetapi dapat digunakan sebagai latar belakang dari penjatuhan pidana minimal tersebut. Adapun alasan-alasan yang dikemukakan Majelis Hakim adalah :

1. Telah dilakukan ishlah antara kedua belah pihak (terdakwa dan korban) yang bertujuan untuk saling maaf memaafkan antara kedua belah pihak, kembali bersatu dalam semangat kekeluargaan, kerukunan dan ikatan tali kasih sayang, serta menghapuskan segala bentuk nafsu pertikaian, rasa saling dendam dan sikap saling bermusuhan37.

2. Para terdakwa melakukan tugas pengamanan berdasarkan permintaan BKO dari Dandim 0502 Jakarta Utara.

3. Adanya permintaan dari sebagian saksi korban kepada Majelis agar para terdakwa dibebaskan dari hukuman. Hal mana merupakan kenyataan bahwa sebagian korban peristiwa Tanjung Priok dengan sukarela telah memaafkan para terdakwa.

35 Putusan No. 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sriyanto, 8 Juli 2004, hal. 48

dan Putusan Sutrisno Mascung, dkk, hal. 130 para. 5, 20 Agustus 2004, hal. 137 para. 1 dan 2. 36 Putusan No. 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sriyanto, 8 Juli 2004, hal. 47. 37 Putusan No. 01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sutrisno Mascung, dkk, 20

Agustus 2004, hal. 140.

Page 22: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

4.5. Tentang Pencabutan BAP Menyikapi maraknya pencabutan keterangan yang dilakukan saksi, Majelis Hakim mempertimbangkan secara logis yuridis. Majelis Hakim menyatakan bahwa keterangan yang diakui kebenarannya adalah keterangan yang diberikan di muka persidangan. Bahwa penyumpahan yang dilakukan oleh pihak penyidik tidak mempunyai alasan yang jelas dan telah kehilangan kerasionalitasannya. Hal mana sesuai dengan KUHAP bahwa penyumpahan dalam tingkat penyidikan hanya dilakukan dalam kondisi-kondisi yang dapat diterapkan menurut ketentuan hukum. Sedangkan dalam konteks pelanggaran HAM berat Tanjung Priok, penyumpahan yang dilakukan penyidik tidak cukup beralasan hukum, sehingga penyumpahan yang dilakukan penyidik tidak relevan lagi untuk dilaksanakan. Argumentasi yang dipaparkan oleh Majelis Hakim tersebut di atas, secara nyata telah membelokkan persoalan pencabutan BAP ke dalam perdebatan formal yang kurang tepat. Bahwa penyumpahan sesuai dengan KUHAP di tingkat penyidikan dilakukan atas dasar kekhawatiran bahwa saksi meninggal dunia, tempat tinggal jauh, sakit atau melakukan tugas negara. Pendapat Majelis Hakim ini menunjukkan bahwa : Pertama, Majelis Hakim tidak memahami urgensi penyumpahan terhadap para saksi (khususnya dalam konteks kejahatan terhadap kemanusiaan), yang memerlukan ketentuan dan prosedur-prosedur khusus38. Majelis Hakim masih melihat kejahatan terhadap kemanusiaan ini sebagaimana kejahatan biasa, dan melupakan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah extra-ordinary crime, sehingga memerlukan ketentuan dan penanganan yang extra juga. Kedua, Majelis Hakim telah melakukan tindakan yang kontradiktif mengenai penyumpahan yang dilakukan penyidik. Di satu pihak Majelis Hakim menyatakan bahwa penyumpahan yang dilakukan oleh penyidik tidak mempunyai kerasionalan dan oleh karenanya harus dikesampingkan. Tetapi, di pihak lain Majelis Hakim justru tidak tegas dalam menilai pencabutan BAP, apakah telah sesuai dengan ketentuan atau malah bertentangan (melanggar) dengan ketentuan undang-undang. Padahal sebagaimana telah ditentukan dalam KUHAP, penyumpahan di tingkat penyidikan akan menjadi signifikan jika memang saksi tidak dapat hadir di pengadilan. Maka apabila demikian, keterangan saksi tersebut masih dapat dijadikan alat bukti39.

38 Adanya pengaturan secara khusus dalam Undang-undang tentang Perlindungan Saksi dan

Korban adalah dalam kaitan untuk melindungi saksi dan korban sehingga dapat memberikan keterangan secara benar dan tanpa tekanan.

39 Pasal 162 ayat (1) dan (2) KUHAP memberikan legitimasi dilakukannya penyumpahan pada saat penyidikan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi apabila saksi yang telah diperiksa tersebut meninggal dunia atau tidak dapat hadir di sidang atau karena jauh tempat tinggalnya atau karena sebab lain, maka keterangan yang telah diberikannya itu dapat disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.

Page 23: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Selanjutnya, yang menjadi masalah adalah ketika seorang saksi melakukan pencabutan keterangan atau perbaikan mempunyai keterkaitan dengan keterangan yang telah diberikannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada saat penyidikan. Hal ini berarti bahwa saksi masih terikat dengan keterangan di BAP sepanjang tidak dicabut atau diubah. Pencabutan atau perubahan tersebut harus pula sesuai dengan ketentuan undang-undang seperti yang disyaratkan dalam BAP, sehingga akan terlihat rasionalitas pencabutan BAP tersebut. Sayangnya, Majelis Hakim tidak secara imbang menilai fenomena pencabutan ini dan malah memfokuskan prosedur penyumpahan di tingkat penyidikan yang dianggap tidak sah dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tanpa mempertimbangkan apakah pencabutan keterangan tersebut telah sesuai atau malah bertentangan dengan ketentuan undang-undang. 4.6. Tentang Kompensasi, Rehabilitasi dan Restitusi Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundangan-undangan, terutama Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, serta ketentuan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi, kompensasi, restitusi dan rehabilitasi merupakan hak korban pelanggaran HAM yang berat40. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga dinyatakan bahwa kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dapat diberikan apabila diputuskan dalam amar putusan Pengadilan HAM41. Dalam prakteknya, ketentuan mengenai kompensasi, restitusi dan rehabilitasi tersebut diterapkan secara progresif dalam Pengadilan HAM Tanjung Priok, terutama dalam Putusan Sutrisno Mascung, dimana dalam amar putusan pengadilan secara tegas mencantumkan mengenai pemberian kompensasi, restitusi dan rehabilitasi kepada korban pelanggaran HAM berat Tanjung Priok42. Lebih jauh lagi, signifikansi mengenai diakuinya hak-hak korban tersebut dapat dilihat dengan disebutkannya kriteria mengenai korban yang berhak mendapatkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi serta nominal yang diperoleh korban pelanggaran HAM berat Tanjung Priok.

40 Sudah menjadi kebiasaan internasional berdasarkan hukum Hak Asasi Manusia internasional,

bahwa setiap individu atau kelompok yang menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia berhak mendapatkan penanganan hukum yang efektif dan pemulihan yang adil, termasuk di antaranya mendapatkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Lebih lengkap mengenai hak-hak korban pelanggaran HAM ini dapat dilihat dalam buku karangan Prof. Theo Van Boven,“Mereka yang Menjadi Korban (Hak atas Restitusi, Kompensasi dan Rehabilitasi)”, ELSAM, Jakarta 2002.

41 Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2002. 42 Walaupun putusan mengenai kompensasi ini terlebih dahulu diputuskan dalam Perkara No. :

03/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 a.n. terdakwa R. Butar-Butar. Namun, dalam amar putusannya Majelis Hakim tidak menyebutkan kriteria mengenai korban yang berhak mendapatkan kompensasi, rehabilitasi dan restitusi. Dalam putusannya Majelis Hakim hanya menyebutkan bahwa karena korban sudah cukup lama menderita, tidak saja korban yang langsung tetapi juga dirasakan oleh keluarga korban dan ahli warisnya, yaitu para korban yang meninggal dunia dan korban yang menderita luka serta cacat baik itu cacat sementara ataupun cacat seumur hidup. Oleh karenanya, pengadilan memutuskan untuk memberikan kompensasi kepada korban atau ahli warisnya yang proses serta jumlahnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lihat putusan No. : 03/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 atas nama terdakwa R. Butar-Butar, 30 April 2004, hal. 59-60.

Page 24: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Adapun kriteria yang dikemukakan Majelis Hakim untuk memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi kepada korban adalah43:

1. Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana oleh pengadilan. 2. Oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana, maka secara

otomatis, akibat dari peristiwa (yang dilakukan terdakwa), korban berhak mendapatkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.

3. Adanya pengajuan permohonan secara tertulis dari korban dan atau ahli waris korban kepada Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara.

4. Korban (pemohon) belum pernah mendapatkan bantuan apapun, berupa kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dari pihak manapun (baik terdakwa/pelaku maupun dari pihak lainnya).

Tabel 2 Nama Korban yang Mendapatkan Kompensasi dan Nominal Kompensasi44

No

Nama

Materiil

Immateriil

1. Bachtiar Johan Rp. 35.000.000,- Rp. 12.500.000,- 2. Aminatun Rp. 35.000.000,- Rp. 35.000.000,- 3. Husain Safe Rp. 250.000.000,- - 4. Ratono Rp. 17.500.000,- Rp. 67.500.000,- 5. Marullah Rp. 8.500.000,- Rp. 12.500.000,- 6. Syaiful Hadi Rp. 112.500.000,- - 7. Syarif Rp. 22.500.000,- Rp. 35.000.000,- 8. Ishaka Bola Rp. 8.500.000,- Rp. 35.000.000,- 9. Makmur Anshari Rp. 17.500.000,- Rp. 12.500.000,- 10. Rahardja Rp. 15.000.000,- Rp. 12.500.000,- 11. Irtha Sumirta Rp. 8.500.000,- Rp. 67.500.000,- 12. Yudhi Wahyudi Rp. 3.500.000,- Rp. 35.000.000,- 13. Amir Biki Rp. 125.000.000,- Rp. 35.000.000,-

Jumlah

Rp. 658.000.000,-

Rp. 357.000.000,-

Total

Rp. 1.015.000.000,-

43 Putusan No. 01/Pid. HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sutrisno Mascung, dkk, 20 Agustus 2004, hal. 143-145.

44 Putusan No. 01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sutrisno Mascung, dkk, 20 Agustus 2004, hal. 148.

Page 25: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Mengenai nominal ganti kerugian yang diberikan kepada para korban, Majelis Hakim tidak menerangkan metode penghitungan ganti kerugian, sehingga menghasilkan nominal sebagaimana dipaparkan di atas. Yang dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim adalah kerugian materiil dan immateriil yang dialami korban. Kerugian materiil yang dipertimbangkan adalah hilangnya harta benda, hilangnya pekerjaan, dan biaya pengobatan. Sedangkan kerugian immateriil berupa stigmatisasi dan pengungkapan kebenaran selama 20 tahun45. Namun demikian, walaupun hak-hak korban telah diberikan secara memadai, Majelis Hakim tidak merinci tata cara pemberian atau kapan korban dapat mendapatkan kompensasi yang diterimanya. Majelis Hakim secara sumir menyatakan bahwa, “kompensasi diberikan melalui mekanisme dan tata cara pelaksanaan yang telah diatur oleh PP No. 3 Tahun 2002, serta dilaksanakan secara tepat, cepat dan layak”46. Hal ini tentunya akan menimbulkan kesulitan bagi pihak yang akan mengeksekusi putusan mengenai kompensasi tersebut, karena tidak jelas siapa yang harus menginisiasinya serta kapan kompensasi tersebut harus diberikan kepada korban47. Dan hal ini terbukti nyata ! Sampai sekarang, ketiga belas orang korban yang disebutkan dalam amar putusan tersebut, tidak satupun dari mereka yang telah menerima kompensasi sebagaimana yang diputuskan pengadilan, walaupun mereka telah berjuang kemana-mana untuk mendapatkan haknya tersebut48.

45 Padahal korban, sebagaimana diwakili oleh pendampingnya dari Kontras, telah menyampaikan metode penghitungan ganti kerugian untuk korban pelanggaran HAM berat Tanjung Priok ini. Dalam suratnya tertanggal 30 Juni 2004, yang ditujukan kepada Jaksa Agung, korban dan Kontras mengajukan metode penghitungan ganti kerugian bagi korban pelanggaran HAM berat Tanjung Priok. Metode yang diajukan tersebut dilakukan bersifat gabungan antara yang individualis dan kolektif, yang berarti ada penghitungan yang didasari atas kerugian yang dialami per pribadi dan ada kompensasi yang ingin diterima dan diperoleh secara bersama. Di samping itu, karakteristik korban dan tipologi kerugian yang dialami korban pun menjadi acuan untuk melakukan penghitungan terhadap kerugian yang dialami korban ini. Adapun cara untuk menghitung kerugian materiilnya, metode yang diajukan korban adalah dengan menghitung nilai kerugian (NK) x harga emas pada tahun 2004 : harga emas tahun (n) x 0,5. kemudian setelah diketahui hasilnya ditambah dengan 6% dari hasil tersebut. Lebih lengkapnya lihat “Penghitungan Kompensasi Korban Pelanggaran HAM Tanjung Priok”, yang dikeluarkan Kontras, Jakarta, Juni 2004.

46 Putusan Sutrisno Mascung, dkk hal. 149 para. 2 dan 3 47 Mengenai masalah-masalah yang muncul dalam pemberian Kompensasi, Rehabilitasi Restitusi

dapat dilihat dalam Progress Report #6 Pengadilan HAM Tanjung Priok : Kompensasi, Rehabilitasi dan Restitusi Pelanggaran HAM Berat, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), 30 April 2004.

48 Surat dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) No. 250/SK-Kontras/VI/2004 yang ditujukan kepada Jaksa Agung RI; Kompas, 26 Mei 2004, 18 Juni 2004, 24 Juni 2004, 7 Agustus 2004, 21 Agustus 2004, 6 September 2004, dan 10 September 2004.

Page 26: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

BAB V

Kesimpulan dan Rekomendasi Proses yang telah berjalan di Pengadilan HAM Tanjung Priok, telah menunjukkan secara gamblang bagaimana proses persidangan terhadap seluruh berkas perkara kejahatan terhadap kemanusiaan dalam peristiwa Tanjung Priok 1984 dilaksanakan tidak sebagaimana mestinya. Latar belakang peristiwa, para pihak yang bertanggung jawab, serta apa dan bagaimana sesungguhnya peristiwa yang terjadi dalam peristiwa Tanjung Priok tidak dapat terungkap secara transparan dan memuaskan. Proses persidangan juga ternyata masih menyisakan kabut misteri mengenai duduk perkara peristiwa Tanjung Priok, serta masih panjangnya penantian korban pelanggaran HAM berat Tanjung Priok untuk mendapatkan keadilan. Paparan mengenai seluruh aspek persidangan di Pengadilan HAM Tanjung Priok, terlebih setelah adanya putusan banding dan kasasi yang membebaskan para terdakwa, merupakan preseden buruk bagi Pemerintah Soesilo Bambang Yudhoyono dalam melakukan perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Dari proses persidangan yang berjalan lebih dari satu tahun tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :

1. Pengadilan HAM Tanjung Priok menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia secara terang-terangan mencoba menghalangi-halangi pertanggungjawaban pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia di era Soeharto. Dengan demikian, korban dan keluarganya tidak memiliki peluang untuk mendapatkan pemulihan untuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang telah terjadi selama hampir 22 tahun tersebut.

2. Putusan Pengadilan HAM Tanjung Priok tersebut telah meneruskan apa yang

terjadi di Pengadilan HAM Timor-Timur, dimana dari 18 terdakwa yang diajukan, hanya menyisakan Eurico Gutteres yang sampai saat ini masih ditetapkan sebagai terpidana, menunggu putusan akhir dari Mahkamah Agung.

3. Putusan Pengadilan HAM Tanjung Priok tersebut menunjukkan bahwa militer

Indonesia terus melanjutkan tradisi melepaskan diri dari tanggung jawabnya terhadap berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia.

Page 27: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

4. Putusan Pengadilan HAM Tanjung Priok tersebut menunjukkan bahwa tidak

ada political will dari Pemerintah Indonesia untuk mengakhiri proses impunity yang selama ini terjadi di Indonesia.

Oleh karenanya, masih banyak agenda yang harus dilakukan untuk mengungkap kabut misteri yang melingkupi peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, serta masih banyak pula hal yang harus dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak para korban. Namun, hal utama yang harus dilakukan Pemerintah Yudhoyono dalam waktu dekat ini adalah :

1. Melakukan evaluasi terhadap kinerja seluruh Hakim dan Jaksa Penuntut Umum yang bertugas menangani kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.

2. Memberhentikan dan mengganti seluruh Hakim dan Jaksa apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa Hakim-hakim dan Jaksa tersebut tidak memberikan kontribusi yang baik dalam menangani pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.

3. Melakukan amandemen terhadap ketentuan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Page 28: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Bahan Bacaan

1. Cohen, David. “Dimaksudkan Supaya Gagal : Proses Persidangan Pada Pengadilan Hak

Asasi Manusia Ad Hoc di Jakarta”, ICTJ, Juli 2004. 2. ELSAM, Progress Report #1 Pengadilan HAM Tanjung Priok, Lembaga Studi dan

Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 15 Oktober 2003. 3. ELSAM, “Final Assessment Pengadilan HAM Tim-tim”, Lembaga Studi dan Advokasi

Masyarakat (ELSAM), 15 September 2003. 4. ELSAM, Progress Report #4 Pengadilan HAM Tanjung Priok, “Masalah Pembuktian di

Pengadilan HAM Kasus Tanjung Priok”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), 12 Maret 2004.

5. ELSAM, Progress Report #6 Pengadilan HAM Tanjung Priok, “Kompensasi, Rehabilitasi dan Restitusi Pelanggaran HAM Berat”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) 30 April 2004.

6. Human Rights Watch, http://hrw.org/english/docs/2005/07/12/indone11309.htm “Acquittals Show Continuing Military Impunity 1984 : Massacre of Demonstrators Goes Unpunished”.

7. Komnas HAM, “Laporan Akhir Tim Pengkajian Dugaan Pelanggaran HAM Berat Soeharto Pada Kasus Tanjung Priok”, Komnas HAM, Januari-Maret 2003.

8. Kontras, “Penghitungan Kompensasi Korban Pelanggaran HAM Tanjung Priok”, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Jakarta, Juni 2004.

9. Kontras, “Sakralisasi Ideologi Memakan Korban (Sebuah Laporan Investigasi Tanjung Priok)”, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), April 2001.

10. Kontras, “Surat No. 250/SK-Kontras/VI/2004 kepada Jaksa Agung RI”, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Juni 2004.

11. Putusan No. 01/Pid. HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sutrisno Mascung, dkk, 20 Agustus 2004.

12. Putusan No. 02/Pid. HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Pranowo, 10 Agustus 2004.

13. Putusan No. 03/Pid. HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas Nama R. Butar-Butar, tanggal 30 April 2004 (transkrip).

14. Putusan No. 04/Pid. HAM/Ad Hoc/2003/PN.JKT.PST atas nama Sriyanto, 8 Juli 2004 (transkrip).

15. Putusan N0. 09/ Pid. HAM / Ad Hoc /2002/PN.JKT.PST atas nama Adam Damiri, 5 Agustus 2003.

16. Sahi, Ahmad, “Kesaksian dalam Perkara Sutrisno Mascung, dkk”, 27 Oktober 2003 (transkrip).

Page 29: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

17. Sahi, Ahmad, “Kesaksian dalam Perkara Sriyanto”, 15 Januari 2004 (transkrip). 18. Surat Dakwaan No. Reg. Perkara 01./Pid.HAM/Ad Hoc/2003 atas nama Sutrisno

Mascung, dkk. 19. Surat Dakwaan No. Reg. Perkara 02/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 atas nama R. Butar-

Butar. 20. Surat Dakwaan No. Reg. Perkara 03/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 atas nama Pranowo. 21. Surat Dakwaan No. Reg. Perkara 04/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 atas nama Sriyanto. 22. Tuntutan No. 01/Pid.HAM/Ad Hoc/2003 atas nama Sutrisno Mascung, dkk, 9 Juli

2004. 23. Tuntutan No. 04/Pid.HAM /Ad Hoc/2003 atas nama terdakwa Sriyanto, 8 Juli 2004

(transkrip). 24. Van Boven, Theo, “Mereka yang Menjadi Korban (Hak atas Restitusi, Kompensasi dan

Rehabilitasi)”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta 2002. 25. Zainuri, Yusron, “Kesaksian dalam Perkara Sutrisno Mascung, dkk”, 8 Desember 2003

(transkrip). 26. Zainuri, Yusron, “Kesaksian dalam Perkara Sriyanto”, 5 Januari 2004 (transkrip). Media Massa 1. Kompas, 26 Mei 2004 2. Kompas, 18 Juni 2004 3. Kompas, 24 Juni 2004 4. Kompas, 7 Agustus 2004 5. Kompas, 21 Agustus 2004 6. Kompas, 06 September 2004 7. Kompas, 10 September 2004 Peraturan Perundang-undangan 1. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM 2. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan

Rehabilitasi Korban Pelanggaran HAM Berat. Website http://www.komnasham.go.id/PD_arsip_kasus/KPP/tanjungpriok.htm

Page 30: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

LAMPIRAN

Ringkasan Eksekutif Laporan Tim Tindak Lanjut

Hasil Komisi Penyelidik dan Pemeriksaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanjung Priok (KP3T)

I. PENGANTAR Laporan ini disusun untuk memenuhi permintaan Kejaksaan Agung Republik Indonesia kepada Komnas HAM melalui surat Nomor : R-29/E/7/2000 tanggal 11 Juli 2000 untuk melengkapi hasil penyelidikan KP3T mengenai hal-hal sebagai berikut :

1. Pemastian jumlah korban (24 orang) dengan melakukan kegiatan penggalian kuburan dan pemeriksaan dokumen di RSPAD Gatot Subroto.

2. Kelengkapan kesaksian dan bukti tentang jatuhnya korban sebanyak 9 orang (keluarga Tan Keu Lim ) oleh massa.

3. Nama-nama yang diduga pelaku dan nama penanggung jawab garis komando ketika peristiwa itu terjadi.

4. Perumusan ulang rekomendasi. Untuk itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam Rapat Paripurna tanggal 12 Juli 2000 telah memutuskan untuk membentuk Tim Tindak Lanjut Hasil KP3T yang dilaksanakan dengan Surat Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor : 012/KOMNAS HAM/VII/2000 tanggal 12 Juli 2000 dengan masa tugas selama 3 (tiga) bulan dari tanggal 12 Juli 2000 sampai dengan 12 Oktober 2000. II. LATAR BELAKANG dan PERISTIWA Kejadian berawal dari ditahannya empat orang, masing-masing bernama Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe dan M. Nur, yang diduga terlibat pembakaran sepeda motor Babinsa. Mereka ditangkap oleh Polres Jakarta Utara, dan kemudian dibon dan ditahan di Kodim Jakarta Utara. Pada tanggal 12 September 1984, diadakan tabligh akbar di Jalan Sindang oleh Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat setempat, di dalam ceramahnya menuntut pada

Page 31: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

aparat keamanan untuk membebaskan empat orang jamaah Mushola As Sa’adah yang ditahan. Setelah mengetahui keempat orang tersebut belum dibebaskan, pada pukul 23.00 WIB tanggal 12 September 1984, Amir Biki mengerahkan massa ke kantor Kodim Jakarta Utara dan Polsek Koja. Massa yang bergerak ke arah Kodim, dihadang di depan Polres Metro Jakarta Utara oleh satu regu Arhanud yang dipimpin Sersan Dua Sutrisno Mascung di bawah komando Kapten Sriyanto, Pasi II Ops Kodim Jakarta Utara. Situasi berkembang sampai terjadi penembakan yang menimbulkan korban sebanyak 79 orang yang terdiri dari korban luka sebanyak 55 orang dan meninggal 24 orang. 1. Korban ke Rumah Sakit Dari tempat kejadian, korban diangkut ke RSPAD Gatot Subroto dengan menggunakan truk yang sebelumnya digunakan untuk membawa pasukan. Beberapa korban yang sementara dirawat di Rumah Sakit Koja dan Rumah Sakit Suka Mulia kemudian dievakuasi ke RSPAD Gatot Subroto, sesuai dengan perintah dari Mayjen Try Soetrisno, Pangdam V Jaya yang datang ke tempat kejadian bersama Jenderal LB Moerdani, Pangab/Pangkopkamtib. Dari BAP petugas RSPAD Gatot Subroto, didapatkan keterangan sebagai berikut :

Jumlah korban luka yang dirawat adalah 36 orang, semuanya dapat disembuhkan. Jumlah korban luka yang diberi pengobatan tetapi tidak dirawat adalah 19 orang. Jumlah korban meninggal adalah 23 orang terdiri dari 9 orang dapat dikenali identitasnya dan 14 orang tidak diketahui identitasnya yang dapat dikategorikan sebagai orang hilang. Identitas dari 9 jenasah tersebut adalah Amir Biki, Zainal Amran, Kasmoro bin Ji’an, M. Romli, Andi Samsu, Tukimin, Kastori, M. Sidik, Kembar Abdul Kohar. Pada tanggal 13 September 1984 dini hari, Jenderal LB Moerdani, Pangab/Pangkopkamtib dan Mayjen Try Soetrisno, Pangdam V Jaya mengunjungi RSPAD Gatot Subroto untuk melihat keadaan korban. Try Soetrisno memerintahkan untuk menguburkan para korban.

2. Dari RSPAD Gatot Subroto ke Pemakaman dan Penahanan Seluruh korban luka yang dirawat di RSPAD Gatot Subroto setelah sembuh langsung ditahan di Kodim Jakarta Pusat, Laksusda V Jaya, Pomdam V Jaya dan Rumah Tahanan Militer Cimanggis. Selama dalam penahanan, para korban mengalami penyiksaan.

Page 32: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Salah satu korban tewas, yakni Amir Biki diambil oleh keluarga pada dini hari tanggal 13 September 1984 yang selanjutnya dimakamkan di halaman Masjid Al A’raaf, Sukapura, Jakarta Utara. Sementara itu, ke-22 korban lainnya dimakamkan pada malam hari, tanggal 13 September 1984 di Mengkok, Pondok Ranggon dan Condet. Satu korban lainnya bernama Mardani diketemukan oleh massa kemudian diserahkan kepada keluarganya dan dikuburkan di pemakaman Dobo, Jakarta Utara. III. BUKTI BARU BERKAITAN DENGAN KORBAN MENINGGAL DALAM

PERISTIWA TANJUNG PRIOK 1. Proses dan Hasil Penggalian Penggalian pada TPU Mengkok Sukapura langsung dilakukan pada makam-makam yang sudah teridentifikasi melalui nama yang tertera di batu nisan dan keterangan keluarga korban. Makam Kembar Abdul Kohar akhirnya ditemukan, namun makam Kastori dan M. Sidik tidak ditemukan. Di Pemakaman Wakaf Kramat Ganceng, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, terdapat 8 makam yang masing-masing berisi satu kerangka, berbeda dengan keterangan awal dari Rohisdam dan Try Soetrisno bahwa yang dikuburkan adalah tujuh orang korban. Penggalian di TPU Gedong, Condet, Jakarta Timur tidak dapat dilaksanakan, karena tidak ada bukti dan saksi pendukung yang dapat menunjukkan titik letak kuburan dengan pasti. 2. Temuan Forensik Mengenai Tanda Kekerasan dan Sebab Kematian Penilaian keadaan tulang belulang, termasuk penilaian garis patah lama dan baru, serta pengujian laboratorium atas bercak pewarnaan kehitaman pada tulang-tulang tersebut telah dapat mengidentifikasi cedera tulang yang diakibatkan oleh kekerasan yang terjadi perimortal. Pada jenis patah tulang yang spesifik dan didukung oleh hasil pemeriksaan kandungan elemen-elemen yang berasal dari senjata api pada garis patah tulang atau kerokan tulang pada daerah cedera tersebut, telah dapat mengindikasikan adanya cedera tulang yang diakibatkan oleh senjata api. Setidaknya 6 korban (4 dari Mengkok dan 2 dari Kramat Ganceng) dapat dipastikan telah memperoleh kekerasan dalam bentuk tembakan senjata api, dengan ciri yang sesuai dengan tembakan senjata api berkecepatan tinggi. Selain itu, terdapat 3 kasus yang mengalami kekerasan, namun jenis kekerasannya tidak dapat dipastikan apakah akibat kekerasan tumpul yang hebat ataukah tembakan senjata api dengan kecepatan tinggi. Terdapat pula 5 kerangka yang memiliki jejas bukan patah tulang yang diduga akibat kekerasan, sehingga tidak ada satu kerangka pun yang tidak menunjukkan kemungkinan adanya kekerasan.

Page 33: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Pemeriksaan dan analisis yang teliti dapat disimpulkan bahwa empat kerangka dipastikan mati akibat tembakan senjata api, tiga kerangka mati akibat kekerasan tumpul atau tembakan senjata api, satu kerangka mati akibat kekerasan tumpul, dan enam lainnya tidak dapat dipastikan penyebab kematiannya. 3. Kesaksian Keluarga Korban Tan Keu Lim Delapan orang keluarga Tan Keu Lim beserta satu orang pembantunya tewas terbakar di rumah. Mengenai hal tersebut telah diperoleh kesaksian dan bukti-bukti baru berupa satu buah Kartu Keluarga milik keluarga Tan Keu Lim (terlampir) serta kesaksian Ketua RT 001/007 Kelurahan Koja Selatan Jakarta Utara dan kesaksian dari keluarga Tan Keu Lim yang masih hidup. 4. Pemeriksaan Dokumen RSPAD Gatot Subroto Rekaman medik korban Tanjung Priok dinyatakan telah dimusnahkan oleh pihak RSPAD Gatot Soebroto karena telah memenuhi batas waktu lima tahun. Namun berita acara pemusnahan dokumen dimaksud tidak dapat diberikan oleh pihak RSPAD Gatot Subroto dengan alasan tidak dapat ditemukan lagi. IV. PELAKU dan PENANGGUNG JAWAB Regu yang melakukan penembakan dipimpin oleh Serda Sutrisno Mascung. Regu ini adalah bagian dari peleton yang dipimpin oleh Kapten Sriyanto dan berada di bawah perintah Dandim Jakarta Utara. Sedangkan Dandim tersebut berada di bawah perintah Pangdam V Jaya, yang selanjutnya berada di bawah perintah Panglima ABRI. Mengacu kepada prinsip-prinsip command responsibility, maka ada dua aspek tindakan yang diabaikan aparat militer sebagai pelaku dan penanggung jawab peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanjung Priok, yakni aspek secara langsung melakukan tindakan yang tidak mematuhi prosedur baku sebagaimana peristiwa yang terjadi di lapangan dan tidak diambilnya tindakan-tindakan yang dapat mencegah terjadinya peristiwa tersebut, sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan jabatan yang diembannya sebagai komandan sesuai dengan jenjang komando. Aspek yang pertama itu menyangkut, antara lain sikap dan tindakan dengan menghilangkan barang bukti, melakukan penyiksaan-penyiksaan, serta sejumlah tindakan teror serta intimidasi terhadap para korbannya. Sedangkan aspek yang kedua, antara lain menyangkut kelalaian aparat yang tidak dapat mengendalikan pasukannya. V. KATEGORI PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG TERJADI 1. Pembunuhan Secara Kilat (Summary Killing)

Page 34: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Tindakan pembunuhan secara kilat (summary killing) terjadi di depan Mapolres Metro Jakarta Utara tanggal 12 September 1984 pukul 23.00 WIB akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan dari yang sepatutnya terhadap kelompok massa oleh satu regu pasukan dari Kodim Jakarta Utara di bawah pimpinan Serda Sutrisno Mascung dengan senjata semi otomatis. Para anggota pasukan masing-masing membawa peluru yang diambil dari gudang masing-masing sekitar 5-10 peluru tajam. Atas tindakan ini jatuh korban 24 orang tewas, 54 luka berat dan ringan. Atas perintah Mayjen Try Soetrisno Pangdam V Jaya korban kemudian dibawa dengan tiga truk ke RSPAD Gatot Subroto. 2. Penangkapan dan Penahanan Sewenang-wenang (Unlawful Arrest and Detention) Setelah peristiwa, aparat TNI melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok. Korban diambil di rumah atau ditangkap di sekitar lokasi penembakan. Semua korban sekitar 160 orang ditangkap tanpa prosedur dan surat perintah penangkapan dari pihak yang berwenang. Keluarga korban juga tidak diberitahu atau diberi tembusan surat perintah penahanan. Para korban ditahan di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur dan RTM Cimanggis. 3. Penyiksaan (Torture) Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Kodim, Guntur dan RTM Cimanggis mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror dari aparat. Bentuk penyiksaan, antara lain dipukul dengan popor senjata, ditendang, dipukul, dan lain-lain. 4. Penghilangan Orang Secara Paksa (Enforced or Involuntary Disappearance) Penghilangan orang ini terjadi dalam tiga tahap. Pertama, menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara diam-diam di tempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari. Lokasi penguburan juga tidak dibuat tanda-tanda, sehingga sulit untuk diketahui. Kedua, menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga korban untuk melihat kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan penahanan aparat. Ketiga, merusak dan memusnahkan barang bukti dan keterangan serta identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang bukti tersebut sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya secara pasti. VI. KESIMPULAN Dari uraian tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Tentang jumlah korban

Page 35: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

a. Pemastian jumlah korban pembunuhan secara kilat sebanyak 24 orang dilakukan dengan penggalian kuburan, pemeriksaan dokumen RSPAD Gatot Subroto dan usaha mencari saksi-saksi tambahan.

Dari hasil penggalian di TPU Mengkok, Sukapura dan Pemakaman Kramat Ganceng, Pondok Ranggon dapat ditarik kesimpulan bahwa keterangan jumlah korban yang telah dikuburkan di halaman Masjid Al A’raaf, bekas makam Dobo, TPU Mengkok, Kramat Ganceng, Pondok Ranggon dan TPU Gedong, Condet sebanyak 24 orang kemungkinan besar benar adanya, walaupun ada selisih jumlah korban yang dimakamkan di Pondok Ranggon. Jumlah yang pasti dari korban tak dapat diberikan kualifikasi final, karena RSPAD Gatot Subroto akhirnya mengakui bahwa dokumen Berita Acara Pemusnahan Dokumen korban peristiwa Tanjung Priok tidak ditemukan. Sedangkan informasi lain tentang adanya korban jiwa selain 24 orang tidak dapat diklarifikasi karena tidak ditemukan bukti dan saksi tambahan.

b. Korban Terbakar

Keluarga Tan Keu Lim (9 orang) di Apotek Tanjung yang sekaligus merupakan tempat tinggal korban meninggal karena tidak dapat menyelamatkan diri dari kebakaran Apotek Tanjung. Kebakaran ini diduga keras dilakukan oleh rombongan massa yang bergerak ke arah Polsek Koja.

2. Tentang nama para pelaku dan penanggung jawab yang diduga melakukan

pelanggaran hak asasi manusia yang berat

Pelaku atas seluruh pelanggaran tersebut di atas bisa dilihat dalam tiga kategori. Pertama adalah pelaku di lapangan yang menggunakan kekerasan yang berlebihan sehingga jatuh korban meninggal dan luka-luka. Mereka yang melakukan penyiksaan kepada korban yang masih hidup. Kedua adalah penanggung jawab komando operasional, yaitu komandan yang membawahi teritorial di tingkat Kodim dan Polres yang tidak mampu mengantisipasi keadaan dan mengendalikan pasukan sehingga terjadi tindakan summary killing, tindakan penyiksaan dan terlibat aktif dalam penghilangan barang bukti dan identitas korban serta membiarkan terjadinya penyiksaan-penyiksaan dalam tahanan, dan memerintahkan penguburan tanpa prosedur resmi. Ketiga adalah para pemegang komando yang tidak mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya pelanggaran berat Hak Asasi Manusia dan atau memerintahkan secara langsung satu tindakan yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut

Page 36: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

Dengan tiga kategori pelaku dan atau penanggung jawab di atas, maka dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanjung Priok ini diduga terlibat, terutama tapi tidak terbatas pada nama-nama di bawah ini :

Dari Satuan Arhanud Tanjung Priok

1. Serda Sutrisno Mascung 2. Pratu Yajit 3. Prada Siswoyo 4. Prada Asrori 5. Prada Kartijo 6. Prada Zulfata 7. Prada Muhson 8. Prada Abdul Halim 9. Prada Sofyan Hadi 10. Prada Parnu 11. Prada Winarko 12. Prada Idrus 13. Prada Sumitro 14. Prada Prayogi

Dari Jajaran Kodim Jakarta Utara

15. Letkol. RA. Butar-Butar, Dandim Jakarta Utara 16. Kapten Sriyanto, Pasi II Ops. Kodim Jakarta Utara

Dari Jajaran Kodam V Jaya

17. Mayjen TNI Try Soetrisno, Pangdam V Jaya 18. Kol. CPM Pranowo, Kapomdam V Jaya 19. Kapten Auha Kusin, BA, Rohisdam V Jaya 20. Kapten Mattaoni, BA, Rohisdam V Jaya

Dari Jajaran Mabes TNI AD

21. Brigjen TNI Dr. Soemardi, Kepala RSPAD Gatot Subroto 22. Mayor TNI Darminto, Bagpam RSPAD Gatot Subroto

Dari Mabes ABRI

23. Jenderal TNI Benny Moerdani, Panglima ABRI / Pangkopkamtib

3. Telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia atas keluarga Tan Keu Lim

walaupun belum didapatkan bukti pendukung untuk menyebut siapa nama mereka

Page 37: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

4. Tentang rekomendasi

a. Para pelaku dan penanggung jawab yang diduga telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia berat harus dimintakan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku.

b. Untuk mewujudkan tanggung jawab negara, khususnya pemerintah terhadap korban pelanggaran Hak Asasi Manusia, maka :

Pemerintah meminta maaf terhadap korban/keluarga korban dan

masyarakat luas atas terjadinya Peristiwa Tanjung Priok. Merehabilitasi nama baik para korban. Memberikan kompensasi yang layak kepada korban/keluarga korban. Korban yang sampai sekarang belum berhasil ditemukan harus tetap

dinyatakan sebagai orang hilang. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab negara untuk menemukan korban dan mengembalikannya kepada keluarga yang bersangkutan.

c. Untuk mencegah keterulangan (non-recurence) pelanggaran Hak Asasi Manusia

seperti dalam peristiwa Tanjung Priok di masa depan maka berbagai kebijakan dan tindakan harus diambil untuk :

Meningkatkan profesionalisme anggota TNI dari jajaran pimpinan

sampai anggota dengan pangkat terendah, melalui pendidikan dan latihan termasuk bidang Hak Asasi Manusia.

Meningkatkan pengawasan yang intensif terhadap pelaksanaan instruksi dan prosedur tetap pelaksanaan tugas TNI yang menjunjung tinggi penghormatan Hak Asasi Manusia.

Dengan sungguh-sungguh melakukan penertiban atas kewajiban-kewajiban pejabat publik atas dokumen dan arsip yang menyangkut kepentingan publik.

Mengajak masyarakat meninggalkan praktek-praktek penggunaan kekerasan dalam memperjuangkan aspirasi politik.

Menata kembali wacana kehidupan keagamaan, sehingga ajaran agama benar-benar membawa rahmat bagi seluruh alam, dan terjaminnya rasa aman dan bebas bagi seluruh umat beragama melaksanakan ibadahnya.

Jakarta, 11 Oktober 2000

TIM TINDAK LANJUT HASIL KOMISI PENYELIDIK DAN PEMERIKSAAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TANJUNG PRIOK

DRS. KOESPARMONO IRSAN, SH, MM, MBA

Ketua

Page 38: Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung Priok : Gagal …lama.elsam.or.id/downloads/1268369271_Final_Progress... · 2010. 3. 11. · Final Progress Report Pengadilan HAM Tanjung

S A M S U D I N

Anggota

DR. SAAFROEDIN BAHAR

Anggota