FIKOSIANIN_Anastasya_13700084_B2_UnikaSoegijapranata

22
Acara III FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGAESPIRULINA LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Anastasya Gumelar NIM : 13.70.0084 Kelompok : B2

description

Praktikum fikosianin dilaksanakan pada hari Jumat 25 September 2015 di laboratorium Rekayasa Pangan FTP Unika Soegijapranata. praktikum dimulai pukul 15.00 dengan asisten dosen Deanna Suntoro dan Ferdyan lalu praktikum dilanjutkan pada hari sabtu 26 September 2015 pada pagi hari.

Transcript of FIKOSIANIN_Anastasya_13700084_B2_UnikaSoegijapranata

Acara III

FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN MICROALGAE”

SPIRULINA

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Anastasya Gumelar

NIM : 13.70.0084

Kelompok : B2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

1. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirrer,

oven, dan plate stirrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomasa Spirulina basah, aquades,

dan dekstrin.

1.2. Metode

1

8 gram biomasa Spirulina dimasukkan dalam Erlenmeyer

Dilarutkan dalam aquades (biomasa : aquades = 1 : 10)

Diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam

2

Disentrifugasi 5000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatan

Supernatan diencerkan dan divortex hingga pengenceran 10-2

Diukur kadar fikosianinnya dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

8 ml supernatan ditambah dekstrin (supernatan : dekstrin = 1 : 1)

3

Dicampur rata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 45ºC hingga kadar air ± 7%

Diperoleh adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan alat penumbuk hingga berbentuk powder

4

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai OD, Konsentrasi Fikosianin (KF), Yield dan Warna pada

praktikum fikosianin ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran OD, Konsentrasi Fikosianin (KF), Yield, danWarna Fikosianin

KelBerat

Biomassa (gram)

Jumlah Akuades

(ml)

Total Filtrat (ml)

OD 615 OD 652KF

(mg/ml)Yield (mg/g)

Warna

Sebelum di oven

Setelah dioven

B1 8 80 56 0,1521 0,1094 1,877 13,139 + +B2 8 80 56 0,1481 0,1094 1,800 12,600 ++ ++B3 8 80 56 0,1393 0,1732 1,071 7,497 + +B4 8 80 56 0,1676 0,1749 1,586 11,103 + +B5 8 80 56 0,1217 0,1743 0,732 5,124 + +

Keterangan :Warna+ = biru sangat tua++ = biru tua+++ = biru muda++++ = biru sangat muda

Berdasarkan Tabel 1, diketahui berat biomassa kering sebanyak 8 gram dan jumlah

aquades yang ditambahkan sebanyak 100 ml serta total filtrat yang diperoleh sebanyak

56 ml untuk setiap kelompok. Nilai OD652 pada kelompok B1 dan B2 lebih rendah jika

dibandingkan nilai OD615, sedangkan pada kelompok B3 hingga B5 nilai OD652 lebih

tinggi dibanding nilai OD615. Konsentrasi fikosianin yang dihasilkan dan yield yang

dihasilkan untuk keenam kelompok berbeda-beda dengan kelompok B1 memiliki hasil

yang paling tinggi yaitu sebesar 1,877 mg/ml dan 13,139 mg/g berturut-turut, dan yang

paling rendah dihasilkan oleh kelompok B5 yaitu sebesar 0,732 mg/ml dan 5,124 mg/g

berturut-turut. Sedangkan untuk pengamatan warna, fikosianin yang telah mengalami

pemanasan menggunakan oven memiliki intensitas warna biru yang sama jika

dibandingkan dengan sebelum dioven pada semua kelompok.

5

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum kloter B ini, dilakukan proses pembuatan pewarna serbuk alami yang

diperoleh dari pigmen fikosianin yang diisolasi dari Sprilunia sp., dengan warna

dominan biru alami. Steinkraus (1983) menyatakan, warna merupakan salah satu

indikator mutu yang dipertimbangkan dalam produksi produk pangan. Warna menjadi

indikator yang sangat penting karena warna akan mempengaruhi penampilan dari suatu

produk pangan, dimana penampilan keseluruhan dari produk merupakan salah satu

faktor yang menjadi bahan pertimbangan konsumen dalam membeli produk pangan

disamping faktor-faktor penting lainnya. Karena itu untuk memperoleh suatu produk

pangan dengan warna yang menarik biasanya industri pangan akan menggunakan

pewarna alami ataupun sintetis dalam produk pangan. Pada umumnya zat warna sintetis

lebih sering digunakan oleh industri pangan disamping harganya yang relatif lebih

murah, pewarna sintetis mudah didapat dan stabilitas lebih tinggi serta tahan lama

selama penyimpanan, namun memiliki tingkat keamanan pangan yang lebih rendah.

Pengunaan zat warna alami jauh lebih aman dibandingkan dengan penggunaan pewarna

sintetis. Maka itu salah satu tujuan dalam praktikum ini adalah untuk menghasilkan zat

warna biru alami (fikosianin) dari Spirulina sp. Yang nantinya dapat diaplikasikan ke

dalam bahan/produk pangan (Song, 2013).

Seperti yang dikatakan Moraes (2011), mikroalga laut mempunyai potensi dalam

menghasilkan senyawa-senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan

masa kini. Senyawa-senyawa aktif tersebut antara lain pigmen, asam lemak, klorofil,

dan lain-lain. Salah satu spesies alga yang mampu menghasilkan warna yaitu Spirulina

sp. yang menghasilkan pigmen fikosianin alami berwarna biru. Pigmen warna ini

memiliki sifat yang larut dalam pelarut polar seperti air hal ini sesuai dengan apa yang

dinyatakan oleh Spolaore et al. (2006).

Spirulina merupakan organisme yang termasuk dalam golongan alga hijau biru atau

yang sering disebut dengan blue green algae. Jika spirulina berada pada koloni besar

maka akan menghasilkan warna hijau tua atau biru kehijauan (agak gelap) dikarenakan

keberadaan klorofil yang tinggi (Tietze, 2004). Pada praktikum ini terlihat Spirulina

6

7

tersebut berwarna hijau pekat sebelum dilakukan sentrifugasi sehingga dapat dikatakan

bahwa Spirulina tersebut mengandung pigmen klorofil dan membentuk koloni.

Richmond (1988) menambahkan, Spirulina merupakan salah satu jenis alga mesofilik,

yang artinya akan tumbuh secara maksimal pada suhu 35-40 °C.

Dalam praktikum ini langkah awal yang dilakukan adalah biomassa spirulina sebanyak

8 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 100

ml lalu diaduk dengan stirrer selama ± 2 jam. Pengadukan ini bertujuan untuk

mengekstrak fikosianin yang terkandung dalam Spirulina. Syah et al. (2005)

menyatakan, aquades merupakan pelarut yang bersifat polar yangh dapat melarutkan

fikosianin karena fikosianin merupakan salah satu pigmen yang bersifat larut dalam air.

Pengadukakan dengan stirrer bertujuan supaya terjadi homogenisasi Spirulina dengan

aquades sehingga mengoptimalkan ekstraksi pigmen fikosianin. Hal ini didukung oleh

Silveira et al. (2007), langkah awal yang digunakan selama praktikum untuk

mengekstrak fikosianin menggunakan aquades sudah tepat dan sesuai dengan teori yang

ada.

Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit lalu

supernatan yang dihasilkan diambil. Sentrifugasi ini bertujuan untuk memisahkan

endapan dan supernatan dari larutan, dimana supernatan pada tahap ini merupakan

cairan yang mengandung fikosianin. Dan juga menurut Silveira et al. (2007), proses

sentrifugasi juga berfungsi untuk memisahkan fase padatan dan fase cair dari fikosianin

yang telah terekstrak, sehingga nantinya saat proses pengukuran absorbansi

menggunakan spektrofotometer tidak akan terganggu oleh keberadaan padatan

pengotor. Supernatan lalu diukur kadar fikosianinnya dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Kadar fikosianin dapat diketahui dari nilai

absorbansi yang terbaca oleh spektrofotometer (Kumar, 2014). Panjang gelombang

yang digunakan pada tahap spektrofotometri ini sudah sesuai dengan teori yang

dinyatakan oleh Silviera et al. (2007), dimana dalam analisa fikosianin, penentuan kadar

fikosianin dapat dilakukan dengan cara spektrofotometri absorbansi dengan panjang

gelombang 615 nm dan 652 nm. Selanjutnya sebanyak 8 ml supernatan diambil dan

dicampur dengan dekstrin sebanyak 10 gram hingga rata kemudian dituang dan

8

diratakan di loyang kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 45oC hingga benar-

benar kering, setelah itu dihancurkan dengan penumbuk hingga menjadi bentuk serbuk.

Parameter yang diamati adalah warna sebelum dan sesudah proses pengeringan dengan

oven. Menurut Murtala (1999), tujuan ditambahkannya dekstrin ke dalam supernatan

adalah untuk mempercepat proses pengeringan dan juga mencegah kerusakan yang

dapat terjadi akibat panas, selain itu juga untuk melapisi komponen flavor yang

dihasilkan serta meningkatkan total padatan dan untuk memaksimalkan volume

fikosianin yang dihasilkan pada tahap akhir.

Menurut pernyataan Suparti (2000), dekstrin adalah polisakarida yang diperoleh dari

proses hidrolisa pati yang diatur oleh enzim tertentu atau dengan cara hidrolisis asam.

Dekstrin memiliki penampakan warna putih hingga kuning dengan sifat mudah larut

dalam air, mudah terdispersi, tidak kental serta stabiliasinya lebih baik jika

dibandingkan dengan pati. Pada umumnya dekstrin dapat meningkatkan berat produk

apabila produk tersebut dalam bentuk serbuk. Struktur molekul dekstrin ini berbentuk

spiral, sehingga dekstrin memiliki kemampuan untuk memerangkap molekul-molekul

flavor (Arief, 1987). Ditambahkan juga oleh Suparti (2000), bahwa dekstrin dapat

mengurangi penguapan komponen selama proses pengolahan.

Temperatur pengeringan dengan metode pengovenan yang digunakan adalah 45oC, hal

ini sesuai dengan pernyataan Metting dan Pyne (1986), jika suhu pengeringan fikosianin

dilakukan pada suhu diatas 60oC maka akan menyebabkan terjadinya degradasi

fikosianin dan dapat memacu reaksi maillard. Sedangkan pengeringan dengan matahari

langsung sangat tidak direkomendasikan, sebab akan menimbulkan aroma yang tidak

diinginkan dan dapat meningkatkan kontaminasi bakteri pada produk yang dihasilkan.

Berdasarkan teori, maka pengeringan yang dilakukan selama praktikum sudah tepat

yaitu tidak menggunakan energi matahari secara langsung melainkan menggunakan

oven dengan suhu yang diatur di bawah suhu 60oC agar tidak terjadi penurunan kualitas

fikosianin.

9

Pada hasil yang diperoleh dapat dilihat konsentrasi fikosianin, yield serta perubahan

warna sebelum dan setelah dilakukan pengeringan dengan oven. Nilai konsentrasi

fikosianin dihitung dengan rumus:

Konsentrasi fikosianin (KF) = OD615−0,474 (OD652)

5,34

Pada hasil pengamatan dapat dilihat, meskipun seluruh kelompok melakukan perlakuan

yang sama, tetapi nilai OD yang dihasilkan berbeda-beda. Dan juga untuk nilai KF dan

yield pada setiap kelompok menghasilkan hasil perhitungan yang berbeda. Menurut

teori Fox (1991), nilai OD (optical density) dipengaruhi dari konsentrasi serta

kejernihan larutan. Semakin keruh suatu larutan maka nilai OD juga akan semakin

tinggi.

Sedangkan nilai yield didapatkan dengan rumus ini:

Yield = KF × Vol(total filtrat )gram(berat biomassa )

Dari rumus tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai yield seharusnya berbanding lurus

dengan konsentrasi fikosianin yang dihasilkan. Sehingga semakin tinggi konsentrasi

fikosianin yang dihasilkan maka yield yang dihasilkan semakin tinggi pula, begitu juga

sebaliknya. Pada hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa seluruh kelompok mendapatkan

konsentrasi fikosianin serta yield yang berbeda-beda padahalperlakuan yang diberikan

tidak berbeda/sama untuk setiap kelompok, hal ini dapat terjadi karena adanya

perbedaan saat pengadukan dan penyampuran dekstrin yang tidak rata. Pada praktikum

ini juga dilihat bahwa setelah dilakukan pengeringan dalam oven, seluruh kelompok

menghasilkan parameter warna yang sama dibandingkan dengan bahan sebelum dioven.

Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Angka dan Suhartono (2000), karena penambahan

konsentrasi dekstrin yang tinggi akan mengakibatkan bubuk fikosianin yang dihasilkan

memiliki warna yang cenderung lebih muda dan pucat.

Menurut Duangsee (2009), fikosianin yang diperoleh dari Spirulina merupakan pewarna

alami yang memiliki kelemahan, yaitu bersifat tidak stabil karena sangat dipengaruhi

oleh faktor intensitas cahaya, pH, dan perlakuan temperatur. Sehingga perlu diberikan

10

perlakuan khusus untuk meminimalkan fikosianin kontak langsuing dengan cahaya

karena sifatnya yang sangat sensitif terhadap cahaya. Selain itu pewarna alami

fikosianin memiliki sifat yang sensitif terhadap suhu yang tinggi, tidak stabil pada pH

rendah (cenderung asam), serta tidak stabil dalam larutan jika terkena cahaya dan

pemanasan yang berlebihan dan bersamaan. Tetapi di samping itu, pewarna fikosianin

tetap memiliki kelebihan dibanding pewarna biru sintetis yaitu sifatnya yang lebih

tahan terhadap reaksi oksidasi (anti oksidatif), oleh karena itu pewarna fikosianin

cenderung lebih aman untuk kesehatan dan dapat digunakan sebagai penangkal radikal

bebas (Boussiba dan Richmond, 1979). Dan saat ini banyak fikosianin yang

diaplikasikan dalam pembuatan makanan dan minuman sebagai pewarna alami

(Hemlata, 2011).

4. KESIMPULAN

Fikosianin memiliki sifat larut dalam air yang merupakan pelarut polar.

Penggunaan aquades bertujuan untuk mengeksrak fikosianin yang terdapat

dalam Spirulina.

Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan endapan dan supernatan dari larutan

yang mengandung fikosianin.

Penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan, mencegah

kerusakan yang dapat terjadi akibat pemanasan, melapisi komponen flavor yang

dihasilkan serta meningkatkan total padatan dan untuk memaksimalkan jumlah

fikosianin yang dihasilkan.

Penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan mengakibatkan hasil

fikosianin menjadi lebih muda dan lebih pucat.

Suhu pengeringan fikosianin yang terlalu tinggi (diatas 60oC) akan

mengakibatkan munculnya reaksi maillard dan fikosianin dapat terdegradasi.

Nilai OD (optical density) ditentukan oleh konsentrasi dan kejernihan dari

larutan, semakin keruh suatu larutan maka nilai OD yang didapat akan semakin

tinggi pula.

Semarang, 30 September 2015

Praktikan, Asisten Dosen- Deanna Suntoro- Ferdyanto Juwono

Anastasya Gumelar(13.70.0084)

11

5. DAFTAR PUSTAKA

Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-IPB.

Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori Dan Praktek. Universitas Gajahmada Press.Yogyakarta.

Boussiba, S; Richmond, A. (1979). Isolation and Purification of Phycocyanin from Spirulina platensis. Arch. Microbiol 120:155-159.

Duangsee, Rachen; Natapas Phoopat dan Suwayd Ningsanond. (2009). Phycocyanin Extraction from Spirulina platenis and Extract Stability Under Various pH and Temperature. As. J. Food Ag-Ind. 2009, 2(04), 819-826.

Hemlata; Gunjan Pandey; Fareha Bano; Tasneem Fatma. (2011). Studies on Anabaena sp. NCCU-9 with Special Reference to Phycocyanin. J. Algal Biomass Utln. 2011, 2 (1): 30 – 51.

Kumar, Devendra et. al. (2014). Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platenis (CCC540). Ind J Plant Physiol. (April–June 2014) 19(2):184–188 DOI 10.1007/s40502-014-0094-7.

Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.

Moraes C. C; Lusia Sala; G. P. Cerveira and S.J. Kalil. (2011). C-Phycocyanin extraction from Spirulina platensis wet biomass. Brazilian Journal of Chemial Engineering. Vol. 28 : 45-49.

Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.

Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007). Bioresour.Technol.,98, 1629.

Song, Wenjun; Cuijuan Zhao dan Suying Wang. (2013). A Large-Scale Preparation Method of High Purity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience,

Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4, July 2013.

Spolaroe P, Joanis CC, Duran E, Isambert A. (2006). Comercial Application of Microalgae Review.J Biosci and Bioeng. 101 (2): 87-96.

12

13

Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.

Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: pengaruh Suhu, Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin. Tesis.Program Pascasarjana. Universitas Brawijaaya. Malang.

Syah et al. (2005).Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing.Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=OD615 – 0,474(OD652)

5,34

yield (mgg )=KF × vol(total filtrat )

g(berat biomassa )

Kelompok B 1

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=0 ,1521 – 0,474 (0 , 1094)

5,34

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=1,877

mgml

yield (mgg )=1,877 × 56

8

yield (mgg )=13,139

mgg

Kelompok B 2

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=0 ,1481 – 0,474 (0 , 1094)

5,34

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=1,800

mgml

yield (mgg )=1,800 ×56

8

yield (mgg )=12,600

mgg

Kelompok B 3

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=0 ,1393 – 0,474 (0 , 1732)

5,34

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=1,071

mgml

yield (mgg )=1,071 ×56

8

yield (mgg )=7,497

mgg

Kelompok B 4

14

15

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=0 ,1676 – 0,474(0 ,1749)

5,34

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=1,586

mgml

yield (mgg )=1,586 × 56

8

yield (mgg )=11,103

mgg

Kelompok B 5

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=0 ,1217 – 0,474(0 ,1743)

5,34

Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=0,732

mgml

yield (mgg )=0 ,732 ×56

8

yie ld(mgg )=5,124

mgg

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal