fidalena anjla ase papma pukaima aneuk buy ran jadah
-
Upload
van-amstel -
Category
Documents
-
view
31 -
download
5
description
Transcript of fidalena anjla ase papma pukaima aneuk buy ran jadah
1
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
PENDAHULUAN
Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk
kumpulan simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. Penyakit ini
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Angka kematian di seluruh dunia
meningkat setiap tahun. Di negara berkembang angka kematian didapatkan 39 juta
kematian setiap tahun dan di negara maju seperti Amerika sebanyak 50 juta setiap
tahun.1 The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1
juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap
tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45-65 tahun dan
tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun. Penyakit jantung
koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.2
Di Indonesia penyakit jantung koroner telah menempati angka prevalensi
7,2 % pada tahun 2007 di Indonesia.1 Sindrom Koroner Akut (SKA) atau Acute
Coronary Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segmentelevation myocardial
infarction (STEMI), Non ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI),
serta unstable angina.2 STEMI merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada STEMI adalah 30%
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit.
Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1
diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun
pertama setelah STEMI.3
Penyakit ini disebabkan karena oklusi total trombus kaya fibrin di pembuluh
koroner epikardial. Oklusi ini akan mengakibatkan berhentinya aliran darah
(perfusi) ke jaringan miokard. Tujuan pengobatan pasien miokardinfark akut
dengan penyakit ini adalah untuk memulihkan oksigenasi dan suplai substrat
metabolik akibat oklusi trombotik persisten di arteri koroner. Sehingga kerusakan
otot jantung yang lebih luas dapat dihindari. Oleh karenanya strategi pengobatan
STEMI sangat berkaitan dengan masa awitan (time onset) dan memerlukan
pendekatan yang berbeda di masing-masing senter pelayanan kardiovaskular demi
mendapatkan tatalaksana yang tepat, cepat dan agresif. 3
2
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Penengakan diagnosis harus dibuat dalam waktu kurang dari 10 menit dari
pertama sekali kontak dengan pihak medis. Karena proses iskemik atau kerusakan
sel jantung terus berlanjut. Oleh karena penyakit ini harus cepat ditangani, maka
harus ada pemahaman yang jelas menganai STEMI. Kasus dalam referat ini akan
membahas menganai STEMI.
3
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
DEFINISI
Infark miokard akut (AMI) dengan ST elevasi merupakan sidroma klinis
yang terjadi karena oklusi akut arteri koroner akibat trombosis intrakorener yang
berkepanjangan akibat ruptur plak aterosklerosis pada dinding koroner epikardial.4
EPIDEMIOLOGI
Penyakit kardiovaskular menyebabkan 12 juta kematian setiap tahunnya di
dunia. Di Amerika Serikat, infark miokard adalah penyebab morbiditas dan
mortalitas terbanyak. Sekitar 1,3 juta kasus infark miokard non fatal dilaporkan
setiap tahun, angka insiden tahunan sekitar 600 kasus per 100.000 penduduk dan
500.000 – 700.000 kematian disebabkan oleh penyakit jantung iskemik. Sepertiga
pasien yang mengalami STEMI meninggal dalam waktu 24 jam setelah onset
iskemia dan banyak pasien yang bertahan dari kematian mengalami morbiditas
yang nyata.5
PATOFISIOLOGI
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis
arteri koroner. Proses terjadinya suatu SKA dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 1. proses terjadinya SKA
Dalam proses menuju suatu SKA, kita sering mendengar istilah plak
aterosklerosis. Ruptur plak merupakan kunci utama dalam terjadinya suatu
trombus. Mekanisme jelasnya adalah sebagai berikut:
4
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
1. Inisiasi proses aterosklerosis : peran endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri
besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai
akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4
tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein)
ke dalam tunika intima, respons inflamatorik dan pembentukan kapsul fibrosis.
Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis,
antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok.
2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi
Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi
menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif
endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami
differensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang
juga berpenetrasi kedinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya
membentuk fatty streaks. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika
media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis
yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh
darah dan jika mekanisme tidak stabil menyebabkan terjadinya disrupsi plak.
3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos
dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan
kecenderungan untuk mengalami ruptur.
4. Disrupsi plak, trombosis dan SKA
Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring
berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis
lumen mencapai 70-80%. Infark miokard terjadi akibat ruptur plak atherosklerosis
ini yang pada akhirnya menimbulkan obtruksi total aliran darah. Kondisi ini
menyebabkan suplai darah ke otot jantung berkurang yang artinya suplai oksigen
juga berkurang. Akhirnya otot jantung mengalami iskemik dan apabila tidak
diobati segera maka otot jantung akan mengalami infark.6
Manifestasi Klinis
5
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Riwayat perjalanan nyeri dada sangat penting untuk membedakan ACS
dengan sejumlah penyakit lainnya. Gejalanya berupa gejala khas angina, yaitu
nyeri dada tipikal yang berlangsung selama ± 20 menit atau lebih yang terasa
seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan
terpelintir. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat dan
dapat dicetus oleh serangkaian faktor seperti latihan fisik, stress, emosi, udara
dingin, dan sesudah makan. Sebanyak dua pertiga pasien STEMI memiliki gejala
angina dalam beberapa minggu sebelumnya. Secara keseluruhan sebanyak 20%
hanya memiliki gejala kurang dari 24 jam.8
Gambaran klinis pasien dengan ACS terdiri dari sejumlah variasi gejala.
Gejala kardinalnya adalah nyeri dada iskemik seperti penjelasan di atas. Nyeri
dada dapat diberikan penilaian berdasarkan Canadian Cardiovaskular Society
(CSS), berupa nyeri angina yang memanjang (>20 menit) pada saat istirahat, nyeri
dada berat de novo (yang pertama sekali terjadi) (kelas III CSS), cresendo angina,
yaitu nyeri dada yang baru terstabilisasi dari nyeri dada pada stable angina
dengan paling tidak memenuhi karekteristik kelas III CSS, dan nyeri dada pasca
infark. Nyeri dada dalam waktu lama terlihat pada 80% kasus sedangkan nyeri
dada de novo hanya terlihat pada 20% kasus.7
Diagnosis
Diagnosis infark miokard akut didasarkan atas sejumlah hal,dimulai dari
anamnesa gejala klinis yang khas, pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), serta
pemeriksaan biomarker jantung. Setiap orang yang datang dengan nyeri dada
tipikal yang berlangsung selama ± 20 menit atau lebih yang terasa seperti ditusuk-
tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan terpelintir.
Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat dan dapat dicetus
oleh serangkaian faktor seperti latihan fisik, stress, emosi, udara dingin, dan
sesudah makan.5 Maka, nyeri dada tersebut dicurigai sebagai suatu nyeri dada
pada ACS. Selanjutnya segera lakukan pemeriksaan EKG, jika dijumpai adanya
ST elevasi atau adanya suatu LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, maka
diagnosanya adalah STEMI, namun jika tidak dijumpai adanya ST elevasi namun
dijumpai adanya ST depresi, T inverted atau gambaran EKG yang normal, maka
selanjutnya dilakukan pemeriksaan biomarker jantung, yaitu Troponin I atau
6
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Troponin T. Jika terdapatnya peningkatan nilai biomarker tersebut maka
diagnosanya adalah NSTEMI, namun jika nilai biomarker normal, maka
diagnosanya menjadi Unstable Angina (UAP).8
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah creatinine kinase
(CK)MB dan cardiac specifictroponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara
serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang
disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti
peningkatan CKMB.
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miorkard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Alur
penegakan diagnosis STEMI terlihat dari gambar berikut:
Gambar 3. Alur Diagnosa STEMI8
7
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Gambar 4. ST elevasi pada EKG2
Penatalaksanaan
Terapi STEMI terdiri dari berbagai aspek. Tujuan utama penatalaksanaan
Infark miokard akut adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian
dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi. Adapun penatalaksanaan STEMI antara lain sebagai berikut2:
a. Penanganan kegawatdaruratan Tatalaksana awal:
Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%).
Aspirin 320mg (dikunyah).
Clopidogrel 327mg (kunyah)
Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri
Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat
b. Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan
STEMI tahap awal karena fase inilah yang menentukan progresivitas perburukan
area infark. Bagi pasien dengan manifestasi klinis STEMI <12 jam dengan ST
elevasi persisten atau adanya LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, maka
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) primer atau terapi reperfusi secara
farmakologi harus dilakukan sesegera mungkin. Penanganan reperfusi STEMI
dalam 24 jam pertama sebelum pasien tiba di rumah sakit dan setelah tiba di
rumah sakit. Terapi PCI primer diindikasikan dilakukan dalam dua jam pertama
8
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
terhitung jarak pertama sekali pasien mendapatkan terapi (first medical contact).
Dalam dua jam pertama tersebut terapi reperfusi dengan PCI primer lebih
diutamakan dibandingkan dengan terapi dengan menggunakan fibrinolisis.
Sebelum dilakukan PCI primer maka dianjurkan pemberian dual antiplatelet
therapy(DAPT) meliputi aspirin dan adenosine diphosphate (ADP).
Gambar 5. Alur Penanganan reperfusi STEMI dalam 24 jam pertama sebelum pasien tiba di rumah sakit dan setelah tiba di rumah sakit8
Jika onset gejala sudah berlangsung lebih dari 2 jam, maka terapi dengan
menggunakan PCI primer tidak dianjurkan lagi. Dalam masa ini, terapi reperfusi
dengan pemberian fibrinlosis lebih diutamakan apalagi onset masih berlangsung
di bawah 12 jam. Dianjurkan juga pada keadaan dimana tindakan invasif tidak
mungkin dilakukan atau akan terlambat serta tidak ada kontraindikasi fibrinolitik.
Kontraindikasi fibrinolitik terdiri dari kontraindikasi absolut dan kontraindikasi
relatif. Kontraindikasi absolut terdiri dari riwayat perdarahan intrakranial karena
sebab apapun, adanya lesi struktural serebrovaskular, tumor intrakranial (primer
ataupun metastasis), stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam terakhir,
dicurigai adanya suatu diseksi aorta, adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala
dalam 3 bulan terakhir, dan adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi).8
9
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Sementara kontraindikasi relatif meliputi adanya riwayat stroke iskemik
selama enam bulan sebelumnya, terapi antikoagulan oral, kehamilan atau riwayat
postpartum selama satu minggu, hipertensi refrakter (tekanan darah sistolik >180
mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg. Penyakit hati stadium lanjut,
endokartditis infektif, ulkus peptikum aktif serta tindakan resusitasi trauma yang
berlansung lama. Agen fibrinolitik yang digunakan meliputi streptokinase (SK),
Alteplase (tPA), reteplase (r-PA), serta Tenecteplase (TNK-tPA). Dosis dan
regimen pengguanaan masing-masing agen fibrinolitik ini ditunjukkan oleh
Gambar berikut ini.
Gambar 6. Dosis Agen Fibrinolisis8
10
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Gambar 7. Terapi Fibrinolitik 8
c. Terapi Non-reperfusi
Terapi non reperfusi ini dilakukan jika onset serangan sudah melibihi 12
jam. Obat-obat yang digunakan meliputi antitrombotik, meliputi aspirin,
clopidogrel, serta agen antithrombin seperti UFH, enoxaparin, atau fondaparinux
harus diberikan sesegera mungkin.10
d. Terapi STEMI untuk Jangka waktu yang Lama
Terapi STEMI untuk jangka waktu yang lama terdiri:8
Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko, meliputi berhenti merokok, kontrol
diet dan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, kontrol tekanan darah,
intervensi faktor psikososial.
Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.
Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.
Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin
11
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
e. Tindakan Pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)
Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan
pengobatan, pada keadaan2:
Stenosis yang signifikan ( ≥ 50 %) di daerah left main (LM)
Stenosis yang signifikan (≥ 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri koroner
utama
Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis
yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari left anterior
descending coronary artery.
KOMPLIKASI
Adapaun komplikasi STEMI antara lain sebagai berikut :5,6
1. Aritmia supraventrikular
Sinus takikardia merupakan aritmia yang paling umum dari tipe ini. Jika
hal ini terjadi sekunder akibat sebab lain, masalah primer sebaiknya diobati
pertama. Pengobatan dengan penghambat beta yang relatif kerja singkat seperti
propanolol yang sebaiknya dipertimbangkan.
2. Gagal jantung
Beberapa derajat kelainan pada saat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih
dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum
adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4.11
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard
akut berdasarkan suara ronkhi dan S3 gallop:
a. Derajat I : tidak ada rhonki dan S3 gallop.
b. Derajat II : Gagal jantung dengan ronkhi di basal paru (setengah lapangan
paru bawah), S3 galopdan peningkatan tekananvena pulmonalis.
c. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan
paru.
d. Derajat IV :Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan
paru disertai dengan syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah
sistolik ≤ 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan
diaforesis).
12
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
3. Sistole prematur ventrikel
Depolarisasi prematur yang jarang dan sporadik terjadi pada hampir semua
pasien dengan infark dan tidak memerlukan terapi. Terapi antiaritmia profilaktik
dengan tiadanya takiaritmia ventrikel yang penting secara klinis, dikontra
indikasikan karena terapi seperti itu dapat dengan jelas meningkatkan mortalitas
selanjutnya.8
Prognosis
Prognosis dapat diperkirakan dengan menggunakan TIMI score
(Thrombolysis in Myocardial Infarction). TIMI skor risiko untuk mengidentifikasi
STEMI signifikan gradien dari risiko kematian dengan menggunakan variabel
yang menangkap sebagian besar informasi prognostik yang tersedia di
multivariabel model. Kapasitas prediksi risiko ini skor stabil selama beberapa titik
waktu, pada pria dan wanita, dan pada perokok dan bukan perokok. Selain
itu,TIMI skor risiko dilakukan baik dalam data eksternal yang besar ditetapkan
pasien dengan STEMI.7,8
Gambar 8. Skor TIMI12
13
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
LAPORAN KASUS
Status Pasien Ruang Rawat ICCU
Bagian/SMF Kardiologi BLUD RSUZA Banda Aceh
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Sukaramai Blower
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku : Aceh
Status Perkawinan : Menikah
No. CM : 94-54-32
Tanggal Masuk : 28 Maret 2013
Tanggal Pemeriksaan : 29 Maret 2013
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Nyeri dada
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSUDZA dengan keluhan nyeri
dada sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dada Memberat dalam 4 jam SMRS. Nyeri dada
dirasakan selama ± 30 menit. Nyeri dirasakan pada saat pasien sedang
beristirahat. Nyeri dada yang dirasakan menjalar dari bahu kiri ke leher, lengan
kiri dan tembus ke belakang. Nyeri dirasakan terus menerus dan tidak hilang
dengan perubahan posisi dan istirahat sehingga pasien merasa letih dan lemas.
Riwayat nyeri dada seperti ini baru pertama kali dirasakan pasien. Pada saat nyeri
dada berlangsung pasien juga mengeluhkan keringat dingin, dan mual, tetapi
muntah, sesak, sakit kepala, nyeri ulu hati tidak dikeluhkan pasien. Pasien juga
14
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
mengeluhkan beberapa minggu ini mudah lelah, dan pasien lebih nyaman tidur
setengah duduk. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat Hipertensi disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit seperti pasien.
e. Riwayat Penggunaan Obat
Pasien tidak mengingat nama obatnya.
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien merupakan perokok aktif selama ± 35 tahun ini dan menghabiskan
2 bungkus/hari.
III. Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Frekuensi Nafas : 24 x/menit
Temperatur : 36,5 0C (aksila)
b. Status General
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : cepat kembali
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normochepali
Rambut : Tidak tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam
15
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Mata : Cekung (-), reflek cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conjungtiva palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (+)
Lidah : Deviasi (-), tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kelenjar Getah Bening : Pembesaran (-)
Tekanan Vena Jugular : R-2 cmH2O
Thorax
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : abdomino-thorakal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Fremitus Taktil Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
16
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis terlihat ICS V linea midclavikula sinistra
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung atas: di ICS III
Batas jantung kanan: di ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri: di ICS V linea midclavikula sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-), Hepar/ Lien/ Renal tidak teraba
Perkusi : Tympani (+), Asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (N)
Gen i talia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
17
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Clubbing finger - - - -
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
Akral Dingin - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - - - -
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (29 Maret 2013)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 11.9 13-17 gr/dl
Leukosit 9,8 4.1-10.5 x 103/ul
Eritosit 4,69 4,5-6,0 /UI
Trombosit 282 150-400 x 103/ul
Hematokrit 30 40.0-55.0 %
Glukosa Darah Sewaktu 80
Ureum 53 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,0 0,5-1,5 mg/dl
SGOT/SGPT 22/25 <40/<35 U/L
Natrium 136 135-145 mmol/L
Kalium 3,6 3,5-5,3 mmol/L
Chlorida 108 97-111 mmol/L
HbA1c
CK-MB <5,10 U/L
18
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
B. Elektrokardiografi
19
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Bacaan EKG (28 Maret 2013)
1. Irama : Irama Sinus
2. Heart rate : 100 x/i
3. Regularitas : Regular
4. Interval PR : 0,12 s
5. Axis : Normoaksis (Sadapan I (+), aVF (+))
6. Morfologi
- Gel P : durasi 0,04 s, amplitudo 0,1 mV
- Kompleks QRS : QRS durasi 0,08 s
- Segmen ST :
ST elevasi : II, III, aVF, V3R, V4R
ST depresi : V1, V2,V3, V4, I, aVL
- Gelombang T : -
- Q patologis : -
7. Interpretasi
a. Terdapat gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS
menunjukkan irama sinus.
20
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
b. ST elevasi pada II, III, aVF, V3R, V4R menunjukkan adanya
infark miokard inferior dan ST depresi pada V1, V2,V3, V4, I,
aVL yang menunjukkan adanya infark pada ventrikel kanan.
8. Kesan: abnormal EKG, infark miokard inferior dan right ventrikel
infark.
V. Resume
Pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSUDZA dengan keluhan nyeri
dada sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dada Memberat dalam 4 jam SMRS. Nyeri dada
dirasakan selama ± 30 menit. Nyeri dirasakan pada saat pasien sedang
beristirahat. Nyeri dada yang dirasakan menjalar dari bahu kiri ke leher, lengan
kiri dan tembus ke belakang. Nyeri dirasakan terus menerus dan tidak hilang
dengan perubahan posisi dan istirahat sehingga pasien merasa letih dan lemas.
Riwayat nyeri dada seperti ini baru pertama kali dirasakan pasien. Pada saat nyeri
dada berlangsung pasien juga mengeluhkan keringat dingin, dan mual, tetapi
muntah, sesak, sakit kepala, nyeri ulu hati tidak dikeluhkan pasien. Pasien juga
mengeluhkan beberapa minggu ini mudah lelah, dan pasien lebih nyaman tidur
setengah duduk. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien.
Pemeriksaan vital sign menunjukkan keadaan umum: lemah; kesadaran:
compos mentis; tekanan darah: 110/80 mmHg; nadi: 100 kali/menit; pernapasan:
24 kali/menit; suhu: 36,3oC. Conjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), TVJ R-2cmH2O. Thorax : dada terlihat simetris tidak ada retraksi
supraklavikula, vesikuler di kedua lapangan paru, rhonki (-/-) di basal paru,
wheezing (-/-). Jantung : BJ 1 > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-). Abdomen :
Distensi (-), soepel (+), nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba, timpani,
shifting dullness (-), peristaltik (+). Ekstremitas: Udem (-/-).
Dari beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan didapatkan hasil
sebagai berikut
a. Pemeriksaan EKG
Irama sinus, heart rate 100/menit, normoaksis, ST elevasi di II, III, aVF,
V3R, V4R. Kesan: infark miokard inferior.
21
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
VI. Diagnosis Sementara
Acute STEMI Inferior dengan RV infark onset 4 jam Killip I, TIMI risk 1/14, post
fibrinolitik terapi.
VII. Penatalaksanaan
Instalasi Gawat Darurat
- O2 2-4 Liter/menit
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Aspilet 1 x 240 mg
- Clopidogrel 1 x 300 mg
- ISDN 1 x 5 mg (Sublingual)
- Drip Cedocard 10 meq/i
- Drip streptokinase 1,5 juta Unit → IV
Penatalaksanaan Lanjutan
Umum
- Bed rest semi fowler
- Puasa 6 jam
- Diet Jantung I 1800 Kkal/24 jam
Khusus
- O2 2-4 L/i
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Injeksi Lovenox 0,6 mL/12 jam (selama 5 hari) → SC
- Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam → IV
- Aspilet 1 x 80 mg
- Clopidogrel 1 x 75 mg
- Simvastatin 1 x 40 mg
- Concor 1 x 1,25 mg
- ISDN 3 x 5 mg
- Total Cairan 1800-2000 mL/24 jam
22
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
VIII. Planning Diagnostik
Pemeriksaan Darah Lengkap , CKMB, troponin.
Foto Thoraks
Echocardiografi
Rencana Percutaneus Coronary Intervention
IX. Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
Anjuran ketika Pulang
- Batasi aktivitas yang dilakukan, jangan semakin membebani kerja jantung
- Berhenti merokok
- Olahraga ringan dengan frekuensi teratur setiap hari kurang lebih selama
40 menit.
- Batasi makanan kolesterol tinggi dan asupan kadar garam dan gula
- Minum obat yang teratur
- Kontrol ke poli jantung
PENGAMATAN LANJUT
Hari 1 (29 Maret 2013)
Anamnesis Terapi dan Tindakan
Untuk pemeriksaan fisik head to toe sama selama hari pengamatan hanya vital sign nya yang berubah perhari.
S/ nyeri dada berkurang, mual (-), muntah (-)
O/ vs TD : 120/80 mmHg N : 98 kali/menit RR: 22 kali/menit T : 36,5 oC
Th/ bed rest O2 2-4 l/menit (bila sesak) Inj. Lovenox 0,6cc/12 jam Inj ranitidin amp/12jam Aspilet 1x80 mg Clopidogrel 1x75 mg Simvastatin 1x40 mg Concor 1x2,5 mg ISDN 3x5 mg Laxadyn syr 3x CI
23
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
P/ Pemeriksaan Darah Lengkap Foto Thoraks Echocardiografi Rencana Percutaneus Coronary
Intervention
Hari 2 (30 Maret 2013)
Anamnesis Terapi dan Tindakan
S/ nyeri dada berkurang, mual (-), muntah (-)
O/ vs TD : 100/80 mmHg N : 88 kali/menit RR: 22 kali/menit T : 36,5 oC
Th/ bed rest O2 2-4 l/menit (bila sesak) Inj. Lovenox 0,6cc/12 jam Inj ranitidin amp/12jam Aspilet 1x80 mg Clopidogrel 1x75 mg Simvastatin 1x40 mg Concor 1x2,5 mg ISDN 3x5 mg Laxadyn syr 3x CI
P/
Pemeriksaan Darah Lengkap Foto Thoraks Echocardiografi Rencana Percutaneus
Coronary Intervention
EKG POST TERAPI TROMBOLITIK
24
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
PEMBAHASAN
25
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSUDZA dengan keluhan nyeri
dada sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dada Memberat dalam 4 jam SMRS. Nyeri dada
dirasakan selama ± 30 menit. Nyeri dirasakan pada saat pasien sedang
beristirahat. Nyeri dada yang dirasakan menjalar dari bahu kiri ke leher, lengan
kiri dan tembus ke belakang. Nyeri dirasakan terus menerus dan tidak hilang
dengan perubahan posisi dan istirahat sehingga pasien merasa letih dan lemas.
Riwayat nyeri dada seperti ini baru pertama kali dirasakan pasien. Pada saat nyeri
dada berlangsung pasien juga mengeluhkan keringat dingin, dan mual, tetapi
muntah, sesak, sakit kepala, nyeri ulu hati tidak dikeluhkan pasien.
Secara teori, nyeri dada terjadi karena terdapatnya area nekrosis pada
jaringan yang dapat disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah tersebut.
Obstruksi paling sering disebabkan oleh trombus, embolus atau plak
atherosklerosis yang mengalami ruptur. Nyeri dada yang di alami pasien sangat
khas untuk nyeri dada tipikal angina yang merupakan gejala kardinal pasien
dengan IMA. Kondisi ini menandakan jeritan otot jantung akibat kekurangan
oksigen ataupun kematian sel-sel jantung. Adapun sifat nyeri dada angina
meliputi:2
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial. Pada pasien ini nyeri dada
dirasakan bervariasi mulai dari lokasi di dada atas dan perasaan masuk angin
sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman di punggung belakang.
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas dan terpelintir. Pada pasien ini nyeri dada
dirasakan sebagai perasaan dada terasa berat seperti ditindih oleh beban berat.
Penjalaran : biasanya kelengan kiri, dapat juga menjalar keleher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut hingga lengan kanan. Pada pasien
ini penjalaran hanya tembus ke punggung belakang.
Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat. Pada pasien
ini nyeri berlangsung terus menerus dalam sekali serangan, yang menunjukkan
nyeri khas angina yang berlangsung ± 30 menit dan tidak sepenuhnya hilang
dengan istirahat.
26
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Faktor pencetus: latihan fisik, stress, emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Pada pasien ini faktor pencetus adalah akibat faktor stress.
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas
dan lemas. Pada pasien ini gejala penyertanya adalah timbulnya keringat
dingin, cemas, lemah dan pasien terlihat sangat menahan rasa kesakitan.
Ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya infark miokard
pada pasien ini. Faktor risikonya terdiri dari faktor risiko yang dapat dirubah dan
faktor risiko yang tidak dapat dirubah. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah
pada pasien ini adalah jenis kelamin laki-laki dan usia >40 tahun. Secara teoritis
dijelaskan bahwa penyakit jantung umumnya terjadi pada usia >40 tahun dan pada
jenis kelamin laki-laki. Risiko atherosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun
Seiring bertambahnya usia maka akan menyebabkan fleksibilitas pembuluh darah
berkurang sehingga menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku. Pada kasus ini
pasien berjenis kelamin laki-laki dan berusia 60 tahun sehingga faktor risiko
terkena infark miokard belum menjadi salah satu penyebab.2
Faktor risiko yang dapat dirubah pada pasien ini adalah merokok. Merokok
meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. Seorang
perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Rokok mengandung
4.000 bahan kimia berbahaya yang diantaranya terdiri dari nikotin, tar,
karbonmonoksida, hydrogen cyanida, amonia, formaldehida, fenol, NO2 dan
berbagai macam bahan lainnya. Rokok akan memacu terjadinya proses infalamasi,
vasospasme, kerusakan endotel, respon imun serta mutagenesis. Suatu studi
genetik menemukan bahwa efek rokok pada penyakit kardiovaskuler erat
kaintannya dengan apolipoprotein E, yaitu alel 2,3, dan 4, yang artinya individu
yang memiliki alel 4 dan merokok mempunyai risiko tinggi menderita penyakit
vaskuler.6
Gambaran EKG khas infark adalah ST elevasi. ST elevasi terjadi akibat
infark yang baru saja terjadi dimana pada pasien ini terlihat di II, III, aVF, V3R,
V4R yang menandakan suatu infark inferior. Umumnya untuk gambaran infark
miokard akut terdapat gambaran injuri dan nekrosis yang timbul menurut urutan
27
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
tertentu sesuai perubahan-perubahan pada miokard yang disebut evolusi EKG.
Evolusi terdiri dari fase-fase sebagai berikut:13
Fase awal atau hiperakut:
1) elevasi ST yang non spesifik.
2) T yang tinggi dan melebar.
Fase evolusi lengkap:
1) elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas.
2) T yang negatif dan simetris.
3) Q patologis.
Fase infark lama;
1) Q patologis bisa QS atau QR.
2) ST yang kembali isoelekti.
3) T bisa normal atau negatif
Berikut penentuan lokasi infark miokard berdasarkan gelombang Q
patologis dan elevasi ST pada sandapan EKG:14
Lokasi infark Gelombang Q, elevasi ST(sandapan)
Arteri coroner
Anteroseptal V1 dan V2 Left anterior descending (LAD)
Anterior V3 dan V4 Left anterior descending (LAD)
Lateral V5 dan V6 Left circumflex (LC)Anteriorekstensif I, aVL, V1-V6 Left anterior descending
(LAD), Left circumflex (LC)
High-lateral I, aVL, V5 dan V6 Left circumflex (LC)Posterior V7-V9 (V1 dan V2) Left circumflex (LC)
Posterior Left Ventricular Artery (PL)
Inferior II, III, dan aVF Posterior descending Artery (PDA)
Right ventrikel V2R-V4R Right coronary artery (RCA)
Salah satu tatalaksana awal pada penderita AMI adalah menstabilkan
hemodinamik dan menghilangkan nyeri. Mengatasi dipsneu dan perasaan takut
pada kasus ini merupakan cara menstabilkan hemodinamik yaitu dengan
28
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
pemberian oksigen 3-4L /menit untuk meningkatkan suplai oksigen. Untuk
mengurangi nyeri dapat di berikan nitrat sublingual 5mg dan diulang sebanyak 3
kali. Jika nyeri tidak hilang bisa di lanjutkan dengan nitrat intravena dan jika tidak
menghilang juga dapat diberikan morpin. Pemberian Morphine 4-8mg secara iv
dan bisa di ulang sebanyak 2-4mg dengan interval 5-15 menit.8 morphin bertujuan
untuk mengurangi rasa sakit, dispneu serta mengurangi anxietas, menurunkan
resistensi vaskular sistemik. Pada pasien ini diberikan pada awalnya diberikan
nitrat sublingual dan drip Cedocard namun nyeri tidak menghilang.8
Pemberian Aspilet dan Clopidogrel digunakan sebagai antiplatelet. Aspirin
merupakan obat yang dikunyah agar absorbsi lebih cepat dan merupakan
tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai AMI. Obat ini menginhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi tromboksan A2
sehingga tidak terbentuk trombus lanjutan. Efek ini dicapai dengan absorbsi
aspirin dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi, selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. Selain itu antiplatelet lain yang dapat
diberikan adalah clopidogrel. Pemberian antikoagulan ini berguna untuk
mengurangi resiko terjadinya tromboemboli dan reinfark.8
Sebagian besar asal trombus yang menyebabkan obstruksi total pembuluh
darah adalah plak aterosklerosis yang mengalami ruptur. Untuk menstabilkan plak
ini, pada pasien diberikan simvastatin 1x40 mg. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa golongan statin dapat menghambat biosintesis kolesterol serta
meningkatkan ekspresi LDL (Low density lipoprotein) di hepar, meningkatkan
kolesterol HDL (High density lipoprotein) dan menghambat matriks
metalloproteinase (zat yang membuat plak stabil). Statin juga memiliki efek
menurunkan kolesterol LDL dan prekursornya dari sirkulasi. Disamping itu, statin
juga memiliki efek pleiotropik yaitu memperbaiki fungsi endotel, antiinflamasi,
anti oksidan dan anti thrombosis dan stabilisasi plak, sehingga pemberian statin
dianjurkan pada pasien dengan SKA dengan target LDL < 70 mg/dl tanpa melihat
usia.12
Pemberian ß-blocker pada pasien ini ditujukan untuk mengurangi angka
kematian. Karena kematian akirbat AMI adalah disebabkan oleh iskemik miokard,
arimia, disfungsi ventrikel kiri dan peningkatan saraf adrenergik. Dan fungsi ß-
29
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
blocker bersifat antiiskemik, antiaritmia, anti adrenergic, antitrombotik, dan
memperbaiki disfungsi ventrikel kiri. Dengan demikian dapat dipahami dapat
mengurangi mortalitas pada pasien AMI. Selain itu beberapa penelitian
menunjukkan pemberian ß-blocker pada jam-jam pertama AMI dapat membatasi
perluasan infark, dan mengurangi resiko reinfark. Maka dianjurkan pemberian ß-
blocker pada 24 jam pertama.6
Trombolitik biasanya diberikan sesegera mungkin setelah terjadi serangan
karena mereka hanya aktif terhadap pembekuan yang baru terbentuk yaitu belum
lebih 6 jam. Streptokinase bekerja secara tidak langsung yaitu mengaktifkan
plasminogen menjadi plasmin yang dapat melarutkan pembekuan darah.8
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Hal ini dikarenakan
sesuai dengan temuan stratifikasi resiko SKA yaitu berdasarkan Thrombolysis in
Myocardial Infarction (TIMI) risk score. Skor TIMI Risk pada pasien ini bernilai
1/14, maka odds of death adalah 0,3.
KESIMPULAN
30
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
Diagnosis Infark Miokard Akut dapat ditegakkan dengan gejala klinis dan
EKG. Nyeri dada kiri disertai sesak nafas, dengan ditemukannya perubahan EKG
berupa elevasi segmen ST dan Q patolagis merupakan gejala khas infark miokard.
Penanganan Infark Miokard Akut dilakukan secara cepat dan tepat di ruangan
intensif, meringankan beban jantung, menghilangkan nyeri iskemia, mengatur
tekanan darah dan frekuensi jantung, memberikan O2, revaskularisasi dengan
pengobatan trombolitik. Evaluasi pasien dengan melakukan pemantauan EKG,
ekokardiografi, angiografi dan PCI. Edukasi pasien perlu dilakukan untuk
memaksimalkan kualitas hidup pasien dengan menjelaskan penyakit dan
komplikasi yang mungkin terjadi, menjelaskan pengobatan yang akan diberikan
dan menganjurkan pasien untuk perbanyak istirahat, olahraga teratur, menghindari
makanan berlemak dan mengandung kolesterol tinggi, minum obat secara teratur
dan rutin melakukan kontrol ulang.
DAFTAR PUSTAKA
31
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
BLUD RSUZA BANDA ACEH
1. Lindenfeld, J. 2010. Evaluation and Management of Patients with Acute Decompensated Heart Failure. Journal of Cardiac Failure 16(6). http://www.heartfailureguideline.org/_assets/document/2010_heart_failure_guideline_sec_12.pdf .[diakses pada 29 Desember 2012].
2. Crouch, MA., DiDomenico, RJ., Rodgers, JE. 2006. Applying Consensus Guidelines in the Management of Acute Decompensated Heart Failure. California : 41st ASHP Midyear Clinical Meeting www.ashpadvantage.com/website_images/pdf/adhf_scios_06.pdf. [diakses pada:29 Desember 2012].
3. Majure DT, Teerlink J. 2011. Update on Manegement of Acute Heart Failure. University of California. San Fransisco. United State of America.
4. McBride, BF., White, M. 2003. Acute Decompensated Heart Failure: A Contemporary Approach to Pharmacotherapic Management. Pharmacotherapy 23(8).
5. McMurray, J., Adamopoulos, S., Anker, S., et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment. United Kingdom : The European Society of Cardiology 2012., 2012, Vol. 33. 1787–1847.
6. Joseph, SM., Cedars, AM., Ewald, GA., Geltman, EM., Mann, DL. 2009. Acute Decompensated Heart Failure. Texas heart Institute Journal 37(1): 135. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2801958/ [diakses pada: 31 Desember 2012].
7. Thygesen, K., Alpert, JS., Jaffe, AS., Simoons, ML., Chaitman, BR., White, HD. 2012. Third Universal Definition of Myocardial Infarction. European Heart Journal 33: 2551-67.
8. Dickstein K, Cohen SA, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, Atar D et al. 2008. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Journal of Heart Failure. http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/10/10/933.full.pdf #page= 1&view=FitH.[diakses pada: 29 Desember 2012].