Filsafat ilmu

81
FILSAFAT ILMU A. PENDAHULUAN Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan. Perubahan dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun pada manusia sendiri. B.PENGERTIAN Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001) Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria- kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual. Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)

description

 

Transcript of Filsafat ilmu

Page 1: Filsafat ilmu

FILSAFAT ILMU

A. PENDAHULUANFilsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan.Perubahan dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun pada manusia sendiri.B.PENGERTIANUntuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)

Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.

Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)

A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)

Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)

May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.

Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the

Page 2: Filsafat ilmu

other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan

Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :

Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)

Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)

Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)

C OBJEK FILSAFAT

1.Objek Material filsafatYaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di Pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.

Page 3: Filsafat ilmu

Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu:

Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.

Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).

2. Objek Formal filsafatYaitu sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari sudut pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya.

E. FUNGSI FILSAFAT

Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat

ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :

Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.

Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan

filsafat lainnya.

Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.

Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan

Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek

kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan

dari Agraha Suhandi (1989)

Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan

landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan

membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula,

bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu

berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of

explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara

sederhana.

Page 4: Filsafat ilmu

G. SUBSTANSI FILSAFAT

Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat

bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran

(truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.

1.Fakta atau kenyataan

Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang

filosofis yang melandasinya.

Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara

yang sensual satu dengan sensual lainnya.

Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan

ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi

antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas,

kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.

Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik

dengan skema rasional, dan

Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi

antara empiri dengan obyektif.

Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.

Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta

ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek

kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi

terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi

fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.

Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari

bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk

suatu deskripsi ilmiah.

2. Kebenaran (truth)

Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara

tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik

(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran

Page 5: Filsafat ilmu

dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif,

kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya

satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)

a. Kebenaran koherensi

Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain

dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik

berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau

pun pada dataran transendental.

b.Kebenaran korespondensi

Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan

dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau

berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief

yang diyakini, yang sifatnya spesifik

c.Kebenaran performatif

Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan

apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang

mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan

dalam tindakan.

d.Kebenaran pragmatik

Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki

kegunaan praktis.

e.Kebenaran proposisi

Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang

dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila

proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai

dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa

proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar

materialnya.

f.Kebenaran struktural paradigmatik

Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari

kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis

statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya.

Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan

mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.

Page 6: Filsafat ilmu

3.Konfirmasi

Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau

memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi

absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi,

postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila

mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi

atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif,

deduktif, ataupun reflektif.

4.Logika inferensi

Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika

matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran

korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang

dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat

spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian

berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.

Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional,

koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan

kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper

menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir

mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural

paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)

Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan

baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu,

yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu

logika induksi dan logika deduksi.

H CORAK DAN RAGAM FILSAFAT

Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:

Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta

ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.

Page 7: Filsafat ilmu

Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means.

Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide

manusia.

Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai

salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan

praktis.

Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik

dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil

memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah

human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi

tidak merusak lingkungan.

Dafatar Pustaka

Abbas Hamami M. 1976. Filsafat. Yogyakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas Filsafat

UGM.

. 1982. Epistemologi Bagian I Teori Pengetahuan. Diktat. Yogyakarta: Fakultas Filsafat

UGM.

. 1980. Disekitar Masalah Ilmu; Suatu Problema Filsafat. Surabay: Bina Ilmu.

. Epistimologi Masa Depan dalam jurnal filsafat. Seri 1, februari 1990.

Page 8: Filsafat ilmu

Pengantar Filsafat

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.

Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problema falsafi pula. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi daripada arti dan berlakunya kepercayaan manusia pada sisi yang paling dasar dan universal. Studi ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog.

Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal ini membuat filasafat sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu bisa dikatakan banyak menunjukkan segi eksakta, tidak seperti yang diduga banyak orang.

Klasifikasi filsafat

Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”.

‘‘‘Filsafat Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.

‘‘‘Filsafat Timur’’’ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf: Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

Page 9: Filsafat ilmu

‘‘‘Filsafat Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi!), yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, dan Averroes.

Munculnya Filsafat

Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

Sejarah Filsafat Barat bisa dibagi menurut pembagian berikut: Filsafat Klasik, Abad Pertengahan, Modern dan Kontemporer.

Klasik

“Pra Sokrates”: Thales – Anaximander – Anaximenes – Pythagoras – Xenophanes – Parmenides – Zeno – Herakleitos – Empedocles – Democritus – Anaxagoras“Zaman Keemasan”: Sokrates – Plato – AristotelesAbad Pertengahan“Skolastik”: Thomas Aquino

Moderen

Rene Descartes – Baruch de Spinoza- Blaise Pascal – Leibniz – Thomas Hobbes – John Locke – Georg Hegel – Immanuel Kant – Søren Kierkegaard – Karl Marx- Friedrich Nietzsche – Schopenhauer – Edmund Husserl

Page 10: Filsafat ilmu

Materi Kuliah Pengantar Filsafat

Materi Perkuliahan: Pengantar Filsafat Pertemuan ke: 2

Dosen Pengampu: Indra Tjahyadi, S.S. Pokok Bahasan: Mengenal Filsafat

Sub Pokok Bahasan: 1. Pengertian Filsafat; 2. Objek Filsafat;3. Metode Filsafat; 4. Peranan dan Tujuan Filsafat

MENGENAL FILSAFAT

I.PengertianFilsafat

Setiap kali saya memulai untuk pertama kali memberikan perkuliahan mata kuliah "Pengantar Filsafat", saya senantiasa dihadapkan pada pertanyaan: "Apakah filsafat itu?" Sungguh ini merupakan pertanyaan yang sederhana, bahkan sangat sederhana. Tapi, untuk memberikan jawaban yang dapat memuaskan dan benar-benar menjawab pertanyaan tersebut, itu bukanlah perkara yang mudah.

Ada yang mengira bahwa filsafat itu sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong. Selain itu ada pula yang mengira bahwa filsafat itu merupakan kombinasi dari astrologi, psikologi dan teologi. Filsafat bukanlah semua itu.

Oxford Pocket Dictionary mengartikan filsafat sebagai use of reason and argument in seeking truth and knowledge of reality. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat sebagai:1. pengetahuan dan penyedilikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan hukumnya;2. teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan;3. ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi;4. falsafah.

Menurut Kamus Filsafat, filsafat merupakan (Bagus, 2000: 242):1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan penyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu manusia melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang dilihat.

Secara etimologi atau asal kata, kata "filsafat" berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani yang berbunyi philosophia. Kata philophia ini merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philos dan sophia. Kata philos berarti kekasih atau sahabat, dan kata sophia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan, tetapi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan. Jadi secara etimologi, philosophia berarti kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan.

Page 11: Filsafat ilmu

Agar bisa menjadi kekasih atau sahabat, seseorang haruslah mengenal dekat dan akrab dengan seseorang atau sesuatu yang ingin dijadikan kekasih atau sahabat tersebut. Dan ini hanya bisa dilakukan apabila seseorang tersebut senantiasa terus-menerus berupaya untuk mengenalnya secara dalam dan menyeluruh. Dengan harapan bahwa upaya yang terus-menerus itu dapat membawa seseorang atau sesuatu itu pada kedekatan yang akrab sehingga dapat mengasihinya.

Seseorang yang melakukan aktivitas tersebut disebut filsuf. Filsuf adalah seseorang yang mendalami filsafat dan berusaha memahami dan menyelidikinya secara konsisten dan mendalam. Konsisten artinya bahwa seseorang tersebut terus menerus menggeluti filsafat. Mendalam berarti bahwa ia benar-benar berusaha mempelajari, memahami, menyelidiki, meneliti filsafat.

Tadi dikatakan bahwa filsafat adalah kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, jadi karena ia merupakan kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, maka filsafat memiliki hasrat untuk selalu ingin dekat, ingin akrab, ingin mengasihi kearifan/ kebjaksanaan/ pengetahuan. Tapi, kearifan/ kebijaksanaan/ pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat abstrak dan luas. Keabstrakan dan keluasan ini menjadikan hasrat yang dimiliki filsafat tersebut tak mudah untuk dipuaskan sepenuhnya. Ini menyebabkan filsafat terus-menerus melakukan usaha untuk memenuhinya. Usaha yang terus menerus ini membuat filsafat, pada satu sisi, dikenal tak lebih dari sebagai sebuah usaha atau suatu upaya.

Selain sebagai sebuah usaha atau suatu upaya, William James, seorang filsuf dari Amerika, melihat bahwa berpikir juga merupakan sisi lain dari filsafat. Menurutnya, filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. Artinya, bahwa segala upaya yang dilakukan oleh filsafat tak dapat dilepaskan dari tujuannya untuk meraih kejelasan dan keterangan dalam berpikir. Jadi, berpikir adalah sisi lain yang dimiliki filsafat.

Ihwal pentingnya keberadaan berpikir dalam filsafat, Thomas Nagel dalam Philosophy: Basic Reading mengatakan (1987: 3):

Philosophy is different from science and from mathematics. Unlike science doesn't rely on experiments or observation, but only on thought. And unlike mathematics it has no formal methods of proof. It is done just by asking questions, arguing, trying out ideas and thinking of possible arguments against them, and wondering how our concepts really work.

Bagi manusia, berpikir adalah hal yang sangat melekat. Manusia, merujuk pada Aritoteles, adalah animal rationale atau mahluk berpikir. Tidak seperti mahluk-mahluk lainnya, oleh Tuhan manusia diberi anugerah yang sangat istemewa yakni akal. Dengan akal, manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengatasi dan memecahkan segala permasalahan yang dihadapinya pikirannya. Karena filsafat mengandaikan adanya kerja pikiran, maka sifat pertama yang terdapat dalam berpikir secara filsafat adalah rasional.

Rasional berarti bahwa segala yang dipikirkannya berpusar pada akal. Tapi, tidak semua aktivitas berpikir manusia dapat dikatakan berpikir secara filsafat. Untuk dapat dikatakan bahwa satu aktivitas berpikir itu merupakan berpikir secara filsafat, aktivitas berpikir itu haruslah bersifat metodis.

Page 12: Filsafat ilmu

Secara umum, berpikir metodis berarti berpikir dengan cara tertentu yang teratur. Dalam membeberkan pikiran-pikirannya, filsafat senantiasa menggunakan cara tertentu yang teratur. Keteraturan ini membuat pikiran-pikiran yang dibeberkan oleh filsafat menjadi jelas dan terang. Tapi agar cara tertentu itu dapat teratur, filsafat membutuhkan faktor lain, yakni sistem.

Sebagai sebuah sistem, filsafat suatu susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan. Ia terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur menurut pola tertentu, dan membentuk satu kesatuan. Adanya sistem membuat satu cara berpikir tertentu yang teratur tetap pada keteraturannya. Oleh karena itu, selain berpikir metodis filsafat juga memiliki sifat berpikir sistematis.Berpikir secara sistematis memiliki pengertian, bahwa aktivitas berpikir tersebut haruslah mengikuti cara tertentu yang teratur, yang dilakukan menurut satu aturan tertentu, runtut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti satu aturan tertentu pula tersusun menurut satu pola yang tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Jadi, agar dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut sedang berpikir secara filsafat, ia haruslah berpikir menurut atau mengikuti satu aturan tertentu yang runut dan bertahap dan tidak acak atau sembarangan.

Sistematis mengandaikan adanya keruntutan. Jadi, berpikir filsafat atau berpikir filsafati juga memiliki sifat runtut atau koheren. Koheren berarti bertalian. Ia merupakan kesesuaian yang logis. Dalam koherensi, hubungan yang terjadi karena adanya gagasan yang sama. Pada berpikir filsafat, koherensi berarti tidak adanya loncatan-loncatan, kekacauan-kekacauan, dan berbagai kontradiksi. Dalam koherensi, tidak boleh ada pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan. Contoh:

Hujan turun Tidak benar bahwa hujan turun

Pernyataan yang pertama yang berbunyi "Hujan turun" bertentangan dengan pernyataan yang kedua, "Tidak benar bahwa hujan turun,", begitu juga sebaliknya. Dalam berpikir secara koherensi hal ini tidak dibenarkan. Karena kedua pernyataan ini saling bertentangan. Jadi, dalam berpikir secara koherensi, pernyataan-pernyataan yang ada haruslah saling mendukung.

Agar dapat memperoleh pernyataan-pernyataan yang mendukung, filasafat haruslah mencari, mendapatkan, memeriksa, ataupun menyelidiki keseluruhan pernyataan yang ada. Filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Usaha ini membawa filsafat pada penyelidikan terhadap keseluruhan. Jadi, sifat berpikir filsafat yang berikutnya adalah keseluruhan atau komprehensif dalam artian bahwa segala sesuatu berada dalam jangkauannya.

Tadi dikatakan bahwa berpikir filsafat memiliki sifat koherensi, maka agar koherensi dapat terjadi, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat haruslah mampu memahami dan memilah pernyataan-pernyataan yang ada. Agar dapat mencapai hal tersebut, dibutuhkan apa yang dinamakan berpikir kritis Jadi, kritis adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.

Kritis dapat dipahami dalam artian bahwa tidak menerima sesuatu begitu saja. Secara

Page 13: Filsafat ilmu

spesifik, berpikir kritis secara filsafat adalah berpikir secara terbuka terhadap segala kemungkinan, dialektis, tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang ada, dan selalu hati-hati serta waspada terhadap berbagai kemungkinan kebekuan pikiran.

Untuk mencapai berpikir kritis, hal yang harus dilakukan adalah berpikir secara skeptis. Skeptis berbeda dengan sinis. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu. Sedangkan sinis adalah sikap yang berdasar pada ketidakpercayaan. Secara metaforis, sikap sinis dapat digambarkan seperti seorang laki-laki di tengah perempuan-perempuan cantik, tapi dia malah mencari seekor kambing yang paling buruk. Jadi, pada intinya, sikap skpetis itu adalah meragukan, sementara sikap sinis adalah ketidakpercayaan.

Tadi telah dipaparkan di atas, bahwa filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Agar dapat meraih hal tersebut, filsafat harus menemukan radix (akar) dunia seluruhnya tersebut. Jadi berpikir radikal adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.

Usaha menemukan akar dunia seluruhnya ini sangat diperlukan. Karena dengan penemuan akarnya, diharapkan, setiap persoalan ataupun permasalahan-permasalahan yang bertumbuhan di atasnya dapat disingkap. Untuk dapat menemukan akar tersebut, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat perlu untuk berpikir secara radikal. Berpikir radikal merupakan cara berpikir yang tidak pernah terpaku hanya pada satu fenomena suatu entitas tertentu, dan tidak pernah berhenti hanya pada satu wujud tertentu.

Sampai di sini, kiranya, kita telah mengetahui mengapa filsafat itu bukan sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong.

II. Objek Filsafat

Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu yang menjadi lapangan penyelidikan atau lapangan studinya. Objek ini diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang, metode, dan sistem tertentu. Adanya objek menjadikan setiap ilmu pengetahuan berbeda antara satu dengan lainnya. Objek ilmu pengetahuan terdiri dari objek materi dan objek forma.

Objek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian keilmuan. Ia bisa berupa apa saja, baik apakah itu benda-benda material ataupun benda-benda non material. Ia tidak terbatas pada apakah hanya ada di dalam kenyataan konkret, seperti manusia ataupun alam semesta, ataukah hanya di dalam realitas abstrak, seperti Tuhan atau sesuatu yang bersifat Ilahiah lainnya. Sementara objek forma adalah cara pandang tertentu, atau sudut pandang tertentu yang dimiliki serta yang menentukan satu macam ilmu.

Seperti halnya ilmu pengetahuan pada umumnya, filsafat juga memiliki objek yang menjadi lapangan penyelidikan atau lapangan studinya yang terdiri dari objek materia dan objek forma.

Bagi Plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas

Page 14: Filsafat ilmu

yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles (+ 384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari "peri ada selaku ada" (being as being) atau "peri ada sebagaimana adanya" (being as such). Dari dua pernyataan tersebut, dapatlah diketahui bahwa "ada" merupakan objek materia dari filsafat. Karena filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri, maka "ada" di sini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada.

Penempatan segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mugkin ada atau seluruh ada sebagai objek materia dari filsafat, membuat filsafat berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti sastra, bahasa, politik, sosiologi, dsb. Jika ilmu-ilmu pengetahuan lainnya hanya menempatkan satu bidang dari kenyataan sebagai objek materianya, filsafat, karena berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri, menempatkan seluruh kenyataan sebagai objek materia studinya. Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan, sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat fragmental atau bagian-bagian.

Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada, maka untuk mencapai hal tersebut filsafat senantiasa berusaha mencari keterangan yang sedalam-dalamnya atas segala sesuatu. Jadi, mencari keterangan sedalam-dalamnya merupakan objek forma dari filsafat.

III. Metode Filsafat

Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari kenyataan. Untuk mendapatkan hal tersebut, filsafat memiliki beberapa metode penalaran. Pertama, metode penalaran deduksi. Secara sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu yang bersifat umum kepada yang khusus. Dalam pengertiannya yang lebih spesifik, ia adalah proses berpikir yang bertolak dari prinsip-prinsip, hukum-hukum, putusan-putusan yang berlaku umum untuk suatu hal/ gejala atau prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian hal/ gejala umum.. Secara sederhana, deduksi dapat dicontohkan sbb:

Semua manusia adalah fana Presiden adalah manusia Presiden adalah fana Selain deduksi, filsafat juga menggunakan metode penalaran induksi. Secara sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu yang bersifat khusus kepada yang umum. Ia adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena/ gejala individual untuk menurunkan suatu kesimpulan yang berlaku umum. Secara sederhana, metode ini dapat dicontohkan sbb:

Amin adalah murid sekolah dasar Amin adalah manusia Semua murid sekolah dasar adalah manusia

Metode ketiga yang dimiliki filsafat adalah metode penalaran dialektika. Secara umum, metode ini dapat dipahami sebagai cara berpikir yang dalam usahanya memperoleh kesimpulan bersandar pada tiga hal, yakni: tesis, antitesis dan sintetis yang merupakan hasil gabungan dari tesis dan antitesis. Contoh sederhana untuk metode penalaran ini

Page 15: Filsafat ilmu

adalah Keluarga. Dalam satu keluarga biasanya terdapat ayah, ibu, dan anak. Jika ayah adalah tesis, maka ibu adalah antitesis, lantas anak merupakan sintesis karena keberadaannya ditentukan ayah dan ibu. Begitu juga apabila ibu adalah tesis, maka ayah adalah antitesis, dan anak adalah sintesis.

IV. Peranan dan Tujuan Filsafat

Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat merupakan suatu upaya berpikir yang jelas dan terang tentang seluruh kenyataan. Upaya ini, bagi manusia, menghasilkan beberapa peranan. Pertama, filsafat berperan sebagai pendobrak. Artinya, bahwa filsafat mendobrak keterkungkungan pikiran manusia. Dengan mempelajari dan mendalami filsafat, manusia dapat menghancurkan kebekuan, kebakuan, bahkan keterkungkungan pikirannya dengan kembali mempertanyakan segala.

Pendobrakan ini membuat manusia bebas dari kebekuan, kebakuan, dan keterkungkungan. Jadi, bagi manusia, filsafat juga memiliki peranan sebagai pembebas pikiran manusia. Maka, pembebas merupakan peranan kedua yang dimiliki filsafat bagi manusia.

Pembebasan ini membimbing manusia untuk berpikir lebih jauh, lebih mendalam, lebih kritis terhadap segala hal sehingga manusia bisa mendapatkan kejelasan dan keterangan atas seluruh kenyataan. Jadi, peranan ketiga yang dimiliki oleh filsafat bagi manusia adalah sebagai pembimbing.

Selain memiliki peranan bagi manusia, filsafat juga berperan bagi ilmu pengetahuan umumnya. Menurut Descartes (1596-1650), filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia. Ia, merujuk pada Kant (1724-1804), adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan. Jadi, merujuk pada dua penrnyataan tersebut, dapat dapat disimpulkan bahwa bagi ilmu pengetahuan, filsafat, memiliki peranan sebagai penghimpun pengetahuan.

Memahami perannya sebagai penghimpun, maka filsafat dapat dikatakan merupakan induk segala ilmu pengetahuan atau mater scientiarum. Bagi Bacon (1561-1626, filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu. Ia menangani semua pengetahuan.

Selain sebagai induk yang menghimpun semua pengetahuan, bagi ilmu pengetahuan filsafat juga memiliki peranan lain, yakni sebagai pembantu ilmu pengetahun.

Bagi Bertrand Russell (1872-1970), filsafat adalah sebuah wilayah tak bertuan di antara ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memiliki kemungkinan untuk menyerang keduanya. Karena terdapat kemungkinan ini dalam filsafat, maka, menurutnya, filsafat dapat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu dan kehidupan sehari-hari, dan mencarisuatu ketidakselarasan yang dapat terkandung di dalam asas-asas tersebut. Secara sederhana, paparan Bertrand Russell tersebut dapat dipahami bahwa bagi pengetahuan, filsafat juga memiliki peranan sebagai pembantu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut, Schlick, seorang filsuf Wina, pernah menyatakan bahwa tugas ilmu adalah untuk mencapai pengetahuan tentang realitas; dan pencapaian ilmu yang sebenarnya tidak pernah dapat dihancurkan atau diubah oleh filsafat, tapi filsafat dapat menafsirkan pencapaian-pencapaian tersebut secara benar, dan untuk menunjukkan maknanya yang terdalam.

Page 16: Filsafat ilmu

Dalam menjalankan peranannya tersebut, filsafat memiliki tujuan. Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Jadi secara umum, tujuan filsafat adalah meraih kebenaran. Dengan harapan kebenaran ini dapat membawa manusia kepada pemahaman, dan pemahaman membawa manusia kepada tindakan yang lebih layak. Tapi, janganlah dianggap bahwa kebenaran yang berusaha diraih filsafat adalah sama dengan kebenaran yang diraih agama.

Tidak seperti agama yang menyandarkan diri dan mengajarkan kepatuhan, filsafat menyandarkan diri dan mengandalkan kemampuan berpikir kritis. Kondisi berpikir kritis ini sering tampil dalam perilaku meragukan, mempertanyakan, dan membongkar sampai ke akar-akarnya. Kebenaran yang oleh agama wajib diterima, dalam filsafat senantiasa diragukan, dipertanyakan dan dibongkar sampai ke akar-akarnya untuk kemudian dikonstruksi menjadi pemikiran baru yang lebih masuk akal. Maka, tak heran, apabila kebenaran yang ditawarkan filsafat dipahami sebagai kebenaran yang logis.

Page 17: Filsafat ilmu

Pengantar Kepada Filsafat

Hanya ada 2 pandangan hidup yang memberi kekuatan untuk mewarnai dunia ini yaitu filsafat dan agama. Sains (ilmu dan teknologi) tidak dianggap mampu memiliki pandangan yang begitu kuat karena dalam garis besarnya sains bersifat netral dan hanya mampu mewarnai dunia berdasarkan pandangan hidup keilmuannya. Bukti sejarah menuliskan pengaruh agama dan filsafat mewarnai dunia yakni adanya orang-orang berani mati mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan agama yang diyakininya dan mati karena proses pemikirannya yang sangat diyakini kebenarannya, misalnya tokoh Socrates yang rela mati karena pemikirannya dianggap sangat berbahaya dan menyesatkan tidak sesuai dengan kebijakan gereja Kristen di masa Yunani.

Letak persamaan agama dan filsafat ialah pertama, masing-masing memiliki pengikut yang meyakini atas keyakinan yang dianutnya. Kedua, agama-filsafat merasa perlu menyebarkan ajaran-ajarannya sehingga terbentuk sikap atas apa yang diyakininya, terbentuk tindakan dan pandangan hidup masing-masing penganutnya. Sebaliknya, letak perbedaannya adalah agama berasal dari Tuhan yang memberikan wahyu dan petunjuk kepada hamba-Nya berupa peraturan tentang cara hidup lahir batin dan menekankan rasa iman atau kepercayaan. Sedangkan filsafat berasal dari buah pikir radikal manusia.

Terkhusus pada bidang filsafat awal mula timbulnya berasal dari rasa ingin tahu kemudian terbentuklah mitos yang mempercayai keberadaan sifat gaib yaitu roh-roh di balik alam jagat raya ini, dan ini dipercayai oleh orang dahulu sebagai suatu kebenaran. Selanjutnya rasa kritis pun mulai menderai orang-orang atas kebenaran mitos itu rasa sangsi pun muncul, lalu ingin kepastian, timbulnya pertanyaan dan rasa-rasa tersebut adalah dasar timbulnya filsafat.

Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha menjadi bijak, selanjutnya filsafat mulai menyempit yaitu lebih menekankan pada latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan intelektual (intelectual curiosity), juga filsafat pada masa ini ialah menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat banyak diartikan oleh para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi filsafat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda serta akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James melihat konotasi filsafat sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha menjawab, objeknya ultimate question. Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai perenungan tentang ketuhanan. Poedjawijatna (1974: 11) menyatakan filsafat diartikan ingin mencapai pandai, cinta, pada kebijakan, dan sebagai jenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagiamana sikap manusia itu harus setelah mencapai pengetahuan itu, dan masih banyak pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.

Page 18: Filsafat ilmu

Metode mempelajari filsafat terbagi atas 3 macam metode; pertama, sistematis yang berarti menghadapi karya filsafat secara berurutan mulai dari menghadapi teori pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filsafat, kemudian teori hakikatnya, kemudian teori nilai. Kedua, historis yang berarti mengetahui filsafat dengan cara mengetahui sejarahnya. Ketiga, kritis yakni memahami isi ajaran filsafat kemudian mengkitiknya dalam bentuk menentang, memberi dukungan.

Objek penelitian filsafat ada 2 yakni: obyek materi yakni obyek yang dipikirkan ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, atau dengan kata lain cakupannya luas sekali baik itu bersifat empiris dan abstrak, juga hal yang mengenai Tuhan, hari akhir sebagai kesimpulannya lebih luas dari objek material sains. Objek forma yakni penyelidikan yang mendalam.

Faedah mempelajari filsafat antara lain : pertama, agar terlatih berfikir serius sehingga memberikan kemampuan memecahkan masalah secara serius menemukan akar permasalahan, dan menemukan sebab terakhir suatu penampakan. Kedua, mampu memahami filsafat sehingga mampu berpartisipasi dalam membangun dunia dengan baik karena dunia ini hanya diwarnai oleh dua yakni agama dan filsafat. Ketiga, mampu menemukan rumusan baru dalam penyelesaian dunia, mungkin berupa kritik, usul. Keempat, menjadi warga negara yang baik.

Sistematika filsafat terbagi atas 3 garis besar yakni; Pertama, teori pengetahuan yang membicarakan bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan yang disebut epistemologi. Pengetahuan manusia itu sendiri terdiri atas 3 macam dengan ilustrasi bagan sebagai berikut:

Pengetahuan Manusia

Macam Pengetahuan Objek Paradigma Metode UkuranSains

Filsafat

Mistik

Empiris

Abstrak

Logis

Abstrak Supralogis

Positivisme

Logis

Mistis

Sains

Rasio

Latihan mistis

Logis dan bukti empiris

Logis

Rasio, yakin, kadang-kadang empiris

Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini:

1)      Empirisme, kata ini berasal dari kata Yunani “empirikos” yang berarti pengalaman, menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan dari pengalamannya yaitu pengalaman inderawi. Sumber kebenaran ialah hasil dari pengamatan indera manusia. Kelemahan dari aliran ini ialah inderat indera terbatas, karena indera dapat melaporkan objek tidak sebagaimana adanya. Indera tertipu, yakni obyek yang ditangkap tidak sebagaimana yang oleh alat indera sehingga menyebabkan pengetahuan yang salah.

2)      Rasionalisme, aliran ini menyatakan akal adalah dasar kepastian pengetahuan, walaupun tetap menggunakan indera dalam memperoleh pengetahuan namun dianggap sebatas memberikan stimulus kepada akal untuk bekerja. Akal bekerja tidak hanya bahan-

Page 19: Filsafat ilmu

bahan dari indera saja tapi mampu juga menghasilkan pengetahuan objek yang betul-betul abstrak. Kerjasama inderawi dan akal melahirkan metode sains (scientific method) dan melahirkan pengetahuan sanis (scientific knowledge).

3)      Positivisme, pendapat aliran ini adalah indera amatlah penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Karena kekeliruan indrawi dapat dikoreksi oleh eksperimen. Tokoh aliran ini adalah Auguste Comte (1798-1875).

4)      Intuisionisme, tokohnya ialah Henry Bergson (1859-1941) ia menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akalpun terbatas karena objek yang ditangkap selalu berubah-ubah. Misalnya akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengkonsentrasikan dirinya pdada objek itu. Intuisi menangkap objek secara lagsung tanpa melalui pemikiran lewat cara latihan. Dalam Islam disebutkan “riyadlah” dengan metode tariqat. Kemampuan intuisi mampu menepis batas-batas tuhannya dalam dunia barat bisa disebut latihan kontemplasi dan dalam filsafat disebut filsafat rasa lewat hati dan ini merupakan tingkatan tertinggi dalam filsafat.

Berdasarkan 3 uraian aliran sebagai kesimpulan manusia memperoleh pengetahuan dengan 3 cara; sains, logika/akal, dan latihan rasa (intuisi, kasyf).

Kedua, ontologi yakni teori hakikat, membicarakan apa pengetahuan itu sendiri. Hakikat didefinisikan realitas artinya kenyataan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara, ataupun menipu. Kronologi membicarakan hakikat asal, antropologi membicarakan hakikat manusia dan lain-lain. Beberapa aliran yang menjawab hakikat dari realitas benda-benda sebagai berikut:

1. Materialisme, menurut aliran ini hakikat benda adalah materi benda itu sendiri. Rohani, jiwa, spirit muncul dari benda. Aliran ini sama dengan naturalisme yang menganggap Tuhan, roh, spirit bukan hakikat berdasarkan alasan; (1) apa yang kelihatan, dapat diraba, bisa dijadikan kebenaran terakhir. Pikiran yang sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang (abstrak); (2) penemuan menunjukkan jiwa bergantung pada badan (jasmani); (3) dalam sejarah manusia selalu bergantung pada benda, seperti pada padi dalam cerita Dewi Sri dan Tuhan muncul dari situ.

2. Idealisme berpendapat hakikat benda adalah rohani, spirit atau sebangsanya dengan beberapa alasan: (1) nilai roh lebih tinggi dari badan; (2) manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya; (3) materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang; benda tidak ada, yang ada energi itu saja.

3. Dualisme, hakikat menurut aliran ini ada 2 materi dari imaterial, benda dan roh, jasad dan spirit. Materi bukan dari roh, roh bukan muncul dari benda

4. Agnotisme sama dengan skeptisisme berpendapat manusia tidak mampu mengetahui hakikat.

5. Teisme adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan ada. Kata itu berasal dari kata Theus, bahasa Yunani, berarti Tuhan. Tuhan itu ada, pencipta, pengatur, beberapa aliran berkembang dari aliran ini seperti deisme yang mengajarkan bahwa Tuhan menciptakan alam ini dari permulaan. Monoteisme mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa, Triniteisme mengajarkan bahwa Tuhan itu Satu, tetapi beroknum tiga, politesisme ialah politeisme ialah paham teis yang mengajarkan Tuhan itu banyak, masing-masing mempunyai tugas dan wewenang sendiri. Panteisme

Page 20: Filsafat ilmu

mengajarkan bahwa antara Tuhan dan alam tidak ada jarak, Tuhan itu ialah alam ini. lawan dari Teisme adalah Ateisme yang mengajarkan Tuhan Tuhan itu tidak ada, tokoh aliran ini adalah Marxisme, Holbarch.

Ketiga, teori nilai membicarakan guna pengetahuan itu, disebut aksiologi di sini membicarakan 2 hal yakni: etika dan estetika.

1. Etika yakni teori tentang nilai baik dan buruk. Beberapa pandangan seperti: Islam mengkategorikan nilai direntang menjadi S: Baik sekali, baik, netral, buruk-buruk sekali (wajib, sunnah, mubah, makruh, haram) nilai ini dalam Islam ditentukan oleh Tuhan. Hedonisme mengajarkan bahwa sesuatu dianggap baik bila mengandung kenikmatan, kepuasan bagi manusia. Vitalisme menyatakan baik buruk ditentukan oleh ada atau tidak adaya kekuatan hidup yang dikandung oleh objek nilai, misalnya manusia yang kuat, ulet, cerdas itulah manusia yang baik, manusia yang mengandung daya hidup yang besar itulah manusia yang baik. Utilitarianisme menyatakan bahwa yang baik ialah yang berguna, ajaran ini terbagi 2, utilitarianisme pribadi dan sosial. Pragmatisme sama dengan utilitarianisme bahwa yang baik adalah berguna secara praktis dalam kehidupan.

2. Estetika adalah nilai keindahan dan lebih sering dikenakan pada seni, ukuran indah sama dengan etika membingungkan, bermacam-macam, subjektif, sering diperdebatkan. Menurut Plato, keindahan adalah realitas yang sungguh-sungguh, harmoni, proporsi dan simetri adalah membentuk keindahan dan ada unsur metafisika. Bagi Platonis, keindaha adalah pancara akal Ilahi. Dalam Islam disebutkan bahwa Tuhan itu indah dan mencintai keindahan. Pendapat lain Kant menyatakan jiwa kita memiliki indra ketiga di atas pikir dan kemauan, yaitu indera rasa yang mampu menikmati keindahan tanpa kepentingan.

Sebagai kesimpulan di ulasan pertama ini yakni pengantar kepada filsafat dapatlah diketahui bahwa filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara berpikir logis, tentang objek yang abstrak logis, kebenarannya hanya dipertanggungjawabkan secara logis pula.

Akal dan hati pada zaman Yunani Kuno

Ciri umum dari fisalfat Yunani ialah rasionalisme, khusus di masa Yunani Kuno secara pukul rata akal menang namun dihentikan oleh Socrates hingga akal dan hati sama-sama menang. Kronologis akal menuju klimaks sampai harus falling down dikaitkan jelas dengan pengaruh tokoh-tokoh yang ada di zaman Yunani kuno ini, berikut latar belakangnya berdasarkan urutan filosofis untuk pertama kali muncul.

1. Thales (624-546 SM), dia orang Melitius dan digelari Bapak Filsafat karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat lewat pertanyaan yang aman mendasar: what is the nature of the world stuff ? Ia sendiri menjawab air. Alsan yang cukup sederhana darinya adalah karena ia melihat air sebagai sesuatu yang amat diperlukan dalam kehidupan, dan menurut pendapatnya bumi ini terapung di atas air. Pertanyaannya muncul dengan menggunakan akal, bukan menggunakan agama atau kepercayaan lainnya. Sejak saat ini akal mulai digunakan lepas dari keyakinan.

2. Anaximander, lewat proses pemikirannya ia mencoba menjelaskan substansi pertam abersifat kekal dan ada dengan sendirinya adalah udara. Karena udara merupakan sumber segala kehidupan. Filosof ini telah memperlihatkan bahwa

Page 21: Filsafat ilmu

dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan bukan pada kongklusi. Dan mulai di sini sudah kelihatan bibit relativisme yang kelak dikembangkan dalam filsafat sofisme.

3. Heraclitus (544-484 SM). Menurutnya memahami kehidupan kosmos mesti menyadari bahwa kosmos itu dinamis, tidak pernah berhenti (diam)l selalu bergerak dan berubah. Misalnya sesuatu yang panas berubah menjadi dingin, dingin berubah menjadi panas. Dia pun menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukanlah bahan seperti; air dan udara (Thales and Anaximander) melainkan prosesnya. Implikasi dari pernyataannya mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah, tidak tetap. Pandangan ini ialah warna dasar filsafat sofisme.

4. Parmanides adalah tokoh relativisme, ia digelari logikawan pertama dalam sejarah filsafat. Sistemnya secara keseluruhan disandarkan pada deduksi logis, dalam logkanya dia berpikir tentang Tuhan dalam 3 cara: 1) ada; 2) tidak ada; dan 3) ada dan tidak ada. Yang benar ialah ada (1) tiodak mungkin diyakini yang tidak ada, (2) ada karena tidak ada pastilah tidak ada; (3) pun tidak mungkin karena tidak mungkin Tuhan itu ada dan sekaligus tidak. Di sinilah logika betul-betul sebagai alat ukur, dan ukuran kebenaran adalah akal manusia.

5. Zeno (490 SM), ia pun menggunakan logikanya sebagai alat ukur kebenaran dan termasuk tokoh aliran sofisme. Ia merelatifkan kebenaran yang telah mapan lewat konsekuensi rumusan:

1)      Anda tidak pernah mencapai garis finish dalam suatu balapan walaupun secara empiris telah sampai/lama mencapai garis itu. Ini adalah matematika logis

2)      Anak panah yang meluncur dan terlihat bergerak laju menurutnya adalah diam dan sama sekali tidak bergerak.

Karena ia termasuk sofisme sehingga di kalangan filosof pikirannya tidak disenangi apa lagi oleh Socrates dan Plato. Ciri pemikiran Sofis saling bertentangan, dalam moral pun menganut moral yang relatif, tidak ada generalisasi atau dengan kata lain tidak ada kebenaran umum semua kebenaran itu relatif tergantung siapa tokohnya. Sebagian para filosof memandang orang-orang sofis matrealis karena mau menerima uang dari ajaran mereka sementara filosof mengatakan bahwa filsafat itu untuk disenangi, bukan alat mencari uang.

1. Protagoras, ia juga tokoh barisan sofis yang menyatakan manusia adalah ukuran kebenaran. Humanisme merupakan tulang punggung dari pernyataan ini, maksudnya bahwa kebenaran itu bersifat pribadi (private), akibatnya tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama.

2. Gorgias (427) ia orang Athena dan termasuk tokoh sofis. Ada 3 proposisi yang diajukannya. Pertama, tidak ada yang ada; maksudnya realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak akan dapat diketahui, disebabkan oleh penginderaan tidak dapat dipercaya dan sumber ilusi. Akal menurutnya tidak juga mampu meyakinkan tentang bahan alam semesta karena dikungkung oleh dilema subjektif. Manusia berfikir seusi dengan kemauan, idea, yang diterapkan pda fenomena, proses ini tidak akan menghasilkan kebenaran. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tak dapat kita beritahukan kepada orang lain. Di sini memperlihatkan kekurangan bahasa untuk mengkomunikasikan pengetahuan kita itu. Ada sisi positif yang didapat dari gerakan sofis yakni ia membangkitkan

Page 22: Filsafat ilmu

semangat berfilsafat. Sofis mengingatkan para filosof bahwa persoalan pokok dalam filsafat bukanlah alam, melainkan manusia, itulah sebabnya mengapa mereka dikatakan membangkitkan jiwa humanisme. Pandangan gerakan sofis mengenai relativisnya moral telha mengilhami munculnya utilitarianisme, pragmatisme, positivisme, dan eksistensialisme.

3. Socrates (470-399 SM), ia adalah tokoh yang meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Ia pun seorang pengantur moral yang absolut dan meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan idea-idea rasional dan keahlian dalam pengetahuan. Menurutnya ada kebenaran objektif yang tidak bergantung pada saya atau kita, metode yang digunakannya adalah dialektika yakni melalui percakapan-percakapan lalu menganalisisnya. Hasil analisisnya menghasilkan hipotesis-hipotesis sampai pada akhirnya menjadi definisi yang sangat berguna.

Dengan pengetahuan Socrates membuktikan bahwa kebenaran umum adalah definisi, dan pengetahuan yang khusus ialah kebenaran relatif. Pendapat Socrates ini telah dapat menghentika laju relativisme kaum sofis, bahwa hidup bukan tanpa pegangan; kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagiannya, diperselisihkan sebagiannya. Akibatnya orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah agama mereka, kubu Socrates pun semakin kuat. Melihat peristiwa ini membuat kaum sofis merasa kalap lalu menuduh Socrates merusak mental anak mudah dan menolak Tuhan-Tuhan. Socrates kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. sekalipun Socrates mati, ajarannya tersebar justru dengan cepat.

1. Plato, ia salah seorang murid dan teman Socrates. Menurut Plato esensi itu mempunyai realitas di alam idea itu sendiri, ini memperkuat pendapat gurunya Socrates. Lewat karangan mitosnya di dalam dialog Politeiamenjelaskan bahwa gua adalah dunia yang dapat ditangkap oleh indera. Kebanyakan orang menjadi terbelenggu dan menerima pengalaman spontan begitu saja. Namun ada beberapa orang memperkirakan bahwa realitas inderawi hanyalah bayangan; mereka adalah filosof. Untuk mencapai kebenaran yang sebenarnya manusia harus mampu melepaskan diri dari pengaruh indera yang menyesatkan, bahkan filosof pun tidak akan dipercayai orang.

2. Aristoteles, ia lahir pada tahun 384 SM di Stagira sebuah kota di Thrace. Ia pun murid sekaligus teman serta guru Plato. Ia giat melakukan penelitian tidak hanya menjelaskan prinsip-prinsip sains, tetapi ia juga mengajarkan politik, retorika, dan dialektika. Dalam dunia filsafat Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Pendapatnya dalam metafisika menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran salah satu teorinya matter dan form itu bersatu; matter memberikan substansi sesutu, form memberikan pembungkusnya, setiap objek terdiri atas matter and form.

Tuhan menurut Aristotelies berhubungan dengan dirinya sendiri, ia tidak berhubungan dengan (tidak mempedulikan) alam ini. Dalam mencintai Tuhan kita tidak usah mengharapkan ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, baginya Tuhan sebagai penyebab gerak. Pada Aristoteleslah pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan. Jasanya dalam menolong Plato dan Socrates memerangi orang sofis ialah karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh sofisme.

Page 23: Filsafat ilmu

Filsafat Yunani yang rasional berakhir setelah Aristoteles menggelarkan pemikirannya, akan tetapi sifat rasional masih digunakan selama beberapa abad sesudah Aristoteles. Sebelum filsafat benar-benar memasuki dan tenggelam dalam abad pertengahan. Setelah Aristoteles ronde pertama pertarungan akal dan hati dianggap selesai dengan kisa akhir keduanya akhirnya menang walaupun di awal-awal akal yang mendominasi. Sejak Socrates sampai seterusnya akal mulai dibatasi; ada kebenaran umum, tidak semua kebenaran relatif, sains dapat dipegang dan dapat pula diperselisihkan.

Kurang lebih sepeninggal SPA (Socrates, Plato dan Aristoteles) mutu filsafat semakin merosot, kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu. Tepatnya pada ujung zaman helenisme, lama periode ini 300 tahun sinisme, philo, cyrenaic, peripatetics, epicureanisme, stotisisme, skeptisisme adalah pengisi di masa ini, di mana akhirnya ditutup oleh jatuhnya filsafat. Di sini agama dapat dikatakan menang mutlak, akal kalah total ini abad yang terjadi sebelum ke abad pertengahan selanjutnya.

Page 24: Filsafat ilmu

PENGANTAR FILSAFAT

SISTEMATIKA FILSAFAT

A. OntologiOntologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan.Objek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu.Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:1. Materialisme;Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.2. Idealisme (Spiritualisme);Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi.3. Dualisme;Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.4. Agnotisisme.Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.

B. EpistemologiObjek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori moral.Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:1. Empirisme;Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.2. Rasionalisme;Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.3. Positivisme;Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari

Page 25: Filsafat ilmu

empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.4. Intuisionisme.Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.

C. AksiologiAksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori: (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama di bawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atau estetika.1. EtikaEtika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis.a. Deontologis.Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.b. TeologisTeori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).2. EstetikaEstetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah.

Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu, keindahan yang bersifat objektif dan subjektif, ukuran keindahan, peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1871556-pengantar-filsafat/#ixzz27EDarFea

Page 26: Filsafat ilmu

PENGANTAR FILSAFAT

A.PENDAHULUAN

Salah penyebab mengapa kita sering sulit mengerti sebuah pemikiran filsafat adalah karena kita tidak memehami bagaimana pemikiran tersebut di bangun. Karena itu, untuk memehami pemikiran filsafat yang agak memusingkan, mau tidak mau kita juga harus mempelajari pemikiran lain layaknya seorang filosof.

Dalam praktik mulai berfilsafat, kita harus sedikit demi sedikit memahami bagaimana cara seorang filosof membangun argument – argument yang logis dan rasional.

Berfilsafat itu tidak harus langsung memikirkan sesuatu yang berat - berat. Namun, kita dapat mulai berfilsafat dengan mengkritisi masalah yang ringan terlebih dahulu, baru kemudian melangkah ke tahap selanjutnya.

Makalah ini akan sedikit memberikan kita informasi bagaiman cara berfilsafat, mulai dari sikap berfilsafat hingga membuat sebuah teori yang kemudian di aplikasikan terhadap perubahan prilaku kehidupan.

1. B.  PENGERTIAN FILSAFAT

Filsafat adalah berpikir dan mersa sedalam – dalamnya terhadap segala sesuatu. Filsafat juga melakukan hubungan erat dengan penyelidikan terhadap nilai atau martabat dan tindakan manusia. Tidak hanya itu, filsafat juga menelaah hal – hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak, mendalam tapi tidak berubah.

Karena begitu luasnya kajian filsafat, maka banyak filosof yang berbeda dalam mengertikan filsafat. Ada beberapa catatan sejarah tentang pengertian filsafat menurut para filosofis terkemuka, diantaranya :

1.      Plato ( 427 SM – 348 SM ) mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.

2.      Aristoteles ( 382 SM – 322 SM ) filsafat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu – ilmu metafisika, logika, etika, dan antropologi.

3.      Al Farabi ( 870 M – 950 M ) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bagaimana hakikay yang sebenarnya.

4.      Descartes ( 1590 M – 1650 M ) mengemukakan  bahwa filsafat merupakan kumpulan dari segala pengetahuan di mana tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok infestigasi.

5.      Immanuel Kant ( 1724 M – 1804 M ) mendeskripsikan filsafat sebagai iolmu pengetahuan yang menjadi ppokok dan pangkal ilmu pengetahuan yang mencakup di dalam metafisika, etika, agama, dan antropologi.

Sebenarnya setiap manusia dapat mendeskripsikan sendiri pengertian dari filsafat. Asalkan, dapat membayangkan luasnya ruang lingkup yang di kaji dari filsafat tersebut.

Begitu juga para filosof yang telah mengemukakan definisi – definisi di atas, pada hakikatnya sama. Tidak ada pertentangn, hanya saja cara menyampaikannya yang berbeda.

1. C. SIKAP BERFILSAFAT

Banyak orang yang ingin terlihat layaknya seorang filosof. Agar orang lain dapat segara menyadari bahwa saat ini orang yang bijaksana dan cerdas telah ada di depan matanya.

Page 27: Filsafat ilmu

Menjadi filosof yang sempurna dengan kebijaksanaanya bukanlah suatu hal yang mudah. Kita harus menghabiskan banyak waktu untuk membaca buku, berfikir, dan mempertanyakan hal – hal yang tidak lazim di tanyakan oleh kebanyakan orang. Hal ini pasti sangat membosankan bagi pemula. Namun hanya dengan cara tersebut, akhirnya seseorang mampu membangun pikiran yang mendasar dan filosofis.

Di bawah ini langkah – langkah agar kita mengetahui sifat berfilsafat dengan benar. Untuk menjadi seorang filosof sejati mari kita lihat tata cara sifat berfilsafat berikut ini :

1.      Berani Bertanya Secara KritisSyarat pertama untuk bisa berpikir layaknya seorang filosof adalah anda harus

mempertanyakan keyakinan anda.Layaknya seorang ahli filsafat, anda harus berani mempertanyakan hal – hal yang

sebelumnya di anggap benar. Termasuk terkait dengan adat-istiadat dan keyakinan yang anda pegang. Intinya, hal – hal yang anda ketahui, entah dari ajaran orang tua, agama, sampai informasi dari teman _ teman, patut dean perlu anda pertanyakan.

Jadi, jika anda menjadi seorang filosof, anda harus berani mempetanyakan segala sesuatu, segala macam hal, dan mencari jawaban yang dapat di terima oleh akal sehat. Bahkan Descartes, seorang filosof prancis berani mempertanyakan keberadaan dirinya.

Keraguan ini bersifat universal, karena itu di rentangkan tanpa batas, atau keraguan ini sampai membatasi dirinya. Artinya, keraguan ini akan membatasi diri jika tidak ada lagi yang bias dapat diragukan. Di mana keraguan ini bukan bertujuan untuk membuat bingung, melainkan bagaiman kita mengkritisi cara kita berpikir dan apa kiyanya yang kita pikirkan.

Persoalan dasar bagi filsafat bukanlah bagaimana kita bisa mengetahui sesuatu, melainkan bagaimana agar kita dapat terbebas dari kekeliruan. Yakni, dengan mempertanyakan segala yang kita ketahui secara kritis.

2.      Berpikir Secara HolistikSyarat kedua adalah berupaya mencari kebenaran sampai pada hal yang mendasar.

Setelah anda berani mempertanyakan sesuatu yang telah anda yakini, maka inilah saatnya anda mencari jawabannya.

Namun, jawaban yang anda hasilkan harus bersifat holistic yang sifatnya menyeluruh atau universal.

Immanuel Kant menyatakan, membunuh itu di larang. Karena hal tersebut adalah tindakan yang tidak etis yang telah di gariskan dalam setiap hati manusia. Dengan di buktikan adanya rasa cemas dalam hati manusia ketika atau telah melakukan kejahatan. Hal ini mendemonstrasikan tentang etika larangan membunuh bagi seluruh umat manusia.

Seperti kacamata Karl Jasper yang mengatakan tunan itu ada, sehingga manusia memiliki tuntutan etis yang bersifat absolute yang di rancang sendiri oleh tuhan.

Intinya, segala pertanyaan yang mendasar tersebut harus sampai pada sebuah jawaban yang menyeluruh. Karena dalam filosafat terdapat tujuan agar kita dapat menjelaskan berbagai pertanyaan tersebut, hingga pada hal yang mendasar serta berlaku pada fenomena keseluruhan.

D.    STANDART OPERATING PROSEDURE BERFILSAFATSama halnya dengan ilmu – ilmu yang lain, filsafat juga mempunyai beberapa tahapan

untuk mendukung jalanya berfilsafat, agar sampai pada penyelesaiannya, diantaranya :

1. Masalah

         Sesuatu yang sulit, yang butuh dicari jalan keluarnya         Pertanyaan yang butuh perhatian, jawaban, dan penyelesaian

Page 28: Filsafat ilmu

2. Sikap

         Kondisi mental seseorang yang tampak dari kecenderungannya dalama merespon fakta, masalah atau objek tertentu

         Sikap kefilsafatan :  Penasaran dan ingin tahu  Meragukan metodis  Kritis  Terbuka dan jujur  Berani, akan tetapi santun dalam berargumen

3. Metode

         Cara mencapai sesuatu dengan cara yang umum dan sistematis, sebush teknik teratur dalam penemuan ilmu dan pengetahuan.

         Metode berfilsafat :  Fenomerologik  Skeptis metodik  Analitik  Kritik  Dialektika

4. Proses

         Pengertian umum tentang tata cara yang di pakai filosof dalam bekerja

5. Kesimpulan

         Konsekuensi akhir dari rangkaian usaha atau kejadian         Sifat hasil filsafat :  Evaluatif  Tentatif   Terbuka

6. Akibat

         Perubahan yang terjadi karena hasil dari usaha tertentu         Akibat hasil filsafat :  Dampak           : Positif – Negatif  Relevansi         : Penting – Tidak Penting

Page 29: Filsafat ilmu

D. MENGAPLIKASIKAN TEORI KEARAH PERUBAHAN PERILAKU

1.      ILMU PENGETAHUAN ( TEORI )Ketika filsafat lahirdan mulai tumbuh, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari filsafat. Bagi para filosof ilmu pengetahuan adalah filsafat, dan filsafat juga merupakan ilmu pengetahuan.

Berkat ilmu pengetahuan, manusia dapat dapat meraih kemajuan yang sangat menakjubkan. Teknologi canggih yang sangat mencengangkan dan fantastis adalah salah satu produk dari ilmu pengetahuan.

Namun sayang, kemajuan ilmu pengetahuan yang amat mempesona itu telah membuat banyak orang menjadi sinis terhadap filsafat. Orang – orang mulai meragukan kegunaan filsafat dan menganggap bahwa filsafat tidak bisa melahirkan sesuatu yang baru lagi, karena itu ia sama sekali tidak berguna lagi.

Anggapan – anggapan yang mengatakan bahwa filsafat itu tidak berguna lagi, adalah suatu persepsi yang keliru. Di karenakan ilmu pengetahuan membutuhkan dari sesuatu yang bersifat tidak terbatas.

Sebagai sumber yang tidak terbatas, filsafat tidak hanya menyelidiki suatu bidang tertentu saja. Filsafat senantiasa mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat selalu mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas yang ada, bahkan apa saja yang dapat dipertanyakan, termasuk filsafat itu sendiri.

2.      PRILAKU SETIAP HARIMeskipun filsafat itu abstrak, bukan berarti filsafat tidak ada hubungan dengan

kehidupan sehari – hari yang bersifat konkret. Kendati tidak memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan artistik dan elok, filsafat sanggup membantu manusia dengan memberi pemahaman tentang apa itu artistik dan elok dalam kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang di peroleh lewat pemahaman itu akan menjadi patokan utama bagi pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut.

Dengan demikian, filsafat mengiringi manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Tidak hanya itu, filsafat pun menuntun manusia ke dalam tindakan dan perbuatan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.

E. KESIMPULAN

        Filsafat merupakan suatu ilmu yang mendukung nmanusia untuk bertindak lebih bijaksana, dikarenakan dalam filsafat terdapat unsur – unsur etika dan estetika.

        Disamping filsafat sbagai cikal bakal atau induk dari ilmu pengetahuan, filsafat juga merupakan metode berpikir, yakni berpikir yang kritis, analitis, rasional, sistematik, dan radikal.

        Filsafat juga membantu manusia untuk menyelesaikan masalah – masalah yang di hadapi yang bersifat konkret, meskipun filsafat itu sendiri bersifat abstrak.

Page 30: Filsafat ilmu

Pengantar Filsafat

MENGENAL FILSAFAT

I.PengertianFilsafat

Setiap kali saya memulai untuk pertama kali memberikan perkuliahan mata kuliah "Pengantar Filsafat", saya senantiasa dihadapkan pada pertanyaan: "Apakah filsafat itu?" Sungguh ini merupakan pertanyaan yang sederhana, bahkan sangat sederhana. Tapi, untuk memberikan jawaban yang dapat memuaskan dan benar-benar menjawab pertanyaan tersebut, itu bukanlah perkara yang mudah.

Ada yang mengira bahwa filsafat itu sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong. Selain itu ada pula yang mengira bahwa filsafat itu merupakan kombinasi dari astrologi, psikologi dan teologi. Filsafat bukanlah semua itu.

Oxford Pocket Dictionary mengartikan filsafat sebagai use of reason and argument in seeking truth and knowledge of reality. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat sebagai:1. pengetahuan dan penyedilikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan hukumnya;2. teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan;3. ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi;4. falsafah.

Menurut Kamus Filsafat, filsafat merupakan (Bagus, 2000: 242):1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan penyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu manusia melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang dilihat.

Secara etimologi atau asal kata, kata "filsafat" berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani yang berbunyi philosophia. Kata philophia ini merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philos dan sophia. Kata philos berarti kekasih

Page 31: Filsafat ilmu

atau sahabat, dan kata sophia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan, tetapi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan. Jadi secara etimologi, philosophia berarti kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan.

Agar bisa menjadi kekasih atau sahabat, seseorang haruslah mengenal dekat dan akrab dengan seseorang atau sesuatu yang ingin dijadikan kekasih atau sahabat tersebut. Dan ini hanya bisa dilakukan apabila seseorang tersebut senantiasa terus-menerus berupaya untuk mengenalnya secara dalam dan menyeluruh. Dengan harapan bahwa upaya yang terus-menerus itu dapat membawa seseorang atau sesuatu itu pada kedekatan yang akrab sehingga dapat mengasihinya.

Seseorang yang melakukan aktivitas tersebut disebut filsuf. Filsuf adalah seseorang yang mendalami filsafat dan berusaha memahami dan menyelidikinya secara konsisten dan mendalam. Konsisten artinya bahwa seseorang tersebut terus menerus menggeluti filsafat. Mendalam berarti bahwa ia benar-benar berusaha mempelajari, memahami, menyelidiki, meneliti filsafat.

Tadi dikatakan bahwa filsafat adalah kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, jadi karena ia merupakan kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, maka filsafat memiliki hasrat untuk selalu ingin dekat, ingin akrab, ingin mengasihi kearifan/ kebjaksanaan/ pengetahuan. Tapi, kearifan/ kebijaksanaan/ pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat abstrak dan luas. Keabstrakan dan keluasan ini menjadikan hasrat yang dimiliki filsafat tersebut tak mudah untuk dipuaskan sepenuhnya. Ini menyebabkan filsafat terus-menerus melakukan usaha untuk memenuhinya. Usaha yang terus menerus ini membuat filsafat, pada satu sisi, dikenal tak lebih dari sebagai sebuah usaha atau suatu upaya.

Selain sebagai sebuah usaha atau suatu upaya, William James, seorang filsuf dari Amerika, melihat bahwa berpikir juga merupakan sisi lain dari filsafat. Menurutnya, filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. Artinya, bahwa segala upaya yang dilakukan oleh filsafat tak dapat dilepaskan dari tujuannya untuk meraih kejelasan dan keterangan dalam berpikir. Jadi, berpikir adalah sisi lain yang dimiliki filsafat.

Ihwal pentingnya keberadaan berpikir dalam filsafat, Thomas Nagel dalam Philosophy: Basic Reading mengatakan (1987: 3):

Page 32: Filsafat ilmu

Philosophy is different from science and from mathematics. Unlike science doesn't rely on experiments or observation, but only on thought. And unlike mathematics it has no formal methods of proof. It is done just by asking questions, arguing, trying out ideas and thinking of possible arguments against them, and wondering how our concepts really work.

Bagi manusia, berpikir adalah hal yang sangat melekat. Manusia, merujuk pada Aritoteles, adalah animal rationale atau mahluk berpikir. Tidak seperti mahluk-mahluk lainnya, oleh Tuhan manusia diberi anugerah yang sangat istemewa yakni akal. Dengan akal, manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengatasi dan memecahkan segala permasalahan yang dihadapinya pikirannya. Karena filsafat mengandaikan adanya kerja pikiran, maka sifat pertama yang terdapat dalam berpikir secara filsafat adalah rasional.

Rasional berarti bahwa segala yang dipikirkannya berpusar pada akal. Tapi, tidak semua aktivitas berpikir manusia dapat dikatakan berpikir secara filsafat. Untuk dapat dikatakan bahwa satu aktivitas berpikir itu merupakan berpikir secara filsafat, aktivitas berpikir itu haruslah bersifat metodis.

Secara umum, berpikir metodis berarti berpikir dengan cara tertentu yang teratur. Dalam membeberkan pikiran-pikirannya, filsafat senantiasa menggunakan cara tertentu yang teratur. Keteraturan ini membuat pikiran-pikiran yang dibeberkan oleh filsafat menjadi jelas dan terang. Tapi agar cara tertentu itu dapat teratur, filsafat membutuhkan faktor lain, yakni sistem.

Sebagai sebuah sistem, filsafat suatu susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan. Ia terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur menurut pola tertentu, dan membentuk satu kesatuan. Adanya sistem membuat satu cara berpikir tertentu yang teratur tetap pada keteraturannya. Oleh karena itu, selain berpikir metodis filsafat juga memiliki sifat berpikir sistematis.Berpikir secara sistematis memiliki pengertian, bahwa aktivitas berpikir tersebut haruslah mengikuti cara tertentu yang teratur, yang dilakukan menurut satu aturan tertentu, runtut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti satu aturan tertentu pula tersusun menurut satu pola yang tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Jadi, agar dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut sedang berpikir secara filsafat, ia haruslah berpikir menurut atau mengikuti satu aturan tertentu yang runut dan bertahap dan tidak acak atau sembarangan.

Sistematis mengandaikan adanya keruntutan. Jadi, berpikir filsafat atau berpikir filsafati juga memiliki sifat runtut atau koheren. Koheren berarti

Page 33: Filsafat ilmu

bertalian. Ia merupakan kesesuaian yang logis. Dalam koherensi, hubungan yang terjadi karena adanya gagasan yang sama. Pada berpikir filsafat, koherensi berarti tidak adanya loncatan-loncatan, kekacauan-kekacauan, dan berbagai kontradiksi. Dalam koherensi, tidak boleh ada pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan. Contoh:

Hujan turun Tidak benar bahwa hujan turun

Pernyataan yang pertama yang berbunyi "Hujan turun" bertentangan dengan pernyataan yang kedua, "Tidak benar bahwa hujan turun,", begitu juga sebaliknya. Dalam berpikir secara koherensi hal ini tidak dibenarkan. Karena kedua pernyataan ini saling bertentangan. Jadi, dalam berpikir secara koherensi, pernyataan-pernyataan yang ada haruslah saling mendukung.

Agar dapat memperoleh pernyataan-pernyataan yang mendukung, filasafat haruslah mencari, mendapatkan, memeriksa, ataupun menyelidiki keseluruhan pernyataan yang ada. Filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Usaha ini membawa filsafat pada penyelidikan terhadap keseluruhan. Jadi, sifat berpikir filsafat yang berikutnya adalah keseluruhan atau komprehensif dalam artian bahwa segala sesuatu berada dalam jangkauannya.

Tadi dikatakan bahwa berpikir filsafat memiliki sifat koherensi, maka agar koherensi dapat terjadi, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat haruslah mampu memahami dan memilah pernyataan-pernyataan yang ada. Agar dapat mencapai hal tersebut, dibutuhkan apa yang dinamakan berpikir kritis Jadi, kritis adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.

Kritis dapat dipahami dalam artian bahwa tidak menerima sesuatu begitu saja. Secara spesifik, berpikir kritis secara filsafat adalah berpikir secara terbuka terhadap segala kemungkinan, dialektis, tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang ada, dan selalu hati-hati serta waspada terhadap berbagai kemungkinan kebekuan pikiran.

Untuk mencapai berpikir kritis, hal yang harus dilakukan adalah berpikir secara skeptis. Skeptis berbeda dengan sinis. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu. Sedangkan sinis adalah sikap yang berdasar pada ketidakpercayaan. Secara metaforis, sikap sinis dapat digambarkan seperti seorang laki-laki di tengah perempuan-perempuan cantik, tapi dia malah mencari seekor kambing yang paling buruk. Jadi, pada

Page 34: Filsafat ilmu

intinya, sikap skpetis itu adalah meragukan, sementara sikap sinis adalah ketidakpercayaan.

Tadi telah dipaparkan di atas, bahwa filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Agar dapat meraih hal tersebut, filsafat harus menemukan radix (akar) dunia seluruhnya tersebut. Jadi berpikir radikal adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.

Usaha menemukan akar dunia seluruhnya ini sangat diperlukan. Karena dengan penemuan akarnya, diharapkan, setiap persoalan ataupun permasalahan-permasalahan yang bertumbuhan di atasnya dapat disingkap. Untuk dapat menemukan akar tersebut, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat perlu untuk berpikir secara radikal. Berpikir radikal merupakan cara berpikir yang tidak pernah terpaku hanya pada satu fenomena suatu entitas tertentu, dan tidak pernah berhenti hanya pada satu wujud tertentu.

Sampai di sini, kiranya, kita telah mengetahui mengapa filsafat itu bukan sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong.

II.ObjekFilsafat

Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek tertentu yang menjadi lapangan penyelidikan atau lapangan studinya. Objek ini diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang, metode, dan sistem tertentu. Adanya objek menjadikan setiap ilmu pengetahuan berbeda antara satu dengan lainnya. Objek ilmu pengetahuan terdiri dari objek materi dan objek forma.

Objek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian keilmuan. Ia bisa berupa apa saja, baik apakah itu benda-benda material ataupun benda-benda non material. Ia tidak terbatas pada apakah hanya ada di dalam kenyataan konkret, seperti manusia ataupun alam semesta, ataukah hanya di dalam realitas abstrak, seperti Tuhan atau sesuatu yang bersifat Ilahiah lainnya. Sementara objek forma adalah cara pandang tertentu, atau sudut pandang tertentu yang dimiliki serta yang menentukan satu macam ilmu.

Seperti halnya ilmu pengetahuan pada umumnya, filsafat juga memiliki objek yang menjadi lapangan penyelidikan atau lapangan studinya yang terdiri dari objek materia dan objek forma.

Bagi Plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab

Page 35: Filsafat ilmu

dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles (+ 384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari "peri ada selaku ada" (being as being) atau "peri ada sebagaimana adanya" (being as such). Dari dua pernyataan tersebut, dapatlah diketahui bahwa "ada" merupakan objek materia dari filsafat. Karena filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri, maka "ada" di sini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada.

Penempatan segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mugkin ada atau seluruh ada sebagai objek materia dari filsafat, membuat filsafat berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti sastra, bahasa, politik, sosiologi, dsb. Jika ilmu-ilmu pengetahuan lainnya hanya menempatkan satu bidang dari kenyataan sebagai objek materianya, filsafat, karena berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri, menempatkan seluruh kenyataan sebagai objek materia studinya. Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan, sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat fragmental atau bagian-bagian.

Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada, maka untuk mencapai hal tersebut filsafat senantiasa berusaha mencari keterangan yang sedalam-dalamnya atas segala sesuatu. Jadi, mencari keterangan sedalam-dalamnya merupakan objek forma dari filsafat.

III.MetodeFilsafat

Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari kenyataan. Untuk mendapatkan hal tersebut, filsafat memiliki beberapa metode penalaran. Pertama, metode penalaran deduksi. Secara sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu yang bersifat umum kepada yang khusus. Dalam pengertiannya yang lebih spesifik, ia adalah proses berpikir yang bertolak dari prinsip-prinsip, hukum-hukum, putusan-putusan yang berlaku umum untuk suatu hal/ gejala atau prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian hal/ gejala umum.. Secara sederhana, deduksi dapat dicontohkan sbb:

Semua manusia adalah fana Presiden adalah manusia Presiden adalah fana Selain deduksi, filsafat juga menggunakan metode penalaran induksi. Secara sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak

Page 36: Filsafat ilmu

dari sesuatu yang bersifat khusus kepada yang umum. Ia adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena/ gejala individual untuk menurunkan suatu kesimpulan yang berlaku umum. Secara sederhana, metode ini dapat dicontohkan sbb:

Amin adalah murid sekolah dasar Amin adalah manusia Semua murid sekolah dasar adalah manusia

Metode ketiga yang dimiliki filsafat adalah metode penalaran dialektika. Secara umum, metode ini dapat dipahami sebagai cara berpikir yang dalam usahanya memperoleh kesimpulan bersandar pada tiga hal, yakni: tesis, antitesis dan sintetis yang merupakan hasil gabungan dari tesis dan antitesis. Contoh sederhana untuk metode penalaran ini adalah Keluarga. Dalam satu keluarga biasanya terdapat ayah, ibu, dan anak. Jika ayah adalah tesis, maka ibu adalah antitesis, lantas anak merupakan sintesis karena keberadaannya ditentukan ayah dan ibu. Begitu juga apabila ibu adalah tesis, maka ayah adalah antitesis, dan anak adalah sintesis.

IV. Peranan dan Tujuan Filsafat

Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat merupakan suatu upaya berpikir yang jelas dan terang tentang seluruh kenyataan. Upaya ini, bagi manusia, menghasilkan beberapa peranan. Pertama, filsafat berperan sebagai pendobrak. Artinya, bahwa filsafat mendobrak keterkungkungan pikiran manusia. Dengan mempelajari dan mendalami filsafat, manusia dapat menghancurkan kebekuan, kebakuan, bahkan keterkungkungan pikirannya dengan kembali mempertanyakan segala.

Pendobrakan ini membuat manusia bebas dari kebekuan, kebakuan, dan keterkungkungan. Jadi, bagi manusia, filsafat juga memiliki peranan sebagai pembebas pikiran manusia. Maka, pembebas merupakan peranan kedua yang dimiliki filsafat bagi manusia.

Pembebasan ini membimbing manusia untuk berpikir lebih jauh, lebih mendalam, lebih kritis terhadap segala hal sehingga manusia bisa mendapatkan kejelasan dan keterangan atas seluruh kenyataan. Jadi, peranan ketiga yang dimiliki oleh filsafat bagi manusia adalah sebagai pembimbing.

Selain memiliki peranan bagi manusia, filsafat juga berperan bagi ilmu pengetahuan umumnya. Menurut Descartes (1596-1650), filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia. Ia, merujuk pada Kant (1724-1804),

Page 37: Filsafat ilmu

adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan. Jadi, merujuk pada dua penrnyataan tersebut, dapat dapat disimpulkan bahwa bagi ilmu pengetahuan, filsafat, memiliki peranan sebagai penghimpun pengetahuan.

Memahami perannya sebagai penghimpun, maka filsafat dapat dikatakan merupakan induk segala ilmu pengetahuan atau mater scientiarum. Bagi Bacon (1561-1626, filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu. Ia menangani semua pengetahuan.

Selain sebagai induk yang menghimpun semua pengetahuan, bagi ilmu pengetahuan filsafat juga memiliki peranan lain, yakni sebagai pembantu ilmu pengetahun.

Bagi Bertrand Russell (1872-1970), filsafat adalah sebuah wilayah tak bertuan di antara ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memiliki kemungkinan untuk menyerang keduanya. Karena terdapat kemungkinan ini dalam filsafat, maka, menurutnya, filsafat dapat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu dan kehidupan sehari-hari, dan mencarisuatu ketidakselarasan yang dapat terkandung di dalam asas-asas tersebut. Secara sederhana, paparan Bertrand Russell tersebut dapat dipahami bahwa bagi pengetahuan, filsafat juga memiliki peranan sebagai pembantu pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut, Schlick, seorang filsuf Wina, pernah menyatakan bahwa tugas ilmu adalah untuk mencapai pengetahuan tentang realitas; dan pencapaian ilmu yang sebenarnya tidak pernah dapat dihancurkan atau diubah oleh filsafat, tapi filsafat dapat menafsirkan pencapaian-pencapaian tersebut secara benar, dan untuk menunjukkan maknanya yang terdalam.

Dalam menjalankan peranannya tersebut, filsafat memiliki tujuan. Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Jadi secara umum, tujuan filsafat adalah meraih kebenaran. Dengan harapan kebenaran ini dapat membawa manusia kepada pemahaman, dan pemahaman membawa manusia kepada tindakan yang lebih layak. Tapi, janganlah dianggap bahwa kebenaran yang berusaha diraih filsafat adalah sama dengan kebenaran yang diraih agama.

Tidak seperti agama yang menyandarkan diri dan mengajarkan kepatuhan, filsafat menyandarkan diri dan mengandalkan kemampuan berpikir kritis. Kondisi berpikir kritis ini sering tampil dalam perilaku meragukan, mempertanyakan, dan membongkar sampai ke akar-akarnya. Kebenaran yang oleh agama wajib diterima, dalam filsafat senantiasa diragukan, dipertanyakan dan dibongkar sampai ke akar-akarnya untuk kemudian dikonstruksi menjadi

Page 38: Filsafat ilmu

pemikiran baru yang lebih masuk akal. Maka, tak heran, apabila kebenaran yang ditawarkan filsafat dipahami sebagai kebenaran yang logis.

Page 39: Filsafat ilmu

 

PENGANTAR FILSAFAT ALIRAN UTILITARIANISMEa.Jeremy bentham ,” manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagian yangsebesar- besarnya dan mengurangi penderitaan “,”bahwa pembentuk undag-undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkankaidah bagi semua individub.Jhon stuartmil, “sumber dari kesadaran keadilan itu bukan terletak pada kegunaanmelainkan pada rangsangan untuk memperthankan diri dan perasaan simpatic.Rodulf von jhering , konsep tentang tujuan adalah pencipta dari seluruh hukum ,tidak ada suatu peraturan hukum yang tidak memiliki asal-usulnyapada tujuan.

4.MAZHAB SEJARAH Von savigny ,”hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersamamasyarakat. Henry maine ,”bahwa hukum berkembang dari bentuk status kekontrak, sejalandengan perkembangan masyarakat nya dari yang sederhana kemasyarakat yangkompleks dan modern.

5.ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE Eugen erhlich “hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabilaberisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Page 40: Filsafat ilmu

 Roscoe pound hukum harus dilihat sebagai suatu lembaga kemasyarakatanyang berfungsi untuk memenuhi kebutuhn-kebutuhan social. 6. ALIRAN REALISME HUKUM   Realisme tidak mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional karenarealisme bermaksud meolukiskan apa yang dilakukan sebenarnya olehpengadilan-pengadilan dan orang-orangnya . Hukum tidak menempatkan undangt-undang sebagai sumber hukum utama danmenempatkan hakim sebagai titik pusat perhatian dan penyelidikan hokum

7. STUDI HUKUM KRITIS Bahwa tidak mungkin proses-proses hukumberlangsung dalam konteks bebas danatau netral dari pengaruh-pengaruh moral, agama dan pluralisme politik.

8. ALIRAN FEMINISMEbahwa hukum pada dasarnya memiliki sejumlah keterbatasan untuk merealisasikan nilai-nilai social , bahwa hukum bersifat phallocenttris (memihak kaum laki-laki) sehinggahukum berjalan untuk kepentingan status quo.

9. ALIRAN SEMIOTIKA Aliran ini di pengaruhi 2 pemikir besar di dalam semiotika yaitu analitis structuraldan analisis non referensi 

Page 41: Filsafat ilmu

Semiotika dari yunani semeion= tanda , dijelaskan sebagai studi atas kode-kodeyaitu sistem apapun yang memungkinkan seseorang memandang entitas-entitastertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna .

10. SG NORTHOP contemporary legal theories   teori hukum pada saat ini dalam garis besarnya terbagi atas lima kelompok : legalpositivime, pragmatical legal realisme , neo kantian and klsenian ethical jurisprudence, funcitional anthropological jurisprudence, naturalis jurisprudence.

11. Hegel aliran hukum yaleukuran baik dari nilaibudaya adalah efetifnya mengubah berbagai elemen situasisocial yang berkompetesi menjadi seimbang (deweye sebagai the problematic

Page 42: Filsafat ilmu

PENGANTAR FILSAFAT

 

Pola dan system berpikir f i losofis demikian dilaksanakan dalam ruang l ingkup yangmenyangkut bidang-bidang sebagai berikut:

1 . C o s m o l o g i y a i t u s u a t u p e m i k i r a n d a l a m p e r m a s a l a h a n y a n g b e r h u b u n g a n dengan alam semesta, ruang, dan waktu. Serta kenyataan manusia sebagaiciptaan manusia;

2. Ontologi: yaitu tentang pemikiran asal usul kejadian alam semesta, darimanadan ke arah mana proses kejadiannya.

3. Philosophy of main: yaitu pemikiran f i losofis tentang “j iwa” dan bagaimanahubungannya dengan jasmani serta bagaimana dengan kebebasan kehendakdari manusia (free will);

4 . E f i s t i m o l o g i : y a i t u s u a t u p e m i k i r a n y a n g m e n y a t a k a n a p a d a n b a g a i m a n a sumber pengetahuan diperoleh; apakah dari akal pikiran (rat ionalisme) ataudari pendalaman panca indra (empirisme) atau dari ide-ide (aliran Idealisme)atau aliran dari Tuhan (Theologisme);5 . A x i o l o g i :y a i t u p e m i k i r a n t e n t a n g n i l a i - n i l a i t i n g g i d a r i T u h a n . M i s a l n y a , n i l a i   moral , ni lai agama, nilai keindahan (estet ika).Pengertian Filsafat Pendidikan1.Phil isophizing and education are, then, but two stages of the same endeavo;Phil isophizing to think out better values and idealism, education to realizethese in l ife, in human personali ty. Education acting out of the best directionphilosophizing in can give, tries and beginning primarly with the young, to leadpeople to build cri tr ised

Page 43: Filsafat ilmu

values to their characters, and in this way to get thehighest ideals of philosophy progressively embodied in their lives. Berfilsafatdan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha.Berfi lsafat adalah memikirkan  d a n m e m p e r t i m b a n g k a n n i l a i - n i l a i d a n c i t a - c i t a y a n g l e b i h b a i k , s e d a n g k a n   m e n d i d i k i a l a h u s a h a m e r e a l i s a s i n i l a i - n i l a i d a n c i t a - c i t a i t u d i d a l a m   kehidupan dan dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-  n i l a i y a n g d i s u m b a n g k a n f i l s a f a t , d i m u l a i d e n g a n g e n e r a s i m u d a , u n t u k   m e m b i m b i n g r a k y a t m e m b i n a n i l a i - n i l a i d i d a l a m k e p r i b a d i a n m e r e k a , d a n   melembagakannya dalam kehidupan mereka. (Kilpatrik dalam Buku Philosophy of Education, 10 : 32)  32 . J o h n D e w e y m e m a n d a n g p e n d i d i k a n s e b a g a i s u a t u p r o s e s p e m b e n t u k a n kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual)maupun daya perasaan(emotional)m e n u j u k e a r a h t a b i ’ a t m a n u s i a , m a k a fi lsafat juga dapat diart ikan sebagai teori umum pendidikan (Democracy andEducation, p. 383)3 . V a n C l e v e M o r r i s m e n y a t a k a n : “ S e c a r a r i n g k a s k i t a m e n g a t a k a n b a h w a pendidikan adalah studi f i losofis , karena ia pada dasarnya, bukan alat social s e m a t a u n t u k m e n g a l i h k a n c a r a h i d u p s e c a r a m e n y e l u r u h k e p a d a s e t i a p generasi, akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nuranim a s y a r a k a t d a l a m p e r j u a n g a n m e n c a p a i h a r i d e p a n l e b i h b a i k ( V a n C l e v e Morris, Becaming an Education, p.57 dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, Prof HM. Arifin, Med, p. 3)4. Prof. Brameld berkata tentang fi lsafat pendidikan : That is , we should bringphilosophy to bear upon the problems of education as effiently…Kita harusmembawa fi lsafat guna mengatasi persoalan-

Page 44: Filsafat ilmu

persoalan pendidikan secaraefisien, jelas, dan sistematis sedapat mungkin…);Dengan demikian jelaslah bahwa fi lsafat pendidikan i tu adalah f i lsafat yang m e m i k i r k a n t e n t a n g m a s a l a h k e p e n d i d i k a n . O l e h k a r e n a i t u a d a k a i t a n d e n g a n pendidikan, maka filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tingkat.D a l a m p e n g e r t i a n y a n g s i n g k a t F i l s a f a t p e n d i d i k a n a d a l a h s e b a g a i m a n a didefinisikan oleh Muhammad Labib al-Najihi, yaitu : suatu aktivitas yang teratur yangmenjadikan filsafat itu sebagai jalan mengatur, menyelaraskan dan memadukan prosespendidikan (dalam Azyumardi Azra,Esei-Esei Intelektual Muslim, 75)

D. Tujuan Filsafat Pendidikan :1. Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaanpendidikan;2. Membantu mempejelas tujuan-tujuan pendidikan;3. Melaksanakan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut;4. Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan;  4E. Pentingnya Suatu Penentuan Filsafat Dalam Bagi Pendidikan :Dr. Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani mengemukakan pentingnya penetuan suatufalsafat bagi pendidikan Islam sebagai berikut :

1. Filsafat pendidikan itu dapat menolong perancang-perancang pendidikandan orang-orang yang melaksanakan pendidikan dalam suatu negarauntuk membentuk pemikiran yang sehat terhadap proses pendidikan. Dis a m p i n g i t u d a p a t m e n o l o n g t e r h a d a p t u j u a n -t u j u a n d a n f u n g s i - fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian maslah pendidikan;

2 . F i l s a f a t p e n d i d i k a n d a p a t m e m b e n t u k a z a s y a n g k h a s m e n y a n g k u t kurikulum, metode, alat-alat pengajaran, dan lain-lain.

Page 45: Filsafat ilmu

3. Filsafat pendidikan mejadi azas terbaik untuk mengadakan penilaianpendidikan dalam arti menyeluruh. Penilaian pendidikan meliputi segalausaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah dan inst i tusi-inst i tusipendidikan.

4 . F i l s a f a t p e n d i d i k a n d a p a t m e n j a d i s a n d a r a n i n t e l e k t u a l b a g i p a r a p e n d i d i k u n t u k m e m b e l a t i n d a k a n - t i n d a k a n m e r e k a d a l a m b i d a n g pendidikan. Dalam hal ini juga sekaligus untuk membimbing pikiranmereka di tengah kancah pertarungan fi lsafat umum yang mengusasidunia pendidikan;

5.Filsafat pendidikan Islam yang berasaskan Islam akan membantu umatI s l a m u n t u k p e n d a l a m a n p i k i r a n b a g i p e n d i d i k a n I s l a m d a n mengaitkannya dengan factor-faktor spiritual, social, ekonomi, budayadan lain-lain, dalam berbagai bidang kehidupan;

Page 46: Filsafat ilmu

Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam

1.Pendahuluan

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami

perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,

“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan

ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang

lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi

terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).

Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu

pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan

ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17

tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan

pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan

bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang

dianut.

Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri

telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon

ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang

melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing

mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan

munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu

pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti

spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen

(1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan

taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.

Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan,

sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita

Page 47: Filsafat ilmu

dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik

individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul

menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya

dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni

atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu

bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh

karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada

dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan

bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang

lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang

Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the

sciences).

Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau

ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai

penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat

menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu

terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi

eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel

Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari

pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.

Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat

berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik

tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam

Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah

karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang

lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan

landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis

akan jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: “Filsafat Ilmu

Page 48: Filsafat ilmu

Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam”, dengan pertimbangan bahwa

latar belakang pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam (MIPA – Kimia).

2. Pengertian Filsafat

Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia”

yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta)

dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu

filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata

luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula

kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai

kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The

Liang Gie, 1999).

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah

dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara

harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan

tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat

manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori

pengetahuan.

Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai

istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli

matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 +

b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan

yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang

oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546

S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau

kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu

penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan

kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan

oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran

seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya

Page 49: Filsafat ilmu

ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya

untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).

Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya

kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih

lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab

oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk.

(1997), dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan

demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.

3. Filsafat Ilmu

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku

maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah

segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang

menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan

manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan

pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat

dan ilmu.

Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan

pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan

pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan

tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan

untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm

(1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.

Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi

pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi

kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti

maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).

Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu

pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-

ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau

Page 50: Filsafat ilmu

mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono

(1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk

memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat

ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan

ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.

Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut

masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan

dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-

mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis,

materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan

dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya

menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai,

ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.

Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono,

1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan

pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain

sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa

dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan

metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam

konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat

terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.

4. Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam

Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan,

menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan

pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum

tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung

lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan

alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam

menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam

adalah menjembatani putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang

beranjak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu

Page 51: Filsafat ilmu

pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk

kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan

kemanusian mempunyai hubungan erat.

Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan

struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu

pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang

ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk

mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan

kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme

menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu

pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu

itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang

langsung. Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan

ilmu alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda

dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi

dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental

kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap

banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-sama. Tanpa

pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron dan

bagian-bagian elementer lainnya.

Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853,

Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya

penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento

Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan

bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih

dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara

lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu

pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam

penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika,

Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.

Page 52: Filsafat ilmu

Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan

ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua

sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu

yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi

dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari

kelompok ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi yang

menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu

kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia

organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu

kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and

decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different

subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yang berhubungan

dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami

maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja

melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan

perbandingan (komparasi).

Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap

mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal

ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New

Princiles of Chemical Philosophy.

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak

terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian

ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah

perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

Page 53: Filsafat ilmu

5. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah tepat dijadikan

landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam karena kenyataanya,

filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan alam.

Page 54: Filsafat ilmu