Fifi Rufaida Fst

149
ANALISIS PELATIHAN DI PTPN VIII UNIT TAMBAKSARI, PABRIK BUKANAGARA, Subang, Jawa Barat Fifi Rufaida PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN/AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 / 1429 H

description

budidaya pada ptpn viii

Transcript of Fifi Rufaida Fst

Page 1: Fifi Rufaida Fst

ANALISIS PELATIHAN DI PTPN VIII

UNIT TAMBAKSARI, PABRIK BUKANAGARA,

Subang, Jawa Barat

Fifi Rufaida

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN/AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008 / 1429 H

Page 2: Fifi Rufaida Fst

ANALISIS PELATIHAN DI PTPN VIII

UNIT TAMBAKSARI, PABRIK BUKANAGARA,

Subang, Jawa Barat

Oleh:

FIFI RUFAIDA

103092029641

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian Pada Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN/AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008 M /1429 H

Page 3: Fifi Rufaida Fst

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juli 2008

Fifi Rufaida

103092029641

Page 4: Fifi Rufaida Fst

RINGKASAN

FIFI RUFAIDA, Analisis Pelatihan di PTPN VIII Unit Tambaksari, Pabrik

Bukanagara (Studi Kasus: Pelatihan ISO 22000:2005). Dibawah bimbingan

NUNUK ADIARNI dan RIZKI ADI PUSPITA.

PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) Unit Tambaksari yang

terletak di Subang, Jawa Barat telah menerapkan sistem keamanan pangan sejak

tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sertifikat ISO 22000:2005

sebagai jaminan keamanan produk sekaligus sebagai strategi untuk meningkatkan

daya saing di pasar. Sebagai langkah untuk mendapat sertifikat tersebut, karyawan

PTPN VIII yang berkaitan dengan proses produksi di Pabrik Bukanagara

diharuskan menjalani beberapa persyaratan yang diantaranya adalah

melaksanakan program pelatihan ISO 22000:2005. Pelatihan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap karyawan agar dapat menerapkan sistem

keamanan produksi teh. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui kesesuaian praktek

pelatihan ISO 22000:2005 pada PTPN VIII Unit Tambaksari, Pabrik Bukanagara dengan teori, (2) Menganalisis manfaat pelatihan ISO 22000:2005 ditinjau dari

pengetahuan dan sikap karyawan PTPN VIII Unit Tambaksari, Pabrik Bukanagara setelah mengikuti pelatihan, (3) Menganalisis hambatan implementasi pelatihan

ISO 22000:2005 di PTPN VIII Unit Tambaksari, Pabrik Bukanagara.

Penelitian dilakukan pada PTPN VIII, Unit Tambaksari, Pabrik

Bukanagara, Subang, Jawa Barat. Lokasi ini sengaja dipilih karena Pabrik

Bukanagara merupakan salah satu pabrik pengolahan teh milik PTPN VIII yang

telah menerapkan ISO 22000:2005. Adapun waktu pelaksanaan penelitian

dimulai pada bulan Desember 2007-Januari 2008. Data yang digunakan untuk

mendukung penelitian terdiri dari data primer yang berasal dari observasi

lapangan, wawancara dengan pihak perusahaan dan penyebaran kuesioner kepada

para responden dan data sekunder yang berasal dari berbagai literatur yang

berkaitan dengan penelitian. Teknik analisis kualitatif deskriptif digunakan untuk

menggambarkan sistem pelatihan ISO 22000:2005 perusahaan. Sedangkan t-Test

dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perubahan

sikap karyawan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan ISO 22000:2005 pada taraf kepercayaan 90 persen.

Pelatihan ISO 22000:2005 yang dilaksanakan oleh Pabrik Bukanagara

sudah efektif, terlihat dari keberhasilan Pabrik Bukanagara mendapatkan sertifikat

ISO 22000:2005 dan tidak adanya keluhan pelanggan mengenai produk yang

dihasilkan (zero claim). Pelatihan yang dilaksanakan pabrik Bukanagara sesuai

dengan langkah-langkah untuk menghasilkan pelatihan yang efektif menurut

Hariandja (2002:168), dengan melalui beberapa tahapan yakni menganalisis

kebutuhan pelatihan, menentukan tujuan dan materi pelatihan, menentukan

metode yang akan digunakan, serta melakukan evaluasi pelatihan. Berdasarkan hasil penelitian, pelatihan ISO 22000:2005 telah memberikan manfaat kepada

karyawan dalam hal peningkatan pengetahuan mengenai ISO 22000:2005 dan

Page 5: Fifi Rufaida Fst

memberikan perubahan sikap antara sebelum dan setelah mengikuti pelatihan.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa hambatan dalam

mengimplementasikan ISO 22000:2005 yang dirasakan karyawan. Diantaranya

adalah sulitnya merubah kebiasaan lama untuk mengikuti prosedur ISO 22000:2005.

Page 6: Fifi Rufaida Fst

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmatNya

sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam penulis

panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya yang

telah membawa umat manusia menuju jalan kebaikan.

Skripsi yang berjudul Analisis Pelatihan di PTPN VIII Unit Tambaksari,

Pabrik Bukanagara merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pertanian pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penyelesaian skripsi ini penulis memperoleh bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Syopansyah Jaya Putra, M. Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi yang telah mengesahkan karya tulis ini sebagai skripsi.

2. Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosial Ekonomi

Pertanian/Agribisnis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menimba ilmu pengetahuan.

3. Achmad Tjahja Nugraha, SP, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Sosial

Ekonomi Pertanian/Agribisnis yang telah banyak membantu kelancaran

penulisan skripsi ini.

4. Kedua pembimbingku Dr.Ir Nunuk Adiarni,MM dan Rizki Adi Puspita Sari,

SP, MM yang telah mencurahkan tenaga, waktu, dan pikirannya demi

terselesaikannya skripsi ini.

5. Drh. Zulmanery, MM dan Bintan Humeira, M. Si selaku penguji yang telah

banyak memberikan saran kepada penulis untuk memperbaiki skripsi ini.

6. Ir. H. Aan Burhanudin selaku Administratur Unit Tambaksari dan

Purnaerawan, BA selaku Sinder TUK Unit Tambaksari yang telah

mengizinkan penulis melakukan penelitian. Tidak lupa penulis ucapkan terima

kasih kepada Ibu Lilis, Bapak Dendi, Bapak Asep Oman dan seluruh

karyawan kantor induk yang telah banyak membantu penulis dalam

mengumpulkan data untuk menunjang skripsi ini.

Page 7: Fifi Rufaida Fst

7. Ir. Iwan Hartadi W. selaku Sinder Pabrik Bukanagara dan Luga Kadarisman,

SP selaku Sinder Kebun Bukanagara yang telah mengizinkan penulis

melakukan penelitian dan dengan sabar membimbing penulis dalam proses

penelitian. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Asep Daud

dan seluruh keluarga besar Pabrik Bukanagara atas informasi dan kerjasama

yang diberikan hingga penelitian ini dapat terselesaikan.

8. Para Dosen di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis.

9. Pimpinan dan Pengelola perpustakaan Fakultas Sains dan Teknologi yang

telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.

10. Mama dan papa atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang diberikan

kepada penulis. Mungkin belum pernah kuungkapkan rasa sayangku, skripsi

ini merupakan wujud cintaku pada kalian. Papa, walaupun kini tak dapat

kulihat lagi dirimu namun kaulah semangat terbesarku dalam menyelesaikan

skripsi ini. I Miss You So Much!!!

11. Kedua kakakku, Rahadian Malik, SKM dan Ayu Laili Rahmiyati, SKM atas

motivasi yang diberikan serta si kecil Haikal yang selalu memberikan

keceriaan dihati penulis.

12. Seluruh keluarga besar mama dan papa atas bantuan yang diberikan kepada

penulis baik moril maupun materiil.

13. Keluarga Kak Budi dan Ce Aceu yang telah memberikan inspirasi dan banyak

membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini serta Pia dan Yasmin yang

selalu siap menghibur penulis.

14. Keluarga Pak Dalit yang telah berbaik hati menerima penulis selama

melakukan proses penelitian.

15. Ary Widiarto, ST yang selalu siap mendukung penulis, try dan icuk yang telah

banyak membantu dalam operasional penyelesaian skripsi ini dan teman-

teman serta adik-adikku di rumah yang dengan senang hati memberikan

semangat kepada penulis.

16. Teman-teman seperjuanganku di Agribisnis angkatan 2003: Adit, Abe, Nia,

Iwan, Nita, Eka, Murda, Dasuki, Dody....selamat menikmati proses yang indah

Page 8: Fifi Rufaida Fst

ini!! Nanda, Ria, Icha, Yupi, Ozy........semangaaattt!! Ati, Dedew, Fera, Lilis,

Nina, Ephot, Ochid, Agus, Wahyu, Ofi, Achi, Isal.......terima kasih atas

dukungannya!! Kakak-kakak dan adik-adik di Agribisnis atas kebersamaannya

dalam meyelesaikan skripsi ini!!

17. Seluruh pihak yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi

ini.

Penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan

dalam penulisan nama dan gelar pada pihak-pihak yang tersebut. Akhirnya hanya

kepada Allah semua itu diserahkan. Semoga amal baik mereka diterima oleh

Allah SWT, Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2008

Penulis

Page 9: Fifi Rufaida Fst

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ........................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi

Bab I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. 3

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................... 4

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Teh ........................................ 5

2.2. Definisi MSDM ..................................................................... 8

2.2.1. Definisi dan Manfaat Kompetensi ............................. 9

2.2.2. Definisi Pelatihan ...................................................... 11 2.2.3. Analisis Kebutuhan Pelatihan .................................... 13

2.2.4. Tujuan Pelatihan ........................................................ 14 2.2.5. Metode Pelatihan ....................................................... 15

2.2.6. Prinsip Pelatihan ........................................................ 18 2.2.7. Evaluasi Pelatihan ..................................................... 19

2.2.8. Unsur Pelatihan ......................................................... 20

2.3. Komponen ISO 22000:2005 .................................................. 22

2.3.1. Ruang Lingkup ISO 22000:2005 ...................... 22

2.3.2. Tujuan ISO 22000:2005 ................................... 22

2.3.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan ............ 23

2.3.4. Tanggung Jawab Manajemen ........................... 24 2.3.5. Manajemen Sumberdaya .................................. 26

2.3.6. Perencanaan dan Realisasi Produk ................... 27 2.3.7. Validasi, Verifikasi, dan Perbaikan Sistem

Manajemen Keamanan Pangan ........................ 31

2.4. Kerangka Konseptual ............................................................ 32

Page 10: Fifi Rufaida Fst

Bab III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 35

3.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 35

3.3. Penentuan Responden ............................................................ 36

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................. 37

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ................... 37

3.4.2. Analisis Kualitatif Deskriptif ..................................... 38

3.4.3. Uji Statistik Menggunakan Metode t-Test ................ 40

3.5. Definisi Operasional............................................................... 41

Bab IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1. Deskripsi Geografis ............................................................... 43

4.2. Sejarah Perusahaan ................................................................ 43

4.3. Visi, Misi, Kebijakan dan Sasaran Perusahaan ..................... 45

4.3.1. Visi ............................................................................ 45

4.3.2. Misi ............................................................................ 45

4.3.3. Kebijakan ................................................................... 46

4.3.4. Sasaran ....................................................................... 46

4.4. Stuktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ............................... 47

4.5. Penerapan Pelatihan ............................................................... 50

4.6. Proses Pengolahan Teh .......................................................... 50

4.7. Implementasi ISO 22000:2005 .............................................. 53

4.8. Karakteristik Responden ....................................................... 55

4.8.1. Jenis Kelamin ………………………………………. 55

4.8.2. Usia ………………………………………………… 56

4.8.3. Pendidikan ................................................................. 57

4.8.4. Masa Kerja ................................................................. 57

Bab V PEMBAHASAN

5.1. Kompetensi Karyawan .......................................................... 58

5.2. Pelaksanaan Pelatihan ISO 22000:2005 ................................ 59

5.2.1. Analisis Kebutuhan Pelatihan .................................... 60

5.2.2. Tujuan dan Materi Pelatihan ..................................... 62

Page 11: Fifi Rufaida Fst

5.2.3. Metode dan Prinsip Pelatihan .................................... 66

5.2.4. Evaluasi Pelatihan ..................................................... 69

5.2.5. Kriteria Peserta dan Pelatih ....................................... 71

5.3. Pengetahuan Karyawan Tehadap ISO 22000:2005 ............... 73

5.3.1. Pengetahuan Responden Terhadap Konsep ISO

22000:2005 ................................................................ 74

5.3.2. Pengetahuan Responden Terhadap Tujuan ISO

22000:2005 ................................................................ 74

5.3.3. Pengetahuan Responden Terhadap Kemungkinan

Bahaya yang Dapat Mengkontaminasi Teh .............. 75

5.3.4. Pengetahuan Responden Terhadap Faktor

Pengkontaminasi Teh ................................................ 75

5.3.5. Pengetahuan Responden Terhadap Tindakan yang

Harus Diambil Bila Teh Terkontaminasi ................... 76

5.3.6. Pengetahuan Responden Terhadap Standar Proses

Pengolahan Teh ........................................................ 77

5.3.7. Pengetahuan Responden Terhadap Standar Kondisi Lingkungan Pabrik .................................................... 77

5.3.8. Pengetahuan Responden Terhadap Standar Alat Pengolah Teh ............................................................. 78

5.3.9. Pengetahuan Responden Terhadap Standar Perlengkapan Kerja ................................................... 78

5.3.10. Pengetahuan Responden Terhadap Kondisi Fisik untuk Memulai Proses Pengolahan ........................... 79

5.4. Perubahan Sikap Karyawan Setelah Pelatihan

ISO 22000:2005 ..................................................................... 80

5.5. Hambatan Implementasi ISO 22000:2005 ............................. 83

5.5.1. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Pernahnya

Melakukan Kesalahan dalam Melaksanakan Prosedur

ISO 22000:2000 ......................................................... 84

5.5.2. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kurangnya

Atasan dalam Memberikan Bimbingan Implementasi

ISO 22000:2005 ........................................................ 85

5.5.3. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kurangnya

Pengetahuan Mengenai ISO 22000:2005 .................. 85

5.5.4. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kurangnya

waktu Pelatihan ISO 22000:2005 .............................. 86

5.5.5. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Adanya

Kesulitan Merubah Kebiasaan lama untuk Mengikuti

Prosedur ISO 22000:2005 .......................................... 87

Page 12: Fifi Rufaida Fst

5.5.6. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kurangnya

Kerjasama Rekan Kerja Dalam Implementasi

ISO 22000:2005.......................................................... 88

5.5.7. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Adanya Penambahan Beban Kerja Akibat Implementasi ISO

22000:2005 ................................................................ 88 5.5.8. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kurangnya

Sarana Penunjang dalam Mendukung Implementasi ISO 22000:2005 ......................................................... 89

5.5.9. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Adanya kesulitan Melakukan Dokumentasi dalam Mendukung

Implementasi ISO 22000:2005 ................................... 90

Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan .............................................................................. 91

6.2. Saran ........................................................................................ 92

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 93

LAMPIRAN

Page 13: Fifi Rufaida Fst

DAFTAR TABEL

1. Peraturan Pengepakan Teh di Pabrik Bukanagara ..................................... 53

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 55

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia .............................................. 56

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ................................... 57

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ................................... 57

6. Materi Pelatihan ISO 22000:2005 di Pabrik Bukanagara Tahun 2007 ..... 64

7. Hasil Uji t Perubahan Sikap Karyawan di Pabrik Bukanagara

Tahun 2008 ................................................................................................ 81

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Konseptual ................................................................................ 34

Page 14: Fifi Rufaida Fst

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kerangka Operasional .............................................................................. 95

2. Uji Validitas Tingkat Pengetahuan Responden

Terhadap ISO 22000:2005 ....................................................................... 96

3. Uji Validitas Hambatan Implementasi ISO 22000:2005.......................... 97

4. Hasil wawancara ...................................................................................... 98

5. Hasil Observasi ........................................................................................ 105

6. Kuesioner ................................................................................................. 108

7. Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap ISO 22000:2005 ................. 111

8. Uji-t .......................................................................................................... 114

9. Hambatan Implementasi ISO 22000:2005................................................ 129

10. Daftar Responden ..................................................................................... 132

11. Proses Pengolahan Teh............................................................................. 134

12. Struktur Organisasi SMKP ...................................................................... 135

13. Tata Letak dan Alur Bangunan Karyawan .............................................. 136

14. Daftar Nilai Karyawan Hasil Pelatihan ................................................... 137

15. Ketentuan Karyawan dan Pengunjung .................................................... 142

16. Kompetensi Karyawan ........................................................................... 144

17. Pelatihan ISO 22000:2005 ....................................................................... 147

18. Program Diklat Tahun 2007 .................................................................... 149

19. Surat Izin Penelitian ................................................................................ 151

20. Istilah Yang Digunakan Dalam ISI 22000:2005 ..................................... 152

21. Foto Penelitian.......................................................................................... 154

Page 15: Fifi Rufaida Fst

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komoditas teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan

penting sebagai sumber lapangan kerja, menjaga kelestarian lingkungan dan

sumber pendapatan pemerintah (Deptan, 2007:1). Agribisnis teh mengalami

tantangan dalam memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun ekspor akan

produk teh yang aman. Karenanya, industri teh harus bisa menjamin produk yang

diproduksi memenuhi standar keamanan pangan. Salah satu standar keamanan

pangan yang diakui secara internasional adalah ISO 22000 yang telah diluncurkan

oleh badan akreditasi internasional (International Standardisation Organization)

di Inggris pada bulan September 2005 yang lebih dikenal dengan nama ISO

22000:2005). Perusahaan yang menerapkan ISO 22000:2005 akan memiliki nilai

tambah sehingga mampu berkompetisi secara global tanpa terseret isu-isu sensitif

tentang masalah pangan seperti adanya kasus keracunan sari buah di Surabaya

pada bulan Mei 2004 (Teknofood, 2007:1).

PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) Unit Tambaksari yang

terletak di Subang, Jawa Barat berusaha menerapkan sistem keamanan proses

produksi teh. Sejak tahun 1995 hingga saat ini, Unit Tambaksari mengelola lima

kebun (afdeling teh), yaitu afdeling Tambaksari, afdeling Kasomalang, afdeling

Palasari, afdeling Sarireja, dan afdeling Bukanagara. Selain afdeling, Unit

Tambaksari mengelola dua buah pabrik teh yang terletak di Tambaksari dan

Page 16: Fifi Rufaida Fst

Bukanagara. Namun sistem keamanan pangan baru diterapkan secara menyeluruh

pada Pabrik Bukanagara yang didirikan pada 14 April 1999 dan diterapkan sejak

satu tahun terakhir. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sertifikat ISO

22000:2005 sebagai jaminan keamanan produk sekaligus sebagai strategi untuk

meningkatkan daya saing di pasar. Sebagai langkah untuk mendapat sertifikat

tersebut, karyawan PTPN VIII yang berkaitan dengan proses produksi di Pabrik

Bukanagara diharuskan menjalani beberapa persyaratan yang diantaranya adalah

melaksanakan program pelatihan ISO 22000:2005. Pelatihan diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan mengenai ISO 22000:2005 dan merubah sikap

karyawan dalam bekerja agar dapat menerapkan sistem keamanan produksi teh.

Suatu pelatihan yang efektif memerlukan proses menganalisis pelatihan,

menentukan tujuan, materi, metode yang akan digunakan serta melakukan

evaluasi pelatihan (Hariandja, 2002:174). Pelatihan ISO 22000:2005 dikatakan

efektif salah satunya dengan mendapatkan sertifikat ISO 22000: 2005 setelah

melalui proses audit oleh pihak eksternal sebanyak dua kali pada semua bagian.

Audit yang dilakukan pada bagian pabrik meliputi sanitasi, pengelolaan bahan

baku, pengemasan hingga pendistribusian.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin mengangkat

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kesesuaian praktek pelatihan ISO 22000:2005 pada PTPN VIII

Unit Tambaksari, Pabrik Bukanagara dengan teori?

Page 17: Fifi Rufaida Fst

2. Apa manfaat pelatihan ISO 22000:2005 terhadap tingkat pengetahuan dan

sikap karyawan PTPN VIII Unit Tambaksari, Pabrik Bukanagara?

3. Apa hambatan implementasi ISO 22000:2005 di PTPN VIII Unit Tambaksari,

Pabrik Bukanagara?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian adalah:

1. Mengetahui kesesuaian praktek pelatihan ISO 22000:2005 pada PTPN VIII

Unit Tambaksari, Pabrik Bukanagara dengan teori.

2. Menganalisis manfaat pelatihan ISO 22000:2005 terhadap pengetahuan dan

sikap karyawan PTPN VIII Unit Tambaksari, Pabrik Bukanagara setelah

mengikuti pelatihan.

3. Menganalisis hambatan implementasi ISO 22000:2005 di PTPN VIII Unit

Tambaksari, Pabrik Bukanagara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak

yang terkait :

1. Perusahaan

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perusahaan untuk

mengetahui apakah pelatihan ISO 22000:2005 yang dilakukan sudah berjalan

dengan optimal.

Page 18: Fifi Rufaida Fst

2. Universitas

Menambah kajian penelitian mengenai pelatihan ISO 22000:2005 khususnya

pada Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dalam bidang pelatihan ISO 22000:2005.

3. Peneliti

Dapat menerapkan ilmu yang sudah diperoleh selama menempuh pendidikan

di bangku kuliah dan menambah wawasan mengenai bidang ilmu yang terkait.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PTPN VIII Unit Tambaksari, Pabrik

Bukanagara khususnya pada bagian pembeberan, pelayuan, turun layu,

penggilingan, pengeringan, sortasi dan pengepakan. Bagian ini dipilih karena

berkaitan langsung dengan pengolahan bahan baku menjadi produk teh jadi dan

termasuk ke dalam area kritis penerapan ISO 22000:2005. Ruang lingkup

penelitian pelatihan ISO 22000:2005 terdiri dari:

1) Analisis kebutuhan pelatihan

2) Penentuan tujuan dan materi pelatihan

3) Penentuan metode pelatihan

4) Evaluasi pelatihan

5) Manfaat pelatihan ISO 22000:2005

6) Hambatan implementasi ISO 22000:2005

Page 19: Fifi Rufaida Fst

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Komoditas Teh

Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu jenis tanaman perdu

berdaun hijau yang diduga berasal dari daratan Cina. Tanaman teh masuk ke

Indonesia dibawa oleh orang-orang Belanda yang menjajah Indonesia. Beberapa

data menyebutkan Indonesia mengenal tanaman teh sejak tahun 1684. Sedangkan

dalam bukunya yang berjudul All About Tea, W. H. Ukers menulis bahwa sekitar

tahun 1694 Andreas Cleyer sudah mulai menanam teh di pulau Jawa dan untuk

bibit tehnya didatangkan dari Jepang. Mulanya teh hanya ditanam sebagai

tanaman hias halaman. Perkebunan teh baru dibuka beberapa puluh tahun

kemudian. Usaha pengembangan budidaya teh untuk perkebunan skala besar

dimulai ketika pemerintah Belanda mendatangkan biji-biji teh dari negeri Cina

pada tahun 1728. Namun hasil dari penanaman tersebut belum terlihat. Baru pada

abad ke 19, teh mulai dikenal sebagai tanaman perkebunan di Indonesia dan

ekspor teh perdana ke Amsterdam pada tahun 1835 merupakan pemacu dibukanya

perkebunan teh rakyat (Nazaruddin, 1996:3).

1) Morfologi Teh

Tanaman teh berbentuk pohon. Tingginya bisa mencapai belasan meter.

Namun tanaman teh selalu dipangkas untuk memudahkan pemetikan, sehingga

tingginya hanya sekitar 90-120 cm. Mahkota tanaman teh berbentuk kerucut,

daunnya berbentuk jorong, tepi daun bergerigi. Bunga teh berbentuk tunggal dan

muncul dari ketiak daun, warnanya putih bersih dan berbau wangi lembut. Namun

Page 20: Fifi Rufaida Fst

ada juga bunga teh yang berwarna semu merah jambu. Mahkota bunga berjumlah

5-6 helai. Buah teh berwarna hijau kecoklatan dan setiap satu buah mempunyai

satu sampai enam biji. Akar teh berupa akar tunggang dan mempunyai banyak

akar cabang. Apabila akar tunggang putus, akar-akar cabang akan menggantikan

fungsinya dengan arah tumbuh yang semula melintang menjadi tumbuh ke bawah.

2) Sistematika dan Jenis Teh

Menurut Nazaruddin (1996:2) pada silsilah kekerabatan dalam dunia tumbuh-

tumbuhan, tanaman teh termasuk ke dalam:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Guttiferales

Famili : Theaceae

Genus : Camellia

Species : Camellia sinensis

Sedangkan jenis teh berdasarkan morfologinya dibedakan menjadi dua, yaitu

jenis teh Sinensis dan jenis Assamica. Teh Sinensis yang dikenal juga dengan

nama teh Cina atau teh Jawa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: tinggi pohon 3-

9 meter, pertumbuhan lambat, jarak antara cabang dengan tanah sangat dekat,

daun berukuran kecil, pendek, ujungnya agak tumpul, dan warnanya agak tua

serta hasil produksinya tidak banyak.

Page 21: Fifi Rufaida Fst

Adapun teh Assamica mempunyai ciri-ciri: tinggi pohon bisa mencapai 12-20

meter, pertumbuhan lebih cepat, cabang agak jauh dari permukaan tanah; ukuran

daunnya lebih lebar, panjang, ujungnya runcing, dan warnanya hijau mengkilat

serta jumlah produksinya tinggi.

3) Pengolahan Teh

Menurut Nazaruddin (1996:2), mutu teh dinilai berdasarkan rasa, aroma, dan

warna seduhan. Penilaian mutu ditentukan oleh seorang ahli pencicip berdasarkan

analisis organoleptik, yaitu kemampuan mengukur mutu dengan indera

penglihatan, penciuman, dan perasa. Parameter lain seperti kadar air dan berat

jenis hanya sebagai pendukung. Berdasarkan sistem pengolahan, teh dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:

a) Teh hitam

Teh hitam diolah melalui fermentasi. Teh ini dibagi menjadi dua, yaitu:

- Teh ortodox: teh yang diolah melalui proses pelayuan sekitar 16 jam,

penggulungan, fermentasi, pengeringan, sortasi, hingga berbentuk teh jadi.

- Teh CTC (Cutting, Tearing, dan Curling): teh yang diolah melalui perajangan,

penyobekan, dan penggulungan daun basah menjadi bubuk kemudian

dilanjutkan dengan fermentasi, pengeringan, sortasi, hingga berbentuk teh

jadi.

b) Teh hijau

Teh ini diolah tanpa melalui fermentasi. Teh hijau dikelompokkan

menjadi tiga jenis, yaitu:

Page 22: Fifi Rufaida Fst

- Teh Hijau: teh diolah melalui pelayuan sekitar 3 menit, selanjutnya dilakukan

penggulungan, pengeringan, sortasi, dan berbentuk teh jadi.

- Teh oolong: teh diolah mlalui semi pelayuan selama 6-9 jam, selanjutnya

diproses seperti teh hijau.

- Teh gunga: merupakan teh oolong yang diberi aroma tertentu, seperti bunga

melati.

2.2. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Setiap perusahaan pasti memiliki tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia

(SDM) karena merupakan salah satu elemen kekuatan dari perusahaan yang dapat

mengendalikan elemen lain dan melaksanakan berbagai fungsi dengan tujuan

yang sudah ditetapkan. Pengelolaan dan pengembangan SDM menjadi hal yang

sangat penting karena akan menentukan perkembangan perusahaan. Perusahaan

memerlukan manajemen dalam seluruh aspek untuk dapat bersaing dan

mendapatkan keuntungan yang diinginkan. Salah satunya adalah Manajemen

Sumber Daya Manusia (MSDM).

Menurut Hariandja (2002:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah

keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, kebijakan, dan

program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan

pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan

efektivitas organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat

dipertanggungjawabkan. Aktivitas berarti melakukan berbagai kegiatan, misalnya

melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, analisis

Page 23: Fifi Rufaida Fst

jabatan, rekrutmen, seleksi, orientasi, memotivasi, dan lain-lain. Kebijakan

berkaitan Manajemen Sumber Daya Manusia antara lain mencari SDM dari dalam

untuk mengisi jabatan dan melakukan program pelatihan.

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur

hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu

terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Manusia selalu

berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia

menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi (Hasibuan,

2006:10). Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pengelolaan dan

pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (Rivai, 2004:5). Pengelolaan

dan pendayagunaan tersebut dikembangkan oleh seorang pimpinan secara

maksimal untuk mencapai tujuan perusahaan dan dilakukan secara terpadu.

Manajemen Sumber Daya Manusia juga merupakan rangkaian strategis, proses

dan aktivitas yang didesain untuk menunjang tujuan perusahaan dengan cara

mengintegrasikan kebutuhan perusahaan dan individu.

2.2.1. Definisi dan Manfaat Kompetensi

Kompetensi adalah kombinasi dari keterampilan, pengetahuan, dan

perilaku yang dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah

organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap

organisasinya (Wyatt dalam Ruky, 2003:106).

Saat ini konsep kompetensi sudah diterapkan dalam berbagai aspek

MSDM, diantaranya pada bidang pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan

Page 24: Fifi Rufaida Fst

seleksi, dan sistem remunerasi. Konsep kompetensi semakin populer dan sudah

banyak digunakan oleh perusahaan besar dengan berbagai alasan seperti berikut:

1) Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai

Model kompetensi mampu menjawab pertanyaan mengenai keterampilan,

pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan serta

perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan kinerja dan kesuksesan

dalam pekerjaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan banyak membantu dalam

mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang SDM. Dengan

memperjelas yang diharapkan dalam suatu pekerjaan, model kompetensi akan

membantu kebutuhan individual, antara lain dengan mengarahkan perilaku pada

standar yang diharapkan dan meningkatkan keterampilan untuk meningkatkan

kinerja melalui pelatihan dan cara lain.

2) Alat seleksi karyawan

Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu

organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik. Dengan kejelasan

terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, organisasi dapat

mengarahkan seleksi pada sasaran yang selektif.

3) Memaksimalkan produktivitas

Tuntutan untuk menjadikan organisasi memiliki produktivitas tinggi

mengharuskan organisasi untuk mencari karyawan yang bisa dikembangkan

secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga

mampu dimobilisasikan secara vertikal dan horizontal.

Page 25: Fifi Rufaida Fst

4) Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi

Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi

(imbalan) secara lebih adil. Kebijakan remunerasi akan lebih terarah dan

transparan dengan mengaitkan keputusan dengan suatu set perilaku yang

diharapkan dan yang ditampilkan seorang karyawan.

5) Memudahkan adaptasi terhadap perubahan

Model kompetensi dapat menjadi sarana untuk menetapkan keterampilan apa

yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah.

6) Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi

Model kompetensi merupakan cara yang paling mudah untuk

mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus

dalam unjuk kerja karyawan.

Secara spesifik, model kompetensi memberikan manfaat pada bidang

pelatihan untuk memudahkan organisasi memfokuskan upaya pada keterampilan,

pengetahuan, dan karakteristik yang paling berpngaruh terhadap unjuk kerja,

meyakinkan bahwa kesempatan pelatihan dan pengembangan selaras dengan nilai

dan strategi perusahaan, dan memberikan kerangka kerja untuk proses pembinaan

dan umpan balik secara berkelanjutan (Ruky, 2003:107).

2.2.2. Definisi Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kinerja

karyawan. Ada beberapa pengertian pelatihan. Menurut Hamalik (2005:10),

pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian upaya yang dilaksanakan

Page 26: Fifi Rufaida Fst

dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang

dilakukan oleh pelatih profesional dalam satuan waktu untuk meningkatkan

kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu hingga efektivitas dan

produktivitas kerja dalam suatu organisasi meningkat.

Pelatihan menyangkut usaha-usaha terencana yang diselenggarakan agar

dicapai penguasaan keterampilan, pengetahuan dan sikap-sikap yang relevan

terhadap pekerjaan (Shaleh, 2006:39). Diharapkan dengan adanya pelatihan,

kesenjangan antara tuntutan pekerjaan dengan kompetensi SDM dapat diperkecil

atau bahkan dihilangkan.

Hariandja (2002:168) menyoroti pelatihan sebagai upaya untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai serta cara

untuk mengubah sikap pegawai terhadap pekerjaan. Hal ini disebabkan keyakinan

dan pengetahuan pegawai terhadap suatu obyek akan berubah setelah mengikuti

pelatihan dan akan cenderung mengubah sikap pegawai terhadap pekerjaan.

Proses atau kegiatan yang harus dilakukan dalam upaya mengembangkan

program pelatihan yang efektif, yaitu:

1) Menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi, yang sering disebut dengan need

analysis atau need assessment.

2) Menentukan tujuan dan materi program pelatihan.

3) Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan.

4) Mengevaluasi program pelatihan.

Page 27: Fifi Rufaida Fst

2.2.3. Analisis Kebutuhan Pelatihan

Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari rangkaian kegiatan

pelatihan. Dengan melakukan analisis, perusahaan dapat menentukan masalah

yang dihadapi karyawan saat ini dan tantangan dimasa mendatang yang harus

dipenuhi oleh perusahaan melalui program pelatihan (Rivai, 2004:237). Kegiatan

ini terbilang rumit karena sebelumnya harus mendiagnosis kompetensi yang

dimiliki oleh karyawan. Analisis dilakukan agar metode yang diterapkan sesuai

dengan apa yang dibutuhkan dan tidak sia-sia. Menurut Jiwoungu (2003:143),

terdapat tiga pendekatan yang digunakan dalam melakukan analisis kebutuhan

pelatihan, yaitu:

1) Analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan analisis organisasi

Pendekatan berdasarkan analisis organisasi dilakukan dengan mengidentifikasi

strategi dan lingkungan organisasi pada saat ini dan masa mendatang. Para

karyawan dipersiapkan untuk menjalankan strategi yang direncanakan

perusahaan. Pertanyaan yang dijadikan acuan untuk melakukan analisis organisasi

adalah: “Problem kesenjangan pelatihan apa yang harus diselesaikan agar

memberi manfaat bagi organisasi?”.

2) Analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan analisis jabatan

Selanjutnya dilakukan analisis berdasarkan jabatan, yaitu menganalisis

tugas-tugas yang harus dilakukan dalam setiap jabatan. Analisis ini dilakukan

untuk menjawab pertanyaan dasar: “Jabatan ini membutuhkan pelatihan apa agar

kinerja pegawai yang menduduki jabatan ini dapat mendukung tercapainya kinerja

perusahaan?”.

Page 28: Fifi Rufaida Fst

3) Analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan analisis pejabat

Pertanyaan dasar dari analisis pejabat adalah:”Persyaratan apa yang harus

dimiliki oleh pemegang jabatan agar mampu menampilkan kinerja yang sesuai

dengan standar kinerja jabatan yang diharapkan?”.

Esensi dari analisis pejabat adalah membandingkan antara taraf kinerja ideal

suatu jabatan terhadap kinerja yang ditampilkan oleh pejabat, sehingga diperoleh

kesenjangan kinerja. Kesenjangan tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya

motivasi, kemampuan dan ketidaktepatan sikap kerja. Pelatihan dapat menjawab

permasalahan yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

2.2.4. Tujuan Pelatihan

Jiwoungu (2003:136) menjelaskan tujuan pelatihan adalah:

1) Menyiapkan pegawai dalam penugasan tertentu.

2) Meningkatkan kinerja dan produktivitas para pegawai pemegang jabatan

sehingga dapat menghilangkan gap atau kesenjangan pengetahuan,

keterampilan serta sikap kerja pegawai dalam tugas jabatannya.

3) Memberikan kesempatan belajar sebagai bagian dari program pengembangan

diri dan karir pegawai.

4) Menyiapkan para pegawai agar dapat menangani atau mengerjakan material

atau produk baru, metode baru, peralatan dan atau teknologi baru.

5) Menyiapkan para lulusan dari berbagai tingkatan sekolah atau pendidikan

umum agar dapat melampaui masa transisi untuk memasuki situasi kerja yang

nyata dari suatu perusahaan.

Page 29: Fifi Rufaida Fst

6) Memungkinkan diselenggarakannya perencanaan sumber daya manusia yang

lebih integratif dan komprehensif dengan kebijakan personalia lainnya

sehingga kinerja dan produktivitas pegawai yang tinggi dapat berpengaruh

langsung pada peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

2.2.5. Metode Pelatihan

Ada beberapa metode dalam pelatihan yang dapat dipilih dan disesuaikan

dengan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Berikut adalah metode

pelatihan menurut Hariandja (2002:186):

2) On the job training

Tujuannya untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan

tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan tersebut dan sebagai

alat untuk kenaikan jabatan. Biasanya dilakukan langsung pada situasi pekerjaan

yang sebenarnya. Beberapa metode yang termasuk on the job training, yaitu:

a) Job instruction training

Yaitu pelatihan dimana atasan bertindak sebagai pelatih untuk

menginstruksikan cara melakukan pekerjaan tertentu dalam proses kerja.

b) Coaching

Merupakan bentuk pelatihan yang dilakukan oleh atasan di tempat kerja

dengan cara membimbing karyawan dalam melakukan tugas tertentu secara

informal dan tidak terencana.

Page 30: Fifi Rufaida Fst

c) Job rotation

Adalah program yang direncanakan secara formal dengan cara menugaskan

karyawan pada beberapa pekerjan yang berbeda dan dalam bagian yang

berbeda untuk menambah pengetahuan.

d) Apprenticeship

Adalah bentuk pelatihan yang mengkombinasikan antara teori dengan praktek

langsung di lapangan.

3) Off the job training

Latihan diselenggarakan dalam suatu ruangan khusus yang berada di luar

tempat kerja. Tujuannya adalah untuk melatih karyawan melakukan pekerjaannya

secara tepat.

a) Lecture

Merupakan metode pelatihan berupa ceramah yang diberikan oleh pelatih

kepada sekelompok peserta latih dan umumnya terjadi komunikasi satu arah.

b) Video presentation

Merupakan presentasi yang disajikan dalam bentuk film ataupun video tentang

pengetahuan suatu pekerjaan.

c) Vestibule training

Merupakan bentuk pelatihan yang diberikan pada suatu tempat khusus yang

dirancang menyerupai tempat kerja, yang dilengkapi dengan berbagai

peralatan seperti di tempat kerja.

Page 31: Fifi Rufaida Fst

d) Role playing

Merupakan metode pelatihan yang dilakukan dengan cara para peserta

diberikan peran tertentu untuk bertindak dalam situasi khusus.

e) Case study

Adalah studi kasus yang dilakukan dengan memberikan beberapa kasus

tertentu, kemudian peserta diminta memecahkan kasus tersebut melalui

diskusi kelompok belajar.

f) Self study

Merupakan bentuk pelatihan dimana peserta diminta belajar sendiri melalui

rancangan materi yang telah disusun dengan baik, seperti melalui bahan

bacaan dan video.

g) Learning program

Merupakan bentuk lain dari self study, yaitu dengan menyiapkan pertanyaan

dan peserta diminta untuk menuliskan jawabannya.

h) Laboratory training

Merupakan bentuk pelatihan untuk meningkatkan kemampuan hubungan antar

pribadi melalui sharing diantara beberapa peserta.

i) Action learning

Merupakan proses belajar melalui kelompok kecil dalam memecahkan

berbagai persoalan dalam pekerjaan, yang dibantu oleh seorang ahli.

Page 32: Fifi Rufaida Fst

2.2.6. Prinsip Pelatihan

Menurut Hariandja (2002:185), lima prinsip belajar yang dianggap sangat

penting untuk meningkatkan efektivitas pelatihan, yaitu:

1) Participation

Merupakan keterlibatan seorang peserta latihan dalam kegiatan pelatihan

secara aktif dan langsung. Partisipasi merupakan hal yang penting karena

dapat meningkatkan pemahaman peserta pelatihan.

2) Repetition

Adalah melakukan atau mengatakan secara berulang-ulang dalam usaha

menanamkan suatu ide dalam ingatan seseorang.

3) Relevance

Berarti pelatihan mempunyai arti atau manfaat yang sangat penting pada

seseorang.

4) Transference

Berarti adanya kesesuaian antara pelatihan dengan pekerjaan yang dilakukan

sehari-hari oleh karyawan.

5) Feedback

Merupakan pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang telah

dicapai oleh peserta pelatihan. Hal apa saja yang perlu diperbaiki dalam

program pelatihan atau yang dapat dipertahankan.

Page 33: Fifi Rufaida Fst

2.2.7. Evaluasi pelatihan

Evaluasi pelatihan dilakukan untuk menilai keberhasilan suatu program

pelatihan dan sebagai acuan untuk perbaikan kualitas pelatihan dimasa

mendatang. Menurut Rivai (2004:248), kriteria yang efektif dalam mengevaluasi

kegiatan pelatihan adalah yang berfokus pada hasil akhir. Berikut ini adalah hal-

hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses evaluasi pelatihan:

1) Reaksi dari para peserta pelatihan terhadap isi dan proses pelatihan

Reaksi peserta dapat diukur dengan cara menanyakan langsung kepada para

peserta atau dengan menyebarkan kuesioner.

2) Hasil yang diperoleh melalui pengalaman pelatihan

Pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan diketahui dengan mengukur

seberapa besar tambahan pengetahuan yang diperoleh setelah pelatihan

dilakukan. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan pretest yakni tes sebelum

pelatihan dan post test yakni tes sesudah pelatihan.

3) Perubahan perilaku setelah mengikuti pelatihan

Perubahan perilaku karyawan setelah pelatihan dapat diketahui dengan cara

menanyakan langsung kepada atasan, rekan kerja, atau dengan melakukan

pengamatan di lapangan.

4) Perbaikan pada organisasi

Perbaikan pada organisasi dapat dilihat dari perputaran kerja yang menurun,

kecelakaan kerja yang makin rendah, menurunnya ketidakhadiran, dan

penurunan biaya proses.

Page 34: Fifi Rufaida Fst

2.2.8. Unsur Pelatihan

Menurut Hamalik (2005:35), lima unsur dalam program pelatihan yaitu:

1) Peserta latihan

Penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan proses

pelatihan, yang pada akhirnya turut menentukan efektivitas pekerjaan. Karena itu

perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik,

berdasarkan kriteria, antara lain :

a) Akademik, adalah jenjang pendidikan dan keahlian.

b) Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan

ditempatkan pada pekerjan tertentu.

c) Pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah diperoleh dalam

pekerjaan.

d) Motivasi dan minat yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.

e) Pribadi, menyangkut aspek moral, dan sifat-sifat yang diperlukan untuk

pekerjaan tersebut.

f) Intelektual, tingkat berfikir, dan pengetahuan, diketahui melalui tingkat

seleksi.

2) Pelatih (instruktur)

Pelatih memegang peranan penting dalam pelatihan terhadap kelancaran dan

keberhasilan program pelatihan. Itu sebabnya perlu dipilih pelatih yang ahli, yang

berkualifikasi dan profesional. Beberapa pertimbangan yang perlu

dipertimbangkan dalam memilih pelatih adalah :

Page 35: Fifi Rufaida Fst

a) Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih, yang ahli dalam bidang

spesialisasi tertentu.

b) Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya sebagai

pelatih.

c) Pelatih berasal dari dalam lingkungan organisasi sendiri lebih baik

dibandingkan dengan yang dari luar.

d) Perlu dipertimbangkan bahwa seorang pejabat yang ahli dan

berpengalaman belum tentu menjadi pelatih yang baik dan berhasil.

3) Lamanya pelatihan

Lamanya masa pelatihan berdasarkan pertimbangan mengenai :

a) Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelajari. Bila jumlah dan

mutu kemampuan yang hendak dipelajari dalam pelatihan lebih banyak

dan tinggi, maka diperlukan waktu pelatihan yang lebih lama.

b) Kemampuan belajar para peserta dalam mengikuti kegiatan. Kelompok

peserta yang kurang mampu menerima materi membutuhkan waktu

pelatihan yang lebih lama.

c) Media pengajaran. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan

membantu kegiatan pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan.

4) Bahan pelatihan

Bahan latihan sebaiknya disiapkan secara tertulis agar mudah dipelajari

oleh para peserta. Penulisan bahan dalam bentuk buku paket materi pelatihan

hendaknya memperhatikan faktor-faktor tujuan pelatihan, tingkatan peserta

latihan, harapan lembaga penyelenggara pelatihan dan lamanya latihan. Cara

Page 36: Fifi Rufaida Fst

penulisannya agar disesuaikan dengan pedoman penulisan karya ilmiah yang

berlaku. Untuk melengkapi bahan pelatihan sebaiknya disediakan sejumlah

referensi yang relevan dengan pokok bahasan yang diajarkan.

5) Bentuk pelatihan

Bentuk pelatihan tentunya disesuaikan dengan permasalahan yang sedang

dihadapi dan tujuan yang ingin dicapai.

2.3. Komponen ISO 22000:2005

2.3.1. Ruang Lingkup ISO 22000:2005

ISO 22000:2005 merupakan persyaratan manajemen keamanan pangan

jika organisasi ingin memberikan bukti akan kemampuannya mengendalikan

bahaya keamanan pangan untuk meyakinkan produknya dikonsumsi. Standar

Internasional ini dapat diterapkan pada semua organisasi baik besar ataupun kecil

yang berkaitan dengan pangan dan mempunyai keinginan untuk menerapkan

sistem keamanan pangan secara konsisten (ISO, 2005:1).

2.3.2. Tujuan ISO 22000:2005

Standar internasional ini menentukan persyaratan bagi perusahaan untuk

mampu:

1) Merancang, menerapkan, melaksanakan, menjaga dan menyesuaikan sistem

manajemen keamanan pangan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan

penggunaan dan aman dikonsumsi.

2) Menunjukkan kesesuaian dengan persyaratan keamanan pangan sesuai dengan

ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Page 37: Fifi Rufaida Fst

3) Mengevaluasi dan menilai persyaratan pelanggan dan memberikan bukti

kesesuaian terhadap persyaratan pelanggan yang disepakati bersama terkait

dengan keamanann pangan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

4) Mengkomunikasikan mengenai isu keamanan pangan terhadap pemasok,

pelanggan dan pihak yang terkait pada rantai pangan.

5) Menjamin bahwa organisasi memenuhi kesesuaian dengan kebijakan pangan

yang dicanangkan.

6) Memberikan bukti kesesuaian kepada pihak terkait.

7) Mendapatkan sertifikasi atau registrasi atas sistem manajemen keamanan

pangan dari lembaga eksternal atau membuat penilaian dan pernyataan secara

mandiri tentang kesesuaian terhadap standar internasional (ISO, 2005:1).

2.3.3. Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) berisi mengenai

persyaratan yang harus dilakukan oleh organisasi yang menjalankan SMKP.

Adapun persyaratannya adalah:

1) Persyaratan Umum

Hal-hal yang harus dilakukan dalam persyaratan umum adalah:

a) Mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya yang mungkin

terjadi hingga produk tidak membahayakan konsumen.

b) Menyampaikan informasi keamanan pangan di seluruh rantai pangan.

c) Menyampaikan informasi SMKP di seluruh bagian organisasi.

d) Mengevaluasi secara periodik dan memperbaharui SMKP.

Page 38: Fifi Rufaida Fst

2) Persyaratan Dokumentasi

Dokumentasi harus mencakup pernyataan kebijakan dan sasaran keamanan

pangan, prosedur dan rekaman, serta panduan untuk memastikan pengembangan,

penerapan dan pembaharuan yang efektif (Dokumen Pabrik Bukanagara, 2007:3).

2.3.4. Tanggung Jawab Manajemen

Dalam penerapan ISO 22000:2005, ada beberapa hal yang termasuk

tanggung jawab manajemen, yaitu:

1) Komitmen Manajemen

a) Sasaran bisnis organisasi mendukung keamanan pangan

b) Mengkomunikasikan pentingnya kesesuain terhadap ISO 22000:2005 baik

dari segi Undang-Undang, peraturan dan persyaratan pelanggan.

c) Menetapkan kebijakan keamanan pangan.

d) Mengadakan tinjauan manajemen.

e) Memastikan ketersediaan sumber daya.

2) Kebijakan Keamanan Pangan

Kebijakan keamanan pangan harus sesuai dengan fungsi organisasi dalam

rantai pangan, sesuai dengan peraturan, didokumentasikan, dikomunikasikan dan

ditinjau secara berkala.

3) Perencanaan Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Perencanaan harus memenuhi persyaratan dan sasaran perusahaan serta

integritas SMKP terpelihara ketika ada perubahan yang telah direncanakan dan

diterapkan.

Page 39: Fifi Rufaida Fst

4) Tanggung Jawab dan Wewenang

Manajemen puncak harus menetapkan tanggung jawab dan wewenang para

pejabat yang dikomunikasikan untuk memastikan efektivitas operasi dan

pemeliharaan SMKP.

5) Ketua Tim Keamanan Pangan

Ketua SMKP ditunjuk oleh mananajemen puncak dengan tanggung jawab dan

wewenang sebagai berikut:

a) Mengatur keamanan pangan

b) Memastikan pelatihan dan pendidikan yang relvan untuk anggo ta tim

keamanan pangan

c) Memastikan SMKP ditetapkan, diterapkan, dipelihara dan diperbaharui

d) Melaporkan secara langsung kepada manajemen puncak tentang efektifitas

dan kesesuaian SMKP.

6) Komunikasi

Komunikasi dengan pada pihak-pihak dalam rantai pangan merupakan hal

yang penting untuk memastikan semua kemungkinan bahaya yang akan timbul

dapat teridentifikasi dan terkontrol pada setiap tahapan antara rantai pangan.

Komunikasi yang dilakukan oleh tiap organisasi terdiri dari dua jenis, yaitu

komunikasi eksternal dan komunikasi internal.

a) Komunikasi eksternal

Pihak-pihak yang diajak berkomunikasi adalah kontraktor dan pemasok,

lembaga berwenang, pelanggan dan konsumen, dan organisasi lainnya

yang berhubungan dengan bidang usaha yang dilakukan. Dengan adanya

Page 40: Fifi Rufaida Fst

komunikasi tersebut organisasi akan mendapat informasi mengenai aspek-

aspek yang menyangkut keamanan dari produk, persyaratan keamanan

pangan yang berasal dari peraturan dan pelanggan, dan mendapat masukan

untuk memperbaharui sistem dan sebagai bahan pertimbangan manajemen.

b) Komunikasi internal

Komunikasi internal dilakukan untuk membahas persoalan yang dapat

berpengaruh terhadap keamanan pangan.

7) Tanggap darurat dan Keadaan siaga

Manajemen puncak harus menetapkan, menerapkan dan memelihara prosedur

untuk mengatur situasi darurat dan kecelakaan potensial yang berpengaruh

terhadap keamanan pangan dan rantai pangan.

8) Tinjauan Manajemen

Manajemen puncak harus meninjau SMKP pada interval waktu yang di

rencanakan untuk memastikan kesesuaian yang berkelanjutan dan untuk

mengeluarkan keputusan dan tindakan mengenai kebutuhan sumberdaya, revisi

dan kebijakan sasaran, perbaikan SMKP, dan jaminan akan keamanan pangan

(Dokumen Pabrik Bukanagara, 2007:9).

2.3.5. Manajemen Sumber Daya

Organisasi harus menyediakan sumberdaya untuk penetapan, penerapan,

pemeliharaan dan pemberharuan SMKP.

1) Sumber Daya Manusia

a) Mengidentifikasi kompetensi yang dibutuhkan setiap jabatan

Page 41: Fifi Rufaida Fst

b) Mengadakan pelatihan untuk memenuhi kompetensi

c) Memastikan pelatihan personel yang bertanggung jawab terhadap

pemantauan, koreksi, dan tindakan koreksi.

d) Memastikan evaluasi penerapan dan keefektifannya

e) Memasikan kesadaran personel dalam kontribusinya terhadap keamanan

pangan

f) Memastikan komuniksi dipahami secara efektif

g) Memelihara kecukupan rekaman

2) Infrastuktur

Organisasi harus menyediakan sumberdaya untuk penetapan dan pemeliharaan

infrastruktur yang dibutuhkan.

3) Lingkungan kerja

Organisasi harus menyediakan sumberdaya untuk penetapan, pengelolaan, dan

pemeliharaan lingkungan kerja (Dokumen Pabrik Bukanagara, 2007:11).

2.3.6. Perencanaan dan Realisasi Produk

Beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan organisasi dalam

membuat perencanaan dan realisasi produknya adalah:

1) Umum

Organisasi harus merencanakan dan mengembangkan proses yang dibutuhkan

untuk realisasi produk yang aman.

Page 42: Fifi Rufaida Fst

2) Program kelayakan dasar atau Pre-Resquisite Program (PRP)

PRP merupakan kondisi dan kegiatan dasar yang dibutuhkan untuk

memelihara lingkungan yang higienis diseluruh rantai pangan sesuai untuk

produksi, penanganan dan penyediaan produk akhir yang aman untuk

dikonsumsi. Organisasi harus mengembangkan, mengimplementasikan, dan

mengatur PRP untuk dapat mengendalikan kemungkinan munculnya bahaya

keamanan pangan melalui lingkungan kerja, kontaminasi biologi, kimia, dan fisik

termasuk kontaminasi silang antar produk, dan peningkatan bahaya keamanan

pangan dalam produk dan lingkungan pengolahan produk. PRP harus sesuai

dengan kebutuhan organisasi, sesuai dengan ukuran dan tipe operasi dan sifat

dasar atau alami dari produk, diterapkan diseluruh sistem produksi, dan disetujui

oleh tim keamanan pangan.

3) Langkah untuk menganalisis bahaya

Dalam menganalisis bahaya yang berpotensi mengkontaminasi produk,

organisasi menjalani langkah-langkah sebagai berikut:

a) Membentuk tim keamanan pangan

b) Membuat daftar karakteristik produk yang dihasilkan

c) Membuat cara penggunaan produk yang dihasilkan

d) Membuat diagram alir, tahapan proses, dan langkah tindakan pengendalian

4) Analisis bahaya

Tim keamanan pangan melakukan analisis bahaya yang perlu dikendalikan

dan melakukan langkah pengendaliannya.

Page 43: Fifi Rufaida Fst

a) Identifikasi bahaya dan penentuan batas yang dapat diterima

Seluruh informasi yang relevan untuk melakukan analisis harus

dikumpulkan, dipelihara, dan diperbaharui dalam dokumen yang

dikendalikan.

b) Penilaian bahaya

Penilaian bahaya dilakukan untuk menentukan bahaya yang teridentifikasi,

apakah berada pada tingkat yang dapat diterima terhadap produksi pangan

yang aman dan apakah pengendalinnya dibutuhkan untuk memungkinkan

terpenuhinya tingkatan yang dapat diterima.

c) Seleksi dan penilaian langkah pengendalian

Langkah seleksi dan pengendalian harus mampu mencegah,

mengeliminasi, atau mereduksi bahaya pada tingkat yang diterima.

Langkah pengendalian dikategorikan sebagai Operational PRP dan

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Plan.

5) Membuat Operational PRP

Operational PRP merupakan hasil identifikasi dari pengenalan bahaya yang

berada dalam lingkungan proses. Hal-hal yang termasuk dalam Operational PRP

adalah: identifikasi bahaya dan pengendaliannya, prosedur pemantauan, koreksi

dan tindakan koreksi, tanggung jawab dan wewenang.

6) Membuat HACCP Plan

HACCP Plan berisi informasi mengenai bahaya yang harus dikendalikan,

langkah pengendalian, batas kritis, prosedur pemantauan, tindakan koreksi,

tanggung jawab pemantauan, dan rekaman pemantauan.

Page 44: Fifi Rufaida Fst

7) Memperbaharui informasi dan dokumentasi

Informasi yang harus selalu diperbaharui adalah karakteristik produk,

penggunaan produk, diagram alir, tahapan proses, langkah pengendalian, PRP dan

HACCP Plan.

8) Verifikasi

Verifikasi harus mengkonfirmasi implementasi PRP, pembaharuan masukan

untuk analisa bahaya, efektivitas implementasi dari Operational PRP, HACCP

Plan dan Prosedur perusahaan, tingkat bahaya yang dapat diterima dan rekaman

terpelihara.

9) Sistem Mampu Telusur

Sistem mampu telusur harus dapat mengidentifikasi bahan baku dari pemasok

langsung dan distribusi produk akhir untuk distributor langsung.

10) Kontrol Ketidaksesuaian

Kontrol ketidaksesuaian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Koreksi

Koreksi harus disetujui oleh orang yang memiliki tanggung jawab dan

berdasarkan rekaman ketidaksesuaian.

b) Tindakan koreksi

Prosedur yang harus dilakukan untuk melakukan tindakan koreksi adalah

meninjau ketidaksesuaian (termasuk keluhan pelanggan), meninjau

kecenderungan selama pemantauan, menetapkan penyebab-penyebabnya,

evaluasi tindakan untuk mencegah terulangnya kembali, menentukan dan

menerapkan tindakan, merekam tindakan yang telah dilakukan dan

Page 45: Fifi Rufaida Fst

meninjau ulang tindakan koreksi yang dilakukan untuk memastikan

keefektifannya.

c) Penanganan produk yang berpotensi tidak aman

Organisasi harus mencegah ketidaksesuaian produk masuk kedalam rantai

pangan. Produk yang tidak sesuai harus ditahan dan ditarik dari pasar.

d) Evaluasi untuk pelepasan produk

Produk tidak sesuai dapat dilepas sebagai produk yang aman jika ada bukti

lain dari pengendalian yang efektif dan hasil analisa menunjukan bahaya

pada tingkatan yang dapat diterima.

e) Pengaturan produk tidak sesuai

Produk yang tidak sesuai diproses ulang unuk mereduksi bahaya atau

dibuang sebagai limbah.

f) Penarikan kembali

Organisasi menunjuk personel yang berwenang untuk memulai dan

melaksanakan penarikan produk, menetapkan prosedur, mencatat

penyebab, tingkat dan hasil penarikan kembali untuk dijadikan masukan

dalam tinjauan manajemen dan membuat verifikasi serta merekam dengan

teknik yang tepat simulasi penarikan (Pabrik Bukanagara, 2007:14).

2.3.7. Validasi, Verifikasi dan Perbaikan Sistem Manajemen Keamanan

Pangan

Baberapa langkah yang harus dilakukan untuk memperbaiki sistem

manajemen keamanan pangan adalah:

Page 46: Fifi Rufaida Fst

1) Validasi dari kombinasi tahapan pengendalian

Hal yang harus divalidasi adalah kemampuan dan pemilihan langkah

pengendalian serta efektifitas dari langkah pengendalian.

2) Pengendalian, pemantauan dan pengukuran

Pengukuran peralatan dan metode yang digunakan harus dikalibrasi atau

verifikasi pada interval yang ditetapkan atau sebelum penggunaan (mengacu pada

standar internasional atau nasional). Jika hasil kalibrasi / verifikasi tidak sesuai

dlakukan tindakan terhadap alat dan produk yang terpengaruh akibat

ketidaksesuaian alat tersebut dan rekamanya harus dipelihara dan dijaga.

3) Verifikasi SMKP

Verifikasi adalah konfirmasi melalui ketentuan dan bukti objektif bahwa

persyaratan yang telah terpenuhi.

4) Perbaikan SMKP

Perbaikan SMKP dilakukan secara berkelanjutan dan dievaluasi sesuai waktu

yang terencana (Dokumen Pabrik Bukanagara, 2007:32).

2.4. Kerangka Konseptual

Pabrik Bukanagara merupakan salah satu pabrik pengolahan teh hitam yang

dimiliki oleh PTPN VIII Unit Tambaksari. Sebagai salah satu strategi untuk

menghadapi persaingan bebas dan meningkatkan kinerja SDM yang dimiliki,

Pabrik Bukanagara mencoba meningkatkan kemampuan para karyawannya

dengan menerapkan program pelatihan. Salah satu program pelatihan yang sedang

Page 47: Fifi Rufaida Fst

gencar dilaksanakan adalah pelatihan ISO 22000:2005 mengenai keamanan

pangan.

Penelitian ini akan membahas mengenai penerapan pelatihan ISO

22000:20005 yang baru saja dilaksanakan. selain itu penelitian ini akan membahas

manfaat yang dirasakan para karyawan setelah mengikuti pelatihan baik dari sisi

peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap karyawan serta hambatan yang

dirasakan oleh karyawan untuk mengimplementasikan program ISO 22000:2005.

Peneliti akan menggunakan metode penelitian deskriptif untuk menjawab

permasalahan diatas dengan mengumpulkan fakta-fakta relevan, melakukan

observasi atas elemen yang menjadi kunci implementasi sistem ISO 22000:2005

dan mencari informasi yang berkaitan melalui wawancara. Khusus Pendalaman

terhadap perubahan sikap karyawan digunakan t-Test. Melalui hasil penelitian

dapat terlihat bagaimana penerapan pelatihan yang sudah dijalankan perusahaan,

tingkat manfaat yang dialami karyawan dan hambatan dalam

mengimplementasikan ISO 22000:2005. Secara garis besar, maksud uraian diatas

digambarkan kerangka konseptual pada Gambar 1 dan rinciannya terdapat dalam

kerangka operasional pada Lampiran 1.

Page 48: Fifi Rufaida Fst

Gambar 1. Kerangka Konseptual

PTPN VIII Tambak Sari,

Pabrik Bukanagara

Visi dan misi

Pelatihan ISO 22000:2005

• Analisis kesesuaian pelaksanaan

pelatihan

• Analisis manfaat pelatihan terhadap

tingkat pengetahuan dan sikap

• Analisis hambatan implementasi ISO 22000:2005

Saran

Kemampuan SDM

Page 49: Fifi Rufaida Fst

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PTPN VIII, Unit Tambaksari, Pabrik

Bukanagara, Subang, Jawa Barat. Lokasi ini sengaja dipilih karena Pabrik

Bukanagara merupakan salah satu pabrik pengolahan teh milik PTPN VIII yang

telah menerapkan ISO 22000:2005. Adapun waktu pelaksanaan penelitian

dimulai pada bulan Desember 2007-Januari 2008.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini terdiri dari dua jenis

data, yaitu data primer yang berasal dari perusahaan dan responden dan data

sekunder yang berasal dari studi pustaka.

1) Data primer

a) Observasi

Merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara

langsung (kunjungan) ke Perusahaan. Observasi dilakukan untuk melihat

kondisi kerja dari karyawan pabrik Bukanagara.

b) Wawancara

Merupakan cara pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada

narasumber, dalam hal ini yaitu manajemen perusahaan (sinder pabrik

Bukanagara) dan karyawan (para mandor) . Wawancara dilakukan untuk

Page 50: Fifi Rufaida Fst

mengetahui bagaimana penerapan pelatihan ISO 22000:2005 di pabrik

Bukanagara.

c) Kuesioner

Merupakan cara pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan tertulis

untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dari responden yang merupakan

karyawan pada bagian pembeberan, pelayuan, turun layu, penggilingan,

pengeringan, sortasi dan pengepakan mengenai hal yang sedang diteliti,

yaitu manfaat dari pelatihan ISO 22000:2005 dan hambatan yang dirasakan

untuk mengimplementasikan pelatihan tersebut.

2) Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber pustaka seperti buku dan situs

internet yang dapat mendukung penelitian.

3.3. Penentuan Responden

Penentuan responden kuesioner pada penelitian ini dilakukan dengan metode

sensus. Responden adalah seluruh karyawan Pabrik Bukanagara (populasi) pada

bagian pembeberan, pelayuan, turun layu, penggilingan, pengeringan, sortasi dan

pengepakan yang berjumlah 44 orang. Bagian ini dipilih karena merupakan bagian

yang terlibat langsung dalam proses pekerjaan mengolah bahan baku teh menjadi

produk teh jadi. Selain itu berdasarkan data yang didapat dari perusahaan bagian-

bagian tersebut merupakan area kritis (rentan terhadap timbulnya bahaya).

Sedangkan responden yang diwawancarai adalah sinder Kebun Tmbaksari dan

Pabrik Bukanagara serta para mandornya. Responden dipilih secara sengaja

Page 51: Fifi Rufaida Fst

(purposive sample) sebanyak 5 orang yang mengerti mengenai tata cara pelatihan

ISO 22000:2005 dan pengolahan teh yang dilaksanakan oleh Pabrik Bukanagara.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Uji validitas merupakan cara untuk mengukur kevalidan suatu instrumen

dalam kuesioner (Arikunto, 2002:144). Uji validitas diperlukan agar data yang

diperoleh tidak menyimpang dan dapat menjawab variabel yang diteliti. Rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut:

( )( )

( ){ } ( ){ }∑ ∑∑∑∑ ∑∑

Υ−ΥΝΧ−ΧΝ

ΥΧ−ΧΥΝ=

2222XYr

Keterangan:

N = Jumlah responden

Y = Skor total pertanyaan

X = Skor masing-masing pertanyaan

Uji reliabilitas adalah ukuran yang menyatakan bahwa suatu instrumen

dapat dipercaya untuk dijadikan sebagai alat pengumpul data dan sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya (Arikunto, 2002:154). Rumus yang digunakan adalah:

( )

b

b

Γ+

Γ=Γ

1

211

Keterangan:

Г11 = reliabilitas instrumen

Гb = indeks korelasi antara dua belahan instrumen

Page 52: Fifi Rufaida Fst

3.4.2. Analisis Kualitatif deskriptif

Penelitian ini akan menggunakan teknik analisis kualitatif deskriptif yang

akan menggambarkan mengenai sistem pelatihan ISO 22000:2005. Adapun

tahapan dari analisis kualitatif deskriptif adalah sebagai berikut:

1) Peneliti akan melakukan wawancara kepada pihak manajemen pabrik

Bukanagara untuk mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki

oleh karyawan dengan kemampuan yang dituntut oleh perusahaan sehingga

manajemen memutuskan melaksanakan pelatihan ISO 22000:2005.

2) Selanjutnya peneliti akan melakukan verifikasi terhadap hasil wawancara dan

perolehan data sekunder mengenai pelaksanaan pelatihan ISO 22000:2005

oleh perusahaan untuk disesuaikan dengan teori-teori pada tinjauan pustaka.

3) Tahap berikutnya peneliti akan melakukan analisis manfaat pelatihan ISO

22000:2005 terhadap pengetahuan dan perbaikan sikap kerja karyawan.

Pengumpulan data dilakukan dengan alat bantu berupa kuesioner yang akan

diberikan kepada responden dengan menggunakan skala likert dengan bobot

jawaban sangat setuju=4, setuju=3, kurang setuju=2, tidak setuju=1. Menurut

Simamora (2001) dalam Wirawan (2007:33) untuk menginterpretasikan

bagaimana suatu variabel atribut dinilai oleh keseluruhan responden

berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja harus dicari terlebih

dahulu rentang skala yang diperoleh dengan rumus:

RS= (m-n)/b

= (4-1)/4

= 0,75

Page 53: Fifi Rufaida Fst

Keterangan: m= bobot tertinggi yang mungkin

n = bobot terendah yang mungkin

b= jumlah kelas

Dengan rentang skala 0,75 dimana skor terendah adalah 1 dan tertinggi 4,

maka skala linier numerik disajikan di bawah ini:

1,00 ≤ x ≤ 1,75= kurang baik/tidak ada

1,76 < x ≤ 2,50= cukup baik/cukup besar

2,51 < x ≤ 3,25= baik/besar

3,26 < x ≤ 4,00= sangat baik/sangat besar

Interpretasi diperkuat dengan pendeskripsian jumlah responden yang

menjawab masing-masing pernyataan sesuai dengan ilai bobot yang terpilih

yang dinyatakan dalam bentuk persentase.

Khusus perubahan sikap karyawan, pengolahan data dilakukan dengan t-Test.

4) Peneliti akan melakukan analisis terhadap hambatan implementasi ISO

22000:2005. Analisis ini dilakukan dengan dugaan masih terdapat beberapa

kendala mengenai penerapan pelatihan ISO 22000:2005 pada pabrik

Bukanagara mengingat waktu penerapan ISO 22000:2005 pada perusahaan

relatif baru (1 tahun). Analisis ini akan dilakukan dengan wawancara terhadap

pihak manajemen dan menyebarkan kuesioner kepada responden sama dengan

analisis yang dilakukan untuk menentukan tingkat pengetahuan responden.

5) Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung proses kerja karyawan

pabrik Bukanagara dalam mengimplementasikan pelatihan ISO 22000:2005

Page 54: Fifi Rufaida Fst

yang telah diberikan pada bulan Februari sampai Juni 2007. Hasil observasi

berupa gambaran dan foto yang menunjukkan keragaan proses kerja.

3.4.3. Uji Statistik Menggunakan Metode t-Test

Uji statistik menggunakan paired sample t-Test dilakukan untuk melihat

apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perubahan sikap karyawan sebelum

dan sesudah mengikuti pelatihan ISO 22000:2005 pada taraf kepercayaan 90

persen. Dengan menggunakan t-Test dapat terlihat apakah pelatihan yang

dilakukan pabrik Bukanagara dapat memperbaiki sikap karyawan dalam bekerja

sesuai dengan prosedur ISO 22000:2005.

Perumusan Hipotesis:

H0 : Perubahan sikap karyawan sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan tidak

berbeda nyata

H1 : Perubahan sikap karyawan sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan

berbeda nyata

Pengujian Hipotesis

Apabila thitung > t tabel maka kesimpulannya tolak H0

Apabila thitung < t tabel maka kesimpulannya terima H0

Dimana thitung menurut Sugiyono (2004:198) dirumuskan sebagai berikut:

−+

−=

2

2

1

1

2

2

1

2

1

21

2

1n

s

n

sr

n

s

n

s

tχχ

Page 55: Fifi Rufaida Fst

Dimana:

χ1 = Rata-rata sikap setelah karyawan mengikuti pelatihan

χ2 = Rata-rata sikap sebelum karyawan mengikuti pelatihan

s1 = simpangan baku setelah karyawan mengikuti pelatihan

s2 = simpangan baku sebelum karyawan mengikuti pelatihan

r = Korelasi

n1 = Jumlah karyawan yang telah mengikuti pelatihan

n2 = Jumlah karyawan yang belum mengikuti pelatihan

Sedangkan untuk mendapatkan nilai t tabel terlebih dahulu mencari dk (derajat

kesalahan), dimana dk menurut Sugiyono (2004:197) dirumuskan sebagai berikut:

dk = n1-1

Dalam melakukan analisis manfaat pelatihan terhadap perubahan sikap

karyawan, peneliti menggunakan skala 1, 3, dan 5. Dimana intrepetasi dari skala

1= tidak pernah, 3= kadang-kadang, 5= selalu. Pemilihan skala tersebut untuk

menghindari biasnya jawaban dari responden mengenai perubahan sikap yang

mereka lakukan.

3.5. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Pelatihan adalah upaya sistematik perusahaan untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap kerja para pegawai melalui proses

belajar agar optimal dalam menjalankan fungsi dan tugas-tugasnya.

Page 56: Fifi Rufaida Fst

2) ISO 22000:2005 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi sistem

manajemen keamanan pangan jika organisasi yang berada di dalam rantai

pangan ingin memberikan bukti akan kemampuannya untuk mengontrol

bahaya keamanan pangan sebagai cara untuk meyakinkan bahwa produknya

aman dikonsumsi.

3) Kompetensi adalah kombinasi keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang

dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi

dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya.

4) Gap adalah kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki oleh karyawan

dengan yang diinginkan oleh perusahaan.

5) Pengetahuan adalah akumulasi proses pendidikan yang memberikan

kontribusi kepada seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah.

Pengetahuan yang dinilai adalah yang berkaitan dengan hasil pelatihan ISO

22000:2005.

6) Sikap adalah kebiasaan yang terpola sebelum dan sesudah karyawan

mengikuti pelatihan ISO 22000:2005. Penilaian sikap diukur dari kepatuhan

karyawan dalam mematuhi prosedur ISO 22000:2005.

Page 57: Fifi Rufaida Fst

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.9. Deskripsi Geografis

Perkebunan Tambaksari terletak pada ketinggian 480-1200 m di atas

permukaan laut dengan suhu maksimum 28 oC dan suhu minimum 15

oC. Rata-

rata hujan di daerah ini berkisar antara 200-2500 mm pertahun dengan

kelembaban 60-90%. Secara umum Perkebunan Tambaksari bertopografi datar

dan bergelombang. Jenis tanahnya adalah vulkanik dan andosol dengan pH sekitar

5,5-6,5. Perkebunan Tambaksari terletak di beberapa Desa dan dua Kecamatan,

yaitu Desa Tambakan, desa Kasomalang Wetan, Desa Kasomalang Kulon, Desa

Kumpay, Desa Palasari, dan Desa Bunihayu di Kecamatan Jalan Cagak serta Dsa

Cupunagara di Kecamatan Cisalak. Jarak Pabrik Teh Tambaksari dengan ibukota

propinsi adalah 45 km, jarak dengan ibukota kabupaten adalah 15 km, jarak

dengan kecamatan adalah 3 km. Pabrik pengolahan Tambaksari terletak di Desa

Tambakan, Kantor Induknya terletak di Desa Kasomalang Kulon, dan Pabrik

Bukanagara terletak di Desa Cupunagara.

4.2. Sejarah Perusahaan

Kebun Tambaksari adalah salah satu kebun dari 24 kebun teh yang dikelola

oleh PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) dan berkantor pusat di jalan

Sindangsirna nomor 4 Bandung, Jawa Barat. Kebun Tambaksari merupakan

gabungan dari tiga buah kebun milik pemerintah kolonial Belanda, yaitu Kebun

Page 58: Fifi Rufaida Fst

Bukanagara (1902), Kebun Kasomalang (1906), dan Kebun Tambakan (1922).

Pengabungan ini terjadi pada tahun 1979 saat Kebun Tambaksari dikelola oleh

PTP XIII. Sebelumnya pada tahun 1950, kebun Tambaksari dialihkan

kepemilikannya ke Pamanukan & Tjiasem Lands (P&T) milik Kerajaan Inggris.

Kemudian tahun 1964 dinasionalisasikan oleh pemerintah Republik Indonesia

menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Setelah itu kebun Tambaksari

mengalami beberapa kali pengalihan pengelolaan, mulai dari PNP Dwikora IV

(1964-1970), PP Subang (1970-1973), PT Perkebunan XXX (1973-1979), PT

Perkebunan XIII (1979-1995), dan PT Perkebunan Nusantara VIII (1995-

sekarang). PTPN VIII merupakan penggabungan Perkebunan Jawa Barat-Banten,

yaitu PTP XI, PTP XII, dan PTP XIII pada tanggal 11 Maret 1996 berdasarkan

Peraturan Pemerintah (PP) nomor 13 tahun 1996.

Saat ini Kebun Tambaksari mengelola lima afdeling dengan komoditas teh,

yaitu Tambaksari, Kasomalang, Palasari, Sarireja, dan Bukanagara, serta

mengelola satu afdeling kakao yaitu Sindangsari. Pada awalnya (1922-1986),

komoditas teh yang ada di Kebun Tambaksari diolah dengan sistem Orthodoks di

Pabrik Teh Tambaksari. Kemudian sejak tahun 1986 diadakan penggantian mesin

menjadi sistem pengolahan CTC. Pada tahun 1999, guna meningkatkan mutu hasil

olah dan kapasitas olahan, mulailah didirikan Pabrik Teh CTC Bukanagara yang

diresmikan pada tanggal 14 April 1999. Awal pengelolaan, Pabrik Bukanagara

hanya mengolah Teh jadi sampai kering “belong” dan dipasarkan dengan nama

Pabrik Tambaksari. Kemudian secara bertahap diadakan penambahan mesin

Page 59: Fifi Rufaida Fst

sortasi dan perbaikan proses, sehingga mulai tahun 2001 telah memiliki “brand

name” Pabrik Teh Hitam CTC Bukanagara.

4.3. Visi, Misi, Kebijakan dan Sasaran Perusahaan

4.3.1. Visi

Setiap perusahaan pasti memiliki visi agar arah usahanya jelas, begitu juga

dengan PTPN VIII Kebun Tambaksari. Visi PT Perkebunan Nusantara VIII

Kebun Tambaksari yaitu menjadi BUMN Perkebunan yang tangguh dalam bidang

agribisnis dan agroindustri yang memuaskan stakeholder (customer, pemilik

saham, dan karyawan) serta berwawasan lingkungan.

4.3.2. Misi

Sebagai BUMN PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Tambaksari

mempunyai tugas utama membangun perkebunan berdasarkan pada Tri Dharma

Plus yaitu :

1) Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan dibidang perkebunan untuk

meningkatkan pendapatan nasional, yang diperoleh dari hasil produksi dan

pemasaran ke mancanegara dan pemasaran dalam negeri.

2) Memperluas lapangan kerja untuk meningkatakn kesejahteraan rakyat pada

umumnya dan menigkatkan taraf hidup petani serta karyawan perkebunan

khususnya, secara pemenuhan sebagai pemenuhan fungsi sosial.

3) Memelihara kelestarian alam, khususnya menjaga kekayaan alam serta

meningkatkan kesuburan tanah dan tata air.

Selain itu juga memberi kontribusi dalam :

Page 60: Fifi Rufaida Fst

1) Pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

2) Meningkatkan pendapatan nasional serta peningkatan kesejahteraan bangsa.

4.3.3. Kebijakan

Pabrik Bukanagara Kebun Tambaksari sebagai perusahaan yang telah

menerapkan Sistem Manajemen Keamanan Pangan berkomitmen untuk:

1) Menghasilkan produk bermutu, aman dan higienis sesuai standar keamanan

pangan.

2) Menjamin produk sesuai kepuasan pelanggan dan keinginan pasar.

3) Melakukan perbaikan berkelanjutan dengan didukung sumber daya manusia

yang profesional.

4) Melakukan komunikasi yang efektif baik internal maupun eksternal dalam

mendukung terlaksananya Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP)

Semua kebijakan tersebut dilakukan melalui penerapan SMKP ISO 22000:2005

secara konsisten.

4.3.4. Sasaran

Sasaran keamanan pangan yang telah dicapai oleh Pabrik Bukanagara

adalah:

1) Produk yang dihasilkan memenuhi kriteria

a) Aman dan sesuai untuk dikonsumsi dengan hasil pengujian laboratorium

terhadap produk jadi sesuai dengan SNI teh hitam (SNI01-1902-2000).

b) Tingkat kepuasan pelanggan dengan kriteria puas atau sangat puas minimal 75

persen.

Page 61: Fifi Rufaida Fst

2) Sumber Daya Manusia

Meningkatkan kesadaran karyawan terhadap pelaksanaan PRP dengan

melaksanakan pelatihan dan penyegaran SMKP minimal satu kali dalam

setahun dan minimal 80 persen dalam lingkup SMKP (Pabrik, teknik, dan

TUK) telah mengokuti pelatihan tersebut.

3) Kebersihan dan sanitasi

Efektifitas kebersihan dan sanitasi memenuhi 80 persen dari persyaratan.

4) Evaluasi pemasok

Evaluasi terhadap pemasok pucuk berupa hasil audit menunjukkan 100 persen

kesesuaian prosedur dalam penggunaan pestisida.

4.4. Stuktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

PTPN VIII Kebun Tambaksari – Pabrik Teh Bukanagara dipimpin oleh

seorang administratur yang dibantu oleh seorang sinder kepala, seorang sinder

tuk, 6 sinder kebun, 2 sinder pabrik, dan seorang sinder teknik. Pada proses

pengolahan teh, seorang sinder pabrik akan membawahi 7 unit kerja pokok yang

terdiri dari pembeberan, pelayuan, turun layu, penggilingan dan fermentasi,

pengeringan, sortasi, dan pengepakan yang masing-masing dipimpin oleh seorang

mandor. Selain itu juga akan membawahi 6 unit kerja penunjang, yaitu TU

timbang, TU produksi, analisa, pengendalian dokumen, uji mutu, dan kebersihan.

Struktur organisasi secara lengkap disajikan pada Lampiran 12.

Page 62: Fifi Rufaida Fst

Pada sistem manajemen keamanan pangan, koordinator SMKP yang

menjabat juga sebagai sinder pabrik Bukanagara mempunyai tugas dan wewenang

untuk mengusulkan program pelatihan untuk para karyawan. Selanjutnya usulan

tersebut diserahkan kepada bagian pelatihan kantor induk Tambaksari untuk

disatukan dengan usulan pelatihan yang telah dibuat oleh bagian tersebut dengan

memperhatikan tujuan perusahaan yang ingin dicapai, tugas dan wewenang para

karyawan dan catatan kompetensi dari para karyawan. Selanjutnya usulan tersebut

diajukan kepada administratur. Selain daftar pelatihan yang diajukan bagian

pelatihan, administratur berhak untuk mengajukan pelatihan eksternal kepada

bagian SDM pada kantor direksi bila diperlukan. Selanjutnya bagian pelatihan

meyatukan semua daftar usulan pelatihan kedalam program diklat tahunan yang

dibuat pada awal tahun untuk diajukan kepada sinder TUK dan disetujui oleh

administratur.

PTPN VIII Kebun Tambaksari merupakan perusahaan yang memperhatikan

kesejahteraan karyawannya. Selain mendapat gaji tiap bulan, karyawan juga

mendapat hak cuti tahunan (12 hari kerja dengan tunjangan cuti sebesar 50 persen

dari gaji), cuti panjang setiap 6 tahun (30 hari kalender dengan tunjangan cuti

sebesar 1 kali gaji), cuti sakit dan biaya pengobatan, tunjangan hari raya

keagamaan, imbalan jasa tahunan, bantuan pemondokan bagi anak sekolah,

bantuan kematian, penghargan masa kerja 25, 30, dan 35 tahun, santunan hari tua,

fasilitas perumahan, listrik dan air serta diikutkan dalam program jamsostek dan

program pensiun DAPENBUN (Dana Pensiun Perkebunan).

Page 63: Fifi Rufaida Fst

Perusahaan Perkebunan menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan

olahraga, kesenian dan pembinaan mental karyawan. Saat ini sarana olahraga

terdiri dari: Lapangan Tenis, Tenis Meja, Lapangan Sepak Bola dan Lapangan

Volley. Sedangkan sarana kesenian yang dimiliki adalah Keyboard. Kegiatan

pembinaan mental secara rutin dilaksanakan baik bekerja sama dengan Biltandam

Siliwangi maupun dengan Mubaligh baik dari karyawan Perkebunan, tokoh

agama sekitar Perkebunan maupun dari luar. Untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, pihak Perkebunan juga memiliki Koperasi Karyawan yang menyediakan

dan memasok kebutuhan bahan pokok, transportasi serta simpan pinjam.

Selain memperhatikan karyawannya, Kebun Tambaksari juga menjaga

hubungan baik dengan masyarakat disekitarnya karena manajemen sangat

menyadari bahwa untuk bertahan dalam jangka panjang, diperlukan kemitraan

yang harmonis dengan masyarakat sekitar perkebunan. Beberapa kegiatan

kepedulian masyarakat yang dilaksanakan oleh pihak kebun adalah:

1) Pembentukan Forum Kmunikasi Peduli Kebun (FKPK) yang melibatkan

Serikat Pekerja Perkebunan (SP-Bun), Muspika, Kepala Desa, tokoh

masyarakat, dan ulama sekitar perkebunan.

2) Pelaksanaan program tumpang sari untuk ketahanan bagi masyarakat sekitar

perkebunan dengan perjanjian pinjam lahan garapan.

3) Pembentukan kelompok tani dan pemberian penyuluhan.

4) Pemberian bantuan dalam pembangunan sarana ibadah.

5) Pendirian Taman Kanak-Kanak Tunas Karya.

Page 64: Fifi Rufaida Fst

6) Perbaikan sarana jalan dan jembatan umum serta penanaman tanaman

pelindung untuk resapan air yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar.

7) Latihan olahraga bersama masyarakat sekitar.

8) Pagelaran hiburan.

4.5. Penerapan Pelatihan

Kebun Tambaksari yang dimiliki oleh PTPN VIII sangat memperhatikan

kualitas dari SDM yang dimiliki. Hal ini dapat terlihat dengan dilaksanakannya

beberapa pelatihan selain pelatihan ISO 22000:2005 yang telah diselenggarakan

pada bulan Februari-Juni 2007. Secara keseluruhan pada tahun 2007 ada beberapa

pelatihan yang dilaksanakan pada setiap afdeling dan pabrik termasuk pada

karyawan kantor induk yang tercatat pada proglam diklat tahunan. Pelatihan

tersebut seperti pelatihan pengolahan teh untuk karyawan pabrik, pelatihan

pengoperasian komputer untuk karyawan kantor induk, dan pelatihan penggunaan

pestisida untuk karyawan afdeling (kebun). Jenis pelatihan dapat terlihat lebih

lengkap pada Lampiran 18.

4.6. Proses Pengolahan Teh

Proses pengolahan teh hitam pada Pabrik Bukanagara melalui dua tahapan,

yaitu proses basah dan kering. Pada proses basah, tahap pertama yang dilakukan

adalah pembeberan. Pucuk teh dibeberkan pada Withering Through (WT) yang

berjumlah 18 dengan kapasitas tiap WT adalah 1100-1300 kg. Kapasitas tersebut

tergantung pada banyaknya pucuk teh yang dihasilkan oleh kebun. Selain dengan

Page 65: Fifi Rufaida Fst

mesin, pembeberan juga dibantu dengan cara manual untuk mencegah

penggumpalan pucuk teh.

Pembeberan juga berfungsi untuk memisahkan benda asing yang

mengkontaminasi pucuk teh seperti plastik dan debu. Setelah dibeberkan, pucuk

teh dilayukan selama 16-24 jam. Waktu pelayuan disesuaikan dengan kondisi

pucuk, kondisi pucuk yang basah akan memakan waktu pelayuan lebih lama

dibandingkan dengan pucuk yang kering.

Pucuk teh dilayukan hingga kadar air 68-72 persen dengan kerataan

minimal 87 persen. Agar pelayuan merata dilakukan pembalikan pucuk kira-kira

separuh dari total waktu pelayuan. Setelah pelayuan, pucuk akan mengalami

proses turun layu dengan mesin green leaf shifter yang berfungsi untuk mengayak

pucuk layu dan mengeluarkan kontaminan fisik seperti kerikil, pasir, dan

serangga. Proses turun layu juga merupakan penghubung proses pelayuan dan

penggilingan.

Penggilingan dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama dilakukan

dengan menggunakan mesin Barbaro Leaf Conditioner (BLC) yang berfungsi

untuk memperkcil ukuran daun teh agar mudah digiling dengan Triple CTC yang

akan membentuk bubuk teh basah berupa butiran. Setelah penggilingan

selanjutnya adalah oksidasi enzimatis (fermentasi). Lama fermentasi adalah 70-

120 menit dengan ketebalam bubuk 6-19 cm. Penentuan kecepatan waktu

fermentasi dilakukan dengan pengujuian suhu bubuk. Pabrik Bukanagara

mempunyai dua buah mesin fermentasi dimana standar tiap mesin berbeda. Pada

mesin 1 suhu bubuk awal adalah 25-32 oC, suhu bubuk tengah adalah 26-30 oC,

Page 66: Fifi Rufaida Fst

dan suhu bubuk akhir adalah 25-29 oC. Sedangkan pada mesin 2 suhu bubuk awal

adalah 28-32 oC, suhu bubuk tengah adalah 27-32

oC, dan suhu bubuk akhir

adalah 26-29 oC. Bila suhu bubuk akhir >32 oC dilakukan upaya penurunan suhu

dengan peningkatan putaran mesin.

Penanganan ceceran bubuk teh dilakukan dengan menyiapkan amparan

plastik dan baki. Ceceran tersebut dapat diproses sesuai dengan warna teh, namun

untuk ceceran teh yang tersentuh lantai tidak boleh digunakan lagi. Selanjutnya

tahap terakhir dari proses basah adalah pengeringan dengan menggunakan mesin

fluid bed drier (FBD) dan vibrator bed drier (VBD). Suhu udara yang masuk ke

dalam mesin pengeringan (suhu inlet) untuk FBD adalah 100-120 oC, suhu yang

dibutuhkan agar teh masak (suhu outlet) adalah 100-115 oC, dan lama

pengeringannya adalah 18-24 menit. Sedangkan suhu inlet pada VBD yang terdiri

dari T1 dan T2 adalah T1=125-151 oC dan T2=120-138 oC. Sedangkan suhu

outlet yang terdiri dari T3 dan T4 adalah T3=45-60 oC dan T4=70-105 oC dan

lama pengeringan adalah 15-30 menit.

Cara yang digunakan untuk mengatur suhu mesin adalah dengan mengatur

tekanan bahan bakar, mengatur tekanan thermostat dan mengatur klep dumper.

Bubuk teh yang keluar dari mesin diperiksa dengan inderawi (dilihat, diraba, dan

dicium). Bila bubuk tutung atau terlalu kering maka bagian sortasi akan

memisahkan bubuk tersebut untuk dicampur (blend) dengan bubuk lain yang

sesuai sehingga dapat dipasarkan. Sedangkan bagian pengeringan akan

mengurangi suhu dan mempercepat putaran mesin.

Page 67: Fifi Rufaida Fst

Tahap pertama dari proses kering adalah sortasi yang dilakukan untuk

memisahkan bubuk teh berdasarkan ukuran partikel oleh vibro dan chouta shifter,

berat jenis oleh winnower, dan kandungan serat atau tulang serta kontaminan

fisika (logam) yang dilakukan oleh magnetic trap (MT). Selanjutnya tahap

terakhir adalah pengepakan yang dibedakan berdasarkan jenis teh. Berikut ini

adalah tabel standar packaging dari teh yang dihasilkan.

Tabel 1. Peraturan pengepakan Teh di Pabrik Bukanagara

Jenis Isian/sack

(kg)

Isian Karung

(kg)

Jumlah Paper

Sack/karung

per Chop

Berat per

Chop

(Netto)

BP Grop Kriteria Khusus Khusus Kriteria Kriteria Khusus Kriteria

Khusus

BP 1 48 20 960

PF 1 53 20 1060

PD 1 56 20 1120

D1 60 20 1200

Fann 52 20 1040

D2 60 20 1200

FNGS 2 50 40 2000

BM 2 40 50 2000 Sumber: dokumen Bukanagara

4.6. Implementasi ISO 22000:2005

Program ISO 22000:2005 dilaksanakan oleh Pabrik Bukanagara untuk

menyesuaikan tuntutan konsumen akan produk pangan aman yang dilegalkan

dengan sebuah sertifikat. Sertifikat ini memberi jaminan perusahaan menerapkan

Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP). Implementasi ISO 22000:2005

pada Pabrik Bukanagara sudah dirancang sejak tahun 2005 namun baru terealisasi

pada tahun 2007 dengan bantuan konsultan Change Consultant dan PT. SGS

Indonesia.

Page 68: Fifi Rufaida Fst

PT. SGS Indonesia memberikan pelatihan yang merupakan persyaratan

penerapan ISO 22000:2005. pemberian pelatihan ini tidak mengganggu

keobjektifan peran PT.SGS Indonesia sebagai auditor untuk mendapatkan serifikat

keamanan pangan karena orang yang mengaudit dan orang yang menjadi trainer

berbeda. PT. SGS Indonesia dipilih oleh Pabrik Bukanagara karena merupakan

badan sertifikasi yang sudah diakui secara Internasional dan merupakan salah satu

badan sartifikasi yang paling dipercaya oleh buyers (pembeli).

Penanggung jawab ISO 22000:2005 atau yang biasa disebut sebagai

Koordinator SMKP adalah Bapak Iwan Hartadi yang sekaligus menjabat sebagai

sinder Pabrik Bukanagara. Kedudukan yang bersangkutan tidak mengubah

struktur organisasi atau dengan kata lain tidak dialokasikan staf baru. Adapun

pengendali dokumen direkrut saat akan menerapkan ISO 22000:2005.

Manajemen melaksanakan dan memelihara efektivitas komunikasi eksternal

dan internal guna menyampaikan informasi mengenai keamanan pangan kepada

pihak-pihak yang memerlukan. Komunikasi eksternal dilakukan dengan pemasok

dan pemborong, pelanggan, lembaga berwenang dan pihak lain yang terkait

dengan SMKP. Sedangkan komunikasi internal dilakukan dengan pihak internal

yang terkait SMKP untuk menginformasikan perubahan yang berhubungan

dengan keamanan pangan.

Hasil akhir yang ingin dicapai perusahaan dalam mengimplementasikan ISO

22000:2005 adalah terciptanya produk aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu

manajemen merencanakan dan mengembangkan proses-proses yang diperlukan

untuk realisasi produk aman. Manajemen juga menerapkan, mengoperasikan dan

Page 69: Fifi Rufaida Fst

menjamin efektivitas proses-proses yang telah direncanakan termasuk PRP,

Operational PRP dan HACCP Plan. Setiap proses didokumentasikan dan

diverifikasi untuk dinilai kesesuaiannya. Apabila tidak sesuai akan dikendalikan

dan dilakukan tindakan korektif untuk memperbaikinya.

4.7. Karakteristik Responden

Responden yang dijadikan sampel untuk mengisi kuesioner pada penelitian

ini adalah seluruh karyawan Pabrik Bukanagara dari bagian pembeberan,

pelayuan, turun layu, penggilingan dan oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi,

dan pengepakan yang berjumlah 44 orang. Karakteristik responden tersebut

dibedakan berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, dan masa kerja.

Sedangkan responden yang diwawancarai adalah seorang sinder pabrik, seorang

sinder kebun, dan 3 orang mandor yang terdiri dari mador pembeberan, mador

pelayuan, dan mandor sortasi.

4.7.1. Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 91 persen responden

merupakan karyawan yang berjenis kelamin pria sedangkan 9 persen berjenis

kelamin wanita. Dilihat dari kondisi kerjanya, hal ini memang sesuai mengingat

kondisi kerja pada pabrik teh tergolong berat dan lebih cocok dikerjakan oleh pria.

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin digambarkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Pria 40 91

Page 70: Fifi Rufaida Fst

2 Wanita 4 9

Total 44 100 Sumber: data primer (diolah)

4.7.2. Usia

Dilihat dari faktor usia para responden, didapat bahwa responden berusia

20-29 tahun adalah 57 persen, responden berusia 30-39 tahun adalah 36 persen,

responden berusia 40-49 tahun adalah persen, dan responden berusia 50-59 tahun

adalah 2 persen. Dari komposisi usia diatas dapat dikatakan lebih dari sebagian

besar, yakni 93 persen adalah karyawan dengan usia produktif.

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia (tahun) Jumlah Persentase (%)

1 20-29 25 57

2 30-39 16 36

3 40-49 2 5

4 50-59 1 2

5 >60 0 0

Total 44 100 Sumber: data primer (diolah)

4.7.3. Pendidikan

Dari data yang diperoleh menunjukkan 23 persen karyawan berpendidikan

terakhir SD, sedangkan SMP menjadi pendidikan terakhir yang paling banyak

dimiliki oleh karyawan, yaitu sebesar 41 persen. Karyawan dengan tingkat

pendidikan terakhir SMU adalah 32 persen dan Sarjana adalah 5 persen. Data

Page 71: Fifi Rufaida Fst

tersebut menunjukkan keragaman pendidikan yang tinggi. Namun keseluruhan

responden memenuhi kriteria pendidikan terakhir yang dibutuhkan perusahaan.

Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 SD 10 23

2 SMP 18 41

3 SMU 14 32

4 Sarjana 2 5

Total 44 100 Sumber: data primer (diolah).

4.7.4. Masa Kerja

Sebagian responden yaitu sebesar 64 persen telah bekerja antara 5-8 tahun

sedangkan sisanya 36 persen baru bekerja 1-4 tahun. Sebagian besar karyawan

telah memiliki pengalaman kerja yang cukup, apalagi sebelum bekerja di pabrik

Bukanagara banyak dari responden yang telah bekerja pada bagian lain dari

Kebun Tambaksari.

Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

No Masa Kerja

(tahun) Jumlah Persentase (%)

1 1-4 16 36

2 5-8 28 64

Total 44 100 Sumber: data primer (diolah)

Page 72: Fifi Rufaida Fst

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Kompetensi Karyawan

Pabrik Bukanagara didirikan sejak tahun 1999 dan mulai merancang

program Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) ISO 22000:2005 sejak

tahun 2005. Penetapan sistem baru yaitu Sistem Manajemen Keamanan Pangan

membuat semua karyawan dituntut untuk memiliki kompetensi baru yang dapat

mendukung implementasi ISO 22000:2005. Penambahan kompetensi tersebut

akan menyebabkan kesenjangan (gap) kompetensi para karyawan yang

sebelumnya tidak mengenal program tersebut.

Pada koordinator SMKP dan sinder pabrik kompetensi yang belum

terpenuhi sebelum adanya pelatihan ISO 22000:2005 adalah memiliki

pengetahuan SMKP dan mampu menyusun, menerapkan dan memverifikasi

prosedur SMKP. Sedangkan untuk mandor besar, kompetensi yang belum

terpenuhi adalah memiliki pengetahuan SMKP.

Kompetensi yang belum dipenuhi para mandor dan karyawan pelaksana

adalah memiliki pengetahuan SMKP, mampu mengolah teh sesuai dengan

prosedur ISO 22000:2005 sehingga dapat menghasilkan teh dengan kategori

Page 73: Fifi Rufaida Fst

aman. Memahami Critical Control Point (CCP) yang merupakan titik kritis dari

suatu tahapan beserta tindakan yang harus diambil (tindakan korektif) bila terjadi

kontaminasi, dan pembuatan dokumentasi untuk memudahkan pengecekan jika

terjadi kesalahan dalam mengimplementasikan sistem tersebut.

Sebagai upaya untuk mengatasi kesenjangan kompetesi dari para karyawan,

manajemen menyelenggarakan pelatihan ISO 22000:2005 dan seluruh karyawan

diwajibkan ikut sebagai peserta latih.

5.2. Pelaksanaan Pelatihan ISO 22000:2005

Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2005 yang diterapkan

sejak satu tahun lalu bertujuan untuk mendapatkan sertifikat ISO 22000:2005

sebagai jaminan keamanan produk yang ditawarkan kepada konsumen mulai dari

pengadaan bahan baku, proses pengolahan hingga produk akhir berupa teh hitam.

Tujuan tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh ISO (2005:1),

bahwa standar internasional menentukan persyaratan bagi perusahaan untuk

mampu merancang, menerapkan, melaksanakan, menjaga dan menyesuaikan

suatu sistem manajemen keamanan pangan (SMKP).

Tujuan penerapan SMKP untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan

penggunaan dan aman untuk dikonsumsi, mendapatkan sertifikasi atau registrasi

atas sistem manajemen keamanan pangan dari lembaga eksternal atau membuat

penilaian dan pernyataan secara mandiri tentang kesesuaian terhadap standar

internasional. Menurut manajemen Pabrik Bukanagara, tujuan yang diinginkan

sudah tercapai, dibuktikan dengan telah didapatkannya sertifikat ISO 22000:2005

Page 74: Fifi Rufaida Fst

pada tanggal 13 Desember 2007 yang berlaku hingga tahun 2010 dan tidak

terdapat keluhan pelanggan akan produk teh yang diproduksi oleh Pabrik

Bukanagara atau mencapai zero claim. Tanggapan pelanggan mengenai kepuasan

akan poduk yang ditawarkan diketahui oleh pabrik Bukanagara dengan cara

menyebarkan kuesioner kepuasan pelanggan setiap enam bulan sekali.

Ada beberapa tahapan yang dilalui dalam pelaksanaan pelatihan ISO

22000:2005 di pabrik Bukanagara, yaitu: analisis kebutuhan pelatihan,

menentukan tujuan dan materi pelatihan, menentukan metode yang akan

digunakan, serta melakukan evaluasi pelatihan. Hal tersebut sesuai dengan teori

yang ada pada Hariandja (2002:174) bahwa ada empat kegiatan yang harus

dilakukan dalam upaya mengembangkan program pelatihan yang efektif, yaitu

menganalisis kebutuhan pelatihan, menentukan tujuan dan materi pelatihan,

menentukan metode yang akan digunakan, serta melakukan evaluasi pelatihan

5.2.1. Analisis Kebutuhan Pelatihan

Analisis kebutuhan pelatihan merupakan langkah awal dari kegiatan

pelatihan ISO 22000:2005. Ada beberapa hal yang dilakukan dalam analisis

kegiatan pelatihan. Pertama, manajemen melakukan analisis berdasarkan tujuan

manajemen Pabrik Bukanagara yang akan dicapai yaitu mendapatkan sertifikat

ISO 22000:2005 sebagai jaminan keamanan produk mulai dari pengadaan bahan

baku, proses pengolahan hingga produk akhir teh hitam. Berdasarkan tujuan

umum tersebut, seluruh karyawan diikutsertakan dalam pelatihan untuk

mendukung penerapan ISO 22000:2005.

Page 75: Fifi Rufaida Fst

Kedua, manajemen menentukan kebutuhan pelatihan untuk setiap jabatan

berdasarkan uraian tugas dan wewenang yang telah ditetapkan guna menjamin

kemampuan karyawan dalam sistem manajemen keamanan pangan. Pekerjaan dari

setiap jabatan tentunya berbeda. Oleh karena itu manajemen Pabrik Bukanagara

menyesuaikan pelatihan yang diberikan dengan jabatan yang membutuhkannya.

Hal ini dapat terlihat pada pelatihan Kalibrasi Verifikasi Alat Ukur dan Validasi

yang hanya diberikan pada karyawan bagian teknik yang memang membutuhkan

pengetahuan tesebut dalam melaksanakan pekerjaannya.

Ketiga, manajemen menyesuaikan kompetensi yang dimiliki karyawan

tiap bagian dengan kompetensi yang dibutuhkan perusahaan. Manajemen

mengevaluasi kesesuaian antara kompetensi minimal karyawan yang dibutuhakan

oleh perusahaan dalam uraian tugas dan wewenang dengan kompetensi karyawan

yang sudah dimiliki. Evaluasi dilakukan secara periodik (setahun sekali) dan

hasilnya dituangkan dalam formulir catatan kompetensi karyawan. Catatan

Kompetensi Karyawan diperbaharui setiap kali ada perubahan.

Catatan kompetensi karyawan akan memudahkan manajemen dalam

pembuatan rencana pelatihan karyawan. Karyawan yang belum memenuhi

kompetensi dijadwalkan untuk mengikuti pelatihan baik secara eksternal maupun

internal. Dalam hal ini, ISO 22000:2005 merupakan program baru di pabrik

Bukanagara sehingga secara keseluruhan karyawan belum memiliki kompetensi

yang berkaitan dengan program tersebut yang berarti seluruh karyawan wajib

mengikuti pelatihan.

Page 76: Fifi Rufaida Fst

Selanjutnya, rencana pelatihan kemudian diserahkan kepada bagian

pelatihan kantor induk Kebun Tambaksari untuk dibuatkan surat permohonan

usulan pelatihan kepada administratur. Administratur dapat pula membuat usulan

pelatihan eksternal ke bagian SDM Kantor Direksi berdasarkan pertimbangan

kebutuhan pelatihan.

Keseluruhan pelatihan yang telah disetujui akan disatukan dalam Program

diklat Tahunan kemudian diperiksa oleh Sinder TUK dan disetujui oleh

Administratur. Berdasarkan program diklat tahunan, petugas bagian umum

membuat surat penugasan kepada karyawan yang ditunjuk sebagai peserta

pelatihan. Namun bila pelatihan bersifat On The Job Training tidak menggunakan

surat penugasan.

Analisis kebutuhan pelatihan berlaku untuk setiap jenis pelatihan, bukan

hanya untuk pelatihan ISO 22000:2005. Salah satu contoh pelatihan eksternal di

luar lingkup ISO 22000:2005 adalah pelatihan Emotional Spiritual Question

(ESQ) yang diadakan untuk para sinder sebagai cara untuk membina mentalitas

dan kreativitas.

Penerapan analisis kebutuhan yang dilakukan oleh Pabrik Bukanagara

sesuai dengan teori yang diuraikan Jiwoungu (2003:143), bahwa terdapat tiga

pendekatan dalam melakukan analisis kebutuhan pelatihan, yaitu: analisis

kebutuhan pelatihan berdasarkan analisis organisasi, analisis kebutuhan pelatihan

berdasarkan analisis jabatan, dan analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan analisis

pejabat.

5.2.2. Tujuan dan Materi Pelatihan

Page 77: Fifi Rufaida Fst

Secara umum tujuan pelatihan ISO 22000:2005 adalah meningkatkan

pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan keterampilan karyawan dalam Sistem

Manajemen Keamanan Pangan sehingga karyawan sadar akan tugas dan

peranannya dalam pencapaian sasaran keamanan pangan. Tujuan tersebut sesuai

dengan tujuan pelatihan yang dijabarkan Jiwoungu (2003:136), bahwa tujuan

pelatihan diantaranya adalah meningkatkan kinerja dan produktivitas para

pemegang jabatan perusahaan sehingga dapat menghilangkan kesenjangan

pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja pegawai dalam tugas jabatannya dan

menyiapkan para pegawai agar dapat menangani produk baru, metode baru,

peralatan dan teknologi baru.

Tujuan pelatihan yang ingin dicapai oleh manajemen Pabrik Bukanagara

dapat tercapai bila seluruh karyawan memahaminya. Oleh karena itu, manajemen

berusaha mensosialisasikan tujuan tersebut melalui berbagai cara, yaitu melalui

rapat, informasi yang disampaikan oleh mandor bagian kepada bawahannya

ataupun dengan memberikan informasi kepada seluruh karyawan pada kegiatan

pabrik seperti pengajian. Menurut manajemen Pabrik Bukanagara tujuan pelatihan

ISO 22000:2005 sudah tercapai dengan bertambahnya pengetahuan karyawan

mengenai ISO 22000:2005 dan kesadaran karyawan menjaga sikap selama

bekerja.

Pada tahap kedua ini manajemen juga menentukan materi pelatihan yang

diberikan kepada peserta pelatihan dan disesuaikan dengan kebutuhan jabatan

masing-masing karyawan. Seluruh materi pelatihan dibuat secara tertulis pada

proglam diklat tahunan yang dibuat oleh petugas pelatihan di kantor induk. Setiap

Page 78: Fifi Rufaida Fst

peserta yang telah mendapat materi pelatihan akan dievaluasi sesuai dengan

masing-masing materi yang disampaikan. Berikut ini adalah materi pelatihan

yang berkaitan dengan ISO 22000:2005 yang dilaksanakan oleh Pabrik

Bukanagara.

Tabel 6. Materi Pelatihan ISO 22000:2005 di Pabrik Bukanagara Tahun 2007

Sumber: dokumen Bukanagara (2007:1)

No Materi Pelatihan ISO 22000:2005

1 Good Manufacturing Proces (GMP) dan proses pengolahan

2 Sistem Manajemen Mutu

3 Konsep Dasar HACCP

4 Kalibrasi Verifikasi Alat Ukur dan Validasi - pengenalan SMKP ISO 22000:2005

- kalibrasi internal

- verifikasi alat ukur

- validasi control measure

5 Pembinaan Penerapan ISO 22000:2005

- pengenalan ISO 22000:2005

- monitoring CCP 1 (SP pucuk dan aplikasi pestisida)

- monitoring CCP 2 (temperatur dan waktu pengeringan)

- monitoring CCP 3 (efektifitas magnetic trap)

- koreksi dan tindakan korektif

- validasi dan verifikasi

- praktek pengisian SP pucuk dan laporan aplikasi pestisida

6 Sosialisasi SMKP, PRPs, Tabel Analisis Bahaya, OPRP dan HACCP Plan

- implementasi SMKP ISO 22000:2005

- pemahaman PRPs

- monitoring peluang bahaya untuk penyusunan Tabel Analisis Bahaya

- Penyusunan decision tree untuk penentuan OPRP/HACCP Plan - Perangkat kendali dan HACCP Plan

- Progress improvement

7 Pengenalan SMKP ISO 22000:2005 dan Teknis Pengolahan-Teknik Untuk

Tingkat Karyawan Pelaksana Pabrik-Teknik Bukanagara

- pengenalan SMKP ISO 22000:2005

- teknis pengolahan basah

- teknis pengolahan kering

- pengasahan roll CTC

- pemeliharaan mesin pengolahan dan kendaran

- peningkatan kualitas hasil jadi

Page 79: Fifi Rufaida Fst

Semua materi yang diberikan tentunya memberikan manfaat kepada

karyawan. Pelatihan mengenai Good Manufacturing Process (GMP) memberikan

pengetahuan kepada karyawan mengenai pedoman cara mengolah teh yang baik

dan higenis sehingga produksi yang dihasilkan bermutu, aman, dan tidak

terkontaminasi (tercampur kotoran), sehat, serta semua bangunan dan mesin

bersih. Pelatihan ini menjelaskan secara rinci bahaya yang mungin timbul selama

proses pengolahan beserta cara pengendaliannya, bagaimana cara menjaga

kebersihan diri karyawan (seperti cara mencuci tangan), dan merinci alat-alat apa

saja yang harus dibersihkan. Pelatihan sistem manajemen mutu memberikan

pengetahuan kepada karyawan mengenai cara mengolah teh untuk menghasilkan

mutu yang baik. Sedangkan pelatihan konsep dasar HACCP memberikan

gambaran secara umum mengenai cara mengolah teh agar dapat menghasilkan

produk dengan kategori aman.

Selanjutnya adalah pelatihan kalibrasi verifikasi alat ukur dan validasi

yang diberikan kepada karyawan teknik yang diberikan untuk mengenalkan sistem

manajemen keamanan pangan yang diterapkan pada bagian teknik. Sedangkan

pelatihan pembinaan penerapan ISO 22000:2005 dilakukan untuk mengenalkan

karyawan pada ISO 22000:2005, Critical Control Point (CCP) dan jenisnya,

tindakan korektif yang harus diambil jika ada penyimpangan pada pengolahan teh,

cara melakukan validasi, serta latihan praktek mengenai cara pengisian pucuk dan

pembuatan laporan aplikasi pestisida.

Pelatihan yang berikutnya adalah Sosialisasi SMKP, PRPs, Tabel Analisis

Bahaya, OPRP dan HACCP Plan yang berisikan pengetahuan mengenai cara

Page 80: Fifi Rufaida Fst

mengimplementasikan ISO 22000:2005, memberikan pemahaman mengenai

PRPs yang merupakan kondisi dan kegiatan dasar yang dibutuhkan untuk

memelihara lingkungan yang higienis diseluruh rantai pangan sesuai untuk

produksi, penanganan dan penyediaan produk akhir yang aman untuk

dikonsumsi.selein itu juga karyawan diberikan pemahaman mengenai cara

melakukan monitoring peluang bahaya.

Pelatihan yang terakhir adalah Pengenalan SMKP ISO 22000:2005 dan

Teknis Pengolahan-Teknik Untuk Tingkat Karyawan Pelaksana Pabrik-Teknik

Bukanagara yang berisikan pengetahuan dan penerapan ISO 22000:2005 pada

pekerjaan sehari-hari.

5.2.3. Metode dan Prinsip Pelatihan

Pelaksanaan pelatihan menggunakan dua metode, yaitu on the job training

dan off the job training. Metode off the job training yang dipilih adalah lecture.

Setiap karyawan terlibat sebagai peserta latih, namun dari seluruh pelatihan yang

menggunakan metode off the job training untuk karyawan pelaksana hanya

pelatihan GMP dan Pengenalan SMKP ISO 22000:2005 dan Teknis Pengolahan-

Teknik. Semua pelatihan bersifat internal dan dilakukan di pabrik Bukanagara.

Instruktur pelatihan yang dipilih ada yang berasal dari eksternal pabrik dan

internal pabrik. Pelatihan sistem manajemen mutu dan HACCP menggunakan

instruktur dari luar lingkungan pabrik, yaitu Ir. Budi Frihartanto sedangkan

pelatihan yang lainnya dipandu oleh Ir. Iwan Hartadi Wibawa yang juga

memangku jabatan sinder pabrik Bukanagara.

Page 81: Fifi Rufaida Fst

Adapun metode on the job training yang digunakan adalah job instruction

training dan coaching yang dipandu oleh masing-masing mandor dari tiap bagian.

Metode tersebut lebih dipilih dalam memberikan pelatihan kepada

karyawan pelaksana karena rata-rata tingkat pendidikan karyawan pelaksana yang

beragam mulai dari SD, SMP, dan SMU sehingga lebih mudah menyerap materi

bila dilakukan penyampaian secara langsung di lapangan oleh masing-masing

mandor yang sudah mengetahui karakteristik dari para bawahannya dibandingkan

dengan harus mengikuti pelatihan dengan cara perkuliahan di dalam kelas.

Selain itu sangat sulit mencari waktu untuk menyatukan karyawan

pelaksana dalam suatu pelatihan khusus karena masing-masing bagian memiliki

jam kerja yang berbeda. Pelatihan biasanya diberikan pada pagi hari sebelum para

karyawan melaksanakan pekerjaan. Penerapan pelatihan secara on the job training

membuat karyawan dapat leluasa bertanya mengenai hal-hal yang belum

dimengerti metode tersebut juga sesuai dengan jumlah responden yang hampir

seluruhnya (90 persen) berada pada usia produktif yang diasumsikan cenderung

menyukai pelatihan secara praktek langsung di tempat kerja dari pada harus

menjalankan pelatihan dengan sistem perkuliahan.

Dalam menjalankan pelatihan baik yang bersifat on the job training dan

off the job training sudah diterapkan lima prinsip pelatihan sesuai dengan yang

diuraikan Hariandja (2002:185) yaitu participation, repetition, relevance,

transference, dan feedback. Participation menggambarkan ketelibatan peserta

secara aktif saat pelatihan. Hal ini sangat penting dalam pelatihan karena berarti

peserta tanggap terhadap materi yang disampaikan oleh instruktur walaupun

Page 82: Fifi Rufaida Fst

memang tidak semua peserta melakukannya. Instruktur juga berusaha menerapkan

repetition karena dengan penyampaian materi secara berulang akan

mempermudah para peserta mengingat materi yang disampaikan. Selain itu,

materi yang disampaikan pada saat pelatihan juga sering diulang dan didiskusikan

pada berbagai kesempatan seperi pada saat rapat ataupun acara-acara informal

seperti pengajian.

Pabrik Bukanagara telah mengeluarkan banyak biaya dalam menerapkan

ISO 22000:2005. Oleh karena itu pabrik Bukanagara ingin mendapatkan hasil

seoptimal mungkin dalam setiap usahanya termasuk dalam hal pelatihan. Hal

tersebut terbukti dari manfaat yang diperoleh para peserta setelah mengikuti

pelatihan berupa peningkatan pemahaman mengenai ISO 22000:2005 yang dapat

terlihat pada rata-rata nilai evaluasi peserta setelah pelatihan lebih tinggi

dibandingkan sebelum mengikuti pelatihan. Hal ini dapat terlihat pada tabel pre

test dan post test pada Lampiran 14. Pada akhirnya manfaat tersebut dirasakan

oleh Pabrik Bukanagara secara umum. Manfaat yang dirasakan antara lain adanya

peningkatan pengetahuan karyawan mengenai sistem manajemen keamanan

pangan, perubahan perilaku karyawan kearah yang positif untuk mengikuti

prosedur ISO 22000:2005 dan tidak adanya keluhan dari pembeli mengenai

keamanan produk. Manfaat tersebut menggambarkan bahwa pelatihan yang

dijalankan oleh Pabrik Bukanagara telah menggunakan prinsip relevance yang

berarti pelatihan yang dijalani telah memberikan manfaat yang penting bagi

pesertanya.

Page 83: Fifi Rufaida Fst

Setiap pelatihan yang dilaksanakan oleh Pabrik Bukanagara tentunya

sesuai dengan pekerjaan masing-masing karyawan karena sebelum dilaksanakan

pelatihan telah dilakukan analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan uraian tugas

dan wewenang yang diemban setiap jabatan. Hal ini sesuai dengan prinsip

transference yang berarti adanya kesesuaian antara pelatihan dan pekerjaan yang

dilakukan sehari-hari. Prinsip yang terakhir adalah feedback yang berarti

pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang telah dicapai oleh

peserta pelatihan. Hal ini terlihat dari evaluasi yang dilakukan pada setiap

pelatihan. Setelah mendapatkan pelatihan para peserta akan diberi soal mengenai

materi yang telah diberikan selama mengikuti pelatihan. Peserta yang mendapat

nilai kurang dari 60 harus mengikuti pelatihan ulang selain itu perkembangan

kemajuan peserta pelatihan juga dapat terlihat dari evaluasi praktek yang diadaan

satu bulan setelah pelatihan.

5.2.4. Evaluasi Pelatihan

Setiap perusahaan pasti menginginkan manfaat dari setiap pelatihan yang

telah dilaksanakan. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh setelah pelatihan,

petugas memberikan formulir Daftar Nilai Karyawan Hasil Pelatihan. Instruktur

memberikan pre-test yang menyatakan tingkat pengetahuan karyawan sebelum

mengikuti pelatihan dan post-test yang menyatakan tingkat pengetahuan pada saat

pelatihan dengan jenis soal yang sama sedangkan penilaian praktek di lapangan

dilakukan satu bulan setelah pelatihan. Pelatihan ISO 22000:2005 merupakan

pelatihan yang berkaitan dengan keamanan pangan maka hal yang dinilai untuk

Page 84: Fifi Rufaida Fst

praktek lapangan adalah sikap karyawan saat bekerja yang akan mempengaruhi

keamanan produk (merokok, membawa makanan ke tempat kerja, membawa

pakaian kerja dll) dan kemampuan karyawan dalam mengolah produk sesuai

standar keamanan pangan.

Manajemen menetapkan standar nilai 60 untuk post-test dan praktek

lapangan. Peserta pelatihan dianggap telah memiliki pengetahuan yang cukup

mengenai ISO 22000:2005 dan dapat mematuhi prosedur ISO 22000:2005 dalam

pekerjannya untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi. Pemberian nilai

kepada peserta diserahkan kepada instruktur, namun nilai praktek diserahkan

kepada kepala masing-masing bagian dengan cara penilaian yang sudah terformat.

Bila terdapat peserta pelatihan yang mendapat nilai kurang dari standar tersebut

maka akan mengikuti pelatihan ulang hingga dapat memenuhi standar nilai.

Selain itu, setiap semester Petugas Umum melakukan evaluasi terhadap

seluruh kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan dan dicatat dalam Laporan

Evaluasi Pelatihan dengan persetujuan Sinder TUK. Hasil Evaluasi akan dibahas

dalam Rapat Tinjauan Manajemen untuk menentukan tindak lanjutnya. Bila hasil

evaluasi menunjukkan bahwa ada program pelatihan yang belum dilaksanakan

pada semester tersebut, maka harus dijadwal ulang pada semester berikutnya. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Rivai (2004:248) yang menyatakan bahwa

kriteria yang efektif dalam mengevaluasi kegiatan pelatihan adalah yang berfokus

pada hasil akhir. Selain itu, manajemen pabrik Bukanagara juga mengukur

keberhasilan pelatihan yang telah dilakukan dengan memberikan kuesioner

mengenai tanggapan pelanggan terhadap produknya dan hasilnya memperlihatkan

Page 85: Fifi Rufaida Fst

bahwa pelanggan sangat puas terhadap produk yang ditawarkan. Memang

manajemen pabrik Bukanagara selalu menanamkan kepada para karyawannya

untuk selalu bekerja sesuai prosedur dan selalu berusaha memuaskan konsumen

karena bila harga yang dipertaruhkan bila terjadi keluhan dari para pelanggan

lebih besar dari biaya produksi.

Ditinjau dari uraian diatas, manajemen pabrik Bukanagara telah

melakukan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses evaluasi

pelatihan menurut Rivai (2004:248), yaitu menilai pengetahuan dan sikap

karyawan setelah pelatihan serta mengukur perbaikan yang terjadi pada

organisasi. Namun manajemen pabrik Bukanagara belum menilai tanggapan dari

para karyawan mengenai pelatihan yang mereka ikuti, seperti tanggapan terhadap

pelatih, sarana pelatihan dan lainnya.

5.2.5. Kriteria Peserta dan Pelatih

1) Peserta Pelatihan

Pelatihan ISO 22000:2005 yang dilaksanakan Pabrik Bukanagara melibatkan

seluruh karyawan, namun peserta pelatihan dibedakan berdasarkan jabatan.

Misalnya saja pelatihan internal kalibrasi verifikasi alat ukur dan validasi

dikhususkan bagi karyawan bagian teknik karena sesuai dengan bidang

pekerjaannya. Begitu juga dengan pelatihan pengenalan SMKP ISO 22000:2005

dan teknis pengolahan-teknik yang dikhususkan untuk karyawan tingkat

pelaksana. Hal ini sesuai dengan Hamalik (2005:35), yang menyatakan bahwa

penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan proses

Page 86: Fifi Rufaida Fst

pelatihan, yang pada akhirnya turut menentukan efektivitas pekerjaan. Karena itu

perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik

berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya adalah jabatan.

2) Pelatih

Pelatihan internal bisa menggunakan pelatih dari dalam organisasi dan

menggunakan jasa lembaga pelatihan. Ada beberapa persyaratan instruktur

pelatihan internal, yaitu telah mengikuti pelatihan SMKP ISO 22000 : 2005,

menguasai bidang materi yang disampaikan, dan mempunyai kemampuan

komunikasi verbal. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2005:35), bahwa

terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih pelatih, diantaranya telah

disiapkan secara khusus sebagai pelatih dan ahli dalam bidang spesialisasi

tertentu. Pelatih internal pada pelatihan ISO 22000:2005 adalah koordinator

SMKP dan para mandor.

Pada pelatihan ISO 22000:2005, para mandor dijadikan instruktur pelatihan

pada pelatihan yang bersifat on the job training. Pemilihan para mandor untuk

dijadikan instruktur karena mandor merupakan orang yang paling sering

berinteraksi secara langsung oleh para karyawan pelaksana sehingga lebih mudah

untuk menyampaikan materi yang disampaikan dengan bahasa yang mudah

dimengerti dan lebih mudah mencari waktu untuk mengadakan pelatihan yang

disesuaikan dengan jadwal bekerja dari tiap bagian. Namun seperti telah

dijelaskan sebelumnya, para mandor yang akan menjadi instruktur harus

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Page 87: Fifi Rufaida Fst

Sedangkan pelatih eksternal berasal dari PT. SGS Indonesia. Dalam

melaksanakan tugasnya dapat dikatakan pelatih telah berhasil, hal ini dapat

terlihat dari rata-rata nilai post test peserta latih yang melewati standar nilai yang

ditentukan yaitu 60 bahkan ada yang mencapai nilai 100 yang berarti para peserta

telah menyerap materi yang diajarkan oleh para instruktur dengan bukti adanya

peningkatan pemahaman mengenai ISO 22000:2005 dan perubahan sikap untuk

mengikuti prosedur ISO 22000:2005. Hal ini didukung dengan sosialisasi yang

dilakukan perusahaan mengenai ISO 22000:2005 sebelum diadakan pelatihan

secara resmi yang hasilnya dapat terlihat dari hasil pre test peserta latih yang lebih

banyak berkisar antara 60 hingga 70.

5.3. Pengetahuan Karyawan Tehadap ISO 22000:2005

Sebelum menyebarkan kuesioner kepada para responden mengenai

pengetahuan karyawan tehadap ISO 22000:2005, terlebih dahulu dilakukan uji

validitas dan realibilitas terhadap pertanyaan yang ada pada kuesioner. Hasil

pengolahan data menunjukkan nilai terendah dari korelasi tiap butir pertanyaan

adalah 0,4912. Hal ini menunjukkan bahwa setiap butir pertanyaan dari kuesioner

adalah valid karena menurut Sugiyono (1999:124), syarat minimum hingga butir

pertanyaan dapat dikatakan valid apabila memiliki nilai korelasi minimum sebesar

0,3. Sedangkan angka realibilitas dari kuesioner adalah 0,8747. Hal ini

menunjukkan bahwa kuesioner yang disebarkan adalah reliabel karena lebih besar

dari rt(5%) yaitu 0,632 (Arikunto, 2002:160).

Page 88: Fifi Rufaida Fst

5.3.1. Pengetahuan Responden Terhadap Konsep ISO 22000:2005

Berdasarkan hasil penelitian, skor rata-rata tingkat pengetahuan responden

terhadap konsep ISO 22000:2005 adalah 3,2 yang berarti bahwa pelatihan ISO

22000:2005 telah berdampak besar terhadap penambahan pengetahuan karyawan

terhadap konsep ISO 22000:2005. Hal ini tercermin dari 44 responden yang

digunakan, 10 orang (22,7 persen) menyatakan sangat mengetahui konsep ISO

22000:2005, 33 orang (75 persen) menyatakan mengetahui konsep ISO

22000:2005 dan hanya 1 orang (2,3 persen) yang menyatakan kurang mengetahui

konsep ISO 22000:2005. Hal ini terjadi mengingat pelatihan diberikan kepada

seluruh karyawan Pabrik Bukanagara dari level tertinggi yaitu Sinder Pabrik

hingga level terendah yaitu Karyawan Pelaksana. Pelatihan juga diberikan bukan

hanya dalam bentuk off the job training tapi lebih sering melalui on the job

training yang dilakukan oleh atasan masing-masing pada setiap bagian sehingga

karyawan dapat dengan leluasa untuk bertanya mengenai konsep ISO 22000:2005.

5.3.2. Pengetahuan Responden Terhadap Tujuan ISO 22000:2005

Skor rata-rata tingkat pengetahuan responden terhadap tujuan ISO

22000:2005 adalah 3.2 yang berarti pengetahuan responden terhadap tujuan ISO

22000:2005 adalah besar. Hal ini tercermin dari 44 responden, sebanyak 11 orang

(25 persen) menyatakan sangat mengetahui tujuan ISO 22000:2005, sedangkan

sisanya 33 orang (75 persen) menyatakan mengetahui tujuan ISO 22000:2005.

Page 89: Fifi Rufaida Fst

Hal tersebut memang layak terjadi mengingat manajeman Pabrik Bukanagara

secara terus-menerus mensosialisasikan tujuan ISO 22000:2005 kepada karyawan

dengan berbagai cara, mulai dengan cara menyisipkan tujuan ISO 22000:2005

pada saat rapat, bantuan masing-masing kepala bagian, hingga melalui acara

pengajian karyawan.

5.3.3. Pengetahuan Responden Terhadap Kemungkinan Bahaya Yang

Dapat Mengkontaminasi Teh

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh skor rata-rata tingkat pengetahuan

responden mengenai kemungkinan bahaya yang dapat mengkontaminasi teh

adalah 3,5 yang berarti sangat besar. Hal ini tercermin dari 44 responden yang

digunakan, 26 orang (59,1 persen) menyatakan sangat mengetahui kemungkinan

bahaya yang dapat mengkontaminasi teh. Sedangkan 17 orang (38,6 persen)

menyatakan mengetahui kemungkinan bahaya yang dapat mengkontaminasi teh.

Namun ada sebagian kecil responden 1 orang (2,3 persen) yang menyatakan tidak

mengetahui kemungkinan bahaya yang dapat mengkontaminasi teh. Adapun

bahaya yang dapat mengkontaminasi teh terdiri dari tiga jenis, yaitu bahaya fisik,

bahaya kimia, dan bahaya biologi.

5.3.4. Pengetahuan Responden Terhadap Faktor Pengkontaminasi Teh

Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata 3,3 yang menunjukkan tingkat

pengetahuan responden mengenai faktor yang dapat mengkontaminasi teh adalah

besar. Hal ini tercermin dari 44 responden yang digunakan, 13 orang (29,5 persen)

Page 90: Fifi Rufaida Fst

menyatakan sangat mengetahui faktor yang dapat mengkontaminasi teh, 30 orang

(68,2 persen) menyatakan mengetahui, dan 1 orang (2,3 persen) menyatakan

kurang mengetahui faktor yang dapat mengkontaminasi teh. Ada beberapa faktor

yang dapat mengkontaminasi teh, diantaranya adalah benda asing (pecahan gelas,

potongan kayu, plastik, karet, kerikil, pasir, tulang, dan logam), cemaran kimia

(bahan pembersih, pestisida, pelumas, antibiotik, hormon pertumbuhan), dan

bakteri.

5.3.5. Pengetahuan Responden Terhadap Tindakan yang Harus Diambil

Bila Teh Terkontaminasi

Berdasarkan perhitungan kuesioner, skor rata-rata yang diperoleh adalah

3,4 yang berarti pengetahuan responden mengenai tindakan yang harus diambil

jika teh terkontaminasi adalah sangat besar. Hal ini tercermin dari 44 responden

yang digunakan, 18 orang (40,9 persen) menyatakan sangat mengetahui

mengetahui tindakan yang harus diambil jika teh terkontaminasi dan 26 orang

(50,1 persen) menyatakan mengetahui tindakan yang harus diambil bila teh

terkontaminasi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan para karyawan,

pemeriksaan akan keadaan pucuk teh dilakukan mulai dari penerimaan pucuk teh

dari kebun dengan cara melihat secara manual keadaan pucuk teh dan melihat

catatan penggunaan pestisida dari kebun, semuanya itu akan disesuaikan dengan

standar yang berlaku. Selain itu, bila ada benda asing yang tercampur ke dalam

teh seperti plastik akan segera diambil oleh karyawan untuk dibuang ke tempat

sampah.

Page 91: Fifi Rufaida Fst

5.3.6. Pengetahuan Responden Terhadap Standar Proses Pengolahan Teh

Hasil perhitungan menunjukkan skor rata-rata tingkat pengetahuan

responden mengenai standar pengolahan teh adalah 3,5 yang berarti sangat besar.

Hal ini tercermin dari 44 responden yang digunakan, 22 orang (50 persen) sangat

mengetahui standar proses pengolahan teh sedangkan 22 orang lainnya

menyatakan mengetahui standar proser pengolahan teh. Perusahaan memang

berusaha menjaga kualitas teh untuk memuaskan para konsumen dengan membuat

standar pengolahan teh yang terangkum dalam PRP.

5.3.7. Pengetahuan Responden Terhadap Standar Kondisi Lingkungan

Pabrik

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh skor rata-rata 3,3 yang berarti

tingkat pengetahuan responden terhadap standar kondisi lingkungan pabrik sangat

besar. Hal ini tercermin dari 44 responden yang digunakan, 15 orang sangat

mengetahui mengetahui standar kondisi lingkungan pabrik, 27 orang (34,1 persen)

menyatakan mengetahui dan 2 orang (61,4 persen) menyatakan kurang

mengetahui standar kondisi lingkungan pabrik. Hal ini sesuai dengan kondisi yang

dilihat oleh peneliti selama proses pencarian data dan observasi bahwa tidak ada

karyawan yang membuang sampah sembarangan di lingkungan pengolahan teh.

Selain itu petugas kebersihan dan para karyawan pada masing-masing bagian

segera melakukan pembersihan jika ada ceceran teh maupun kotoran lain di lantai

Page 92: Fifi Rufaida Fst

dengan cara menyapu dan setelah proses pengolahan disiram. Bukan saja masalah

kebersihan yang diperhatikan tetapi hal lain seperti kelembaban lingkungan dan

suhu udarapun dijaga dan selalu dipantau, misalnya saja pada kawasan

penggilingan RH harus 90-98 persen dan suhu udara 19-25 oC.

5.3.8. Pengetahuan Responden Terhadap Standar Alat Pengolah Teh

Berdasarkan hasiil penelitian, diperoleh skor rata-rata sebesar 3,4 yang

berarti tingkat pengetahuan responden terhadap standar alat pengolah teh sangat

besar. Hal ini tercermin dari 44 responden yang digunakan, sebanyak 18 orang

(40,9 persen) menyatakan sangat mengetahui standar alat pengolah teh, 24 orang

(54,5 persen) menyatakan mengetahui, dan 2 orang (4,5 persen) menyatakan

kurang mengetahui standar alat pengolah teh. Standar alat pengolah teh

merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi kualitas dari teh yang

dihasilkan. Salah satu standar yang ditetapkan adalah dibersihkannya magnetic

trap setiap 2 jam sekali untuk memisahkan benda asing seperti logam yang dapat

mengkontaminasi teh optimal.

5.3.9. Pengetahuan Responden Terhadap Standar Perlengkapan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh skor rata-rata 3,6 yang berarti

pengetahuan responden terhadap standar perlengkapan kerja adalah sangat besar.

Hal ini tercermin dari 44 responden yang digunakan, 25 orang (56,8 persen)

sangat mengetahui standar perlengkapan kerja yang harus dipenuhi sebelum

memasuki lingkungan pengolahan teh, sedangkan sisanya sebanyak 19 orang

Page 93: Fifi Rufaida Fst

(43,2 persen) menyatakan mengetahui standar perlengkapan kerja yang harus

dipenuhi sebelum memasuki lingkungan pengolahan teh. Hal ini sesuai dengan

hasil pengamatan bahwa sebelum memasuki lingkungan pengolahan teh terutama

pada area kritis, karyawan masuk ke dalam tempat perlengkapan untuk

mengambil perlengkapan kerja mereka yang tersimpan dalam loker karyawan.

Standar perlengkapan kerja dapat terlihat pada Lampiran 15.

5.3.10. Pengetahuan Responden Terhadap Kondisi Fisik Yang Harus

Dipenuhi Untuk Memulai Proses Pengolahan

Berdasarkan hasil penelitian, skor rata-rata yang diperoleh adalah 3,2 yang

berarti pengetahuan responden terhadap kondisi fisik yang harus dipenuhi untuk

memulai proses pengolahan adalah besar. Hal ini tercermin dari 44 responden

yang digunakan, 10 orang (22,7 persen) menyatakan sangat mengetahui standar

kondisi fisik yang harus dipenuhi sebelum mulai bekerja sedangkan 32 orang

(72,7 persen) menyatakan mengetahui dan 2 orang (4,5 persen) kurang

mengetahui standar kondisi fisik yang harus dipenuhi sebelum mulai bekerja.

Manajemen Pabrik Bukanagara melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin

setahun sekali dan menyediakan fasilitas balai pengobatan untuk para karyawan.

Sedangkan untuk mencegah kontaminasi yang berasal dari fisik karyawan Pabrik

Bukanagara menyediakan masker dan sarung tangan.

Secara keseluruhan pelatihan ISO 22000:2005 yang dilaksanakan oleh

Pabrik Bukanagara berdampak positif terhadap pengetahuan. Hal ini dibuktikan

dengan hasil analisis yang menunjukkan skor rata-rata dari keseluruhan variabel

Page 94: Fifi Rufaida Fst

yang disajikan mengenai pengetahuan yang terdiri dari konsep ISO 22000:2005,

tujuan ISO 22000:2005, bahaya yang dapat mengkontaminasi teh, faktor

pengkontaminasi teh, tindakan yang harus diambil bila teh terkontaminasi, standar

proses pengolahan teh, standar kondisi lingkungan pabrik, standar alat pengolah

teh, standar perlengkapan kerja, dan kondisi fisik untuk memulai proses

pengolahan tidak ada yang dibawah 3,2 yang berarti tingkat pengetahuan

karyawan terhadap ISO 222000:2005 baik atau besar. Hal tersebut diasumsikan

karena 64 persen responden memiliki masa kerja yang relatif lama yaitu 5-8 tahun

sehingga lebih mudah menyerap materi pelatihan karena telah mempunyai

kemampuan dasar mengenai pengolahan teh. Tingkat pengetahuan yang tinggi

juga terlihat dari hasil evaluasi yang dilakukan manajemen dalam tabel post test

pada Lampiran 14. Terlihat bahwa rata-rata hasil post test peserta pelatihan lebih

dari 70.

5.4. Perubahan Sikap Karyawan Setelah Pelatihan ISO 22000:2005

Perubahan sikap karyawan setelah dilakukannya pelatihan ISO 22000:2005

pada Pabrik Bukanagara dapat diketahui dengan menggunakan Uji t. Pada

penelitian ini, peneliti melakukan pengujian dengan taraf kepercayaan 90 persen

atau pada alfa 0,1.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

H0: Perubahan sikap karyawan sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan tidak

berbeda nyata

Page 95: Fifi Rufaida Fst

H1: Perubahan sikap karyawan sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan

berbeda nyata

Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan hasil perhitungan uji t dengan

menggunakan alat bantu SPSS 11,5.

Tabel 7. Hasil Uji t Perubahan Sikap Karyawan di Pabrik Bukanagara Tahun 2008

No. Variabel thitung ttabel Probabilitas alfa

1. Memakai

penutup kepala -5.077 1,684 .000 0,1

2. Memakai

seragam kerja

yang rapih dan

bersih

-5.629 1,684 .000 0,1

3. Kuku pendek

dan bersih -6.718 1,684 .000 0,1

4. Dalam keadaan

rapih dan bersih -4.716 1,684 .000 0,1

5. Memakai

masker -2.074 1,684 .044 0,1

6. Tidak merokok

di area kerja -3.397 1,684 .001 0,1

7. Memakai

sarung tangan -4.547 1,684 .000 0,1

8. Mencuci tangan

sebelum dan

sesudah bekerja

-6.112 1,684 .000 0,1

9. Tidak

menggunakan

perhiasan dan

jam tangan

-3.585 1,684 .001 0,1

10. Memakai alas

kaki -3.325 1,684 .002 0,1

Sumber: data primer(diolah)

Berdasarkan Tabel 7 dapat terlihat bahwa hasil perhitungan menunjukkan

keseluruhan t hitung variabel yang terdiri dari memakai penutup kepala, memakai

seragam kerja yang rapih dan bersih, kuku pendek dan bersih, memakai masker,

Page 96: Fifi Rufaida Fst

tidak merokok di area kerja, dalam keadaan rapih dan bersih, memakai sarung

tangan, mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja, tidak menggunakan

perhiasan dan jam tangan, dan memakai alas kaki lebih besar dari t tabel dengan

derajat kesalahan (dk) 43 yaitu 1,684 dengan demikian tolak Ho. Sedangkan

melalui pengujian probabilitas dapat terlihat bahwa keseluruhan probabilitas lebih

kecil dari 0,1 dengan demikian tolak Ho. Dengan demikian dapat ditarik

kesimpulan dari pengujian hipotesis tersebut bahwa terdapat perbedaan nyata

antara sikap karyawan sebelum pelatihan dengan sikap karyawan setelah

pelatihan. Tanda (-) menunjukan bahwa kesadaran sikap karyawan sebelum

pelatihan lebih rendah dibandingkan setelah mengikuti pelatihan. Sikap karyawan

yang telah mengikuti prosedur ISO 22000:2005 juga dapat terlihat dari evaluasi

pelatihan (Lampiran 14) yang dilakukan perusahaan berupa penilaian praktek

lapangan yang dilakukan setelah satu bulan pelatihan yang menunjukkan rata-rata

nilai karyawan di atas standar perusahaan yaitu 60.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh manajemen Pabrik

Bukanagara bahwa manfaat yang sudah dapat dirasakan dari pelaksanaan ISO

22000:2005 adalah meningkatnya kesadaran karyawan dalam menjaga sikap

selama bekerja yang diantaranya adalah tidak merokok, tidak makan di tempat

kerja, buang sampah pada tempatnya, dan tidak membawa perlengkapan kerja

keluar pabrik. Untuk menjaga konsistensi karyawan agar bekerja sesuai prosedur

ISO 22000:2005 pihak manajemen Pabrik Bukanagara akan menegur karyawan

yang tidak mengikuti prosedur dan bila tetap melanggar maka pihak Pabrik

Bukanagara akan mengeluarkan karyawan tersebut.

Page 97: Fifi Rufaida Fst

Berdasarkan pengolahan data mulai dari pelaksanaan pelatihan ISO

22000:2005 hingga analisis terhadap manfaat pelatihan ISO 22000:2005 yang

telah dilaksanakan Pabrik Bukanagara, maka pelatihan tersebut dapat dikatakan

efektif karena saat ini Pabrik Bukanagara telah berhasil mendapatkan sertifikat

ISO 22000:2005 dan Pabrik Bukanagara tidak pernah mendapat keluhan dari para

pelanggan (zero claim).

5.5. Hambatan Implementasi ISO 22000:2005

Sebelum menyebarkan kuesioner kepada para responden mengenai

hambatan implementasi ISO 22000:2005, penulis telah melakukan uji validitas

dan realibilitas terhadap pernyataan yang ada pada kuesioner. Hasil pengolahan

data menunjukkan nilai terendah dari korelasi tiap butir pertanyaan adalah 0,3706.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap butir pertanyaan dari kuesioner adalah valid

karena menurut Sugiyono (1999:124), syarat minimum hingga butir pertanyaan

dapat dikatakan valid apabila memiliki nilai korelasi minimum sebesar 0,3.

Sedangkan angka realibilitas dari kuesioner adalah 0,8816. Hal ini menunjukkan

bahwa kuesioner yang disebarkan adalah reliabel karena lebih besar dari rt(5%)

yaitu 0,632 (Arikunto, 2002, 160).

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh skor rata-rata 2,2 yang berarti bahwa

responden merasa hambatan dalam mengimplementasikan ISO 22000:2005 cukup

besar. Hal ini tercermin dari 44 responden yang digunakan, 15 orang (34,1 persen)

menyatakan sangat setuju mempunyai hambatan dalam mengimplementasikan

ISO 22000:2005 dalam bidang pekerjaan masing-masing, sedangkan 21 orang

Page 98: Fifi Rufaida Fst

(47,7 persen) menyatakan kurang setuju dan 8 orang (18,2 persen) menyatakan

tidak setuju atau menganggap tidak ada hambatan dalam mengimplementasikan

ISO 22000:2005.

Beberapa hambatan yang dirasakan para responden dalam

mengimplementasikan ISO 22000:2005 adalah kurangnya sarana dan prasarana

untuk mendukung program ISO 22000:2005 dan sulit mengubah perilaku atau

kebiasaan lama untuk menyesuaikan dengan prosedur atau tata cara bekerja ISO

22000:2005.

5.5.1. Tingkat Persetujuan Rerponden Terhadap Pernahnya Melakukan

Kesalahan Dalam Melaksanakan Prosedur ISO 22000:2005

Berdasarkan penelitian, skor rata-rata yang diperoleh adalah 2,2 yang

berarti hambatan implementasi ISO 22000:2005 karena kesalahan melaksanakan

prosedur ISO adalah cukup besar. Hal ini tercermin dari 44 responden, 19 orang

(43,2 persen) sangat setuju dan 17 orang (38,6 persen) setuju bila dinyatakan

pernah melakukan kesalahan atau lupa dengan tata cara dan prosedur kerja yang

sesuai dengan ISO 22000:2005. Sementara itu, 8 orang (18,2 persen) menyatakan

kurang setuju bila dinyatakan salah satu hambatan implementasi ISO 22000:2005

adalah kesalahan atau lupa dalam menjalani prosedur ISO 22000:2005. Adanya

responden yang masih lupa dalam menjalani prosedur ISO 22000:2005

dikarenakan program ISO 22000:2005 baru dilaksanakan sekitar satu tahun yang

lalu.

Page 99: Fifi Rufaida Fst

5.5.2. Tingkat Persetujuan Rerponden Terhadap Kurangnya Atasan Dalam

Memberikan Bimbingan Implementasi ISO 22000:2005

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata akan jawaban

responden adalah 1,8 yang berarti hambatan implementasi ISO 22000:2005

karena kurangnya bimbingan atasan kepada karyawan cukup besar. Hal ini

tercermin dari 44 responden yang digunakan, 3 orang (6,8 persen) menyatakan

sangat setuju dan 8 orang (18,2 persen) setuju bahwa kurangnya atasan dalam

memberikan bimbingan merupakan salah satu hambatan dalam implementasi ISO

22000:2005. Sedangkan 9 orang (20,5 persen) merasa kurang setuju dan 24 orang

(54,5 persen) merasa tidak ada hambatan dalam implementasi ISO 22000:2005

terkait dengan pemberian bimbingan oleh atasan.

Jenis dukungan atau bimbingan yang diharapkan lebih oleh para karyawan

adalah setiap satu bulan sekali diadakan sosialisasi ISO 22000:2005 untuk

menyegarkan kembali ingataan karyawan akan prosedur kerja ISO 22000:2005

khususnya mengenai cara kerja yang baik, kebersihan, dan keamanan produk dan

memberikan informasi atau teguran jika karyawan melakukan kesalahan dalam

proses kerja.

5.5.3. Tingkat Persetujuan Rerponden Terhadap Kurangnya Pengetahuan

Mengenai ISO 22000:2005

Berdasarkan penelitian, skor rata-rata yang diperoleh adalah 2,9 yang

mengartikan bahwa jumlah responden yang merasa kurang mengetahui ISO

22000:2005 secara menyeluruh adalah besar. Hal ini tercermin dari 44 responden

Page 100: Fifi Rufaida Fst

yang digunakan, 4 orang (9,1 persen) sangat setuju dan 35 orang (79,5 persen)

setuju dengan pernyataan kurang mengetahui ISO 22000:2005, sedangkan 5 orang

(11,4 persen) kurang setuju bahwa terdapat hambatan implementasi ISO

22000:2005 yang terkait dengan pengetahuan ISO ISO 22000:2005. Dalam

pembahasan sebelumnya memang terlihat bahwa responden memiliki tingkat

pengetahuan yang baik mengenai ISO 22000:2005, hal ini membuktikan bahwa

responden (karyawan Pabrik Bukanagara) masih ingin terus belajar mengenai

program ISO 22000:2005.

Adapun jenis pengetahuan yang masih diperlukan oleh responden adalah

pengertian istilah yang terdapat dalam ISO 22000:2005 yang sulit dipahami

mengingat responden yang berasal dari tingkat pendidikan yang SD sampai

dengan SMU lebih besar dari pada Sarjana.

5.5.4. Tingkat Persetujuan Rerponden Terhadap Kurangnya waktu

Pelatihan ISO 22000:2005

Berdasarkan penelitian, skor rata-rata yang diperoleh adalah 3,1 yang

berarti hambatan implementasi yang berupa kurangnya waktu pelatihan bagi para

responden adalah besar. Hal ini tercermin dari toyal 44 responden yang

digunakan, 6 orang (13,6 persen) sangat setuju dan 34 orang (77,3 persen) setuju

waktu pelatihan ISO 22000:2005 masih kurang, dan 4 orang (9,1 persen) kurang

setuju atas pernyataan bahwa salah satu hambatan implementasi ISO 22000:2005

terkait dengan kurangnya waktu pelatihan. Berdasarkan jawaban dari para

Page 101: Fifi Rufaida Fst

responden, mereka menginginkan adanya penyegaran materi yang dilakukan

secara rutin minimal satu bulan sekali.

5.5.5. Tingkat Persetujuan Rerponden Terhadap Adanya Kesulitan

Merubah Kebiasaan lama Untuk Mengikuti Prosedur ISO 22000:2005

Berdasarkan hasil penelitian, skor rata-rata yang diperoleh adalah 2,8 yang

berarti hambatan untuk mengubah kebiasaan lama untuk mengikuti prosedur ISO

22000:2005 adalah besar. Hal ini tercermin dari total 44 responden yang

digunakan, 3 orang (6,8 persen) sangat setuju dan 31 orang (70,5 persen) setuju

mengalami kesulitan mengubah kebiasaan lama untuk mengikuti prosedur ISO

22000:2005. Sedangkan hanya 7 orang (15,9 persen) yang menyatakan kurang

setuju dan 3 orang (6,8 persen) tidak setuju bahwa salah satu hambatan dalam

implementasi ISO 22000:2005 terkait dengan sulitnya mengubah kebiasaan lama

untuk mengikuti prosedur ISO 22000:2005. Hal ini salah satunya dipengaruhi

oleh masa kerja karyawan yang relatif lama yaitu 5-8 tahun sehingga sudah

terbiasa dengan peraturan lama.

Adapun kebiasaan yang sulit diubah oleh para responden adalah memakai

pakaian kerja karena terasa panas akibat harus dirangkap dengan pakaian yang

dikenakan dari rumah, telat masuk kerja, kadang-kadang lupa cuci tangan sebelum

dan sesudah bekerja, minum di dalam ruang proses pengolahan, menjaga

kerapihan, dan belum merasa memiliki ruangan sendiri sehingga masih

menggantungkan bagian lain seperti masalah kebersihan.

Page 102: Fifi Rufaida Fst

5.5.6. Tingkat Persetujuan Responden Terhadap Kurangnya Kerjasama

Rekan Kerja Dalam Implementasi ISO 22000:2005

Berdasarkan penelitian, skor rata-rata yang diperoleh adalah 1,7 yang

berarti tidak ada hambatan dengan hubungan kerjasama antar rekan kerja dalam

implementasi ISO 22000:2005. Hal ini tercermin dari 44 responden yang

digunakan, 2 orang (4,5 persen) sangat setuju dan 10 orang (22,7 persen) setuju

kerjasama antar rekan kerja dalam implementasi ISO 22000:2005 kurang.

Sedangkan 6 orang (13,6 persen) kurang setuju dan 26 orang (59,1 persen) tidak

setuju bahwa salah satu hambatan dalam mengimplementasikan ISO 22000:2005

terkait dengan kurangnya kerjasama antar rekan kerja. Menurut para responden

hal ini dikarenakan perasaan tanggung jawab bersama dalam menerapkan sistem

keamanan pangan. Pengertiannya adalah apabila ada salah satu bagian tidak

terkendali maka tujuan akhir akan gagal. Pendekatan yang dilakukan dengan

saling membantu rekan kerja, memberi saran, dan menggantikan bagian yang

kosong.

5.5.7. Tingkat Persetujuan Rerponden Terhadap Adanya Penambahan

Beban Kerja Akibat Implementasi ISO 22000:2005

Berdasarkan hasil penelitian, skor rata-rata akan jawaban responden adalah

2,1 yang berarti hambatan implementasi ISO 22000:2005 karena penambahan

beban kerja adalah cukup besar. Hal ini tercermin dari 44 responden yang

digunakan, 2 orang (4,5 persen) sangat setuju dan 16 orang (36,4 persen) setuju

Page 103: Fifi Rufaida Fst

bahwa implementasi ISO 22000:2005 menambah beban kerja. Sedangkan

sejumlah 10 orang (22,7 persen) kurang setuju dan 16 orang (36,4 persen) tidak

setuju atas pernyataan bahwa salah satu hambatan implementasi ISO 22000:2005

adalah yang terkait dengan penambahan beban kerja.

Alasan responden menyatakan ISO 22000:2005 menambah beban kerja

karena mereka harus bekerja sesuai prosedur, harus bekerja dengn benar-benar

teliti, penilaian kebersihan lingkungan dan kesehatan karyawan lebih ketat, dan

harus melakukan pendokumentasian. Namun ada beberapa responden yang

menganggap cara kerja mereka lebih baik setelah diterapkannya ISO 22000:2005

karena menjadi lebih mengerti makna kerja yang sesungguhnya dan memiliki rasa

tanggung jawab yang lebih besar. Selain itu mereka menganggap prosedur yang

terdapat dalam ISO 22000:2005 tidak memberatkan karena apa yang terdapat

dalam prosedur adalah apa yang dikerjakan setiap hari.

5.5.8. Tingkat Persetujuan Rerponden Terhadap Kurangnya Sarana

Penunjang Dalam Mendukung Implementasi ISO 22000:2005

Berdasarkan hasil penelitian, skor rata-rata yang diperoleh adalah 2,8 yang

berarti hambatan implementasi ISO 22000:2005 karena kurangnya sarana

penunjang adalah besar. Hal ini tercermin dari total 44 responden yang digunakan,

37 orang (84,1 persen) setuju bahwa sarana penunjang dalam mendukung

implementasi ISO 22000:2005 masih kurang. Sedangkan 5 orang (11,4 persen)

kurang setuju dan 2 orang (4,5 persen) tidak setuju atas pernyataan bahwa salah

satu hambatan implementasi ISO 22000:2005 terkait dengan kurangnya sarana

penunjang.

Page 104: Fifi Rufaida Fst

Adapun sarana penunjang yang diharapkan dari para responden adalah

peralatan kebersihan, gudang penyimpanan yang terpisah dan luas, serta

penambahan mesin produksi.

5.5.9. Tingkat Persetujuan Rerponden Terhadap Adanya Kesulitan

Melakukan Dokumentasi Dalam Mendukung Implementasi ISO

22000:2005

Berdasarkan hasil penelitian, skor rata-rata jawaban responden adalah 1,7

yang berarti tidak ada hambatan dalam mendokumentasikan apa yang mereka

kerjakan sehari-hari. Hal ini tercermin dari 44 responden yang digunakan, 4 orang

(9,1 persen) setuju mengalami kesulitan dalam melakukan dokumetasi. Sedangkan

21 orang (47,7 persen) kurang setuju dan 19 orang (43,2 persen) tidak setuju atas

pernyataan salah satu hambatan implementasi ISO 22000:2005 terkait dengan

kesulitan membuat dokumentasi.

Kemampuan para responden melakukan dokumentasi karena komunikasi

mengenai implementasi ISO 22000:2005 sudah sampai pada level yang paling

bawah sehingga mereka sudah mengerti hal-hal apa saja yang harus mereka catat

untuk dilaporkan kepada pengendali dokumen yang bertugas mengarsipkan

keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan ISO 22000:2005. Selain itu

sebenarnya proses pendokumentasian hanya menggambarkan apa yang mereka

kerjakan agar jika ada kesalahan atau kekeliruan dalam proses pengolahan dapat

segera terdeteksi.

Page 105: Fifi Rufaida Fst

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Pelatihan yang dilaksanakan pabrik Bukanagara sesuai dengan teori pelatihan

untuk menghasilkan pelatihan yang efektif dengan kriteria sebagai berikut:

a. Melakukan analisis kebutuhan pelatihan yang terdiri atas tiga tahap yaitu

analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan tujuan organisasi, uraian tugas

dan wewenang masing-masing jabatan dan berdasarkan gap kompetensi

antara yang dimiliki karyawan dengan yang diinginkan perusahaan.

b. Menentukan tujuan pelatihan dan materi yang digunakan.

c. Menentukan metode dan prinsip yang digunakan.

d. Melakukan evaluasi pelatihan dengan memberikan pre test, post test dan

penilaian praktek lapangan. Namun dalam aspek evaluasi pelatihan, pabrik

Bukanagara belum melakukan tahapan penilaian tanggapan karyawan

terhadap pelatihan.

2. Pelatihan ISO 22000:2005 telah memberikan manfaat kepada karyawan dalam

peningkatan pemahaman karyawan terhadap ISO 22000:2005. Selain itu,

pelatihan ISO 22000:2005 memberikan perbedaan nyata terhadap perubahan

sikap karyawan antara sebelum dan setelah mengikuti pelatihan dilihat dari

kepatuhan karyawan dalam menerapkan prosedur ISO 22000:2005.

Page 106: Fifi Rufaida Fst

Sedangkan manfaat bagi perusahaan adalah telah didapatkannya sertifikat ISO

22000:2005 dan tidak adanya keluhan dari para pelanggan (zero claim).

3. Terdapat beberapa hambatan dalam mengimplementasikan ISO 22000:2005

yang dirasakan karyawan, diantaranya adalah sulitnya mengubah kebiasaan

lama untuk mengikuti prosedur ISO 22000:2005 seperti panasnya memakai

pakaian kerja dan kurangnya sarana dalam menunjang implementasi program

ISO 22000:2005 seperti kurang luasnya gudang penyimpanan produk.

6.2. Saran

Setelah dilakukan penelitian ini peneliti menyarankan:

1. Pabrik Bukanagara menambah tahapan evaluasi dengan menilai tanggapan

peserta pelatihan terhadap pelatihan yang telah dilakukan sebagai bahan

pertimbangan manajemen pada pelatihan-pelatihan berikutnya.

2. Pabrik Bukanagara lebih gencar bersosialisasi kepada karyawan mengenai

ISO 22000:2005 khususnya tata cara bekerja sesuai prosedur ISO 22000:2005

dan pentingnya menerapkan ISO 22000:2005 pada perusahaan. Jika

memungkinkan, diadakan pelatihan lanjutan yang berkaitan dengan keamanan

pangan sekaligus menambah sarana yang diperlukan untuk menunjang

implementasi ISO 22000:2005 seperti peralatan kebersihan dan gudang

penyimpanan yang terpisah dan luas.

3. Pabrik Bukanagara mengevaluasi dan meninndaklanjuti segala hal yang

dianggap karyawan sebagai hambatan dalam implementasi ISO 22000:2005.

Page 107: Fifi Rufaida Fst

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktek edisi revisi V), (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).

Deptan, 2007. Multi Peran Tanaman Teh Bagi Kehidupan [Online],

http://ditjenbun.deptan.go.id/rempahbun/rempah/images/artikel%20peran%20tanaman%20teh.doc, 8 Maret 2008, pk 17:30 wib.

Hamalik, O. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Manajemen Pelatihan

Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005).

Hariandja, M. Sumber Daya Manusia, Pengadaan, Pengembangan,

Pengkompensasian, dan peningkatan produktivitas pegawai, (Jakarta: PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002).

Hasibuan. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2006).

International Standardisation Organization. Food Safety Management System-

Requirements For Any Organization In The Food Chain, (Switzerland:

International Standard Organization, 2005)

Jiwoungu, H. Tingkatkan Kinerja Perusahaan Anda Dengan Merit System, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003).

Nazaruddin, F. Teh, Pembudidayaan dan Pengolahan, (Depok: Penebar Swadaya,

1996).

Pabrik Bukanagara. Introduction To ISO 22000:2005 Food Safety Management

System, (Dokumentasi Pabrik Bukanagara, 2007).

Rivai, V. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori ke

Praktik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004).

Ruky, A. S. SDM Berkualitas, Mengubah Visi Menjadi Realitas, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2003

Shaleh, A. Psikologi Industri dan Organisasi, (Jakarta:UIN, 2006).

Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 1999).

_______. Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2004).

Page 108: Fifi Rufaida Fst

Teknofood, 2007. ISO 22000:2005 Industri Pangan [Online],

http://teknofood.blogspot.com/2007/iso-22000-industri-pangan.html, 22

Januari 2008, pk 10:22 wib.

Wirawan, V. Analisis Kebutuhan Karyawan Tingkat Supervisor dan staf pada

Dept. HRD/GA dan Dept Accounting di PT.XYZ [Skripsi], Bogor. IPB. Fakultas Pertanian;2007.

Page 109: Fifi Rufaida Fst

Lampiran 1. Kerangka Operasional

PTPN VIII Tambak Sari,

Pabrik Bukanagara

Visi dan misi

Kemampuan SDM

yang dibutuhkan

Kemampuan SDM

yang dimiliki

GAP

Pelatihan ISO 22000:2005

- Analisis kebutuhan pelatihan

- Tujuan dan materi pelatihan

- Metode pelatihan dan Prinsip pelatihan - Evaluasi pelatihan

Analisis kesesuaian pelaksanaan pelatihan

Analisis manfaat pelatihan

terhadap tingkat pengetahuan

dan sikap

Analisis hambatan implementasi ISO

22000:2005

Saran

- wawancara

- data sekunder

- wawancara

- kuesioner

- wawancara

- kuesioner - observasi

wawancara

Verifikasi pelaksanaan

pelatihan

t-Test

Kualitatif

deskriptif

Kualitatif deskriptif

Page 110: Fifi Rufaida Fst

Lampiran 2. Uji Validitas Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap ISO

22000:2005

a) Hasil Kuesioner Uji validitas Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap ISO 22000:2005

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

3.00 3.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 3.00 4.00 3.00 4.00

3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 2.00 3.00

3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

3.00 3.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

2.00 2.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00

4.00 4.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 4.00 4.00 3.00

4.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 4.00 3.00

4.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 4.00 3.00

b) Hasil SPSS Uji Validitas Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap ISO

22000:2005

c) Hasil Uji Reliabilitas Pengetahuan Responden Terhadap ISO 22000:2005

No

Pertanyaan Nilai Korelasi Keterangan

1 0,5000 Valid

2 0,5000 Valid

3 0,6215 Valid

4 0,6215 Valid

5 0,7971 Valid

6 0,6215 Valid

7 0,5429 Valid

8 0,8840 Valid

9 0,5484 Valid

10 0,4912 Valid

Alpha N of items

.8747 10

Page 111: Fifi Rufaida Fst

Lampiran 3. Uji Validitas Hambatan Implementasi ISO 22000:2005

a) Hasil Kuesioner Uji validitas Hambatan Implementasi ISO 22000:2005

b) Hasil SPSS Uji validitas Hambatan Implementasi ISO 22000:2005

c) Hasil Uji Reabilitas Hambatan Implementasi ISO 22000:2005

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

2.00 2.00 2.00 3.00 3.00 2.00 2.00 1.00 3.00 2.00

2.00 1.00 2.00 3.00 3.00 2.00 2.00 1.00 3.00 2.00

3.00 2.00 2.00 3.00 3.00 2.00 4.00 1.00 3.00 2.00

1.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

2.00 3.00 2.00 3.00 3.00 2.00 2.00 1.00 3.00 2.00

3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00 2.00 2.00 2.00 2.00

3.00 3.00 1.00 2.00 2.00 3.00 1.00 3.00 3.00 2.00

3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 4.00 2.00 2.00 3.00 2.00

3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 2.00 3.00 3.00 2.00

3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 2.00

No

Pertanyaan Nilai Korelasi Keterangan

1 0,8635 Valid

2 0,4137 Valid

3 0,6460 Valid

4 0,7639 Valid

5 0,7639 Valid

6 0,7516 Valid

7 0,3706 Valid

8 0,4522 Valid

9 0,6841 Valid

10 0,8395 Valid

Alpha N of items

.8816 10

Page 112: Fifi Rufaida Fst

Lampiran 4. Hasil Wawancara

Responden: Sinder Pabrik Bukanagara (Bpk. Iwan Hartadi Wibawa)

Waktu : 25 Januari 2008

No Pertanyaan Jawaban

A. Analisis Kebutuhan Pelatihan

1. Bagaimana perusahaan melakukan

analisis kebutuhan pelatihan?

Pabrik melakukan analisis kebutuhan pelatihan berdasarkan

jobdescription tiap bagian, selanjutnya pabrik menyesuaikan

antara kompetensi yang dimiliki dengan yang dibutuhkan, dari

sana jika ada kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki

karyawan dan dibutuhkan perusahaan maka akan dibuat rencana

pelatihan untuk karyawan tersebut. Selanjutnya kantor induk

bagian pelatihan akan membuat surat usulan pelatihan yang akan

diserahkan ke administratur untuk disetujui. Ada juga pelatihan

yang berasal dari kantor pusat.

2. Setiap kapan dilakukan analisis

kebutuhan pelatihan?

Awal tahun (satu tahun sekali).

3. Apakah hasil yang dicapai dari

analisis tersebut?

Rancangan kebutuhan pelatihan yang disusun dalam program

diklat tahunan yang terdiri dari bagian yang akan dilatih, jenis

pelatihan, rencana waktu pelaksanaan, dan jumlah peserta.

4. Apakah dari analisis tersebut

kemudian diturunkan menjadi

rencana pelatihan yang diajukan

dalam anggaran?

Ya, setelah dibuatkan rencana pelatihan maka dibuatkan rencana

anggaran bagi pelatihan tersebut. Biaya pelatihan berasal dari

kantor pusat

5. Dari pertanyaan butir 1, apakah

kemudian muncul kebutuhan

pelatihan ISO 22000:2005?

Ya. Pabrik Bukanagara ingin mencerminkan prroduk yang

dihasilkan terjamin keamnan pangannya, baik dari kimia maupun

biologi. Hal ini agar pelanggan tidak berpaling pada kompetitor

lain. Kemudin dipilih beberapa sistem manajemen keamanan

pangan. Namun standar keamana pangan yang diakui secara

internasional adalah ISO 22000:2005, dan pelatihan merupakan

salah satu syarat jika perusahaan ingin menerapkam program ISO

22000:2005.

6. Siapa saja pihak yang terlibat dalam

pelatihan ISO 22000:2005?

Koordinator SMKP sebagai perencana dan beberapa kali menjadi

pelatih internal, pengendali dokumen sebagai orang yang

mengumpulkan arsip, serta karyawan lainnya sebagai peserta

pelatihan.

Page 113: Fifi Rufaida Fst

7. Bagaimana program ISO 22000:2005

diwujudkan?

Program ini dilaksanakan karena sesuai dengan kebutuhan saat ini

dan diwujudkan dengan bantuan PT. SGS Indonesia yang

memberikan informasi mengenai persyaratan yang harus dipenuhi

jika ingin mendapatkan sertifikat ISO 22000:2005 sekaligus

memberikan pelatihan. Selain itu, PT. SGS Indonesia bertindak

juga sebagai bertindak sebagai auditor untuk mengaudit Pabrik

Bukanagara untuk mendapatkan sertifikat ISO 22000:2005. Pabrik

Bukanagara memilih PT. SGS Indonesia karena merupakan badan

setifikasi yang paling dipercaya oleh pembeli.

8. Bagaimana pengorganisasian dari

pelaksanaan program ISO

22000:2005?

Harusnya terdapat struktur organisasi khusus untuk ISO 22000:

2005, namun karena ada keterbatasan sumber daya manusia maka

tidak ada penambahan struktur organisasi yang ada hanya

penambahan kompetensi dari tiap jabatan seperti dokumentasi.

Tapi memang untuk pengendali dokumen kita baru rekrut saat

akan menerapkan ISO 22000:2005.

9. Siapa penanggung jawab utama ISO

22000:2005?

Saya sendiri (Bpk. Iwan) kalau di perusahaan lain disebut sebagai

Manager Representative (koordinator SMKP) yang sekaligus

sebagai sinder.

10. Apakah dilakukan koordinasi dengan

kantor induk, bagaimana

prosedurnya?

Ya, pabrik, mengajukan pelatihan, diserahkan ke kantor induk

bagian pelatihan untuk disetujui Administratur. Peran kantor

induk adalah memutuskan apakah pelatihan yang diajukan

disetujui atau ditolak.

11. Apakah jika ada kebutuhan pelatihan

diluar ISO 22000:2005 akan

dilaksanakan juga?

Ya, misalnya saja pelatihan ESQ yang diadakan untuk para sinder

sebagai cara untuk membina mentalitas dan kreatifitas.

12. Apakah ada pelatihan yang sifatnya

wajib dari kantor induk?

Ada, contonya dari karyawan afdeling untuk jadi sinder harus ada

pelatihan.

13. Apa saja hambatan pelatihan? Umumnya memang masalah yang dihadapi oleh beberapa

perkebunan adalah level pendidikan karyawan yang relatif rendah

oleh karena itu kita harus menyesuaikan materi pelatihan agar

mudah dicerna oleh para karyawan khususnya karyawan

pelaksana. Selain itu waktu juga menjadi hambatan untuk

mengadakan pelatihan, perbedaan jam kerja tiap bagian

menyebabkan kita sulit menetapkan waktu untuk mengadakan

pelatihan

B. Program

1. Bagaimana program pelatihan Program disusun mulai dari metode, materi, jumlah peserta, waktu

Page 114: Fifi Rufaida Fst

disusun? pelaksanaan dan trainer.

2. Berkaitan dengan ISO 22000:2005

apakah terdapat perjenjangan

pelatihan dari setiap level?

Ya, pelatihan pada tiap level berbeda, misalnya Pengenalan SMKP

ISO 22000:2005 dan Teknis Pengolahan-Teknik Untuk Tingkat

Karyawan Pelaksana Pabrik-Teknik Bukanagara diadakan khusus

untuk karyawan pelaksana.

3. Apakah instruktur internal terlibat?

Ya, setiap peserta yang ikut pelatihan, dinyatakan lulus dan

mendapatkan sertifikat bisa menjadi trainer. Namun selain itu

pelatih atau instruktur harus mempunyai kemampuan komunikasi

verbal. Biasanya instruktur internal yang terlibat adalah sinder dan

mandor.

C. Tujuan

1. Apa tujuan perusahaan melakukan

pelatihan ISO 22000:2005?

Untuk mendapatkan sertifikat ISO 22000:2005 sebagai jaminan

keamanan akan produk yang ditawarkan kepada konsumen mulai

dari pengadaan bahan baku, proses pengolahan hingga produk

akhir berupa teh hitam.

2. Apakah semua tujuan tercapai?

Ya. Saat ini tujuan sudah tercapai dengan ukuran kriteria

keberhasilan zero claim (tidak ada keluhan dari pelanggan) dan

dengan didapatkannya sertifikat ISO 22000:2005 yang berlaku

hingga tahun 2010.

3. Apakah perusahaan

mensosialisasikan tujuan tersebut

kepada peserta, jika ya bagaimana

caranya?

Ya, saat pelatihan peserta akan diinformasikan mengenai tujuan

tersebut, selain itu pada rapat-rapat formal sinder akan

mengingatkan kembali kepada para mandor dan para mandor akan

menyampaikannya kepada bawahan masing-masing pada setiap

kesempatan karena para mandor merupakan atasan langsung dari

karyawan pelaksana dan selalu berinteraksi sehingga diharapkan

informasi yang disampaikan lebih mudah dipahami. Informasi

juga disampaikan pada kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan

seperti pengajian

D. Metode

1. Pelatihan apa yang dilakukan untuk

mendukung ISO 22000:2005?

Sistem Manajemen Mutu, Konsep Dasar HACCP, Pelatihan

Internal Kalibrasi, Verifikasi alat ukur dan validasi, Pembinaan

penerapan ISO 22000:2005, Sosialisasi pedoman SMKP, PRP,

tabel analisis, OPRP, HACCP Plan, Pengenalan SMKP ISO

22000:2005, Pelatihan GMP

2. Apa metode yang digunakan? Kuliah di kelas dan OJT (On The Job Training).

Page 115: Fifi Rufaida Fst

E. Evaluasi

1. Apakah dilakukan evaluasi

pelatihan?

Ya

2. Bagaimana cara perusahaan

melakukan evaluasi?

Untuk mengetahui manfaat dari suatu pelatihan yang telah diikuti,

petugas umum memberikan formulir mengenai Daftar Nilai

Karyawan Hasil Pelatihan kepada Sinder. Instruktur atau atasan

langsung memberi pre-test (pengetahuan peserta sebelum

pelatihan) dan post-test (pengetahuan sesudah pelatihan) pada saat

pelatihan dengan jenis soal yang sama mengenai materi pelatihan

serta menilai praktek di lapangan satu bulan setelah pelatihan,

karena pelatihan ISO 22000:2005 berkaitan dengan keamanan

pangan maka hal yang dinilai adalah sikap karyawan saat bekerja

yang akan mempengaruhi keamanan produk (merokok, membawa

makanan ke tempat kerja, membawa pakaian kerja dll) dan

kemampuan karyawan dalam mengolah produk sesuai standar

keamanan pangan. Selain itu, setiap semester Petugas Umum

melakukan evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelatihan yang telah

dilaksanakan dan dicatat dalam Laporan Evaluasi Pelatihan

dengan persetujuan Sinder TUK. Bila hasil evaluasi menunjukkan

bahwa ada program pelatihan yang belum dilaksanakan pada

semester tersebut, maka harus dijadwal ulang pada semester

berikutnya.

3. Informasi evaluasi digunakan untuk

apa dan diserahkan kepada siapa?

Informasi evaluasi digunakan untuk melihat siapa saja peserta

yang lulus atau harus mengikuti pelatihan ulang. Hasil Evaluasi

akan dibahas dalam Rapat Tinjauan Manajemen untuk

menentukan tindak lanjutnya.

4. Siapakah yang melakukan evaluasi?

Trainer, tapi kalau trainer dari luar maka pimpinan masing-masing

bagian yang mengevaluasi. Namun, format dari trainer.

5. Bagaimana bila ada peserta yang

dinyatakan gagal dalam evaluasi?

Pelatihan ulang dan dievaluasi lagi. Standar kelulusan adalah 60,

bila ada peserta yang Memperoleh nilai di bawah standar tersebut

maka dinyatakan gagal.

6. Bisakah saya melihat formulir

evaluasi?

Ya.

7. Apakah evaluasi ini berlaku untuk

tiap pelatihan?

Ya.

Page 116: Fifi Rufaida Fst

F. Pelatih dan Peserta

1. Berkaitan dengan pelatihan ISO

22000:2005, kepada siapa saja

pelatihan dikenakan dan apakah

sifatnya wajib?

Kepada seluruh karyawan, ya karena salah satu syarat yang harus

dipenuhi perusahaan untuk menerapkan ISO 22000:2005 adalah

menerapkan pelatihan pada karyawan.

2. Apa syarat-syarat menjadi peserta

pelatihan?

Tidak ada syarat khusus, yang penting pelatihan disesuaikan

dengan tugas masing-masing pejabat.

3. Bagaimana cara menentukan waktu

pelatihan dan mensosialisasikan

kepada calon peserta?

Dengan surat penugasan dan disosialisasikan dengan lisan.

4. Apa syarat menjadi pelatih? Lulus pelatihan SMKP, menguasai materi yang disampaikan,

mempunyai kemampuan komunikasi verbal.

G. Manfaat

1. Apa manfaat yang dirasakan

perusahaan setelah diadakan

pelatihan ISO 22000:2005?

Ada kesadaran karyawan akan pentingnya keamanan pangan,

namun tidak ada nilai tambah dari eksternal seperti bertambahnya

penjualan hanya zero claim.

2. Perubahan perilaku apa yang

ditunjukkan karyawan setelah

mengikuti pelatihan ISO

22000:2005?

Tidak merokok, tidak makan di tempat kerja, buang sampah pada

tempatnya, perlengkapan kerja tidak dibawa keluar.

3. Apa saja standar dalam ISO

22000:2005?

Ada dalam dokumen.

4. Apa semua standar telah diterapkan? Ya.

5. Apa hambatan dalam menerapkan

ISO 22000:2005?

Pendidikan, budaya dan sarana prasarana.

6. Apa sanksi bagi karyawan yang

melanggar peraturan?

Teguran, bila melawan dikeluarkan

7. Apa perusahaan telah mendapatkan

sertifikat ISO 22000:2005?

Ya, 13 Desember 2007. berlaku hingga tahun 2010.

H. Aplikasi

1. Apakah semua bagian telah

mengaplikasikan ISO 22000:2005?

Ya, sertifikat ISO 22000:2005 yang telah didapatkan oleh Pabrik

Bukanagara merupakan bukti bahwa keseluruhan elemen di Pabrik

Bukanagara telah mengaplikasikan ISO 22000:2005.

2. Siapa penanggung jawab tiap bagian? Pimpinan dari masing-masing bagian yang akan bertanggung

jawab ke Koordinator SMKP.

Page 117: Fifi Rufaida Fst

3. Apa kriteria keberhasilannya. Sertifikat dan zero claim.

4. Kapan waktu pelaksanaan audit?

Audit internal 3 bulan sekali dilaksanakan oleh Pabrik lain dari

lingkungan PTPN VIII yang ditunjuk sebagai auditor, audit

eksternal 6 bulan sekali oleh Badan sertifikasi untuk menilai

apakah Pabrik Bukanagara masih layak mendapatkan sertfikat.

5. Apa hambatan dalam

mengimplementasikan ISO

22000:2005?

Hambatan yang terasa adalah rendahnya level pendidikan

karyawan dan sarana prasarana. Rendahnya level pendidikan

membuat sulitnya para karyawan menyerap pemahaman mengenai

ISO 22000, namun sekarang para karyawan sudah semakin sadar

bahwa keamanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan

bila terjadi komplain dari pelanggan maka biaya yang ditimbulkan

lebih besar dari biaya produksi. Selain itu, hambatan lainnya

adalah penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung

penerapan ISO 22000:2005 karena memerlukan biaya yang sangat

besar, namun kita selalu berusaha untuk memenuhinya.

Responden: Mandor Meber (Endang K.)

Waktu : 25 Januari 2008

1. Apakah pucuk yang diterima dari kebun

diperiksa dulu keadaanya?

Ya.

2. Bagaimana jika ada penyimpangan

seperti kadar pestisida yang melampaui

batas?

Dikembalikan ke kebun.

3. Berapa rata-rata jumlah pengisian

pucuk ke withering through (tempat

pembeberan)?

1100-1300 kg.

4. Apakah setap withering through selalu

digunakan?

Tidak juga, tergantung pada jumlah produksi. Jika produksi

sedang banyak maka semua dipakai, tapi jika tidak maka yang

dipakai seperlunya saja.

5. Bagaimana jika ada benda-benda asing

yang tercampur ke dalam pucuk?

Segera diambil dan dibuang.

6. Benda apa yang biasanya sering

tercampur?

Plastik dan serat.

Page 118: Fifi Rufaida Fst

Responden: Responden: Mandor Pengeringan (Sobar)

Waktu : 22 Maret 2008

1. Bagaimana cara mengatur suhu

pengeringan?

Dengan mengatur tekanan BBM (bahan bakar minyak) dan

thermostat juga klepdumper.

2. Bagaimana cara memeriksa

kematangan bubuk teh?

Dengan dilihat, diraba dan dicium aromanya.

3. Bagaimana jika bubuk yang

dihasilkan tidak sesuai?

Bubuk yang tidak sesuai seperti terlalu kering akan dipisahkan

selain itu suhu pengeringan akan dikurangi.

4. Berapa lama proses pengeringan

dilakukan?

Sekitar 25 menit

5. Berapa banyak penggunaan bahan

bakar?

Satu jam 50-60 liter.

Responden: Mandor Sortasi (Agus Sopyan)

Waktu : 25 Januari 2008

1. Apa yang menjadi dasar pembeda dari jenis

teh?

Ukuran partikel dan berat jenis

2. Apa fungsi magnetic trap? Memisahkan kndungan serat, tulang, dan kontaminan fisika.

Responden: Sinder Kebun Tambaksari (Ir. Budi Adiarwan)

Waktu : 22 Maret 2008

1. Apakah peran PT.SGS sebagai

konsultan dan trainer tidak

mengganggu keobjektifan PT. SGS

sebagai auditor?

Tidak, karena PT. SGS hanya memberikan informasi mengenai

hal-hal yang harus dipenuhi jika ingin mendapatkan sertifikat ISO

22000:2005 dan orang yang memberikan pelatihan dengan yang

bertindak sebagai auditor berbeda. Lagipula tidak mungkin badan

sert ifikasi sebesar PT. SGS mau mempertar uhkan namanya.

Page 119: Fifi Rufaida Fst

Lampiran 5. Hasil Observasi

Waktu pengamatan: 25 Januari 2008

Kesesuaian

Tahapan Hal Yang Diamati

Ya Tdk

Keterangan

Jumlah pengisian pucuk ���� 1200 kg

Pemisahan benda asing pada pucuk ���� Manual

Kebersihan tempat kerja ���� Disapu

Kebersihan peralatan kerja ����

Perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik ����

Perlengkapan bersih disimpan di loker ����

Pembeberan

Ada wadah tempat perlengkapan kotor ���� Tidak tersedia dalam tiap bagian, disatukan dalam ruang khusus

Pengaturan volume dan suhu udara withering trough ����

Waktu pembalikan pucuk ���� Separuh dari waktu pelayuan

Persentase kelayuan pucuk ����

Pemisahan benda asing pada pucuk ���� manual

Kebersihan tempat kerja ����

Kebersihan peralatan kerja ����

Perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik ����

Perlengkapan bersih disimpan di loker ����

Pelayuan

Ada wadah tempat perlengkapan kotor ���� Tidak tersedia dalam tiap bagian, disatukan dalam ruang khusus

Pemisahan benda asing dari produk ����

Penurunan pucuk layu berdasarkan tingkat kelayuan ����

Kebersihan tempat kerja ����

Kebersihan peralatan kerja ����

Perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik ����

Perlengkapan bersih disimpan di loker ����

Turun layu

Ada wadah tempat perlengkapan kotor ���� Tidak tersedia dalam tiap bagian, disatukan dalam ruang khusus

Pengaturan roll CTC ����

Pengukuran suhu bubuk ����

Penanganan ceceran bubuk ���� Disediakan hamparan karung

Kebersihan tempat kerja ����

Kebersihan peralatan kerja ����

Perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik ����

Penggilingan

Perlengkapan bersih disimpan di loker ����

Lama oksidasi enzimatis ����

Pengaturan ketebalan bubuk ���� 5 cm

Pengukuran suhu bubuk ����

Pemantauan RH ����

Penanganan ceceran bubuk ����

Kebersihan tempat kerja ����

Kebersihan peralatan kerja ����

Perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik ����

Perlengkapan bersih disimpan di loker ����

Oksidasi

enzimatis

Ada wadah tempat perlengkapan kotor ���� Tidak tersedia dalam tiap bagian, disatukan dalam ruang khusus

Pengunaan BBM ����

Lama Pengeringan ����

Suhu pengeringan ����

Pemantauan kadar air teh

Kebersihan tempat kerja ����

Kebersihan peralatan kerja ����

Pemakaian baju kerja ����

Masker ����

Pemakaian tutup kepala ����

Sarung tangan ����

Perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik ����

Pengeringan

Perlengkapan bersih disimpan di loker ����

Page 120: Fifi Rufaida Fst

Ada wadah tempat perlengkapan kotor ���� Tidak tersedia dalam tiap bagian, disatukan dalam ruang khusus

Pembersihan magnetik trap ����

Melakukan pemisahan benda asing dari produk ���� Magnetic trap

Penimbangan teh ����

Penanganan limbah debu ����

Kebersihan peralatan kerja ����

Pemakaian baju kerja ����

Masker ����

Pemakaian tutup kepala ����

Sarung tangan ����

Perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik ����

Perlengkapan bersih disimpan di loker ����

Sortasi

Ada wadah tempat perlengkapan kotor ���� Tidak tersedia dalam tiap bagian, disatukan dalam ruang khusus

Pengujian teh yang di pak ����

Membersihkan magnetic trap ���� Dua jam sekali

Mengukur ketinggian magnetic trap ���� 5 cm

Menyusun hasil pengepakan sesuai aturan ����

Kebersihan tempat kerja ����

Kebersihan peralatan kerja ����

Pemakaian baju kerja ����

Masker ����

Pemakaian tutup kepala ����

Sarung tangan ����

Perlengkapan kerja tidak boleh dibawa keluar pabrik ����

Perlengkapan bersih disimpan di loker ����

Pengepakan

Ada wadah tempat perlengkapan kotor ���� Tidak tersedia dalam tiap bagian, disatukan dalam ruang khusus

Page 121: Fifi Rufaida Fst

Lampiran 6. Kuesioner

Kusioner Pelatihan ISO 22000:2005

Di PTPN VIII, Unit Tambak Sari, Pabrik Bukanagara

Saya, Fifi Rufaida, Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian /Agribisnis

meminta bantuan Ibu/Bapak untuk mengisi kuesioner di bawah ini dalam rangka

penyelesaian tugas akhir dengan judul “Analisis Pelatihan Di PTPN VIII, Unit

Tambak Sari, Pabrik Bukanagara.

Petunjuk Umum

1. Data-data di bawah ini mohon diisi atau dipilih dengan cara memberi tanda

silang (X) sesuai dengan identitas anda.

2. Data ini mohon diisi secara jujur dan benar karena tidak akan memberikan

dampak apapun terhadap pekerjaan anda.

Nama :

Umur : Jenis Kelamin :

a. Pria b. Wanita

Tingkat Pendidikan Terakhir : a. SD/Sederajat

b. SMP/Sederajat c. SMU/Sederajat

d. Sarjana/Sederajat

Jabatan :

Berapa lama anda sudah bekerja di pabrik Bukanagara (tahun) :

Pelatihan ISO 22000:2005 yang diikuti:

a. Pelatihan GMP dan proses pengolahan

b. Sistem Manajemen Mutu

c. Konsep Dasar HACCP

d. Pelatihan Internl Kalibrasi, Verifikasi alat ukur dan validasi

e. Pembinaan penerapan ISO 22000:2005

f. Sosialisasi pedoman SMKP, PRP, tabel analisis, OPRP, HACCP Plan

g. Pengenalan SMKP ISO 22000:2005

I. Tingkat Pengetahuan Karyawan Terhadap ISO 22000:2005

1. Saya mengetahui konsep / definisi dari ISO 22000:2005. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

2. Saya mengetahui tujuan dari ISO 22000:2005. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

3. Saya mengetahui kemungkinan bahaya yang akan timbul dan bisa

mengkontaminasi teh. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

Page 122: Fifi Rufaida Fst

4. Saya mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan potensi bahaya pada

teh. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

5. Saya mengetahui tindakan yang harus diambil bila teh terkontaminasi. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

6. Saya mengetahui standar proses pengolahan yang harus dipenuhi dari proses

yang saya kerjakan hingga teh dapat dikatakan aman. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

7. Saya mengetahui kondisi lingkungan pabrik yang harus dijaga untuk

mnghasilkan teh yang aman. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

8. Saya mengetahui standar kondisi alat yang digunakan dari proses pengolahan

teh yang saya kerjakan. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

9. Saya mengetahui perlengkapan pakaian kerja yang harus saya gunakan selama

proses pengolahan untuk menjaga keamanan teh. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

10. Saya mengetahui standar kondisi fisik yang harus saya penuhi sebelum

memulai proses pengolahan untuk menjaga keamanan teh. a. Sangat mengetahui b. Mengetahui c. Kurang mengetahui d. Tidak mengetahui

II. Pengaruh Pelatihan Terhadap Sikap

Dalam Menjalankan pekerjaan, saya:

Sebelum Pelatihan Sesudah Pelatihan No Komponen

Ya Kadang2 Tdk Ya Kadang2 Tdk

1 Memakai penutup kepala

2 Memakai seragam kerja yang

rapih dan bersih

3 Kuku pendek dan bersih

4 Dalam keadaan rapih dan

bersih

5 Memakai masker

6 Tidak merokok di area

kerja

7 Memakai sarung tangan

8 Mencuci tangan sebelum dan

sesudah bekerja

9 Tidak menggunakan

perhiasan dan jam tangan

10 Memakai alas kaki

III. Hambatan Dalam Implementasi ISO 22000:2005

1. Saya mempunyai hambatan dalam mengimplementasikan pelatihan ISO 22000:2005.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju

Jenis hambatan:

Page 123: Fifi Rufaida Fst

-

-

2. Saya pernah melakukan kesalahan atau lupa dalam melaksanakan prosedur

ISO 22000:2005. a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju

3. Saya merasa atasan saya kurang memberikan dukungan atau bimbingan kepada saya mengenai ISO 22000:2005.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju Jenis dukungan yang diharapkan:

- -

4. Saya merasa pengetahuan saya mengenai ISO 22000:2005 belum mencukupi.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju

Pengetahuan yang masih diperlukan:

-

-

5. Saya merasa waktu pelatihan yang diberikan belum mencukupi.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju

6. Saya merasa kesulitan dalam merubah kebiasaan lama untuk mengikuti

prosedur kerja ISO 22000:2005.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju

7. Saya merasa kurangnya kerjasama antar rekan kerja untuk menerapkan ISO

22000:2005.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju Bentuk kerjasama yang diharapkan:

- -

8. Saya merasa penerapan ISO 22000:2005 pada perusahaan menambah beban kerja saya.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju Penambahan beban kerja yang dirasakan:

-

-

9. Saya merasa sarana penunjang untuk menerapkan program ISO 22000:2005

belum mencukupi.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju

Sarana yang diharapkan:

-

-

10. Saya merasa kesulitan dalam melakukan proses dokumentasi dalam

menunjang penerapan ISO 22000:2005.

a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju d. Tidak setuju

-

-

Terima Kasih Atas Kerjasama Anda

Page 124: Fifi Rufaida Fst

Lampiran 7. Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap ISO 22000:2005

a) Hasil kuesioner Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap ISO 22000:2005

Pertanyaan

Responden X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

1 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

2 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

3 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

4 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

5 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

6 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

7 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

8 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

9 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

10 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

11 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

12 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 4.00 3.00 4.00 3.00

13 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00

14 3.00 3.00 4.00 4.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

15 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 4.00 3.00 3.00 3.00

16 4.00 3.00 4.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 4.00 4.00

17 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 3.00

18 3.00 3.00 4.00 4.00 3.00 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00

19 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 3.00 2.00 2.00 4.00 2.00

20 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 2.00 2.00 4.00 2.00

21 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

22 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00

23 3.00 4.00 1.00 3.00 4.00 4.00 3.00 3.00 3.00 3.00

24 2.00 3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

25 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

26 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

27 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

28 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

29 3.00 3.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 4.00 3.00

30 4.00 3.00 4.00 3.00 4.00 3.00 4.00 3.00 4.00 3.00

31 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

32 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00

33 3.00 4.00 4.00 4.00 4.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

34 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00

35 3.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00 3.00 3.00

36 3.00 4.00 4.00 4.00 4.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00

37 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

38 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

39 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

40 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00

41 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00

42 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00

43 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00

44 3.00 3.00 4.00 3.00 3.00 4.00 3.00 4.00 4.00 3.00

Page 125: Fifi Rufaida Fst

b) Hasil SPSS Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap ISO 22000:2005

konsep tujuan bahaya faktor bahaya tindakan

N Valid 44 44 44 44 44

Missing 0 0 0 0 0

Mean 3.2045 3.2500 3.5455 3.2727 3.4091

Konsep

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

2.00 1 2.3 2.3 2.3

3.00 33 75.0 75.0 77.3

4.00 10 22.7 22.7 100.0

Valid

Total 44 100.0 100.0

Tujuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

3.00 33 75.0 75.0 75.0

4.00 11 25.0 25.0 100.0

Valid

Total 44 100.0 100.0

Kemungkinan bahaya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

1.00 1 2.3 2.3 2.3

3.00 17 38.6 38.6 40.9

4.00 26 59.1 59.1 100.0

Valid

Total 44 100.0 100.0

Faktor bahaya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

2.00 1 2.3 2.3 2.3

3.00 30 68.2 68.2 70.5

4.00 13 29.5 29.5 100.0

Valid

Total 44 100.0 100.0

standar proses kondisi

pabrik kondisi alat perlengkapan

kerja kondisi

fisik

N Valid 44 44 44 44 44

Missing 0 0 0 0 0

Mean 3.5000 3.2955 3.3636 3.5682 3.1818

Page 126: Fifi Rufaida Fst

Tindakan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

3.00 26 59.1 59.1 59.1

4.00 18 40.9 40.9 100.0

Valid

Total 44 100.0 100.0

Standar proses

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

3.00 22 50.0 50.0 50.0

4.00 22 50.0 50.0 100.0

Valid

Total 44 100.0 100.0

Kondisi pabrik

Kondisi alat

Perlengkapan kerja

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid 3.00 19 43.2 43.2 43.2

4.00 25 56.8 56.8 100.0

Total 44 100.0 100.0

Kondisi fisik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2.00 2 4.5 4.5 4.5

3.00 32 72.7 72.7 77.3

4.00 10 22.7 22.7 100.0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid 2.00 2 4.5 4.5 4.5

3.00 27 61.4 61.4 65.9

4.00 15 34.1 34.1 100.0

Total 44 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid 2.00 2 4.5 4.5 4.5

3.00 24 54.5 54.5 59.1

4.00 18 40.9 40.9 100.0

Total 44 100.0 100.0

Page 127: Fifi Rufaida Fst

Total 44 100.0 100.0

Lampiran 8. Uji-t Perubahan Sikap Karyawan Setelah Pelatihan ISO 22000:2005

a) Memakai penutup kepala Butir Pertanyaan

Responden Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 1.00 5.00

2 5.00 5.00

3 5.00 5.00

4 5.00 5.00

5 5.00 5.00

6 3.00 5.00

7 1.00 5.00

8 1.00 5.00

9 1.00 5.00

10 1.00 5.00

11 1.00 5.00

12 5.00 5.00

13 1.00 5.00

14 3.00 5.00

15 3.00 5.00

16 1.00 5.00

17 3.00 5.00

18 3.00 5.00

19 1.00 5.00

20 1.00 5.00

21 5.00 5.00

22 3.00 5.00

23 5.00 5.00

24 5.00 5.00

25 5.00 5.00

26 5.00 5.00

27 3.00 5.00

28 1.00 5.00

29 5.00 5.00

30 5.00 5.00

31 5.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 5.00 5.00

36 5.00 5.00

37 5.00 5.00

38 5.00 5.00

39 5.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 5.00 5.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Page 128: Fifi Rufaida Fst

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 3.6818 44 1.72226 .25964

SESUDAH 5.0000 44 .00000 .00000

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM & SESUDAH

44 . .

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation Std. Error

Mean 90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM - SESUDAH

-1.3182 1.72226 .25964 -1.7547 -.8817

b) Memakai seragam kerja Butir Pertanyaan

Responden Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 1.00 5.00

2 5.00 5.00

3 5.00 5.00

4 5.00 5.00

5 5.00 5.00

6 3.00 5.00

7 1.00 5.00

8 1.00 5.00

9 1.00 5.00

10 1.00 5.00

11 1.00 5.00

12 5.00 5.00

13 3.00 5.00

14 3.00 5.00

15 3.00 5.00

16 3.00 5.00

17 3.00 5.00

18 3.00 5.00

19 3.00 5.00

20 3.00 5.00

21 5.00 5.00

t df Sig. (2-tailed)

-5.077 43 .000

Page 129: Fifi Rufaida Fst

22 5.00 5.00

23 5.00 5.00

24 3.00 5.00

25 3.00 5.00

26 5.00 5.00

27 3.00 5.00

28 1.00 5.00

29 3.00 5.00

30 3.00 5.00

31 5.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 5.00 5.00

36 5.00 5.00

37 3.00 3.00

38 5.00 5.00

39 5.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 5.00 5.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 3.6818 44 1.49063 .22472

SESUDAH 4.9545 44 .30151 .04545

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM & SESUDAH

44 .071 .649

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation Std. Error

Mean 90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM -

SESUDAH -1.2727 1.49982 .22611 -1.6528 -.8926

t df Sig. (2-tailed)

-5.629 43 .000

Page 130: Fifi Rufaida Fst

c) Kuku pendek dan bersih Butir Pertanyaan

Responden Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 3.00 5.00

2 5.00 5.00

3 3.00 5.00

4 1.00 5.00

5 5.00 5.00

6 3.00 5.00

7 3.00 5.00

8 3.00 5.00

9 1.00 5.00

10 3.00 5.00

11 3.00 5.00

12 5.00 5.00

13 3.00 5.00

14 3.00 5.00

15 3.00 5.00

16 3.00 5.00

17 3.00 5.00

18 3.00 5.00

19 3.00 5.00

20 3.00 5.00

21 3.00 5.00

22 5.00 5.00

23 5.00 5.00

24 5.00 5.00

25 5.00 5.00

26 3.00 5.00

27 3.00 5.00

28 3.00 5.00

29 1.00 3.00

30 3.00 5.00

31 5.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 5.00 5.00

36 5.00 5.00

37 5.00 5.00

38 3.00 5.00

39 5.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 5.00 5.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Page 131: Fifi Rufaida Fst

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 3.7727 44 1.23634 .18639

SESUDAH 4.9545 44 .30151 .04545

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM &

SESUDAH 44 .346 .021

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM -

SESUDAH -1.1818 1.16684 .17591 -1.4775 -.8861

t df Sig. (2-tailed)

-6.718 43 .000

d) Dalam keadaan rapih dan bersih

Butir Pertanyaan Responden

Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 5.00 5.00

2 5.00 5.00

3 5.00 5.00

4 5.00 5.00

5 5.00 5.00

6 3.00 5.00

7 5.00 5.00

8 5.00 5.00

9 5.00 5.00

10 5.00 5.00

11 5.00 5.00

12 5.00 5.00

13 3.00 5.00

14 3.00 5.00

15 3.00 5.00

16 3.00 5.00

17 3.00 5.00

18 3.00 5.00

19 5.00 5.00

20 5.00 5.00

21 5.00 5.00

Page 132: Fifi Rufaida Fst

22 5.00 5.00

23 5.00 5.00

24 3.00 5.00

25 3.00 5.00

26 3.00 5.00

27 3.00 5.00

28 5.00 5.00

29 3.00 5.00

30 5.00 5.00

31 3.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 5.00 5.00

36 5.00 5.00

37 5.00 5.00

38 3.00 5.00

39 3.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 5.00 5.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 4.3182 44 .95899 .14457

SESUDAH 5.0000 44 .00000 .00000

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM &

SESUDAH 44 . .

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation Std. Error

Mean 90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM -

SESUDAH -.6818 .95899 .14457 -.9249 -.4388

t df Sig. (2-tailed)

-4.716 43 .000

Page 133: Fifi Rufaida Fst

e) Memakai masker Butir Pertanyaan

Responden Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 1.00 5.00

2 5.00 5.00

3 1.00 5.00

4 1.00 5.00

5 5.00 5.00

6 1.00 5.00

7 1.00 1.00

8 1.00 1.00

9 1.00 1.00

10 1.00 1.00

11 1.00 1.00

12 1.00 1.00

13 1.00 1.00

14 1.00 1.00

15 1.00 1.00

16 1.00 1.00

17 1.00 1.00

18 1.00 1.00

19 1.00 1.00

20 1.00 1.00

21 1.00 1.00

22 1.00 1.00

23 1.00 1.00

24 3.00 3.00

25 3.00 3.00

26 5.00 5.00

27 1.00 1.00

28 1.00 1.00

29 3.00 3.00

30 5.00 5.00

31 5.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 5.00 5.00

36 5.00 5.00

37 5.00 5.00

38 5.00 5.00

39 5.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 5.00 5.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Page 134: Fifi Rufaida Fst

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 2.7727 44 1.93936 .29237

SESUDAH 3.1364 44 1.94806 .29368

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM & SESUDAH

44 .821 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM -

SESUDAH -.3636 1.16321 .17536 -.6584 -.0688

t df Sig. (2-tailed)

-2.074 43 .044

f) Tidak merokok di area kerja Butir Pertanyaan

Responden Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 5.00 5.00

2 5.00 5.00

3 1.00 1.00

4 5.00 5.00

5 5.00 5.00

6 1.00 1.00

7 5.00 5.00

8 3.00 5.00

9 3.00 5.00

10 3.00 5.00

11 3.00 5.00

12 1.00 5.00

13 1.00 1.00

14 1.00 1.00

15 1.00 1.00

16 1.00 1.00

17 1.00 1.00

18 1.00 1.00

19 1.00 1.00

20 1.00 1.00

Page 135: Fifi Rufaida Fst

21 1.00 1.00

22 1.00 1.00

23 1.00 1.00

24 3.00 5.00

25 1.00 1.00

26 3.00 5.00

27 3.00 5.00

28 5.00 5.00

29 3.00 5.00

30 1.00 1.00

31 5.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 5.00 5.00

36 5.00 5.00

37 1.00 1.00

38 5.00 5.00

39 3.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 5.00 5.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 3.0455 44 1.80380 .27193

SESUDAH 3.5455 44 1.94643 .29344

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM & SESUDAH

44 .867 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM -

SESUDAH -.5000 .97647 .14721 -.7475 -.2525

t df Sig. (2-tailed)

-3.397 43 .001

Page 136: Fifi Rufaida Fst

g) Memakai sarung tangan Butir Pertanyaan

Responden Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 1.00 5.00

2 5.00 5.00

3 3.00 3.00

4 1.00 1.00

5 5.00 5.00

6 3.00 5.00

7 1.00 1.00

8 1.00 1.00

9 1.00 1.00

10 1.00 1.00

11 1.00 1.00

12 1.00 5.00

13 3.00 5.00

14 3.00 5.00

15 3.00 5.00

16 3.00 5.00

17 3.00 5.00

18 3.00 5.00

19 3.00 5.00

20 3.00 5.00

21 1.00 1.00

22 1.00 1.00

23 1.00 1.00

24 5.00 3.00

25 1.00 1.00

26 3.00 5.00

27 3.00 5.00

28 1.00 5.00

29 3.00 3.00

30 3.00 5.00

31 5.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 3.00 5.00

36 5.00 5.00

37 3.00 3.00

38 3.00 5.00

39 3.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 3.00 3.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Page 137: Fifi Rufaida Fst

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 2.9545 44 1.52429 .22980

SESUDAH 3.8636 44 1.69254 .25516

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM &

SESUDAH 44 .665 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM -

SESUDAH -.9091 1.32627 .19994 -1.2452 -.5730

t df Sig. (2-tailed)

-4.547 43 .000

h) Mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja

Butir Pertanyaan Responden

Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 3.00 5.00

2 5.00 5.00

3 5.00 5.00

4 5.00 5.00

5 5.00 5.00

6 3.00 5.00

7 1.00 5.00

8 1.00 5.00

9 1.00 5.00

10 1.00 5.00

11 1.00 5.00

12 5.00 5.00

13 3.00 5.00

14 3.00 5.00

15 3.00 5.00

16 1.00 5.00

17 3.00 5.00

18 3.00 5.00

19 3.00 5.00

20 3.00 5.00

21 3.00 5.00

Page 138: Fifi Rufaida Fst

22 5.00 5.00

23 3.00 5.00

24 5.00 5.00

25 3.00 5.00

26 1.00 5.00

27 3.00 5.00

28 3.00 5.00

29 5.00 5.00

30 3.00 3.00

31 3.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 5.00 5.00

36 5.00 5.00

37 5.00 5.00

38 3.00 5.00

39 5.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 3.00 3.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 3.5455 44 1.45402 .21920

SESUDAH 4.9091 44 .42141 .06353

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM & SESUDAH

44 .083 .593

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation Std. Error

Mean 90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM - SESUDAH

-1.3636 1.47996 .22311 -1.7387 -.9886

t df Sig. (2-tailed)

-6.112 43 .000

Page 139: Fifi Rufaida Fst

i) Tidak menggunakan perhiasan dan jam tangan

Butir Pertanyaan Responden

Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 3.00 5.00

2 1.00 1.00

3 1.00 1.00

4 1.00 1.00

5 1.00 1.00

6 3.00 1.00

7 1.00 5.00

8 1.00 5.00

9 1.00 5.00

10 1.00 5.00

11 1.00 5.00

12 1.00 1.00

13 1.00 1.00

14 1.00 1.00

15 1.00 1.00

16 3.00 5.00

17 1.00 1.00

18 1.00 1.00

19 1.00 1.00

20 1.00 1.00

21 5.00 5.00

22 3.00 5.00

23 1.00 1.00

24 5.00 5.00

25 1.00 1.00

26 3.00 5.00

27 3.00 5.00

28 3.00 5.00

29 5.00 5.00

30 1.00 1.00

31 5.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 1.00 1.00

36 5.00 5.00

37 1.00 1.00

38 3.00 5.00

39 1.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 5.00 5.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Page 140: Fifi Rufaida Fst

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 2.5455 44 1.77128 .26703

SESUDAH 3.3636 44 1.98940 .29991

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM &

SESUDAH 44 .682 .000

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

90% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM -

SESUDAH -.8182 1.51385 .22822 -1.2018 -.4345

j) Memakai alas kaki

Butir Pertanyaan Responden

Sebelum pelatihan Sesudah pelatihan

1 5.00 5.00

2 5.00 5.00

3 5.00 5.00

4 5.00 5.00

5 5.00 5.00

6 3.00 5.00

7 5.00 5.00

8 5.00 5.00

9 5.00 5.00

10 5.00 5.00

11 5.00 5.00

12 5.00 5.00

13 3.00 5.00

14 3.00 5.00

15 3.00 5.00

16 3.00 5.00

t df Sig. (2-tailed)

-3.585 43 .001

Page 141: Fifi Rufaida Fst

17 3.00 5.00

18 3.00 5.00

19 1.00 5.00

20 1.00 5.00

21 5.00 5.00

22 5.00 5.00

23 5.00 5.00

24 5.00 5.00

25 5.00 5.00

26 5.00 5.00

27 5.00 5.00

28 5.00 5.00

29 5.00 5.00

30 5.00 5.00

31 5.00 5.00

32 5.00 5.00

33 5.00 5.00

34 5.00 5.00

35 5.00 5.00

36 5.00 5.00

37 5.00 5.00

38 3.00 5.00

39 5.00 5.00

40 5.00 5.00

41 5.00 5.00

42 5.00 5.00

43 5.00 5.00

44 5.00 5.00

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error

Mean

Pair 1 SEBELUM 4.4545 44 1.08809 .16404

SESUDAH 5.0000 44 .00000 .00000

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 SEBELUM &

SESUDAH 44 . .

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

90% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 SEBELUM

-

SESUDAH

-.5455 1.08809 .16404 -.8212 -.2697

Page 142: Fifi Rufaida Fst

t df

Sig. (2-

tailed)

-3.325 43 .002

Lampiran 9. Hambatan Implementasi ISO 22000:2005

a) Hasil kuesioner

Pertanyaan Responden

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 1 1.00 1.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

2 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00 3.00 4.00 4.00 3.00 2.00

3 2.00 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00 4.00 2.00 3.00 2.00

4 2.00 3.00 2.00 3.00 4.00 4.00 1.00 2.00 2.00 2.00

5 2.00 3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00 2.00 3.00 2.00

6 3.00 2.00 1.00 3.00 4.00 3.00 1.00 1.00 3.00 2.00

7 1.00 1.00 1.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 1.00

8 1.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 1.00

9 1.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 1.00

10 1.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 1.00

11 1.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 1.00

12 2.00 2.00 1.00 3.00 4.00 3.00 1.00 3.00 3.00 2.00

13 2.00 3.00 1.00 4.00 4.00 3.00 1.00 3.00 3.00 2.00

14 3.00 1.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 3.00 3.00 1.00

15 1.00 1.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 4.00 3.00 2.00

16 3.00 2.00 1.00 4.00 3.00 4.00 1.00 3.00 3.00 2.00

17 2.00 1.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 3.00 3.00 2.00

18 2.00 1.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 3.00 3.00 2.00

19 3.00 3.00 4.00 4.00 4.00 3.00 1.00 3.00 3.00 2.00

20 3.00 3.00 4.00 4.00 4.00 3.00 1.00 3.00 3.00 2.00

21 2.00 2.00 2.00 3.00 2.00 2.00 3.00 1.00 2.00 2.00

22 2.00 2.00 3.00 3.00 3.00 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00

23 3.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 3.00 3.00 1.00

24 2.00 1.00 2.00 3.00 3.00 2.00 3.00 1.00 1.00 1.00

25 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00 3.00 2.00 1.00 3.00 3.00

26 3.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 2.00 2.00 3.00 2.00

27 3.00 2.00 1.00 3.00 3.00 4.00 1.00 3.00 3.00 2.00

28 1.00 1.00 1.00 3.00 3.00 1.00 1.00 1.00 3.00 1.00

29 3.00 2.00 1.00 3.00 3.00 3.00 2.00 2.00 2.00 2.00

30 2.00 2.00 3.00 3.00 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 3.00

31 3.00 2.00 2.00 3.00 3.00 1.00 3.00 2.00 3.00 2.00

32 2.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

33 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

34 2.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

35 3.00 2.00 4.00 3.00 3.00 1.00 1.00 1.00 3.00 1.00

36 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

37 3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

38 3.00 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 1.00 2.00 3.00 2.00

39 3.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

40 2.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

41 2.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

42 2.00 2.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

43 2.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

44 2.00 3.00 1.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 3.00 1.00

Page 143: Fifi Rufaida Fst

b) Hasil SPSS

X1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 8 18.2 18.2 18.2

2.00 21 47.7 47.7 65.9

3.00 15 34.1 34.1 100.0

Total 44 100.0 100.0

X2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 8 18.2 18.2 18.2

2.00 17 38.6 38.6 56.8

3.00 19 43.2 43.2 100.0

Total 44 100.0 100.0

X3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 24 54.5 54.5 54.5

2.00 9 20.5 20.5 75.0

3.00 8 18.2 18.2 93.2

4.00 3 6.8 6.8 100.0

Total 44 100.0 100.0

X4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2.00 5 11.4 11.4 11.4

3.00 35 79.5 79.5 90.9

4.00 4 9.1 9.1 100.0

Total 44 100.0 100.0

X5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

X1 X2 X3 X4 X5

N Valid 44 44 44 44 44

Missing 0 0 0 0 0

Mean 2.1591 2.2500 1.7727 2.9773 3.0455

X6 X7 X8 X9 X10

44 44 44 44 44

0 0 0 0 0

2.7727 1.7273 2.0909 2.7955 1.6591

Page 144: Fifi Rufaida Fst

Valid 2.00 4 9.1 9.1 9.1

3.00 34 77.3 77.3 86.4

4.00 6 13.6 13.6 100.0

Total 44 100.0 100.0

X6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 3 6.8 6.8 6.8

2.00 7 15.9 15.9 22.7

3.00 31 70.5 70.5 93.2

4.00 3 6.8 6.8 100.0

Total 44 100.0 100.0

X7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 26 59.1 59.1 59.1

2.00 6 13.6 13.6 72.7

3.00 10 22.7 22.7 95.5

4.00 2 4.5 4.5 100.0

Total 44 100.0 100.0

X8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 16 36.4 36.4 36.4

2.00 10 22.7 22.7 59.1

3.00 16 36.4 36.4 95.5

4.00 2 4.5 4.5 100.0

Total 44 100.0 100.0

X9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 2 4.5 4.5 4.5

2.00 5 11.4 11.4 15.9

3.00 37 84.1 84.1 100.0

Total 44 100.0 100.0

X10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1.00 19 43.2 43.2 43.2

2.00 21 47.7 47.7 90.9

3.00 4 9.1 9.1 100.0

Total 44 100.0 100.0

Page 145: Fifi Rufaida Fst

Lampiran 10. Daftar Responden

a) Responden Wawancara

No Nama Jabatan

1 Ir. Iwan Hartadi Wibawa Sinder Pabrik/Koordinator SMKP

2 Endang. K Mandor Meber

3 Sobar Mandor Pengeringan

4 Agus Sopyan Mandor Sortasi

5 Ir. Budhi Adriawan Sinder Kebun Tambaksari

b) Responden Kuesioner

No Nama Jabatan

1 Sugihartono Mandor Besar

2 Wawan Karyawan Meber

3 Nana Karyawan Meber

4 Endang. K Mandor Meber

5 Dadang Hidayat Karyawan Meber

6 Asep Karyawan Meber

7 Ridwan Hilmansyah Mandor Layu

8 Endang. E Karyawan Layu

9 Hari.S.Alfauzi Karyawan Layu

10 Usep Saepudin Karyawan Layu

11 Jaenudin Karyawan Layu

12 Dalit Zaenudin Mandor Turun Layu

13 Dian Pujiana Karyawan turun layu

14 Gugun Gunawan Karyawan turun layu

15 Maman Hermawan Karyawan turun layu

16 Nurokhim Karyawan turun layu

17 Odang Supriadi Karyawan turun layu

18 Ecep Supriadi Karyawan turun layu

19 Cecep Sopian Kurniadi Karyawan turun layu

20 Ade Sutianto Karyawan turun layu

21 Iman Sukiman Mandor Giling

22 Hendra Karyawan Giling

23 Gugun Gunawan Karyawan Giling

24 Uum Gumilar Karyawan Giling

25 Salim Karyawan Giling

26 Sobar Mandor Pengeringan

27 Deden khoerul Anwar Karyawan Pengeringan

28 Daden Maryana Karyawan Pengeringan

29 Agus Sopyan Mandor Sortasi

30 Abas T Irawan Karyawan Sortasi

31 Ebah Karyawan Sortasi

Page 146: Fifi Rufaida Fst

32 Rini Karyawan Sortasi

33 Atin Karyawan Sortasi

34 Usep Nasruloh Karyawan Sortasi

35 Ida Nuraeni Karyawan Sortasi

36 Taufik Irwana Karyawan Sortasi

37 Agus Ahmad Karyawan Sortasi

38 Nurdin Hidayat Mandor Pak

39 Najar Karyawan Pak

40 Caca Suhmana Arum Karyawan Pak

41 Joni Puri Siahaan Karyawan Pak

42 Jajang Nurjaman Karyawan Pak

43 Wawan Jumawan Karyawan Pak

44 Deni Supriatno Karyawan Pak

Page 147: Fifi Rufaida Fst

lampiran 10. Proses Pengolahan Teh

Penerimaan bahan

baku

Pembeberan

Turun Layu

Pelayuan

Pengeringan

Oksidasi enzimatis

Penggilingan

Sortasi

Pengepakan

Page 148: Fifi Rufaida Fst

DAFTAR ISTILAH

1. CCP (Critical Control Point)

Tahapan dimana pengendalian dapat diterapkan dan penting untuk

mencegah atau menghilangkan bahaya keamanan pangan atau mengu

ranginya sampai batas yang dapat diterima.

2. HACCP (Hazard Analysis Critical control point)

Sebuah konsep pendekatan bahaya dan resiko yang berkaitan dengan

pengolahan, distribusi dan penggunaan produk makanan, termasuk juga

cara pendefenisian, cara pencegahan, untuk pengendalian bahaya.

3. OPRP (Operational PRP)

Diidentifikasikan oleh analisa bahaya sebagai hal yang penting agar

pengendalian kemungkinan dan pengenalan bahaya-bahaya keamanan

pangan terhadap dan atau kontaminasi atau perkembangan dari bahaya-

bahaya keamanan pangan didalam lingkungan proses.

4. Pre Test

Ujian yang diberikan kepada peserta pelatihan sebelum mengikuti

pelatihan.

5. Post Test

Ujian yang diberikan kepada peserta pelatihan sebelum mengikuti

pelatihan.

Page 149: Fifi Rufaida Fst

6. PRP (Pre Requisite Prorames)

Kondisi dan kegiatan dasar yang higienis diseluruh tahapan proses sesuai

untuk produksi, penanganan dan penyediaan produk akhir yang aman

untuk dikonsumsi.

7. SMKP (Sistem Manajemen Keamanan Pangan)

Sistem manajemen yang diterapkan perusahaan untuk menghasilkan

produk yang aman dan sesuai untuk dikonsumsi.

6. Zero claim

Keadaan dimana perusahaan tidak mendapat keluhan dari para pelanggan.