FIKOSIANIN_GALIH AJI PRIAMBODO_12.70.0116_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

25
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin Kel. Berat Biomas sa Kering (g) Jumla h aquad es (ml) Tota l filt rate (ml) OD 615 OD 652 KF (mg/m l) Yield (mg/g ) Keterangan Warna Sebelu m Dioven Sesudah Dioven E1 8 100 50 0,06 10 0,03 26 8,530 x 10 -3 0,053 Biru Tua Biru Muda E2 8 100 50 0,06 08 0,03 14 8,599 x 10 -3 0,054 Biru Tua Biru Muda E3 8 100 50 0,06 10 0,03 13 8,645 x 10 -3 0,054 Biru Tua Biru Muda E4 8 100 50 0,06 12 0,03 16 8,656 x 10 -3 0,054 Biru Tua Biru Muda E5 8 100 50 0,06 13 0,03 13 8,701 x 10 -3 0,054 Biru Tua Biru Muda E6 8 100 50 0,06 14 0,03 11 8,738 x 10 -3 0,055 Biru Tua Biru Muda Dari data diatas dapat dilihat bahwa berat biomassa kering, jumlah aquades, dan total filtrat pada setiap kelompok adalah sama. Pada praktikum ini, nilai konsentrasi fikosianin terendah terdapat pada kelompok E1 sebesar 8,530 x 10 -3 mg/ml; sementara nilai konsentrasi fikosianin tertinggi terdapat pada kelompok E6 sebesar 8,738 x 10 -3 mg/ml. Kemudian untuk nilai yield terendah pada praktikum ini adalah kelompok E1 sebesar 0,053 mg/g dan nilai yield tertinggi terdapat pada kelompok E6 sebesar 0,055 mg/g.

description

Fikosianin adalah pigmen berwarna biru yang terdapat pada spirulina

Transcript of FIKOSIANIN_GALIH AJI PRIAMBODO_12.70.0116_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan FikosianinKel.Berat Biomassa Kering (g)Jumlah aquades (ml)Total filtrate (ml)OD615OD652KF (mg/ml)Yield (mg/g)Keterangan Warna

Sebelum DiovenSesudah Dioven

E18100500,06100,03268,530 x 10-30,053Biru TuaBiru Muda

E28100500,06080,03148,599 x 10-30,054Biru TuaBiru Muda

E38100500,06100,03138,645 x 10-30,054Biru TuaBiru Muda

E48100500,06120,03168,656 x 10-30,054Biru TuaBiru Muda

E58100500,06130,03138,701 x 10-30,054Biru TuaBiru Muda

E68100500,06140,03118,738 x 10-30,055Biru TuaBiru Muda

Dari data diatas dapat dilihat bahwa berat biomassa kering, jumlah aquades, dan total filtrat pada setiap kelompok adalah sama. Pada praktikum ini, nilai konsentrasi fikosianin terendah terdapat pada kelompok E1 sebesar 8,530 x 10-3 mg/ml; sementara nilai konsentrasi fikosianin tertinggi terdapat pada kelompok E6 sebesar 8,738 x 10-3 mg/ml. Kemudian untuk nilai yield terendah pada praktikum ini adalah kelompok E1 sebesar 0,053 mg/g dan nilai yield tertinggi terdapat pada kelompok E6 sebesar 0,055 mg/g. Untuk perubahan warna pada setiap kelompok didapatkan hasil yang sama dimana warna sebelum dioven adalah biru tua dan setelah dioven berubah warna menjadi biru muda. Dalam praktikum ini, nilai konsentrasi fikosianin dan yield pada setiap kelompok ada yang berbeda walaupun berat biomassa kering, jumlah aquades, dan total filtratnya memiliki nilai yang sama.

2. PEMBAHASAN

Salah satu faktor yang penting dalam produk pangan adalah warna. Hal ini disebabkan karena dalam memilih makanan, konsumen akan memilih produk yang terlihat lebih menarik disamping faktor-faktor lain seperti rasa, kesegaran, nilai gizi, kebersihan dan harga. Untuk menghasilkan produk makanan yang menarik, industri pangan banyak menggunakan zat warna alami ataupun sintesis. Zat warna sintesis lebih banyak digunakan karena lebih murah, mudah didapat, bersifat stabil, beraneka ragam dan tahan lama. Namun, sekarang ini keamanan penggunaan sintetis mulai banyak dipertanyakan (Steinkraus,1983). Zat warna sebenarnya dapat diperoleh secara alami dari pigmen yang dihasilkan oleh berbagai tanaman (kunyit, wortel, daun suji, pacar cina, coklat, dan sebagainya), hewan dan mikroorganisme. Penggunaan pewarna makanan diatur oleh pemerintah, namun sayangnya masih ditemukan produsen makanan yang menggunakan bahan pewarna berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan (Syah et al., 2005).

Pewarna alami merupakan solusi untuk mendapatkan makanan yang lebih sehat. Menurut Astawan & Kasih (2008), pewarna alami yang ada pada tumbuhan memiliki berbagai macam kelebihan yang berhubungan dengan kesehatan. Pewarna alami juga dapat menyembuhkan penyakit pada manusia. Hal ini merupakan salah satu bukti yang menunjukkan jika pewarna alami yang terdapat pada tanaman merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Sayangnya pewarna alami masih memiliki kelemahan. Menurut Syah et al. (2005), pewarna alami terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan pada industri pangan. Penggunaan pewarna alami untuk produksi skala besar juga akan meningkatkan biaya produksi. Pewarna alami juga memiliki sifat yang tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil dan akan menghambat proses produksi. Namun akhir-akhir ini masyarakat lebih memperhatikan kesehatan, sehingga pewarna alami memiliki peluang besar untuk dikembangkan.

Pada umumnya pewarna alami yang dikenal masyarakat Indonesia berasal dari daun, buah, batang, dan umbi-umbian. Sebenarnya, pewarna alami juga dapat diperoleh dari spesies alga yang merupakan tumbuhan tingkat rendah di perairan. Contoh spesies alga yang mampu menghasilkan bahan pewarna adalah Spirulina. Spirulina mampu menghasilkan pigmen fikosianin yang berwarna biru. Pigmen ini larut dalam pelarut polar seperti air. Pigmen fikosianin yang dihasilkan dari Spirulina memiliki potensi sebagai pewarna alami (Spolaore et al., 2006).

Menurut Richmond (1988), Spirulina adalah organisme yang termasuk dalam kelompok alga hijau biru atau disebut juga blue green algae. Spirulina merupakan organisme multiseluler yang tubuhnya berbentuk filamen berwarna hijau-biru berbentuk silinder dan tidak bercabang. Ukuran dari Spirulina adalah 100 kali lebih besar dari sel darah merah manusia. Di dalam koloni besar Spirulina berwarna hijau tua. Warna hijau ini disebabkan karena adanya klorofil dalam jumlah yang tinggi. Secara alami, Spirulina tumbuh di perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau kolam dangkal di wilayah tropis (Tietze, 2004).

Kandungan protein dari Spirulina cukup tinggi. Kandungannya ini bervariasi dari 50% hingga 70% dari berat keringnya (Richmond, 1988). Spirulina memiliki membran sel yang tipis dan lembut sehingga mudah dicerna. Hal ini juga menyebabkan Spirulina tidak membutuhkan proses pengolahan secara khusus (Tietze, 2004; Richmond, 1988). Secara alami Spirulina memiliki kandungan kolesterol, kalori, lemak, dan sodium yang rendah. Spirulina juga mengandung sembilan vitamin yang penting dari empat belas mineral yang terikat dengan asam amino. Kandungannya inilah yang menyebabkan proses asimilasi pada tubuh menjadi lebih cepat (Tietze, 2004). Menurut Monteiro et al. (2010), Spirulina mengandung protein sebesar 60-70% dari berat keringnya, kaya kandungan lipid yang sebagian besar dalam bentuk asam lemak tidak jenuh terutama gamma linolenic acid. Selain itu Spirulina juga bermanfat sebagai antioksidan yang bisa digunakan dalam obat-obatan. Menurut Angka & Suhartono (2000), Spirulina memiliki ukuran yang cukup besar, sehingga Spirulina dapat dipisahkan melalui membran filtrasi. Desmorieux & Decaen (2006) menambahkan jika Spirulina dapat difiltrasi menggunakan filter berukuran 20 m.

Menurut Sze (1993) dalam Diharmi (2001), Spirulina memiliki membran tilakoid yang di dalamnya terdapat struktur granula berupa fikobilisom yang terdiri dari fikobiliprotein. Fungsi dari fikobiliprotein ini adalah untuk menyerap cahaya dan juga dapat melindungi pigmen fotosintesis lainnya dari oksidasi pada cahaya dengan intensitas tinggi. Cahaya yang diserap oleh fikosianin akan ditransfer ke allofikosianin dan kemudian diteruskan menuju pusat reaksi, yaitu klorofil a di membrane tilakoid. Trainor (1978) dalam Diharmi (2001) menambahkan jika klorofil a merupakan pigmen fotosintesis Spirulina yang terletak pada membran tilakoid di dalam kromoplas. Menurut Richmond (1988), pigmen yang terdapat di dalam Spirulina dikelompokkan menjadi tiga kelas, antara lain klorofil a sebesar 1,7% dari berat sel, karotenoid dan xantofil sebesar 0,5% berat sel, dan fikobiliprotein yang secara normal terdiri dari 20% protein seluler dan secara kuantitatif merupakan pigmen yang paling dominan pada Spirulina (Richmond 1988).

Salah satu spesies Spirulina yang banyak ditemukan di perairan air tawar adalah Spirulina fusiformis. Spesies ini merupakan salah satu jenis mikroalga Spirulina yang berasal dari Madurai. Spirulina fusiformis memiliki tiga varian, yaitu tipe S, tipe C, dan tipe H (Richmond 1988). Klasifikasi Spirulina fusiformis menurut Bold & Wyne (1978) dalam Pamungkas (2005) adalah sebagai berikut:Kingdom : ProtistaFilum : CyanobacteriaDivisi : CyanophytaKelas : CyanophyceaeOrdo : NostocalesFamili : OscillatoriaceaeGenus : SpirulinaSpesies : Spirulina sp.

Kondisi kultur Spirulina dapat mempengaruhi fase pertumbuhan, perubahan komposisi, dan dapat meningkatkan atau menurunkan proporsi phycobiliproteins termasuk fikosianin. Apabila kondisi kultur dirubah sedemikian rupa maka jumlah komponen fenolik dapat ditingkatkan sehingga kemampuan antioksidan dan biomassa dari Spirulina juga akan meningkat. Untuk dapat melakukan fotosintesis, mikroalga membutuhkan sinar matahari sebagai sumber energi dan karbondioksida sebagai sumber karbon sehingga mikroalga dapat memproduksi karbohidrat dan ATP. Nutrisi seperti C, N, O, H, P, dan Ca, S, Mg, dan K sebagai trace metal, serta chelating agent seperti Fe, Mn, Cu, Mo, dan Co akan terkandung dalam kultur media dalam air laut yang optimal (Walter, 2011).

Pigmen fikosianin memiliki warna biru tua dan dapat memancarkan warna merah tua ( Carra & hEocha 1976). Fikosianin termasuk golongan biliprotein yang mampu menghambat pembentukan koloni kanker. Biliprotein atau fikobiliprotein adalah kelompok pigmen yang ditemukan pada Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta (alga hijau-biru) dan Cryptophyta (alga crytomonad). Pigmen ini berfungsi sebagai penyerap cahaya pada sistem fotosintesis (Adams, 2005; Carra & hEocha 1976). Kelompok pigmen ini diantaranya adalah R-phycoerythrin, C-phycoerythrin B-phycoerythrin, allophycocyanin, R-phycocyanin dan C-phycocyanin.Selain berpotensi sebagai bahan pewarna alami fikosianin juga memiliki kemampuan penyembuhan, diantaranya adalah kemampuan sebagai antiradang dan antioksidan (Shih et al., 2009; Romay et al., 2003). Fikosianin, seperti pigmen alami pada umumnya, dapat mengalami kerusakan akibat suhu tinggi. Larutan fikosianin mengalami pemudaran warna sebesar 30% setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi bening setelah 15 hari pada suhu 35oC (Mishra et al., 2008).

Fikosianin merupakan pigmen yang paling banyak terdapat pada alga hijau biru. Jumlah fikosianin lebih dari 20% dari berat kering alga (Richmond, 1988). Fikosianin mempunyai absorbansi cahaya maksimum pada panjang gelombang 546 nm. Berat molekul fikosianin (c-fikosianin) adalah sebesar 134 kDa, namun jumlah ini bukanlah yang paling besar. Ekstrak fikosianin segar pada beberapa spesies memiliki berat molekul yang lebih besar, yaitu 262 kDa ( Carra & hEocha, 1976). Bobot molekul yang lebih besar ini diduga disebabkan oleh keberadaan fragmen fikobilisom (Kessel et al., 1973 dalam Carra & hEocha, 1976).

Menurut Romay et al. (1998), di dalam struktur fikosianin terdapat rantai tertraphyrroles terbuka yang memiliki kemampuan menangkap radikal oksigen. Struktur ini merupakan struktur kimia chromophores pada c-fikosianindan memiliki kemiripan dengan bilirubin. Menurut Stocker et al. (1987) dalam Romay et al. (1998), bilirubin merupakan antioksidan yang penting untuk fisiologis, karena mampu mengikat radikal peroksi dengan cara mendonorkan atom hidrogen yang terikat pada atom C ke 10 pada molekul tetraphyrroles. Selain itu, fikosianin merupakan salah satu dari tiga pigmen selain klorofil dan karotenoid yang mampu menangkap radiasi sinar matahari paling efisien (Hall & Rao, 1999). Fikosianin merupakan kompleks pigmen-protein yang saling berhubungan dan terlibat dalam pemanenan cahaya dan energi transduksi (Boussiba & Richmond, 1980).

Menurut Walter (2011), kondisi kultur Spirulina dapat mempengaruhi fase pertumbuhan, perubahan komposisi, dan dapat meningkatkan atau menurunkan proporsi phycobiliproteins termasuk fikosianin. Jumlah komponen fenolik dapat ditingkatkan dengan mengubah kondisi kultur sehingga dapat meningkatkan antioksidan dan biomassa dari Spirulina. Di dalam hidupnya, mikroalga membutuhkan sinar matahari sebagai sumber energi dan karbondioksida sebagai sumber karbon untuk memproduksi karbohidrat dan ATP. Kultur media dalam air laut yang optimal juga mengandung nutrisi seperti C, N, O, H, P, dan Ca, S, Mg, dan K sebagai trace metal, serta chelating agent seperti Fe, Mn, Cu, Mo, dan Co.

Pada praktikum kali ini dilakukan isolasi pigmen fikosianin dan pembuatan pewarna bubuk dari fikosianin. Pertama-tama, biomassa Spirulina dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian dilarutkan dengan menggunakan aquades dengan perbandingan 2:25. Pelarutan dengan aquades merupakan metode ekstraksi menggunakan pelarut polar. Ekstraksi ini berfungsi untuk melarutkan fikosianin pada aquades. Menurut Syah et al. (2005), Spirulina dapat menghasilkan pigmen fikosianin yang dapat larut pada pelarut polar seperti air. Setelah itu, campuran tersebut selanjutnya diaduk menggunakan stirrer selama kurang lebih 2 jam. Proses pengadukan ini bertujuan untuk menghomogenkan Spirulina dengan aquades dan memaksimalkan ekstraksi pigmen fikosianin. Setelah itu, larutan tersebut disentrifugasi secara maksimal hingga didapatkan endapan dan supernatan. Supernatan yang didapatkan ini berupa cairan yang mengandung fikosianin. Menurut Silveira et al. (2007) proses sentrifugasi berfungsi untuk mengendapkan debris sel dan mengambil pigmen fikosianin yang larut dalam aquades. Sentrifugasi juga bertujuan untuk memisahkan padatan dan cairan sehingga proses pengukuran absorbansi tidak terganggu. Setelah dilakukan sentrifugasi, selanjutnya supernatan diambil dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Pengukuran absorbansi ini bertujuan untuk mengetahui kadar fikosianin. Panjang gelombang yang digunakan ini sesuai dengan teori Silviera et al. (2007) yang mengatakan jika analisa fikosianin dilakukan dengan cara mengukur supernatan atau filtrat hasil ekstraksi menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Menurut Achmadi et al. (1992), pengukuran absorbansi bertujuan untuk mengetahui kelarutan fikosianin pada larutan. Setelah diukur absorbansinya, supernatan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan:dekstrin adalah 1:1,25. Menurut Murtala (1999) penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas, untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan, serta memperbesar volume.

Dekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari proses hidrolisa pati yang diatur oleh enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam. Warna dekstrin berkisar antara putih hingga kuning. Dekstrin bersifat mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental, serta lebih stabil dibandingkan pati (Reynold, 1982). Menurut Ribuat dan Kumalaningsih (2004), fungsi dekstrin pada umumnya adalah sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor dan pewarna yang membutuhkan sifat mudah larut air dan bahan pengisi karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk. Arief (1987) menambahkan jika struktur molekul dekstrin berbentuk spiral, sehingga molekul-molekul flavor akan terperangkap di dalam struktur ini. Proses penambahan dekstrin dapat mengurangi jumlah komponen volatile yang hilang selama proses pengolahan. Menurut Suparti (2000), dekstrin juga mampu melindungi stabilitas flavor pada proses pengeringan dengan spray dryer yang menggunakan suhu panas.

Pada praktikum ini, proses penuangan supernatan dan dekstrin dilakukan dengan menuangkan dekstrin ke dalam wadah yang dapat digunakan sebagai alas pengering kemudian supernatan dituangkan sedikit demi sedikit pada bagian atas. Proses ini perlu dilakukan secara hati-hati agar dekstrin dan supernatan dapat tercampur dengan sempurna. Setelah rata, campuran tersebut dimasukkan dalam oven bersuhu 45oC dan dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 7% (tidak perlu mengukur kadar air, cukup diambil menggunakan spatula dan dilihat sudah kering atau masih menggumpal). Setelah proses pengeringan selesai, akan terbentuk adonan kering yang gempal. Adonan tersebut selanjutnya dihancurkan dengan menggunakan penumbuk hingga berbentuk powder. Menurut Desmorieux & Dacaen (2006), suhu pengeringan di atas 60oC akan menyebabkan degradasi fikosianin dan timbulnya reaksi maillard. Pengeringan menggunakan matahari langsung juga dapat digunakan, namun tidak direkomendasikan untuk produk yang akan dikonsumsi dengan manusia, karena dapat menimbulkan aroma yang tidak diinginkan dan juga meningkatkan kontaminasi bakteri. Selain itu, proses pengeringan menggunakan spray dryer juga dapat digunakan. Metode ini akan memberikan hasil yang baik dan secara umum tidak berakibat buruk terhadap kandungan gizinya. Menurut Angka dan Suhartono (2000), proses penyimpanan Spirulina dilakukan pada keadaan kering, karena dalam kondisi ini Spirulina tidak mudah mengalami fermentasi.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui jika konsentrasi fikosianin (KF), yield, dan warna yang dihasilkan dari fikosianin pada setiap kelompok berbeda-beda. Nilai KF yang berbeda juga menyebabkan yield fikosianin yang didapatkan berbeda-beda. Nilai KF dapat dihitung me nggunakan rumus berikut ini:Konsentrasi fikosianin (KF) =

Pada kelompok E1, konsentrasi fikosianin yang didapatkan adalah 8,530 x 10-3 mg/ml; pada kelompok E2 menunjukkan nilai konsentrasi fikosianin sebesar 8,599x10-3 mg/ml. Lalu pada kelompok E3, didapatkan nilai konsentrasi fikosianin sebesar 8,645x10-3 mg/ml. Kemudian pada kelompok E4 didapatkan nilai konsentrasi fikosianin sebesar 8,656x10-3 mg/ml. Pada kelompok E5 menunjukkan nilai konsentrasi fikosianin sebesar 8,701x10-3 mg/ml. Serta pada kelompok E6 menunjukkan nilai konsentrasi fikosianin sebesar 8,738x10-3 mg/ml. Pada kelompok E1, yield yang dihasilkan adalah 0,053 mg/g; pada kelompok E2 sampai kelompok E5, yield yang dihasilkan adalah 0,054 mg/g; sementara untuk kelompok E5, yield yang dihasilkan adalah 0,055 mg/g. Nilai KF dan yield dari fikosianin dipengaruhi oleh optical density (OD). Nilai OD dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Menurut Fox (1991), metode absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan jika semakin keruh larutan maka ODnya akan semakin tinggi. Nilai yield didapatkan dengan rumus berikut ini:Yield =

Berdasarkan rumus tersebut dapat disimpulkan jika nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin. Semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang didapatkan maka yield yang didapatkan juga semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui jika KF dan yield fikosianin yang paling rendah terdapat pada kelompok E1 dan yang paling tinggi terdapat pada kelompok E6.

Selain pengukuran KF dan yield, dilakukan juga pengamatan warna secara sensori. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui jika warna yang didapatkan oleh setiap kelompok adalah sama. Semua kelompok mengalami perubahan warna dari biru tua menjadi biru muda. Hal ini disebabkan karena pengaruh adanya penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi yang akan membuat bubuk fikosianin yang dihasilkan menjadi lebih pudar atau cenderung pucat. Warna dekstrin yang putih ini akan memudarkan warna fikosianin yang didapatkan menjadi kepucatan (Wiyono, 2007).

Dalam jurnal Predictive modeling of biomass production by Spirulina platensis as function of nitrate and NaCl concentrations membahas tentang pengaruh konsentrasi penambahan nitrat dan garam dalam produksi biomassa oleh Spirulina plantensis. Pada jurnal Cultivation of Spirulina platensis using Anaerobically Swine Wastewater Treatment Effluent, dalam penelitian tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan yang diberikan kepada Spirulina plantensis efisien ketika perlakuannya mencapai 23% untuk COD, 45% untuk BOD, 49% untuk NO3- , 92% untuk NH4+, 67% untuk PO43-. Kemudian dalam jurnal Comparison of Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis, berbagai macam metode ekstraksi fikosianin dipelajari untuk proses pengolahan biomassa Spirulina. Oleh karena itu, fresh wet biomass cocok untuk ekstraksi fikosianin. Ekstraksi fikosianin merupakan proses yang mempunyai manfaat yang lebih baik karena prosesnya yang lebih mudah dan efisien.

Pada jurnal Comparative pigment profiles of different Spirulina strains, Spirulina plantensis memiliki aktivitas biologis yang beragam. Spirulina plantensis memiliki kandungan protein yang tinggi, beta-karoten, vitamin, pigmen, zat mineral, dan asam lemak yang tepat digunakan sebagai bioactive additive. Dalam penelitian ini, phycobiliproteins merupakan pigmen yang penting dalam Spirulina. Lalu dalam jurnal Effect of Microalga Spirulina platensis (Arthrospira platensis) on Hippocampus Lipoperoxidation and Lipid Profile in Rats with Induced Hypercholesterolemia, membahas pengaruh mikroalga Spirulina Plantensis pada Hippocampus Lipoperoxidation dan lipid pada tikus. Dalam penelitian ini, evaluasi lipid menunjukkan bahwa pemberian mikroalga adalah terapi dan cara pencegahan terhadap perkembangan hiperkolesterolemia.

3. KESIMPULAN

Spirulina memiliki pigmen fikosianin yang berwarna biru yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Fikosianin dapat larut dalam pelarut polar seperti air. Pengadukan menggunakan stirrer bertujuan agar Spirulina dengan aquades dapat tercampur rata sehingga proses ekstraksi fikosianin dapat berjalan dengan optimal. Sentrifugasi bertujuan untuk mengendapkan debris sel dan mengambil pigmen fikosianin yang larut dalam aquades, serta untuk memisahkan padatan dan cairan sehingga proses pengukuran absorbansi tidak terganggu. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm dengan tujuan untuk mengetahui kelarutan fikosianin pada larutan. Dekstrin yang ditambahkan berfungsi untuk mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas, untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan, serta memperbesar volume. Nilai optical density (OD) mempengaruhi nilai konsentrasi fikosianin dan yield fikosianin. Nilai konsentrasi fikosianin berbanding lurus dengan .yield fikosianin, semakin tinggi nilai konsentrasi fikosianin maka yield yang didapatkan juga semakin tinggi.

Semarang, 17 September 2014 Praktikan,Asisten Dosen

Galih Aji Priambodo Agita Mustikahandini12.70.0116

4. DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji.(2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat.Hayati. 9(3):80-84.Adams, M. (2005). Superfood for Optimum Health: Chlorella and Spirulina. New York: Truth Publishing International, Ltd.Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press.Yogyakarta.Astawan M, Kasih AL. (2008). Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 161-184.Bertolin, T. E.; Pilatti, D.; Costa, J. (2009). Effect of Microalga Spirulina platensis (Arthrospira platensis) on Hippocampus Lipoperoxidation and Lipid Profile in Rats with Induced Hypercholesterolemia. Vol.52, n. 5: pp. 1253-1259, September-October 2009 ISSN 1516-8913

Boussiba S and Richmond A. (1980). c-Phycocianin as a storage protein in the blue-green alga Spirulina plantesis. Archives of Microbiology 125, 143-147.Celekli, A.; Yavuzatmaca, M. (2008). Predictive modeling of biomass production by Spirulina platensis as function of nitrate and NaCl concentrations. Bioresource Technology 100 (2009) 18471851.Cheunbarn, S.; Peerapornpisal, Y. (2010). Cultivation of Spirulina platensis using Anaerobically Swine Wastewater Treatment Effluent. INTERNATIONAL JOURNAL OF AGRICULTURE & BIOLOGY.Chauhan, U.K. and N. Pathak.(2010). Effect of Different Conditions on the Production of Chlorophyll by Spirulinaplatensis.J. Algal Biomass Utln. 1 (4): 89 99.Colla, Luciane M., Eliana Badiale F., Jorge A. V. (2007). Antioxidant Properties of Spirulina platensis Cultivated Under Different Temperatures and Nitrogen Regimes. Z. Naturforsch 59c: 55-59.Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.Diharmi A. (200)1.Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif Mikrolaga Spirulina platensis Strain Lokal (INK). Bogor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.Hall DO, Rao KK. (1999). Photosynthesis Six edition. Cambridge: ,Cambridge University Press.Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339345.Monteiro, M.P.; Rosa H.L.; and Theresinha M.A. (2010).Effect of Three Different Types of Culture Conditions on Spirulina maxima Growth. Vol.53, n. 2: pp. 369-373.Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang. Mussagy A, Annadotter H, Cronberg G. (2006). An experimental study of toxin production in Arthrospira fusiformis (Cyanophyceae) isolated from African waters. Toxicon 48:10271034. Carra P, hEocha C.(1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc. Hal 328-371. Pamungkas, Estiamboro. (2005). Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Kujang dengan Spirulina sp. pada Reaktor Curah (Batch).[Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.Reynolds, James E.F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty Eigth. The Pharmacentical Press. London.Ribuat, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id.Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press. Romay C, Armesto J, Remirez D, Gonzlez R, Ledn N, Garca I. (1998). Antioxidant and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae.Inflammation Research 47:36-41.Romay C, Gonzlez R, Ledn N, Remirez D, Rimbau V. (2003). C-phycocyanin: a Biliprotein with Antioxidant, Anti-inflammatory and Neuroprotective Effects. Current Protein and Peptide Science 4:207-216.Saleh, A. M.; Dhar, D. W.; Singh, P. K. (2011). Comparative pigment profiles of different Spirulina strains. Research in Biotechnology, 2(2): 67-74, 2011.Shih CM, Cheng SN, Wong CS, Kuo YL, Chou TC. (2009). Antiinammatory and Antihyperalgesic Activity of C-Phycocyanin. International Anesthesia Research Society 108(4):1303-1310.Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007). Bioresour.Technol., 98, 1629.Sivasankari, S.; Naganandhini; Ravindran, D. (2014). Comparison of Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis. Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci (2014) 3(8) 904-909.Spolaroe P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. (2006). Comercial Application of Microalgae Review.J Biosci and Bioeng. 101 (2): 87-96.Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis.Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya. Malang.Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing.Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. (1996). Produksi asam gammalinolenat dari ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat.Menara Perkebunan 64 (1): 34-44.Walter, Alfredo, Julio Cesar de C., Vanete T. S., Ana B. B., Vanessa G., and Carlos R. S. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. Vol. 54, pp 675-682.Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

5. LAMPIRAN5.1. PerhitunganPerhitunganRumus:KF (mg/ml) Yield (mg/g)

Kelompok E1

KF = 8,530 10-3 mg/mlYield = = 0,053 mg/g

Kelompok E2

KF = 8,599 10-3 mg/mlYield = = 0,054 mg/g

Kelompok E3

KF = 8,645 10-3 mg/mlYield = = 0,054 mg/g

Kelompok E4

KF = 8,656 10-3 mg/mlYield = = 0,054 mg/g

Kelompok E5

KF = 8,701 10-3 mg/mlYield = = 0,054 mg/g

Kelompok E6

KF = 8,738 10-3 mg/mlYield = = 0,055 mg/g

5.2. Diagram Alir

5.3. Laporan Sementara