Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam.pdf

5
Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang kini berkembang sebagai bahan acuan/ajar, terutama di kalangan mahasiswa serta pelajar-pelajar meski banyak pendangan kontradiktif mengenai hal itu. Dikatakan sebagai induk ilmu pengetahuan, karena salah satu sumber ilmu pengetahuan pada masa pra-disiplin ilmu, pemikiran secara filsafati menjadi acuan berpikir para pemikir visioner, yang saat ini disebut sebagai filosof atau filsuf, seperti Plato, Socrates, Aristoteles, Phytagoras, dan lain sebagainya yang memiliki pemikiran yang tentunya berbeda-beda. Berpikir secara filsafati atau filosofis tak lepas dengan cara berpikir yang kini berkembang di sebagian kalangan mahasiswa, yakni kritis, analis, sertamenuntut pemikiran yang visioner. M. Dimyathi juga menuturkan bahwa kegiatan penalaran secara filosofis dapat dikategorikan sebagai kegiatan analisis, pemahaman, diskripsi, penilaian, penafsiran, dan perekaan. 1 Phytagoras 2 dengan pemikirannya yang sangat termasyur tentang bilangan matematik, sebagai seorang ahli matematika abadi, yang telah membuahkan dalil-dalil yang abadi pula, seperti jumlah dari luas dua sisi sebuah segitiga siku-siku adalah sama dengan luas sisi miringnya (a 2 + b 2 = c 2 ), tak lepas dengan pemikiran filsafati yang selama hidupnya diamini sebagai pemikiran yang universal untuk berbagai macam fenomena serta rahasia alam ini. Olehnya itu, menjadi sebuah keharusan dalam memposisikan filsafat sebagai disiplin ilmu tersendiri yang harus dan tetap harus eksis dalam kehidupan pemikiran setiap manusia tanpa terkecuali. Akan tetapi, perlu diketahui juga bahwa filsafat tidak akan pernah menjawab segala persoalan dari fenomena-fenomena serta rahasia-rahasia di balik alam yang fana ini (ketuhanan, kemanusiaan, dan alam). Orang yang menggeluti filsafat atau bisa dikatakan berpikir secara filsafati terhadap segala hal, hanya akan mengetahui seperti apa jalan yang harus ditempuh, cara melangkahkan kaki, dalam menjawab segala persoalan dari fenomena- fenomena tersebut. Sebagai induk ilmu, berarti segala disiplin ilmu yang kini mandiri serta berkembang, masih sangat erat kaitannya dengan filsafat, bahkan tidak akan pernah putus dari apa yang dinamakan filsafat. Seperti yang telah dipahami bahwa disiplin ilmu apapun, yang kini mandiri serta berkembang, pasti mempunyai asal-usul tersendiri dalam eksistensinya. Tak ada disiplin ilmu yang berdiri hingga perkembangannya begitu saja tanpa ada yang melatar- belakangi. 3 Olehnya, setiap disiplin ilmu pasti memiliki filosofi tersendiri (asal-usul eksistensinya). Dengan menilik tema penulisan ini, yang menjadi pertanyaan kemudian ialah mengapa filsafat ilmu kemudian harus ditarik ke ranah perspektif studi Islam? Ini yang kemudian akan menjadi salah satu inti pembahasan dalam makalah ini. Karena pada Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Epistemologi yang diampuh oleh Drs. Muzairi; dikumpulkan pada saat Ujian Akhir Semester. Mahasiswa Angkatan 2011; Jurusan Aqidah dan Filsafat Fak.Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; NIM: 11510008 1 M. Dimyati. 2001. Dilema Pendidikan Ilmu Pengetahuan. Malang : IPTI. Hal. 1 2 Pemikirannya tentang bilangan diutarakan dalam Filsafat Umum (Muzairi : 2009) hal. 48 3 Hukum ini biasa dikatakan sebagai hukum kausalitas (sebab-akibat). Adanya suatu akibat, karena ada yang menyebabkan atau sebab yang menyebabkan akibat itu terjadi.

Transcript of Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam.pdf

Page 1: Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam.pdf

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat

adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang kini berkembang sebagai bahan acuan/ajar, terutama di kalangan mahasiswa serta pelajar-pelajar meski banyak pendangan kontradiktif mengenai hal itu. Dikatakan sebagai induk ilmu pengetahuan, karena salah satu sumber ilmu pengetahuan pada masa pra-disiplin ilmu, pemikiran secara filsafati menjadi acuan berpikir para pemikir visioner, yang saat ini disebut sebagai filosof atau filsuf, seperti Plato, Socrates, Aristoteles, Phytagoras, dan lain sebagainya yang memiliki pemikiran yang tentunya berbeda-beda.

Berpikir secara filsafati atau filosofis tak lepas dengan cara berpikir yang kini berkembang di sebagian kalangan mahasiswa, yakni kritis, analis, sertamenuntut pemikiran yang visioner. M. Dimyathi juga menuturkan bahwa kegiatan penalaran secara filosofis dapat dikategorikan sebagai kegiatan analisis, pemahaman, diskripsi, penilaian, penafsiran, dan perekaan.1

Phytagoras2 dengan pemikirannya yang sangat termasyur tentang bilangan matematik, sebagai seorang ahli matematika abadi, yang telah membuahkan dalil-dalil yang abadi pula, seperti jumlah dari luas dua sisi sebuah segitiga siku-siku adalah sama dengan luas sisi miringnya (a2 + b2 = c2), tak lepas dengan pemikiran filsafati yang selama hidupnya diamini sebagai pemikiran yang universal untuk berbagai macam fenomena serta rahasia alam ini.

Olehnya itu, menjadi sebuah keharusan dalam memposisikan filsafat sebagai disiplin ilmu tersendiri yang harus dan tetap harus eksis dalam kehidupan pemikiran setiap manusia tanpa terkecuali. Akan tetapi, perlu diketahui juga bahwa filsafat tidak akan pernah menjawab segala persoalan dari fenomena-fenomena serta rahasia-rahasia di balik alam yang fana ini (ketuhanan, kemanusiaan, dan alam). Orang yang menggeluti filsafat atau bisa dikatakan berpikir secara filsafati terhadap segala hal, hanya akan mengetahui seperti apa jalan yang harus ditempuh, cara melangkahkan kaki, dalam menjawab segala persoalan dari fenomena-fenomena tersebut.

Sebagai induk ilmu, berarti segala disiplin ilmu yang kini mandiri serta berkembang, masih sangat erat kaitannya dengan filsafat, bahkan tidak akan pernah putus dari apa yang dinamakan filsafat. Seperti yang telah dipahami bahwa disiplin ilmu apapun, yang kini mandiri serta berkembang, pasti mempunyai asal-usul tersendiri dalam eksistensinya. Tak ada disiplin ilmu yang berdiri hingga perkembangannya begitu saja tanpa ada yang melatar-belakangi.3 Olehnya, setiap disiplin ilmu pasti memiliki filosofi tersendiri (asal-usul eksistensinya).

Dengan menilik tema penulisan ini, yang menjadi pertanyaan kemudian ialah mengapa filsafat ilmu kemudian harus ditarik ke ranah perspektif studi Islam? Ini yang kemudian akan menjadi salah satu inti pembahasan dalam makalah ini. Karena pada

Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Epistemologi yang diampuh oleh Drs. Muzairi; dikumpulkan pada

saat Ujian Akhir Semester.

Mahasiswa Angkatan 2011; Jurusan Aqidah dan Filsafat Fak.Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran

Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; NIM: 11510008 1M. Dimyati. 2001. Dilema Pendidikan Ilmu Pengetahuan. Malang : IPTI. Hal. 1

2 Pemikirannya tentang bilangan diutarakan dalam Filsafat Umum (Muzairi : 2009) hal. 48

3 Hukum ini biasa dikatakan sebagai hukum kausalitas (sebab-akibat). Adanya suatu akibat, karena

ada yang menyebabkan atau sebab yang menyebabkan akibat itu terjadi.

Page 2: Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam.pdf

dasarnya, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Prof. Dr. Einstein, “Filsafat tanpa agama4 = lumpuh, sedangkan agama tanpa filsafat = pincang.5”

Jadi, untuk memahami pembahasan mengenai filsafat ilmu dalam perspektif studi Islam, dapat didekati dari permasalahan pokok tentang apa itu filsafat, filsafat ilmu, serta studi Islam itu sendiri. Telah diketahui bahwa filsafat merupakan disiplin dan sistem pemikiran tentang enam jenis persoalan yang saling berhubungan satu sama lain, yakni berhubungan dengan yang “ada”, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas dan keindahan, yang di dalam studi filsafat dikenal dengan metafisika, epistemologi, metodologi, logika, etika dan estetika.6 Secara keseluruhan, filsafat mempelajari keenam jenis persoalan tersebut berdasarkan kegiatan penalaran reflektif dan hasil refleksinya terwujud dalam pengetahuan filsafati.

Perlu diketahui pula bahwa pengetahuan filsafati yaitu kebenarannya hanya bisa dipertanggungjawabkan secara logis. Metodenya disebut metode rasional yang mengandalkan pemikiran akal. Cara kerja metode ini ialah dengan cara mencari kebenaran terhadap sesuatu dengan cara memikirkannya secara logis. Olehnya itu, dapat dikatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis saja, tentang objek-objek yang abstrak. Objek penelitiannya memanglah konkret, tetapi yang ingin diketahuinya, hanyalah bagian abstraknya saja. Sekali lagi, suatu teori filsafat bisa dikatakan benar, jika ia dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan sampai kapanpun atau untuk selama-lamanya tidak akan pernah dapat dibuktikan dalam pemahaman secara empiris.

A. Apa Itu Filsafat Ilmu?

Secara bahasa, filsafat adalah philosophy (dalam bahasa Inggrisnya). Adapun secara istilah, berasal dari bahasa Yunani, yakni philosophia. Philosophia terdiri dari dua kata, yakni philo (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shophia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran.

Dalam hal ini, Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia folosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen (mandiri) dan bersifat spritual (agamawi).

Dengan begitu, secara historis filsafat telah menjadi induk segala ilmu pengetahuan, sebagaimana yang telah dipaparkan di pembahasan sebelumnya, yang berkembang sejak zaman Yunani Kuno sampai zaman modern sekarang ini.7

Filsafat mengambil peran yang sangat strategis serta penting karena di dalam filsafat, kita bisa menemukan pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleks) dalam hal pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual.

Sedangkan ilmu sendiri, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem

4 Islam di sini diyakini sebagai agama.

5 Saduran dari Prof. Dr. Einstein dalam Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Ahmad D. Marimba :

1962) V. 6The Liang Gie. 1998. Suatu Konsepsi Kearah Penertiban Bidang Filsafat. Yogyakarta: Karya Kencana.

11 dalam http://nursalimrembang.wordpress.com/2011 7 Dijelaskan dalam Filsafat Pendidikan Islam (Arifin : 1993) BUMI AKSARA; hal. 1

Page 3: Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam.pdf

menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi, dan sebagainya. Dan juga bisa diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir, bathin, dan sebagainya, seperti ilmu akhlak, ilmu akhirat, ilmu sihir, dan lain sebagainya.8

Dari pengertian ilmu di atas, pengertian ilmu di atas kemudian dapat disimpulkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan (bahan ajar) yang disusun secara sistematis, bersistem, menurut metode-metode tertentu.

lmu hanyalah merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dimiliki manusia di antara berbagai pengetahuan yang lain. Namun sejauh ini, kiranya ilmulah yang merupakan pengetahuan yang paling dapat diandalkan berkaitan dengan fakta empiris. Penjelasan ilmiah, tentang fenomena gerhana bulan, misalnya, yang paling dapat memberikan kepuasan pada rasa ingin tahu manusia dibandingkan dengan penjelasan yang lain. Selain itu, tradisi akademis yang dikembangkan di sekolah maupun perguruan tinggi membuat setiap orang yang pernah belajar menjadi terbiasa dengan ilmu, meskipun sejauh ini sumber pengetahuan yang paling berkembang baru sampai tahapan otoritas. Tradisi akademis membuat orang menjadi semakin rasional, sadar ataupun tidak, orang yang pernah menuntut ilmu tertentu hanya akan puas apabila setiap persoalan yang dihadapi dapat diberikan eksplanasi secara ilmiah: dalam arti didukung data dan fakta yang dapat dilakukan verifikasi secara empiris.

Dengan pengertian ilmu di atas, dari situ dapat dicermati letak perbedaan dari ilmu itu sendiri dengan filsafat. Tapi pembahasan ini kemudian tidak menjelaskan perbedaan-perbedaan itu. Meski mempunyai perbedaan-perbedaan dalam hal pengertian atau orientasi, arah dan tujuannya tetap tak bisa terbedakan, dalam hal ini mengarah kepencarian yang reflektif sebagaimana yang telah dibahasakan pada pembahasan sebelumnya.

Kaitannya antara filsafat dan ilmu, dapat disimak, yakni filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan, serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dengan begitu, filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistemologi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa, sehingga memenuhi asas pengeturaan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya dalam pembahasa makalah di atas.

8 Kamus Besar Bahasa Indonesia; Depdikbud 1988

Page 4: Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam.pdf

B. Pendekatannya dalam Perspektif Studi Islam Mempelajari filsafat, terkhusus dengan metode pendekatannya terhadap perspektif

studi Islam saat ini, berarti memasuki nuansa khasanah pemikiran yang bisa dikatakan mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh (universal) tentang studi yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh ilmu pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kepada siapa yang mempelajarinya untuk mempelajari serta memahami ilmu-ilmu lain di luar pemahaman tersebut, tentunya yang lebih relevan pula bagi kehidupan dewasa ini.

Bahwa melakukan pemikiran secara filsafati, pada hakikatnya adalah usaha menggerakkan segala potensi psikologis manusia, seperti pikiran, kecerdasan, kemauan, perasaan, ingatan, serta pengamatan panca indera tentang gejala dari fenomena-fenomena kehidupan ini, terutama tentang tauhid, manusia, alam, dan alam sekitarnya sebagai ciptaan sebagaimana yang diyakini. Tentunya, keseluruhan dari hasil proses pemikiran tersebut, didasari dengan teori-teori dari berbagai disiplin ilmu dan dengan pengalaman-pengalaman yang mendalam serta luas tentang masalah kehidupan dan kenyataan dalam alam raya ini.

C. Hubungan: Filsafat Ilmu dan Studi Islam

Mengenai hubungan di antara keduanya (filsafat ilmu dan studi Islam), terdapat satu keterkaitan yang tak terpisahkan. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas dengan mengutarakan pendapat dari Prof. Dr. Einstein, di situ bisa kita lihat bahwa hubungan di antaranya sangat erat kaitannya.

Mengaitkan studi Islam dengan kategori keilmuan, dalam hal ini filsafat ilmu, umumnya berhadapan dengan pengertian Islam sebagai sesuatu yang final. Dalam kategori ini, Islam dilihat sebagai kekuatan iman dan taqwa, sesuatu yang sudah final. Sedangkan kategori keilmuannya, memiliki ciri khas berupa perubahan, perkembangan dan tidak mengenal kebenaran absolut. Semua kebenarannya adalah relatif.

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa iman dan ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan dua asas hidup manusia muslim yang saling pengaruh-mempengaruhi dalam pribadinya, sehingga ia terangkat dari keterbelakangan dan kebodohan menjadi pribadi yang bermartabat tinggi di mata Tuhan dan sesama manusia.

Dalam kaitannya dengan esensi pendidikan Islam yang dilandasi oleh filsafat ilmu yang benar dan yang mengarahkan proses keilmuan Islam. Sebagaimana yang diutarakan oleh Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly, mengungkapkan cita-citanya bahwa pendidikan yang harus dilaksanakan oleh umat Islam adalah pendidikan keberagamaan yang berlandaskan keimanan yang terdiri di atas filsafat pendidikan yang bersifat menyeluruh berlandaskan iman pula.9

Olehnya itu, setelah mencermati pemaparan di atas tentunya dengan landasan referensi-referensi pustaka yang ada, bisa disimpulkan bahwa filsafat tidak bertentangan dengan Islam sebagaimana banyak dari kalangan atau sekelompok orang menganggap bahwa Islam dan filsafat atau ilmu pengetahuan sangat bertolak belakang. Tapi dengan pembahasan ini dapat sedikit memberi pembuktian serta pencerahan bahwa hal tersebut sangatlah keliru. Bahkan, umat Islam wajib atau sekurang-kurangnya dianjurkan mempelajarinya. Sebab, tugas filsafat tidak lain adalah berpikir secara mendalam tentang wujud untuk mengetahui pencipta segala yang ada.

9 Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly, Guru Besar Pendidikan di Universitas Tunisia dalam Filsafat

Pendidikan Islam (Arifin : 1993) hal. 16

Page 5: Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam.pdf

DAFTAR PUSTAKA

M. Dimyati, Dilema Pendidikan Ilmu Pengetahuan, Malang: IPTI, 2001.

Muzairi, Filsafat Umum, Yogyakarta: Teras, 2009.

Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1993.

Marimba, Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. ALMA’RIF, 1962.

The Liang Gie. 1998. Suatu Konsepsi Kearah Penertiban Bidang Filsafat. Yogyakarta: Karya

Kencana. 11 dalam http://nursalimrembang.wordpress.com/2011

Kamus Besar Bahasa Indonesia, DEPDIKBUD, 1988.