FENOMENA DISTRIBUSI.doc
-
Upload
july-berybe -
Category
Documents
-
view
428 -
download
22
description
Transcript of FENOMENA DISTRIBUSI.doc
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Setiap zat memiliki kemampuan untuk melarut dalam pelarut tertentu, baik
dalam satu maupun dua pelarut. Pelarut tersebut ada yang dapat saling bercampur
seperti air dan alkohol maupun tidak saling bercampur seperti air dan minyak.
Kelarutan suatu zat dalam pelarut yang berbeda bila dibandingkan dengan
kelarutan zat tersebut dalam pelarut lainnya.
Dalam bidang farmasi terdapat banyak sediaan dalam membuat suatu obat.
Diantaranya adalah sediaan padat dan sediaan cair. Dalam suatu sediaan cair,
dapat digunakan suspensi ataupun emulsi. Keduanya merupakan campuran satu
atau lebih zat yang tidak terlarut. Ilmu farmasi yang digunakan untuk
mempelajarinya adalah ilmu partisi dalam fenomena distribusi.
Pada percobaan kali ini akan diukur seberapa besar fenomena distribusi
asam benzoat dan asam borat dalam medium air dan minyak.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui fenomena distribusi dari suatu zat dalam medium air dan
minyak.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Mendapatkan koefisien distribusi dari asam benzoat dan asam borat
terhadap air dan minyak.
I.3 Prinsip Percobaan
Penentuan koefisien distribusi asam benzoat dan asam borat dalam pelarut
air dan minyak kelapa berdasarkan perbandingan kadar suatu zat dalam dua
pelarut yang tidak saling bercampur berdasarkan reaksi netralisasi di mana sampel
dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator
phenolptalein hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah
muda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori umum
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat
terlarut dan pelarut, juga bergantung pada temperatur, tekanan, konstanta
dielektrik, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil tergantung pada hal
terbaginya zat terlarut. (4;558)
Bilamana suatu zat seperti asam oleat, dituangkan di atas permukaan air,
maka ia akan menyebar sebagai lapisan jika gaya adhesif antara molekul-molekul
asam oleat dan molekul-molekul air lebih besar daripada gaya kohesif di antara
molekul-molekul asam oleat sendiri. Yang dimaksud dengan lapisan di sini adalah
lapisan dupleks, untuk membedakannya dengan lapisan monomolekular. Lapisan
dupleks adalah cukup tebal sehingga permukaannya (batas antara asam oleat dan
udara) terpisah dari antarmukanya (batas antara air dan asam oleat). (3;116)
Kerja dari adhesi yaitu energi yang dibutuhkan untuk melawan gaya tarik
menarik antara molekul-molekul yang tidak sejenis. (3;934)
Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari
dua cairan yang tidak bercampur, zat itu akan mendistribusikan diri di antara
kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke
dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan
larutan maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara kedua lapisan dengan
perbandingan konsentrasi tertentu. (3;622)
Dengan melihat penyebaran minyak pada permukaan air, Harkins
menyatakan, jika minyak lebih suka pada dirinya sendiri daripada air, maka
minyak tidak akan menyebar, sedangkan jika ia lebih suka pada air dibandingkan
dirinya sendiri, maka minyak akan menyebar melapisi permukaan. Dengan
perkataan lain, penyebaran terjadi jika kerja dari adhesi (suatu ukuran gaya tarik
menarik antara minyak dengan air) lebih besar dari kerja kohesi. Dinyatakan
dengan cara lain, jika Wa-Wc nilainya positif, atau ditulis secara matematis, jika
Wa-Wc>0, minyak akan menyebar melapisi permukaan air. Selisih tersebut
dikenal sebagai koefisien penyebaran .(4;118)
Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1 dan
pelarut 2, persamaan kesetimbangan menjadi:
= K
Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan distribusi,
koefisien distribusi atau koefisien partisi. Persamaan yang dikenal dengan hukum
distribusi, jelas hanya dapat dipakai dalam larutan encer di mana koefisien
keaktifannya dapat diabaikan. (3;622)
Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi , karena prinsip ini
melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk di sini pengawetan sistem
minyak-air, kerja obat pada tempat yang tidak spesifik, absopsi dan distribusi obat
ke seluruh tubuh. (3;623)
II.2 Uraian Bahan
1. Asam benzoat (1;49)
Nama Resmi : Acidum benzoicum
Nama Lain : Asam benzoat
Kandungan : Asam benzoat mengandung tidak kurang dari
99,5% C7H6O2.
RM/BM : C7H6O2/122,12
Rumus Bangun : COOH
Pemerian : Hablur halus dan ringan; tidak berwarna; tidak
berbau.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam
lebih kurang 3 bagian etanol (95%)P, dalam 8
bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Penetapan Kadar : Timbang seksama 500 mg, larutkan dalam 15 ml
etanol (95%)P yang telah dinetralkan terhadap
larutan merah fenol P, tambahkan 20 ml air.
Titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N
menggunakan indikator larutan merah fenol P.
1 ml Natrium hidroksida 0,1 N setara dengan
12,21 mg C7H6O2.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Antiseptikum ekstern; antijamur
Kegunaan : Sebagai sampel.
2. Asam Borat (1 ; 49-50)
Nama Resmi : Acidum boricum
Nama Lain : Asam borat
RM/BM : H3BO3/122,12
Pemerian : Hablur, serbuk hablur putih atau sisik mengkilap
tidak berwarna; kasar; tidak berbau; rasa agak
asam dan pahit kemudian.
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air
mendidih, dalam 16 bagian etanol (95%)P dan
dalam 5 bagian gliserol P.
1 ml NaOH 1 N setara dengan 61,83 mg H3BO3
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Antiseptikum ekstern
Kegunaan : Sebagai sampel.
3. Aquades (1;96)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pelarut sampel
4. Natrium hidroksida (1;412)
Nama Resmi : Natrii hydroxydum
Nama Lain : Natrium hidroksida
RM/BM : NaOH/40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau
keeping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan
susunan hablur, putih, mudah meleleh basah.
Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol
(95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan penitrasi
5. Fenolftalein (2;662)
Nama Resmi : Phenolptaleinum
Nama Lain : Fenolftalein
RM/BM : C20H14O4/318,33
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan
lemah; tidak berbau; stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air;larut dalam
etanol;agak sukar larut dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai indikator
Trayek pH : 8,3-10
6. Minyak Kelapa (1;456)
Nama Resmi : Oleum cocos
Nama Lain : Minyak kelapa
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna atau kuning pucat;
bau khas; tidak tengik.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) p pada suhu
600 C; sangat mudah larut dalam kloroform P dan
dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik; terlindung dari
cahaya; di tempat sejuk
Kegunaan : Sebagai medium distribusi.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat-alat yang digunakan
1. Buret
2. Corong pisah
3. Erlenmeyer
4. Gelas ukur
5. Kain putih
6. Pipet volume 25 ml
7. Pipet tetes
8. Statif dan Klem
III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan
1. Asam benzoat
2. Asam borat
3. Aquadest
4. Kertas timbang
5. Phenolftalein
6. Minyak kelapa
7. Natrium Hidroksida baku 0,0833 N
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang asam borat dan asam benzoat masing-masing 100 mg sebanyak
dua kali.
3. Masing-masing sampel dilarutkan dengan 100 ml aquadest dalam labu
tentukur.
4. Diambil 25 ml sampel lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan dengan indikator pp sebanyak 3 tetes lalu dititrasi dengan
NaOH baku 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi merah muda (volume I).
5. Diambil lagi 25 ml larutan sampel lalu dimasukkan ke dalam corong pisah
(volume II).
6. Ke dalam corong pisah dimasukkan 25 ml minyak kelapa lalu dikojok.
7. Dibiarkan selama beberapa menit hingga memisah antara fase minyak dan
fase air.
8. Diambil bagian air dari dalam corong pisah
9. Ditambahkan dengan 3 tetes indikator pp lalu dititrasi dengan NaOH baku
0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah
muda.
10. Dihitung volume titrasi yang diperoleh.
11. Dihitung kadar sampel.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
IV.1 Tabel Pengamatan
Larutan I (Dengan penambahan minyak)
No Massa Zat Volume Titrasi
1. 100 mg Asam benzoatV1 = 0,5mlV2 = 0,9ml
2. 100 mg Asam boratV1 =1,5 mlV2 =1,3 ml
Larutan II ( Tanpa penambahan minyak)
No Massa Zat Volume Titrasi
1. 100 mg Asam benzoatV1 = 3,2 mlV2 = 3,1 ml
2. 100 mg Asam boratV1 =2,5 mlV2 =1,9ml
IV.2 Perhitungan
Perhitungan Kadar Zat di dalam air
% K =
a. Asam Benzoat
Larutan I (dengan penambahan minyak)
- untuk V1= 0,5 ml
% K = = 20,34%
- untuk V2 = 0,9 ml
% K = = 36,61%
% Kadar rata-rata =
Larutan II (tanpa penambahan minyak)
- untuk V1 = 3,2 ml
% K = = 130,19%
- untuk V2 = 3,1 ml
% K = = 126,12%
% Kadar rata-rata =
Kadar dalam minyak
% Kadar = % Kadar air - % Kadar camp. minyak
= 128,155% - 28,475%
= 99,68%
Koefisien distribusi =
=
b. Asam Borat
Larutan I (dengan penambahan minyak)
- untuk V1 = 1,5 ml
% K = = 30,90%
- untuk V2 = 1,3 ml
% K = = 26,78%
% Kadar rata-rata =
Larutan II (tanpa penambahan minyak)
- untuk V1 = 2,5 ml
% K = = 51,50%
- untuk V2 = 1,9 ml
% K = = 39,14%
% Kadar rata-rata =
Kadar dalam minyak
% Kadar = % Kadar air - % Kadar camp. minyak
= 45,32% - 28,84%
= 26,48%
Koefisien distribusi =
=
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini, dilakukan penentuan koefisien distribusi asam borat
dan asam benzoat yang terdistribusi antar dua pelarut yang tidak saling
bercampur, yaitu minyak dan air. Distribusi asam dalam fase air tergantung pada
konsentrasi ion hidrogen. Koefisien distribusi yaitu menunjukkan perbandingan
konsentrasi asam dalam dua fase.
Untuk asam borat, diketahui kelarutannya adalah dapat larut dalam 20
bagian air, dalam 3 bagian air mendidih, dalam 16 bagian etanol serta dalam 5
bagian gliserol. Jadi, asam borat memiliki kelarutan yang cukup baik dalam
beberapa pelarut organic. Sementara untuk asam benzoat, dapat larut dalam air
sebanyak 350 bagian, dalam etanol, kloroform serta dalam eter juga melarut
dengan perbandingan tertentu. Terlihat bahwa asam benzoat memiliki kelarutan
yang kurang/lebih kecil daripada asam borat.
Dalam percobaan ini kita menggunakan dua sampel yaitu asam borat dan
asam benzoat. Mula-mula sampel asam borat dan asam benzoat masing-masing
ditimbang sebanyak 100 mg secara duplo. Selanjutnya sampel dilarutkan dengan
100 ml aquadest. Larutan asam benzoat dan asam borat dipipet sebanyak 25 ml
menggunakan pipet volume lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dititrasi
dengan larutan baku NaOH 0,0833 N menggunakan indikator pp. larutan yang
tersisa dipipet lagi sebanyak 25 ml lalu dimasukkan ke dalam corong pisah dan
kemudian ditambahkan dengan 25 ml minyak kelapa dan dikocok sekuat
mungkin. Dilakukan agak lama. Pengocokan dilakukan dengan maksud untuk
mendistribusikan zat terlarut ke dalam pelarut dengan perbandingan konsentrasi
tertentu. Setelah pengocokan dilakukan, maka dibiarkan beberapa saat, dengan
tujuan untuk memisahkan antara kedua pelarut bisa sempurna. Ketidakcampuran
antara air dan minyak ini disebabkan oleh sifat fisikanya yang berbeda yaitu
perbedaan bobot jenis, perbedaan tegangan permukaan dan tingkat kepolaran
dimana air bersifat polar dibandingkan dengan minyak kelapa. Hal ini disebabkan
karena pada minyak kelapa terdapat atom karbon sehingga menyebabkan bentuk
stereokimianya simetris sehingga tidak memiliki momen dipol. Momen dipol
inilah yang menentukan kepolaran dari suatu zat.
Setelah memisah, lapisan air yang berada di bawah ditampung dalam
Erlenmeyer, sedangkan lapisan minyaknya dibuang. Hal ini dikarenakan lapisan
air dari pengocokan akan digunakan sebagai zat sampel yang akan dititrasi untuk
ditentukan kadarnya. Apabila lapisan minyak yang digunakan sebagai sampel
dititrasi maka akan terjadi saponofikasi atau penyabunan sehingga titik akhir
titrasinya tidak jelas. Lapisan air yang telah ditampung kemudian dititrasi dengan
NaOH 0,0833 N menggunakan indikator pp.
Metode titrasi yang dilakukan pada percobaan ini adalah metode
alkalimetri yaitu suatu metode penentuan kadar suatu sampel asam menggunakan
larutan baku basa dan indikator yang digunakan yaitu indikator pp dengan tryek
pH 8,3-10 (indikator basa).
Pada titrasi alkalimetri menggunakan indikator pp, titik akhir titrasi
diperoleh jika terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.
Mekanisme terjadinya perubahan warna tersebut yaitu pada saat larutan pentiter
mulai diteteskan dari atas buret maka akan terjadi reaksi antara analit yang
bersifat asam, dalam hal ini digunakan asam benzoat dan asam borat dan pentiter
yang bersifat basa, yaitu NaOH membentuk suatu larutan garam. Periatiwa ini
terjadi terus menerus hingga larutan asam tepat habis bereaksi dengan NaOH yang
disebut dengan titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen, perubahan warna belum
terjadi. Kelebihan satu tetes saja dari larutan NaOH akan menyebabkan perubahan
warna larutan dari tidak berwarna menjadi merah muda. Perubahan warna ini
berasal dari reaksi antara kelebihan basa dengan indikator pp.
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan, diperoleh koefisien
distribusi untuk masing-masing sampel yakni sam borat memiliki koefisien
distribusi 0,58 sedangkan asam benzoat koefisien distribusi adalah 0,78. jadi dapat
disimpulkan bahwa asam benzoat lebih banyak terdistribsi ke dalam minyak
dibandingkan ke dalam air sedangkan asam borat terjadi hal yang sebaliknya yaitu
lebih banyak terdistribusi ke dalam air dibandingkan ke dalam minyak.
Faktor-faktor kesalahan dalam percobaan ini adalah :
1. Pengambilan sampel dan larutan yang tidak akurat
2. Kesalahan pengamatan titik akhir titrasi.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Asam Borat memiliki koefisien distribusi sebesar 0,58
2. Asam Benzoat memiliki koefisien distribusi sebesar 0,78
VI.2 Saran
Sikap dan penjelasan asisten harap dipertahankan dan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dirjen POM, (1979), ”Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga”, Departemen Kesehatah RI, Jakarta.
2. Dirjen POM, (1995), ”Farmakope Indonesia, Edisi Keempat”, Departemen Kesehatah RI, Jakarta.
3. Martin, Alfred, (1990), ” Farmasi Fisik, Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik”, UIP Press, Jakarta.
4. Moechtar, (1989), ” Farmasi Fisika, Bagian Larutan dan Sistem Dispersi”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.