filsafat ilmu
-
Upload
putridytha -
Category
Documents
-
view
12 -
download
8
description
Transcript of filsafat ilmu
TUGAS FILSAFAT ILMU
BIOLOGI REPRODUKSI DALAM
FILSAFAT ILMU
Oleh :
CAESSARIA ROSYIDA B. 061415153001
SONDANG ONE MAYOSITA 061415153002
ZILLY ZENIANTI ZANDRIANA 061415130005
PORTIA SUMARSONO 061415153006
IKA WAHYUNI 061415153007
PASCASARJANA ILMU BIOLOGI REPRODUKSI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa mencari kebenaran.
Filsafat juga disebut sebagai induk dari ilmu pengetahaun, banyak ilmu
pengetahuan yang terlahir dari filsafat. Berdasarkan etiomologinya, kata filsafat
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari
dua kata yaitu philein (mencintai) atau philia (cinta) atau philos (sahabat, kekasih)
dan sophia (kebijaksanaan, kearifan). Sehingga filsafat dapat diartikan sebagai
cinta kebijaksanaan. Secara terminologis, pengertian filsafat menurut Concise
Oxford English Dictionary (Tenth Edition) adalah : (1) studi tentang hakikat dasar
dari pengetahuan, kenyataan dan keberadaan. (2) studi tentang dasar-dasar teoritis
dari suatu cabang pengetahuan atau pengalaman. (3) suatu teori atau sikap yang
memandu perilaku seseorang. Imanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai
pengetahuan yang menjadi pokok pangkal segala pengetahuan yang di dalamnya
tercakup empat persoalan yakni apa yang dapat diketahui? (jawabnya metafisika),
apa yang seharusnya di ketahui? (jawabnya etika), sampai dimana harapan kita?
(jawabnya agama) apa itu manusia? (jawabnya antropologi), (Tafsir, 2001).
Salah satu ciri khas dari manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu
tentang berbagai hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya,
tetapi juga ingin tahu tentang lingkungan sekitarnya, bahkan sekarang ini rasa
ingin tahu berkembang ke arah dunia luar. Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh
peradaban dan muncul sejak manusia lahir di muka bumi ini. Semua umat
manusia yang hidup di dunia mempunyai rasa ingin tahu walaupun variasi dan
takaran keingintahuannya berbeda-beda. Orang tinggal di tempat peradaban yang
masih terbelakang memiliki rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang
yang tinggal di tempat maju (Soeparto, 2000).
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar
terkadang bersifat sederhana dan juga kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat
sederhana didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa (Ontologis), sedangkan rasa
ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi kelanjutan pemikiran tentang
bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi
(Epistemologis), serta manfaat apa yang didapat dari mempelajari peristiwa
tersebut (Aksiologis) (Suriasumantri, 1982).
Ada tiga hal pokok yang muncul bila manusia berpikir, yaitu ; ontologi,
epistemilogi dan aksiologi (Hamami, 1997). Epistemologi selalu menjadi bahan
yang menarik untuk dikaji, karena disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori
pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu
pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek praktis yang
ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang
membentuknya. Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang
diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme
artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya
pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai
pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Nawawi (2010) mendefinisikan
Epistimologi adalah filsafat yang membahas cara kerja atau proses dalam
usaha/kegiatan manusia untuk memperoleh pengetahuan yang benar secara
mendalam dan Surajiyo (2008), menerangkan Epistemologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas
atau kebenaran pengetahuan.
Ketiga landasan utama filsafat ilmu di, yaitu Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis merupakan ciri spesifik dalam penyusunan pengetahuan yang
menjelaskan keilmiahan ilmu tersebut. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama
lain dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha
spekulatif yang bersistem, mendasar dan menyeluruh dilaksanakan untuk
mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di alam dan di lingkungan
sekitar. Bila usaha tersebut berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang kita katakan
sebagai ilmu dan pengetahuan (Suriasumantri, 1982).
Telaah epistemologis merupakan cabang dari filsafat ilmu yang berurusan
dengan hakikat, teori dan ruang lingkup “bagaimana” proses menjadi ilmu.
Meliputi pengandaian-pengandaian dan dasar-dasar serta pertanggungjawaban
atas pertanyaan mengenai ilmu pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis
membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk
memperoleh ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan metode
keilmiahan dan sistematika isi dari berbagai ilmu termasuk ilmu kedokteran
reproduksi.
Metode keilmuan merupakan suatu prosedur wajib yang mencakup
berbagai tindakan, pemikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang baru atau sebaliknya mengembangkan
wawasan yang telah ada. Sedangkan sistematisasi isi ilmu dalam hal ini berkaitan
dengan batang tubuh dari ilmu pengetahuan, letak peta dasar, pengembangan ilmu
pokok dan cabang ilmu yang akan dibahas di sini (Purnomo, 2007).
Salah satu ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologis dari
perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru
mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan
Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan yang sempurna tidak boleh mencari
keuntungan, namun haruslah bersikap kontemplatif. Diganti dengan pandangan
bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung yang artinya dipakai untuk
memperkuat kemampuan manusia di bumi ini (Bakhtiar, 2005).
Sama halnya ketika meninjau Ilmu Biologi Reproduksi sebagai sebuah
ilmu yang ilmiah dan membedakannya dengan pengetahuan-pengetahuan yang
didapatkan melalui cara lain. Beberapa akademisi dan masyarakat awam di
Indonesia memang masih kurang familiar terhadap eksistensi ilmu reproduksi
terutama karena kajian dan wacana akademis yang sangat terbatas. Namun
sebagai suatu ilmu yang telah diakui secara luas, ilmu kedokteran reproduksi
berkembang seiring kompleksitas permasalahan yang ada dengan ketertarikan-
ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah dan perlahan menunjukkan eksistensi
ilmu ini ke arah kemapanan.
Secara garis besar, pengertian reproduksi lebih berkaitan dengan aktifitas
untuk mendapatkan keturunan, tetapi untuk itu tentu saja diperlukan organ
kelamin dan dorongan seksual juga. Sedangkan seksualitas atau seks berarti jenis
kelamin yang merupakan dimensi lain dari reproduksi hewan yang jauh lebih luas
karena meliputi semua aspek nilai, sikap, orientasi dan perilaku yang bersifat
pribadi dan tidaklah sama dengan kemampuan seseorang untuk sekedar
memberikan reaksi erotik (Pangkahila, 2001).
Guna menjawab bagaimana proses umum menimba ilmu pengetahuan
khususnya ilmu biologi reproduksi, maka selayaknya didahului dengan pemikiran
sederhana yang bersumber dari pengalaman empiris manusia. Berbagai fenomena
yang terjadi, faktual di seputar organ reproduksi dan seksual, seperti gangguan
fungsi seksual, epidemiologi penyakit dan lainnya. Kemudian akan dirangkum,
dibuatkan suatu karya penelitian dengan metode tertentu yang rasional untuk
mencari dan menjawab teori secara ilmiah, apakah ilmu tersebut dapat diterima
atau tidak.
Sebagaimana pengetahuan lainnya bahwa terbentuknya ilmu biologi
reproduksi adalah hasil dari penggabungan beberapa ilmu dasar dan kekhususan.
Ilmu-ilmu tersebut kemudian menjadi dasar kurikulum pendidikaan magister ilmu
biologi reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.
Maka perlu suatu tinjauan sederhana dari sudut pandang filsafat ilmu yang
membahas ilmu biologi reproduksi sebagai sebuah pengetahuan ilmiah, dalam hal
ini mewakili aspek reproduksi hewan. Dengan harapan dapat membantu
menjawab pentingnya ilmu biologi reproduksi bagi hewan, berusaha mencari
kebenaran mengenai apa hakekatnya, bagaimana prosesnya, manfaat secara etika
dan nilai estetikanya, dan menelusuri jejak-jejak penalarannya dari suatu
pemikiran filsafat, menjadi pengetahuan dan berakhir sebagai suatu ilmu (sains)
yang ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aspek Ontologis Ilmu Biologi Reproduksi
Kajian ontologis spesifik menjawab hakekat suatu ilmu dan membahas
tentang “apa” itu yang ingin diketahui. Ontologis berperan dalam perbincangan
mengenai pengembangan ilmu, asumsi dasar ilmu dan konsekuensi penerapan
ilmu. Ontologis merupakan salah satu obyek lapangan penelitian kefilsafatan yang
paling kuno. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi
obyek penelaahan ilmu, ciri esensial obyek yang berlaku umum. Ontologis ilmu
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh indera manusia. Jadi
kajian ontologis masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau obyeknya
bersifat empiris dapat berupa material, seperti ide-ide, nilai, tumbuhan, binatang,
batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Ilmu Biologi Reproduksi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari
aspek reproduksi dan seksualitas ditinjau dari sisi kedokteran. Secara umum di
Indonesia kata reproduksi dan seksualitas adalah bermakna sama. Cukup lama kita
mempertahankan persepsi yang kurang tepat itu, kemungkinan akibat paham
budaya yang condong ketimuran sehingga masih memandang tabu membicarakan
perihal reproduksi, apalagi hingga menyinggung kearah seksualitas. Sebenarnya
jika dikaji kembali lebih dalam, ternyata kata reproduksi dan seksualitas adalah
berbeda meskipun sangat berhubungan. Reproduksi lebih menelaah mengenai
upaya untuk menghasilkan keturunan, sedangkan seksualitas dapat berarti jenis
atau organ kelamin (Pangkahila, 2001). Ilmu ini menjadikan organ reproduksi dan
seksual baik manusia maupun hewan sebagai obyek utama dalam
pembelajarannya. Secara empiris, berbagai gejala yang dapat diamati indera,
kondisi klinis yang normal maupun abnormal (penyakit) dan pengalaman pada
fungsi organ reproduksi dan seksual, semuanya akan ditelaah seutuhnya dalam
ilmu biologi reproduksi, baik yang terlihat jelas (organ kelamin), berukuran
mikros (sel sperma dan telur) dan psikososial (gangguan psikis).
Wujud hakiki dari obyek yang ditelaah ilmu biologi reproduksi adalah
berbagai kondisi pada organ reproduksi dan seksual terutama permasalahan-
permasalahan yang dapat diamati dan dirasakan indera, dan penyakit ataupun
gangguan yang mempengaruhi status kesehatan umum. Abstraksi wujud dari
obyek tersebut haruslah dapat dinilai, apakah dalam keadaan normal atau sakit,
dan bagaimana pengaruhnya pada produktifitas individu secara keseluruhan.
Gangguan apa yang terjadi pada sistem reproduksi maupun seksual. Solusi
kongkrit apa saja, guna menanggulangi kemungkinan turunnya produktifitas.
Sedangkan hubungan wujud obyek telaah ilmu biologi reproduksi dengan daya
tangkap manusia adalah bersifat sebab-akibat dan linear. Suatu kondisi bisa
memperburuk fungsi organ reproduksi dan seksual, seperti terjadinya proses
penuaan, perilaku yang beresiko, munculnya keganasan sel, kriminalitas biologi,
ketimpangan gender, buruknya higienis pribadi dan rendahnya sanitasi lingkungan
dan lainnya. Sebaliknya dengan menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat,
menghindari penyebaran infeksi, menjaga kebugaran tubuh hewan, memperbaiki
higienis dan sanitasi.
Istilah ontologi berasal dari bahasa yunani yakni ta onta dan logi. Ta onta
berarti berada dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran, sehingga ontologi
dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji tentang keberadaan suatu obyek.
Dalam tulisan ini teknologi reproduksi hewan ditempatkan sebagai objek yang
akan dikaji, jika ditinjau dari aspek ontologisnya maka teknologi reproduksi yang
dibahas adalah ilmu atau tehnologi reproduksi tentang perkembangbiakan yang
menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk
(keturunan). Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan meliputi
inseminasi buatan, perlakuan hormonal, donor sel telur dan sel sperma, kultur
telur dan embrio, pembekuan sperma dan embrio, GIFT (gamet intrafallopian
transfer), ZIFT (zygote intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization),
partenogenesis dan kloning. Sebagai contoh, dalam tulisan ini teknologi
reproduksi yang akan dikaji adalah teknik in vitro fertilisasi dan kloning.
Peran Bahasa di sisi ini adalah menjelaskan tentang pertanyaan – pertanyaan apa
saja yang bisa dijadikan acuan sebagai perumusan masalah pada proses ini.
Produksi hewan kloning merupakan salah satu produk teknologi
reproduksi yang dihasilkan baik melalui teknik fertilisasi in vitro maupun
kloning. Fertilisasi in vitro adalah proses pembuahan yang dilakukan diluar
tubuh manusia (di dalam cawan petri), sedangkan teknik kloning adalah produksi
sejumlah individu yang secara genetik identik melalui proses seksual apabila
melalui fertilisasi dan aseksual apabila menggunakan sel somatis. Baik pada
fertilisasi in vitro maupun kloning, embrio yang dihasilkan “dititipkan“ kembali
kembali ke dalam uterus penerima, baik yang ada hubungan darah maupun yang
tidak. Sisi positifnya adalahjika proses pembuahandilakukan melalui teknologi in
vitro, analisis kromosom dari embrio yang memiliki resiko kelainan genetik dapat
dilakukan sebelum dikembalikan kedalam uterus.
Kloning pada hewan dilakukan mula-mula pada amfibi (kodok), dengan
mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi.
Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium
perkembangan. tetapi contoh hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat
penelitian Wilmut et al. (1997), Sejak Wilmut berhasil membuat klon anak
domba yang donor nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa,
maka terbukti bahwa pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas dasar itu para
ahli berpendapat bahwa pada manusia pun secara teknis klon dapat dibuat.Klon
anak domba tersebut dihasilkan dari inti sel epitel ambing domba dewasa yang
dikultur dalam suatu medium, kemudian ditransfer ke dalam ovum domba yang
kromosomnya telah dikeluarkan, yang pada akhirnya menghasilkan anak domba
kloning yang diberi nama Dolly (Hine,T.M,2004).
Keberhasilan produksi hewan kloning lewat transfer inti sel somatik telah
dicapai pada berbagai spesies, seperti domba, sapi, mencit, kambing babi, kucing,
dan kelinci, namun efisiensinya sampai sekarang masih sangat rendah yakni
kurang dari 1 %, dengan sekitar 10 persen yang lahir hidup (Han et al., 2003
dalam Hine, T. M, 2004).
Pada Kongres Fertilisasi In Vitro dan Genetika Reproduksi Manusia se
Dunia Ke 11 di Sydney, tanggal 9–14 Mei 1999, Kwa Yung Cha dkk,
mengungkapkan keberhasilan teknik maturasi in vitro pada 33 wanita fertil yang
mengalami kelainan PCO (polycystic ovarian syndrome), 20 diantaranya berhasil
melahirkan bayi (Kompas, 6 Juni 1999). Di Indonesia, meskipun program bayi
tabung dimulai sejak tahun 1988 di RS Harapan Kita, Jakarta, namun baru pada
tahun 1997 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta berhasil mengembangkan program ini
hingga melahirkan tiga bayi kembar (Kompas, 3 Maret 2001). Di Amerika
Serikat, Adam adalah bayi tabung yang khusus diprogram untuk menyelamatkan
kakaknya dan berhasil.
2.2 Aspek Epistemologis Ilmu Biologi Reproduksi
Telaah epistemologis merupakan cabang dari filsafat ilmu yang berurusan
dengan hakikat, teori dan ruang lingkup “bagaimana” proses menjadi ilmu.
Meliputi pengandaian-pengandaian dan dasar-dasar serta pertanggungjawaban
atas pertanyaan mengenai ilmu pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis
membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk
memperoleh ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan metode
keilmiahan dan sistematika isi dari berbagai ilmu termasuk ilmu biologi
reproduksi.
Metode keilmuan merupakan suatu prosedur wajib yang mencakup
berbagai tindakan, pemikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk
memperoleh ilmu pengetahuan yang baru atau sebaliknya mengembangkan
wawasan yang telah ada. Sedangkan sistematisasi isi ilmu dalam hal ini berkaitan
dengan batang tubuh dari ilmu pengetahuan, letak peta dasar, pengembangan ilmu
pokok dan cabang ilmu yang akan dibahas antara lain :
Biologi sel : ilmu dasar dari ilmu hayat yang mempelajari struktur
terkecil dari tubuh.
Fisiologi reproduksi : ilmu kedokteran yang mempelajari fungsi
normal dari system reproduksi.
Biologi perkembangan : ilmu hayat yang merupakan integral dari
rekayasa biologi.
Teratology : ilmu kedokteran yang mempelajari perubahan atau
mutasi dalam pembentukan fetus abnormal / raksasa.
Imunologi reproduksi : ilmu kedokteran yang mempelajari system
kekebalan dalam system reproduksi.
Endokrinologi : ilmu kedokteran yang mempelajari fungsional
hormone system reproduksi.
Reproduksi satwa akuatik : cabang ilmu reproduksi spesifik hewan
akuatik.
Patologi reproduksi : ilmu kedokteran yang mempelajari kondisi
abnormal/sakit dari system reproduksi.
Ilmu gizi ternak : cabang ilmu kedokteran hewan yang
mempelajari struktur dan komposisi pakan ternak.
Anatomi reproduksi : ilmu kedokteran yang mempelajari struktur
tulang, organ, jaringan penyusun system reproduksi.
Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti “pengetahuan” dan
logos yang berarti “teori”. Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori
pengetahuan. Dalam ilmu filsafat, epistemologi dikategorikan sebagai cabang
ilmu yang mempelajari asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas
pengetahuan. Sebagai contoh dalam tulisan ini adalah dasar pengembangan
teknologi reproduksi dan fertilisasi in vitro yang merupakan metode utama
untuk menghasilkan bayi tabung diulas sebagai tinjauan epistemologi.
Peran bahasa pada contoh diatas nantinya bisa menjelaskan tentang
bagaimana prosesnya dan bagaimana metode yang digunakan dalam menerapkan
tehnologi reproduksi tersebut. Intinya adalah bagaimana proses reproduksi
diawali dengan pertemuan antara sel sperma dan sel telur di dalam organ
reproduksi (tuba fallopi) betina. Sampai pada proses penyatuan yang
menghasilkan zigot yang akan berkembang menjadi embrio dan selanjutnya
berkembang menjadi fetus melalui beberapa prosedur / metode yaitu fertilisasi in
vitro atau proses penanamam embrio ke dalam induk resipien atau penerima.
2.3 Aspek Aksiologi Ilmu Biologi Reproduksi
Aksiologi berasal dari kata “axios” dan “logos”. Axios artinya “nilai atau
sesuatu yang berharga”, logos artinya “teori”, maka arti dari aksiologi adalah
teori nilai. Aksiologi membahas masalah nilai. Jadi, peran bahasa menurut
aksiologi yaitu;
1. Bahasa sebagai sarana untuk mengkaji keilmuan
Dengan bahasa, manusia dimungkinkan untuk berpikir secara abstrak
dengan mentransformasikan gejala alam atau gejala sosial sebagai objek faktual
menjadi lambang-lambang bahasa yang diabstraksi melalui lambang bahasa
tersendiri berupa kata tertentu yang setelah dikomunikasikan mendapat
kesepakatan dan mempunyai konotasi yang sama.
2. Bahasa digunakan untuk memperluas bidang ilmu
Bahasa dapat berfungsi sebagai sarana berfikir ilmiah dalam kegiatan
memperoleh pengetahuan secara ilmiah, sehingga dengan menggunakan bahasa
kajian terhadap salah satu bidang ilmu dapat diperluas lingkupnya.
3. Bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi ilmiah
Bahasa yang digunakan adalah terbatas dari unsur-unsur emotif dan estetik
sehingga pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima secara reproduktif
(identik). Menggunakan kata-kata yang secara tersurat jelas artinya yaitu berupa
definisi-definisi.
Dasar aksiologis berarti nilai yang berkaitan dengan “kegunaan” dari suatu
ilmu pengetahuan yang telah diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu tersebut
bagi kebutuhan umat manusia dan dunia veteriner. Merupakan fase yang paling
penting bagi manusia dan hewan karena dengan adanya ilmu, maka segala
keperluan dan kebutuhan menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
Manfaat dari ilmu biologi reproduksi antara lain :
1. Mampu mendiagnosa dan memberikan terapi pada gangguan reproduksi
dan penyakit reproduksi yang infeksius dan non infeksius yang
berakibat gangguan pada organ reproduksi.
2. Mampu melakukan pencegahan dan pengendalian gangguan reproduksi
dan penyakit reproduksi melalui pengawasan hayati hewan
(biosecurity) serta pengendalian lingkungan.
3. Mampu memproduksi semen beku pada ternak sapi , kambing dan secara
komersial.
4. Mampu melakukan inseminasi buatan , mendiagnosa kebuntingan pada
ternak sapi, kambing, domba, hewan kesayangan, hewan eksotik dan
akuatik serta satwa liar.
Selain itu, manfaat khusus ilmu biologi reproduksi adalah mampu
menganalisa secara ekonomi dan kewirausahaan (entrepreunership) terhadap
usaha peternakan sapi, kambing dan domba serta pada unggas, hewan
eksotik, satwa liar, satwa aquatik dan hewan laboratorium. Dalam hal mengapa
pengetahuan Ilmu Biologi Reproduksi sangat penting salah satunya untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas peternakan di Indonesia. Dengan adanya
program swasembada daging nasional, maka sangat dibutuhkan jumlah hewan
ternak penghasil daging yang lebih banyak sehingga pakar biologi reproduksi
penting adanya untuk mendukung program tersebut.
Jika ditinjau dari sisi aksiologi adalah merupakan hasil akhir dari sebuah
ilmu yang mempertanyakan nilai suatu obyek yang akan dikaji. Karena itu dalam
tulisan ini diuraikan tentang manfaat dan kontroversi yang ditimbulkan oleh
penerapan teknologi reproduksi modern pada hewan antar lain manfaat dan
kerugian penerapan tehnologi reproduksi
Manfaat dari tehnik ini adalah : 1). Bisa dipergunakan untuk
mengantisipasi jika terdapat gangguan infertilitas pada induk, bila dia hanya dapat
memproduksi 1 sel telur, maka dengan teknik kloning embrio yang dihasilkan
oleh satu sel telur tersebut dapat diduplikasi, misalnya menjadi 8 embrio untuk
diimplantasikan. Dengan demikian, peluang untuk bunting lebih besar. 2) Jika
pejantan atau induk yang diketahui memiliki kelainan genetik yang dapat
diturunkan pada anaknya. Dengan teknik kloning, telur terbuahi dapat diduplikasi
dan dievaluasi genetiknya. Hanya klon yang bebas dari kelainan genetik yang
diimplantasikan ke uterus induknya. Dan 3) Untuk proses terapi penggantian
organ
Disamping manfaat yang diberikan oleh teknologi ini,kerugian juga terjadi.
Dengan kloning maka: 1) Keragaman populasi akan hilang, akibatnya setiap
individu memiliki respon yang sama. Tentulah hidup ini akan membosankan. 2)
Bila manusia secara genetik sama maka terdapat resiko besar dari patogen
tunggal. Penyakit yang fatal dapat memusnahkan semuanya. 3) Kloning
dianggap tidak etis, tidak manusiawi dan tidak bermoral.
Implikasi Penerapan Teknologi Reproduksi
Ditinjau dari aspek reproduksi hewan tentunya proses kloning ini
mendapat respon sangat baik. Akan tetapi penerapan tehnologi kloning
menimbulkan pro dan kontra. Perdebatan ini terfokus pada implikasi theologika,
etika, legalitas dan sosial, baik menyangkut prosedur maupun produk yang
dihasilkan.
2.4 Keterkaitan antar ilmu secara umum (Filsafat dengan Ilmu Kedokteran Hewan)
Secara umum kaitan filsafat ilmu dengan kedokteran dilihat dari
pengertian ilmu kedokteran menurut filsafat yaitu keselarasan berfikir dengan cara
menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia berkaitan
dengan kedokteran hewan. Atau dapat dikatakan bahwa ilmu kedokteran hewan
merupakan proses pemahaman mengenai seluruh kegiatan dan pokok
permasalahan dalam ruang lingkup kedokteran hewan dan semua yang
berhubungan dengan dokter hewan.
Manfaat filsafat ilmu bagi profesi kedokteran hewan :
Menambah ilmu pengetahuan yang berguna bagi profesi dokter hewan di
masa depan
Lebih mudah untuk mengetahui cara bagaimana suatu tindakan medis
dapat terkondisikan dengan baik untuk hewan dan manusia.
Dapat meminimalisir dampak buruk tindakan medis dan perlakuan seoang
dokter hewan terhadap manusia itu sendiri.
Dapat lebih cpat dan tanggap dalam melakukan bidang profesi dokter
hewan.
Dengan mempelajari filsafat ilmu, seorang dokter hewan dapat mengetahui
hal-hal baru yang belum pernah dipelajari.
Hubungan filsafat ilmu dengan perkembangan ilmu kedokteran hewan
cukup banyak, seperti perkembangan kode etik kedokteran hewan seringkali
memerlukan pemikiran dan logika para ahli filsafat. Contohnya :
Seorang dokter hewan harus menjalankan hubungan baik dengan
masyarakat umum, temann sejawat, kepada pasien-pasien serta profesi
sehingga diharapkan mampu lebih aktif dan percaya diri.
Melaksanakan sifat dan tingkah laku secara profesional sangat diharapka
pada semua dokter hewan.
Dokter hewan akan menghindari pelaksanaan metode-metode yang tidak
tepat untuk menarik perhatian publik atau berbohong.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Esensi Bahasa ditinjau dari segi filsafat ada beberapa macam antara lain
adalah filsafat bahasa analitik, adapun peranan bahasa di dalam biologi reproduksi
disini secara umum adalah bersifat analitik. Filsafat analitik atau filsafat linguistik
atau filsafat bahasa, penggunaan istilahnya tergantung pada preferensi filusuf
yang bersangkutan dan dapat menghasilkan sebuah revolusi logika (analitik) yang
berbasis reproduksi. Peranan bahasa dalam berpikir adalah sebagai alat dan
sebagai sarana. Sebagai alat berarti bahasa itu merupakan perangkat untuk
berpikir. Sebagai sarana berarti bahasa itu sebagai fasilitas untuk berpikir. Otak
manusia tidak dapat digunakan untuk berpikir jika tidak ada alat dan sarananya.
Jika alat dan sarananya itu rusak, hasil pemikirannyapun juga kurang sempurna.
Sebaliknya, jika alat dan sarananya baik, hasil pemikirannya pun juga akan baik
dan sempurna.
Dari pemaparan terkait program studi ilmu biologi reproduksi dan filsafat
ilmu dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Eksistensi filsafat ilmu sebagai dasar murni yang harus dipegang
oleh seorang ilmuwan wajib menjadi landasan penting dalam
menuntut ilmu biologi reproduksi.
2. Sarana berfikir ilmiah berupa aspek ontologism, epistemologis dan
aksiologis ilmu biologi reproduksi menunjukkan begitu pentingnya
ilmu pengetahuan ini untuk menunjang system reproduksi hewan.
Pentingnya mengkaji setiap langkah keilmuan melalui aspek ontologism,
epistemologis dan aksiologis untuk mengembangkan pola pikir pengetahuan
sesuai perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Ginting, P dan Situmorang, S.H. 2008. Filsafat Ilmu dan Metode Riset. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.
Hadari Nawawi, Power Point (Hand Out); Filsafat Ilmu (144 slide), Pontianak, 2010
Hamami, A. 1997. Epistemologi Ilmu.Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Pangkahila W.I., Pangkahila A.J., Adimoelja A. Agustus 2008. Kumpulan Materi Pelatihan Intensif Seksologi Tingkat Basic, Angkatan XII. Bagian Andrologi Dan Seksologi FK Unud. Denpasar.
Sarkar, S., Pfeifer, J. 2005. The Philosophy of Science : An Encyclopedia. University of Texas. Texas.
Suriasumantri J.S. 1882. Filsafat Ilmu ; Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Susriasumantri, Jujun, S. 1987. Filsafat Ilmu ; Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Tafsir, A. 2004. Filsafat Ilmu : Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan. PT. Remaja Bosdakarya. Bandung.