Filsafat Pendidikan Islam

26
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM ALAMATX: http://udhiexz.wordpress.com/2007/12/30/10/ A. Pendahuluan  Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda -benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.  1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya dit erima secara tidak kritis. Defini si tersebut menun jukkan arti sebag ai inform al.  2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.  3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.  4) Filsafat adalah sebagai ana lisa logi s dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema -problema yang langsumg yang mendapa t perhatian dari manusia dan yang dica rikan jawa bannya oleh ah li -ah li filsafat.  Dari beberapa de finisi tadi bahwasanya se mua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.  Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang -kadang karena ada kejadian yang membingu ngkan dan kada ng -kadan g hanya karena ingi n tahu, dan berfikir sung guh - sungguh tentang soal -soal yang pokok. Apakah ke hidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ?  Apakah alam itu ber sahab at atau bermus uhan ? ap akah yang terja di itu telah ter jadi secar a kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .  Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhad apnya telah menimbulkan teori -teor i dan sistem pemikiran seper ti idealisme, real isme, pragmatisme.  Oleh karena itu filsafa t dimulai oleh rasa her an, berta nya dan memikir tentan g asumsi - asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.  B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam  Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap p engertian seperti ini al -Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menamba hkan bahwa filsafat dapat pula ber arti mencari hakikat sesuatu, berusah a menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalama n -pengalaman manusia.  Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata  Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophi  a: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophi  a yang berarti pengetahuan, hikmah ( wisdom). Jadi, Philosophi  a berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut fail asuf. Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian f ilsafat  telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481 -411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta

Transcript of Filsafat Pendidikan Islam

Page 1: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 1/26

 

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM ALAMATX: http://udhiexz.wordpress.com/2007/12/30/10/

A. Pendahuluan  Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita

semua mempunyai ide-ide tentang benda -benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati,

Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.  1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang

biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai inform al. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang

sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.  3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.  4) Filsafat adalah sebagai analisa logi s dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan

konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema -problema yang langsumg yang mendapat perhatian

dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli -ahli filsafat.  Dari beberapa definisi tadi bahwasanya se mua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah

buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.  

Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang -kadang karena ada kejadian yangmembingungkan dan kadang -kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh -

sungguh tentang soal -soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada

disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ?

 Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secar a

kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan

fikiran didalam benda .  Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan

terhadapnya telah menimbulkan teori -teori dan sistem pemikiran seper ti idealisme, realisme,

pragmatisme.  Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi -

asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimanafilsafat itu menjawabnya.  B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam  Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang

berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau

hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al -Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah

hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya,

memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia

menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha

menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman -pengalaman

manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata

 Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophi a: philos berarti cinta, suka

(loving), dan sophi a yang berarti pengetahuan, hikmah ( wisdom). Jadi, Philosophi a berarti

cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya

disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut fail asuf. Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian f ilsafat  telah mengalami

perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481 -411 SM), yang dikenal sebagai

orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas

dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta

Page 2: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 2/26

 

terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan

atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran

utamanya.  Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan

oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para

ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.D alam

hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda -beda. Ahmad D. Marimba, misalnya

mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si ± terdidik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima

unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan

atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong .

3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut,

dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat -alat yang dipergunakan.  Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif 

dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya.

Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup

sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkankebahagiaan hidup di akhira t, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga

mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur 

masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur 

kehidupan dunia dan akhir at tersebut adalah al Qur¶an dan al Sunnah. Sebagai sumber 

ajaran, al Qur¶an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh

perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.  Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan

perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah

mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long li f e educ at ion ). Dari uraian diatas,

terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran -ajarannya bersumber pada al - Qur¶an dan

al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran.Langkah yang ditempuh al Qur¶an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat

martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan

  jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari

kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.  Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur¶an d an alHadist Firman Allah : 

 ³ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur¶an) dengan perintah kami.

Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al

Qur¶an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan

sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar (

QS. Asy-Syura : 52 )´ Dan Hadis dari Nabi SAW :   ³ Sesungguhnya orang mu¶min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang

senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya,

sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka

beruntung dan memperoleh kemenangan ia´ (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)´ 

Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :  

Page 3: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 3/26

 

1. Bahwa al Qur¶an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah

 jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang

diridloi Allah SWT.

2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati

untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam

bentuk pendidikan Islam.

3. Al Qur¶an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar -benar pemberi

petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya

agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan

Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan

berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya

sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala

usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya,

pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk

memungkinkannya melakukan fungs i hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik -

baiknya. 

Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corakpenghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk

memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit

dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa

modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para

ahli pendidik dan ju ga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara -cara

bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran

kepada para peserta didik.  Kalau teori pendidikan hanyalah semata -mata teknologi, dia harus meneliti asums i-asumsi

utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan

yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur 

filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi it u, teknologimungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah

dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa

mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hak ikatnya

belum dipertimbangkan dengan hati -hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat

pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan

debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan

pekerjaan-pekerjaan yang ideal.  Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau

dengan mengulang-ulang dengan gigih kata -kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa

orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih

baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah

membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islammengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berl angsung dan

dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan

filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai -nilai itu kemudian dijadikan

dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lent ur normatif menurut

kebutuhan dan kemajuan.  Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al

Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :  

Page 4: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 4/26

 

1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya di tengah-tengah makhluk lain

serta tanggung jawab dalam kehidupannya.  2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung

 jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.  3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah

kepada Nya Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya

agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan

kepada manusia untuk mengambil manfaatnya  Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu

merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan

pendidikan yang didasarkan pada al Qur¶an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan

pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan

demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan

yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia

bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam

pemikiran filsafat pada umumnya.  

C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam  Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan

Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa

sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat

pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam

harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan

pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam

berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh

(universal) tentan g pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama

Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu -ilmu lain yang relevan.

Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah

masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuanpendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.  D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam  Prof. Mohammad At hiy ah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah

menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam ³ At

Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha ³ yaitu :  1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan

akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.  

2. Persiapan untuk kehidup an dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya

menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan

saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.  3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan

memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.  

4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat

mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia

mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian

dan keagamaan. 5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi -segi kemanfaatan. Pendidikan

Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata -mata, tetapi

Page 5: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 5/26

 

menaruh perhatian pada segi -segi kemanfaatan pada tujuan -tujuan, kurikulum, dan

aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara

agama dan ilmu pengetahuan.  E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam  Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan

empat hal sebagai berikut : Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan.

Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur¶an dan al Hadist yang disertai

pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari

pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.  Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan -bahan yang bersifat tertulis dapat

dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing -masing prosedurnya

telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur¶an dan

al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur¶an semacam Mu¶j am al Mufahr as li Al faz h

al Qur¶ an al K arim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu¶j am al muhfars li Al faz h al 

H adist  karangan Weinsink.  Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode

analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadapsasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.  Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus

pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini

biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori -teori keilmuan tertentu

yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini

pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam

paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.  F. Penutup. Islam dengan sumber ajarannya al Qur¶an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran

para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah

yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwasecara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan

Islam. Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya

dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam.

Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika

diterapkan secara konsisten.  Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif.

Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh

Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak

bertentangan.  Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang

telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak l ebih sebagaibahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu

upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa

pendidikan Islam ingin eksis ditengah -tengah percaturan global.  

DAFTAR PUSTAKA 

Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.  

Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000  

Titus, Smith, Nolan.,  Persoalan-persoalan Filsafat , Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.  

Page 6: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 6/26

 

Ali Saifullah H.A., Drs.,  Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya,

1983. 

Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam , Cet.II , Bumi Aksara, Jakarta, 1995. 

Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam , Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 

Makalah Filsafat Pendidikan Islam

ANALISIS KRITIS

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM IBN SINA  

Oleh: Muhammad Kosim 

A. Pendahuluan

Ibnu Sina (980-1037 M) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf,ilmuwan, penyair dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian

Uzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya

adalah tentang filosof dan pengobatan. Bagi banyak orang, beliau adalah "Bapak Pengobatan

Modern" dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan

karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib

yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.

Meskipun ia lebih dikenal sebagai seorang filosof dan ahli di bidang kedokteran, akan tetapi

 beberapa kajian yang dilakukan oleh generasi sesudahnya tentang pemikiran Ibn Sina

ditemukan beberapa pemikirannya tentang konsep pendidikan Islam. Oleh sebab itu, Ibn Sina juga tercatat sebagai salah satu tokoh pendidikan Islam yang memiliki pemikiran br ill iant .

Pemikiran Ibn Sina tentang pendidikan Islam memang telah banyak dikaji oleh para ahli,

tetapi tidak berarti kajian tersebut berhenti di situ saja. Pemikiran Ibn Sina yang tertulisdalam karya-karyanya akan tetap relevan untuk dianalisis secara kritis hingga saat ini

sehingga menimbulkan dinamika keilmuan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi

yang bersifat solutif terhadap berbagai permasalahan pendidikan Islam dewasa ini, termasuk 

di Indonesia.

Selain itu, pemikiran pendidikan yang dilahirkan oleh ilmuan muslim sejatinya menjadi

referensi penting dalam pengembangan pendidikan Islam dalam konteks kekinian dankedisinian. Sebab, pemikiran yang ia lahirkan tentu berlandaskan, atau tidak bertentangan

dengan al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup umat manusia dalam setiap lintasan

zaman kehidupan.

Makalah yang sederhana ini akan mencoba untuk menganalisis pemikiran Ibn Sina tentang

 pendidikan Islam. Dalam makalah ini akan dikemukakan terlebih dahulu biografi Ibn Sina

serta karya-karyanya, kemudian mengkaji pemikirannya tentang manusia dengan konsep

Page 7: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 7/26

 

 jiwa, lalu beberapa komponen pendidikan Islam, seperti tujuan pendidikan, kurikulum, dan

metode pembelajaran.

B. Biografi dan Karya Ibnu Sina

1. Riwayat Hidup 

Ibnu Sina bernama lengkap Ab µAl al-Husayn bin µAbdullh bin Sn (

). Ia lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di Afshana, sebuah kota kecil dekat Bukhara,

sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat

Ismaili, berasal dari Balkh Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur 

suatu daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah Afghanistan (dan

 juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara.

Meskipun secara tradisional dipengaruhi oleh cabang Islam Ismaili, pemikiran Ibn Sinaindependen dengan memiliki kepintaran dan ingatan luar biasa. Sejak kecil, banyak orang

yang mengaguminya, sebab ia adalah seorang anak yang luar biasa kepandaiannya/Child

 prodigy, bahkan pada usia 10 tahun telah hafal al-Qur'an seluruhnya. Dalam hal ini ia

mengatakan:

"Saya telah menghafal dan melengkapi studi al-Qur'an serta bagian-bagian terpenting dari

kesusastraan bahasa Arab, sebegitu jauhnya sehingga orang-orang merasa ingin mengetahui

lebih jauh tentang apa yang telah saya dapatkan."

Ia juga seorang ahli puisi Persia. Ketika anak genius ini berusia 17 tahun, ia telah memahami

seluruh teori kedokteran yang ada di masanya dan melebihi siapa pun juga. Karenakepintarannya itulah, ia diangkat sebagai konsultan dokter-dokter praktisi. Peristiwa ini

terjadi setelah ia berhasil mengobati Pangeran Nuh ibn Manshur, dimana sebelumnya tidak 

seorang pun yang dapat menyembuhkannya. Ia juga pernah diangkat menjadi menteri oleh

Sultan Syams al-Daulah yang berkuasa di Hamdan.

Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan

menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti

matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter 

yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat - obat yang sesuai."

Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasientanpa meminta bayaran.

Di antara guru yang mendidiknya adalah Abu 'Abd Allah al-Natili dan Isma'il sang Zahid.

Dengan kejeniusannya, ia mampu menguasai ilmu yang diterimanya, bahkan melebih dari

gurunya. Meskipun Ibn Sina sempat kebingungan untuk memenuhi hasrat belajarnya yang tak 

kunjung terpenuhi dari guru yang telah ia temui, akhirnya ia dapat lebih banyak belajar di

Page 8: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 8/26

 

 perpustakaan istana, Kutub Khna. Ia diberikan kebebasan belajar di perpustakaan ini karena

keberhasilannya menyembuhkan sang pangeran, sebagaimana yang telah disinggung di atas.

Beragam ilmu pengetahuan yang ia pelajari dan kuasai di perpustakaan ini, termasuk di

 bidang filsafat. Namun, dalam mempelajari filsafat ini, terkadang ia memperoleh kesulitan.

Pada beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia akan meninggalkan buku - bukunya,

mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus sholat sampai hidayah menyelesaikankesulitan - kesulitannya. Pada larut malam dia akan melanjutkan kegiatan belajarnya,

menstimulasi perasaannya dengan kadangkala segelas susu kambing, dan meskipun dalam

mimpinya masalah akan mengikutinya dan memberikan solusinya.

Empat puluh kali, dikatakan, dia membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata -

katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai suatu hari mereka

menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh al-Farabi, yang dibelinya di suatu bookstall

seharga tiga dirham. Dengan mengenal pemikiran al-Farabi, ia mengaku berhutang budi

kepada al-Farabi. Yang sangat mengagumkan adalah kesenangannya pada penemuan, yangdibuat dengan bantuan yang dia harapkan hanya misteri, yang mempercepat untuk berterima

kasih kepada Allah SWT, dan memberikan sedekah atas orang miskin. Peristiwa ini terjadi

ketika ia berusia 18 tahun. Sejak itu ia tidak perlu lagi belajar "meluas" tapi hanya perlu

meningkatkan pemahamannya secara "mendalam" atas apa yang sudah dipelajari pada saat ia

memasuki usia delapan belas tahun. Ketika ia memasuki usia senja, ia pernah menyatakan

kepada muridnya, al-Juzjani, bahwa sepanjang tahun yang dilaluinya ia telah mempelajari

tidak lebih dari yang ia ketahui sebagai seorang pemuda berusia 18 tahun. Pengalaman Ibn

Sina mengajarkan kepada generasi sesudahnya bahwa masa muda amat menentukan

keberhasilan seseorang.

Sebagai pemikir yang inovatif dan kreatif pada umumnya, Ibn Sina tidaklah terlepas dari

cobaan yang menimpanya. Tatkala perpustakaan istana terbakar, musuh-musuhnya menuduh

Ibn Sina yang membakarnya supaya orang tidak bisa menguasai ilmu yang ada di sana,

kecuali Ibn Sina sendiri sehingga ia tidak tertandingi. Ia juga pernah dipenjarakan oleh putra

al-Syam al-Daulah hanya karena ketidaksenangan, atau kedengkian. Setelah beberapa bulan,

ia dapat meloloskan diri dari penjara dan lari ke Isfahan kemudian disambut oleh Amirnya

dengan kehormatan. Di kota ini kemudian ia mengabdikan kiprahnya sebagai seorang

intelektual.

Ibnu Sina wafat pada usia 58 tahun, tepatnya pada tahun 1037 M di Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Beliau wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah.

2 .K arya-karya Ibnu Sina 

Ibn Sina sangat produktif dalam melahirkan karya tertulis, meskipun ia sibuk dalam

 pemerintahan dan tugasnya sebagai "dokter". Di antara karya tulisan yang ia tinggalkan dan

Page 9: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 9/26

 

 berpengaruh terhadap generasi-generasi sesudahnya adalah:

a.Al-Syif', terdiri dari 18 jilid berisikan uraian tentang filsafat yang mencakup empat bagian,

yaitu: ketuhanan, fisika, matematika, dan logika. Dalam kitab ini juga ditemukan beberapa

 pemikirannya tentang pendidikan;

 b.Al-Najt, merupakan ringkasan dari al-Syifa' yang ditujukan kepada para pelajar yang inginmempelajari dasar-dasar ilmu hikmah secara lengkap;

c.Al-Qnn fi al-Thibb (Canon of Medicine), berisikan tentang ilmu kedokteran yang terbagi

atas lima kitab dalam berbagai ilmu dan berjenis-jenis penyakit dan lain-lain.

d.Al-Isyrt wa al-Tanbht, berisikan uraian tentang logika dan hikmah.

Masih banyak karya-karya yang beliau tulis. Semua karyanya sekitar 250 karya yang

diantaranya banyak berbicara tentang ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Karyaa-karya ini

sebagian besar berbahasa Arab, tapi ada sebagian kecil di antaranya berbahasa Persia, seperti

Danishnamah 'ala'i (Buku ilmu pengetahuan yang dipersembahkan kepada 'Ala al-Dawlah).Buku ini merupakan karya filsafat pertama di Persia Modern.

C. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Sina

1. Hakikat Manusia 

Bebicara tentang pendidikan, tentu tidak terlepas dari kajian tentang hakikat manusia.

Pandangan seseorang terhadap manusia akan berpengaruh terhadap konsep-konsep

 pendidikan yang ia kemukakan. Demikian halnya Ibn Sina, juga memiliki pandangan tentang

hakikat manusia. Bahkan dalam kajian filsafat, pembahasan tentang Ibn Sina tidak pernahterlepas dari pemikirannya tentang manusia, khususnya tentang konsep jiwa.

Secara garis besar, manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Keduanya mesti dipelihara

dalam kelangusungan hidup di dunia ini. Namun dalam kajian filsafat, unsur rohani atau jiwa

mendapat perhatian lebih karena dianggap sebagai hakikat manusia yang sesungguhnya.

Demikian halnya dengan Ibn Sina, meskipun ia sebagai seorang dokter yang mengkaji

tentang organ tubuh manusia secara jasmani, tetapi ia juga memiliki pemikiran yang unik 

tentang jiwa.

Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut paham pancaran (emanasi). Dari Tuhan memancar 

akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama; demikian

seterusnya sehingga tercapai akal kesepuluh dan bumi. Dari akal kesepuluh memancar segalaapa yang terdapat di bumi yang berada di bawah bulan. Akal Pertama adalah malaikat

tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.16 Berlainan dengan al Farabi, Ibnu Sina

 berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat yaitu:

1. sifat wajib wujudnya, sebagai pancaran dari Allah (Wajib al Wujud li ghairihi), dan

2. sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakikat dirinya (Mumkin al Maujud li Dzatihi).

Page 10: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 10/26

 

 

Dengan demikian, ada tiga obyek pemikirannya yaitu Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya

dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang Tuhan timbul akal-akal, dari

 pemikiran tentang dirinya sebagai wujudnya timbul jiwa-jiwa dan dari pemikiran tentang

dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit.

Jiwa manusia, sebagaimana jiwa-jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah bulan,

memancar dari akal kesepuluh. Sebagaimana Aristoteles, Ibnu Sina membagi Jiwa dalam tiga

 bagian, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Hanya saja Ibn Sina menguraikan

lebih rinci, dan tentunya sesuai dengan ajaran yang terkandung dalam al-Qur'an. Adapun

 pembagian jiwa tersebut adalah:

1.  J iwa t umbuh-t umbuhan (Nabatiyyah) adalah daya yang terdapat dalam diri semua makhluk 

yang hidup atau yang bernyawa (tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia). Daya ini terbagi

tiga macam, yaitu ghaziyab (makan); munmiyab (tumbuh); muwallidah (mereproduksi).Daya jiwa nabatiyah ini adalah jiwa terendah dari dua jiwa yang lain.

2.  J iwa binatang  (Hayawaniyyah), daya jiwa ini terdapat pada hewan dan manusia, tidak 

 pada tumbuh-tumbuhan. Daya jiwa hayawaniyah terdiri dari dua macam, yakni:

a. Daya jiwa hayawaniyah muhrikah (menggerakkan) terbagi atas dua macam:

1) Muhrikah b'itsah, ialah daya keinginan kecondongan yang mendorong lahirnya gerakan.

B'itsah ini mempunyai dua macam yakni b'itsah syahwiyah (kekuatan atau daya keinginan

yang membangkitkan gerakan, untuk memperoleh kebutuhan) dan b'itsah ghadlabiyah (daya

keinginan yang membangkitkan gerakan untuk menghindari segala sesuatu yang

memudlaratkan).2) Muhrikah f'ilah, ialah daya penggerak yang terdapat dalam urat-urat syaraf sampai bagian

luar badan sehingga otot-otot melakukan gerakan sesuai dengan tuntutan daya-daya

keinginan.

 b. Daya jiwa hayawaniyah Mudrikab (menanggap), dengan dua bagian:

1) Mudrikah dari luar ialah jiwa menangkap dari penginderaan terhadap rangsangan-

rangsangan yang datang dari luar.

2) Mudrikah dari dalam ialah daya jiwa hayawaniyah yang menangkap rangsangan yang

datang dari dalam jiwa atau dalam dirinya sendiri. Daya ini terbagi atas lima macam, yaitu:

(a) Indra bersama (al-hiss al-musytarak), yaitu menerima segala apa yang ditangkap oleh

indra luar; (b) Indra al-khayyal, yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indra bersama; (c) Imajinasi (al-mutakhayyilat) yang menyusun apa yang disimpan dalam khayydl.

(d) Indra wahmiyah (estimasi) yang dapat menangkap hal-hal yang abstrak yang terlepas dari

materinya, seperti keharusan lari bagi kambing ketika melihat serigala. (e) Indra

 pemeliharaan (rekoleksi) yang menyimpan hal-hal abstrak yang diterima oleh indra estimasi.

3.  J iwa manusia (insaniyah), yang disebut juga al-nafs al-nathiqat, mempunyai dua daya,

Page 11: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 11/26

 

yaitu:

a. daya praktis {al-'amilat), hubungannya dengan jasad. Daya jiwa al-'amilah disebut juga al-

'aqlul 'amali (akal atau intelegensia praktis), yakni daya jiwa insani yang punya kekuasaan

atas badan manusia yang dengan daya jiwa inilah manusia melaksanakan perbuatan-

 perbuatan yang mengandung pertimbangan dan pemikiran yang membedakan dia, dari

seluruh binatang. Jika daya ini membirnbing daya-daya jiwa hayawaniyah serta dipengaruhi juga oleh aqlun nazhari (pikir teoritis) maka manusia akan hidup di atas keutarnaan, tetapi

 jika sebaliknya manusia akan hidup dalam kehinaan.

 b. daya teoretis {al-'alimat) hubungannya dengan hal-hal yang abstrak. Daya jiwa al-'alimah

disebut juga "aqlun nazhari". (akal intelegensia teoretis), daya jiwa ini menemukan konsep-

konsep umum yang di-tajrid-kan dari materi. Daya teoretis ini mempunyai beberapa tingkatan

akal, yaitu.

1) Aqlun bil quwwab, yaitu intelegensia yang berkembang disebabkan proses interaksi

dengan lingkungannya baik melalui proses belajar mengajar ataupun pengalaman-

 pengalaman. Aqlun bil quwwah ini dibagi tiga:a) Al-Aqlu al-hayulani (akal material), yang semata-mata mempunyai potensi untuk berpikir 

dan belum dilatih walaupun sedikitpun.

 b) Al-'Aqlu al-malakat, yaitu jiwa yang memperoleh perkara-perkara badihiyah (kebenaran

aksioma) dengan ilharn ilahi tanpa melalui proses belajar, dia tidak pula lewat pengalaman

indrawi. Contoh, keseluruhan lebih besar dari bagiannya, dua yang berlawanan tidak akan

 berkumpul.

c) Al-Aqlu bi al-fi'l, (akal aktual), yaitu bilamana jiwa memperoleh ilmu pengetahuan teoritis,

namun dia tidak dalam keadaan sedang empelajarinya, tapi ilmu sudah siap padanya, kapan

saja dia kehendaki dapat diketahuinya.

2) al-Aqlu al-Mustafad, yaitu akal yang muncul bilamana konsepsi rasional hadir pada akalitu, sedang dia dalam keadaan mengkajinya atau mempelajarinya. Perbedaan antara al-aql bi

al-fi'li dengan al-aql al-mustafad adalah, umpamanya, seorang seniman pelukis, daya jiwanya

 pada waktu dia tidak dalam keadaan melukis, dan daya jiwanya pada waktu dia tenggelam

dalam melukis (mustafad). Jadi, akal seperti inilah yang dapat berhubungan dan menerima

limpahan ilmu pengetahuan dari akal aktif.

Dari tingkatan jiwa di atas, jiwa al-insaniyah adalah yang tertinggi. Sementara dalam jiwa al-

insaniyah juga terdapat beberapa tingkatan akal, dari yang bersifat materil (hayulani) hingga

kepada yang abstrak (mustafad). Untuk meningkatkan kualitas jiwa dan akal manusia,

diperlukan latihan-latihan berupa penelitian dan pendidikan. Dari konsep ini, terlihat jelas peran penting pendidikan bagi pengembangan diri manusia.

Ia juga menjelaskan bahwa sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga jiwa itu

yang berpengaruh pada dirinya, jika yang lebih berpengaruh jiwa binatang maka orang itu

akan menyerupai sifat-sifat binatang. Sebaliknya jika jiwa manusia telah mempunyai

kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka ia akan memperoleh kesenangan

Page 12: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 12/26

 

abadi di akhirat. Sebaliknya, jika ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna

akibat terpengaruh oleh godaan hawa nafsu, maka ia akan sengsara selama-lamanya di

akhirat.

Kemudian Ibn Sina juga membedakan antara jiwa dengan jasad. Berbeda dengan definisi

yang dikemukakan oleh Aristoteles, "jiwa adalah kesempurnaan awal bagi jasad alami yangorganis", Ibn Sina mengganggap definisi itu tidak membedakan secara tegas antara jasad

dengan jiwa. Bahkan pandangan Aristoteles mengisyaratkan adanya hubungan yang bersifat

esensial antara keduanya dimana jiwa akan fana dengan binasanya jasad. Bagi Ibn Sina, jiwa

adalah "jauhar dari rohani". Ini menunjukkan bahwa jiwa adalah substansi dari rohani, tidak 

tersusun dari materi-materi sebagaimana jasad. Kesatuan antara keduanya bersifat accident,

hancurnya jasad tidak membawa kepada hancurnya roh (jiwa). Akan tetapi jiwa yang kekal

adalah jiwa insaniyah dimana kelak akan mendapat pembalasana di akhirat, sementara jiwa

tumbuh-tumbuhan dan hewan akan hancur bersama hancurnya jasad. Dengan demikian, jiwa

memiliki kedudukan amat penting dari pada jasad. Hal ini berimplikasi kepada konsepnyatentang pendidikan yang mengutamakan pendidikan jiwa.

Meskipun demikian, antara jasad dengan jiwa juga memiliki hubungan yang erat dimana

antara keduanya saling mempengaruhi dan membantu. Jasad adalah tempat bagi jiwa.

Dengan kata lain jasad adalah syarat mutlak bagi adanya jiwa. Karenanya, manusia juga

harus memelihara jasad sehingga dibutuhkan pula adanya pendidikan jasmani yang baik.

2 . Tujuan Pendidikan 

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, Ibn Sina memandang bahwa manusia itu memilikiunsur jasmani dan jiwa (roh). Kemudian di dalam jiwa manusia terdapat beberapa tingkatan

akal. Jadi, secara garis besar substansi manusia itu ada tiga, yaitu akal (intellect), jiwa (nafs),

dan badan (jism).

Berangkat dari pandangan tersebut, Ibn Sina mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah

"pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke

arah perkembangannya yang sempuma, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi

 pekerti." Tampaknya tujuan ini bersifat universal.

Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkansese¬orang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan

 pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan

 potensi yang dimilikinya.

Khusus mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, Ibn Sina berpendapat hendaklah tujuan

 pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya

Page 13: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 13/26

 

seperti olahraga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Sedangkan tujuan pendidikan

yang bersifat keterampilan ditujukan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan dan

sebagainya, sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang profesional yang mampu

mengerjakan pekerjaan secara profesional.

Dengan demikian, adanya pendidikan jasmani diharapkan seorang anak akan terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti

diharapkan seorang anak memiiiki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-

hari dan sehat jiwanya. Dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan pula dapat

mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya. Begitu pula tujuan pendidikan

keterampilan, diharapkan bakat dan minat anak dapat berkembang secara optimal.

Khusus mengenai tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang berkepribadian akhlak 

mulia, Ibn Sina juga mengemukakan bahwa ukuran akhlak mulia tersebut dijabarkan secara

luas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek kehidupan yang menjadisyarat bagi terwujudnya suatu sosok pribadi berakhlak mulia yang meliputi aspek pribadi,

sosial, dan spiritual. Ketiganya harus berfungsi secara integral dan komprehensif.

Pembentukan akhlak mulia ini juga bertujuan untuk mencapai kebahagiaan (sa'adah).

Kebahagiaan menurut Ibn Sina dapat diperoleh manusia secara bertahap. Mula-mula

kebahagiaan secara individu harus dicapai dengan memiliki akhlak mulia. Lalu jika individu

yang merupakan anggota keluarga berakhlak mulia, maka keluarga itu pun akan bahagia pula

dengan akhlak mulia. Selanjutnya keluarga yang berakhlak mulia akan menghasilkan

masyarakat yang berakhlak mulia sehingga suatu masyarakat tersebut akan memperoleh

kebahagiaan.

Dari tujuan pendidikan yang berkenaan dengan budi pekerti, kesenian, dan perlunya

keterampilan sesuai dengan bakat dan minat tentu erat kaitannya dengan perkembangan jiwa

seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang bersifat spiritual mendapat

 penekanan yang lebih.

Menurut Hasan Langgulung, jika dilihat dari fungsinya, salah satu fungsi tujuan pendidikan

adalah sebagai alat untuk menentukan haluan pendidikan yang terbagi pada tiga tahap, yaitu

tujuan khusus (objectivies), tujuan umum (goals), dan tujuan akhir (aims). Apabila dikaitkan

dengan rumusan tujuan pendidikan Ibn Sina di atas, maka tujuan akhir adalah

"pengembangan akal". Sebab, bagi Ibn Sina akal (intellect) adalah puncak dari kajadian ini.Walaupun pakar-pakar pendidikan yang terkemudian memberi definisi yang berbeda dengan

Ibn Sina ini, tetapi sebagian besar mereka setuju bahwa akal adalah satu-satunya

keistimewaan manusia dibandingkan makhluk-makhluk yang lain. Sementara tujuan yang

 bersifat khusus (objectiviesi) adalah mencari kerja untuk hidup. Tujuan ini juga bisa disebut

tujuan vokasional yang termasuk dalam tujuan khusus. Hal ini dapat dirumuskan berdasarkan

tujuan pendidikan keterampilan sesuai dengan bakat minat anak, sebagaimana yang telah

Page 14: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 14/26

 

disinggung di atas.

Dari beberapa tujuan yang dikemukakan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa

tujuan pendidikan Islam adalah "mengembangkan potensi peserta didik secara optimal

sehingga memiliki akal yang sempurna, akhlak yang mulia, sehat jasmani dan rohani serta

memiliki keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga ia memperolehkebahagiaan (sa'adah) dalam hidupnya."

Kemudian, jika dikaitkan antara tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa Ibn

Sina telah merumuskan tujuan secara sistematis. Dalam istilah Abuddin Nata, tujuan

 pendi¬dikan Ibn Sina bersifat hirarkis-struktural. Artinya, di samping memiliki pendapat

tentang tujuan pendidikan yang bersifat uni¬versal (atau tujuan akhir) sebagaimana dikutip

 pada bagian pertama, juga memiliki pendapat tentang tujuan pendidikan yang bersifat

kurikuler atau perbidang studi dan tujuan yang bersifat operasional (atau dalam istilah Hasan

Langgulung tujuan vokasional/tujuan khusus).

Hanya saja rumusan tujuan pendidikan Islam Ibn Sina, selain dari falsafahnya tentang hakikat

manusia, juga dipengaruhi oleh perjalanan atau pengalaman hidupnya yang cerdas dengan

 pemikiran-pemikiran brilliant, juga terjun dalam pekerjaan sebagai tabib/dokter sesuai

dengan keilmuan yang dikuasainya. Artinya, Ibn Sina menghendaki orang lain bisa

meneladani apa yang telah ia perbuat. Dengan demikian tidak berlebihan jika dikatakan

 bahwa rumusan tujuan pendidikan Ibn Sina juga bersifat teoritis-praktis.

3 .  K urikulum

Kurikulum, dalam artian sempit, adalah seperangkat mata pelajaran yang harus dikuasai oleh

 peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, ilmu apa saja yang harus

dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik termasuk dalam kajian kurikulum.

Ibn Sina juga menyinggung tentang beberapa ilmu yang perlu dipelajari dan dikuasai oleh

seorang anak didik. Abuddin Nata, dalam desertasinya yang membahas "Konsep Pendidikan

Ibn Sina" menyimpulkan bahwa rumusan kurikulum Ibn Sina didasarkan kepada tingkat

 perkembangan usia anak didik, yaitu fase 3-5 tahun, 6-14 tahun, dan di atas 14 tahun.

a. Usia 3 sampai 5 tahun 

Menurut Ibn Sina, diusia ini perlu diberikan mata pelajaran olah raga, budi pekerti,

kebersihan, seni suara, dan kesenian.

1) Olah r aga sebagai  pend id ik an ja smani. 

Ibn Sina memiliki pandangan yang banyak dipengaruhi oleh pandangan psikologisnya

Page 15: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 15/26

 

mengenai pendidikan olah raga. Menurutnya ketentuan dalam berolahraga harus disesuaikan

dengan tingkat perkembangan usia anak didik serta bakat yang dimilikinya. Dengan cara

demikian dapat diketahui dengan pasti mana saja di antara anak didik yang perlu diberikan

 pendidikan olahraga sekedarnya saja, dan mana saja di antara anak didik yang perlu dilatih

 berolahraga lebih banyak lagi. Ia juga merinci olah raga mana saja yang memerlukan

dukungan fisik yang kuat serta keahlian; dan mana pula olahraga yang tergolong ringan,cepat, lambat, memerlukan peralatan dan sebagainya. Menurutnya semua jenis olahraga ini

dise¬suaikan dengan kebutuhan bagi kehidupan si anak.

Pelajaran olahraga atau gerak badan tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan

 pertumbuhan fisik si anak serta berfungsinya organ tubuh secara optimal. Hal ini penting

mengingat jasad/tubuh adalah tempat bagi jiwa yang harus dirawat agar tetap sehat dan kuat.

Mata pelajaran olah raga yang menginginkan kesehatan jasmani memang mendapat perhatian

dari Ibn Sina, apalagi jika dihubungkan dengan keahliannnya di bidang ilmu

kesehatan/kedokteran, tentu Ibn Sina memahami begitu pentingnya pelajaran oleh ragasebagai upaya untuk menjaga kesehatan jasmani.

2 ) P ela jar an ak hlak/ bud i  pek er t i 

Pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan

santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Pelajaran budi pekerti ini sangat dibutuhkan dalam

rangka membina kepribadian si anak sehingga jiwanya menjadi suci, terhindar dari

 perbuatan-perbuatan buruk yang dapat mengakibatkan jiwanya rusak dan sukar diperbaiki

kelak di usia dewasa. Dengan demikian, Ibn Sina memandang pelajaran akhlak sangat

 penting ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Pendidikan akhlak harus dimulai darikeluarga dengan keteladanan dan pembiasan secara berkelanjutan sehingga terbentuk 

karakter atau kepribadian yang baik bagi si anak.

3 ) P end id ik an k eber  sihan 

Pendidikan kebersihan juga mendapat perhatian Ibn Sina. Pendidikan ini diarahkan agar si

anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan yang juga menjadi salah satu ajaran mulia

dalam Islam.

4) P end id ik an seni suar a dan k e senian 

Pendidikan seni suara dan ke¬senian diperlukan agar si anak memiliki ketajaman perasaan

dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya. Jiwa seni perlu dimiliki sebagai salah

satu upaya untuk memperhalus budi yang pada gilirannya akan melahirkan akhlak yang suka

keindahan. Mengenai pelajaran kebersihan, Ibn Sina mengatakan, bahwa pelajaran hidup

 bersih dimulai dari sejak anak bangun tidur, ketika hendak makan, sampai ketika hendak 

Page 16: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 16/26

 

tidur kembali. Dengan cara demikian, dapat diketahui mana saja anak yang telah dapat

menerapkan hidup sehat, dan mana saja anak yang berpenampilan kotor dan kurang sehat.

Dari keempat pelajaran yang perlu diberikan kepada anak di usia 3 ± 5 tahun, menunjukkan

 bahwa Ibn Sina telah memandang penting pendidikan di usia dini. Hal ini relevan dengan

konsep pendidikan modern yang dikenal dalam Sistem Pendidikan Nasional dengan istilah

PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) lalu Taman Kanak-kanak (TK).

Hemat penulis, jika dilihat dari pelajaran yang perlu diterapkan di usia ini, tampaknya lebih

menekankan pada aspek apektif. Pentingnya pendidikan kebersihan, seni suara, dan kesenian

 pada dasarnya bagian dari upaya pembinaan akhlak anak. Hal ini penting mengingat setiap

 pengalaman yang dilalui oleh anak di usia dini akan jelas berbekas dalam kepribadiannya

kelak ketika dewasa.

b. Usia 6 sampai 14 tahun 

Selanjutnya kurikulum untuk anak usia 6 sampai 14 tahun menu¬rut Ibn Sina adalah

mencakup pelajaran membaca dan menghafal Al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran sya'ir,

dan pelajaran olahraga.

1) P ela jar an al-Qur' an dan  pela jar an agama  

Pelajaran al-Qur'an adalah pelajaran pertama dan yang paling utama diberikan kepada anak 

yang sudah mulai berfungsi rasionalitasnya. Pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an

menurut Ibn Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang

memerlukan bacaan ayat-ayat al-Qur'an, juga untuk mendu¬kung keberhasilan dalammempelajari agama Islam seperti pela¬jaran tafsir al-Qur'an, fiqih, tauhid, akhlak dan

 pelajaran agama lain-nya yang sumber utamanya adalah al-Qur'an. Efektivitas menghafal al-

Qur'an di usia ini juga telah dibuktikan oleh Ibn Sina sendiri dimana ia telah hafal seluruhnya

 pada usia 10 tahun.

Selain itu pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an juga mendukung keberhasilan dalam

mempelajari bahasa Arab, karena dengan menguasai al-Qur'an berarti ia telah menguasai

ribuan kosa kata bahasa Arab atau bahasa al-Qur'an. Dengan begitu pelajaran membaca al-

Qur'an tampak bersifat strategis dan mendasar, baik dilihat dari segi pembinaan sebagai

 pribadi Muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan Muslim, sebagaimana yang

diperlihatkan Ibn Sina sendiri. Sementara pelajaran agama harus lebih banyak diajarkan diusia ini, sebab pada usia ini anak telah mempu berpikir secara rasional sehingga dapat

memahami dasar-dasar ajaran agama yang harus ia jalankan selaku seorang muslim.

2 ) P ela jar an k eter ampilan 

Pelajaran keterampilan diperlukan untuk mempersiapkan anak mampu mencari

Page 17: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 17/26

 

 penghidupannya kelak. Dalam pendidikan modern pelajaran ini dikenal dengan vokasional.

Pentingnya pendidikan tersebut dinyatakan oleh Ibn Sina, seperti yang dikutip Hasan

Langgulung:

"Setelah kanak-kanak diajar membaca al-Qur'an, menghafal dasar-dasar bahasa, barulah

dilihat kepada pekerjaan yang akan dikerjakannya dan ia dibimbing ke arah itu, setelahgurunya tahu bahwa bukan semua pekerjaan yang diinginkannya bisa dibuatnya tetapi adalah

yang sesuai dengan tabiatnya. jika ia ingin menjadi jurutulis (barnagkali sekarang boleh

disebut kerani atau administrator) maka haruslah ia diajar surat menyurat, pidato, diskusi, dan

 perdebatan dan lain-lain lagi. Begitu juga ia perlu belajar berhitung dan mempelajari tulisan

indah. Kalau dikehendaki yang lain maka ia disalurkan ke situ."

3 ) P ela jar an sya' ir  

Pelajaran sya'ir tetap dibutuhkan di usia ini sebagai lanjutan dari pelajaran seni pada tingkatsebelumnya. Anak perlu menghafal sya'ir-sya'ir yang mengandung nilai-nilai pendidikan

akan sangat berguna dalam menuntun perilakunya, di samping petunjuk al-Qur'an dan

Sunnah. Pelajaran ini dimulai dengan menceritakan syair-syair yangmenceritakan anak-anak 

yang glamour, sebab lebih mudah dihafal dan mudah menceritakannya serta bait-baitnya

lebih pendek. Kemudian Ibn Sina menolak ungkapan "seni adalah untuk seni", ia berpendapat

 bahwa seni dalam syair merupakan sarana pendidikan akhlak.

4) P ela jar an olah r aga 

Pelajaran olah raga harus disesuaikan dengan tingkat usia ini. Dari sekian banyak olahraga,menurut Ibn Sina yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum atau rancangan mata pelajaran

ada¬lah olahraga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu

kaki dan mengendarai unta. Tentu semua ini berdasarkan kebutuhan si anak dan disuasaikan

dengan tingkat perkembangannya.

Jika di usia 3-5 tahun lebih ditekankan pada aspek apektif atau pendidikan akhlak, maka di

usia 6-14 tahun telah diberikan pelajaran yang menyentuh aspek kognitif. Bahkan di usia ini

telah diajarkan al-Qur'an dengan membaca, menghafal bahkan memahami tata bahasanya.

Dengan demikian, aspek apektif dan psikomotor sudah banyak mendapat sentuhan. Hal ini

 beralasan mengingat di usia ini otak peserta didik telah berkembang dan mulai mampu

memahami persoalan yang abstrak.

c. Usia 14 tahun k e ata s 

Di usia 14 tahun ke atas, Ibn Sina memandang mata pelajaran yang harus diberikan kepada

anak berbeda dengan usia sebelumnya. Mata pelajaran yang dapat diberikan kepada anak usia

14 tahun ke atas, amat banyak jumlahnya, namun pela¬jaran tersebut perlu dipilih sesuai

Page 18: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 18/26

 

dengan bakat dan minat si anak. Ini menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan

kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si anak akan memiliki kesiapan untuk menerima

 pelajaran tersebut dengan baik. Ibn Sina menganjurkan kepada para pendidik agar memilih

 jenis pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut

oleh muridnya. Jadi, di usia ini telah diarahkan untuk menguasai suatu bidang ilmu tertentu

(takhashshush/spesialisasi).

Di antara mata pelajaran tersebut dapat dibagi ke dalam mata pelajaran yang bersifat teoritis

dan praktis. Tampaknya pembagian ini dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles yang juga

membagi ilmu secara teoritis dan praktis. Akan tetapi, Ibn Sina banyak menambahkan ilmu-

ilmu lain ke dalam kelompok ilmu yang bersifat teoritis dan praktis yang tentunya

 berdasarkan kepada ajaran Islam. Adapun ilmu-ilmu pada masing-masing kelompok tersebut

adalah:

1) ilmu yang bersifat teoritis meliputi:

a) ilmu tabi'i, yang disebutnya dengan ilmu yang paling bawah, yaitu mencakup ilmukedokteran, astrologi, ilmu firasat, ilmu sihir (tilsam), ilmu tafsir mimpi, ilmu niranjiyat, dan

ilmu kimia;

 b) ilmu matematika yang disebutnya dengan ilmu pertengahan, mencakup tentang ruang,

 bayang dan gerak, memikul beban, timbangan, pandangan dan cermin, dan ilmu

memindahkan air;

c) ilmu ketuhanan, disebutnya ilmu paling tinggi, yaitu menuntut derajat kebebasannya dari

materi, yang mencakup ilmu tentang cara-cara turunnya wahyu, hakikat jiwa pembawa

wahyu, mu'jizat, berita gaib, ilham, dan ilmu tentang kekekalan ruh setelah berpisah dengan

 badan.

2) ilmu yang bersifat praktis, meliputi:

a) ilmu akhlak yang mengkaji tentang cara-cara pengurusan tingkah laku seseorang;

 b) ilmu pengurusan rumah tangga, yaitu ilmu yang mengkaji hubungan antara suami dan istri,

anak-anak, pengaturan keuangan dalam kehidupan rumah tangga;

c) ilmu politik yang mengkaji tentang bagaimana hubungan antara rakyat dan pemerintah,

kota dengan kota, serta bangsa dan bangsa. Ibn Sina juga menambahkan dalam ilmu politik 

ini tentang wujud kenabian dimana manusia perlu kepadanya, terutama dalam kehidupan

 bermasyarakat yang menginginkan tegaknya keadilan dengan menetapkan undang-undang

dan syariat.

Pembagian ilmu praktikal ini juga hampir sama dengan pembagian Aristoteles. Tetapi Ibn

Sina memberikian syari'at sebagai landasan yang amat penting dalam falsafah praktikal.

Setelah pembagian ini ia menyatakan, "Semua itu hanya dapat terlaksana dengan pemikiran

akal dan petunjuk syariat, sedangkan secara terperinci dengan syariat Ilahi". Pernyataan ini

menunjukkan bahwa Ibn Sina memandang penting antara akal dan wahyu dalam dalam

kehidupan manusia. Dengan demikian, pendidikan juga harus menyusun kurikulum yang

Page 19: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 19/26

 

mendidik manusia agar memiliki akal sempurna berlandaskan kepada wahyu Ilahi.

Lebih rinci, Hasan Langgulung menulis klasifikasi ilmu menurut Ibn Sina sebagai berikut:

ILMU

Tidak Kekal Kekal Abadi (Hikmat)

Sebagai Tujuan Sebagai Alat: Logik 

Teoritikal: Praktikal:

- Ilmu Tabi'i - Ilm Akhlak 

- Ilmu Matematika - Ilmu Administrasi Rumah

- Ilmu Metafisika (Ketuhanan) - Ilmu Administrasi Kota

- Ilmu Kully (Universal) - Ilmu Nabi (Syariat)

Gambar: Klasifikasi Ilmu Menurut Ibn Sina

Dari uraian pemikiran Ibn Sina tentang kurikulum di atas, dapat dipahami bahwa konsep

kurikulum yang ditawarkannya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: pertama, dalam

 penyusunan kurikulum hendaklah mempertimbangkan aspek psikologis anak. Oleh karena

itu, mengenal psikologi anak amat penting dilakukan yang dalam kajian pendidikan modern

mencakup tugas perkembangan pada setiap fase perkembangan, mengenal bakat minat, serta

 persoalan-persoalan yang dihadapi masing-masing tingkat perkembangan. Dengan begitu

maka mata pelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan akan mudah dikuasai oleh

anak didik.

Kedua, kurikulum yang diterapkan harus mampu mengembangkan potensi anak secara

optimal dan harus seimbang antara jasmani, intelektual, dan akhlaknya. Namun masing-

masing unsur tersebut mendapat penekanan lebih pada masing-masing tingkat usia. Di usia

dini, pendidikan akhlak harus lebih ditekankan. Pada usia remaja diseimbangkan antara

apektif, psikomotor dan kognitif. Sedangkan di usia 14 tahun ke atas ditekankan pada

 pendalaman materi sesuai dengan keahlian yang ia mampu dan sukai. Artinya, diperlukan

spesifikasi keilmuan sehingga ia ahli di bidang tertentu.

Ketiga, kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina bersifat pragmatis-fungsional, yakni dengan

melihat segi kegunaan dari ilmu dan keterampilan yang dipelajari sesuai dengan tuntutanmasyarakat, atau berorientasi pasar (marketing oriented). Dengan cara demikian, setiap

lulusan pendidikan akan siap difungsikan dalam berbagai lapangan pekerjaan yang ada di

masyarakat.

Keempat, kurikulum yang disusun harus berlandaskan kepada ajaran dasar dalam Islam, yaitu

al-Qur'an dan Sunnah sehingga anak didik akan memiliki iman, ilmu, dan amal secara

Page 20: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 20/26

 

integral. Hal ini dapat dilihat dari pelajaran membaca dan menghafal al-Qur'an yang

ditawarkan oleh Ibn Sina sejak usia kanak-kanak.

Kelima, kurikulum yang ditawarkan adalah kurikulum berbasis akhlak dan bercorak 

integralistik. Pentingnya pendidikan seni dan syair merupakan bukti bahwa Ibn Sina

memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan akhlak. Sedangkan perhatian Ibn Sinaterhadap pendidikan al-Qur'an sejak dini membuktikan bahwa ia memahami bahwa semua

ilmu berasal dari Allah dan harus terintegrasi antara iman, ilmu dan amal.

3. Metode

Ibn Sina juga memiliki beberapa konsep metode pembelajaran. Pada dasarnya metode

 pembelajaran yang ia tawarkan memiliki perbedaan antara materi yang satu dengan materi

 pelajaran yang lainnya. Artinya, pemilihan dan penetapan metode harus mempertimbangkan

dengan karekteristik dari masing-masing materi pelajaran. Kemudian metode itu jugamempertimbangkan tingkat perkembangan/psikologis anak didik. Hal itu bisa dilihat dari

 beberapa metode yang ditawarkannya. Menurut Abuddin Nata, di antara metode yang

ditawarkan Ibn Sina adalah metode talqin, demonstrasi, pembiasaan dan teladan, diskusi,

magang, dan penugasan. Kemudian Ali al-Jumbulati mengemukakan pula pemikiran Ibn Sina

tentang metode dera dan hukuman.

a) M et ode talqin 

Metode talqin perlu digunakan dalam mengajarkan membaca al-Qur'an, mulai de¬ngan cara

memperdengarkan bacaan al-Qur'an kepada anak di¬dik, sebagian demi sebagian. Setelah itu

anak tersebut disuruh mendengarkan dan mengulangi bacaan tersebut perlahan-lahan dandilakukan berulang-ulang, hingga akhirnya ia hafal. Metode talqin ini menurut Ibn Sina dapat

 pula ditempuh dengan cara seorang guru meminta bantuan murid-murid yang sudah agak 

 pandai untuk membimbing teman-temannya yang masih tertinggal. Cara seperti ini dalam

ilmu pendidikan modern dikenal dengan nama tutor sebaya, sebagaimana dikenal dalam

 pengajaran dengan modul.

b ) M et ode demon st r a si 

Menurut Ibn Sina, metode demonstrasi dapat digunakan dalam pembelajaran yang bersifat

 praktik, seperti cara mengajar menulis. Menurutnya jika seorang guru akan mempergunakan

metode tersebut, maka terlebih dahulu ia mencontohkan tulisan huruf hijaiyah di hadapanmurid-muridnya. Setelah itu barulah menyuruh para murid untuk mendengarkan ucapan

huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan makh-rajnya dan dilanjutkan dengan mendemonstrasikan

cara menulisnya.

c) M et ode  pembia saan dan k eteladanan  

Ibn Sina berpendapat bahwa pembiasaan adalah termasuk salah satu metode pengajaran yang

Page 21: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 21/26

 

 paling efektif, khususnya dalam mengajarkan akhlak. Cara tersebut secara umum dilakukan

dengan pembiasaan dan teladan yang disesuaikan dengan perkembangan jiwa si anak. Ia

mengakui adanya pengaruh "mengikuti atau meniru" atau contoh tauladan baik dalam proses

 pendidikan di kalangan anak pada usia dini terhadap kehidupan mereka, karena secara

tabi'iyah anak mempunyai kecenderungan untuk mengikuti dan meniru (mencontoh) segala

yang ia lihat dan ia rasakann serta yang didengarnya. Oleh karena itu, dalam pergaluan pun,anak diharapkan berinteraksi dengan anak-anak yang berakhlak baik pula.

d) M et ode d iskusi 

Metode diskusi dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran di mana siswa di hadapkan

kepada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas

dan dipecahkan bersama. Ibn Sina mempergunakan metode ini untuk mengajarkan

 pengetahuan yang bersifat rasional dan teoretis. Pengetahuan model ini pada masa Ibn Sina

 berkembang pesat. Jika pengetahuan tersebut diajarkan dengan metode ceramah, maka para

siswa akan tertinggal jauh dari perkembangan ilmu pe¬ngetahuan tersebut.

e) M et ode magang  

Ibn Sina telah menggunakan metode ini dalam kegiatan pengajaran yang dilakukannya. Para

murid Ibn Sina yang mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dan

 praktek. Yaitu satu hari di ruang kelas untuk mempelajari teori dan hari berikutnya

mempraktek-kan teori tersebut di rumah sakit atau balai kesehatan. Metode ini akan

menimbulkan manfaat ganda, yaitu di samping akan mempermahir siswa dalam suatu bidang

ilmu, juga akan mendatangkan keahlian dalam bekerja yang menghasilkan kesejahteraan

secara ekonomis. Dalam hal ini, guru harus mempersiapkan anak didiknya sebelum magang

sehingga magang tersebut tidak merugikan pihak lain.

 f) M et ode  penu ga san 

Metode penugasan ini pernah dilakukan oleh Ibn Sina dengan menyusun sejumlah modul

atau naskah kemudian menyampaikannya kepada para muridnya untuk dipelajarinya. Cara ini

antara lain ia lakukan kepada salah seorang muridnya bernama Abu ar-Raihan al-Biruni dan

Abi Husain Ahmad as-Suhaili. Dalam bahasa Arab, pengajaran dengan penugasan ini dikenal

dengan istilah at-ta'lim bi al-marasil (pengajaran dengan mengirimkan sejumlah naskah atau

modul).

 g) M et ode tar  ghib dan tar hib Targhib, atau dalam pendidikan modern dikenal istilah reward yang berarti ganjaran, hadiah,

 penghargaan atau imbalan dan merupakan salah satu alat pendidikan dan berbentuk 

reinforcement yang positif, sekaligus sebagai motivasi yang baik. Ibn Sina juga memberikan

 perhatian pada metode ini. Menurutnya, memberi dorongan, memuji dan sebainya yang

sesuai dengan situasi yang ada kadangkala lebih berpengaruh dan lebih dapat mewujudkan

tujuan dari pada hukuman, sebab pujian dan dorongan dapat menghapus perasaan salah,

Page 22: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 22/26

 

 berdosa dan menyesal.

 Namun, dalam keadaan terpaksa, metode hukuman (tarhib) dapat dilakukan. Dalam hal ini

Ali al-Jumbulati menjelaskan pemikiran Ibn Sina tentang hukuman ini:

Jika terpaks harus mendidik dengan hukuman, sebaiknya diberi peringatan dan ancaman lebih

dulu. Jangan meninddak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati, lalu diberimotivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan muka masam atau dengan cara agar ia

kembali kepada perbuatan baik, atau kadang-kadang dipuji didorong keberaniannya untuk 

 berbuat baik. Perbuatan demikian itu merupakan perilaku yang mendahului tindakan khusus.

Tetapi jika sudah terpaksa memukul, cukuplah pukulan sekali yang menimbulkan rasa sakit,

karena pukulan yang cukup banyak menyebabkan anak merasa ringan, dan memandang

hukuman itu sebagai suatu yang remeh. menghukum dengan pukulan dilakukan setelah diberi

 peringatan keras (ultimatum) dan menjadikan sebagai alat penolong untuk menimbulkan

 pengaruh yang positif dalam jiwa anak.

Dari beberapa metode yang diuraikan di atas, menunjukkan bahwa Ibn Sina memberikan

 perhatian yang serius terhadap pendidikan. Paling tidak ada empat karakteristik metode yang

ditawarkan oleh Ibn Sina, yaitu: pertama, pemilihan dan penerapan metode harus disesuaikan

dengan karakteristik materi pelajaran; kedua, metode juga diterapkan dengan

mempertimbangkan psikologis anak didik, termasuk bakat dan minat anak; ketiga, metode

yang ditawarkan tidaklah kaku, akan tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan anak didik; dan keempat, ketepatan dalam memilih dan menerapkan metode

sangat menentukan keberhasilan pembelajaran.

Tampaknya, karakter ini masih tetap relevan dengan tuntutan zaman hingga saat ini. Itu

artinya Ibn Sina memang memahami konsep pendidikan baik secara teoritis maupun secara

 praktis sehingga pemikiran yang ia kemukakan tidak hanya berlaku pada masanya, melainkan

 jauh melampaui masa tersebut.

4.Konsep Guru

Guru memiliki peran amat penting dalam pendidikan. Ibn Sina pun menuliskan beberapa

 pemikirannya tentang konsep guru, terutama yang menyangkut tentang guru yang baik.

Menurutnya, guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui caramendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok 

dan main-main di hadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, bersih dan suci

murni.

Kemudian Ibn Sina juga menambahkan bahwa seorang guru itu sebaiknya dari kaum pria

yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti, sabar, telaten dalam

membimbing anak-anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu, gemar bergaul dengan anak-

Page 23: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 23/26

 

anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri. Selain itu guru juga harus mengutamakan

kepentingan ummat daripada kepentingan diri sendiri, menjauhkan diri dari meniru sifat raja

dan orang-orang yang berakhlak rendah, mengetahui etika dalam majelis ilmu, sopan dan

santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.

Ibn Sina juga menekankan agar seorang guru tidak hanya mengajarkan dari segi teoritis sajakepada anak didiknya, melainkan juga melatih segi keterampilan, merubah budi pekerti dan

kebebasannya dalam berfikir. Ia juga menekankan adanya perhatian yang seimbang antara

aspek penalaran (kognitif) yang diwujudkan dalam pelajaran bersifat pemahaman; aspek 

 penghayatan (afektif) yang diwujudkan dalam pelajaran bersifat perasaan; dan aspek 

 pengamalan (psikomotorik) yang diwujudkan dalam pelajaran praktek.

Rumusan di atas menunjukkan bahwa Ibn Sina menginginkan seorang guru memiliki

kompetensi keilmuan yang bagus, berkepribadian mulia dan kharismatik sehingga dihormati

dan menjadi idola bagi anak didiknya. Hal ini penting, sebab jika guru tidak memilikiwawasan yang luas tentang materi pelajaran yang diasuhnya dan kurang memiliki

kharismatik, tentulah anak didik kurang menyukainya. Jika hal itu terjadi, maka ilmu akan

sulit didapat, meskipun diketahui tetapi keberkahannya jelas berkurang.

D.Rekomendasi; Aktualisasi Pemikiran Ibn Sina dalam Pelaksanaan Pendikan Islam di

Indonesia 

Dari beberapa pemikiran Ibn Sina tentang pendidikan Islam yang telah diuraikan di atas, ada

 beberapa pemikirannya yang menurut penulis tetap relevan untuk diaktualisasikan dalam

 pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini. Bahkan aktualisasi pemikiran IbnSina ini bisa menjadi pendidikan alternatif dalam mewujudkan pendidikan Islam yang

mampu menjawab tantangan zaman. Adapun yang perlu mendapat perhatian dari pemikiran

Ibn Sina tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, pentingnya pendidikan akhlak. Sebagaimana yang diuraikan di atas, pendidikan

akhlak menjadi salah satu tujuan pendidikan dalam pemikiran Ibn Sina. Pentingnya

 pendidikan akhlak ini juga tergambar dalam kurikulum yang ia tawarkan, serta metode dan

sikap guru yang mengutamakan keteladanan di samping kompetensi keilmuan. Dalam

konteks pendidikan Islam di Indonesia, pendidikan akhlak memang menjadi prioritas penting.

Bahkan akhlak mulia menjadi salah satu indikator penting dalam rumusan tujuan SistemPendidikan Nasional (pasal 3 UU Sisdiknas Tahun 2003). Namun dalam tataran pelaksanaan

 pendidikan akhlak, tampaknya belum ditemukan formulasi yang tepat dan jelas. Padahal

 persoalan akhlak menjadi problema utama yang terjadi di negeri ini. Oleh karena itu,

 perhatian tokoh dan praktisi pendidikan, khususnya pendidikan Islam di Indonesia amat

dibutuhkan untuk membangun karakter (caracter building) bangsa ini ke arah yang lebih

 bermartarbat dan terhormat.

Page 24: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 24/26

 

Dalam beberapa literatur pendidikan Islam, pendidikan akhlak memang menjadi prioritas

utama. Salah seorang penyair, Ahmad Syauqi Bey, seperi yang dikutip oleh Ali al-Jumbulati,

melukiskan dalam bait syairnya:

-  

"Hanya saja suatu banga itu berdiri tegak selama ia masih berakhlak. Namun jika akhlak 

mereka hilang, maka bangsa itu pun lenyap pula."   ± 

Dan tidaklah mungkin suatu bangsa membangun suatu kaum jika akhlak mereka mengalami

keruntuhan.

Perhatian itu hendaknya terwujud dalam kebijakan pendidikan, seperi rekuitmen guru harus

mempertimbangkan kepribadiannya bukan hanya melalui tes tertulis secara kognitif,

kurikulum yang diterapkan hendaknya berbasis akhlak, sekolah-sekolah yang melakukan

kecurangan harus ditindak tegas, dan sebagainya. Selain itu perlu pula merubah paradigma

dari pemahaman akhlak hanya tugas guru agama semata menjadi tugas semua guru, terutamaguru yang beragama Islam secara bersama bertanggung jawab menerapkan pendidikan akhlak 

(sesuai tuntunan Islam).

Kedua, pendidikan al-Qur'an sebagai model. Ibn Sina yang sering dikenal dunia internasional

sebagai ahli di bidang kedokteran (termasuk rumpun sains) dan filosof, ternyata memahami

 benar tentang al-Qur'an. Bahkan di usia yang masih muda, sekitar 10 tahun, ia telah

menghafal seluruh al-Qur'an. Itu artinya al-Qur'an sangat menentukan keberhasilan Ibn Sina

sebagai seorang ilmuan tiada tandingan di masanya. Tampaknya ia juga menyadari pengaruh

al-Qur'an tersebut sehingga ia menawarkan pentingnya mempelajari al-Qur'an yang dimulai

sejak dini bahkan perlu mengajarkan untuk menghafalnya di usia 6 sampai 14 tahun.

Dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia, tampaknya pendidikan al-Qur'an kurang

mendapat perhatian serius. Tingkat sekolah dasar, misalnya, masih lebih memfokuskan

 belajar baca tulis al-Qur'an, sementara di tingkat Madrasah al-Qur'an hanya menjadi salah

satu pelajaran yang digabung dengan Hadis. Untuk itu orang tua harus mengajarkan al-Qur'an

sejak dini kepada anaknya. Sementara pihak sekolah, seharusnya mengintegrasikan ayat-ayat

al-Qur'an ke seluruh mata pelajaran, khususnya bagi MTs dan Madrasah Aliyah sebagai

sekolah yang bercirikan Islam. Dalam hal ini, seluruh guru bidang studi perlu mendapat

 pelatihan dan pembinaan khusus untuk dapat mengintegrasikan ayat-ayat al-Qur'an tersebut

ke dalam pelajaran yang diasuhnya. Dengan upaya ini, diharapkan anak didik akan merasasemakin dekat dengan al-Qur'an serta akan lahir generasi penerus Ibn Sina sebagai "ulama

yang ilmuan, atau ilmuan yang ulama".

Ketiga, pendidikan yang berorientasi kepada jiwa (al-nafs). Salah satu pemikiran penting Ibn

Sina dalam filsafat adalah konsep jiwa. Jika ditelusuri pemikiran pendidikan Islam Ibn Sina

nampaknya akan diarahkan kepada pengembangan potensi anak didik sehingga memiliki

Page 25: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 25/26

 

tingkat jiwa yang tertinggi, yaitu al-aql al-mustafad. Penulis memahami bahwa konsep jiwa

yang ditawarkannya telah mencakup kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual

sebagaimana yang dikenal dewasa ini, bahkan melebihi dari konsep itu.

Oleh karena itu, pendidikan harus berorientasi kepada kecerdasan jiwa tersebut. Salah satu di

antaranya yang terpenting adalah perlunya pendidikan penyucian jiwa (tazkiyah al-nafsiyah).Dengan jiwa yang suci, niscaya akan memudahkan anak didik menguasai berbagai ilmu yang

dipelajarinya serta mudah pula dibina kepribadiannya. Tegasnya, pendidikan yang

 berorientasi kepada jiwa (al-nafs) dapat mencerdaskan peserta didik sekaligus membentuk 

kepribadian yang berakhlak mulia. Profil peserta didik seperti sangat dibutuhkan dalam

konteks kekinian dan kedisinian.

Keempat, membangun paradigma pendidikan nondikotomik, atau pendidikan integralistik.

Dari beberapa pemikiran Ibn Sina di atas, bisa disimpulkan bahwa pendidikan yang

diinginkan bersifat integral atau nondikotomik. Integralistik itu bisa dilihat antara jasad danrohani, teoritis dan praktis, serta ilmu "umum" dengan "agama". Adanya paradigma

integralistik atau nondikotomik telah membuat Ibn Sina sebagai seorang saintis sekaligus

ulama terkemuka, paling tidak ke-ulama-annya dapat dilihat dari pemikiran filsafatnya serta

 penguasaannya terhadap ilmu al-Qur'an. Akhirnya, teori-teori yang dihasilkannya tetap

 berlandaskan kepada ajaran Islam.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, paradigma semacam ini harus terbangun. Adanya

istilah "pendidikan umum" dan "pendidikan agama" yang biasa dikenal di negeri ini kerap

kali menimbulkan paradigma dikotomik yang mempertentangkan antara satu ilmu dengan

yang lain. Paradigma semacam ini menimbulkan beberapa persoalan, seperti: ilmu yangdimiliki tidak mengantarkan seseorang untuk dekat dengan Allah, sikap beragama hanya

urusan privasi seseorang, pembinaan akhlak hanya tugas guru agama yang banyak berbicara

tentang nilai, kecenderungan hidup pragmatis-materialistik lebih menguat, dan sebagainya.

Oleh karena itu, pemikiran Ibn Sina paradigma ini patut diaktualisasikan dalam mewujudkan

sumber daya manusia indonesia yang berkualitas: beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia

serta cerdas dalam menyelesaikan berbagai persoalan sehingga menemukan kebahagiaan

hakiki.

E. Penutup 

Dari uraian pemikiran pendidikan Ibn Sina di atas, penulis dapat menyimpulkan:

1. Ibn Sina memandang manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani sebagai jauhar dari

 jiwa. Namun jiwa menempati peran penting bagi manusia, sebab jiwa dianggap kekal dan

menentukan kualitas seseorang. Jiwa itu sendiri terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu jiwa

tumbuh-tumbuhan, hewan dan jiwa manusia. Manusia harus mencapai tingkatan jiwa

manusia yang memiliki akal secara aktif. Dalam hal ini dibutuhkan pendidikan bagi manusia.

Page 26: Filsafat Pendidikan Islam

5/7/2018 Filsafat Pendidikan Islam - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/filsafat-pendidikan-islam-559abb20350d9 26/26

 

2. Kurikulum berupa materi pelajaran yang ditawarkan Ibn Sina dimulai sejak usia dini (3 ± 5

tahun), lalu usia pertengahan (6 ± 14 tahun), dan usia di atas 14 tahun. Masing-masing

tingkatan usia tersebut memerlukan materi tertentu sesuai dengan tingkat

kemampuan/psikologis anak. Di usia dini lebih menekankan aspek apektif/akhlak, di usia

remaja telah memperkanalkan berbagai ilmu-ilmu dasar, sementara di usia dewasa harus di

arahkan kepada keahlian atau spesifikasi keilmuan sesuai dengan bakat dan minatnya.Kurikulum tersebut sudah bersifat hirarkis-sturuktural.

3. Ibn Sina juga mengemukakan beberapa metode pembelajaran yang harus

mempertimbangkan aspek psikologis anak dan jenis materi pelajaran yang diberikan. Dalam

 penyajian metode ini, seorang guru harus memperhatikan pembinaan akhlak, baik akhlak 

guru sendiri sebagai teladan maupun perilaku anak didik yang harus diarahkan kepada yang

 baik. Oleh karena itu seorang guru selain dituntut untuk cerdas dan kompeten dalam

 bidangnya, juga dituntut memiliki akhlak yang mulia penuh kharisma sehingga menjadi

teladan dan idola bagi anak didiknya.

4. Pemikiran-pemikiran Ibn Sina di atas membuktikan bahwa ia adalah seorang tokoh pendidikan Islam, di samping bidang-bidang lain yang dikuasainya. Oleh karena itu di antara

 pemikirannya patut dianalisis dan perlu dijadikan referensi dalam pengembangan pendidikan

Islam saat ini. Dalam hal ini, ada beberapa pemikirannya yang patut dikembangkan dan

diaktualisasikan karena dianggap relevan dengan kondisi pendidikan Islam, khususnya di

Indonesia, di antaranya: pendidikan diselenggarakan hendaklah berbasis akhlak, pendidikan

al-Qur'an harus diterapkan selain sebagai pedoman hidup juga akan menjadi inspirasi dan

motivasi untuk meraih prestasi, pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi

kepada pendidikan jiwa (al-tarbiyah al-nafsiyah) yang akan diharapkan mampu melahirkan

 peserta didik yang cerdas, beriman dan berakhlak mulia, serta perlu membangun paradigma

 pendidikan nondikotomik.Diposkan oleh M. Jamaluddin Nafis di 20:02