FENOMENA ALIH WAHANA KOMIK WEB 7 WONDERS...

15
FENOMENA ALIH WAHANA KOMIK WEB 7 WONDERS KARYA METALU: UPAYA MEMASYARAKATKAN SASTRA LISAN PADA GENERASI PENERUS BANGSA Uci Elly Kholidah Prodi Ilmu Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada [email protected] Abstrak Penelitian ini berawal dari adanya fenomena komik web berjudul 7 Wonders karya Metalu yang dirilis secara resmi pada 26 Juni 2016 di sebuah platform penerbitan digital gratis, LINE Webtoon. Karya tersebut merupakan hasil alih wahana dari sastra lisan yang berupa cerita rakyat Jaka Tarub (Jawa Tengah). Dalam karya ini, peneliti melihat bahwa pemanfaatan teknologi dalam menggangkat budaya dan tradisi Indonesia serta yang melibatkan anak muda secara langsung baik dalam bidang produksi dan target produksi dikatakan berhasil mencapai titik maksimal. Hal ini memberi dampak yang signifikan karena mengangkat dan mengalihwahanakan salah satu bentuk sastra lisan menjadi karya sastra elektronik yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat di berbagai generasi , utamanya yakni generasi muda yang merupakan penerus bangsa, melalui smartphone mereka. Kata kunci: alih wahana, sastra lisan, sastra elektronik, komik web PENDAHULUAN Indonesia memiliki jenis sastra lisan yang beragam. Meskipun belum ada laporan hasil inventarisasi yang komprehensif mengenai sastra lisan ini, sangat diyakini bahwa jenis sastra lisan sangat banyak yang terbentang dari wilayah Aceh sampai Papua. Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan dan diwariskan dari mulut ke mulut (Hutomo, 1991:1). Sastra lisan sebagai pengemban amanat sosial diharapkan dapat berfungsi untuk memberi pengaruh positif terhadap orang untuk berpikir mengenai baik-buruk, benar salah, dan cara hidupnya sendiri dan masyarakatnya. Kumpulan individu pemilik dan pendengar sastra lisan tersebut tentunya akan membentuk kelompok sosial dan akhirnya akan menghasilkan tata nilai kehidupan yang dipengaruhi oleh sastra lisan yang diharapkan. Diharapkan suatu saat nanti, sastra lisan akan menjadi salah satu sarana yang sangat ampuh untuk mengemban tata nilai

Transcript of FENOMENA ALIH WAHANA KOMIK WEB 7 WONDERS...

FENOMENA ALIH WAHANA KOMIK WEB 7 WONDERS KARYA METALU:

UPAYA MEMASYARAKATKAN SASTRA LISAN

PADA GENERASI PENERUS BANGSA

Uci Elly Kholidah Prodi Ilmu Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini berawal dari adanya fenomena komik web berjudul 7 Wonders karya Metalu

yang dirilis secara resmi pada 26 Juni 2016 di sebuah platform penerbitan digital gratis, LINE

Webtoon. Karya tersebut merupakan hasil alih wahana dari sastra lisan yang berupa cerita rakyat

Jaka Tarub (Jawa Tengah). Dalam karya ini, peneliti melihat bahwa pemanfaatan teknologi dalam

menggangkat budaya dan tradisi Indonesia serta yang melibatkan anak muda secara langsung

baik dalam bidang produksi dan target produksi dikatakan berhasil mencapai titik maksimal. Hal

ini memberi dampak yang signifikan karena mengangkat dan mengalihwahanakan salah satu

bentuk sastra lisan menjadi karya sastra elektronik yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat

di berbagai generasi , utamanya yakni generasi muda yang merupakan penerus bangsa, melalui

smartphone mereka.

Kata kunci: alih wahana, sastra lisan, sastra elektronik, komik web

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki jenis sastra lisan yang beragam. Meskipun belum ada laporan hasil

inventarisasi yang komprehensif mengenai sastra lisan ini, sangat diyakini bahwa jenis sastra lisan

sangat banyak yang terbentang dari wilayah Aceh sampai Papua. Sastra lisan adalah kesusastraan

yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan

secara lisan dan diwariskan dari mulut ke mulut (Hutomo, 1991:1).

Sastra lisan sebagai pengemban amanat sosial diharapkan dapat berfungsi untuk

memberi pengaruh positif terhadap orang untuk berpikir mengenai baik-buruk, benar salah, dan

cara hidupnya sendiri dan masyarakatnya. Kumpulan individu pemilik dan pendengar sastra lisan

tersebut tentunya akan membentuk kelompok sosial dan akhirnya akan menghasilkan tata nilai

kehidupan yang dipengaruhi oleh sastra lisan yang diharapkan. Diharapkan suatu saat nanti,

sastra lisan akan menjadi salah satu sarana yang sangat ampuh untuk mengemban tata nilai

kehidupan yang sesuai dengan tuntunan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Aspek-aspek yang

dimaksud adalah norma, adat istiadat, sosial budaya, didaktis, religius, dan historis (Yono, 2013:

72).

Sastra lisan merupakan salah satu tradisi yang berupa karya sastra dan telah beredar di

masyarakat melalui bahasa sebagai sarana utama. Meski sastra lisan masih tetap ada di tengah-

tengah masyarakat namun tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaannya sedikit tergeser karena

semakin majunya zaman di mana hal tersebut juga menuntut penyesuaian dari sastra lisan itu

sendiri. Hadirnya sastra tulis dan sastra elektronik justru sangat diharapkan dapat mendukung

eksistensi sastra lisan agar tetap dapat dikonsumsi oleh generasi mendatang.

Masuknya modernitas dalam sistem tatanan sosial masyarakat tampaknya memang

cukup memengaruhi tradisi dan sastra lisan yang ada. Mulai dengan semakin berkembangnya

media sastra berupa tulisan dan media elektronik hingga pengaruh budaya Barat pastinya

memberikan dampak yang cukup signifikan terkait sastra lisan itu sendiri. Tentunya hal ini

membuat para penggiat dan pemerhati budaya serta sastra melakukan berbagai upaya

pelestarian agar sastra lisan tidak punah sehingga tetap dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.

Salah satunya yakni memanfaatkan jenis sastra lain baik sastra tulis maupun sastra elektronik

untuk memperkuat eksistensi sastra lisan. Artikel ini berfokus pada kemampuan sastra elektronik

dalam memasyarakatkan kembali sastra lisan.

Sastra elektronik merupakan bagian dari perkembangan sastra dunia, yang saat ini berada

dalam semangat zaman digital-internet. Mau tidak mau, karya sastra harus bisa beradaptasi

dengan transformasi kode budaya tersebut agar dapat terus dinikmati oleh generasi selanjutnya.

Karena sadar atau tidak, bagaimanapun proses pertumbuhan sastra akan mengarah dan

berusaha menemukan bentuk yang lebih maju dan lebih sempurna sebagaimana terjadi pada

bidang yang lainnya.

Menurut David Bell (2007:11) studi tentang budaya cyber (cyberculture) mulai booming

sejak tahun 1990-an ketika media digital mengalami perkembangan pesat, terutama dalam

bidang sosiologi dan analisis teks dalam perspektif kebudayaaan dan kesusastraan. Budaya

digital, termasuk di dalamnya adalah sastra digital, menitikberatkan pada pendekatan tentang

bagaimana manusia berinteraksi dengan teknologi digital

Istilah sastra elektronik tidak bisa lepas dengan menggunakan pendekatan makna

“sastra” dan “elektronik”. Oleh karena itu, ketika unsur elektronik lebih memusatkan

perhatiannya pada hal-hal yang bersifat digital, kita tidak bisa memisahkan diri dari istilah sastra

digital. Sastra digital sendiri merupakan bagian dari budaya digital (cyberculture) sebagaimana

dinyatakan David Bell dalam bukunya Cyberculture Theorist: Manuel Castels and Donna Haraway,

cyberculture is divisible into several major territories: visionary technology, fringe science, avant-

garde, art, and pop culture (Dery via Bell: 4).

Fenomena perubahan bentuk dari sastra lisan menjadi sastra elektronik dapat

dikategorikan dalam proses alih wahana. Dalam bukunya, Sapardi menjelaskan bahwa alih

wahana merupakan perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain. Teeuw juga

berpendapat bahwa alih wahana adalah perubahan teks dari bentuk yang satu ke bentuk yang

lainnya sebagai perwujudan resepsi pembaca terhadap suatu teks. Kegiatan ini juga

menyadarkan kita bahwa sastra dapat bergerak ke sana ke mari, berubah-ubah unsur-unsurnya

agar bisa sesuai dengan wahananya yang baru (Damono, 2005: 96).

Proses alih wahana tersebut terjadi karena sebuah teks bersifat dan berpotensi terbuka

untuk perubahan yang disebabkan atas pembacaan dan penafsiran dari pembaca/ resepsi

pembaca (Limbong, 2015: 418). Resepsi pembaca dapat terwujud dalam berbagai bentuk.

Misalnya, seni pertunjukan, novel, legenda, cerita rakyat, dongeng yang dialihwahanakan

menjadi film atau sebaliknya, puisi yang diciptakan berdasarkan lukisan, atau musikalisasi puisi.

(Damono, 2005).

PEMBAHASAN

Dalam artikel ini, peneliti berfokus pada sastra berbentuk komik. Komik sendiri

sebenarnya telah mengalami sejarah yang cukup panjang. Gambar-gambar pertama ‘prasejarah’

komik dapat kita lihat di Candi Borobudur dan Prambanan. Sejarah komik Indonesia dapat

ditelusuri sampai ke masa prasejarah. Bukti pertama terdapat pada monumen-monumen

keagamaan yang terbuat dari batu itu. Kemudian, lebih dekat dengan masa kini, ada wayang

beber dan wayang kulit yang menampilkan tipe penceritaan dengan sarana gambar yang dapat

dianggap sebagai cikal bakal komik (Bonneff, 1998: 17-19).

Meskipun komik Indonesia lahir cukup dini, namun sebenarnya baru tumbuh pada awal

perang dunia. Di Solo, mingguan Ratu Timur memuat legenda kuno, Mentjari Puteri Hidjau, yang

digambar oleh Nasrun A.S. Pada masa pendudukan Jepang, pers dibrangus dan dimanfaatkan

untuk kepentingan propaganda Asia Timur Raya. Misalnya harian Sinar Matahari di Yogyakarta,

selain memuat Pak Leloer (1942), juga memuat legenda yang termasyhur, Roro Mendoet.

Legenda yang juru gambarnya B. Margono ini, tidak ada kaitannya dengan kekaisaran matahari

terbit (Bonneff, 1998: 21).

Dengan merambahnya digitalisasi ke berbagai bidang, komik pun mengalami proses

serupa. Hal ini ditandai dengan mulai membudayanya membaca komik secara online. Komik

digital yang dapat diakses online pun dapat ditemukan dengan sekali sentuh lewat layar

smartphone kita. Berdasarkan aplikasi digitalnya, komik digital dibagi menjadi 4 kelompok besar

antara lain sebagai berikut:

a. Digital production, yang dimaksud di sini merujuk pada proses berkarya dan

pembuatan komik digital dilakukan sepenuhnya on-screen.

b. Digital form merujuk pada komik yang berbentuk digital sehingga memiliki

kemampuan borderless (tidak perlu memerhatikan ukuran dan format kertas),

kemampuan timeless (lekang oleh waktu), dan kemampuan multimedia sehingga

memungkinkan komik dapat digabung dengan animasi terbatas, suara, dan

interaktivitas.

c. Digital delivery mengacu pada proses pengiriman atau metode distribusi yang bersifat

digital sehingga paperless dan high-mobility.

d. Digital convergence mengacu pada pengembangan komik dalam tautan media lain

yang juga berbentuk digital misalnya sebagai game, animasi, film, dsb.

Mungkin istilah komik web sendiri cukup asing bagi khalayak umum, namun jika kita

menyebutkan “Webtoon” istilah ini sudah familiar bagi kebanyakan orang terutama kaum muda

dan remaja Indonesia. Sebelum LINE Webtoon yang dirilis oleh NAVER Corp pada bulan Juni 2004,

terdapat fenomena Kang Ful yang melatarbelakangi lahirnya komik digital Korea setelah merilis

karyanya yang sangat terkenal berjudul Sunjeong Manhwa (Kisah Cinta) melalui portal Daum.net

pada 24 Oktober 2003. Melejitnya komik Kang Ful ditandai dengan banyaknya angka kunjungan

pada situs komik online-nya yang mencapai 36 juta kali pada bulan Mei 2006.

Fenomena Kang Ful tersebut berperan penting dalam perkembangan komik digital di

Korea. Setidaknya, kini ada dua portal besar yang menampung komikus-komikus lokal sehingga

mereka dapat memperkenalkan komik buatannya secara online yakni Daum (http://comic.

daum.net/ home) dan Naver (http://comic. naver.com/ index.nhn). Tentu saja hal ini tidak lepas

dari ajang bisnis bagi kedua perusahaan besar itu. Keduanya mengembangkan sistem di mana

jika komik tersebut laris di pangsa pasar dan mencetak angka kunjungan yang tinggi, maka

pembaca diwajibkan berlangganan untuk membaca komik favorit mereka.

Agaknya, Naver Corp. tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan akhirnya memutuskan

untuk Go International dan merilis layanannya ke seluruh dunia pada 2 Juli 2014. LINE Webtoon

menjadi produk utama Naver Corp selain Junior Naver dan Naver Blog. Seperti yang dilansir

langsung dari http://www.tribunnews.com/, LINE Webtoon adalah sebuah platform penerbitan

digital (tersedia di web dan mobile: Android dan iOS) gratis bagi para pembuat komik baik amatir

maupun profesional untuk menampilkan karya terbaik mereka kepada para penyuka komik di

seluruh dunia.

Tampaknya hal ini juga dimanfaatkan oleh komikus Indonesia untuk menerbitkan karya-

karya terbaiknya agar mampu bersaing dengan komikus dunia lainnya. Selain merilis komik-

komik lokal, Webtoon Indonesia yang dirilis secara resmi pada tanggal 30 April 2015 juga akan

memuat komik-komik dari Webtoon internasional yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Tentu saja hal tersebut akan memperkaya khazanah luar para komikus Indonesia agar dapat

bersaing dengan komik Internasional. Hal ini dapat dilihat dengan terbitnya komik Si Juki besutan

Faza Ibnu Ubaidillah (lebih dikenal sebagai Faza Meonk) yang sejak awal rilisnya telah mendapat

banyak pencapaian besar. Mulai dari rilis stiker LINE hingga meraih satu juta download hanya

dalam waktu kurang dari dua hari hingga akhirnya Si Juki hadir di LINE Webtoon berupa komik

yang bertemakan anak kos.

Jika Si Juki masuk ke dalam genre komedi dan lebih mengedepankan kehidupan kota

metropolitan Jakarta, maka berbeda dengan 7 Wonders karya Metalu. Komikus Indonesia asal

Banyuwangi yang lahir tanggal 24 November 1989 ini tampaknya benar-benar melakukan

eksplorasi besar-besaran terhadap sastra lisan yang menjadi bagian dari tradisi lisan Indonesia

yang eksistensinya mulai menyusut. Perlu diketahui bahwa 7 Wonders merupakan satu-satunya

komik yang dirilis di Webtoon yang mengangkat tema cerita rakyat sebagai alur/plot dalam

kisahnya. Dalam wawancara yang dilakukan dengan pengarang, hal tersebut dilakukan bukan

karena semata-mata dirinya tidak ingin mengembangkan kreatifitas dalam menciptakan alur

cerita yang lebih unik dan baru namun Metalu justru tertantang untuk tetap menggunakan

grand-plot kisah Jaka Tarub namun di sisi lain masih melakukan eksplorasi plot-plot lain dalam

penceritaannya dan penyesuaian kisah agar layak dikonsumsi oleh generasi saat ini.

Pengarang yang memiliki nama asli Luluk Nihayatul Maghfiroh ini miris melihat generasi

muda yang semakin tidak tahu dengan budaya negeri. Bahkan dirinya sempat menuturkan bahwa

ada sebuah komentar yang bertanya tentang kisah Jaka Tarub sendiri, padahal kisah Jaka Tarub

sudah sangat familiar di seluruh Indonesia dan merupakan salah satu kisah yang ditulis dalam

Babad Tanah Jawa. Bahkan dalam buku 366 Cerita Rakyat Nusantara yang disusun oleh

Mahyudin Al Mudra, setidaknya kurang lebih ada 11 cerita rakyat dari berbagai daerah di

Indonesia yang memiliki kemiripan pola dengan kisah Jaka Tarub. Beberapa di antaranya adalah

kisah Banta Seudang (Aceh), Mahligai Keloyang (Riau), Datu Pulut (Kalimantan Selatan), dsb.

Sebagai lulusan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Metalu memiliki kesadaran untuk terus

melestarikan budaya bangsa. Dorongan dan pendidikan yang didapatkannya saat menyelesaikan

studinya berperan penting dalam membentuk kesadaran tersebut. Selain itu, Metalu sebenarnya

sudah mengenal banyak kesenian dan budaya nusantara melalui ayahnya yang seorang guru dan

menggemari wayang.

Jika kita mengikuti cerita yang bahkan sekarang masih berlangsung dan diupdate setiap

hari Senin, maka yang ada adalah kemiripan cerita yang diangkat dalam 7 Wonders dengan

dongeng “Jaka Tarub dan 7 Bidadari”atau “Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan”. Beberapa lokasi

yang ada dalam komik ini pun memang ada di dunia nyata dan menginspirasi komikus untuk

menjadikannya lokasi awal dimulainya cerita antara Jaka dan Kenanga. Meski nama yang

digunakan bukanlah Jaka Tarub dan Nawangwulan, namun kemiripan ceritanya tidak perlu

diragukan lagi. Dengan adanya fenomena ini, peneliti melihat bahwa dijadikannya cerita rakyat

yang merupakan bagian sastra lisan Indonesia sebagai alur cerita utama dalam komik ini adalah

proses alih wahana yang dapat digunakan untuk melestarikan sastra lisan Indonesia.

.

Gambar 1 Gambar 2

Sedangkan untuk alur cerita 7 Wonders, kita dapat mengetahuinya melalui ketiga gambar

di bawah. Dimulai dari gambar 3 yang mana terdapat 7 bidadari yang tengah mandi di danau.

Adapun danau yang dimaksud adalah Paradise Park: Air Terjun Bidadari. Awal mulanya, Jaka yang

kaya raya jatuh miskin karena perusahaan ayahnya bangkrut. Hal itu membuat pamor dan

reputasi Jaka turun. Agar tidak stress, teman Jaka bernama Temon yang mendapatkan tiket gratis

liburan memberikan tiket itu kepada Jaka karena Temon ada kegiatan sehingga tidak bisa

berangkat berlibur. Saat berlibut di Air Terjun Bidadari, Jaka melihat 7 bidadari yang tengah

mandi.

Jaka pun teringat dengan kisah Jaka Tarub dan Bidadari Nawangwulan dan akhirnya Jaka

mencuri selendang salah satu bidadari (seperti yang dijelaskan dipaparkan pada gambar 4).

Setelah puas mandi dan bercengkerama, akhirnya para bidadari kembali ke kahyangan namun

satu bidadari bernama Kenanga tidak dapat kembali karena selendangnya tidak ada (gambar 5).

Ilustrasi di atas menggambarkan tempat yang ada di komik dan yang ada di dunia nyata Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Dari ketiga gambar yang diambil dari komik 7 Wonders, dapat disimpulkan bahwa Mentalu

memang terinspirasi dari dongeng Jaka Tarub dan 7 Bidadari (cerita rakyat dari Jawa Tengah)

yang kisahnya telah kita ketahui bersama dan ada dalam Babad Tanah Jawa.

Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5

Ilustrasi di atas menggambarkan penggunaan cerita rakyat Indonesia dalam komik online Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Seperti yang dijelaskan dalam artikel ini, peneliti melihat adanya penyesuaian cerita

dengan keadaan saat ini agar layak dikonsumsi dan sesuai dengan perkembangan zaman, seperti

penggunaan handphone, sosial media, sepeda motor, laptop, warnet, dsb.

Gambar 6 Gambar 7

Gambar 8 Gambar 9

Ilustrasi di atas menggambarkan penyesuaian cerita rakyat Indonesia dengan keadaan saat ini

Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Tidak hanya penggunaan barang-barang era modern, namun pengembangan ceritanya pun

dibuat dengan mengombinasikan antara unsur khayalan dan dunia nyata misalnya saat di

kahyangan terdapat badan riset dan teknologi.

Gambar 10 Gambar 11

Proses inilah yang disebut dengan penyaduran, penyaduran sendiri merupakan salah satu

bentuk resepsi yang khas selain penyalinan dan penerjemahan. Penyaduran adalah proses yang

kita ketahui dalam berbagai bentuk dalam sejarah sastra: sebuah teks digarap oleh seorang

penulis yang kemudian, dengan menyesuaikankannya dengan norma-noma baru, dengan

perubahan yang membuktikan pergeseran horison harapan pembawa, dengan penyesuaian

dengan jenis-jenis sastra baru, dengan pencocokan tahap bahasa baru, dan lain lain (Teeuw,

1984: 215).

Penyaduran terbagi menjadi tiga bentuk. Pertama, penyaduran karya sastra dalam bentuk

yang sama dengan sumbernya, melalui proses penyesuaian dalam unsur-unsur sastra agar sesuai

dengan tuntutan kebudayaan yang menjadi induknya. Kedua, penyaduran karya sastra ke bentuk

yang berbeda dengan sumbernya, puisi menjadi prosa atau sebaliknya, dan selanjutnya – tanpa

mengadakan perubahan atas beberapa unsurnya seperti latar, penokohan, dan alur. Ketiga,

penyaduran tradisi lisan ke karya sastra dengan mempertahankan beberapa unsurnya seperti

latar, penokohan, dan alur. Di dalamnya, terkadang terjadi juga peminjaman unsur tertentu dari

kebudayaan asing untuk dikembangkan dalam karya sastra (Damono, 2005: 109-110).

Ilustrasi di atas menggambarkan penyesuaian cerita rakyat Indonesia dengan keadaan saat ini

Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Dalam karya ini, pengarang melakukan penyaduran dengan bentuk ketiga. Beberapa

contoh penyaduran telah dijelaskan di atas. Adapun contoh yang lebih jelas adalah peminjaman

unsur tertentu dari kebudayan asing berupa penggunaan nada dering handphone namun tetap

mempertahankan budaya Indonesia dengan memanfaatkan lagu Lingsir Wengi.

Gambar 12

Gambar 13

Ilustrasi di atas dan di samping menggambarkan penyesuaian cerita rakyat Indonesia dengan keadaan saat ini. Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Selain itu, dalam komik ini juga terdapat

berbagai keterangan & penjelasan terkait tradisi

atau budaya dan asal usul nama yang ada dalam

komik ini dan biasanya disebut 7 Wonders +INFO.

Kolom ini merupakan sarana bagi pengarang untuk

mendeskripsikan beberapa hal dalam komik yang

dirasa perlu penjelasan lebih lanjut sesuai dengan

kenyataan dan sejarah yang sebenarnya. Seperti

yang dilakukan Metalu untuk meluruskan lagu

Lingsir Wingi yang terlanjur terkesan mistis karena

digunakan dalam produksi film horor tahun 2006.

Gambar 17

Gambar 17

Gambar 18 Gambar 18

Ilustrasi di atas menggambarkan penjelasan terkait asal usul nama yang ada dalam komik

Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Gambar 15 Gambar 16

Ilustrasi di atas menggambarkan penjelasan terkait tradisi atau budaya yang ada dalam komik

Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Gambar 19 Gambar 20

Ilustrasi di atas menggambarkan penjelasan terkait asal usul nama yang ada dalam komik Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Gambar 21 Gambar 22

Ilustrasi di atas menggambarkan penjelasan terkait asal usul nama yang ada dalam komik Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016

Komik ini pun juga memiliki rating yang bagus (9,74 dari 10) dan sering kali menduduki

peringkat atas tangga komik yang ditetapkan berdasarkan banyaknya tanda suka yang diberikan

oleh pembaca komik dan yang memfavoritkan komik ini. Tingginya antusiasme yang didapatkan

komik ini menjadi indikator bahwa pembaca menggemari dongeng yang dialihwahanakan ke

dalam bentuk sastra elektronik dengan beberapa penyesuaian yang relevan karena hal itu dirasa

lebih menghibur.

Mengingat bahwa pembaca LINE Webtoon berkisar pada para pembaca muda yang

kemungkinan berusia belasan tahun, karya ini tentu saja membantu memasyarakatkan budaya

Indonesia khususnya cerita rakyat dengan bentuk dan penyesuaian cerita dalam kemasan yang

lebih menarik dan baru. Terlebih lagi, pemanfaatan teknologi yang digunakan pengarang

memberikan kemudahan akses kepada seluruh elemen masyarakat untuk mengikuti kisah ini.

KESIMPULAN

Resepsi pembaca atas sebuah teks atau tradisi serta budaya dapat berupa berbagai

bentuk. Sebagai efek resepsi pembaca atas sebuah fenomena kesusastraan, maka muncullah

sebuah karya yang berupa alih wahana. 7 Wonders karya Metalu merupakan alih wahana dari

cerita rakyat berjudul Jaka Tarub yang merupakan bagian sastra lisan menjadi sebuah kisah

dalam jenis sastra elektronik. Sastra elektronik di sini justru berperan ikut membantu pelestarian

dan juga penyebaran sastra lisan kepada masyarakat, utamanya generasi muda penerus bangsa.

Perpaduan antara pemanfaatan teknologi dan budaya lokal digunakan untuk mengembangkan

karya sastra dalam bentuk lain serta memasyarakatkan karya sastra dalam bentuk yang lebih

keterkinian dan menghibur pembaca.

Dengan maraknya digitalisasi berbagai bidang di era sekarang, peneliti melihat bahwa

fenomena 7 Wonders karya Metalu ini mampu melihat celah baru untuk menghidupkan kembali

dan melestarikan budaya nusantara melalui media yang lebih mudah diakses dan memiliki

karakteristik yang baru. Penyesuaikan yang dilakukan pun cenderung memberikan dampak

positif terhadap masyarakat yang mengonsumsi karyanya. Sebagai satu-satunya karya yang

mengangkat cerita rakyat sebagai grand-plot, Metalu juga melakukan eksplorasi besar-besaran

kepada budaya lainnya seperti lagu dan permainan tradisional guna mengenalkan budaya daerah

dalam kancah nasional maupun internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Sri Wintala. 2013. Babad Tanah Jawa: Dari Nabi Adam hingga Mataram Islam.

Yogyakarta: Araska.

Al Mudra, Mahyudin dkk. 2008. 366 Cerita Rakyat Nusantara. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Bell, David. 2007. Cyberculture Theorist: Manuel Castels and Donna Haraway. London: Routledge

Critical Thinkers.

Bonneff, Marcel. 1998. Les Bandes Dessinees Indonesiennes diterjemahkan oleh Rahayu S.

Hidayat. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.

Hutomo, Saripan Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan: Pengantar Studi Lisan. Jatim: Hiski.

Limbong, Priscila Fitriasih. 2015. Alih Wahana pada Kitab Patahulrahman Upaya Mendekatkan

Sebuah Teks pada Masyarakatnya Kita. Jakarta: Jurnal Lektur Keagamaan.

Siswadi. 2013. Nirmana Nada Bertautan: Alih Wahana Rupa menjadi Bunyi. Yogyakarta: Jurnal

Seni & Budaya Panggung.

Sunyata. 2010. Tri Ubaya: Alih Wahana dari Pertunjukan Wayang menjadi Karawitan.

Yogyakarta: Resital.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Yono, Sri. 2013. Revitalisasi Mitos Gunung Siklop (Cycloop): Sebuah Alternatif Konservasi Danau

Sentani Melalui Sastra Lisan. Papua: Balai Bahasa.

http://www.veegraph.com/kenapa-komik-digital/ diakses pada tanggal 27 September 2016.

http://www.marketwatch.com/story/popular-mobile-webcomic-service-line-webtoon-debuts-

in-the-united-states-and-worldwide-2014-07-02 diakses pada tanggal 1 Oktober 2016.

http://www.sorotnews.com/berita/view/si-juki-kartun-rasa-anak.1718.html#.V-8TAYh95H1

diakses pada tanggal 1 Oktober 2016.

https://help.naver.com/support/contents/contents.nhn?serviceNo=10541&categoryNo=11597d

iakses pada tanggal 1 Oktober 2016.

http://www.webtoons.com/id diakses pada tanggal 27 Oktober 2016.