FILSAFAT MATEMATIKA

27
MAKALAH KAJIAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI DALAM BIDANG ILMU MATEMATIKA OLEH: KELOMPOK II SUDARMING MUAMAR QADAR M. RIDWAN TAHIR AHMAD JAMALUDDIN PROGRAM STUDI PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN

description

KAJIAN ONTOLOGI AKSIOLOGI EPISTEMOLOGI FILSAFAT ILMU DALAM MATEMATIKA

Transcript of FILSAFAT MATEMATIKA

Page 1: FILSAFAT MATEMATIKA

MAKALAH

KAJIAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN

AKSIOLOGI DALAM BIDANG ILMU

MATEMATIKA

OLEH:

KELOMPOK II

SUDARMING

MUAMAR QADAR

M. RIDWAN TAHIR

AHMAD JAMALUDDIN

PROGRAM STUDI PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2015

Page 2: FILSAFAT MATEMATIKA

A. PENDAHULUAN

Istilah matematika berasal dari kata Yunani "mathein" atau "manthenein" yang

artinya "mempelajari". Patut diduga bahwa kedua kata itu erat hubungannya dengan kata

Sansekerta "medha" atau "widya" yang artinya "kepandaian", "ketahuan" atau "intelegensia"

(Nasution, 1978). Menurut Hadiwidjojo (1986).

Dalam bahasa lnggris ''mathemata" menjadi "mathematics", dalam bahasa Jerman

"mathematik", dalam bahasa Perancis "mathematique" dan dalam bahasa Belanda

"mathematica" atau ―Wiskunde‖. Wiskunde berarti ‖wisse of zekere kunde" dan berisi

''meetkunde en algebra". Wisse adalah kata lain dari stere yang berasal dari kata yunani kuno

"stereos" yang berarti ukuran isi 1 m3. Karena "wis" dalam wiskunde tidak berasal dari 'wis"

yang berarti "pasti", maka terjemahan Ilmu Pasti untuk "Wiskunde" kurang tepat.

Matematika sebagai subjek kajian dimulai pada abad ke enam SM. Pythagoras

membuat istilah ―mathematics‖ dari bahasa Yunani ―mathema‖ yang berarti ―materi

pelajaran‖ (Heath, 1981). Bangsa Yunani memberi sumbangan antara lain berpikir deduktif

dan keketatan dalam pembuktian. Bangsa-bangsa lain juga memberi sumbangan terhadap

perkembangan matematika, seperti Cina dengan nilai tempat (Joseph, 1991), Budaya Hindu-

Arab dengan sistem lambang bilangan dan aturan operasi bilangan yang dibawa oleh budaya

Islam ke budaya Barat (Kaplan, 1999). Budaya Islam membangun dan mengembangkan

matematika sehingga dikenal di Eropa. Pada waktu itu banyak buku matematika berbahasa

Yunani da Aranb diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada Abad Pertengahan,

perkembangan matematika mengalami kemandegan dan baru pada sekitar Abad 16 mulai

berkembang lagi.

Pada Abad 17 konsep logaritma, dikembangkan oleh Napier dan Bürgi, geometri

analitik oleh René Descartes, notasi desimal oleh Simon Stevin, secara terpisah kalkulus oleh

Newton dan Leibniz, dan teori probabilitas oleh Fermat dan Pascal (Eves, 1976). Pada Abad

18, Euler mengembangkan Teori Graph dengan problem Jembatan Königsberg yang amat

terkenal (Gerald, 2006). Ia juga memberi sumbangan yang signifikan terhadap topologi,

kalkulus, kombinatorik dan analisis kompleks. Salah satu rumus yang terkenal dari Euler

ialah V − E + F = 2, formula yang menghubungkan antara banyaknya sisi, titik sudut

(vertice), dan rusuk (edges) dalam polyhedron yang konveks. Lagrange yang memberi

sumbangan antara lain pada teori bilangan, aljabar, dan kalkulus diferensial. Abad 20

kecenderungannya sama dengan Abad 19, yaitu meningkatnya generalisasi dan abstraksi

Page 3: FILSAFAT MATEMATIKA

dalam matematika, dimana gagasan aksioma sebagai pernyataan yang tidak menuntut bukti

(self-evident truth) banyak dibuang dalam rangka memberi penekanan pada konsep-konsep

logis seperti konsistensi dan kelengkapan (Eves, 1976). Tokoh-tokoh matematika pada Abad

19 dan Abad 20 antara lain Gauss, Lobachevsky, Boole, Hilbert, Cantor, Bolyai, Riemann,

Brouwer, Russell, Whitehead, dan Srinivasa Ramanujan. Pada abad ini matematika

mengalami perkembangan cukup pesat dan semakin abstrak. Topik-topik yang termasuk baru

antara lain geometri Non Euclides. Boole mengembangkan aljabar boole. Teori grup, teori

knot, teori analisis fungsional,topologi, teori catastrophe, teori keos (chaos), teori model,

teori kategori, teori permainan, teori kompleksits dsb, semakin berkembang pada dua abad

ini. Di bidang logika dan filsafat matematika muncul tokoh-tokoh seperti Brouwer, Russell,

Whitehead, dan Wittgenstein.

Banyak definisi matematika yang dirumuskan oleh para matematikawan dan tidak

ada definisi yang dapat disepakati oleh semua ahli. Beberapa pendapat tenatang matematika

antara lain bahwa matematika bersifat abstrak dan berasal dari abstraksi dan generalisasi dari

benda-benda khusus dan gejala-gejala umum (Eves and Newsom ,1964), bersifat deduktif

aksiomatik (Russell dalam Hadiwidjojo, 1986), dapat dipandang sebagai bahasa yang sangat

simbolis (Kline dalam Suriasumantri, 1983). Sebagai bahasa, matematika dapat

menjembatani antara manusia dan alam, antara dunia batin dan dunia lahir. Matematika juga

merupakan alat pikiran, bahasa ilmu, tata cara pengetahuan, dan penarikan kesimpulan secara

deduktif. Bahkan ada ahli matematika yang mengatakan matematika itu seni. Freudhental

dalam Marpaung (2003) mengatakan bahwa matematika adalah suatu aktivitas manusia.

Matematika dapat dianggap sebagai proses dan alat pemecahan masalah (mathematics as

problem solving), proses dan alat berkomunikasi (mathematics as communication), proses

dan alat penalaran (mathematics as resoning). Definisi yang lebih lengkap mengatakan

bahwa matematika merupakan kumpulan teori-teori yang bersifat deduktif hipotetis, setiap

teori merupakan sebuah sistem tertentu dari pengertian pangkal yang tak diterangkan, simbol-

simbol dan titik tolak berpikir yang tak dibuktikan, tetapi ajeg (aksioma atau postulat) dan

teorema yang dapat diturunkan secara logis yang semata-mata mengikuti proses-proses

deduktif (Fitch dalam Eves and Newsom, 1964). Semua definisi memberi ciri kepada

matematika yaitu abstrak, umum, dan memusatkan perhatiannya pada pola dan struktur

(Schaaf, 1966). Sifat general mengandung arti bahwa matematika semakin lama semakin

umum dan mempunyai lingkup penerapan yang lebih luas. Awalnya orang mengenal

bilangan asli, lalu bilangan cacah, bilangan bulat dst. Sifat komutatif penjumlahan yang

Page 4: FILSAFAT MATEMATIKA

mulanya dikenal dan berlaku di himpunan bilangan asli, selanjutnya dapat dikenakan pada

himpunan yang lebih luas. matematika dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan, sehingga

dikatakan Mathematics is a servant of sciences.Lambang atau simbol sangat diperlukan oleh

para ahli matematika untuk tukar ide atau gagasan. Kelebihan simbol dalam matematika

adalah dapat mewakili gagasan secara tepat dan efisien. Matematika sesuai dengan sistemnya

bersifat konsisten, logis, dan otonom. Beberapa topik matematika dapat dikembangkan tanpa

dukungan atau campur tangan ilmu yang lain, sehingga dikatakan Mathematics is a queen of

scienses. Di lain pihak, matematika dibutuhkan oleh semua ilmu pengetahuan, sehingga

dikatakan Mathematics is a servant of sciences.

B. PEMBAHASAN

1. Kajian Ontologi Matematika

Konsep dasar dari cabang matematika elementer adalah abstraksi dari

pengalaman- pengalaman (Klein, 1985). Konsep bilangan dan konsep-konsep geometri

Euclides sangat dipengaruhi oleh pengalaman. Namun demikian sejumlah konsep

matematika dilahirkan dari kreasi pikiran manusia dengan atau tidak dengan bantuan

pengalaman. Abstraksi dalam matematika ialah ―… the process of extracting the

underlying essence of a mathematical concept, removing any dependence on real world

objects with which it might originally have been connected, and generalizing it so that it

has wider applications or matching among other abstract descriptions of equivalent

phenomena‖ (Langer, 1953). ―Abstraction is the process of formulating a generalized

concept of a common property by disregarding the differences between a number of

particular instance‖. (Borowski dan Borwein, 2007). Abstraksi dalam matematika

berdasarkan pada intuisi dan pengalaman empiris (Dienes dalam Bell, 1981). Konsep

lingkaran dapat diperoleh dari pengamatan berbagai benda konkrit seperti roda, piring,

mata uang, tutup pemukaan sumur, permukaan ember, dsb. Masing-masing benda

tersebut memiliki berbagai sifat dan ciri. Salah satu ciri yang berserikat pada benda-benda

tersebut adalah bentuknya. Apabila yang diperhatikan hanya bentuk geometrisnya dan

mengabaikan sifat-sifat yang lain, seperti tebal, besar, warna, bahan, dsb, maka

terbentuklah konsep lingkaran (Hardi Suyitno, 2011).

Bilangan asli juga dapat dijelaskan sebagai hasil proses abstraksi benda-benda

konkrit. Manusia sesungguhnya adalah benda konkrit, foto manusia merupakan gambar

manusia yang sudah berkurang tingkat kekonkritannya. Apabila tingkat kekongkritan

diturunkan dan tingkat keabstrakannya ditingkatkan maka dapat diperoleh gambar sketsa,

Page 5: FILSAFAT MATEMATIKA

tally, dan akhirnya angka. Gambar 3.1 memuat foto atau gambar ahli-ahli matematika

berturut-turut adalah Pythagoras, Muḥammad bin Mūsā al-Khawārizmī, Sir Isaac

Newton, Gottfried Wilhelm von Leibniz, .dan Kurt Friedrich Gödel. Lima tokoh

matematika itu dapat digambarkan dengan sket yang sederhana yang tetap

memperlihatkan seorang manusis, seperti pada Gambar 3.2. Selanjutnya dengan cara

lebih abstrak dapat dinyatakan dengan diagram batang dan akhirnya dengan lambang

bilangan (angka) ―5‖. Angka ―5‖ adalah nama atau lambang bilangan yang secara lesan

diucapkan ―lima‖ (Bahasa Indonesia), ―five‖ (Bahasa Inggris), dsb. Proses ini adalah

proses abstraksi yang bergerak dari konkrit, semi konkrit, semi abstrak, dan abtraks.

Dalam hal ini, esensi yang diperhatikan semata-mata hanyalah kuantitas dan

mengabaikan yang lain seperti bangsa, agama, tempat tinggal, bentuk fisik, dsb.

Page 6: FILSAFAT MATEMATIKA

Sejumlah masalah yang berbeda dapat diabstraksikan dan menghasilkan model

matematika yang sama. Model matematika adalah ungkapan suatu masalah yang

disajikan dengan bahasa matematika (Hardi Suyitno, 2014). Berikut adalah hasil abstraksi

matematis dari sejumlah masalah.

1. Pak Karya menjala ikan lele di sungai dan dimasukkan ke dalam kantung. Di

tengah perjalanan ia memberi tiga ekor kepada cucunya. Sampai di rumah

dihitung masih tujuh ekor. Berapa ekor banyaknya ikan lele yang dijala pak

Karya?

2. Bu Broto membeli minyak goreng curah sebanyak satu jrigen. Di tengah

perjalanan ia memberi minyak kepada menantunya sebanyak tiga liter. Sampai di

rumah banyaknya minyak masih tujuh liter. Berapa liter banyaknya minyak yang

dibeli bu matiBroto?

3. Sebuah bus kota berangkat dari terminal dengan sejumlah penumpang. Sampai di

halte pertama turun tiga orang penumpang dan tidak ada yang naik. Menjelang

sampai di halte kedua, terdapat tujuh orang penumpang. Berapakah banyaknya

penumpang pada waktu bus meninggalkan terminal?

Semua masalah tersebut dapat dinyatakan dalam bahasa matematika dengan x-

3=10, x =…? Variabel x dapat mewakili lele, minyak, orang, dsb. Dalam masalah-

masalah tersebut, sifat yang berserikat dan esensial adalah sifat yang berkaitan dengan

kuantitas, bukan tentang warna, jenis makhluk, berat, tinggi, dsb (Hardi Suyitno, 2011).

Hasil abstraksi ini hanya memperhatikan kuantitas dan mengabaikan sifat-sifat yang lain.

Setelah menjadi model matematika, variable x menjadi artificial (tanpa arti), sebab x

dapat mewakili berbagai hal. Di dunia ini banyak masalah yang dapat dinyatakan dengan

model matematika tersebut. Abstraksi memilih beberapa sifat berserikat yang dimiliki

oleh sejumlah objek dan mengabaikan sifat-sifat lain yang tidak dipilih. Selanjutnya sifat-

sifat yang dipilih yang diperhatikan dan dikenakan pada obyek tersebut dalam suatu

pembicaraan tertentu. Abstraksi adalah proses pemisahan kualitas yang dimiliki sejumlak

objek atau situasi dari kualitas yang lain (Davidov,1990), proses pelepasan atau

penghilangan ciri-ciri tertentu dari suatu objek (Sierpinska, 1991), merupakan proses

penghilangan atau pengabaian sebagian kualitas dari pengalaman konkrit (Aristoteles

dalam Erlina Ronda, 2011). Hasil proses abstraksi disebut konsep (Skemp, 1976). Dengan

Page 7: FILSAFAT MATEMATIKA

abstraksi, orang dapat berpikir lebih cepat dan tanpa terganggu oleh hal-hal yang konkrit

dan yang tidak diperlukan (Hardi Suyitno, 2011).

Selain melalui proses abstraksi, objek matematika juga dibangun melalui

idealisasi dan generalisasi. Di dunia nyata ini, tidak ada permukaan yang benar-benar

datar. Permukaan meja porselin yang halus, licin dan kelihatan rata bagi binatang-

binatang yang sangat kecil, seperti bakteri atau amuba akan tersa kasar bahkan mungkin

serasa berbukut-bukit. Tidak ada garis yang benar-benar lurus, tidak punya lebar, dan

tidak punya tinggi. Titik yang sering dijelaskan sebagai sesuatu yang tidak punya

panjang, tidak punya lebar, dan tidak punya tinggi juga tidak ada dalam realitas, yang ada

adalah noktah. Noktah punya panjang dan lebar, bahkan kalau diamati dengan teliti juga

memiliki tebal atau tinggi.

Generalisasi dalam matematika ada yang memberi makna sama dengan

abstraksi. Ada juga yang memberi makna yang mengandung pengertian secara empiriri

maupun matematis dari memperluas konsep atau proses penemuan dalam matematika,

Geometri Non-Euclid dapat dipandang sebagai hasil generalisasi dalam pengertian ini.

Generalisasi juga dapat dimaknai sebagai produk. Produk generalisasai adalah pernyataan

yang dalam matematika berupa teorema. Jadi, konsep adalah produk dari proses abstraksi,

sedangkan teorema adalah produk dari proses generalisasi. Sebenarnya antara abstraksi

dan generalisasi dapat dibedakan berkaitan dengan semesta pembicaraan. Proses abstraksi

tidak memperluas semesta pembicaraan, sedangkan generalisasi memperluas semesta

pembicaraan. Objek matematika yang merupakan hasil proses abstraksi atau generalisasi

muncul dari sistem personal (institutional) yang dibuat oleh sesorang, ketika menghadapi

beberapa masalah (Dörfler, 1991).

Konsep-konsep tentang bilangan negatip dan bilangan irasional tidak diperoleh

dari pengalaman melalui proses abstraksi, tetapi dibangun oleh kreatifitas manusia.

Konsep fungsi dan konsep-konsep pada aljabar abstrak adalah sebagian contoh konsep

yang dibangun atas dominasi suatu kegiatan mental/pikiran yang kreatif. Namun

demikian proses kreatif lahirnya konsep-konsep matematika seringkali melalui intuisi,

trial and error, pengalaman, percobaan, dsb. Proses ini dapat disebut proses generalisasi

dalam arti yang kedua. Para filsuf aliran formalisme dan intuitionisme menyatakan bahwa

matematika adalah hasil kreasi manusia. Para pengikut Platonis beranggapan bahwa

matematika itu sudah ada, manusia hanya melakukan discovery. Walaupun pandangan-

pandangan tersebut berbeda-beda, tetapi secara internal mereka konsisten dengan

Page 8: FILSAFAT MATEMATIKA

pandangannya. Hersh (1997) berpendapat bahwa matematika adalah hasil proses

discovery dan invention yang dilakukan oleh manusia. Dari berbagai pendapat

nampaknya paling tidak ada satu kesamaan pendapat bahwa objek matematika adalah

abstrak.

Objek matematika bersifat abstrak berarti bahwa objek-objek matematika

adalah benda-benda pikiran. Dalam cerita Mahabharata dikisahkan bahwa ketika

Yudistira menjawab pertanyaan seorang yaksa yang sebenarnya Dewa Dharma yaitu

―Apakah yang lebih cepat dari angin?‖, maka jawabnya adalah ―pikiran lebih cepat dari

angin‖ (Lal, 1992). Karena objek matematika adalah benda pikiran, maka untuk

memahami matematika diperlukan ketajaman pikiran. Karena objek matematika adalah

benda pikiran, maka kebenaran matematika hanyalah kebenaran pikiran dan bukan

kebenaran empiris. Secara epistemologis matematika berbeda dengan fisika. Fisikawan

menolak kebenaran sesuatu apabila sudah dibuktikan bahwa sesuatu itu salah, sedangkan

matematikawan menerima kebenaran sesuatu apabila sesuatu itu sudah dibuktikan benar.

Ciri abstrak matematika menyebabkan kebenaran matematika sulit dipahami dan kadang-

kadang terasa aneh bagi orang yang belum memahaminya. Kalimat ―Jika jumlah sudut

dalam suatu segitiga lebih besar dari 2700, maka Hayam Wuruk Raja Majapahit adalah

suami Luna Maya‖ adalah kalimat yang barangkali menggelikan bagi orang yang awam

matematika. Dalam konteks geometri Euclides, berdasarkan hukum logika, kalimat

tersebut bernilai benar (Hardi Suyitno, 2011).

2. Kajian Epistemologi Matematika

Ilmu-ilmu pengetahuan semuanya telah menggunakan matematika, baik matematika

sebagai perkembangan aljabar maupun statistik. Philosophy modern tampaknya juga tidak

tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak mencukupinya. Banyak sekali ilmu-ilmu

sosial sudah sampai mempergunakan matematika sebagai sosiometri, psychometri,

economimetri, dan sebagainya. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika hampir

sama luasnya dengan fungsi bahasa (Santoso, 1976).

Matematika dan logika, sejarah berbicara, banyak studi yang membedakannya.

Matematika terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan logika terkait dengan Yunani.

Tapi keduanya telah berkembang di zaman modern: logika menjadi lebih matematis dan

matematika menjadi lebih logis. Konsekuensinya adalah bahwa kini telah menjadi

Page 9: FILSAFAT MATEMATIKA

sepenuhnya mustahil untuk menarik garis antara keduanya, bahkan, keduanya adalah

satu. Mereka berbeda sebagai anak dan manusia dewasa: logika adalah masa muda

matematika dan matematika adalah masa dewasa logika (Russel, 1919). Dari konsep

dasar logika nantinya dikembangkan sejumlah konsep matematika seperti himpunan,

aljabar, teori bilangan, fungsi, hingga limit yang melahirkan kalkulus nantinya (Bartle,

2000). Floyd (2005) menjelaskan matematika dan logika memiliki kemampuan untuk

menggali, merumuskan, dan menilai secara kritis asumsi mengenai ekspresi ilmu

pengetahuan, makna, dan berpikir dalam bahasa yang filosofis yang bergantung pada sifat

matematika dan logika kebenaran.

Matematika adalah ilmu deduktif, yang dimulai dari premis tertentu, setelah diterima

melalui proses yang ketat dari deduksi di berbagai teorema yang ada. Memang benar

bahwa dalam deduksi masa lalu, matematika sering sangat kurang tajam, namun

demikian, sejauh ketegasan yang kurang dalam bukti matematis atau bukti yang rusak,

maka tidak akan ada pembelaan yang mendesak akal sehat untuk menunjukkan hasil yang

benar, karena jika kita mengandalkan itu, maka akan lebih baik untuk membuang

argumen/bukti rusak yang sama sekali tidak digunakan, ketimbang membawa kekeliruan

dalam akal sehat. Tidak ada bandingan untuk akal sehat, atau “intuisi” atau apa pun

kecuali logika deduktif yang ketat, yang seharusnya diperlukan dalam matematika setelah

premis ditetapkan (Russel, 1919).

Ernest (1991) menjelaskan bahwa pendekatan epistemologi yang secara luas diadopsi

adalah dengan mengasumsikan bahwa pengetahuan dalam bidang apapun diwakili oleh

seperangkat proposisi bersama dengan prosedur untuk memverifikasi kebenarannya. Atas

dasar ini, pengetahuan matematika terdiri dari satu set proposisi bersama dengan bukti-

buktinya.

Menurut Ernest (1991) secara tradisional filsafat matematika telah melihat tugasnya

sebagai penyedia landasan suatu kepastian pengetahuan matematika. Artinya,

menyediakan sistem dimana pengetahuan matematika dapat dibangun secara sistematis

kebenarannya. Hal ini tergantung pada asumsi, yang diadopsi secara luas, secara implisit

jika tidak secara eksplisit. Pengetahuan apriori terdiri dari proposisi yang menegaskan

atas dasar alasan saja, tanpa jaminan untuk dilakukan pengamatan di dunia. Alasan

tersebut terdiri dari penggunaan logika deduktif dan makna dari istilah yang dapat

ditemukan dalam definisi. Sebaliknya, pengetahuan posteriori terdiri dari proposisi

menegaskan atas dasar pengalaman, yaitu, berdasarkan pengamatan dari dunia.

Page 10: FILSAFAT MATEMATIKA

Berdasarkan pengertian pengetahuan apriori dan posteriori, maka pengetahuan

matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori, karena terdiri dari proposisi

yang ditegaskan atas dasar alasan saja. Alasan tersebut meliputi logika deduktif dan

definisi yang digunakan yang berkaitan dengan seperangkat asumsi aksioma atau postulat

matematika sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan matematika (Ernest, 1991).

Dengan demikian dasar pengetahuan matematika, yang merupakan alasan untuk

menyatakan kebenaran proposisi matematika, terdiri dari bukti deduktif. Bukti dari

proposisi matematika adalah urutan terbatas proposisi yang memenuhi sifat-sifat tertentu.

Setiap proposisi berdasarkan pada aksioma-aksioma yang sebelumnya telah ditetapkan,

atau proposisi dapat diturunkan oleh aturan inferensi dari satu atau lebih proposisi yang

terjadi sebelumnya dalam urutan. Seperangkat aksioma merupakan istilah yang dipahami

secara luas, yang meliputi proposisi yang diakui kebenarannya tanpa perlu dibuktikan

(Ernest, 1991).

Wittgenstein (1978) dalam Suyitno (2012) menjelaskan bahwa aksioma diitetapkan untuk

suatu tujuan tertentu tanpa melihat realisasinya, disusun bukan untuk mengekspresikan

pengalaman, tetapi untuk mengekspresikan ketidakmungkinan membayangkan sesuatu

yang berbeda. Aksioma ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Aksioma dibutuhkan karena

penalaran deduktif membutuhkan premis. Premis itu harus merupakan suatu pernyataan

yang bukan merupakan hasil penalaran deduktif, maka aksioma harus benar dengan

sendirinya (self evident trust, tidak memerlukan bukti). Aksioma memuat undefined

element dan relasi diantaranya (Soehakso dalam Suyitno, 2012). Semua pernyataan

matematika harus taat terhadap aksioma. Cara memperoleh aksioma diawali dengan

menetapkan unsur yang tidak diketahui (undefined term), mendefinisikan konsep, dan

kemudian menetapkan suatu pernyataan dasar atau asumsi dasar yang disebut aksioma.

Konsep-konsep dan aksioma dijadikan dasar penalaran untuk memperoleh konklusi

(Suyitno, 2012).

Teorema matematika merupakan hasil penarikan kesimpulan dengan penalaran deduktif

dari suatu himpunan aksioma (Kline, 1961). Teorema merupakan suatu informasi

matematika yang kebenarannya harus dibuktikan. Bukti dalam matematika merupakan

rangkaian argumen deduktif dan setiap argumen deduktif premis dan konklusi.

Pemahaman suatu teorema harus diiringi dengan pemahaman terhadap buktinya (Suyitno,

2012).

Page 11: FILSAFAT MATEMATIKA

Matematika itu sendiri tampaknya menjadi sebuah pertemuan aktivitas pengetahuan.

Matematika berbicara tentang teorema yang diketahui orang yang tahu dan yang tidak.

Dengan demikian, filsafat matematika, setidaknya sebagian juga sama dengan cabang

epistemologi lainnya. Namun, matematika secara prima facie berbeda dari usaha

epistemik lainnya (Shapiro, 2005). Prinsip-prinsip dasar matematika, seperti “7 + 5 = 12”

atau “bilangan prima tak terhingga banyaknya”, kadang-kadang diadakan sebagai

paradigma yang diperlukan kebenarannya dan bersifat apriori, sebagai pengetahuan

sempurna. Tidak perlu dipertanyakan lagi tingkat kebenarannya, namun kepastian ini

tetap harus dijelaskan. Beberapa dari dasar prinsip-prinsip logika, atau tampaknya benar-

benar diperlukan secara keseluruhan dan apriori dalam matematika. Jika seseorang

meragukan prinsip dasar logika, kemudian, mungkin menggunakan definisi lain, maka dia

tidak berpikir logis sama sekali. Sebab Prima facie; untuk berpikir logis saja perlu

berpikir logis (Shapiro, 2005).

Hintikka (2000) menjelaskan bahwa filosofi matematika adalah bentuk paradigmatik dari

apa yang dikenal sebagai pendekatan logis untuk matematika. Tesis utamanya adalah (a)

bahwa kebenaran matematika adalah suatu analisis priori dan (b) bahwa matematika

adalah cabang logika. Tesis kedua dapat dipandang sebagai cara untuk membantu tesis

yang pertama. Dengan kata lain, (a) proposisi matematika tidak dapat dibantah oleh bukti

empiris, tetapi juga melalui analisis. Tesis kedua (b) mengenai status matematika sebagai

cabang logika berarti bahwa (a) semua konsep matematika, yaitu, aritmatika, aljabar dan

analisis dapat didefinisikan dalam konsep logika murni, (b) semua teorema matematika

dapat dideduksi dari definisi melalui prinsip-prinsip logika.

Brown (2008) menjelaskan karakteristik matematika, diantaranya yaitu, kepastian

(certainty); misalnya teorema yang membuktikan ketakterbatasan bilangan prima

tampaknya di luar dugaan merupakan hal yang pasti. Ilmu-ilmu alam tidak bisa

melakukan hal seperti itu. Meskipun memiliki prestasi yang indah, Fisika Newton telah

gagal dalam mendukung mekanika kuantum dan relativitas, dan tidak ada manusia yang

akan bertaruh terlalu berat dalam waktu yang panjang tentang teori itu. Matematika,

sebaliknya, tampaknya satu-satunya tempat di mana kita manusia dapat benar-benar yakin

kita sudah benar.

Karekateristik matematika lainnya adalah objektivitas (objectivity); barangsiapa pertama

memikirkan teorema ini dan buktinya, ia adalah penemu yang hebat. Ada hal-hal lain

dimana kita mungkin tidak dapat menemukan, melainkan menciptakannya. ”Raja

Page 12: FILSAFAT MATEMATIKA

bergerak secara diagonal” Ini adalah aturan catur, itu tidak ditemukan, melainkan

diciptakan. Sudah pasti, namun kepastian yang berasal dari resolusi itulah yang

digunakan untuk memainkan permainan catur itu. Cara lain untuk menggambarkan situasi

ini dengan mengatakan bahwa teorema kita adalah kebenaran obyektif yang telah

dibuktikan, bukan hasil konvensi semata-mata. Bukti adalah hal terpenting (proof is

essential); dengan bukti, hasilnya pasti, tanpa itu, kepercayaan harus ditangguhkan. Itu

kekuatan matematika. Terkadang matematikawan percaya proposisi matematika

meskipun mereka tidak memiliki bukti. Mungkin kita harus mengatakan bahwa tanpa

bukti, proposisi matematika tidak dibenarkan dan tidak boleh digunakan untuk

menurunkan proposisi matematika lainnya. Dugaan Goldbach adalah contoh. Ia

mengatakan bahwa setiap bilangan genap adalah penjumlahan dari dua bilangan prima,

dan ada banyak contoh untuk itu, misalnya 4 = 2 + 2, 6 = 3 + 3, 8 = 3 + 5, 10 = 5 + 5, 12

= 7 + 5, dan seterusnya. Sudah diperiksa ke miliaran dan tidak ada contoh yang kontra,

tetapi hal tersebut bukanlah bukti (melainkan hanyalah eksplorasi induktif), jika hal itu

dianggap bukti, maka kita melanggar karakteristik matematika yang bersifat abstrak dan

deduktif. Tetapi bagi Ahli biologi jangan ragu untuk menyimpulkan bahwa semua gagak

bewarna hitam berdasarkan cara semacam ini, tetapi matematikawan (sementara mereka

mungkin percaya bahwa dugaan Goldbach adalah benar) tidak akan menyebutnya

teorema dan tidak akan menggunakan untuk membangun teorema lain, karena tanpa bukti

(Brown, 2008).

3. Kajian Aksiologi Matematika dalam Pendidikan

Matematika sebagai ilmu dasar, dipergunakan dalam berbagai bidang ilmu,

baik matematika sebagai pengembangan aljabar maupun statistic. Filosofi modern juga

tidak akan tepat bila tidak dilandasi pengetahuan tentang matematika. Matematika dalam

ilmu social juga dikembangkan sebagai sosiometri, psychometric, ekonometri, dan

sebagainya. Jujun S Sumantri (2001: 229) mengatakan bahwa matematika mempunyai

fungsi yang sama luasnya dengan fungsi bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan

dan ilmu pengetahuan. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara lebih baik, diperlukan

sarana berpikir. Penguasaan sarana berpikir ini merupakan suatu hal yang bersifat

imperative bagi seorang ilmuwan, karena tanpa menguasainya maka kegiatan ilmiah

yang baik tidak dapat dilakukan. Sarana berpikir ini pada dasarnya merupakan alat yang

membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Oleh karena itu,

sebelum memperlajari sarana – sarana berpikir ilmiah seharusnya menguasai langkah –

Page 13: FILSAFAT MATEMATIKA

langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah

dengan baik, maka diperlukan sarana berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika.

Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir

ilmiah. Penalaran ilmiah menyadarkan kita kepada proses logika deduktif dan induktif.

Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika

mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif (Amsal Bahtiar, 2011: 188).

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari

serangkaian pernyataan yang akan disampaikan. Bahasa verbal mempunyai beberapa

kekurangan, dan untuk menutupi kekurangan bahasa vaerbal, digunakanlah matematika,

karena matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan

emosional dari bahasa verbal.

Lambang – lambing dari matematika yang dibuat secara artificial dan

individual yang mengrupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang dikaji.

Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika

mengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran

secara kuantitatif. Dalam bahasa verbal, bila kita membandingkan dua objek yang

berlainan, umpamanya gajah dan semut. Akan sulit membandingkan keduanya. Jika ingin

mengetahui secara eksak berapa besar gajah bila dibandingkan dengan semut, dengan

bahasa verbal tidak dapat dikatakan apa – apa.

Bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif.

Penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak, sehingga

menyebabkan daya prediktif dan control ilmu kurang cepat dan tepat. Untuk

mengatasinya, dikembangkan konsep pengukuran. Melalui pengukuran, kita dapat

mengetahui dengan tepat berapa panjang sebuah logam dan berapa pertambahan

panjangnya kalau logam itu dipanaskan. Dengan mengetahui hal ini, maka pernyataan

ilmiah yang merupakan pernyataan kualitatif “sebatang logam kalau dipanaskan akan

memanjang”, dapat diganti dengan pernyataan matematika yang lebih eksak, umpamanya

Pt = Po(1 + xt), dengan Pt adalah panjang logam pada temperature nol dan x adalah

koefisien pemuaian logam.

Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan control

dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan

pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat. Matematika memungkinkan ilmu

mengalami prkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Perkembangan ini

Page 14: FILSAFAT MATEMATIKA

merupakan suatu hal yang imperative bila kita menghendaki daya prediksi dan control

yang lebih tepat dan cermat dalam ilmu (Amsal Bahtiar, 2011: 191).

Matematika merupakan ilmu deduktif. Istilah deduktif diperoleh karena

penyelesaian masalah – masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti

halnya yang terdapat dalam ilmu – ilmu empiric, melainkan didasarkan atas deduksi –

deduksi (penjabaran). Dewasa ini yang paling banyak dianut orang adalah bahwa deduksi

merupakan penalaran yang sesuai dengan hukum – hukum serta aturan – aturan logika

formal. Orang beranggapan bahwa tidaklah mungkin titik tolak yang benar menghasilkan

kesimpulan yang tidak benar.

Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berpikir deduktif. Bahasa

yang digunakan adalah bahasa artificial (bahasa buatan). Keistimewaan bahasa ini adalah

terbebas dari aspek emotif dan afektif serta jelas kelihatan bentuk hubungannya.

Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya. Pernyataan – pernyataannya

mempunyai sifat yang jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang

ilmiah maupun bidang lain yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang

didasarkan kepada premis – premis yang kebenarannya telah ditentukan. Kesimpulan

yang ditarik dalam pemikiran deduktif merupakan konsekuensi logis dari fakta – fakta

yang mendasarinya, yang disebut dengan silogisme, sebagai perwujudan pemikiran

deduktif yang sempurna.

Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Fungsi

matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan berbagai macam ilmu

pengetahuan. Perhitungan matematis menjadi dasar ilmu teknik, memberikan inspirasi

kepada pemikiran di bidang social dan ekonomi, bahkan pemikiran matematis dapat

memberikan warna kepada kegiatan arsitektur dan seni rupa.

Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan

penggunaan lambang – lambang bilangan untuk penghitungan dan pengukuran. Hal ini

sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu gejala – gejala alam yang dapat diamati dan

dilakukan penelaahan yang berulang – ulang. Sedangkan ilmu – ilmu social

dapatditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah yang dihadapinya tidak

mempunyai pengukuran yang mempergunakan bilangan dan pengertian tentang ruang

adalah sama sekali tidak relevan.

Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid, dan dapat

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai aturan –

aturan berpikir, seperti setengah tidak lebih besar daripada satu. Berpikir tidak dapat

Page 15: FILSAFAT MATEMATIKA

dijalankan semaunya. Realitas begitu banyak jenis dan macamnya, maka berpikir

membutuhkan jenis – jenis pemikiran yang sesuai. Pikiran diikat oleh hakikat dan struktur

tertentu, karena pikiran kita tunduk pada hukum – hukum tertentu. Sebagai perlengkapan

ontologisme, pikiran kita dapat bekerja secara spontan, alami, dan dapat menyelesaikan

fungsinya dengan baik, lebih – lebih dalam hal yang biasa, sederhana, dan jelas. Namun

tidak demikian halnya apabila menghadapi hal – hal yang sulit, harus dilakukan

pemikiran yang mendalam sebelum mencapai kesimpulan.

Amsal Bahtiar mengatakan bahwa belajar logika ilmiah perlu menegtahui

beberapa hal, diantaranya: (1) Dalam praktik, menjadi cakap dan cekatan, berpikir sesuai

dengan hokum dan prinsip, bentuk berpikir yang betul, tanpa mengabaikan dialektika,

yakni proses perubahan keadaan. Logika jangan hanya dijadikan mekanik dan

dikembangkan kesanggupan mengadakan eavluasi terhadap pemikiran orang lain dan

sanggup menunjukkan kesalahannya. Logika ilmiah melengkapi dan mengantar kita

untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis. (2) Sanggup mengenali jenis – jenis,

macam – macam, nama – nama, sebab – sebab kesalahan pemikiran, dan sanggup

menghindari, serta menjelaskan segala bentuk dengan segala sebab kesalahan dengan

semestinya.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperllukan

sarana yang berupa bahasa, logika, dan Matematika. Bahasa merupakan alat komunikasi

verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupkan alat berpikir

dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.

Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang berhubungan

dengna komunikasi tidak terlepas dari bahas, seperti berpikir sistematis dalam menggapai

ilmu pengetahuan. Tanpa menguasai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat

melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan teratur.

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.

Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap valid, apabila dilakukan menurut cara yang

benar. Cara penarikan kesimpulan ini dinamakan logika. Logika adalah pengkajian untuk

berpikir secara sohih. Logika induktif erta hubungannya dengan penarikan kesimpulan

dari kasus khusus ke kasus umum. Sedangkan logika deduktif membantu dalam menarik

kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual.

Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan –

pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas menyususn

argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan bersifat umum. Deduksi bersifat

Page 16: FILSAFAT MATEMATIKA

sebaliknya, menggunakan cara berpikir yang disebut silogisme. Pernyataan yang

mendukukng silogisme dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Matematika

adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif, dan merupakan bahasa yang

melambangkan serangkaian makan dari pernyataan yang ingin disampaikan.

Karakteristik matematika terletak pada kekhususannya dalam

mengkomunikasikan ide matematika itu melalui bahasa numerik. Dengan bahasa numerik

ini, memungkinkan seseorang dapat melakukan pengukuran secara kuantitatif. Sedangkan

sifat kekuantitatifan dari matematika tersebut, dapat memberikan kemudahan bagi

seseorang dalam menyikapi suatu masalah. Itulah sebabnya matematika selalu

memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak dalam memecahkan masalah.

Ilmu Matematika diantaranya meliputi aritmatika, geometri, aljabar dll

sehingga kalau mau sok idealis tentu saja banyak manfaat Matematika untuk ilmu

pengetahuan lain dan juga untuk kehidupan, misalnya:

1. Kombinasi (Statistika) bisa digunakan untuk mengetahui banyaknya formasi tim

bola voli yang bisa dibentuk.

2. Aritmatika hampir digunakan setiap hari, yaitu untuk hitung-menghitung.

3. Geometri bisa digunakan para ahli sipil karena geometri salah satunya adalah

membahas tentang bangun dan keruangan.

4. Aljabar bisa digunakan untuk memecahkan masalah bagaimana memperoleh laba

sebanyak mungkin dengan biaya sesedikit mungkin.

5. Mungkin dengan logika Matematika juga bisa membantu untuk berpikir logis, tapi

tentu saja bukan hanya Matematika saja yang bisa membantu dalam berpikir logis.

Tujuan mempelajari matematika adalah :

1. Melatih cara berfikir dan benalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui

kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan,

konsisten dan inkonistensi.

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu,

membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba

3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

memgkomunikasikan gagasan melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta,

dalam menjelaskan gagasan.

Sebagai tambahan nilai matematika juga dapat kita lihat dalam:

Page 17: FILSAFAT MATEMATIKA

• Digunakan dalam bidang sains dan teknik.

• Untuk penelitian masalah tingkah laku manusia.

• Membantu manusia dalam berdagang dan bidang perekonomian.

• Ilmu matematikan juga digunakan dalam bidang komputer.

• Membantu manusia berpikir secara matematis dan logis.

• Dengan bilangan, manusia dapat menentukan kuantitas.

Page 18: FILSAFAT MATEMATIKA

DAFTAR PUSTAKA

Suyitno Hardi. 2014. Pengenalan Filsafat Matematika.. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

--. 2014.Filsafat Ilmu. diakses dari http://dewimardhiyana.blogspot.co.id/2014/01/makalah-filsafat-ilmu.html pada 21 Desember 2015 pukul 13:57