Filsafat Dan Statistika

35
BAB I PENDAHULUAN Perkembangan peradaban manusia jauh lebih cepat dibandingkan makhluk lainnya. Sejak dilahirkan manusia terus berkembang dan mengembangkan dirinya demi mencapai kenikmatan, kesenangan, kesejahteraan dan berbagai keindahan hidup lain, yang bisa jadi tidak pernah dinikmati oleh binatang atau makluk lain. Peradaban yang terus berkembang pada dasarnya didorong oleh hasrat manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Manusia selalu ingin mendapatkan lebih dari yang dimiliki. Hasrat ini, di satu sisi mendorong manusia untuk terus berusaha melakukan perubahan dan menemukan hal-hal baru, namun di sisi lain sering mendorong manusia terjerumus ke dalam “jurang yang tak berujung”. Peradaban manusia pada hakikatnya adalah hasil dari proses upaya manusia untuk menemukan sesuatu yang baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai upaya yang dilakukan manusia berbeda, karena tuntutan kebutuhan yang

Transcript of Filsafat Dan Statistika

BAB IPENDAHULUAN

Perkembangan peradaban manusia jauh lebih cepat dibandingkan makhluk

lainnya. Sejak dilahirkan manusia terus berkembang dan mengembangkan dirinya

demi mencapai kenikmatan, kesenangan, kesejahteraan dan berbagai keindahan

hidup lain, yang bisa jadi tidak pernah dinikmati oleh binatang atau makluk lain.

Peradaban yang terus berkembang pada dasarnya didorong oleh hasrat manusia yang

tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Manusia selalu ingin mendapatkan

lebih dari yang dimiliki. Hasrat ini, di satu sisi mendorong manusia untuk terus

berusaha melakukan perubahan dan menemukan hal-hal baru, namun di sisi lain

sering mendorong manusia terjerumus ke dalam “jurang yang tak berujung”.

Peradaban manusia pada hakikatnya adalah hasil dari proses upaya manusia

untuk menemukan sesuatu yang baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berbagai upaya yang dilakukan manusia berbeda, karena tuntutan kebutuhan yang

berbeda. Bisa juga perbedaan tersebut diakibatkan oleh cara dan proses yang

dilakukan antara satu manusia dengan manusia lainnya berbeda. Justru perbedaan

inilah yang menghasilkan dan memperkaya peradaban manusia tersebut.

Salah satu wujud peradaban manusia yang sangat cepat berkembang adalah

dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan pada bidang ini selain

mendorong dirinya untuk berkembang juga mendorong bidang lain untuk terus juga

ikut berkembang, seperti kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi dan

informasi yang sangat mengagumkan. Seperti halnya dengan bidang lain, bidang

inipun dalam perkembangannya beragam dan bervariasi. Keberagaman ini

disebabkan oleh banyak faktor diantaranya disebabkan oleh cara, proses, asal-usul,

dan hubungannya (epistemology) dengan manusia dalam mengembangkan ilmu dan

pengetahuan yang menjadi minat dan perhatiannya yang juga berbeda.

Wibisono (1999) mengibaratkan ilmu pengetahuan sebagai pohon yang

tumbuh mekar bercabang secara subur. Masing-masing cabang berkembang mandiri

mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu

pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang

pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru, bahkan kearah

ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi.

Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu

pengetahuan, dapat disinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan

manusia, baik individual maupun sosial, menjadi sangat menentukan. Karena itu

implikasi yang timbul, menurut Wibisono (1999), adalah bahwa ilmu yang satu

sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain, serta semakin kaburnya

garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya,

dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan

yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal

tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel Kant dalam Wibisono (1999)

yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan

batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat.

2

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara subtansi

maupun historis karena kelahiran ilmu tidak terlepas dari peranan filsafat, sebaliknya

perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Dalam masyarakat beragama,

ilmu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan karena sumber

ilmu yang hakiki adalah dari Tuhan, manusia hanya menemukan sumber itu dan

kemudian merekayasanya untuk dijadikan instrumen kehidupan. Manusia adalah

ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk yang lain

karena manusia diberikan daya berpikir. Daya pikir inilah yang menemukan teori-

teori ilmiah dan teknologi. Pada waktu bersamaan, daya pikir tersebut menjadi

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan manusia sebagai makhluk

Tuhan, sehingga dia tidak hanya bertangungjawab kepada sesama manusia, tetapi

juga kepada penciptanya.

Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi manusia yang mengakibatkan

penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan

pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan

dari sesuatu yang dikehendaki. Secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu: berpikir alamiah dan berpikir ilmiah. Berpikir alamiah, pola penalaran

yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berpikir

ilmiah, pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat.

Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka berpikir penelitian ilmiah. Untuk

melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya

sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan

cermat.

3

Statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan.

Metode keilmuan, sejauh apa yang menyangkut metode, sebenarnya tak lebih dari

apa yang dilakukan seseorang dalam mempergunakan pikirannya, tanpa ada sesuatu

pun yang membatasinya.

Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan

dalam bidang manajemen. Statistika diterapkan dalam penelitian pasar, penelitian

produksi, kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai,

kerangka percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing, pemilihan risiko dalam

pemberian kredit, dan masih banyak lagi.

Dari uraian diatas, statistika berkaitan dengan daya pikir manusia, terutama

dalam hal berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah berhubungan dengan keilmuan dan

teknologi yang dalam perkembangannya dibatasi oleh filsafat. Oleh karena itu,

penulisan makalah ini difokuskan pada perihal keterkaitan antara statistika dan

filsafat.

4

BAB IIPENGERTIAN-PENGERTIAN

A. Pengertian Filsafat

1. Filsafat Menurut Asal Katanya

Kita sering mendengar istilah filsafat. Ada yang mengartikan filsafat sebagai

ilmu, ada pula yang mengartikan filsafat sebagai pandangan hidup. Tidak jarang,

orang mengartikan filsafat sebagai kata-kata yang bernilai tinggi atau bahkan kata-

kata yang membingungkan. Mana yang benar dan sebenarnya apakah yang

dimaksud dengan filsafat itu?

Untuk mengetahui makna atau hakekat filsafat kita dapat mencarinya dari

asal kata filsafat itu sendiri. Filsafat berasal dari bentukan dua buah kata bahasa

Yunani, yakni philos dan sophia (Wiharto, 2007). Philos berati teman atau cinta dan

sophia berarti kebijaksanaan, pengetahuan atau hikmah. Menurut asal katanya,

dengan demikian filsafat dapat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan atau bentuk

cinta kepada kebijaksanaan, atau bisa juga berarti teman kebijaksanaan atau induk

dari segala ilmu pengetahuan (mother scientiarum).

Menurut Wiharto (2007), seorang yang bijaksana adalah seorang yang sudah

mengetahui hakekat segala sesuatu. Seorang yang bijaksana bukan hanya sekedar

tahu tetapi sudah memahami apa yang diketahuinya tersebut. Seseorang yang telah

memahami sesuatu akan mendapatkan kemudahan dalam menerapkan apa yang

diketahuinya tersebut, juga dalam melakukan analisis, sintesis maupun evaluasi

terhadap apa yang diketahui dan hal-hal yang berhubungan dengan hal-hal yang

diketahuinya tersebut.

2. Filsafat Menurut Beberapa Ahli

Phytagoras (572 - 497 SM) ditahbiskan sebagai orang pertama yang memakai

kata philosopia yang berarti pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom). Pengetahuan

yang diperoleh oleh seorang ahli filsafat adalah pengetahuan yang luhur sesuai

dengan pendapat Plato (427 SM) dalam Wiharto (2007) yang menyatakan bahwa

filsafat adalah kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan pengetahuan yang luhur

atau kebenaran yang hakiki. Pengetahuan yang didapatkan ahli filsafat dipandang

bernilai tinggi dan agung sehingga mempunyai banyak penganut. Pengetahuan yang

diperoleh ahli filsafat seringkali menjadi sebuah isme, bahkan dianggap suci

layaknya ayat-ayat yang diturunkan dari Tuhan dan melahirkan sebuah agama.

Taoisme, misalnya, adalah contoh sebuah pengetahuan yang dianggap luhur,

agung bahkan suci oleh para penganutnya. Taoisme adalah ajaran yang disampaikan

oleh Lao Tse (550 SM), sebagai sebuah ”jalan” Tao adalah ”jalan alam” bukan

sekedar ”jalan manusia”. Tao adalah kenyataan obyektif, substansi abadi yang

bersifat tunggal, mutlak dan tidak ternamai. Janganlah seseorang bergulat melawan

alam melainkan harus bekerja sama, seperti air yang mengalir ke tempat yang lebih

rendah, tidak melawan, namun dapat menghancurkan karang yang sangat kokoh.

Semua yang ada di jagat raya telah memiliki jalannya sendiri-sendiri.

Manusia yang merupakan bagian mikrokosmis seyogyanya mengikuti jalan alam,

tidak perlu mencampuri atau mengintervensi jalannya hukum alam. Sikap yang tidak

mencampuri inilah yang disebut Wu Wei. Ajaran Tao bersifat metafisika dan

puncaknya adalah kesadaran bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang Tao yang dalam

istilah lain disebut sebagai docta ignorantia (ketidaktahuan dalam berilmu).

6

Taoisme yang digambarkan oleh Lao Tze berupaya mengungkapkan suatu

kebenaran, oleh karenanya, Aristoteles (384 SM) mengartikan filsafat sebagai ilmu

tentang kebenaran. Para ahli filsafat memang selalu berupaya mendapatkan

kebenaran tentang segala sesuatu (Wiharto, 2007). Apa yang dilakukan oleh

Sidharta Gautama tidak jauh berbeda dengan Lao Tze.

Sidharta Gautama adalah adalah putera raja Suddhodana yang selalu hidup

dalam kemewahan dan kebahagiaan, namun di sudut hatinya selalu memikirkan

hukum alam, bagaimana cara mengatasi hukum alam, dan masalah-masalah manusia.

Dalam mencari kebenaran tas semuanya itu, Sidharta sampai kepada kesimpulan

tentang ajaran Catvari Arya Satyani (Fourth Noble Truth atau empat kebenaran

mulia). Ajaran Sidharta tentang empat kebenaran mulia dimaksud adalah:

1. Adanya penderitaan (Dukkha) terjadi pada semua orang. Kelahiran, sakit, usia

tua dan kematian adalah penderitaan. Penderitaan tidak hanya bersifat fisik,

melainkan juga mental. Kebahagiaan tidaklah kekal, karena ketika kebahagiaan

dalam hidup meninggalkan kita maka penderitaan pasti muncul.

2. Sebab penderitaan adalah nafsu atau kemelekatan. Orang hidup dalam lautan

penderitaan karena tidak mengetahui karma, tidak peduli dan rakus mengejar

kesenangan duniawi.

3. Akhir penderitaan dilakukan dengan memutuskan nafsu, kebodohan,

ketidakpedulian dan kerakusan sehingga semuanya hilang (nirvana atau

nibbana).

7

4. Cara mengatasi penderitaan adalah dengan jalan tengah, jalan mulia berunsur

delapan atau delapan jalan kebenaran. Delapan jalan kebenaran tersebut adalah

pandangan yang benar, pikiran yang benar, perkataan yang benar, perbuatan yang

benar, mata pencaharian yang benar, usaha yang benar, kesadaran yang benar dan

konsentrasi yang benar

Ahli filsafat lain sebagaimana ditulis oleh Ibrahim (2008), seperti Al-Farabi

(870 - 950 M) misalnya, mengartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang alam

maujud dan hakekat alam yang sebenarnya. Kemudian, Descartes (1590 - 1650 M)

mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam dan

manusia. Adapun definisi filsafat menurut Immanuel Kant (1724 - 1804 M) adalah

ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan.

Menurutnya, ada empat hal yang dikaji dalam filsafat, yakni apa yang dapat manusia

ketahui? (metafisika); apa yang seharusnya diketahui manusia? (etika); sampai

dimana harapan manusia? (agama); dan apakah menusia itu? (antropologi).

Walau bagaimanapun, semua definisi tersebut tidak dapat menampilkan

pengertian yang sempurna karena setiap orang selalu berbeda cara dan gaya dalam

mendefinisikan suatu masalah. Definisi tersebut tidak akan menyesatkan selama

dipandang sebagai cara pengenalan awal untuk mencapai kesempurnaan lebih lanjut.

Dengan demikian, filsafat merupakan ilmu yang mempelajari dengan

sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu. Dengan bantuan filsafat,

manusia berusaha menangkap makna, hakekat, hikmah dari setiap pemikiran, realitas

dan kejadian. Filsafat mengantarkan manusia untuk lebih jernih, mendasar dan

bijaksana dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil kesimpulan.

8

B. Pengertian Ilmu Pengetahuan

Dalam Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai

kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Pengetahuan adalah apa

yang diketahui atau hasil pekerjaan mengetahui, sehingga menjadi kenal, sadar,

insaf, mengerti, benar dan pandai (Ibrahim, 2008).

Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan pengetahuan

melainkan kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil suatu proses

atau pengalaman yang sadar, dan merupakan terminologi generik yang mencakup

seluruh hal yang diketahui manusia. Dengan demikian, pengetahuan adalah

kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan dan intuisi

yang mampu menangkap alam dan kehidupannya, serta mengabstraksikannya untuk

mencapai suatu tujuan.

Dalam hal ini, tujuan manusia mempunyai pengetahuan adalah:

1. Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup.

2. Mengambangkan arti kehidupan.

3. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.

4. Mencapai tujuan hidup.

Adapun jenis pengetahuan sebagaimana ditulis oleh Ibrahim (2008) terdiri

dari:

1. Pengetahuan biasa (common sense), yang digunakan terutama untuk kehidupan

sehari-hari, tanpa mengetahui seluk-beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-

luasnya.

9

2. Pengetahuan ilmiah atau ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh secara khusus,

bukan hanya untuk digunakan saja namun ingin mengetahui lebih dalam dan luas

mengenai kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.

3. Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga

yang dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai diluar dan

diatas pengalaman biasa.

4. Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan melalui

para utusan-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para

pemeluk agama.

Menurut Freedman dalam Gie (1999), pengetahuan ilmiah atau ilmu adalah

pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis. Ilmu merupakan bentuk aktivitas

manusia yang dengan melalukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan

dan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan

di kemudian hari. Adapun Hornby dalam Ibrahim (1999) mengartikan ilmu sebagai

susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan

percobaan dari fakta-fakta.

Ilmu pada dasarnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan

mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan

dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan berbagai metode.

Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara obyektif bertujuan untuk

menggambarkan dan memberi makna terhadap gejala dan fakta melalui observasi

eksperimen dan klasifikasi.

10

C. Pengertian Statistika

Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan,

mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi dan mempresentasikan data.

Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data. Istilah statistika

(statistics) berbeda dengan statistik (statistic). Statistika merupakan ilmu yang

berkenaan dengan data, sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan

algoritma statistika pada suatu data. Dari kumpulan data, statistika dapat digunakan

untuk menyimpulkan atau mendeskripsikan data; ini dinamakan statistika deskriptif.

Sebagian besar konsep dasar statistika mengasumsikan teori probabilitas. Beberapa

istilah statistika antara lain populasi, sampel, unit sampel dan probabilitas.

Statistika banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu

alam (misalnya astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial, termasuk sosiologi

dan psikologi, maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan industri). Statistika juga

digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai macam tujuan; sensus penduduk

merupakan salah satu prosedur yang paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya yang

sekarang popular adalah prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya dilakukan

sebelum pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau

quick count. Di bidang komputasi, statistika dapat pula diterapkan dalam pengenalan

pola maupun kecerdasan buatan.

Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan

(data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif), maupun yang tidak berwujud

angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan besar bagi suatu

negara. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi

11

pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) saja.

Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik, daftar informasi,

angka-angka, dan/atau informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu

pengumpulan, analisis, dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.

Abraham Demoitre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan

(theory of error). Pada tahun 1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat

sesuatu distribusi yang berlanjut dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang

cukup banyak.

Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan mengembangkan konsep

regresi, korelasi, distribusi, chi-kuadrat, dan analisis statistika untuk data kualitatif

Pearson menulis buku The Grammar of Science sebuah karya klasik dalam filsafat

ilmu. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survei maupun eksperimen, dilakukan

lebih cermat dan teliti dengan mempergunakan teknik-teknik statistika yang

diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan.

Tujuan dari pengumpulan data statistik dapat dibagi ke dalam dua golongan

besar, yang secara kasar dapat dirumuskan sebagai tujuan kegiatan praktis dan

kegiatan keilmuan. Perbedaan yang penting dari kedua kegiatan ini dibentuk oleh

kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis hakikat alternatif yang sedang

dipertimbangkan telah diketahui, paling tidak secara prinsip, di mana konsekuensi

dalam memilih salah satu dari alternatif tersebut dapat dievaluasi berdasarkan

serangkaian perkembangan yang akan terjadi. Di pihak lain, kegiatan statistika

dalam bidang keilmuan diterapkan pada pengambilan suatu keputusan yang

konsekuensinya sama sekali belum diketahui.

12

Pengambilan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah

permasalahan mengenai banyaknya kasus yang kita hadapi. Dalam hal ini statistika

memberikan jalan keluar untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum

dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika

mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik

tersebut, yakni makin besar contoh yang diambil, maka makin tinggi pula tingkat

ketelitian kesimpulan tersebut.

13

BAB IIIFILSAFAT DAN STATISTIKA

Louis O. Katsoff dalam bukunya ”Elements of Philosophy” (Susanto, 1976)

menyatakan bahwa kegiatan filsafat merupakan perenungan, yaitu suatu jenis

pemikiran yang meliputi kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan

pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan gagasan yang lainnya,

menanyakan ”mengapa” mencari jawaban yang lebih baik ketimbang jawaban pada

pandangan mata. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keutuhan,

dan keadaan memadainya pengetahuan agar dapat diperoleh pemahaman. Tujuan

filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan

kritik dan menilai pengetahuan ini. Menemukan hakekatnya, dan menerbitkan serta

mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematik. Filsafat membawa kepada

pemahaman, dan pemahaman membawa kepada tindakan yang lebih layak. Tiga

bidang kajian filsafat ilmu adalah epistemologis, ontologis, dan oksiologis. Ketiga

bidang filsafat ini merupakan pilar utama bangunan filsafat.

1. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan

batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian

terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada dasarnya adalah cara

bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh dalam prosesnya

menggunakan metode ilmiah. Metode adalah tata cara dari suatu kegiatan

berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematis dan logis.

2. Ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi

sifat fenomena yang ingin diketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi

terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial.

3. Aksiologis adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika,

estetika atau agama.

Ilmu bersifat pasteriori dimana kesimpulan ditarik setelah melakukan

pengujian secara berulang, sedangkan filsafat bersifat priori dimana kesimpulan

ditarik tanpa pengujian tetapi melalui pemikian dan perenungan. Meskipun berbeda,

namun pada dasarnya keduanya sama-sama menggunakan aktivitas berfikir,

walaupun cara berfikirnya tidak sama. Keduanya juga sama-sama mencari

kebenaran. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat itu sendiri, tetapi

hanya dapat dibuktikan oleh teori keilmuan melalui observasi atau eksperimen untuk

mendapatkan justifikasi. Oleh karenanya, filsafat dapat merangsang lahirnya

keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang

melahirkan ilmu-ilmu. Hasil kerja filosofis dapat menjadi pembuka bagi lahirnya

suatu ilmu, oleh karena itu filsafat disebut juga sebagai induk ilmu (mother of

science). Untuk kepentingan perkembangan ilmu, timbul disiplin filsafat yang

mengkaji ilmu pengetahuan yang dikenal sebagai filsafat ilmu pengetahuan.

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang

secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Menurut Gie (1999),

filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan

mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan

segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang

15

pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada

hubungan timbal-balik  dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu. Sehubungan

dengan pendapat tersebut bahwa  filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan

filsafat pengetahuan, maka oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti

perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama.

Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.

Hal ini senada dengan ungkapan dari Bahm (1980) dalam Wibisono (1999) bahwa

ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.

Telah dikemukakan diatas bahwa pada dasarnya ilmu dan filsafat

menggunakan aktivitas berpikir untuk mencari kebenaran. Dalam hal pembuktian

daripada kebenaran tersebut, salah satu bidang ilmu yang digunakan adalah

statitistika. Statistika digunakan untuk menggambarkan suatu persoalan dalam suatu

bidang keilmuan. Maka, dengan menggunakan prinsip statistika masalah keilmuan

dapat diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikan dengan sederhana melalui

pengujian statistika dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual.

Dengan melakukan pengujian melalui prosedur pengumpulan fakta yang relevan

dengan rumusan hipotesis yang terkandung fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu

diterima keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya.

Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam

mendiskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan maupun

pengukuran. Dengan statistika kita dapat melakukakn pengujian dalam bidang

keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan dapat diselesaikan

secara faktual.

16

Pengujian statistika adalah konsekuensi pengujian secara empiris. Karena

pengujian statistika adalah suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan

rumusan hipotesis. Artinya, jika hipotesis terdukung oleh fakta-fakta empiris, maka

hipotesis itu diterima sebagai kebenaran. Sebaliknya, jika bertentangan hipotesis itu

ditolak”. ...Maka, pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mencapai

simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan

demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika induktif.

Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat kesulitan

dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada asas yang

sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi pula tingkat

kesulitan kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil maka

makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk

dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan

hakikat permasalahan yang dihadapi. ...Selain itu, statistika juga memberikan

kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara

dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu

hubungan yang bersifat empiris. Selain itu, Jujun S. Suriasumantri juga mengatakan

bahwa pengujian statistik mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang

bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin

mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat, maka nilai

tinggi rata-rata yang dimaksud merupakan sebuah kesimpulan umum yang ditarik

dalam kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu. Dalam hal ini kita menarik

kesimpulan berdasarkan logika induktif.

17

Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari

kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti yang diambil

makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Demikian sebaliknya,

makin sedikit bahan bukti yang mendukungnya semakin rendah tingkat kesulitannya.

Memverifikasi adalah membuktikan bahwa hipotesis ini adalah dalil yang

sebenarnya. Ini juga mencakup generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil

umum, sehingga hipotesis tersebut menjadi suatu teori.

Untuk itu, statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif.

Bagaimana seseorang dapat melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik?

Memang betul tidak semua masalah membutuhkan analisis statistik, namun hal ini

bukan berarti, bahwa kita tidak perduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling

kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah.

18

BAB IVPENUTUP

Dari uraian yang dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Filsafat dan ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yang sama-

sama menggunakan aktivitas berpikir untuk mencari kebenaran.

2. Dalam upaya pembuktian kebenaran, salah satu bidang ilmu yang digunakan

adalah statitistika.

3. Statistika merupakan bagian dari metode keilmuan yang dipergunakan dalam

mendeskripsikan gejala dalam bentuk angka-angka, baik melalui hitungan

maupun pengukuran. Dengan statistika dapat dilakukan pengujian dalam bidang

keilmuan sehingga banyak masalah dan pernyataan keilmuan dapat diselesaikan

secara faktual.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, S., 2008. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Sekolah Farmasi ITB, Bandung.

Gie, T.L., 1999. Pengantar Filsafat Ilmu. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Susanto, A.S., 1976. Filsafat Komunikasi. Penerbit Binacipta, Bandung.

Wibisono, K., 1999. Ilmu Pengetahuan Sebagai Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu. Makalah. Ditjen Depdikbud. Jakarta.

Wiharto, M., 2007. Pengertian dan Perenungan Kefilsafatan. Pengantar Filsafat. Universitas Indonusa Esa Tunggal, Jakarta.

HUBUNGAN FILSAFAT DAN STATISTIKA

Disusun Oleh:

SYARIFAH NUR SAFIAHNIM. A2A210032

Makalah disusun dalam rangka tugas mata kuliah Filsafat Ilmu (MPIPS-501)

Dosen: Prof. Dr. Wahyu, MS

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIALPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARMASIN

2010

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-

Nya, sehingga makalah yang berjudul Hubungan Filsafat dan Statistika ini dapat

diselesaikan.

Bersama ini disampaikan ungkapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam penulisan makalah ini, khususnya

kepada Bapak Prof. Dr. Wahyu, MS selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat

Ilmu.

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi

yang memerlukannya.

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................... 1

BAB II. PENGERTIAN-PENGERTIAN................................................ 5

A. Pengertian Filsafat............................................................... 5

B. Pengertian Ilmu Pengetahuan............................................... 9

C. Pengertian Statistika............................................................. 11

BAB III. FILSAFAT DAN STATISTIKA............................................... 14

BAB IV. PENUTUP................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 20