Fibro Adenoma Mammae
-
Upload
pratama-aditya-biantoro -
Category
Documents
-
view
86 -
download
3
description
Transcript of Fibro Adenoma Mammae
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Rawa imi Rt 02 Rw 06 Teluk Naga
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk :
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : benjolan di payudara kiri
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Mochammad Ridwan Meureksa mengeluh terdapat
benjolan di payudara sebelah kiri sejak 1 tahun lalu. Keluhan ini awal nya kecil tetapi
lama kelamaan menjadi membesar,
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+)
DM (-)
Penyakit jantung (-)
Penyakit paru (-)
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : baik Kesadaran : CM
Vital Sign
Tekanan darah : 130/90
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,7
1
Kepala
Bentuk : normocephal
Rambut : hitam, lurus, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
Mata
Konjungtiva : anemis -/-
Sclera : ikterik -/-
Arcus senilis -/-
Pupil : isokor +/+
Reflex pupil +/+
Telinga
Bentuk : normotia
Liang : lapang
Mukosa : tidak hiperemis
Serumen : -/-
Membran timpani : intak /intak
Hidung
Bentuk : simetris
Deviasi : (-)
Secret : -/-
Concha : hipertrofi (-), hiperemis (-), oedem (-)
Mulut
Bibir : mukosa lembab
Lidah : coated tongue (-)
Tonsil : T1-T1
Mukosa Faring : tidak hiperemis
Leher
KGB : tidak ada pembesaran
Kel.thyroid : tidak ada pembesaran
JVP : 5 ± 0 cm/H2O
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
2
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : SN vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : BJ I & II regular, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan
Ekstremitas
Atas
Akral : hangat
Sianosis : -/-
Edema : -/-
Perfusi : CRT < 2 detik
Bawah
Akral : hangat
Sianosis : -/-
Edema : -/-
Perfusi : CRT < 2 detik
Neurologi
Reflex fisiologis
o Biceps : +/+
o Triceps : +/+
o Patella : +/+
o Achilles : +/+
Reflex patologis : -/-
3
Status lokalis regio mamae sinistra
Inspeksi : terda
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba hangat (+), konsistensi kenyal (+).
Perkusi : (-)
Auskultasi : (-)
1.4 Diagnosa
Diagnosis Kerja : fistula ani dan hemorrhoid eksterna
Diagnosis Banding : -
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Hb : 12,7 g/dl
Ht : 40 %
Leukosit : 5100/mm3
Trombosit : 234.000/mm3
BT : 2 menit
CT : 13 menit
Ureum/Creatinin : 26/0,90
SGOT/SGPT : 23/31
GDS : 64
Urin lengkap
Warna : kuning
Kejernihan : jernih
Eritrosit : 0-2/lbp
Leukosit : 1-3/lbp
pH : asam
urobilinogen +
darah samar –
keton –
bilirubin –
glukosa –
Kristal –
epitel sel +
4
1.6 Penatalaksanaan
Konservatif
Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gram
Injeksi gentamicin 2 x 80mg
Injeksi ranitidine 3 x 1
Drip ketorolac 3 x 1
Supp flagyl 3 x 500 mg
Syr laxadine 3 x C1
Kompres betadine/4 jam
Operatif
Fistulektomi
Hemorrhoidektomi
1.7 Prognosis
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad finctionam ad bonam
I.8 Follow Up
9/4/2013
S: rasa mengganjal di daerah anus
O: TD: 130/80 N: 84 P: 24 S: 36,7
Status lokalis regio perianal
Inspeksi : eksternal opening arah jam 7, 2cm dari anus, hiperemis, pus (+) , darah
(-). Hemorrhoid eksterna pada jam 11, 2 dan 3.
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba hangat (+), konsistensi kenyal (+).
Perkusi : (-)
Auskultasi : (-)
A: fistula ani dan hem eksterna
P: Pre op (puasa mulai jam 24.00)
5
10/4/2013
S: nyeri di perut bawah
O: TD: 120/80 N: 86 P: 20 S: 36,1
Status lokalis regio perianal
Inspeksi : luka bekas operasi, hiperemis (-), pus (-), darah (-).
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba hangat (+)
Perkusi : (-)
Auskultasi : (-)
A: Post op fistulektomi dan hemorrhoidektomi
P:
Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gram
Injeksi gentamicin 2 x 80mg
Injeksi ranitidine 3 x 1
Drip ketorolac 3 x 1
Supp flagyl 3 x 500 mg
Syr laxadine 3 x C1
Kompres betadine/4 jam
11/4/2013
S: nyeri di perut bawah
O: TD: 120/80 N: 80 P: 20 S: 36
Status lokalis regio perianal
Inspeksi : luka bekas operasi, hiperemis (-), hematom (-), pus (-), darah (-).
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba hangat (+)
Perkusi : (-)
Auskultasi : (-)
A: Post op fistulektomi dan hemorrhoidektomi
6
P:
Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gram
Injeksi gentamicin 2 x 80mg
Injeksi ranitidine 3 x 1
Drip ketorolac 3 x 1
Supp flagyl 3 x 500 mg
Syr laxadine 3 x C1
Kompres betadine/4 jam
12/4/2013
S: nyeri di luka operasi, perut terasa kembung
O: TD: 120/80 N: 80 P: 20 S: 36,5
Status lokalis regio perianal
Inspeksi : luka bekas operasi, hiperemis (-), hematom (-), pus (-), darah (-).
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba hangat (-)
Perkusi : (-)
Auskultasi : (-)
A: Post op fistulektomi dan hemorrhoidektomi
P:
Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gram
Injeksi gentamicin 2 x 80mg
Injeksi ranitidine 3 x 1
Drip ketorolac 3 x 1
Supp flagyl 3 x 500 mg
Syr laxadine 3 x C1
Kompres betadine/4 jam
13/4/2013
7
S: nyeri luka operasi berkurang, perut masih terasa kembung, sering BAK sehingga tidur
terganggu
O: TD: 110/80 N: 84 P: 20 S: 37,3
Status lokalis regio perianal
Inspeksi : luka bekas operasi tampak mengering, hiperemis (-), hematom (-), pus
(-), darah (-).
Palpasi : nyeri tekan perut bawah(+), VU teraba penuh, teraba hangat (-)
Perkusi : (-)
Auskultasi : (-)
A: Post op fistulektomi dan hemorrhoidektomi
P:
Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gram
Injeksi gentamicin 2 x 80mg
Injeksi ranitidine 3 x 1
Drip ketorolac 3 x 1
Supp flagyl 3 x 500 mg
Syr laxadine 3 x C1
Kompres betadine/4 jam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Payudara Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada
iga dua sampai iga enam, dari pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar
ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun, pada masa pubertas, payudara wanita lambat laun
akan membesar hingga membentuk setengah lingkaran, sedangkan pada pria tidak.
Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan lemak dan dipengaruhi oleh hormon-
hormon ovarium (Snell, 2006).
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan glandular (kelenjar) dan
jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus) dan salurannya
(ductus). Sedangkan jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Selain itu,
payudara juga memiliki aliran limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan dengan
timbulnya kanker maupun penyebaran (metastase) kanker payudara (Haryono dkk, 2011).
Menurut Saymor (2000) setiap payudara terdiri atas 15-20 lobus yang tersusun radier dan
berpusat pada papilla mamma. Saluran utama tiap lobus memiliki ampulla yang membesar
tepat sebelum ujungnya yang bermuara ke papilla. Tiap papilla dikelilingi oleh daerah kulit
yang berwarna lebih gelap yang disebut areola mamma. Pada areola mamma, terdapat
9
tonjolan-tonjolan halus yang merupakan tonjolan dari kelenjar areola di bawahnya. Jika
dilakukan perabaan pada payudara, akan terasa perbedaan di tempat yang berlainan. Pada
bagian lateral atas (dekat aksila), cenderung terasa bergumpal-gumpal besar. Pada bagian
bawah, akan terasa seperti pasir atau kerikil. Sedangkan bagian di bawah puting susu, akan
terasa seperti kumpulan biji yang besar. Namun, perabaan ini dapat berbeda pada orang yang
berbeda. (Mangunkusumo, 2006).
VaskularisasiVaskularisasi mammae terutama berasal dari
(1) cabang arteri mammaria interna;
(2) cabang lateral dari arteri interkostalis posterior; dan
(3) cabang dari arteri aksillaris termasuk arteri torakalis lateralis, dan cabang pectoral dari arteri torakoakromial
Aliran Limfa
Aliran limfe dari mammae kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Di aksila terdapat rata-rata 50 (berkisar dari 10 sampai 90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena brakialis. Enam kelompok kelenjar limf pada aksila yang diakui oleh ahli bedah adalah (1) kelompok vena aksila (lateral); (2) kelompok mammaria eksternal (anterior atau pectoral); (3) kelompok skapular (posterior atau subskapular); (4) kelompok sentral; (5) kelompok subklavikal (apical); dan (6) kelompok interpektoral (Rotter’s node).4,5
Menurut Hoskins et, al (2005) Untuk mempermudah menyatakan letak suatu kelainan,
payudara dibagi menjadi lima regio, yaitu :
1. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)
2. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)
3. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)
4. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)
5. Regio puting susu (nipple)
Gambar 2.1 Anatomi Payudara
10
Sumber: Rosai, 2002.
2.2. Tumor Payudara
2.2.1. Definisi Tumor Payudara
Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang terjadi secara
terus menerus (Kumar dkk, 2007). Dalam klinik, istilah tumor sering digunakan untuk semua
tonjolan dan diartikan sebagai pembengkakan, yang dapat disebabkan baik oleh neoplasma
maupun oleh radang, atau perdarahan. Neoplasma membentuk tonjolan, tetapi tidak semua
tonjolan disebabkan oleh neoplasma (Sukardja, 2000).
2.2.2. Etiologi dan Faktor Resiko Menurut Rosjidi (2000)
Sampai saat ini, penyebab pasti tumor payudara belum diketahui. Namun, ada beberapa
faktor resiko yang telah teridentifikasi, yaitu :
a. Jenis kelamin Wanita lebih beresiko menderita tumor payudara dibandingkan dengan pria.
Prevalensi tumor payudara pada pria hanya 1% dari seluruh tumor payudara.
b. Riwayat keluarga Wanita yang memiliki keluarga tingkat satu penderita tumor payudara
beresiko tiga kali lebih besar untuk menderita tumor payudara.
c. Faktor genetik Mutasi gen BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13
dapat meningkatkan resiko tumor payudara sampai 85%. Selain itu, gen p53, BARD1,
BRCA3, dan noey2 juga diduga meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
11
d. Faktor usia Resiko tumor payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia.
e. Faktor hormonal Kadar hormon yang tinggi selama masa reproduktif, terutama jika tidak
diselingi oleh perubahan hormon akibat kehamilan, dapat meningkatkan resiko terjadinya
tumor payudara.
f. Usia saat kehamilan pertama Hamil pertama pada usia 30 tahun beresiko dua kali lipat
dibandingkan dengan hamil pada usia kurang dari 20 tahun.
g. Terpapar radiasi
h. Intake alkohol
i. Pemakaian kontrasepsi oral Pemakaian kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko tumor
payudara. Penggunaan pada usia kurang dari 20 tahun beresiko lebih tinggi dibandingkan
dengan penggunaan pada usia lebih tua
2.2.3. Diagnosis
Diagnosis tumor payudara dapat ditegakkan dengan berdasarkan anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisik dasar dan pemeriksaan penunjang. Sedangkan diagnosis pasti adalah
pemeriksaan histopatologi anatomi (Siregar, 2003).
1. Anamnesa meliputi: riwayat timbulnya tumor, adanya faktor resiko untuk terjadinya tumor
payudara dan adanya tanda-tanda penyebaran tumor.
2. Pemeriksaan fisik dari tumor payudara Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
Menurut Djamaloeddin (2005), deteksi dini tumor payudara adalah suatu usaha untuk
menemukan adanya tumor yang belum lama tumbuh, masih kecil, masih lokal, dan belum
menimbulkan kerusakan yang berarti sehingga masih dapat disembuhkan. Deteksi dini
biasanya dilakukan pada orang-orang yang “kelihatannya sehat”, asimptomatik, atau pada
orang yang beresiko tinggi menderita tumor. Wanita usia 20 tahun ke atas sebaiknya
melakukan SADARI sebulan sekali, yaitu 7-10 hari setelah menstruasi. Pada saat itu,
pengaruh hormon ovarium telah hilang sehingga konsistensi payudara tidak lagi keras seperti
menjelang menstruasi. Untuk wanita yang telah menopause, SADARI sebaiknya dilakukan
setiap tanggal 1 setiap bulan agar lebih mudah diingat. Pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI) dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
12
a. Melihat payudara
b. Memijat payudara
c. Meraba payudara Jika ditemukan benjolan maka yang
akan dilakukan:
1. Lokasi tumor
2. Diskripsi tumor
Menurut Soeprianto (2003) klinis jinak dan ganas memberikan gambaran sebagai berikut:
klinis jinak memberikan gambaran
a. Bentuk bulat, teratur atau lonjong.
b. Permukaan rata
c. Konsistensi kenyal, lunak
d. Mudah digerakkan terhadap sekitar
e. Tidak nyeri tekan.
Klinis ganas memberikan gambaran
a. Permukaan tidak rata dan berbenjol-benjol
b. Tepi tidak rata
c. Bentuk tidak teratur
d. Konsistensi keras, padat
e. Batas tidak tegas
f. Sulit digerakkan terhadap jaringan sekitar
g. Kadang nyerti tekan
3. Pemeriksaan penunjang
a. Mammography
b. Ultrasound (USG)
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
d. Biopsi Terbuka : dilakukan dengan operasi seperti biasa dapat berupa pengangkatan
seluruh benjolannya (eksisi) atau sebagian saja (insisi). Tertutup : biopsi aspirasi
jarum halus (Djamaloeddin, 2005).
13
2.3. Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan alat diagnostik jaringan dengan cara memeriksa
sejumlah sel dari ekstra tumor atau nodul yang diambil dengan mempergunkan jarum dan
tabung suntik (Tambunan 1992).
2.3.1. Keuntungan Bajah
Penggunaan biopsi aspirasi dalam diagnosis tumor mempunyai dampak yang menguntungkan
baik ditinjau dari segi manejemen tumor, pelayanan onkologik rumah sakit maupun bagi
pasien (Tambunan 1992).
1. Dampak dalam menejemen tumor Ditinjau dari segi manejemen tumor, biopsi aspirasi
memberi dampak menguntungkan :
a. Menejemen tumor lebih sederhana.
b. Penggunaan alat canggih lebih selektif.
c. Tindakan biopsi yang tidak menguntungkan dapat dihindari.
d. Alternatif pengobatan dapat dilakukan segera.
2. Dampak terhadap pelayanan rumah sakit Teknik dan peralatan biopsi aspirasi yang
sederhana, murah dan cepat memberi dampak yang menguntungkan bagi pengelolaan rumah
sakit, terutama rumah sakit pemerintah :
a. Pelayanan onkologik dapat ditingkatkan
b. Biaya operasional rumah sakit menurun
3. Dampak terhadap pasien Teknik sederhana, murah, cepat dan tidak menimbulkan efek
samping yang berarti, memberi dampak yang menguntungkan sebagai berikut :
a. Biaya pemeriksaan lebih murah
b. Hasil pemeriksaan cepat, rasa cemas dan stres dipersingkat
c. Keinginan pasien konsultasi pada dokter meningkat dan kesempatan menemukan
kanker sedini mungkin lebih luas
d. Pasien mendapat pengobatan segera.
14
2.3.2. Keterbatasan Bajah Harus disadari bahwa jangkauan sitologi biopsi aspirasi terbatas.
a. Luasnya invasi tumor tidak dapat ditentukan.
b. Subtipe kanker tidak selalu dapat diidentifikasi.
c. Dapat terjadi negatif palsu. d. Harus ada kerja sama klinisi dengan patologis.
2.3.2. Indikasi Bajah
Hampir semua tumor dapat dilakukan biopsi aspirasi, baik yang letaknya superfisial palpable
ataupun tumor yang terletak di dalam rongga tubuh unpalpable dengan indikasi:
a. Membedakan tumor kistik, solid dan peradangan.
b. Diagnosis prabedah kanker sebagai pengganti diagnosis potong beku intra operatif
c. Diagnosis pertama pada wanita muda (kurang dari 30 tahun) dan wanita lanjut usia
d. Payudara yang telah dilakukan beberapa kali biopsi diagnostik
e. Penderita yang menolak operasi/anestesi
f. Nodul-nodul lokal atau regional setelah operasi mastektomi.
g. Kasus kanker payudara stadium lanjut yang sudah inoperabel.
h. Mengambil spesimen untuk kultur dan penelitian.
2.3.3. Tehnik Biopsi
Teknik biopsi aspirasi mencakup kegiatan mulai dari pendekatan pasien, mempersiapkan
peralatan, mengambil aspirat tumor dan membuat sediaan (Tambunan, 1992).
a. Persiapan alat Alat yang dipergunakan terdiri dari tabung suntik plastik ukuran 10 ml,
jarum halus, gagang pemegang tabung suntik, kaca objek dan desinfektan alkohol
atau betadin.
b. Pendekatan pasien
c. Dengan ramah pasien dianamnesis singkat. Wawancara singkat ini dibuat sedemikian
rupa, sehingga pasien tidak takut atau stres dan bersedia menjalani biopsi aspirasi.
Biopsi dilakukan dengan kelembutan hati dan rasa tanggung jawab terhadap sesama
manusia.
15
d. Pengambilan aspirat tumor
i. Tumor dipegang lembut
ii. Jarum diinsersi segera ke dalam tumor.
iii. Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal; tekanan di
dalam tabung menjadi negatif; jarum manuver mundur-maju. Dengan
cara demikian sejumlah sel massa tumor masuk ke dalam lumen jarum
suntik.
iv. Piston dalam tabung dikembalikan pada posisi semula dengan cara
melepaskan pegangan.
v. Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus, dikeringkan di udara
dan dikirimkan ke laboratorium pusat pemeriksaan kanker.
Gambar 2.2.Teknik biopsi aspirasi jarum halus (BAJH) Tumor Payudara Sumber:
Lestadi,1999.
FIBROADENOMA MAMAE
DEFINISIFibroadenoma merupakan neoplasma jinak yang terutama terdapat pada wanita muda berusia 15-25 tahun. Setelah menopause, tumor tersebut tidak lagi ditemukan. Fibroadenoma sering membesar mencapai ukuran 1 atau 2 cm. Kadang fibroadenoma tumbuh multiple (lebih 5 lesi pada satu mammae), tetapi sangat jarang. Pada masa adolesens, fibroadenoma tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang menopause, saat ransangan estrogen meningkat.4.5
INSIDENSFibroadenoma adalah lesi yang sering terjadi pada mammae; fibroadenoma terjadi secara asimptomatik pada 25% wanita. Fibroadenoma sering terjadi pada usia awal reproduktif dan waktu puncaknya adalah antara usia 15 dan 35 tahun. Dikatakan juga bahwa fibroadenoma ini lebih sering dan terjadi lebih awal pada wanita kulit hitam berbanding wanita kulit putih.. Insidens fibroadenoma menurun apabila usia menghampiri menopause yakni ketika involusi terjadi. Tumor multiple pada satu atau kedua mammae ditemukan pada 10-15% pasien.1,2
Dalam suatu penelitian, ditemukan bahwa insidens fibroadenoma adalah 7% sampai 13% pada wanita yang diperiksa klinik manakala hampir 9% ditemukan melalui autopsi. Fibroadenoma menempati hampir 50% dari biopsi mamae yang dikerjakan dan angka ini meningkat kepada 75% bagi biopsi yang dilakukan untuk wanita dibawah usia 20 tahun.13
ETIOPATOGENESISEtiologi dari fibroadenoma masih tidak diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya. Usia menarche, usia menopause dan terapi hormonal termasuklah kontrasepsi oral tidak merubah risiko terjadinya lesi ini. Faktor genetik juga dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya
16
riwayat keluarga (first-degree) dengan karsinoma mammae dikatakan meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.1,2,13
Fibroadenoma mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik dari mammae yang dikenal sebagai “kelainan dari pertumbuhan normal dan involusi”. Fibroadenoma sering terbentuk sewaktu menarche (15-25 tahun), waktu dimana struktur lobul ditambahkan ke dalam sistem duktus pada mammae. Lobul hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan dianggap merupakan bagian dari perkembangan mammae. Gambaran histologi dari lobul hiperplastik ini identik dengan fibroadenoma. Analisa dari komponen seluler fibroadenoma dengan Polymerase Chain Reaction (PRC) menunjukkan bahwa stromal dan sel epitel adalah poliklonal. Hal ini mendukung teori yang menyatakan bahwa fibroadenoma merupakan lesi hiperplastik yang terkait dengan kelainan dari maturitas normal mammae.1,13
Lesi ini merupakan hormone-dependent neoplasma distimulasi oleh laksasi sewaktu hamil dan mengalami involusi sewaktu perimenopause. Terdapat kaitan langsung antara penggunaan kontrasepsi oral sebelum usia 20 tahun dengan risiko terjadinya fibroadenoma. Pada pasien immunosupresi, virus Epstein-Barr memainkan peranan dalam pertumbuhan tumor ini.1
MORFOLOGINodul Fibroadenoma sering soliter, mudah digerakkan dengan diameter 1 hingga 10 cm. Jarang terjadinya tumor yang multiple dan diameternya melebihi 10 cm (giant fibroadenoma). Walau apa pun ukurannya, fibroadenoma ini sering “shelled out”. Gambaran makroskopik dari fibroadenoma yang telah dipotong adalah padat dengan warna uniform tank-white disertai dengan tanda softer yellow-pink yang menunjukkan area glandular. Gambaran histologi menunjukkan stroma fibroblastik longgar yang terdiri dari ruang seperti saluran (ductlike) dilapisi epithelium yang terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk. Ductlike atau ruang glandular ini dilapisi dengan lapisan sel tunggal atau multiple yang regular dan berbatas tegas serta membran basalis yang intak. Walaupun pada sebagian lesi, ruang duktal ini terbuka, bulat sampai oval dan regular (pericanaliculi fibroadenoma), sebagian yang lain dikompresi dengan proliferasi ekstensif dari stroma dan oleh karena itu, pada cross section Fibroadenoma terlihat seperti irregular dengan struktur berbentuk bintang (intracanaluculi fibroadenoma)15
GEJALA KLINIK
Sebagian besar fibroadenoma terjadi pada wanita muda berusia antara 16 sampai 24 tahun. Namun dengan pemeriksaan patologi untuk mendiagnosa fibroadenoma, disimpulkan bahwa usia median terjadinya fibroadenoma adalah menghampiri 30 tahun. Insidens fibroadenoma menurun apabila usia menghampiri menopause yakni ketika involusi terjadi. Pada waktu ini, fibroadenoma bisa mengalami kalsifikasi dan terlihat pada mammografi. Oleh karena itu, kebiasaannya fibroadenoma ini diidentifikasi menggunakan mammografi pada screening program. Fibroadenoma juga sering terdeteksi melalui pemeriksaan klinik dan pemeriksaan payudara sendiri.2,13
Fibroadenoma biasanya licin, berbentuk bulat atau lobulated dengan diameter 2 sampai 3 cm. Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol-benjol, dengan simpai licin dan konsistensi kenyal padat. Tumor ini tidak melekat pada jaringan sekitarnya dan amat mudah digerakkan. Tumor ini biasanya mobil kecuali yang terletak berdekatan nipple. Mayoritas dari tumor ini terdapat pada kuadran lateral superior dari mammae. Pada wanita muda, istilah
17
”breast mouse” digunakan untuk tumor ini. Pertambahan usia membuatkan mobilitas dari tumor berkurang karena restraining effects dari jaringan fibrotik. Pada wanita yang berusia, fibroadenoma memberi gambaran massa kecil, keras dan masih bisa mobil. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang dirasakan nyeri apabila ditekan.2,4,13
Hampir 10% pasien mempunyai presentasi fibroadenoma yang multiple dan sering terlihat pada wanita muda yang jaringan fibrotik sudah memenuhi mamaenya. Terdapat juga pasien dengan recurrent fibroadenoma dan hal ini sering terjadi pada wanita berkulit gelap dan individu oriental.2
DIAGNOSIS
Massa pada mammae merupakan presentasi tersering dari tumor benigna dan maligna. Gambar dibawah menjelaskan tentang alur penegakan diagnosis bagi pasien yang datang dengan keluhan benjolan pada mammae.16
Nipple discharge merupakan cairan (fisiologi atau patologi) yang keluar dari nipple. Gambar dibawah menunjukan alur penegakan diagnosis bagi pasien yang datang dengan keluhan nipple discharge.16
Pada pasien dengan usia kurang dari 25 tahun, diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan klinik walaupun dianjurkan untuk dilakukan aspirasi sitologi. Konfirmasi secara patologi diperlukan untuk menyingkirkan karsinoma seperti kanker tubular karena sering dikelirukan dengan penyakit ini. Fine-needle aspiration (FNA) sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat walaupun gambaran sel epitel yang hiperplastik bisa dikelirukan dengan neoplasia.2
Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui gambaran klinik pada pasien usia muda dan karena itu, mammografi tidak rutin dikerjakan. Pada pasien yang berusia, fibroadenoma memberikan gambaran soliter, lesi yang licin dengan densitas yang sama atau hampir menyerupai jaringan sekitar pada mammografi. Dengan pertambahan usia, gambaran stippled calcification terlihat lebih jelas.2
Ultrasonografi mammae juga sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit ini. Ultrasonografi dengan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosa yang akurat. Kriteria fibroadenoma yang dapat terlihat pada pemeriksaan ultrasonografi adalah massa solid berbentuk bulat atau oval, berbatas tegas dengan internal echoes yang lemah, distribusinya secara uniform dan dengan intermediate acoustic attenuation. Diameter massa hipoechoic yang homogenous ini adalah antara 1 – 20 cm.5,13
DIAGNOSIS BANDING
i. Tumor Phylloides Benigna : Neoplasma yang dicirikan dengan dua lapisan epitel yang terletak di dalam celah yang dikelilingi dengan komponen hiperseluler mesenkima. Sebagian besar dari kasus adalah benigna.18
ii. Tubular Adenoma : Lesi proliferasi benigna yang terdiri dari tubulus kecil yang uniform serta dilapisi sel epitel dan lapisan tipis dari sel mioepitel.18
PENATALAKSANAAN
18
Pengetahuan yang semakin meluas mengenai natural dari penyakit ini menyebabkan prosedur untuk mengangkat semua fibroadenoma ditinggalkan. Kebanyakkan dari fibroadenoma dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan tidak terdiagnosa dan karena itu, terapi konservatif dianjurkan. Sekiranya fibroadenoma ini tidak diterapi, kebanyakkannya akan berkembang secara perlahan dari 1 cm menjadi 3 cm dalam jangka waktu 5 tahun. Fase aktif perkembangannya adalah antara 6 sampai 12 bulan dimana ukurannya bisa berganda dari asal. Setelah itu, massa ini akan menjadi statik dan pada hampir 1/3 kasus, massa ini akan menjadi semakin kecil.2,5
Pada wanita di bawah usia 25 tahun, pengangkatan rutin tidak diperlukan. Terapi konservatif ini direkomendasikan untuk wanita di bawah usia 35 tahun dan harus dilakukan pemeriksaan sitologi setelah 3 bulan untuk menyingkirkan keganasan. Aturan ini membuatkan sebagian kecil dari kasus kanker tidak terdeteksi dan beberapa menyarankan pengangkatan fibroadenoma pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Eksisi ini bisa dilakukan dibawah pengaruh anestesi lokal atau general.2
Fibroadenoma residif setelah pengangkatan jarang terjadi. Sekiranya berlaku rekurensi, terdapat beberapa faktor yang diduga berpengaruh. Pertama, pembentukan dari truly metachronous fibroadenoma. Kedua, asal dari tumor tidak diangkat secara menyeluruh sewaktu operasi dan mungkin karena presentasi dari tumor phyllodes yang tidak terdiagnosa.2
PROGNOSIS
Melalui satu penelitian retrospektif, risiko terjadinya karsinoma mammae pada wanita dengan fibroadenoma meningkat 1.3 sampai 2.1 kali berbanding populasi umum. Peningkatan risiko ini persisten dan tidak berkurang dengan pertambahan masa.13
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston D, Oswari J.Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.1994.
3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.
Jakarta :EGC.2000.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2004.Hal 747-748
5. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006.
6. Werner Kahle ( Helmut Leonhardt,werner platzer ), dr Marjadi Hardjasudarma (alih
bahasa). 1998. Berwarna dan teks anatomi Manusia Alat – Alat Dalam. p:232.
19
7. Linchan W.M. 1994. Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II. EGC. Jakarta. Hal 56 – 59.
8. Syamsuhidayat R, Jong W.D. 2005. Buku Ajar Bedah pemeriksaan penunjang. EGC.
Jakarta :910 – 912.
9. Peter J, William C,editors. Benign Conditions of the Breast [PDB] In: Oxford
Textbook of Surgery, 2nd ed. UK : Oxford Press; 2000,p 106
20