Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

23
Acara IV FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGAESPIRULINA LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Catarina Vidya Paramitha NIM : 13.70.0145 Kelompok : C2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

description

Pigmen fikosianin dapat diisolasi dari Spirulina sp.

Transcript of Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Page 1: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara IV

FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGAE”

SPIRULINA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:Nama : Catarina Vidya ParamithaNIM : 13.70.0145Kelompok : C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI dan METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/ stirrer, oven dan

plate stirrrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah biomassa Spirulina kering atau basah,

aquades dan dekstrin.

1.2. Metode

1

Biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer

Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)

Diaduk dengan stirrer ± 2 jam

Page 3: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.

Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2 dan diukur kadar fikosianinnya pada

panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :

dekstrin = 1 : 1

Page 4: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%

Didapat adonan kering yang gempal

Page 5: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :

Konsentrasi Fikosianin /KF (mg /ml)=OD615−0,474(OD 652)5,34

× 110−2

Yield (mg /g)=KF × Vol( total filtrat )g (berat biomasa)

Page 6: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil Isolasi dan Pembuatan Powder Fikosianin dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Isolasi dan Pembuatan Powder Fikosianin

KelompokBerat

Biomassa kering (g)

Jumlah aquades

yang ditambahkan

Total filtrat yang

diperoleh (ml)

OD615 OD652KF

(mg/ml)Yield (mg/g)

Warna

Sebelum Dioven

Sesudah Dioven

C1 8 80 56 0,1490 0,0575 2,280 15,96 +++ +C2 8 80 56 0,1460 0,0594 2,207 15,449 +++ +C3 8 80 56 0,1437 0,0574 2,181 15,267 +++ +C4 8 80 56 0,1410 0,0593 2,114 14,798 ++ +C5 8 80 56 0,1440 0,0588 2,175 15,225 ++ +

Keterangan warna+ : biru muda++ : biru+++ : biru tua

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa warna sebelum dioven adalah biru tua untuk kelompok C1-C3, dan biru untuk kelompok C4-C5,

sedangkan warna sesudah dioven adalah biru muda untuk semua kelompok. Nilai OD 615 nm maupun 652 tertinggi adalah kelompok C1

dimana diikuti dengan nilai KF dan yield yang tertinggi pula diantara semua kelompok. Nilai OD 615 nm maupun 652 terendah didapatkan

oleh kelompok C4 dimana juga diikuti dengan nilai KF dan yield yang terendah pula.

Page 7: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Warna digunakan sebagai salah satu indikator mutu yang dipertimbangkan dimana akan

diproduksi suatu produk pangan. Warna dapat mempengaruhi penampilan dari produk

pangan yang mana penampilan tersebut akan menjadikan persepsi konsumen untuk

membeli produk tersebut. Oleh karena itu warna merupakan indikator yang penting bagi

konsumen untuk membeli produk pangan, selain faktor-faktor penting yang lain.

Biasanya industri-industri pangan menggunakan pewarna alami ataupun buatan untuk

membuat produk pangan. Umumnya yang akan dipilih adalah pewarna buatan atau

pewarna sintetsis, yang lebih menguntungkan karena mempunyai harga yang lebih

murah, mudah didapatkan, tahan terhadap suhu tinggi, lebih tahan lama saat disimpan,

namun kekurangannya adalah memiliki tingkat keamanan pangan yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan pewarna alami (Steinkraus, 1983). Syah et al. (2005) menjelaskan

pemakaian zat pewarna alami jauh lebih aman jika dibandingkan dengan penggunaan

zat pewarna buatan/sintetis. Salah satu zat pewarna alami adalah fikosianin, yang

merupakan zat pewarna alami berwarna biru. Oleh karena itu pada praktikum ini

dilakukan pembuatan warna serbuk alami dari pigmen fikosianin yang dapat diisolasi

dari Spirulina sp.

Menurut Sutomo (2005), mikroalga laut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil

senyawa-senyawa aktif yang bisa dimanfaatkan bagi industri pangan dan pada bidang

pangan saat ini. Contohnya adalah mampu menghasilkan pigmen, asam lemak, klorofil.

Spirulina sp. merupakan salah satu spesies mikroalga laut yang dapat dimanfaatkan

untuk menghasilkan warna. Spesies ini mampu menghasilkan pigmen fikosianin yang

menghasilkan warna biru secara alami. Sifat dari pigmen fikosianin adalah larut pada

pelarut polar seperti air. Spirulina merupakan organisme yang termasuk pada golongan

alga hijau biru, sering disebut dengan blue green algae. Apabila ada Spirulina dalam

koloni yang besar dapat menghasilkan warna hijau tua ataua biru kehijauan (agak gelap)

yang disebabkan adanya kandungan klorofil yang tinggi (Tietze, 2004).

Spirulina memiliki filamen berbentuk seperti spiral apabila dilihat di bawah mikroskop

(Guangwen and Paolo, 2011). Spirulina adalah jenis alga mesofilik, yang berarti hanya

mampu tumbuh secara maksimal pada suhu 35-40ºC (Richmond, 1988). Salah satu

Page 8: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

spesies yang digunakan adalah Spirulina plantesis, yang bisa dikomersialkan untuk

industri-industri, sebagai bahan pangan untuk kesehatan karena kandungan protein dan

vitamin di dalamnya (Keshav et al., 2013). Selain itu Spirulina alga biru-hijau juga

mengandung 18 asam amino, glutamin, histidin, lisin, metionin, fenilalanin, vitamin

seperti thiamin, tokoferol, riboflavin, niacin, asam folat, beta karoten, B12 dan lain-lain

(Venkatesh et al., 2009). Hal ini juga didukung dalam jurnal Guangwen and Paolo

(2011) yang menjelaskan bahwa Spirulina mengandung asam amino esential (asam

amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh) dalam jumlah yang banyak, dan jumlah

asam amino sulfurnya rendah.

Hal yang dilakukan pertama-tama adalah biomassa Spirulina dimasukkan ke dalam

erlenmeyer, kemudain dilarutkan ke dalam aqua destilata dengan perbandingan 1:10,

dan diaduk menggunakan stirrer selama 2 jam. Tujuan dari pengadukan adalah untuk

mengekstrak fikosianin yang ada pada dalam Spirulina. Aquades merupakan pelarut

polar sehingga bisa digunakan untuk melarutkan fikosianin yang terkandung pada

Spirulina, karena fikosianin merupakan pigmen yang larut pada air. Pengadukan

menggunakan stirrer juga memiliki fungsi untuk homogenisasi Spirulina dengan

aquades sehingga ekstraksi pigmen fikosianin dapat berjalan secara maksimal (Syah et

al., 2005). Hal ini didukung dengan Silveira et al. (2007), oleh karena itu saat

mengekstrak fikosiasin menggunakan aquades sudah sesuai dengan teori.

Selanjutnya dilakukan sentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit, sehingga diperoleh

endapan dan supernatan. Lalu supernatan yang diperoleh diukur kadar fikosianinnya

menggunakan spektrofotometer. Tujuan dilakukannya proses sentrifugasi ini adalah

untuk memisahkan endapan dan supernatan dari larutan yang mana supernatan ini

adalah cairan yang mengandung fikosianin. Silveira et al. (2007) juga menjelaskan

bahwa proses sentrifugasi memiliki fungsi untuk memisahkan fase padatan dan fase cair

dari fikosianin yang sudah terekstrak sehingga saat pengukuran absorbansi tidak akan

mengalami gangguan karena adanya keberadaan zat-zat pengotor atau padatan. Panjang

gelombang yang digunakan untuk spektrofotometri adalah 615 nm dan 652 nm. Hal ini

sudah sesuai dengan pendapat Silveira et al. (2007) yang menyatakan bahwa pada

analisa fikosianin dilakukan dengan cara spektrofotometri absorbansi yang

Page 9: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

menggunakan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Kemudian supernatan

ditambahkan dekstrin dengan perbandingan 1:1,25 (supernatan : dekstrin) dicampur rata

dan dituangkan ke dalam wadah yang dapat digunakan alas untuk pengeringan. Setelah

itu dilakukan pengeringan pada oven 45ºC sampai didapatkan kadar air ±7%. Setelah

kering ditumbuk dengan alat penumbuk hingga berbentuk serbuk. Tujuan ditambahkan

dekstrin adalah untuk mempercepat proses pengeringan dan mencegah kerusakan akibat

panas dari oven, juga untuk meningkatkan total padatan serta memaksimalkan volume

fikosianin yang dihasilkan pada tahap akhir (Murtala, 1999).

Suparti (2000) menjelaskan dekstrin adalah polisakarida yang dihasilkan melalui proses

hidrolisa pati yang mengalami hidrolisis asama tau diatur oleh enzim tertentu. Sifat dari

dekstrin adalah mudah larut pada air, mudah terdispersi, memiliki stabilitas yang lebih

jika dibandingkan dengan pati, tidak kental, dan mempunyai penampakan warna berupa

putih sampai kuning. Fungsi dari dektsrin adalah mampu mengurangi penguapan

komponen selama proses pengolahan. Arief (1987) juga menambahkan fungsi lain

dekstrin, yaitu untuk meningkatkan berat pada produk jika produk dalam bentuk bubuk.

Dekstrin mempunyai struktur molekul spiral yang menyebabkan memiliki kemampuan

untuk memerangkap molekul-molekul flavour.

Metode dengan pengeringan menggunakan oven pada suhu 45ºC sudah sesuai dengan

teori Metting dan Pyne (1986). Dalam teorinya menyatakan apabila suhu yang

digunakan untuk pengeringan fikosianin diatas 60ºC, maka dapat mengakibatkan

degradasi fikosianin dan akan memacu pembentukan reaksi maillard. Sangat tidak

dianjurkan pengeringan menggunakan sinar matahari langsung, karena dapat

menimbulkan aroma yang tidak diinginkan dan bisa meningkatkan kontaminasi bakteri

pada produk akhir yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam pengeringan fikosianin saat

praktikum tidak menggunakan sinar matahari secara langsung namun menggunakan

oven yang suhunya di bawah 60º agar tidak terjadi penurunan kualitas dari fikosianin.

Pada tabel pengamatan yang dilihat adalah konsentrasi fikosianin, yield, dan perubahan

warna sebelum dan setelah dilakukan pengeringan menggunakan oven. Konsentrasi

fikosianin dapat dihitung menggunakan rumus :

Page 10: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

Konsentrasi fikosianin (KF) = OD615−0,474 (OD652)

5,34

Dapat dilihat dari tabel pengamatan seluruh kelompok memiliki perlakuan yang sama,

namun nilai OD yang didapatkan berbeda-beda. Nilai KF dan yield juga memiliki hasil

yang berbeda-beda pada tiap kelompoknya. Nilai OD (optical density) sangat

dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan dari larutan (Fox, 1991). Apabila suatu

larutan semakin keruh, maka nilai OD yang didapatkan juga akan semakin tinggi, begitu

pula sebaliknya. Perbedaan yang dihasilkan pada tiap kelompok bisa saja dikarenakan

tingkat kekeruhan larutan tiap kelompok berbeda-beda. Nilai yield bisa dihasilkan

menggunakan rumus :

Yield = KF ×Vol( total filtrat )gram(berat biomassa)

Dari rumus tersebut dapat dilihat bahwa nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi

fikosianin yang dihasilkan. Sehingga dapat dipastikan bahwa semakin tinggi konsentrasi

dari fikosianin makan akan menghasilkan yield yang semakin tinggi pula, begitu juga

sebaliknya. Nilai KF dan yield yang dihasilkan berbeda-beda antar kelompok, padahal

menggunakan perlakuan yang sama. Dalam praktikum ini juga dilihat parameter

penampakan warna yang dihasilkan sebelum dan sesudah dikeringkan. Sebelum dioven

kelompok C1-C3 mempunyai warna biru tua sedangkan kelompok C4 & C5 berwarna

biru. Setelah mengalami pengeringan dengan dioven, warna yang dihasilkan oleh semua

kelompok adalah biru muda. Hal ini sudah sesuai dengan teori Angka dan Suhartono

(2000) yang menyatakan bahwa dengan penambahan dekstrin konsentrasi tinggi akan

menghasilkan warna yang cenderung lebih muda dan pucat.

Mikroalga fikobiliprotein terdapat 3 pengelompokan, yaitu fikoerithin, allofikosianin

dan fikosianin. Fikosianin merupakan pewarna alami yang dapat digunakan untuk

industri pangan dan industri kosmetik karena dapat memberikan warna biru. Oleh

karena itu digunakan dalam industri pangan karena mengandung antioksidan,

antiinflammator dan aktivitas hepatoprotective. Kelemahan ekstraksi fikosianin adalah

adanya dinding sel yang multilayer dan banyaknya jumlah kontaminan (Danzia, et al.,

2015). Jurnal Chantal et al. (2008) menyatakan fikobiliprotein berguna untuk absorpsi

dan transfer energi secara dinamik.

Page 11: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Indikator mutu produk pangan salah satunya adalah warna.

Spirulina sp. mengandungan pigmen fikosianin yang menghasilkan warna biru.

Spirulina diguanakan karena memiliki kandungan yang bermanfaat bagi tubuh.

Sifat fikosianin adalah larut pada pelarut polar, seperti air.

Absorbansi yang digunakan dalam ekstraksi fikosianin adalah 615 nm dan 652 nm.

Dekstrin ditambahkan untuk memaksimalkan hasil akhir pada produk.

Nilai OD (optical density) sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan dari

larutan.

Nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin yang dihasilkan.

Dekstrin dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan warna pada produk akhir

lebih pucat atau lebih muda.

Spesies yang biasanya digunakan untuk dimanfaatkan adalah Spirulina plantesis.

Semarang, 16 Oktober 2015

Praktikan Asisten Dosen

Catarina Vidya Paramitha - Ferdyanto Juwono

13.70.0145 - Deanna Suntoro

Page 12: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.

Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press.Yogyakarta.

Chantal, D. Alexander, B. D. Ivo, H. M. et al. (2008). Phycicyanin Sensitizes both Photosystem I and Photosystem II in Cryptopghyte Chroomonas CCMP270 Cells. Biophysical Journal Vol. 94, 2423-2433.

Danzia, W. Fenqin, Z. Guanghong L. Shenghui, Y. And Xifeng, Z. (2015). Extraxction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aquesous Two-Phase System of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition Research Vol 3 No 1, 15-19.

Guangwen, T and Paolo, M. S. (2011). Vitamin A, Nutrition and Health Balues of Algae : Spirulina, Chlorella and Dunaliella. Journal of Pharamcy and Nutrition Sciences.

Keshav, D. S. Rajendra, B. G. Rimal, B. P. And Suresh P. K. (2013). Extrax=ction and Purification of C-phycicyanin from dry Spirulina Powder and Evaluating its Antioxidant, Anticoagulant and Preventin of DNA Damage Activity. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 3 (08), pp 149-153.

Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.

Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.

Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007). Bioresour.Technol.,98, 1629.

Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.

Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis.Program Pascasarjana. Universitas Brawijaya. Malang.

Page 13: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

Sutomo. (2005). Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap Pertumbuhan C. Gracilis di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. No. 37 :43-58. Pusat Penelitian Oseanografi.

Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing.Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.

Venkatesh, K. R. Dhiraj, K. Ashutosh, K. and Dhami, S. S. (2009). Effect of Blue Green Micro Algae (Spirulina) on Cocoon Quantitative Parameters of Silkworm (Bombyx mori L.) ARPN Journal pf Agricultural and Biological Science.

Page 14: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus perhitungan :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 (OD652)

5,34 x

110−2

Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)

Kelompok C1

KF = 0,1490 – 0,474 (0,0575)

5,34 x 1

10−2 = 2,280 mg/ml

Yield = 2,280×56

8 = 15,960 mg/g

Kelompok C2

KF = 0,1460 – 0,474 (0,0594)

5,34 x 1

10−2 = 2,207 mg/ml

Yield = 2,207×56

8 = 15,449 mg/g

Kelompok C3

KF = 0,1437 – 0,474 (0,0574)

5,34 x 1

10−2 = 2,181 mg/ml

Yield = 2,181×56

8 = 15,267 mg/g

Kelompok C4

KF = 0,1410 – 0,474 (0,0593)

5,34 x 1

10−2 = 2,114 mg/ml

Yield = 2,114×56

8 = 14,798 mg/g

Kelompok B5

13

Page 15: Fikosianin_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

KF = 0,1440 – 0,474 (0,0588)

5,34 x 1

10−2 = 2,175 mg/ml

Yield = 2,175 × 56

8 = 15,225 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagraram Alir

6.4. Abstrak Jurnal