Filsafat Umum
-
Upload
angghieta-aprillia -
Category
Documents
-
view
148 -
download
12
Transcript of Filsafat Umum
FILSAFAT KONTEMPORER DAN FILSAFAT POSMODERNISME
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Dr. Anda Juanda, M.Pd
Disusun Oleh :
Anggit Apriliani
Firman Nurmukhlis
Rina Anggraeni Dewi
Surati
Tursilawati
BIOLOGI B/SEMESTER VI
FAKULTAS TARBIYYAH JURUSAN T.IPA-BIOLOGI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Filsafat Kontemporer dan Filsafat Posmodernisme”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas terstruktur Mata
Kuliah Filsafat Umum pada Semester 6 Tarbiyah IPA BIOLOGI Tahun Akademik
2010/2011.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis
berlapang dada menerima kritik dan saran guna kesempurnaan makalah ini, Berkenaan
dengan itu penyusun terlebih dahulu menghaturkan banyak terima kasih.
Penyusun ucapkan mohon ma’af apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
makalah ini. Terakhir semoga Allah SWT mencurahkan rahmat hidayah-Nya kepada kita
semua.
Cirebon, Februari 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari
peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu
sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu.
Tahap-tahap perkembangan itu kita menyebut dalam konteks ini sebagai
periodesasi sejarah perkembangan ilmu sejak dari zaman klasik, zaman
pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.
Zaman klasik meliputi filsafat Yunani dan Romawi pada abad ke-6 SM dan
berakhir pada 529 M. Zaman pertengahan meliputi pemikiran Boethius sampai
Nicolaus pada abad ke-6 M dan berakhir pada abad ke-15 M. Zaman modern
didahului oleh pemikiran tokoh-tokoh Renaissance. Pada filsafat Rene Descartes
(1596-1650) dan berakhir pada pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900), dan
zaman kontemporer yang meliputi seluruh filsafat abad ke-20 hingga saat ini.
Para penulis merasa kesulitan ketika hendak menulis filsafat kontemporer,
hal ini dikarenakan mereka harus mengambil jarak terhadap obyek zamannya
sendiri sehingga mereka sangat berhati-hati ketika berbicara perkembangan filsafat.
Kali ini saya akan mencoba menguraikan filsafat fenomenologi tentang
hakikat suatu benda sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran serta filsafat
eksistensialisme tentang manusia konkret sebagai pokok renungan dari ajaran
filsafat ini. Namun sebelumnya akan diuraikan secara ringkas mengenai filsafat
yang membawahinya yakni filsafat kontemporer agar diperoleh gambaran
komperhensif tentang posisi semua aliran filsafat kontemporer dalam kontelasi
sejarah pemikiran Barat.
BAB II
FILSAFAT KONTEMPORER DAN FILSAFAT POSMODERNISME
1. FILSAFAT KONTEMPORER
Filsafat kontemporer yang di awali pada awal abad ke-20, ditandai oleh variasi
pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Mulai dari analisis bahasa,
kebudayaan (antara lain, Posmodernisme), kritik social, metodologi (fenomenologi,
heremeutika, strukturalisme), filsafat hidup (Eksistensialisme), filsafat ilmu, samapai
filsafat tentang perempuan (Feminisme). Tema-tema filsafat yang banyak dibahas oleh
para filsuf dari periode ini antara lain tentangmanusia dan bahasa manusia, ilmu
pengetahuan, kesetaraan gender, kuasa dan struktur yang mengungkung hidup manusia,
dan isu-isu actual yang berkaitan dengan budaya, social, politik, ekonomi, teknologi,
moral, ilmu pengetahuan, dan hak asasi manusia.
Ciri lainnya adalah filsafat dewasa ini ditandai oleh profesionalisasi disiplin
filsafat. Maksudnya, para filsuf bukan hanya professional di bidang masing-masing,
tetapi juga mereka telah membentuk komunitas-komunitas dan asosiasi-asosiasi
professional dibidang-bidang tertentu berdasarkan pada minat dan keahlian mereka
masing-masing.
Sejumlah fisuf yang termasuk sebagai filsuf-filsuf kontemporer antara laen
adalah: Wilhelm Dilthey (1833-1911), Edmund Husserl (1859-1938), Henri Bergson
(1858-1941), Ernst Cassirer (1874-1945), Bertrand Russell (1872-1970) dll.
A. PRAGMATISME
a. Terminologi Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata “pragma” (bahasa Yunani) yang berarti
artinya adalah tindakan atau perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat
yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu
memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Dengan demikian Pragmatisme itu
berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.
Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau
“manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila
membawa suatu hasil.
b. Tokoh-Tokoh dan karya filosofis Pragmatisme
Pragmatisme mula-mula diperkenalkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-
1914), filosof Amerika yang yang pertama kali menggunakan pragmatisme sebagai
metode filsafat, tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada Socrates,
Aristoteles, Barkeley, dan Hume. Untuk mengetahui lebih jauh ajaran pragmatisme
alangka baiknya kita mempelajari tokoh-tokoh yang menpopulerkan dan
pandangannya :
1. C.S. Peirce (1839-1914)
Peirce, seorang matematikus, fisikawan, filosof pendiri aliran pragmatism,
dilahirkan di Cambrigde, Massachausetts pada tahun 1839. Peirce mendalami
filsafat dan logika hingga masa ia kerja pada instansi survei panata dan geodesi.
Sebagai filosof yang sistematik, tulisan-tulisan Peirce mencakup hampir segala
aspek filsafat. Sumbangannya yang terbesar adalah dalam bidang logika, tetapi ia
juga secara luas menulis tentang epistimologi, metode ilmiah, semiotics,
metafisika, kosmologi, ontology, matematika dan sedikit tentang etika, agama,
sejarah, dan fenomenologi. Berbagai buah pemikiran filsafatnya di dalam beberapa
system yang merupakan fase-fase perkembangan kematangannnya dalam olah
intelektual. Akan tetapi, semua itu menyatu dan menjadi konsep yang utuh.1
Karya-Karya Charles Sanders Pierce diantaranya :
1. Collected Papers of Charles Sanders Peirce, 8 vols. Edited by Charles Hartshorne,
Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge,
Massachusetts, 1931-1958).
2. The Essential Peirce, 2 vols. Edited by Nathan Houser, Christian Kloesel, and the
Peirce Edition Project (Indiana University Press, Bloomington, Indiana, 1992,
1998).
3. The New Elements of Mathematics by Charles S. Peirce, Volume I Arithmetic,
Volume II Algebra and Geometry, Volume III/1 and III/2 Mathematical
Miscellanea, Volume IV Mathematical Philosophy. Edited by Carolyn Eisele
(Mouton Publishers, The Hague, 1976).
2. William James (1842-1910 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James,
Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang
kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual
1 Muzairi, 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras. Hal 312
yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta
mengembangkannya. Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology
(1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902)
dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran,
James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,
yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang
mengenal.
3. John Dewey (1859-1952)
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika, pendidik dan pengkritik
sosial yang lahir di Burlington, Vermont dalam tahun 1859. Ia masuk ke
Universitas Vermont dalam tahun 1875 dan mendapatkan gelar B.A. Ia kemudian
melanjutkan kuliahnya di Universitas Jons Hopkins, di mana dalam tahun 1884 ia
meraih gelar doktornya dalam bidang filsafat di universitas tersebut. Di universitas
terakhir ini, Dewey pernah mengikuti kuliah logika dari Pierce, orang yang
menggagas munculnya pragmatisme. Ia kemudian mendirikan Laboratory School
yang kelak dikenal dengan nama The Dewey School. Karya-karya Dewey banyak
mempengaruhi corak berpikir Amerika. Pengaruh ini juga banyak berasal dari
buku-buku atau karya-karya yang dihasilkannya. Bukunya yang pertama yakni
Psychology yang diterbitkan dalam tahun 1891. Dalam tahun 1891, bukunya
Outlines of a Critica Theory of Etics diterbitkan. Tiga tahun kemudian, 1894, terbit
lagi The Study Of Etics: A Syllabus. Ketika ia berkarya di Universitas Chicago,
berturut-turut ia menerbitkan My Pedagogic Creed (1897), The School and Society
(1903), dan Logical Conditions of a Scientific Treatment of Morality (1903), dll.
Nampak jelas dari tulisan-tulisan Dewey bahwa ia menaruh minat besar
pada bidang logika, metafisika dan teori pengatahuan. Tetapi perhatian Dewey di
bidang pragmatisme terutama dicurahkan pada realitas sosial daripada kehidupan
individual. Hal ini nampak dalam tema-tema bukunya: pendidikan, demokrasi,
etika, agama, dan seni.
c. Sumbangan Filsafat Pragmatisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam
pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek
kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang
sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey
(1859 – 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran
Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang
logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan pendidikan. Tulisan ini sendiri
selanjutnya akan mendeskripsikan pemikiran John Dewey tentang pragmatisme
pendidikan.
Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan
merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental
dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang
timbul dalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan
pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai instrumen yang
dapat menyelesaikan problema dan kesulitan tersebut.
B. EKSISTENSIALISME
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex
yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri
dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia
sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini
dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia
itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan
dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah
selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan membelum; ia selalu sedang
ini atau sedang itu.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat eksistensialisme ini, perlu
dibedakan dengan filsafat eksistensi. Filsafat eksistensi yaitu filsafat yang
menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Sedangkan filsafat
eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada manusia
dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia, sapi dan pohon juga, akan
tetapi cara beradanya tidaklah sama antar keduanya. Manusia berada di dalam dunia,
ia mengalami beradanya di dunia itu, manusia menyadari dirinya berada di dunia.
Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu.
Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia mengerti
bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subyek. Subyek
artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya tersebut disebut
dengan obyek
Ciri2 aliran eksistensialisme meliputi:
1. Orang yang dinilai dan ditempatkan pada kenyataan sesungguhnya
2. Orang yang berhubungan dengan dunia yang ada
3. Manusia merupakan satu kesatuan sebelum ada perpisahan antara jiwa dan
badan
4. Orang berhubungan dengan segala sesuatu yang ada.
a. Riwayat Hidup Filosof
Tokoh-tokoh pada aliran Eksistensialisme diantaranya: Sooren Kierkegaard
(1815-1855), Martin Haidegger (1889-1976), Karr Jaspers (1883-1969). Ketiganya
ini berasal dari Jerman, sedang tokoh dari Prancis adalah Gabriel Marcel (1889-
1973), Jean Paul Sartre (1905-1980) dan masih banyak lagi diantaranya Albert
Camus dan Simon Beauvoir.h. Pada makalah ini akan dibahas bagaimana
pemikiran filsafat eksistensialisme dari Soren Aabye Kierkegaard.
Søren Aabye Kierkegaard adalah seorang filsuf pada abad ke-19. Dia lahir
pada tanggal 5 Mei 1813 di Kopenhagen, Denmark dan meninggal dunia tanggal 11
November 1855 saat berumur 42 tahun. saat ini soren dianggap sebagai bapak
filsuf eksistensialisme. Ajarannya beraliran eksistensialisme dan dia sangat
bertentangan dengan Hegelian. Ayah dari Søren Kierkegaard bernama Michael
Pedersen Kierkegaard, adalah seseorang yang sangat taat terhadap agama. Dia
yakin bahwa ia telah dikutuk Tuhan, dan karena itu ia percaya bahwa tak satupun
dari anak-anaknya akan mencapai umumr melebihi usia Yesus Kristus, yaitu 33
tahun. Pekerjaan ayahnya sebagai pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, dan
makanan. Awal mula Søren Kierkegaard mempelajari ilmu filsafat ketika ia
bersekolah di sekolah khusus kaum lelaki di Borgerdydskolen. Sedangkan ibu
Søren Kierkegaard bernama Anne Sørensdatter Lund Kierkegaard.
Søren Kierkegaard merupakan anak terakhir dari ketujuh bersaudaranya.
Banyak dari saudara-saudaranya yang meninggal dunia ketika di usia muda. Ayah
Kierkegaard meninggal dunia pada 9 Agustus 1838 pada usia 82 tahun. Sebelum
ayahnya meninggal dunia, ayahnya meminta Søren agar menjadi pendeta. Saat itu
Søren sangat merasa terbebani dengan permintaan dari ayahnya. Regine Olsen
sangat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam hidup Søren, Regine merupakan
orang yang dicintai oleh Søren. Søren berjumpa dengan Regine pada 8
Mei 1837 dan segera tertarik kepadanya, begitupun sebaliknya dengan Regine.
Hingga akhirnya pada tanggal 8 September 1840, Søren resmi menikahi Regine.
Namun pada akhirnya Søren merasakan kecewa dan melankolis dengan
pernikahannya. Kurang dari satu tahun pernikahannya ia pun menyelesaikan
pernikahannya dengan Regine. Dalam catatannya, Søren mengatakan bahwa sifat
melankolis yang dimilikinya membuatnya tidak cocok untuk menikah. Walaupun
sampai dia meninggal alasan mengapa dia menyelesaikan pernikahannya tidaklah
jelas.
Kierkegaard banyak menghasilkan karya tulis di sepanjang hidupnya.
Meskipun pada mulanya berbagai tulisannya tidak terlalu diperhatikan, pada masa-
masa berikutnya, karya-karyanya tersebut memengaruhi banyak tokoh lain.
Ajaran yang diberikan oleh Søren adalah mengenai eksistensialisme. Yang
artinya adalah sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada
manusia individu. Kebebasan ini sering ditemukan oleh manusia. Karena setiap
manusia menginginkan adnaya sebuah kebebasan tanpa memikirkan yang mana
yang benar dan yang tidak benar. Sesungguhnya bukan mereka tidak memikirkan
hal tersebut, melainkan mereka mengetahui batas kebebasannya masing-masing.
Karena kebebasan bersifat relatif. Søren juga dikenal akan filsuf yang mengajarkan
akan kecemasan dan keputusasaan eksistensial.
Eksistensialisme mempersoalkan akan adanya keberdaan manusia, dan
keberadaan itu yang datang dari kebebasan. Kebebasan yang dimaksudkan adalah
sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, dimana setiap manusia mengetahui
dimana kebebasan mereka. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri,
dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah maksud dari
eksitensialisme.
Søren menggambarkan tentang eksistensialisme manusia dalam
perkembangan religius. Dari apa yang disebutkan Søren tahap estetis, tahap etis,
hingga tahapan religius. Tahapan estetis adalah tahapan pertama ketika manusia
berada dalam pandangan kesenangan terhadap indrawi, dimana manusia mencari
kesenangan mereka masing-masing. Tahapan selanjutnya merupakan pada saat
manusia terjun ke dalam keberadaan itu dengan mulai mempertimbangkan hal yang
benar dan salah. Lalu tahapan yang terkahir adalah tentang keimanan. Disini Soren
menempatkan Abraham sebagai tolak ukur akan keimanan. Dalam hal ini kita tidak
dapat membedakan mana yang salah dan benar, karena dalam keimanan ini adalah
hubungan langsung manusia dengan Allah. Soren pun tidak dapat
mengkategorikannya, karena menurutnya ini dinilai begitu tidak umum.
Ajaran-ajaran Soren baru terkenal setelah berpuluh-puluh tahun setelah
kematiannya. Karyanya tersebar di daerah Eropa, khususnya di daerah Denmark.
Namu saat itu Gereja-Gerejad di sekitar Denmark menolak akan adanya karya-
karya Soren. Karena ada pengaruh akan karya yang dibuat oleh Soren yang
berjudul “Fear and Trembling”. Namun pada abad ke 20-an banyak filsuf yang
ternyata menggunakan konsep Soren, mengenai pemahaman kecemasan, dan
keputusasaan serta pentingnya individu manusia.
Soren sangat bertentangan akan ajaran dari Hegelian. Sehingga dia sering
menjadi kritikus akan ajaran Hegel. Pemikiran, sebagai kritik atas Hegel,
menekankan pada aspek subjektivisme. Hal ini akan membuat individu melupakan
tanggung jawab pribadinya secara etis, bahkan akan menghilangkan eksistensi.
c. Sumbangan Filsafat Eksistensialisme Terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini
1. Eksistensialisme telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi ilmu,
terutama dalam membuka jalan terhadap kebutuan yang ditimbulkan oleh faham
materialisme yang mengatakan bahwa : “manusia itu pada hakekatnya adalah
barang material belaka, yang walaupun bentuknya lebih unggul, tetapi manusia
itu adalah resultante dari proses-proses kimiawi”. Bagi eksistensialis, manusia
itu tidak hanya sekeedar material atau kesadaran, tetapi daripada itu.
2. Pengaruh yang sangat menonjol eksistensialisme terhadap pendidikan modern
dewasa ini adalah kesadaran terhadap adanya perbedaan eksitensial pada setiap
individu siswa, dan timbulnya penghargaan terhadap kebebasan siswa dalam
menentukan pilihannya.
3. Filsafat eksistensialisme bersifat individualistis sebagai paham yang mendorong
manusia untuk berbuat dan berbuat terus memperbarui dirinya dengan bertitik
tolak dari individu masing-masing apapun keadaannya.
4. Filsafat eksistensialisme memberikan modal kekuatan dan keberanian dengan
tidak perlu mencemaskan kelemahannya sebagai manusia.
5. Mazhab filsafat eksistensialisme teistis lebih berbobot daripada mazhab ateistis,
karena mazha teistis mengandung pengertian adanya pengakuan di luar subjek
yang dapat merupakan penggerak dalam usaha manusia bereksistensi.
6. Terdapat relevansi atau signifikansi antara ajaran filsafat eksistensialisme teistis
dengan tujuan pendidikan di Indonesia terlebih dalam mendorong terwujudnya
tujuan pendidikan di ranah afektif yang selama ini nampak terabaikan.
7. Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan yang menyajikan program menurut
kelompok seperti program pendidikan formal di sekolah dewasa ini, karena bagi
eksistensialis program kelompok semacam itu berarti telah mengikari eksistensi
siswa sebagai individu.
8. Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan profesi, misalnya pendidikan
kejuruan atau pendidikan spesialis di pendidikan tinggi. Eksistensialis
menganggap pendidikan profesi mempunyai sasaran utama pada pencarian
obyektivitas, logika dan intelektualitas, dan kurang mengenai sasaran emosi,
estetika dan moral yang merupakan kepentingan pokok eksistensialisme.
9. Eksistensialisme mengingatkan bahwa ilmu hendaknya tidak menjadi sasaran
atau tujuan pendidikan, tetapi ilmu itu harus ditempatkan secara proposional,
hanya sebagai alat dalam pengembangan eksistensi manusia.
C. FENOMENOLOGI
a. Pengertian
Secara etomologis, asal kata fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal
dari bahasa Yunani phaenomeno dan logos. Phaenomenon berarti tampak dan
phaenen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio,
pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai
kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak, atau ilmu tentang gejala-gejala
yang menampakkan diri pada kesadaran.
b. Riwayat hidup tokoh
Pada awalnya banyak ahli filsafat mendefinisikan fenomenologi hanya suatu
gaya berfikir bukan sebagai mazhab filsafat, adapula yang mendefinisikan
fenomenologi adalah suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan, dan
juga sebagai suatu pendirian atau aliran filafat. Akan tetapi dalam mazgab filsafat
fenomenologi memiliki asumsi-asumsi sebagai dasarnya.
Lalu kemudian Edmund Husserl (1859–1939) membawa fenomenologi berubah
menjadi sebuah disiplin ilmu filsafat dan metodologi berfikir yang mengusung
tema Epoche-Eiditic Vision danLebenswelt sebagai sarana untuk mengungkap
fenomena dan menangkap hakikat yang berada dibaliknya. Ia kemudian dikenal
sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi.
Edmund Gustav Aibercht Husserl adalah seorang filosof yang lahir di
Prestejov (dahulu Prossnitz) di Czechoslovakia (Jerman) pada tanggal 8 April 1859
dari keluarga yahudi. Di universitas ia belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, dan
filsafat; mula-mula di Leipzig kemudian juga di Berlin dan Wina. Awalanya ia
seorang filosof ilmu pasti.
Setelah Edmund Husserl berada di Wina ia tertarik pada filsafat dari Brentano.
Dia mengajar di Universitas Halle dari tahun 1886-1901, kemudian di Gottingen
sampai tahun 1916 dan akhirnya di Freiburg. Ia juga sebagai dosen tamu di Berlin,
London, Paris, dan Amsterdam, dan Prahara. Husserl terkenal dengan metode yang
diciptakan olehnya yakni metode “Fenomenologi” yang oleh murid-muridnya
diperkembangkan lebih lanjut. Husserl meninggal tahun 1938 di Freiburg. Untuk
menyelamatkan warisan intelektualnya dari kaum Nazi, semua buku dan catatannya
dibawa ke Universitas Leuven di Belgia.
1. Ajaran dan karya kefilsafatannya
Dalam pemahaman Edmund Husserl, fenomenologi adalah suatu analisis
deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan
pengalaman-pengalaman yang didapat secara langsung seperti religius, moral,
estetis, konseptual, serta indrawi. Ia juga menyarakan fokus utama filsafat
hendaknya tertuju kepada penyelidikan susunan kesadaran itu sendiri, sehingga
akan nampaklah objek kesadaran (fenomenon) tentang Labenswelt (dunia
kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Fenomenologi
sebaiknya menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandaikan
praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris.
Fenomenologi menekankan upaya menggapai fenomena lepas dari segala
presuposisi. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum pengalaman
menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu sendiri. Dengan begitu,
fenomenologi mencoba menepis semua asumsi yang mengkontaminasi pengalaman
konkret manusia. Selain itu, filsafat fenomenologi berusaha untuk mencapai
pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua fenomena yang
menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha inilah yang
dinamakan untuk mencapai “hakikat segala sesuatu.
Berikut karya filsafat dari Edmund Husserl
1). Logische Untersucgsuchugen I dan II(Penyelidikan-penyelidikan
logis), tahun 1900-1901. Bertujuan agar dapat mempelajari struktur kesadaran,
karena itu harus dibedakan antara tindakan dari kesadaran dan fenomena di mana
diarahkan (obyek memakai diri sendiri). Dengan membahas ini sekali lagi
menunjukkan sikapnya yang menolak psikologi. Tidaklah mungkin memasukkan
logika ke dalam psikologi, karena psikologi dapat mendeskripsikan proses faktual
kegiatan akal, sedangkan logika hanya bisa mempertimbangkan sah atau tidaknya
kegiatan akal tersebut. Edmund Hsserl menganalisa srtuktur intensi dari tindakan-
tindakan mental dan bagaimana struktur ini terarah pada obyek yang real dan ideal.
2). Ideen zu einer reinen Phanomenologie und Phanomenologischen
Philosophie, 1913 (Gagasan-gagasan untuk suatu fenomenolgi murni dan suatu
filsafat fenomenologis). Untuk pertama kalinya terkuak kecenderungan idealistik
ini. Seorang fenomenolog harus secara sangat cermat “menempatkan di antara
tanda kurung”, artinya kenyataan di antara dunia luar. Yang utama ialah
fenomenanya, dan fenomena ini hanya tampil dalam kesadaran. Usaha untuk
melakukan pendekatan terhadap dunia luar ini, memerlukan metode yang khas,
karena keinsyafan serta-merta mengenai dunia luar ini masuk merembes di mana-
mana dan menyebabkan analisa yang keliru.
3). Meditations Cartesiennes, 1931 (Renungan-renungan Kartesian). Dalam
buku ini dibahas beberapa permenungan Kartesian, di mana semakin lama semakin
penting. “Aku bertolak dari kesadaranku untuk menemukan kesadaran transedental
(prinsip dasar dari pemahaman murni yang melampaui atau mengatasi batas-batas
pengalaman) di dalamnya, tetapi bagaimana caranya menemukan pihak lain dalam
kesadaran? Apakah dengan demikian mau tidak mau aku akan terperosok di dalam
solipisme (percaya akan diri sendiri), sehingga yang ada hanyalah kesadaranku
sendiri? Bagaimana aku dapat mengetahui adanya dunia intersubjektif?
2. Sumbangan fenomenologi terhadap ilmu masa kini
Husserl memunculkan beberapa poin penting. Namun, yang nantinya menjadi
titik tolak metodologis yang bernilai bagi fenomenologi agama
adalah: epoché dan eidetic vision. Epoché merujuk kepada makna “menunda semua
penilaian”, atau ia sama dengan makna “pengurungan” (bracketing). Ini berarti
ketiadaan praduga-praduga yang akan mempengaruhi pemahaman yang diambil
dari sesuatu. Dengan kata lain, membawa konsep-konsep dan konstruk-konstruk
pandangan seseorang kepada penyelidikannya dilihat sebagai sebuah pengaruh
yang merusak terhadap hasil-hasilnya. Eidetic vision berhubungan dengan
kemampuan untuk melihat apa yang sebenarnya ada di sana. Ia mengharuskan
tindakan epoché, memperkenalkan kapasitas untuk melihat secara objektif esensi
sebuah fenomena, namun juga mengarahkan isu tentang subjektifitas persepsi dan
refleksi. Ia juga menganggap benar kapasitas untuk memperoleh pemahaman
intuitif tentang suatu fenomena yang bisa dibela sebagai pengetahuan yang
“objektif”.
Banyak sekali sumbangsi fenomenologi terhadap kemajuan ilmu saat ini,
salah satunya yaitu terhadap gejala sosial atau ilmu sosial. Dalam peta tradisi teori
ilmu sosial terdapat beberapa pendekatan yang menjadi landasan pemahaman
terhadap gejala sosial yang terdapat dalam masyarakat. Salah satu dari pendekatan
yang terdapat dalam ilmu sosial itu dalah fenomenologi. Fenomenologi secara
umum dikenal sebagai pendekatan yang dipergunakan untuk membantu memahami
berbagai gejala atau fenomena sosial dalam masyarakat.
Peranan fenomenologi menjadi lebih penting ketika di tempat secara praxis
sebagai jiwa dari metode penelitian sosial dalam pengamatan terhadap pola
perilaku seseorang sebagai aktor sosial dalam masyarakat. Namun demikian
implikasi secara teknis dan praxis dalam melakukan pengamatan aktor bukanlah
esensi utama dari kajian fenomenologi sebagai perspektif. Fenomenologi Schutz
sebenarnya lebih merupakan tawaran akan cara pandang baru terhadap fokus kajian
penelitian dan penggalian terhadap makna yang terbangun dari realitas kehidupan
sehari-hari yang terdapat di dalam penelitian secara khusus dan dalam kerangka
luas pengembangan ilmu sosial.
Dengan demikian, fenomenologi secara kritis dapat diinterpretasikan secara
luas sebagai sebuah gerakan filsafat secara umum memberikan pengaruh
emansipatoris secara implikatif kepada metode penelitian sosial. Pengaruh tersebut
di antaranya menempatkan responden sebagai subyek yang menjadi aktor sosial
dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya pemahaman secara mendalam tentang
pengaruh perkembangan fenomenologi itu sendiri terhadap perkembangan ilmu
sosial belum banyak dikaji oleh kalangan ilmuwan sosial. Pengkajian yang
dimaksud adalah pengkajian secara historis sebagai salah satu pendekatan dalam
ilmu sosial.
Salah satu ilmuwan sosial yang berkompeten dalam memberikan perhatian
pada perkembangan fenomenologi adalah Alfred Schutz. Ia mengkaitkan
pendekatan fenomenologi dengan ilmu sosial. Selain Schutz, sebenarnya ilmuwan
sosial yang memberikan perhatian terhadap perkembangan fenomenologi cukup
banyak, tetapi Schutz adalah salah seorang perintis pendekatan fenomenologi
sebagai alat analisa dalam menangkap segala gejala yang terjadi di dunia ini. Selain
itu Schutz menyusun pendekatan fenomenologi secara lebih sistematis,
komprehensif, dan praktis sebagai sebuah pendekatan yang berguna untuk
menangkap berbagai gejala (fenomena) dalam dunia sosial.
Dengan kata lain, buah pemikiran Schutz merupakan sebuah jembatan
konseptual antara pemikiran fenomenologi pendahulunya yang bernuansakan
filsafat sosial dan psikologi dengan ilmu sosial yang berkaitan langsung dengan
manusia pada tingkat kolektif, yaitu masyarakat. Posisi pemikiran Alfred Schutz
yang berada di tengah-tengah pemikiran fenomenologi murni dengan ilmu sosial
menyebabkan buah pemikirannya mengandung konsep dari kedua belah pihak.
Pihak pertama, fenomenologi murni yang mengandung konsep pemikiran filsafat
sosial yang bernuansakan pemikiran metafisik dan transendental pada satu sisi. Di
sisi lain, pemikiran ilmu sosial yang berkaitan erat dengan berbagai macam bentuk
interaksi dalam masyarakat yang tersebar sebagai gejala-gejala dalam dunia sosial.
Gejala-gejala dalam dunia sosial tersebut tidak lain merupakan obyek kajian formal
(focus of interest) dari fenomenologi sosiologi.
Dalam khasanah metodologi ilmu sosial, fenomenologi merupakan salah satu
bentuk inovasi karena mampu meninggalkan syarat dalam sebuah penelitian yang
termanifestasi dengan menggunakan sebuah hipotesa dalam kerangka penyusunan.
Pendekatan model ini sedikit banyak terpengaruh oleh aliran positivistik. Pemikiran
kritis yang selanjutnya muncul adalah bagaimana perkembangan fenomenologi
sebagai sebuah pendekatan dalam ilmu sosial mensejajarkan posisinya. Dengan
kata lain, pemikiran kritis dari tinjauan historis hermeneutis yang akan ditinjau dari
tulisan singkat ini sedikit banyak juga akan membicarakan perjalanan
fenomenologi sebagai sebuah pendekatan untuk secara akademis memperjuangkan
kepentingan emansipatorisnya.
Implikasi dari wujud perjuangan emansipatoris tersebut termanifestasi dalam
inovasi pemikiran Edmund Husserl tentang fenomenologi. Pemikirannya
meletakkan tradisi berpikir fenomenologi yang bersifat transendental. Pemikiran
transendental ini dibangun berdasarkan konstruksi berpikir yang terpengaruh logika
positivistik seperti aritmatika dan geometri. Alasan penggunaan logika berpikir
fisik positivistik bagi Husserl hanya dijadikan jalan menuju ke pemikiran metafisik
transendental. Tradisi pemikiran ini akhirnya diteruskan oleh Martin Heidegger dan
Max Scheler yang juga akan dipaparkan pada bagian selanjutnya sebagai bahan
yang memperkaya perspektif pemikiran fisafat fenomenologi. Pemikiran-pemikiran
fenomenologi Schutz terutama banyak dilandasi oleh pemikiran Husserl. Dasar
pemikiran Husserl dari fenomenologi yang menggunakan unsur metafisik
fundamental merupakan kekuatan legitimasi sebagai landasan berpikir dari penerus
metodologi ini (Tevenaz, 1962:38).
2. FILSAFAT POSTMODERNISME
Dunia saat ini sedang bergejolak, khususnya dalam bidang filsafat, ilmu, seni dan
kebudayaan. Manusia merasa tidak puas dan tidak dapat bertahan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, kapitalisme, serta cara berpikir modern. Modernisme
dianggap sudah usang dan harus diganti dengan paradigma baru yaitu posmodernisme.
Posmodernisme adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ide-ide zaman
modern (yang mengutamakan rasio, objektivitas, dan kemajuan). Posmodern memiliki cita-
cita, ingin meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial, kesadaran akan peristiwa sejarah dan
perkembangan dalam bidang penyiaran. Posmodern mengkritik modernisme yang
dianggap telah menyebabkan desentralisasi di bidang ekonomi dan teknologi, apalagi hal
ini ditambah dengan pengaruh globalisasi. Selain itu, posmodern menganggap media yang
ada saat ini hanya berkutat pada masalah yang sama dan saling meniru satu sama lain.
A. PENGERTIAN
Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an,
ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era
posmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modem (seperti rasionalisme, kapitalisme,
dan komunisme) tidak dapat dipertahankan lagi.
Lyotard menolak keras bentuk metanarasi, dan tidak percaya adanya kebenaran
tunggal yang universal, sebab menurutnya kebenaran adalah kebenaran. Pada awalnya lahir
dari kritik terhadap arsitektur modern, dan kata posmodern itu sendiri muncul sebagai
bagian dari modernitas. Ketika posmodem mulai memasuki ranah filsafat, pos dalam pos
modern tidak dimaksudkan sebagai sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal
modem. Konsep posmodemitas yang sering disebut sebuah kritik atas realitas modemitas
yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek pencerahannya.
Secara etimologis post modern terdiri dari dua kata yaitu “post” dan modern. Kata post
yang berarti “later or after” dan modern. Selain itu, menurut kubu postmodernisme lainnya
“post” berarti melampaui kematian modernism.
Sedangkan secara terminologis menurut postmodern merupakan kritik atas masyarakat
modern dan kegagalanya memenuhi janji-janjinya. Postmodern cenderung mengkritik
segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas, yaitu akumulasi pengalaman
peradaban barat. Postmodernisme merupakan aliran pemikiran yang menjadi paradigma
baru sebagai antithesis dari modernisme yang dianggap gagal dan tidal lagi relevan dengan
perkembangan zaman. (Maya Syifa dalam Aceng dkk, 2011: 104).
Menurut Zygmunt Buman dalam karyanya Post-Modern Ethics, postmodern adalah
usaha keras sebagai reaksi kesia-siaan zaman modernis yang sirna begitu saja. Dan adapun
penyebab dari kesia-siaan tersebut adalah akibat dari tekanan yang bersumber dari
prasangka (insting).
Dari bebrapa pengertian di atas dapat pula diartikan bahwa posmodernisme merupakan
suatu paham yang mengkritisi dan melampaui nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh
zaman sebelumnya terkhusus pada modernisme yang dinilai gagal dan sebagai bentuk
reaksi pemberontakan dan kritik atas janji modernisme.
B. TOKOH FILSAFAT POSTMODERNISME
Berikut ini beberapa tokoh posmodern yaitu:
1. Friedrich Wilhelm Nietzsche sche
Lahir di Rochen, Prusia 15 oktober 1884. Menurutnya manusia harus
menggunakakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal. Tidak ada yang dapat
dipercaya dari akal. Terlalu naïf jika akal dipercaya mampu memperoleh kebenaran.
Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orng beranggapan dengan akal diperoleh
pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.
Postmodernisme bersifat relative. Kebenaran adalah relative, kenyataan (realita)
adalah relative, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama
lain. Hal tersebut jelas memepunyai implikasi bagaimana kita memandang diri dan
mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan devisi dari Friedrich Wiliam
Nietzsche (1844-1900) yang dikenal sebagai nabi dari postmodernisme. Dia
mengatakan bahwa ”Ada banyak macam mata. Bahkan sphink juga mamiliki mata,
dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada
kebenaran.
2. Jacques Derrida
Seorang filsuf Prancis keturunan Yahudi sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme.
Menurutnya apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian tunggal yang
“ada di depan,” tidaklah ada dan tidak ada satupun yang bisa dijadikan pegangan.
Karena, satu-satunya yang bisa dikatakan pasti, ternyata adalah ketidakpastian, atau
permainan. Semuanaya harus ditunda atau ditangguhkan sembari kita terus bermain
bebas dengan perbedaan. Inilah yang ditawarkan Derrida, dan postmodernitas adalah
permainan dengan ketidakpastian.
Derrida mengkritik adanya oposisi biner (Binary Opposition) yang selalu
memberikan dikotomisasi dalam segala hal. Adanya dikotomi baik/buruk,
makna/bentuk, jiwa/badan, transendental/imanen, maskulin/feminin, benar/salah,
lisan/tulisan, dan sebagainya. Dikotomisasi seperti ini pada akhirnya akan
memunculkan hirarki, yang menjadikan satu diatas dari yang lain. Misalnya, maskulin
lebih baik dari feminim, lisan lebih baik dari tulisan, dan sebagainya. Oleh karena itu
menurut Derrida, yang harus dilakukan adalah pembalikan (inverse). Maksudnya,
segala sesuatu dalam dekonstruksi harus dianggap satu. Tidak ada lagi oposis biner
yang memisah-misahkan.
2. Michel Foucalt (1926-1984). Ia secara khusus membahas tentang kegilaan untuk
membongkar modernitas. Dalam bukunya “Discipline and Punish” Foucalt
menjelaskan tentang pembentukan masyarakat disiplin (disciplinary society) akibat
modernitas. Ada pembentukan kedisiplinan bagi yang “abnormal” agar menjadi
“normal”. Maka dari itu masyarakat modern membentuk alat sosial (social command)
untuk mengubah yang “abnormal” agar sesuai dengan sistem yaitu: Aparat, institusi,
dan hukuman.
C. AJARAN FILSAFAT POSTMODERNISME
Menurut Kinayati filsafat Postmodern memiliki asas-asas pemikiran sebagai berikut:
1. Penafian atas keuniversalan suatu pemikiran.
2. Penekanan akan terjadinya pergolakan pada ientitas personal maupun social secara
terus menerus, sbagai ganti dari yang permanen yang amat mereka tentang.
3. Pengingkaran atas semua ideology. Konsep filsafat pada era Postmodernisme
adalah hasil gabungan dari berbagai jenis fondasi pemikiran. Mereka tidak mau
terkungkung dan terjebak dalam satu bentuk fondasi pemikiran tertentu.
4. Postmodernisme tidak memiliki asas-asas yang jelas (universal dan permanen).
Akbar S. Ahmed dalam bukunya Posmodernisme dan Islam menyebutkan delapan
karakter sosiologis postmodernisme yang menonjol, yaitu :
1. timbulnya pemberontakan secara kritis terhadap proyek modernitas; memudarnya
kepercayaan pada agama yang bersifat transenden (meta-narasi); dan diterimanya
pandangan pluralisme relativisme kebenaran.
2. meledaknya industri media massa, sehingga ia bagaikan perpanjangan dari sistem
indera, organ dan saraf kita, yang pada urutannya menjadikan dunia menjadi terasa
kecil. Lebih dari itu, kekuatan media massa telah menjelma bagaikan “agama” atau
“tuhan” sekuler, dalam artian perilaku orang tidak lagi ditentukan oleh agama-agama
tradisional, tetapi tanpa disadari telah diatur oleh media massa, semisal program
televisi.
3. munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul diduga sebagai
reaksi atau alternatif ketika orang semakin meragukan terhadap kebenaran sains,
teknologi dan filsafat yang dinilai gagal memenuhi janjinya untuk membebaskan
manusia, tetapi sebaliknya, yang terjadi adalah penindasan.
4. munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta
keterikatan rasionalisme dengan masa lalu.
5. semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban) sebagai pusat kebudayaan, dan wilayah
pedesaan sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi
negara maju atas negara berkembang. Ibarat negara maju sebagai “titik pusat” yang
menentukan gerak pada “lingkaran pinggir”.
6. semakin terbukanya peluang bagi klas-klas sosial atau kelompok untuk mengemukakan
pendapat secara lebih bebas. Dengan kata lain, era postmodernisme telah ikut
mendorong bagi proses demokratisasi.
7. era postmodernisme juga ditandai dengan munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya
eklektisisme dan pencampuradukan dari berbagai wacana, potret serpihan-serpihan
realitas, sehingga seseorang sulit untuk ditempatkan secara ketat pada kelompok
budaya secara eksklusif.
8. bahasa yang digunakan dalam waacana postmodernisme seringkali mengesankan
ketidakjelasan makna dan inkonsistensi sehingga apa yang disebut “era
postmodernisme” banyak mengandung paradoks.
D. SUMBANGSIH FILSAFAT POSTMODERNISME
Sumbangsih postmodernisme bagi agama, yakni paradigma berpikir dan cara
beragama yang baru, manusia mempunyai hubungan dengan realitas tertinggi yakni Allah.
Sebab, modernisme melupakan sisi manusia yang lain yakni kesadaran akan kekuatan yang
diluar dirinya.
Identitas manusia, ditentukan oleh dimensi hubungannya dengan Tuhan dan
hubungannya dengan sesama. Dalam hal ini agama dan sains bekerja sama dalam
membangun dan membuat manusia sejahtera.
Manusia seharusnya menghargai nilai-nilai kemanusiaan, mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi berdasakan kemanusiaan sehingga nyata damai dan sejahtera
bagi kehidupan manusia, manusia membutuhkan kepastian dari agama dipegang orang
sebab pertanyaan yang selalu diperhadapkan kepada manusia dari manakah hakikat
asalanya dan kemana akan pergi. Kepastian yang dinyatakan melalui pernyataan-
pernyataan kitab suci dan simbol-simbol memperkuat keyakinan orang akan apa yang
dipegangnya untuk menyatakan kesejahteraan dan kedamaian bukan peperangan karena
kebenaran, penekanan saat ini adalah bagaimana hidup berdampingan untuk menyatakan
kerajaan Allah yakni kehidupan tanpa penindasan dan kekerasan. Lihatlah kepada Yesus
manusia yang sempurna tanpa dosa, di mana Ia menjaga hubungan yang akrab dengan
sesama dan Allah dan telah mengorbankan diri-Nya sebagai rasa solidaritas-Nya atas
keadaan manusia melalui salib, hubungan manusia dan sesama pulih, serta hubungan
manusia dengan Allah.
Sumbangsih filsafat postmodernisme terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi di
jelaskan oleh Toffler yang manggambarkan peradaban pasca-modern itu sebagai
datangnya industri-industri baru yang didasarkan pada komputer, elektronik, informasi,
bioteknologi. Ini memungkinkan pabrikasi yang fleksibel, pasar lokal, meluasnya
pekerjaan paruh-waktu, dan de-masivisasi media, dan
mengambarkan fusi baru antara produser dan konsumer dan terbentuknya apa
yang disebut sebagai prosumer. Ini menggambarkan pergeseran pekerjaan ke
rumah dan perubahan-perubahan dalam bidang politik dan sistem pemerintahan.
F. Keunggulan Dan Kekurangan Filsafat Postmodernisme
1. Kelebihan Posmodernisme adalah:
a. Adanya kediktatoran pemaknaan
b. Anti totaliter yang membebaskan manusia dari totalitarisme makna
c. Kebebasan beragama meruapakan jaminan terhadap martabat manusia yang
terpenting
d. Menolak “narasi besar” demi “narasi-narasi kecil”
Posmodernisme muncul untuk “meluruskan” kembali interpretasi sejarah yang
dianggap otoriter. Untuk itu postmodernisme menghimbau agar kita semua berusaha keras
untuk mengakui adanya identitas lain yang berada di luar wacana hegemoni.
Posmodernisme mencoba mengingatkan kita untuk tidak terjerumus pada kesalahan fatal
dengan menawarkan pemahaman perkembangan kapitalisme dalam kerangka genealogi
(pengakuan bahwa proses sejarah tidak pernah melalui jalur tunggal, tetapi mempunyai
banyak “sentral”).
Postmodernisme mengajak kaum kapitalis untuk tidak hanya memikirkan hal-hal
yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan keuntungan saja, tetapi juga melihat
pada hal-hal yang berada pada alur vulgar material yang selama ini dianggap sebagai
penyakit dan obyek pelecehan saja.
Postmodernisme sebagai suatu gerakan budaya sesungguhnya merupakan sebuah
oto-kritik dalam filsafat Barat yang mengajak kita untuk melakukan perombakan filosofis
secara total untuk tidak lagi melihat hubungan antar paradigma maupun antar wacana
sebagai suatu “dialektika” seperti yang diajarkan Hegel. Postmodernisme menyangkal
bahwa kemunculan suatu wacana baru pasti meniadakan wacana sebelumnya. Sebaliknya
gerakan baru ini mengajak kita untuk melihat hubungan antar wacana sebagai hubungan
“dialogis” yang saling memperkuat satu sama lain.
2. Kelemahan Postmodernisme adalah :
Yang paling dasar adalah postmodernisme itu sendiri yang memiliki definisi yang
beragam. Selain itu, dari para penganut postmodernisme sendiri tidak memiliki pemikiran
yang sama, ada yang berpikir bahwa untuk memperbaiki suatu ke-modern-an tertentu,
mereka harus kembali kepada pemikiran yang ada sebelum ke-modern-an itu ada. Ada juga
yang melakukan “dekonstruksi” dalam persoalan linguistic saja,
Pertama, pemikiran-pemikiran yang dalam rangka merevisi kemodernan itu
cenderung kembali ke pola berfikir pra-modern. Sebutlah misalnya ajaran yang
memproklamirkan dirinya sebagai metafisika New Age. Dapat pula dimasukkan kedalam
kelompok ini pemikiran-pemikiran yang mengaitkan dirinya dengan wilayah mistiko-mitis.
Kedua, pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra dan banyak
berurusan dengan persoalan linguistik. Kata kunci yang paling populer dan digemari oleh
kelompok ini adalah "dekontruksi".
Ketiga, adalah segala pemikiran yang hendak merevisi modernisme, tidak dengan
menolak modernisme itu secara total, melainkan dengan memperbaharui premis-premis
modern di sana-sini saja. Ini dimaksudkan lebih merupakan "kritik imanen" terhadap
modernisme dalam rangka mengatasi berbagai konsekuensi negatifnya. Misalnya, mereka
tidak menolak sains pada dirinya sendiri, melainkan hanya sains sebagai ideologi dan
scientism saja di mana kebenaran ilmiahlah yang dianggap kebenaran yang paling sahih
dan meyakinkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Satu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa pragmatisme merupakan
filsafat bertindak. Dalam menghadapi berbagai persoalan, baik bersifat psikologis,
epistemologis, metafisik, religius dan sebagainya, pragmatisme selalu
mempertanyakan bagaimana konsekuensi praktisnya. Filosuf yang terkenal sebagai
tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey. Mereka
berdualah yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang,
karena di Amerika Serikat pragmatisme mendapat tempat tersendiri dengan
melekatnya nama William James sebagai tokohnya, disamping John Dewey. Diakui
atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir
bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek
kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan.
Inti pemikiran aliran eksistensialisme adalah keberadaan manusia diantara
keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan
dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru
mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang
berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
Søren Aabye Kierkegaard dan Jean Paul Sartre dianggap filosof yang dapat
mewakili aliran ini. Søren menggambarkan tentang eksistensialisme manusia dalam
perkembangan religius. Sartre sendiri mengatakan manusia itu memiliki
kemerdekaan untuk membentuk dirinya, dengan kemauan dan tindakannya sendiri.
Posmodernisme merupakan suatu paham yang mengkritisi dan melampaui
nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh zaman sebelumnya terkhusus pada
modernisme yang dinilai gagal dan sebagai bentuk reaksi pemberontakan dan
kritik atas janji modernisme. Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis
pada sekitar tahun 1970-an, ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya
tentang kondisi legitimasi era posmodern, dimana narasi-narasi besar dunia
modem. Aliran posmodernisme berkembang pesat pada 1970an dengan beberapa
tokoh yang gigih menolak aliran modernism, tokoh-tokoh tersebut antara lain Jeans
Francois Lyotard, Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, Jacques Derrida, Michel
Foucalt dan lain sebagainya.
Fenomenologi adalah suatu metode dalam mengamati, memahami,
mengartikan, dan juga sebagai suatu pendirian atau aliran filafat. Akan tetapi dalam
mazgab filsafat fenomenologi memiliki asumsi-asumsi sebagai dasarnya.
Edmund Husserl (1859–1939) membawa fenomenologi berubah menjadi
sebuah disiplin ilmu filsafat dan metodologi berfikir yang mengusung
tema Epoche-Eiditic Vision danLebenswelt sebagai sarana untuk mengungkap
fenomena dan menangkap hakikat yang berada dibaliknya. Ia kemudian dikenal
sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi.
Dalam pemahaman Edmund Husserl, fenomenologi adalah suatu analisis
deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan
pengalaman-pengalaman yang didapat secara langsung seperti religius, moral,
estetis, konseptual, serta indrawi. Ia juga menyarakan fokus utama filsafat
hendaknya tertuju kepada penyelidikan susunan kesadaran itu sendiri, sehingga
akan nampaklah objek kesadaran (fenomenon) tentang Labenswelt (dunia
kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah). Fenomenologi
sebaiknya menekankan watak intensional kesadaran, dan tanpa mengandaikan
praduga-praduga konseptual dari ilmu-ilmu empiris.
Dalam khasanah metodologi ilmu sosial, fenomenologi merupakan salah
satu bentuk inovasi karena mampu meninggalkan syarat dalam sebuah penelitian
yang termanifestasi dengan menggunakan sebuah hipotesa dalam kerangka
penyusunan.
Postmodernisme bersifat relative. Kebenaran adalah relative, kenyataan
(realita) adalah relative, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan
satu sama lain. Hal tersebut jelas memepunyai implikasi bagaimana kita
memandang diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada dengan devisi dari
Friedrich Wiliam Nietzsche (1844-1900) yang dikenal sebagai nabi dari
postmodernisme. Dia mengatakan bahwa ”Ada banyak macam mata. Bahkan
sphink juga mamiliki mata, dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran, dan
oleh sebab itu tidak ada kebenaran.
Sumbangsih postmodernisme bagi agama, yakni paradigma berpikir dan
cara beragama yang baru, dialog dan cara beragama yang baru melalui
kemanusiaan titik pijak yang baru. Manusia mempunyai hubungan dengan realitas
tertinggi yakni Allah. Sedangkan sumbangsih filsafat postmodernisme terhadap
ilmu pengetahuan dan teknologi di jelaskan oleh Toffler yang manggambarkan
peradaban pasca-modern itu sebagai datangnya industri-industri baru yang
didasarkan pada komputer, elektronik, informasi, bioteknologi. Ini memungkinkan
pabrikasi yang fleksibel, pasar lokal, meluasnya pekerjaan paruh-waktu, dan de-
masivisasi media, dan mengambarkan fusi baru antara produser dan konsumer dan
terbentuknya apa yang disebut sebagai prosumer. Ini menggambarkan pergeseran
pekerjaan ke rumah dan perubahan-perubahan dalam bidang politik dan sistem
pemerintahan.
http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/filsafat-pendidikan-
pragmatisme/