filsafat fenomenologi

23
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat. Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada Dosen Mata Kuliah Filsafat serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Saya menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan saya jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah saya dilain waktu. Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau i

Transcript of filsafat fenomenologi

Page 1: filsafat fenomenologi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita

berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu

membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada

kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita

capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada Dosen Mata

Kuliah Filsafat serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan

berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu

yang telah ditentukan.

Saya menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa

maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,

yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan saya

jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan

makalah-makalah saya dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-

mudahan apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-

teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau

mengambil hikmah dari judul ini (Fenomenologi) sebagai tambahan dalam

menambah referensi yang telah ada.

Serang, Desember 2012

Penulis

i

Page 2: filsafat fenomenologi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………….….. i

DAFTAR ISI…………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………….………………………. 1

B. Ruang Lingkup Pembahasan................................... 2

C. Tujuan Penulisan ................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Fenomenologi……........................... 3

B. Tokoh Fenomenologi.................................... 4

C. Kelebihan dan kekurangan Filsafat Phenomenologik 9

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ……………………………………… 10

B. Saran-Saran ....................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….. 11

ii

Page 3: filsafat fenomenologi

MAKALAH

FENOMENOLOGI

Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Filsafat

Disusun Oleh :

Nama : Widya Septiwi

NIM : 11400071

Jurusan : BKI B / 3

FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAHINSTITUR AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN

MAULANA HASANUDIN(IAIN SMH BANTEN)

2012 M / 1334 H

iii

Page 4: filsafat fenomenologi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Fuad Hasan dalam buku beliau Pengantar Filsafat barat di

kemukakan bahwa :  “Sejak era Renaissance hingga memasuki abad ke 20 M.

alam pikiran di eropa  barat ditandai oleh kemunculannya berbagai aliran filsafat

yang tidak mudah dipertemukan. Pertemuan tersebut menghasilkan pertentangan,

sehingga filsafat justru mengaburkan adanya landasan yang pasti sebagai titik

pijak untuk mengembangkan pemikiran sebagai proses penalaran yang sistematis

dan konsisten”.

Dalam era renaissance tersebut merupakan masa jayanya rasionalisme.

Pada masa itu pula di Prancis masanya kebebasan berkembang dengan

bermunculannya golongan yang tersebut kaum philosophes. Pada tempat yang

sama (Prancis) muncul tokoh penting yang tidak sepaham dengan rasionalisme, ia

adalah Hendri Bergson (1859-1941); bahwa rasionalisme selalu berlaku tidak

cukup untuk memahami semua gejala dalam kenyataan; tidak kalah pentingnya

ialah peran intuisi. Sebagai daya manusia untuk memahami dan menafsirkan

kenyataan.

Epistemologi berarti berbicara tentang “bagaimana cara kita memperoleh

ilmu pengetahuan?”. Dalam memperoleh pengetahuan inilah akan ada sarana

dipergunakan seperti akal, akal budi, pengalaman atau kombinasi antara akal dan

pengalaman institusi, sehingga dikenal adanya model-model epistemologik

rasionalisme, empisisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme dan

phenomenologik dengan berbagai variasinya.

         Di dalam kehidupan praktis sehari-hari, manusia bergerak di dalam dunia

yang telah diselubungi dengan penafsiran-penafsiran dan kategori-kategori ilmu

pengetahuan dan filsafat. Penafsiran-penafsiran itu seringkali diwarnai oleh

kepentingan-kepentingan, situasi-situasi kehidupan dan kebiasaan-kebiasaan,

sehingga ia telah melupakan dunia apa adanya, dunia kehidupan yang murni,

tempat berpijaknya segala bentuk penafsiran. Dominasi paradigma positivisme

1

Page 5: filsafat fenomenologi

selama bertahun-tahun terhadap dunia keilmuwanl, tidak hanya dalam ilmu-ilmu

alam tetapi juga pada ilmu-ilmu sosial bahkan ilmu humanities, telah

mengakibatkan krisis ilmu pengetahuan. Persoalannya bukan penerapan pola pikir

positivistis terhadap ilmu-ilmu alam, karena hal itu memang sesuai, melainkan

positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu masyarakat dan manusia sebagai

makhluk historis.

          Problematik positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, yang menghilangkan

peranan subjek dalam membentuk ‘fakta sosial’, telah mendorong munculnya

upaya untuk mencari dasar dan dukungan metodologis baru bagi ilmu sosial

dengan ‘mengembalikan’ peran subjek kedalam proses keilmuwan itu sendiri.

Salah satu pendekatan tersebut adalah pendekatan fenomenologi

B. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam makalah ini saya akan membahas salah satu cara yang

ditempuh akal manusia untuk mencapai kebenaran ilmu, yaitu epistemologi

phenomenologi.

C. Tujuan Penulisan

      Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen pengasuh mata kuliah

Filsafat

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan bersama dalam pembahasan

masalah filsafat terutama filsafat phenomologi

.

2

Page 6: filsafat fenomenologi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Fenomenologi

Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa

Yunaniphainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti

memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan.

Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian

terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Lorens Bagus memberikan dua

pengertian terhadap fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu

tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang

gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.1 Sebagai sebuah arah

baru dalam filsafat, fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl (1859–1938).

Namun istilah fenomenologi itu sendiri sudah ada sebelum Husserl. Istilah

fenomenologi secara filosofis pertama kali dipakai oleh J.H. Lambert (1764).2

Immanuel Kant memakai istilah fenomenologi dalam karyanya Prinsip-

Prinsip Pertama Metafisika (1786). Maksud Kant adalah untuk menjelaskan kaitan

antara konsep fisik gerakan dan kategori modalitas, dengan mempelajari ciri-ciri

dalam relasi umum dan representasi, yakni fenomena indera-indera lahiriah.

Hegel (1807) memperluas pengertian fenomenologi dengan

merumuskannya sebagai ilmu mengenai pengalaman kesadaran, yakni suatu

pemaparan dialektis perjalanan kesadaran kodrati menuju kepada pengetahuan

yang sebenarnya. Bagi Hegel, fenomena tidak lain merupakan penampakkan atau

kegejalaan dari pengetahuan inderawi: fenomena-fenomena merupakan

manifestasi konkret dan historis dari perkembangan pikiran manusia.

1 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, 1996, Gramedia, Jakarta, h. 247. Farida Hamid dalam kamus ilmiah popular lengkap, yang diterbitkan oleh Apollo Surabaya, h. 150, menjelaskan bahwa fenomena adalah penampakan realitas dalam kesadaran manusia, suatu fakta gejala-gejala, peristiwa-peristiwa adat serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah. Sedangkan fenomenologi sendiri diartikan sebagai sebuah ilmu penentuan kesimpulan dari adanya gejala, sebuah filsafat yang mengkaji tentang manusia dan kesadarannya dan pengetahuan yang bisa dicapai oleh kesadaran manusia.

2 Makmun Anshari, http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/05/mengenal-filsafat fenomenologi.html, akses 01-12-2012, 15.08 wib.

3

Page 7: filsafat fenomenologi

Sementara itu, anggapan para ahli tertentu lebih mengartikan

fenomenologi sebagai suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan,

dan memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu aliran filsafat. Sebagai

metode, fenomenologi membentangkan langkah-langkah yang harus diambil

sehingga kita sampai pada fenomena yang murni. Fenomenologi mempelajari dan

melukiskan ciri-ciri intrinsik (inti) fenomen-fenomen sebagaimana fenomen-

fenomen itu sendiri menyingkapkan diri kepada kesadaran. Kita harus bertolak

dari subjek (manusia) serta kesadarannya dan berupaya untuk kembali kepada

“kesadaran murni”. Untuk mencapai bidang kesadaran murni, kita harus

membebaskan diri dari pengalaman serta gambaran kehidupan sehari-hari.

Sebagai filsafat, fenomenologi menurut Husserl memberi pengetahuan yang perlu

dan esensial mengenai apa yang ada. Dengan demikian fenomenologi dapat

dijelaskan sebagai metode kembali ke benda itu sendiri (Zu den Sachen Selbt),

dan ini disebabkan benda itu sendiri merupkan objek kesadaran langsung dalam

bentuk yang murni.3

Secara umum pandangan fenomenologi bisa dilihat pada dua posisi.

Pertama ia merupakan reaksi terhadap dominasi positivisme, dan kedua, ia

sebenarnya sebagai kritik terhadap pemikiran kritisisme Immanuel Kant, terutama

konsepnya tentang fenomena – noumena. Kant menggunakan kata fenomena

untuk menunjukkan penampakkan sesuatu dalam kesadaran, sedangkan noumena

adalah realitas (das Ding an Sich) yang berada di luar kesadaran pengamat.

B. Tokoh Fenomenologi

1. Edmund Huserl

Nama lengkapnya adalah Edmund Husserl (1859-1939). Ia lahir di

Morvia, Jerman, sehingga ia digolongkan dalam seorang filsuf Jerman. Pada

awalnya, ia adalah seorang pakar matematika yang memperoleh gelar Ph.D. dalam

bidang ini serta mengajar ilmu tersebut selama beberapa tahun. Namun setelah itu,

ia tertarik kepada filsafat setelah selama tiga tahun mengikuti kulih-kuliah dari

3 Poejawijatna, Pembimbing Kearah Alam Filsafat, PT Rineka Cipta, Cet. XII, 2005, Jakarta, h. 139

4

Page 8: filsafat fenomenologi

Franz brentano di Wina. Ia dipandang sebagai perancang fenomenologi lewat

karyanya Logical Investigation(1900), Ideas (1913) dan sejumlah karya lain.

Fenomenologi menurut Husserl adalah studi tentang perbedaan dan

berbagai bidang objek, yang disebut neomata, yaitu ciri-ciri yang membuat

kesadaran terhadap objek-objek. Kita dapat sampai kepada ciri-ciri ini melalui

sebuah refleksi khusus yakni terhadap kesadaran kita yang disebut epoche.

Husserl mengonsentrasikan diri terhadap ciri-ciri atau sifat kesadaran yang

membuat tindakan-tindakan kita seperti sebuah objek.

Sedangkan untuk memahami fenomenologi Husserl, orang harus paham

istilahnoema. Neoma adalah kumpulan semua sifat objek. Noema ini tidak lain

hanyalah sebuah generalisasi ide tentang makna mengenai lapangan segala

tindakan. Dengan membedakan antara sebuah ekspresi makna dengan rujukannya,

seseorang menerangkan penggunaan makna dari ekspresi-ekspresi yang tidak ada

rujukannya. Noema ini memiliki dua komponen, yaitu:

a) Object meaning yang menyatukan berbagai komponen dari pengalaman

kita kepada pengalaman-pengalaman dari berbagai ciri sebuah objek.

b) The tethic yaitu yang membedakan tindakan-tindakan yang berbeda,

misalnya tindakan merasakan sebuah objek dengan tindakan mengingat

atau memikirkannya. 4

Dalam tindakan merasa, neoma kita dibatasi oleh permukaan-permukaan

sensori kita, tetapi pembatasan ini tidak mengiringi kepada satu kemungkinan

saja. Bisa saja dalam satu situasi kita merasakan kehadiran seseorang manusia,

tetapi disaat berikutnya melihat orang itu sebagai sebuah boneka. Hal ini terjadi

sesuai dengan perubaha noema. Neoma berubah karena terjadi perasaan itu tidak

dapat diyakini.

Periode perkembangan pemikiran fenomenologi Husserl dapat dabagi

dalam empat periode:

a) Ia berangkat dari matematika dan ini disebut periode pra-fenomenologi

b) Awal fenomenologi sebagai korelasi subjektif atas logika murni sebagai

tahapan usaha epistemologi yang terbatas.

4  Zubaedi, Filsafat Barat…, h. 125

5

Page 9: filsafat fenomenologi

c) Fenomenologi dianggap sebagai the firs philosophy.

d) Pengatasan idealisme.

Husserl mengajukan dua langkah yang harus ditempuh untuk mencapai

esensi fenomena, yaitu metode epoche dan eidetich vision. Kata epoche berasal

dari bahasa Yunani, yang berarti: “menunda keputusan” atau “mengosongkan diri

dari keyakinan tertentu”. Epoche bisa juga berarti tanda kurung (bracketing)

terhadap setiap keterangan yang diperoleh dari suatu fenomena yang nampak,

tanpa memberikan putusan benar salahnya terlebih dahulu. Fenomena yang tampil

dalam kesadaran adalah benar-benar natural tanpa dicampuri oleh presupposisi

pengamat. Untuk itu, Husserl menekankan satu hal penting: Penundaan

keputusan. Keputusan harus ditunda (epoche) atau dikurung dulu dalam kaitan

dengan status atau referensi ontologis atau eksistensial objek kesadaran. 

Selanjutnya, menurut Husserl, epoche memiliki empat macam, yaitu :

a) Method of historical bracketing; metode yang mengesampingkan aneka

macam teori dan pandangan yang pernah kita terima dalam kehidupan

sehari-hari, baik dari adapat, agama maupun ilmu pengetahuan.

b) Method of existensional bracketing; meninggalkan atau abstain terhadap

semua sikap keputusan atau sikap diam dan menunda.

c) Method of transcendental reduction; mengolah data yang kita sadari

menjadi gejala yang transcendental dalam kesadaran murni.

d) Method of eidetic reduction; mencari esensi fakta, semacam menjadikan

fakta-fakta tentang realitas menjadi esensi atau intisari realitas itu. 

Dengan menerapkan empat metode epoche tersebut seseorang akan sampai

pada hakikat fenomena dari realitas yang dia amati. 5

Husserl meninggal di Freiburg disaat ia menghindar dari penangkapannya

oleh pasukan Nazi karena ia adalah keturunan Yahudi. Keluarganya, pustaka, dan

semua manuskrip yang berjumlah 40.000 halaman dipindahkan dari jerman oleh

Franciskan Van Breda. Breda juga yang mendirikan badan arsip Husserl di

Louvain dimana karya Husserl dapat diperoleh oleh para peneliti sekarang. 6

5 Makmun Anshari, http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/05/mengenal-filsafat fenomenologi.html, akses 01-12-2012, 15.08 wib.

6 Jokosiswanto, Sistem-Sistem Filsafat Barat…, h. 99

6

Page 10: filsafat fenomenologi

2. Max Scheler

Max Scheler adalah seorang filsuf Jerman yang berpengaruh dalam

bidangfenomenologi, filsafat sosial, dan sosiologi pengetahuan.Ia berjasa dalam

menyebarluaskan fenomenologi Husserl. Scheler dilahirkan pada tahun 1874

diMuenchen. Ia menempuh studi di Muenchen, Berlin, Heidelberg,dan Jena.

Setelah itu, ia menjadi dosen di Jena dan Muenchen, di mana ia berkenalan

dengan fenomenologi Husserl. Pada tahun 1919, Scheler menjabat guru besar

di Koln. Kemudian ia meninggal dunia di Frankfurt pada tahun 1928.

Inti pemikiran filsafat Scheler adalah nilai. Ia mengatakan bahwa manusia

bertindak berdasarkan bukan berdasar kepuasan diri semata, Scheler menyatakan

bahwa nilai adalah hal yang dituju manusia. Jika ada orang yang mengejar

kenikmatan, maka hal itu bukan demi kepuasan perasaan, melainkan karena

kenikmatan dipandang sebagai suatu nilai. Nilai tidak bersifat relatif, melainkan

mutlak. Nilai bukan ide atau cita-cita, melainkan sesuatu yang kongkret, yang

hanya dapat dialami dengan jiwa yang bergetar dan dengan emosi. 7

Dari sini ia tidak puas denga etika Kant, karena hanya mengembalikan

seluruh etika kepada kewajiban. Adapun gejalanya tidak demikian, sebab bukan

hanya sekedar mengetahui kewajiban, lebih jauh juga harus diketahui apa

sesungguhnya yang harus dilakukan menurut kewajiban itu. 8

3. Martin Heidegger

Martin Heidegger lahir di Mebkirch, Jerman, 26 September 1889 –

meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun, adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia

belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas

fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928. Ia memengaruhi

banyak filsuf  lainnya. Selain hubungannya dengan fenomenologi, ia mempunyai

pengaruh yang besar terhadap eksistensialisme, dekonstruksi, hermeneutika dan

pasca-modernisme. Ia berusaha mengalihkan filsafat Barat dari pertanyaan-

pertanyaan metafisis dan epistemologis ke arah pertanyaan-pertanyaan ontologis,

7 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, 1983, Yogyakarta. h. 145-148.

8 Poejawijatna, Pembimbing Kearah…, h. 140

7

Page 11: filsafat fenomenologi

artinya, pertanyaan-pertanyaan menyangkut makna keberadaan, atau apa artinya

bagi manusia untuk berada.

Heidegger menjadi tertarik akan pertanyaan tentang "Ada" (atau apa

artinya "berada"). Karyanya yang terkenal Being and Time (Ada dan Waktu)

dicirikan sebagai sebuah ontologi fenomenologis. Gagasan tentang Ada berasal

dari Parmenides dan secara tradisional merupakan salah satu pemikiran utama dari

filsafat Barat. Persoalan tentang keberadaan dihidupkan kembali oleh Heidegger

setelah memudar karena pengaruh tradisi metafisika dari Plato hingga Descartes,

dan belakangan ini pada Masa Pencerahan. Heidegger berusaha mendasarkan Ada

di dalam waktu, dan dengan demikian menemukan hakikat atau makna yang

sesungguhnya dalam artian kemampuannya untuk kita pahami.

Upaya besar Heidegger adalah menangani kembali gagasan Plato dengan

serius, dan pada saat yang sama menggoyahkan seluruh dunia Platonis dengan

menantang saripati Platonisme - memperlakukan Ada bukan sebagai sesuatu yang

nirwaktu dan transenden, melainkan sebagai yang imanen (selalu hadir) dalam

waktu dan sejarah.

Heidegger memepertanyakan makna dari ada, apa maknanya bila sesuatu

entitas dikatakan ada? Pertanyaan ini adalah satu pertanyaan mendasar dalam

cakupan wilayah ontologi. Dalam pendekatannya Heidegger terpisah dari tradisi

Aristotelian dan Kantian yang mendekati pertanyaan itu dari sudut pandang

logika. Secara implisit mereka mengatakan bahwa pengetahuan teoritis mewakili

relasi mendasar antara individu dan ada di dunia sekitarnya (mencakup juga

dirinya sendiri).

Selanjutnya Heidegger menolak kategori subjek-ojek yang kerap

dikenakan oleh filsuf pasca Descartes. Sesuatu bermakna bagi kita hanya dalam

penggunaannya pada konteks tertentu yang telah ditetapkan oleh norma sosial. 9

C. Kelebihan dan kekurangan Filsafat Phenomenologik

9 http://id.wikipedia.org/wiki/Martin_Heidegger, akses 01-12-2012, 15.08 wib.

8

Page 12: filsafat fenomenologi

         Kelebihan filsafat phenomenoligik diantaranya dapat diuraikan sebagai

berikut :

1. Phenomenologik sebagai suatu metode keilmuan, dapat mendiskripsikan

penomena dengan apa adanya dengan tidak memanipulasi data, aneka

macam teori dan pandangan

2. Phenomenologik mengungkapkan ilmu pengetahuan atau kebenaran

dengan benar-benar yang objektif

3. Phenomenologik memandang objek kajian sebagai bulatan yang utuh

tidak terpisah dari objek lainnya

        Dengan demikian phenomenologik menuntut pendekatan yang holistik,

bukan pendekatan partial, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh mengenai

objek yang di amati, hal ini lah yang menjadi kelebihan filsafat ini sehingga

banyak dipakai oleh ilmuan-ilmuan dewasa ini terutama ilmuan sosial, dalam

berbagai kajian keilmuan mereka termasuk bidang kajian agama

        Dari berbagai kelebihan tersebut, phenomenologik sebenarnya juga tidak

luput dari berbagai kelemahan, seperti :

1. Tujuan phenomenologik untuk mendapatkan pengetahuan yang murni

objektif tanpa ada pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari

adat, agama ataupun ilmu pengetahuan, merupakan suatu yang absurd

2. Pengetahuan yang didapat tidak bebas nilai (value-free), tapi bermuatan

nilai (value-bound)

Dari kelebihan dan kekurangan tersebut maka kebenaran yang dihasilkan

cenderung subjektif, yang hanya berlaku pada kasus tertentu, situasi dan kondisi

tertentu pula serta dalam waktu tertentu. Dengan ungkapan lain pengetahuan dan

kebenaran yang dihasilkan tidak dapat digeneralisasikan.

BAB III

9

Page 13: filsafat fenomenologi

P E N U T U P

A.    Simpulan

Dari pembahasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa :

1. Phenomenologik merupakan suatu metode analisa juga sebagai aliran

filsafat, yang berusaha memahami realitas sebagaimana adanya dalam

kemurniannya

2. Epistemologi phenomenologi yang diperkanalkan oleh Husserl dengan

kajian berpusat pada analisis terhadap gejala yang nampak dalam

kesadaran manusia. Untuk melahirkan suatu teori tersebut maka

seseorang jangan berpedoman pada teori orang lain (bukan menguji teori

yang ada) tapi mengamati tanpa dasar apapun.

3. Dalam pemikiran phenomenologi seseorang yang mengamati terkait

langsung dengan perhatiannya, dan juga terkait pada konsep-konsep

yang telah dimilikinya sendiri (sangat relatif). Kebenaran logik, ethik

dan transendental (kebenaran di luar empirik inderawi) diterima oleh

fenomenologi. Metode ini banyak mempengaruhi segala cabang ilmu

filsafat.

B.     Saran-saran

      Adapun beberapa hal yang dapat saya sarankan yaitu :

1. Hendaknya setiap kita selalu menanamkan pemahaman yang realistis

terhadap aliran-aliran yang ada dalam filsafat sebagai wahana pengaya

pengetahuan tentang filsafat llmu

2. Kekurangan dari penyusunan dan penulisan ini hendaknya menjadi

pemacu bagi rekan mahasiswa yang lain untuk lebih membuka ide,

wawasan dan menggali lebih dalam akan makna filsafat itu yang

sesungguhnya.

                                                 DAFTAR PUSTAKA

10

Page 14: filsafat fenomenologi

Abdul Munin al-Hifni, al-Mausu’ah al-Falsafiyah, beirUt Libanon, Dar Ibn Zaidun, tt. Cet. ke I

Burhanuddin Salam, Logika Materiil (Filsafat Ilmu Pengetahuan), Jakarta, Renika Cipta

Dirjarkara, Percikan Filssafat, Jakarta PT. Pembangunan, tahun 1978.

Fuad Hasan, Pengantar Filsafat Barat, Jakarta, Pustaka Jaya, tahun 1996, cet. ke I

Hasan Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta, Kanisius, tahun 1993, cet. ke 9

http://id.wikipedia.org/wiki/Martin_Heidegger, akses 01-12-2012, 15.08 wib.

Http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/05/mengenal-filsafat fenomenologi.html, akses 01-12-2012, 15.08 wib

Koento Wibisono Siswoniharjo, Ilmu Pengantar Sebuah Sketsa Umum Untuk Mengenal Kalahiran dan Perkembangan Sebagai Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu Dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Leberty, 1996.

Lorens Bagus, Kamus Filsafat, 1996, Gramedia, Jakarta

Moh, Muslih, Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan., Yogyakarta,  Belukar, 2005

Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Reka Sarasin, tahun 1998.

Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, Jakarta, Pt, Pembangunan, 1974.

Sutrisno, et.al., Para Filusuf Penentu Gerak Zaman, Yogyakarta, Kanisius, 2005

Titus, Living Issnes In Philosophy (Persoalan-Persoalan Filsafat), alih bahasa oleh  M. Rasyidi, Jakarta, Bulan Bintang, 1984.

11