FENOMENA ALIH WAHANA KOMIK WEB 7 WONDERS...
Transcript of FENOMENA ALIH WAHANA KOMIK WEB 7 WONDERS...
FENOMENA ALIH WAHANA KOMIK WEB 7 WONDERS KARYA METALU:
UPAYA MEMASYARAKATKAN SASTRA LISAN
PADA GENERASI PENERUS BANGSA
Uci Elly Kholidah Prodi Ilmu Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Penelitian ini berawal dari adanya fenomena komik web berjudul 7 Wonders karya Metalu
yang dirilis secara resmi pada 26 Juni 2016 di sebuah platform penerbitan digital gratis, LINE
Webtoon. Karya tersebut merupakan hasil alih wahana dari sastra lisan yang berupa cerita rakyat
Jaka Tarub (Jawa Tengah). Dalam karya ini, peneliti melihat bahwa pemanfaatan teknologi dalam
menggangkat budaya dan tradisi Indonesia serta yang melibatkan anak muda secara langsung
baik dalam bidang produksi dan target produksi dikatakan berhasil mencapai titik maksimal. Hal
ini memberi dampak yang signifikan karena mengangkat dan mengalihwahanakan salah satu
bentuk sastra lisan menjadi karya sastra elektronik yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat
di berbagai generasi , utamanya yakni generasi muda yang merupakan penerus bangsa, melalui
smartphone mereka.
Kata kunci: alih wahana, sastra lisan, sastra elektronik, komik web
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki jenis sastra lisan yang beragam. Meskipun belum ada laporan hasil
inventarisasi yang komprehensif mengenai sastra lisan ini, sangat diyakini bahwa jenis sastra lisan
sangat banyak yang terbentang dari wilayah Aceh sampai Papua. Sastra lisan adalah kesusastraan
yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan
secara lisan dan diwariskan dari mulut ke mulut (Hutomo, 1991:1).
Sastra lisan sebagai pengemban amanat sosial diharapkan dapat berfungsi untuk
memberi pengaruh positif terhadap orang untuk berpikir mengenai baik-buruk, benar salah, dan
cara hidupnya sendiri dan masyarakatnya. Kumpulan individu pemilik dan pendengar sastra lisan
tersebut tentunya akan membentuk kelompok sosial dan akhirnya akan menghasilkan tata nilai
kehidupan yang dipengaruhi oleh sastra lisan yang diharapkan. Diharapkan suatu saat nanti,
sastra lisan akan menjadi salah satu sarana yang sangat ampuh untuk mengemban tata nilai
kehidupan yang sesuai dengan tuntunan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Aspek-aspek yang
dimaksud adalah norma, adat istiadat, sosial budaya, didaktis, religius, dan historis (Yono, 2013:
72).
Sastra lisan merupakan salah satu tradisi yang berupa karya sastra dan telah beredar di
masyarakat melalui bahasa sebagai sarana utama. Meski sastra lisan masih tetap ada di tengah-
tengah masyarakat namun tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaannya sedikit tergeser karena
semakin majunya zaman di mana hal tersebut juga menuntut penyesuaian dari sastra lisan itu
sendiri. Hadirnya sastra tulis dan sastra elektronik justru sangat diharapkan dapat mendukung
eksistensi sastra lisan agar tetap dapat dikonsumsi oleh generasi mendatang.
Masuknya modernitas dalam sistem tatanan sosial masyarakat tampaknya memang
cukup memengaruhi tradisi dan sastra lisan yang ada. Mulai dengan semakin berkembangnya
media sastra berupa tulisan dan media elektronik hingga pengaruh budaya Barat pastinya
memberikan dampak yang cukup signifikan terkait sastra lisan itu sendiri. Tentunya hal ini
membuat para penggiat dan pemerhati budaya serta sastra melakukan berbagai upaya
pelestarian agar sastra lisan tidak punah sehingga tetap dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.
Salah satunya yakni memanfaatkan jenis sastra lain baik sastra tulis maupun sastra elektronik
untuk memperkuat eksistensi sastra lisan. Artikel ini berfokus pada kemampuan sastra elektronik
dalam memasyarakatkan kembali sastra lisan.
Sastra elektronik merupakan bagian dari perkembangan sastra dunia, yang saat ini berada
dalam semangat zaman digital-internet. Mau tidak mau, karya sastra harus bisa beradaptasi
dengan transformasi kode budaya tersebut agar dapat terus dinikmati oleh generasi selanjutnya.
Karena sadar atau tidak, bagaimanapun proses pertumbuhan sastra akan mengarah dan
berusaha menemukan bentuk yang lebih maju dan lebih sempurna sebagaimana terjadi pada
bidang yang lainnya.
Menurut David Bell (2007:11) studi tentang budaya cyber (cyberculture) mulai booming
sejak tahun 1990-an ketika media digital mengalami perkembangan pesat, terutama dalam
bidang sosiologi dan analisis teks dalam perspektif kebudayaaan dan kesusastraan. Budaya
digital, termasuk di dalamnya adalah sastra digital, menitikberatkan pada pendekatan tentang
bagaimana manusia berinteraksi dengan teknologi digital
Istilah sastra elektronik tidak bisa lepas dengan menggunakan pendekatan makna
“sastra” dan “elektronik”. Oleh karena itu, ketika unsur elektronik lebih memusatkan
perhatiannya pada hal-hal yang bersifat digital, kita tidak bisa memisahkan diri dari istilah sastra
digital. Sastra digital sendiri merupakan bagian dari budaya digital (cyberculture) sebagaimana
dinyatakan David Bell dalam bukunya Cyberculture Theorist: Manuel Castels and Donna Haraway,
cyberculture is divisible into several major territories: visionary technology, fringe science, avant-
garde, art, and pop culture (Dery via Bell: 4).
Fenomena perubahan bentuk dari sastra lisan menjadi sastra elektronik dapat
dikategorikan dalam proses alih wahana. Dalam bukunya, Sapardi menjelaskan bahwa alih
wahana merupakan perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain. Teeuw juga
berpendapat bahwa alih wahana adalah perubahan teks dari bentuk yang satu ke bentuk yang
lainnya sebagai perwujudan resepsi pembaca terhadap suatu teks. Kegiatan ini juga
menyadarkan kita bahwa sastra dapat bergerak ke sana ke mari, berubah-ubah unsur-unsurnya
agar bisa sesuai dengan wahananya yang baru (Damono, 2005: 96).
Proses alih wahana tersebut terjadi karena sebuah teks bersifat dan berpotensi terbuka
untuk perubahan yang disebabkan atas pembacaan dan penafsiran dari pembaca/ resepsi
pembaca (Limbong, 2015: 418). Resepsi pembaca dapat terwujud dalam berbagai bentuk.
Misalnya, seni pertunjukan, novel, legenda, cerita rakyat, dongeng yang dialihwahanakan
menjadi film atau sebaliknya, puisi yang diciptakan berdasarkan lukisan, atau musikalisasi puisi.
(Damono, 2005).
PEMBAHASAN
Dalam artikel ini, peneliti berfokus pada sastra berbentuk komik. Komik sendiri
sebenarnya telah mengalami sejarah yang cukup panjang. Gambar-gambar pertama ‘prasejarah’
komik dapat kita lihat di Candi Borobudur dan Prambanan. Sejarah komik Indonesia dapat
ditelusuri sampai ke masa prasejarah. Bukti pertama terdapat pada monumen-monumen
keagamaan yang terbuat dari batu itu. Kemudian, lebih dekat dengan masa kini, ada wayang
beber dan wayang kulit yang menampilkan tipe penceritaan dengan sarana gambar yang dapat
dianggap sebagai cikal bakal komik (Bonneff, 1998: 17-19).
Meskipun komik Indonesia lahir cukup dini, namun sebenarnya baru tumbuh pada awal
perang dunia. Di Solo, mingguan Ratu Timur memuat legenda kuno, Mentjari Puteri Hidjau, yang
digambar oleh Nasrun A.S. Pada masa pendudukan Jepang, pers dibrangus dan dimanfaatkan
untuk kepentingan propaganda Asia Timur Raya. Misalnya harian Sinar Matahari di Yogyakarta,
selain memuat Pak Leloer (1942), juga memuat legenda yang termasyhur, Roro Mendoet.
Legenda yang juru gambarnya B. Margono ini, tidak ada kaitannya dengan kekaisaran matahari
terbit (Bonneff, 1998: 21).
Dengan merambahnya digitalisasi ke berbagai bidang, komik pun mengalami proses
serupa. Hal ini ditandai dengan mulai membudayanya membaca komik secara online. Komik
digital yang dapat diakses online pun dapat ditemukan dengan sekali sentuh lewat layar
smartphone kita. Berdasarkan aplikasi digitalnya, komik digital dibagi menjadi 4 kelompok besar
antara lain sebagai berikut:
a. Digital production, yang dimaksud di sini merujuk pada proses berkarya dan
pembuatan komik digital dilakukan sepenuhnya on-screen.
b. Digital form merujuk pada komik yang berbentuk digital sehingga memiliki
kemampuan borderless (tidak perlu memerhatikan ukuran dan format kertas),
kemampuan timeless (lekang oleh waktu), dan kemampuan multimedia sehingga
memungkinkan komik dapat digabung dengan animasi terbatas, suara, dan
interaktivitas.
c. Digital delivery mengacu pada proses pengiriman atau metode distribusi yang bersifat
digital sehingga paperless dan high-mobility.
d. Digital convergence mengacu pada pengembangan komik dalam tautan media lain
yang juga berbentuk digital misalnya sebagai game, animasi, film, dsb.
Mungkin istilah komik web sendiri cukup asing bagi khalayak umum, namun jika kita
menyebutkan “Webtoon” istilah ini sudah familiar bagi kebanyakan orang terutama kaum muda
dan remaja Indonesia. Sebelum LINE Webtoon yang dirilis oleh NAVER Corp pada bulan Juni 2004,
terdapat fenomena Kang Ful yang melatarbelakangi lahirnya komik digital Korea setelah merilis
karyanya yang sangat terkenal berjudul Sunjeong Manhwa (Kisah Cinta) melalui portal Daum.net
pada 24 Oktober 2003. Melejitnya komik Kang Ful ditandai dengan banyaknya angka kunjungan
pada situs komik online-nya yang mencapai 36 juta kali pada bulan Mei 2006.
Fenomena Kang Ful tersebut berperan penting dalam perkembangan komik digital di
Korea. Setidaknya, kini ada dua portal besar yang menampung komikus-komikus lokal sehingga
mereka dapat memperkenalkan komik buatannya secara online yakni Daum (http://comic.
daum.net/ home) dan Naver (http://comic. naver.com/ index.nhn). Tentu saja hal ini tidak lepas
dari ajang bisnis bagi kedua perusahaan besar itu. Keduanya mengembangkan sistem di mana
jika komik tersebut laris di pangsa pasar dan mencetak angka kunjungan yang tinggi, maka
pembaca diwajibkan berlangganan untuk membaca komik favorit mereka.
Agaknya, Naver Corp. tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan akhirnya memutuskan
untuk Go International dan merilis layanannya ke seluruh dunia pada 2 Juli 2014. LINE Webtoon
menjadi produk utama Naver Corp selain Junior Naver dan Naver Blog. Seperti yang dilansir
langsung dari http://www.tribunnews.com/, LINE Webtoon adalah sebuah platform penerbitan
digital (tersedia di web dan mobile: Android dan iOS) gratis bagi para pembuat komik baik amatir
maupun profesional untuk menampilkan karya terbaik mereka kepada para penyuka komik di
seluruh dunia.
Tampaknya hal ini juga dimanfaatkan oleh komikus Indonesia untuk menerbitkan karya-
karya terbaiknya agar mampu bersaing dengan komikus dunia lainnya. Selain merilis komik-
komik lokal, Webtoon Indonesia yang dirilis secara resmi pada tanggal 30 April 2015 juga akan
memuat komik-komik dari Webtoon internasional yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Tentu saja hal tersebut akan memperkaya khazanah luar para komikus Indonesia agar dapat
bersaing dengan komik Internasional. Hal ini dapat dilihat dengan terbitnya komik Si Juki besutan
Faza Ibnu Ubaidillah (lebih dikenal sebagai Faza Meonk) yang sejak awal rilisnya telah mendapat
banyak pencapaian besar. Mulai dari rilis stiker LINE hingga meraih satu juta download hanya
dalam waktu kurang dari dua hari hingga akhirnya Si Juki hadir di LINE Webtoon berupa komik
yang bertemakan anak kos.
Jika Si Juki masuk ke dalam genre komedi dan lebih mengedepankan kehidupan kota
metropolitan Jakarta, maka berbeda dengan 7 Wonders karya Metalu. Komikus Indonesia asal
Banyuwangi yang lahir tanggal 24 November 1989 ini tampaknya benar-benar melakukan
eksplorasi besar-besaran terhadap sastra lisan yang menjadi bagian dari tradisi lisan Indonesia
yang eksistensinya mulai menyusut. Perlu diketahui bahwa 7 Wonders merupakan satu-satunya
komik yang dirilis di Webtoon yang mengangkat tema cerita rakyat sebagai alur/plot dalam
kisahnya. Dalam wawancara yang dilakukan dengan pengarang, hal tersebut dilakukan bukan
karena semata-mata dirinya tidak ingin mengembangkan kreatifitas dalam menciptakan alur
cerita yang lebih unik dan baru namun Metalu justru tertantang untuk tetap menggunakan
grand-plot kisah Jaka Tarub namun di sisi lain masih melakukan eksplorasi plot-plot lain dalam
penceritaannya dan penyesuaian kisah agar layak dikonsumsi oleh generasi saat ini.
Pengarang yang memiliki nama asli Luluk Nihayatul Maghfiroh ini miris melihat generasi
muda yang semakin tidak tahu dengan budaya negeri. Bahkan dirinya sempat menuturkan bahwa
ada sebuah komentar yang bertanya tentang kisah Jaka Tarub sendiri, padahal kisah Jaka Tarub
sudah sangat familiar di seluruh Indonesia dan merupakan salah satu kisah yang ditulis dalam
Babad Tanah Jawa. Bahkan dalam buku 366 Cerita Rakyat Nusantara yang disusun oleh
Mahyudin Al Mudra, setidaknya kurang lebih ada 11 cerita rakyat dari berbagai daerah di
Indonesia yang memiliki kemiripan pola dengan kisah Jaka Tarub. Beberapa di antaranya adalah
kisah Banta Seudang (Aceh), Mahligai Keloyang (Riau), Datu Pulut (Kalimantan Selatan), dsb.
Sebagai lulusan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Metalu memiliki kesadaran untuk terus
melestarikan budaya bangsa. Dorongan dan pendidikan yang didapatkannya saat menyelesaikan
studinya berperan penting dalam membentuk kesadaran tersebut. Selain itu, Metalu sebenarnya
sudah mengenal banyak kesenian dan budaya nusantara melalui ayahnya yang seorang guru dan
menggemari wayang.
Jika kita mengikuti cerita yang bahkan sekarang masih berlangsung dan diupdate setiap
hari Senin, maka yang ada adalah kemiripan cerita yang diangkat dalam 7 Wonders dengan
dongeng “Jaka Tarub dan 7 Bidadari”atau “Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan”. Beberapa lokasi
yang ada dalam komik ini pun memang ada di dunia nyata dan menginspirasi komikus untuk
menjadikannya lokasi awal dimulainya cerita antara Jaka dan Kenanga. Meski nama yang
digunakan bukanlah Jaka Tarub dan Nawangwulan, namun kemiripan ceritanya tidak perlu
diragukan lagi. Dengan adanya fenomena ini, peneliti melihat bahwa dijadikannya cerita rakyat
yang merupakan bagian sastra lisan Indonesia sebagai alur cerita utama dalam komik ini adalah
proses alih wahana yang dapat digunakan untuk melestarikan sastra lisan Indonesia.
.
Gambar 1 Gambar 2
Sedangkan untuk alur cerita 7 Wonders, kita dapat mengetahuinya melalui ketiga gambar
di bawah. Dimulai dari gambar 3 yang mana terdapat 7 bidadari yang tengah mandi di danau.
Adapun danau yang dimaksud adalah Paradise Park: Air Terjun Bidadari. Awal mulanya, Jaka yang
kaya raya jatuh miskin karena perusahaan ayahnya bangkrut. Hal itu membuat pamor dan
reputasi Jaka turun. Agar tidak stress, teman Jaka bernama Temon yang mendapatkan tiket gratis
liburan memberikan tiket itu kepada Jaka karena Temon ada kegiatan sehingga tidak bisa
berangkat berlibur. Saat berlibut di Air Terjun Bidadari, Jaka melihat 7 bidadari yang tengah
mandi.
Jaka pun teringat dengan kisah Jaka Tarub dan Bidadari Nawangwulan dan akhirnya Jaka
mencuri selendang salah satu bidadari (seperti yang dijelaskan dipaparkan pada gambar 4).
Setelah puas mandi dan bercengkerama, akhirnya para bidadari kembali ke kahyangan namun
satu bidadari bernama Kenanga tidak dapat kembali karena selendangnya tidak ada (gambar 5).
Ilustrasi di atas menggambarkan tempat yang ada di komik dan yang ada di dunia nyata Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Dari ketiga gambar yang diambil dari komik 7 Wonders, dapat disimpulkan bahwa Mentalu
memang terinspirasi dari dongeng Jaka Tarub dan 7 Bidadari (cerita rakyat dari Jawa Tengah)
yang kisahnya telah kita ketahui bersama dan ada dalam Babad Tanah Jawa.
Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Ilustrasi di atas menggambarkan penggunaan cerita rakyat Indonesia dalam komik online Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Seperti yang dijelaskan dalam artikel ini, peneliti melihat adanya penyesuaian cerita
dengan keadaan saat ini agar layak dikonsumsi dan sesuai dengan perkembangan zaman, seperti
penggunaan handphone, sosial media, sepeda motor, laptop, warnet, dsb.
Gambar 6 Gambar 7
Gambar 8 Gambar 9
Ilustrasi di atas menggambarkan penyesuaian cerita rakyat Indonesia dengan keadaan saat ini
Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Tidak hanya penggunaan barang-barang era modern, namun pengembangan ceritanya pun
dibuat dengan mengombinasikan antara unsur khayalan dan dunia nyata misalnya saat di
kahyangan terdapat badan riset dan teknologi.
Gambar 10 Gambar 11
Proses inilah yang disebut dengan penyaduran, penyaduran sendiri merupakan salah satu
bentuk resepsi yang khas selain penyalinan dan penerjemahan. Penyaduran adalah proses yang
kita ketahui dalam berbagai bentuk dalam sejarah sastra: sebuah teks digarap oleh seorang
penulis yang kemudian, dengan menyesuaikankannya dengan norma-noma baru, dengan
perubahan yang membuktikan pergeseran horison harapan pembawa, dengan penyesuaian
dengan jenis-jenis sastra baru, dengan pencocokan tahap bahasa baru, dan lain lain (Teeuw,
1984: 215).
Penyaduran terbagi menjadi tiga bentuk. Pertama, penyaduran karya sastra dalam bentuk
yang sama dengan sumbernya, melalui proses penyesuaian dalam unsur-unsur sastra agar sesuai
dengan tuntutan kebudayaan yang menjadi induknya. Kedua, penyaduran karya sastra ke bentuk
yang berbeda dengan sumbernya, puisi menjadi prosa atau sebaliknya, dan selanjutnya – tanpa
mengadakan perubahan atas beberapa unsurnya seperti latar, penokohan, dan alur. Ketiga,
penyaduran tradisi lisan ke karya sastra dengan mempertahankan beberapa unsurnya seperti
latar, penokohan, dan alur. Di dalamnya, terkadang terjadi juga peminjaman unsur tertentu dari
kebudayaan asing untuk dikembangkan dalam karya sastra (Damono, 2005: 109-110).
Ilustrasi di atas menggambarkan penyesuaian cerita rakyat Indonesia dengan keadaan saat ini
Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Dalam karya ini, pengarang melakukan penyaduran dengan bentuk ketiga. Beberapa
contoh penyaduran telah dijelaskan di atas. Adapun contoh yang lebih jelas adalah peminjaman
unsur tertentu dari kebudayan asing berupa penggunaan nada dering handphone namun tetap
mempertahankan budaya Indonesia dengan memanfaatkan lagu Lingsir Wengi.
Gambar 12
Gambar 13
Ilustrasi di atas dan di samping menggambarkan penyesuaian cerita rakyat Indonesia dengan keadaan saat ini. Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Selain itu, dalam komik ini juga terdapat
berbagai keterangan & penjelasan terkait tradisi
atau budaya dan asal usul nama yang ada dalam
komik ini dan biasanya disebut 7 Wonders +INFO.
Kolom ini merupakan sarana bagi pengarang untuk
mendeskripsikan beberapa hal dalam komik yang
dirasa perlu penjelasan lebih lanjut sesuai dengan
kenyataan dan sejarah yang sebenarnya. Seperti
yang dilakukan Metalu untuk meluruskan lagu
Lingsir Wingi yang terlanjur terkesan mistis karena
digunakan dalam produksi film horor tahun 2006.
Gambar 17
Gambar 17
Gambar 18 Gambar 18
Ilustrasi di atas menggambarkan penjelasan terkait asal usul nama yang ada dalam komik
Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Gambar 15 Gambar 16
Ilustrasi di atas menggambarkan penjelasan terkait tradisi atau budaya yang ada dalam komik
Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Gambar 19 Gambar 20
Ilustrasi di atas menggambarkan penjelasan terkait asal usul nama yang ada dalam komik Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Gambar 21 Gambar 22
Ilustrasi di atas menggambarkan penjelasan terkait asal usul nama yang ada dalam komik Sumber: http://www.webtoons.com/id, 2016
Komik ini pun juga memiliki rating yang bagus (9,74 dari 10) dan sering kali menduduki
peringkat atas tangga komik yang ditetapkan berdasarkan banyaknya tanda suka yang diberikan
oleh pembaca komik dan yang memfavoritkan komik ini. Tingginya antusiasme yang didapatkan
komik ini menjadi indikator bahwa pembaca menggemari dongeng yang dialihwahanakan ke
dalam bentuk sastra elektronik dengan beberapa penyesuaian yang relevan karena hal itu dirasa
lebih menghibur.
Mengingat bahwa pembaca LINE Webtoon berkisar pada para pembaca muda yang
kemungkinan berusia belasan tahun, karya ini tentu saja membantu memasyarakatkan budaya
Indonesia khususnya cerita rakyat dengan bentuk dan penyesuaian cerita dalam kemasan yang
lebih menarik dan baru. Terlebih lagi, pemanfaatan teknologi yang digunakan pengarang
memberikan kemudahan akses kepada seluruh elemen masyarakat untuk mengikuti kisah ini.
KESIMPULAN
Resepsi pembaca atas sebuah teks atau tradisi serta budaya dapat berupa berbagai
bentuk. Sebagai efek resepsi pembaca atas sebuah fenomena kesusastraan, maka muncullah
sebuah karya yang berupa alih wahana. 7 Wonders karya Metalu merupakan alih wahana dari
cerita rakyat berjudul Jaka Tarub yang merupakan bagian sastra lisan menjadi sebuah kisah
dalam jenis sastra elektronik. Sastra elektronik di sini justru berperan ikut membantu pelestarian
dan juga penyebaran sastra lisan kepada masyarakat, utamanya generasi muda penerus bangsa.
Perpaduan antara pemanfaatan teknologi dan budaya lokal digunakan untuk mengembangkan
karya sastra dalam bentuk lain serta memasyarakatkan karya sastra dalam bentuk yang lebih
keterkinian dan menghibur pembaca.
Dengan maraknya digitalisasi berbagai bidang di era sekarang, peneliti melihat bahwa
fenomena 7 Wonders karya Metalu ini mampu melihat celah baru untuk menghidupkan kembali
dan melestarikan budaya nusantara melalui media yang lebih mudah diakses dan memiliki
karakteristik yang baru. Penyesuaikan yang dilakukan pun cenderung memberikan dampak
positif terhadap masyarakat yang mengonsumsi karyanya. Sebagai satu-satunya karya yang
mengangkat cerita rakyat sebagai grand-plot, Metalu juga melakukan eksplorasi besar-besaran
kepada budaya lainnya seperti lagu dan permainan tradisional guna mengenalkan budaya daerah
dalam kancah nasional maupun internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Sri Wintala. 2013. Babad Tanah Jawa: Dari Nabi Adam hingga Mataram Islam.
Yogyakarta: Araska.
Al Mudra, Mahyudin dkk. 2008. 366 Cerita Rakyat Nusantara. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Bell, David. 2007. Cyberculture Theorist: Manuel Castels and Donna Haraway. London: Routledge
Critical Thinkers.
Bonneff, Marcel. 1998. Les Bandes Dessinees Indonesiennes diterjemahkan oleh Rahayu S.
Hidayat. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.
Hutomo, Saripan Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan: Pengantar Studi Lisan. Jatim: Hiski.
Limbong, Priscila Fitriasih. 2015. Alih Wahana pada Kitab Patahulrahman Upaya Mendekatkan
Sebuah Teks pada Masyarakatnya Kita. Jakarta: Jurnal Lektur Keagamaan.
Siswadi. 2013. Nirmana Nada Bertautan: Alih Wahana Rupa menjadi Bunyi. Yogyakarta: Jurnal
Seni & Budaya Panggung.
Sunyata. 2010. Tri Ubaya: Alih Wahana dari Pertunjukan Wayang menjadi Karawitan.
Yogyakarta: Resital.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Yono, Sri. 2013. Revitalisasi Mitos Gunung Siklop (Cycloop): Sebuah Alternatif Konservasi Danau
Sentani Melalui Sastra Lisan. Papua: Balai Bahasa.
http://www.veegraph.com/kenapa-komik-digital/ diakses pada tanggal 27 September 2016.
http://www.marketwatch.com/story/popular-mobile-webcomic-service-line-webtoon-debuts-
in-the-united-states-and-worldwide-2014-07-02 diakses pada tanggal 1 Oktober 2016.
http://www.sorotnews.com/berita/view/si-juki-kartun-rasa-anak.1718.html#.V-8TAYh95H1
diakses pada tanggal 1 Oktober 2016.
https://help.naver.com/support/contents/contents.nhn?serviceNo=10541&categoryNo=11597d
iakses pada tanggal 1 Oktober 2016.
http://www.webtoons.com/id diakses pada tanggal 27 Oktober 2016.