file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar...

23
X KARAKTER INTI SUFISTIK Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu (=bunuhlah nafsumu). Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. 2/Al-Baqarah: 54) A. KARAKTER-KARAKTER SUFISTIK Abu Nashr al-Siraj al-Tusi dalam Al-Luma` fit Tashawwuf (Simuh, 1996: 49-71) mengetengahkan tujuh maqom suluk, yakni taubat, faqir, zuhud, waro`, tawakkal, sabar, dan ridho. Ada juga Sufi yang menilai penting maqom qona`ah, `uzlah, mulazimatu dzikr, dan muroqobah, di samping maqom-maqom yang telah disebutkan. Ada juga yang memasukkan maqom faqir ke dalam maqom taubat, Para Sufi mengurutkan maqom-nya secara berbeda-beda. Nicholson (1998: 30-37) memberikan penjelasan maqomat taubat hingga faqir dari beberapa sufi terkenal. Ketujuh maqom ini merupakan station-station penyucian hati, sehingga hati benar-benar bening dan tidak terkotori setetes pun oleh dunia. Al- Ghazali menegaskan, setiap sufi yang ingin mendapatkan penghayatan ma`rifat harus sanggup membelakangi dunia secara keseluruhan (Simuh, 1996: 51). Oleh karena itulah perjalanan pertamanya adalah taubat dan puncaknya adalah ridho. Pada maqom puncak inilah hati akan terbebas dari segala ikatan dunia, dan yang diingat hanya Allâh semata. 1. Maqom utama dan pertama, taubat Makna taubat dalam tasawuf berbeda dengan makna taubat dalam syari`at; atau berbeda antara taubatnya orang khowas (orang khusus yang berupaya mendekati Tuhan sedekat-dekatnya) dengan taubatnya orang-orang awam. Kata Dzunun al-Misri (Simuh, 1996: 51) taubatnya

Transcript of file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar...

Page 1: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

XKARAKTER INTI SUFISTIK

Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah

dirimu (=bunuhlah nafsumu). Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima

taubatmu. Sesungguhnya Dialah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. 2/Al-Baqarah: 54)

A. KARAKTER-KARAKTER SUFISTIK

Abu Nashr al-Siraj al-Tusi dalam Al-Luma` fit Tashawwuf (Simuh, 1996: 49-71) mengetengahkan tujuh maqom suluk, yakni taubat, faqir, zuhud, waro`, tawakkal, sabar, dan ridho. Ada juga Sufi yang menilai penting maqom qona`ah, `uzlah, mulazimatu dzikr, dan muroqobah, di samping maqom-maqom yang telah disebutkan. Ada juga yang memasukkan maqom faqir ke dalam maqom taubat, Para Sufi mengurutkan maqom-nya secara berbeda-beda. Nicholson (1998: 30-37) memberikan penjelasan maqomat taubat hingga faqir dari beberapa sufi terkenal. Ketujuh maqom ini merupakan station-station penyucian hati, sehingga hati benar-benar bening dan tidak terkotori setetes pun oleh dunia. Al-Ghazali menegaskan, setiap sufi yang ingin mendapatkan penghayatan ma`rifat harus sanggup membelakangi dunia secara keseluruhan (Simuh, 1996: 51). Oleh karena itulah perjalanan pertamanya adalah taubat dan puncaknya adalah ridho. Pada maqom puncak inilah hati akan terbebas dari segala ikatan dunia, dan yang diingat hanya Allâh semata.

1. Maqom utama dan pertama, taubatMakna taubat dalam tasawuf berbeda dengan makna taubat dalam syari`at; atau berbeda antara

taubatnya orang khowas (orang khusus yang berupaya mendekati Tuhan sedekat-dekatnya) dengan taubatnya orang-orang awam. Kata Dzunun al-Misri (Simuh, 1996: 51) taubatnya orang awam adalah taubat dari dosa-dosa besar, dosa kecil yang dilakukan secara terus-menerus, dan karena meninggalkan kewajiban; sedangkan taubatnya orang khowas adalah taubat dari ghoflah (lalai dari mengingat Tuhan).

Al-Hujwiri(Nicholson, 1998: 31-32) mengatakan:

Orang yang bertaubat adalah pencinta Tuhan. Pencinta Tuhan adalah selalu ingat pada Tuhan. Maka ingat pada Tuhan berarti salah bila masih ingat akan dosanya. Karena ingat pada dosa itu adalah tabir penyekat antara Tuhan dengan pengingat Tuhan. Kesadaran akan keberadaan dirinya itu termasuk dosa, bahkan dosa yang paling besar dari segala dosa-dosa. Melupakan dosa dengan demikian harus melupakan keberadaan dirinya.

Jadi, taubat orang khowas adalah taubat dari ghoflah dan dari keberadaan dirinya yang dirasa wujud. Jika sudah mencapai taubat level ini maka taubatnya itu semata-mata anugerah Tuhan, bukan dari manusia kepada Tuhan (Al-Hujwiri, dalamNicholson, 1998: 31).

2. Maqom puncak, ridho

Page 2: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

Maqom ini merupakan salah satu buah (hasil) dari mencintai Allâh. Ridho adalah menerima apa saja (yang dirasakan baik atau buruk oleh nafsu). Segala yang telah dan sedang dialami itulah yang terbaik baginya, tidak ada yang lebih baik dari pada itu (yang sudah dan sedang dialami). Maqom ini merupakan derajat tertinggi dari orang-orang yang didekatkan kepada Allâh (al-muqorrobin). Maqom ini dan orang yang telah mencapai maqon ini hanya diketahui oleh orang-orang yang telah dianugerahi Ilmu Ta`wil oleh Allâh, tidak diketahui oleh kebanyakan orang. (Al-Ghazali, 1989: 547). Jadi segala derita dan cobaan dari Tuhan ditanggapinya sebagai rahmat dan kenikmatan dari Tuhan. Artinya, Tuhan memperhatikannya lewat teguran dan cobaan tadi. (Simuh, 1996: 69).

3. Maqom-maqom lainnya Maqom-maqom lainnya di antara maqom pertama dan terakhir urutannya berbeda-beda. Tapi

nama-nama maqom-nya relatif sama, yakni: faqir, zuhud, waro`, tawakkal, dan sabar.a. Faqir, yakni mengosongkan pikiran dan harapan dari dunia masa kini maupun dunia masa depan,

dan tidak mengharapkan apa pun kecuali Tuhan Sang Penguasa masa kini dan masa depan. (Nicholson, 1998: 31). Untuk lebih jelasnya makna faqir, Simuh (1996: 61-62) merinci rumusan al-faqir dari beberapa sufi sebagai berikut:

Jalan menuju Allâh itu lebih banyak daripada jumlah bilangan bintang di langit, tidak ada yang ketinggalan daripadanya terkecuali satu jalan saja, yaitu al-faqir, itulah yang paling lurus dari segala jalan (Al-Muzayin); Sifat orang faqir itu diam saja waktu tak punya apa-apa, dan tidak membutuhkan ketika punya apa-apa (al-Nuri); Alamat seorang hamba akan mendapat murka Tuhan adalah takut faqir (Dzunnun al-Misri);

Faqir adalah orang yang tidak membutuhkan sesuatu apa pun selain Allâh (Syibli); Faqir yang sesungguhnya adalah tidak memiliki sesuatu dan hatinya juga tidak menginginkan sesuatu (Abu Bakar al-Misri).

b. Zuhud. Dalam Risalah Al-Qusyairi (Simuh, 1996: 54-56) disebutkan, jika waro` sebatas menjauhi yang syubhat dan hanya memilih yang halal, maka zuhud adalah tidak mengutamakan kesenangan dunia walau halal dan lebih mengejar kelezatan ber-mujâhadah . Dalam prakteknya para zahid memilih yang serba sederhana, menjauhi yang mewah walau halal.

c. Waro`. Waro` adalah meniggalkan segala hal yang syubhat, terlebih-lebih yang haram. Tetapi dalam tasawuf dibedakan dua jenis waro`, yang lahir dan batin. Waro` lahir adalah meninggalkan segala pangan, pakaian, papan, dan sebagainya (termasuk cara pencariannya) dari yang syubhat, terlebih-lebih lagi dari yang haram. Jadi hanya memilih yang benar-benar halal. Adapun waro` batin adalah apa pun yang dijalankan hanya ibadah semata, yakni agar tidak masuk ke dalam hati selain Allâh semata.

d. Tawakkal. Perintah tawakkal dikemukakan dalam Qs. 33/Al-Ahzab ayat 3: dan bertawakkallâh kepada Allâh;. dan cukuplah Allâh sebagai Pemelihara. Kemudian janji Allâh yang akan memberikan kecukupan kepada orang yang tawakkal: Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allâh niscaya Allâh akan mencukupkan (keperluan)- nya. (Qs. 65/Ath-Thalaq: 3).

Page 3: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

Kata tawakkal diambil dari kata wikalah, artinya menyerahkan atau mewakilkan. Bila suatu urusan diwakilkan orang yang kita percayai, maka kita menyerahkan sepenuhnya urusan itu untuk diselesaikan oleh orang yang kita percayai itu. (Al-Ghazali, 1989: 319). Demikianlah tawakkal adalah menyerahkan atau mewakilkan urusan hidup kita kepada Allâh semata.

Dalam Risalah Qusyairiyah dsebutkan, permulaan dari maqom tawakkal adalah seorang hamba di depan Allâh Yang Maha Kuasa laksana mayat yang disucikan oleh orang yang berhak memandikannya, dibolak-balikan sekehendaknya tanpa bergerak dan ikhtiar. Jadi dengan tawakkal itu hamba berserah diri pada jaminan pemeliharaan Allâh sepenuhnya. Simuh mengkritik model tawakkal demikian sebagai ajaran jabbariyah mutlak. Seharusnya tawakkal dilakukan setelah segala daya upaya dan ikhtiar dijalankan. Jadi, yang ditawakkalkan atau digantungkan pada rahmat pertolongan Allâh adalah hasil usahanya sesudah segala ikhtiar dilakukannya, yakni tawakkal yang dilandasi oleh aktif kerja keras. (Simuh, 1996: 66-67).

e. Sabar. Ibnu `Atho mengungkapkan, sabar adalah menerima segala bencana dengan laku sopan atau rela. Dalam Islam sabar merupakan watak terpuji. Mengendalikan diri untuk mengamalkan laku ini (sabar) merupakan tiang bagi akhlak mulia (Simuh, 1996: 64-65).

Perintah bersabar antara lain dalam Qs. 2/Al-Baqarah ayat 153:

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allâh) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allâh beserta orang-orang yang sabar.

Kemudian dalam surat yang sama ayat 177-nya disebutkan, bahwa orang yang berbuat al-birr (kebajikan) adalah mereka yang: (1) beriman kepada Allâh, hari kemudian, malaikat-malaikat, nabi-nabi, (2) memberi harta yang dicintainya kepada kerabatnya, Anak yatim, orang-orang miskin, musafir, peminta-minta, dan yang memerdekakan hamba sahaya, (3) mendirikan shalat, (4) menunaikan zakat, (5) menepati janji apabila berjanji, dan (6) orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (îmannya) dan yang bertakwa.

B. TAUBAT SEBAGAI MAQOM PERTAMA DAN UTAMA1. Ayat-ayat Al-Quran dan Hadits tentang TaubatAllah SWT menegaskan bahwa manusia itu zalim dan bodoh (zhaluman jahula) karena mau-

maunya menerima ‘amanat’ (agama), padahal amanat ini ditolak oleh langit, bumi dan gunung-gunung. Kemudian Allah pun menegaskan bahwa manusia itu cenderung berkarakter buruk: menolak Rasul, lebih menyukai agama yang ditanamkan oleh kedua orang tua, beragama mengikuti masyarakat mayoritas atau mengikuti tokoh idola, bahkan lebih menyukai beragama menurut persangkaannya sendiri. Manusia pun akan senang jika memperoleh ni`mat pemberian Tuhan dan akan berkeluh kesah jika kesusahan menimpanya. Manusia cenderung mengikuti nafsu dan syahwatnya yang rendah dan lebih meneladani iblis dan syetan. Nabi Muhammad SAW pun memperkuat pandangan Al-Quran tentang karakter manusia ini dengan menyatakan: Al-insanu mahalul khotho wan nisiyan =Manusia itu makhluk pelupa dan tukang berbuat salah.

Karena kasih-sayangNya kepada manusia, Allah lalu membuka pintu taubat dengan seluas-luasnya. Allah bahkan menegaskan bahwa DiriNya mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan dirinya. Ayat-ayat Al-Quran tentang taubat sangat banyak. Bacalah ayat-ayat berikut, mudah-mudahan mendapat petunjuk:

Page 4: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim.Lalu keduanya digelincirkan oleh syetan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (Qs. 2/Al-Baqarah: 35-38)

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sebagai sesembahanmu);maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu (=bunuhlah nafsumu). hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; Maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Qs. 2/Al-Baqarah: 54)

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah dari kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. 2/Al-Baqarah: 127-129)

Page 5: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati,Kecuali mereka yang telah bertaubat dan mengadakan perbaikandan menerangkan (kebenaran), Maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. 2/Al-Baqarah: 159-160)

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Qs. 2/Al-Baqarah: 222)

Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji (melakukan hubungan sex sejenis di antara 2 wanita), hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang dengan jelas menyaksikan hubungan sex sejenis itu). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya (dikurung dalam rumah seumur hidupnya), atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.

Dan (demikian juga) terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu (melakukan hubungan sex sejenis di antara 2 laki-laki), Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. 4/An-Nisa: 15-16)

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera (ketika masih hidup di dunia), maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang!" dan tidak (pula diterima taubat dari) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. (Qs. 4/An-Nisa: 17-18)

Page 6: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. 4/An-Nisa: 64)

Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman (bagi) jiwa mereka; dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.Tidaklah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima sedekah dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? (Qs. 9/At-Taubat: 104)

Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka,Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (yang dirasakan) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan (hanya dengan meninta pertolongan) kepada-Nya saja,kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. 9/At-Taubat: 117-118)

Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan Penerima taubat lagi Maha Bijaksana (niscaya kamu akan merugi). (Qs. 24/an-Nur: 10)

Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan, (Qs. 42/Asy-Syu`ara: 25)

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa; dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah pula menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya;dan bertakwalah kepada Allah,sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. 49/Al-Hujurat: 12)

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang sungguh-sungguh). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan

Page 7: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan Kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Qs. 66/At-Tahrim: 8)

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan; dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong; maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (Qs. 110/An-Nashr: 1-3)

Adapun hadits-hadits taubat dan ber-istighfar sebagai berikut:o Penyesalan adalah suatu taubat. (HR Abu Dawud &Al Hakim)o Iblis berkata kepada Tuhan: "Dengan keagungan dan kebesaranMu, aku tidak akan berhenti

menyesatkan bani Adam selama mereka masihbernyawa." Lalu Allah menjawab: "Dengan keagungan dan kebesaranKu, Aku tidak akan berhenti mengampuni mereka selama mereka beristighfar". (HRAhmad)

o Semua Bani Adam adalah pembuat kesalahan, dan sebaik-baik pembuat kesalahan adalah bertaubat. (HR Ad-Darami)

o Sesungguhnya Allah menyukai seorang hamba mukmin yang terjerumus dosa tetapi bertaubat. (HR. Ahmad)

o Tidak menjadi dosa besar sebuah dosa bila disertai dengan istighfar dan bukan dosa kecil lagi suatu perbuatan bila dilakukan terus menerus. (HR. Ath-Thabrani)

o Barangsiapa memperbanyak istighfar maka Allah akan membebaskannya dari kedukaan dan memberinya jalan ke luar bagi kesempitannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duganya. (HR Abu Dawud)(Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih)

2. Mengapa Taubat?Taubat adalah kembali kepada Tuhan setelah melakukan dosa-dosa dan kesalahan.

Orang umum biasanya menghubungkan taubat dengan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan berikut:a. Melakukan dosa-dosa besar, yang dikenal pada masyarakat Jawa dengan malima (5-M),

yakni: maling (mencuri, termasuk korupsi), mabok (mengkonsumsi minuman keras dan narkoba), maen (berjudi), madon (berzina), mateni (membunuh), termasuk melakukan dosa-dosa kecil yang dilakukan secara terus-menerus.

b. Meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat, meninggalkan puasa Ramadhan, dan meninggalkan ibadah-ibadah mahdhoh lainnya.

c. Durhaka kepada kedua orang tua, memakan makanan yang haram dan yang syubhat, menipu, memfitnah, berdusta, ingkar janji, khianat, dan menjadi saksi palsu.

Jika dosa-dosa dan kesalahan itu sebatas a-c ini, maka hanya orang-orang yang tidak taat beragama saja yang mungkin melakukannya. Padahal kita tahu para Nabi, para Rasul,

Page 8: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

dan orang-orang beriman paling banyak taubatnya.Dosa paling besar dan tidak ada ampunanNya dari Allah justru adalah dosa syirik:

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Qs. 31/Luqman: 13)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Qs. 4/An-Nisa: 48)

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu selain Allah) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (Qs. 4/An-Nisa: 116)

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (Qs. 9/At-Taubat: 113)

Untuk memahami syirik, terlebih dahulu perlu dipahami apa dan siapa yang dimaksud dengan TUHAN. Perlu diketahui bahwa Tuhan adalah:o Yang Wujudo Yang Punya Dayao Yang Punya Kekuatano Yang ditujuo Yang dipentingkano Tempat bersandaro Tempat dimintai pertolongano Tempat berlindungo Yang disembah

Jika ada orang yang memandang dan merasa bahwa ada wujud, daya, kekuatan, yang dituju, yang dipentingkan, tempat bersandar, tempat dimintai pertolongan, tempat belindung, dan yang disembah selain TUHAN Yang AsmaNya ALLAH, berarti orang itu sudah melakukan perbuatan syirik.

Jika orang kaya merasa bahwa kekayaan yang diperolehnya itu karena kehebatan dirinya dalam berbisnis, berarti orang itu sudah syirik; karena yang membuat dia menjadi kaya adalah Tuhan

Page 9: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

(dengan maksud untuk mengujinya dengan kekayaan). Jika orang berpendidikan tinggi karena dirinya merasa cerdas dan mampu mengikuti studi setinggi-tingginya, berarti orang itu sudah syirik; karena yang membuat dia menjadi cerdas dan bisa menerima ilmu yang tinggi adalah Tuhan (dengan maksud untuk mengujinya dengan kecerdasan). Jika orang menduduki sebuah jabatan tinggi dengan pandangan dan perasaan karena dirinya hebat dan berprestasi, berarti orang itu sudah syirik; karena yang membuat dia menduduki sebuah jabatan adalah Tuhan (dengan maksud untuk mengujinya dengan jabatan). Dan sebagainya.

Makna La ilaha illallah selain Tidak ada Tuhan selain (Tuhan Yang AsmaNya) Allah, juga bermakna Tidak ada daya dan kekuatan kecuali Daya dan Kekuatan Tuhan (La haula wala quwwata illa billahil `aliyil `azhim). Jadi, ketika seseorang merasa punya daya dan kekuatan (daya kuat, daya cerdas, dan lain-lain sehingga merasa mampu) maka orang itu sama saja dengan memandang dirinya Tuhan (yakni yang punya daya dan punya kekuatan). Padahal manusia jangan pun berbisnis, bersekolah, dan berpikir, mereka bernafas pun sama sekali tidak bisa jika tidak dibernafaskan oleh Tuhan.

Oleh karena itulah Tuhan mengingatkan manusia, bahwa manusia itu cenderung menuhankan NAFSU-nya, menuhankan AKAL-nya, dan menyembah JIN, sebagaimana firmanNya:

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Qs. 25/Al-Firqan ayat 43)

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Qs. 45/Al-Jasiyah ayat 23)

Dan (ingatlah) hari (di akhirat, yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: "Apakah mereka ini dahulu (ketika di dunia) menyembah kamu?"

Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".(Qs. 34/Saba`: 40-41)

Adapun ciri manusia yang menuhankan AKAL-nya adalah mereka yang memandang dirinya serba cukup. Dalam Qs. 96/Al-`Alaq ayat 6-8 ditegaskan: Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup; (padahal) sesungguhnya hanya kepada Tuhanmu-lah kembali-(mu). Tetapi mereka tidak memerlukan lagi petunjuk dari Al-Hâdi, meskipun pembawa petunjuk itu atas kehendak Allâh, sebagaîmana digambarkan Allâh dalam surat `Abasa. Walau mereka tidak dilayani, tidak ada celaan dari Allâh; sebab memang mereka tidak butuh membersihkan diri dari dosa terbesar yang tidak ada ampunannya di hadapan Allâh ( yakni dosa syirik lahir dan batin). Sikap sombong dan angkuhnya itu karena mereka merasa bahwa dirinya cukup atas hasil ilmunya, pengetahuanya, bakat dan keahliannya. Justru dengan datangnya Al-Nazhîr itu malah membuat mereka tercengang dan heran, padahal Al-Nazhîr itu untuk memberi peringatan dan pelajaran supaya mereka bertaqwa dan mendapat rahmat (Qs. 7/Al-A`raf: 63; Qs. 50/Qaaf ayat: 2).

Page 10: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

Masyarakat umum sering kali menghubungkan syirik (menyekutukan Tuhan) dengan penyembahan terhadap PATUNG atau BERHALA. Sebenarnya ini pun tidak salah. Tapi patung yang dipahami oleh masyarakat umum adalah patung-patung di tempat pemujaan yang biasa disembah oleh masyarakat beragama. Dalam Al-Quran BERHALA ada apa saja yang disembah selain TUHAN Yang AsmaNya ALLAH, sebagaimana firmanNya dalam ayat berikut:

Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; Maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. hanya kepada- Nyalah kamu akan dikembalikan. (Qs. 29/al-Ankabut: 17)

Jadi termasuk ke dalam BERHALA ini adalah NAFSU sendiri, lebih mementingkan AKAL pikiran (bukannya pasrah bongkokan kepada Rasul, sebagaimana para MalaikatNya Allah yang rela sujud kepada WakilNya Tuhan di bumi), dan meminta bantuan (menyembah) bangsa Jin. Orang-orang yang seperti inilah yang musyrik, yang mempersekutukan dan men-dua-kan atau menyelingkuhi Tuhan (selain bertuhan Allah, juga bertuhan selain Allah).

Setelah memahami makna SYIRIK, kita menjadi tahu bahwa dosa terbesar yang akan selalu dilakukan oleh manusia – oleh orang yang taat beragama sekali pun – adalah dosa syirik. Dosa syirik inilah yang harus SELALU kita bertaubat kepada Allah. Setiap hari dan setiap ingat, kita harus bertaubat untuk dosa syirik ini. Kemudian Tuhan memerintahkan kita untuk selalu mengingat-ingat DiriNya, harus selalu ber-ZIKIR di setiap waktu dan pada setiap keadaan, tapi realitasnya kita selalu LUPA malah tidak berzikir, tidak mengingat-ingatNya. Malah yang selalu kita ingat-ingat adalah segala kepentingan dunia. Di sinilah kita harus terus menerus bertaubat.

C. TUJUH KARAKTER ‘INTI’ DAN INSAN KAMILUpaya mencapai martabat insân kâmil hanyalah melalui riyadhoh (berlatih terus-menerus)

menundukkan nafsu dan syahwat. Nabi SAW menyebutnya jihad akbar, yakni perang untuk mengalahkan nafsu sendiri hingga tunduk dikendalikan oleh hatinurani (ketaatan mutlak kepada Allah dan RasulNya), jangan sampai dikendalikan oleh hati sanubari atau nafsu Oleh karena itu pendidikan akhlak harus bisa menundukkan nafsu, syukur-syukur dapat membunuhnya sebagaimana para Malaikatul Muqorrobun yang hanya tunduk dan patuh kepada Allah dan RasulNya. Ada 7 karakter ‘inti’ (sebagai dasar beragama) yang perlu dipersonalisasikan melalui riyadhoh, yakni:

1) Tahap 1, Taubat.Orang yang berada pada tahap ini selalu menuduh kepada dirinya sendiri bahwa dirinyalah orang yang paling banyak sendiri dosa-dosanya, paling banyak sendiri salah dan kurangnya, paling apes, hina, nista, tidak bisa apa-apa dan tidak punya apa-apa, merasa jelek sendiri bahkan dibanding dengan kere di kolong jembatan sekali pun. Mereka sadar sebagai hamba yang disebutkan oleh Allah: Yâ ayyuhan-nâsu antumul-fuqorô (Wahai manusia, kalian adalah faqir). Karena faqir, maka rasa hatinya selalu berharap untuk dapat selalu dekat dengan Yang Tidak Punya Apes, Langgeng, Sempurna, dan Maha Kuasa. Mereka bukan berarti punya rasa rendah diri. Rasa hati di sini adalah tawadhu’, handap asor, wira’i, dan sekaligus menjaga akhlaqul-karimah. Ilmu mereka benar-benar bermanfaat karena mereka bisa membalik wataknya. Watak manusia yang apabila mendapat koreksi dan celaan biasanya kecewa, marah, dan tidak terima, hamba yang suka bertaubat bahkan sebaliknya. Mereka justru bersyukur. Semua koreksi dan celaan diterima sebagai datangnya peringatan dari Tuhannya untuk mawas diri dan koreksi diri. Bersyukur dan menyadari bahwa masih banyaknya kecerobohan dirinya, masih banyak salah

Page 11: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

dan menyepelekan urusan. Kemudian watak manusia yang apabila dipuji, lalu senang dan bangga. Justru bagi mereka diterima dengan rasa takut sekiranya sampai berani menduakanTuhannya (musyrik); sebab segala puja dan puji hanyalah bagi DiriNya Ilahi. Berbangga diri termasuk perbuatan syirik.

2) Tahap 2, Zuhud. Orang yang berada pada tahap ini mempunyai kepedulian yang tinggi memajukan lingkungannya (masyarakatnya dan bangsanya, sesuai dengan kemampuan masing-masing) tanpa pamrih. Mereka senang memberi, senang membantu, senang memberikan solusi-solusi yang termudah bagi lingkungannya, dan mereka benar-benar menjadi ‘ragi’ di lingkungannya. Lingkungan dijadikan lahan tambahnya ibadah dan amal sosial dalam memproses diri untuk mendekat kepada Allah. Tetapi rasa hati mereka hanya mengingat-ingat Allah. Apabila dirinya dimampukan Allah untuk memajukan lingkungannya (dengan mewujudkan bangunan yang bermanfaat dan berguna), maka yang disyukuri bukanlah wujudnya bangunan melainkan Diri Tuhannya yang telah menjadikan hatinya ‘mau’ membangun. Dengan begitu mereka terhindar dari 4 karakter ‘inti’ yang buruk (sebagai bencananya amal baik, bagaikan api yang membakar habis kayu kering), yakni takabur (sombong), sum’ah (berusaha agar orang lain tahu kehebatan dirinya), riya (ketinggian derajatnya ingin diakui orang lain), dan ujub (bangga diri: bangga dengan kepintarannya, popularitasnya, kayanya, dsb).

3) Tahap 3, `Uzlah, yakni menyendiri di tengah-tengah kalangan. Maksudnya, di kalangan masing-masing mereka berusaha keras untuk maju dan profesional dalam menyiapkan diri sebagai SDM yang sebesar-besarnya bermanfaat bagi kemajuan lingkungannya. Namun tekadnya menyendiri. Tidak sebagaimana kebanyakan manusia di muka bumi yang tekadnya bersenang-senang, pamer, jor-joran, dan berbangga-bangga dengan harta, kedudukan, kehormatan, dan gengsi harga diri. Tekad orang yang `uzlah sama sekali bukan untuk bersenang-senang; apalagi hingga mengumbar hawa nafsu dan syahwat. Tekadnya menyendiri ikhlas seikhlas-ikhlasnya.

4) Tahap 4, Qona`ah. Bukan sekedar menerima pemberian dari Tuhan dengan senang hati seberapa pun besarnya (besar atau kecil, banyak atau sedikit). Maksud qona`ah di sini adalah seseorang yang karena kuatnya tekad dalam membuktikan niatnya mendekatkan diri kepada Allah sehingga sampai dengan selamat bertemu dengan-Nya, maka ia akan dengan sungguh-sungguh berusaha mengurangi, syukur-syukur dapat menghilangkan dari dalam dirinya watak dan kehendak bangsa hewan.

5) Tahap 5,Tawakkal `alallah. Orang yang tawakkal akan menyerahkan (mewakilkan) segala urusannya kepada Allah, sehingga pikirannya (kalau sudah tawakkal) tidak difungsikan lagi. Mereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran umum sangat berat, mereka jalankan dengan ringan-ringan saja, karena apa pun yang terjadi Allah-lah yang mengatur, mengawasi, mengendalikan, menjaga, dan menolongnya.

6) Tahap 6, Mulazimatu Dzikr(melanggengkan zikir). Maksudnya mengeluarkan dari dalam hati ingatan kepada apa saja selain DiriNya Ilahi Yang Al-Ghaib.

7) Tahap 7, Sabar, yakni selalu dengan sadar dan rela memaksa jiwa-raganya sendiri hingga selalu mau melaksanakan perintah Allah dan RasulNya. Shalat (shalat 5 waktu, shalat malam, dan shalat-shalat sunat) dikerjakannya dengan khusyu` dan sungguh-sungguh, sehingga shalatnya berdiri-tegak dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Zakat, shodaqoh, infaq, dan seluruh ibadah harta dijalaninya. Pertama kali memang dipaksakannya, karena masih merasakan sebagai harta miliknya. Tapi lama kelamaan dirasakannya ringan-ringan saja, karena sekarang sudah

Page 12: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

merasakannya sebagai harta milik Allah. Dirinya hanya diamanati saja untuk mengelola harta sesuai Kehendak Allah dan RasulNya.

Ke-7 tahapan riyadhoh di atas harus ditanamkan secara bertahap, yang secara visual dapat digambarkan sebagai berikut:

7.

TAUBATZUHU

D`UZLAH QONA`AH TAWAKKAL MULAZIMATU

DZIKRSABAR

6.

TAUBATZUHU

D`UZLAH QONA`AH TAWAKKAL MULAZIMATU

DZIKR5.

TAUBATZUHU

D`UZLAH QONA`AH TAWAKKAL

4.

TAUBATZUHU

D`UZLAH QONA`AH

3.

TAUBATZUHU

D`UZLAH

2.

TAUBATZUHU

D1.

TAUBAT

Gambar 10.1Tahap-tahap penanaman 7 karakter ‘inti’

untuk menundukkan nafsuSecara operasional, ke-7 karakter ‘inti’ itu harus ditanamkan secara bertahap dan

berurutan sebagai berikut:

1) Menanamkan taubat, hingga benar-benar merasakan bahwa dirinya paling banyak melakukan dosa-dosa dan kesalahan, lalu dirinya bangkit untuk selalu ber-istighfar. Dosa dan kesalahan yang selalu dan sering dilakukan (oleh orang yang paling taat beragama sekalipun) adalah: pertama, lupa kepada Tuhan (lupa berzikir), padahal seharusnya selalu ingat Tuhan, sekurang-kurangnya ketika sedang shalat (jangan sampai shalatnya divonis sâhûn[=lalai, lupa berzikir] yang diancam dengan neraka); kedua, masih merasakan wujud (padahal yang Wujud hanyalah Tuhan); ketiga, masih merasakan punya daya dan kekuatan (sehingga kita sering merasa pintar, merasa kaya, merasa hebat, dll), padahal sebenarnya dipintarkan, dikayakan, atau dibuat hebat oleh Tuhan untuk diuji (apa lulus atau gagal); dan keempat, masih kurang dalam melakukan ibadah dan amal sosial. Ingat, para Nabi dan para Rasul saja (padahal mereka manusia-manusia suci) selalu bertaubat. Nabi Muhammad SAW mengungkapkan, bahwa dirinya bertaubat paling sedikit 70 kali dalam sehari-semalam.

2) Dengan tetap dalam kondisi taubat, lalu berusaha zuhud. Orang yang zuhud bukanlah sekedar bersungguh-sungguh dalam beribadah, melainkan juga mempunyai kepedulian yang tinggi untuk memajukan lingkungannya.

3) Dengan tetap dalam kondisi taubat dan setelah karakter zuhud mulai tertanam, lalu berusaha menanamkan karakter qona`ah, yakni dengan sungguh-sungguh berusaha mengurangi, syukur-syukur dapat menghilangkan dari dalam dirinya watak dan kehendak bangsa hewan.

4) Dengan tetap dalam kondisi taubat dan zuhud, dan karakter qona`ah sudah mulai tertanam, lalu berusaha menanamkan karakter tawakkal `alallah, yakni mewakilkan segala urusan kepada Allah. Apa pun hasilnya, menyenangkan atau tidak menyenangkan (menurut ukuran nafsu) ia terima dengan senang hati, karena hal itu adalah keputusan terbaik dari Allah bagi dirinya.

Page 13: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

5) Dengan tetap dalam kondisi taubat, zuhud dan qona`ah, dan karakter tawakkal `alallah sudah mulai tertanam, lalu berusaha menanamkan karakter `uzlah. Dalam bekerja mereka bekerja secara professional dan berdisiplin tinggi, tapi niatnya benar-benar lillah dan hatinya hanya ingat Allah. Tekad kerja kerasnya tidak seperti kebanyakan orang untuk mengumpulkan harta kekayaan dan jabatan, melainkan untuk menambah ibadah dan amal sosial. Rasa hatinya hanya mengingat-ingat DiriNya Ilahi Yang Al-Ghaib.

6) Dengan tetap dalam kondisi taubat, zuhud, qona`ah dan tawakkal `alallah, dan karakter `uzlah sudah mulai tertanam, lalu berusaha menanamkan karakter mulazimatu dzikr (langgengnya zikir), yakni mengeluarkan dari dalam hatinya ingatan kepada apa saja selain DiriNya Ilahi Yang Al-Ghaib.

7) Dengan tetap dalam kondisi taubat, zuhud, qona`ah dan tawakkal `alallah dan `uzlah, dan karakter mulazimatu dzikr sudah mulai tertanam, lalu berusaha menanamkan karakter sabar, yakni selalu dengan sadar dan rela memaksa jiwa-raganya sendiri hingga selalu mau melaksanakan perintahnya Rasulullah.

Dengan tertanamnya 7 karakter ‘inti’, maka nyaris otomatis segala karakter yang baik-baik (seperti: jujur, amanah, adil, ihsan, bertanggung-jawab, menolong orang, tenggang rasa, dan lain-lainnya) akan tertanam pula, hanya dengan penjelasan sepintas saja. Bersamaan dengan menanamkan 7 karakter ‘inti’ yang baik, juga berusaha keras menghilangkan 4 karakter ‘inti’ yang buruk, bagai api yang memakan habis kayu kering, yakni takabur (merasa dirinya lebih baik: lebih pintar, lebih tahu, dan perasaan lebih-lebih lainnya, bahkan dibanding Utusan Tuhan sekalipun; persis seperti iblis yang sombong), sum’ah (berusaha agar orang lain tahu kehebatan dirinya), ujub (bangga diri: bangga dengan kepintarannya, popularitasnya, dsb), dan riya (bukan sekedar pamer, tapi kehebatannya ingin diakui orang lain). Jika ke-4 karakter ‘inti’ yang buruk ini terkikis, maka nyaris otomatis karakter-karakter buruk lainnya pun (seperti: pemarah, iri-dengki, hasud, dusta, dll) akan hilang dengan sendirinya, hanya dengan penjelasan sepintas saja.

D. RENUNGANPeristiwa teguran Allah kepada Nabi Musa AS, kemudian perintah Allah agar Nabi

Musa AS belajar kepada Nabi Khidir AS, merupakan pelajaran berharga tentang pentingnya karakter inti sufistik. Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khiḍir AS dituturkan dalam Qs. 18/Al-Kahfi ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahwa dia mendengar Nabi SAW bersabda,

Pada suatu hari Nabi Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu salah seorang dari mereka bertanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Nabi Musa menjawab, “Aku!” Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu!” Mendengar teguran itu Nabi Musa (sadar akan kekeliruannya, bertaubat, kemudian) bertanya, “Wahai Tuhanku, di manakah aku dapat menemuinya?” Allah berfirman, “Bawalah seekor ikan di dalam sangkar; jika ikan itu hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu. Nabi Musa kemudian menunaikan perintah Allah itu.”

Page 14: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

Beliau berangkat ditemani salah seorang muridnya, Yusya bin Nun. Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah menghidupkan kembali ikan yang sudah mati itu. Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya' tertidur. Ketika terjaga dia lupa untuk menceritakan peristiwa itu kepada Nabi Musa. Mereka meneruskan perjalanan siang-malam hingga keesokan harinya. Setelah letih dan perut terasa lapar, terjadilah peristiwa sebagaimana yang difirmankan dalam Qs. 18/Al-Kahfi ayat 62-64:

Nabi Musa berkata kepada Yusya`, “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (62). (Yusya` kemudian berkata), “Tahukah guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk ke dalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (63). Tempat ikan menghilang itulah justru yang dicari oleh Nabi Musa. Kemudian mereka pun kembali ke tempat semula, Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula (64).

Di tempat itu Nabi Musa bertemu dengan seseorang berjubah putih bersih. Pasti hamba inilah Nabi Khidir. Nabi Musa pun kemudian mengucapkan salam yang langsung dijawab oleh Nabi Khidir. “Siapakah kamu?” tanya Khidir. “Musa”, jawabnya. “Musa dari Bani Israel?” tanya Khidir lagi. “Ya” jawab Musa. “Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan kebijaksanaan yang telah diajarkan Allah kepada tuan,” tambah Musa.

Mengikuti Kehendak Allah, setelah Nabi Musa menyampaikan maksud kedatangannya, Nabi Khidir mempersyaratkan Nabi Musa untuk ber”sabar” jika mau berguru kepadanya: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Qs. 18/Al-Kahfi: 67). Wahai Musa, kata Khidir, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini hanyalah sebagian dari ilmu yang Allah ajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan Allah kepadamu tapi tidak diajarkan kepadaku.

Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku sebagai seorang yang ‘sabar’ dan aku tidak akan menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” Khidir selanjutnya mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Qs. 18/Al-Kahfi: 69-70). ”

Nabi Khidir mengajak Nabi Musa dalam suatu perjalanan. Mereka berdua menumpang sebuah perahu secara gratis. Dalam perjalanan Nabi Khidir merusak sebagian badan perahu.

Page 15: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

Nabi Musa tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk bertanya, “Mengapa tuan merusak perahu, padahal pemiliknya berbuat baik kepada kita?” Nabi Khidir mengingatkan Nabi Musa untuk ber”sabar” (tidak bertanya sampai Nabi Khidir memberikan penjelasan). Setelah sampai di suatu daratan Nabi Khidir membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya. Peristiwa ini membuat Nabi Musa kesal, kemudian bertanya, “Mengapa tuan melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh Allah?” Nabi Khidir kembali mengingatkan Nabi Musa untuk ber”sabar”; dan “jika kamu masih tetap tidak ber’sabar’, kamu tidak boleh belajar lagi.” Nabi Musa pun menyetujuinya.

Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di suatu perkampungan. Mereka lelah dan meminta bantuan kepada penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau menerima kehadiran mereka. Hal ini membuat Nabi Musa merasa kesal. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa untuk bersama-samanya memperbaiki bangunan suatu rumah yang rusak di daerah tersebut. Nabi Musa tidak dapat ber”sabar”, kemudian bertanya “Mengapa kita memperbaiki suatu rumah padahal penduduknya zalim kepada kita?” Nabi Khidir akhirnya menegaskan, “Inilah saat kita harus berpisah, karena kamu ternyata tidak dapat ber’sabar’ terhadap setiap masalah”.

Selanjutnya Nabi Khidir menjelaskan mengapa dia melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa bertanya-tanya. Kejadian pertama, perahu dirusaknya agar tidak dirampas oleh raja yang lalim. Dijelaskannya, perahu itu milik seorang yang miskin, dan di daerah tempat tujuan perahu tinggal seorang raja yang suka merampas perahu-perahu yang bagus. Adapun perahu yang jelek tidak dirampasnya. Kejadian yang kedua, membunuh anak itu bukan kemauan saya melainkan perintah Allah. Kedua orang tuanya adalah pasangan suami-istri yang saleh, padahal anaknya jika tumbuh dewasa dapat mendorong kedua orang tuanya menjadi orang-orang sesat dan kufur; dan kematian anak ini digantikan dengan anak-anak dan cucu-cucunya yang saleh-saleh serta lebih mengasihi kedua orang tuanya. Kejadian ketiga (terakhir), rumah yang diperbaiki itu milik dua orang kakak beradik yang yatim, sedangkan ayahnya orang yang saleh. Di dalam rumah tersebut tersimpan harta benda untuk mereka berdua. Diharapkan setelah dewasa kedua anak yatim ini dapat memanfaatkan harta peninggalan orang tuanya.Nabi Khidir kemudian menegaskan, bahwa ilmu yang diajarkannya itu merupakan pengajaran dari Allah, bukan karena kehebatan dirinya. (Disadur dari Fuadi, 2007 & Wikipedia.com, 2013)

Pelajaran berharga dari kisah ini, pertama, seorang Nabi saja melakukan kekhilafan, terlebih-lebih lagi kita. Hanya perbedaan yang sangat menonjol, begitu berbuat khilaf dan salah para Nabi segera menyadari kesalahannya dan segera bertaubat. Disebutkan, Nabi Muhammad bertaubat dalam sehari-semalam paling sedikit 100 kali (dalam riwayat lainnya 70 kali). Watak inilah yang wajib kita teladani; kedua, dalam kisah ini Nabi Musa diajari untuk bersabar. Artinya “sabar” itu merupakan karakter inti sufistik yang sangat tinggi. Tapi kita tidak boleh punya pikiran Nabi Musa sebelum itu tidak bersabar. Perlu diingat, setidak “sabar”nya para wali masih jauh lebih tinggi kesabarannya daripada orang-orang mukmin;

Page 16: file.upi.edufile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · Web viewMereka benar-benar bergantung secara kuat kepada Allah. Ketika mendapat tugas yang – menurut ukuran

dan setidak “sabar”nya para Nabi jauh lebih tinggi kesabarannya daripada para Wali. Artinya, kesabaran Nabi Musa ditingkatkan agar mencapai kesabaran para Nabi Ulul Azmi; dan ketiga, di atas orang yang berilmu ada orang yang lebih tinggi ilmunya. Atas dasar prinsip ini maka seseorang jangan sampai memiliki perasaan paling pintar (dalam ilmu apa pun); terlebih-lebih lagi bahwa ilmu itu (juga segala yang dianggap hebat oleh manusia) hanyalah pemberian Allah, bukan karena hebatnya.

E. KESIMPULANKarakter inti sufistik merupakan karakter inti yang perlu dimiliki oleh setiap orang yang

berkehendak kembali kepada Tuhan dengan selamat (masuk surgaNya). Setinggi apa pun kesalehan seseorang jika tidak memiliki karakter inti ini akan mudah goyah dan terperosok ke dalam perbuatan maksiat dan kufur serta ibadah-ibadahnya palsu. Karakter-karakter lainnya (seperti jujur, penyayang, cinta damai, dll) akan tumbuh dengan sempurna jika karakter inti sudah tertanam secara kokoh. Karakter inti tumbuh-kembang secara bertahap. Pertama kali, semaikan perasan dalam hati bahwa dirinyalah yang paling banyak berbuat dosa dan salah, sehingga terus-menerus ber-taubat. Jika karakter ini sudah kokoh maka akan tumbuh-kembang karakter kedua, zuhud, tumbuh-kembang lagi uzlah, qona`ah, tawakkal `alallah, mulazimatu dzikr, dan shabr.