Fenol Sebagai Anti Bakteri

22
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umat manusia dalam kehidupannya dikelilingi oleh bahan-bahan organik alami yang berasal dari tumbuh - tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Oleh karena itu, munculnya peradaban di muka bumi ini banyak sekali ditentukan oleh bahan - bahan alam hayati yang digunakan oleh umat manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup, seperti pangan,sandang, papan, energi, wangi-wangian, zat warna, insektisida, herbisida, dan obat-obatan.Indonesia yang beriklim tropis memiliki sumber daya alam hayati yang sangat beranekaragam, di mana salah satu potensi keanekaragaman hayati tersebut adalah hutan. Berdasarkan penelitian terhadap keanekaragaman hayati dari hutan tropis Indonesia, disimpulkan bahwa hampir 17 % dari spesies yang ada dipermukaan bumi terdapat di Indonesia. Hutan tropik Indonesia terdapat tumbuh - tumbuhan yang peranannya dalam era teknologi tidak kalah pentingnya dengan sumber daya alam lainnya seperti gas, batu bara, mineral, dan lain-lain. Dari segi kimia, sumber daya alam hayati ini merupakan sumber-sumber senyawa kimia yang tak terbatas jenis maupun jumlahnya. Dengan demikian keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman kimiawi yang mampu menghasilkan bahan-bahan kimia baik untuk kebutuhan manusia maupun organisme lain seperti untuk obat - obatan, insektisida, kosmetika, dan sebagai bahan dasar sintesa senyawa organik yang lebih bermanfaat. Keanekaragaman sumber daya alam hayati di Indonesia ini merupakan sumber senyawa kimia, baik berupa senyawa metabolit primer seperti protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan untuk pertumbuhannya maupun senyawa metabolit sekunder seperti terpenoid, 1 | Page

description

000 jenis senyawa.Akhir-akhir ini senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder pada berbagai jenis tumbuhan telah banyak dimanfaatkan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan antibakteri dan lain sebagainya. Kendala yang sering dihadapi dalam dunia perikanan salah satunya adalah serangan penyakit. Penyakit secara umum dibedakan menjadi dua yaitu penyakit infeksi dan bukan infeksi, penyakit infeksi merupakan permasalahan utama dalam kegiatan budidaya yang disebabkan oleh virus, bakteri, fungi dan parasit. Oleh karena itu, mengingat betapa bermanfaatnya senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder tersebut bagi umat manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, maka dirasa perlu untuk mempelajari lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa metabolit sekunder dimana pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai senyawa Fenol sebagai antibakteri.

Transcript of Fenol Sebagai Anti Bakteri

Page 1: Fenol Sebagai Anti Bakteri

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umat manusia dalam kehidupannya dikelilingi oleh bahan-bahan organik alami yang

berasal dari tumbuh - tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Oleh karena itu, munculnya

peradaban di muka bumi ini banyak sekali ditentukan oleh bahan - bahan alam hayati yang

digunakan oleh umat manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup, seperti

pangan,sandang, papan, energi, wangi-wangian, zat warna, insektisida, herbisida, dan obat-

obatan.Indonesia yang beriklim tropis memiliki sumber daya alam hayati yang sangat

beranekaragam, di mana salah satu potensi keanekaragaman hayati tersebut adalah hutan.

Berdasarkan penelitian terhadap keanekaragaman hayati dari hutan tropis Indonesia,

disimpulkan bahwa hampir 17 % dari spesies yang ada dipermukaan bumi terdapat di

Indonesia.

Hutan tropik Indonesia terdapat tumbuh - tumbuhan yang peranannya dalam era

teknologi tidak kalah pentingnya dengan sumber daya alam lainnya seperti gas, batu bara,

mineral, dan lain-lain. Dari segi kimia, sumber daya alam hayati ini merupakan sumber-sumber

senyawa kimia yang tak terbatas jenis maupun jumlahnya. Dengan demikian keanekaragaman

hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman kimiawi yang mampu menghasilkan bahan-

bahan kimia baik untuk kebutuhan manusia maupun organisme lain seperti untuk obat - obatan,

insektisida, kosmetika, dan sebagai bahan dasar sintesa senyawa organik yang lebih

bermanfaat.

Keanekaragaman sumber daya alam hayati di Indonesia ini merupakan sumber

senyawa kimia, baik berupa senyawa metabolit primer seperti protein, karbohidrat, lemak yang

digunakan sendiri oleh tumbuhan untuk pertumbuhannya maupun senyawa metabolit sekunder

seperti terpenoid, steroid, kurmarin, flavonoid dan alkaloid yang umumnya mempunyai

kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan hama

penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Secara evolusi, tumbuhan telah

mengembangkan bahan kimia yang merupakan produk metabolit sekunder sebagai alat

pertahanan terhadap serangan organisme pengganggu. Tumbuhan sebenarnya kaya akan

bahan bioaktif. Walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah

teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampui

400.000 jenis senyawa.

Akhir-akhir ini senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder pada berbagai jenis

tumbuhan telah banyak dimanfaatkan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan

1 | P a g e

Page 2: Fenol Sebagai Anti Bakteri

antibakteri dan lain sebagainya. Kendala yang sering dihadapi dalam dunia perikanan salah

satunya adalah serangan penyakit. Penyakit secara umum dibedakan menjadi dua yaitu

penyakit infeksi dan bukan infeksi, penyakit infeksi merupakan permasalahan utama dalam

kegiatan budidaya yang disebabkan oleh virus, bakteri, fungi dan parasit. Oleh karena itu,

mengingat betapa bermanfaatnya senyawa-senyawa hasil metabolit sekunder tersebut bagi

umat manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, maka dirasa perlu untuk

mempelajari lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa metabolit sekunder dimana pada makalah

ini akan dibahas lebih lanjut mengenai senyawa Fenol sebagai antibakteri.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dijawab dalam makalah ini adalah mengenai mekanisme

fenol sebagai agen antibakteri melalui studi riset dengan berbagai bahan-bahan alam yang

terkandung bioaktif fenol.

1.3 Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah mengenai mekanisme

fenol sebagai agen antibakteri melalui studi riset dengan berbagai bahan-bahan alam yang

terkandung bioaktif fenol.

II. METODA PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penyusunan malakah ini adalah studi literatur yakni studi

buku dan jurnal-jurnal internasional yang berkaitan fenol sebagai agen antibakteri.

2 | P a g e

Page 3: Fenol Sebagai Anti Bakteri

III. PEMBAHASAAN

3.1 Pengertian Senyawa Fenol

Fenol dan senyawa turunannya adalah senyawa yang digunakan secara luas sebagai

bahan baku dalam dunia industri kimia seperti dalam industri farmasi, industry perminyakan dan

petrokimia, industry kulit dan industry cat. Pengolahan fenol dalam beberapa industry tersebut

tentunya sangat memungkinkan sisa bahan fenol dalam limbah terutama limbah cair. Disisi

lain,fenol dan senyawa turunannya merupakan zat berbahaya dan beracun. Dalam konsentrasi

tertentu masuknya fenol dan turunannya dapat menyebabkan efek karsinogenik pada binatang

dan manusia. Pada konsentrasi tertentu fenol dan uap fenol yang terkondensasi dapat

mengganggu dan membahayakan cytokhrom P-450 melalui konversi menjadi cytokhrom P-420,

sedangkan pada konsentrasi sangat rendah dapat mengganggu aktivitas monooksigenase.

Paraklorofenol misalnya, merupakan salah satu senyawa turunan fenol yang juga banyak

digunakan dalam dunia industry serta sebagai bahan pestisida. Efek yang ditimbulkan oleh

senyawa turunan fenol ini juga tak kalah berbahayanya dibandingkan fenol,apalagi melihat

penggunaannya sebagai pestisida dalam dunia pertanian.

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki

bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5O H dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang

berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol berasal dari Fenil Alkohol (Phenyl Alcohol). Selain itu,

nama fenol juga merujuk pada beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan

dengan gugus hidroksil.

3 | P a g e

Page 4: Fenol Sebagai Anti Bakteri

Gambar 1. Struktur fenol sebagai antibakteri

3.2 Karakteristik

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat

yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.

Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air.

Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan

dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan

yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan

pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang

mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya (Clark, 2006)

3.3 Mekanisme Fenol sebagai antibakteri

Kelompok bahan antibakteri adalah fenol, alkohol, halogen, logam berat, detergen,

aldehida, dan kemosterilisator gas. Dari sekian banyak contoh di atas, senyawa fenol paling

banyak digunakan karena senyawa tersebut tidak hanya terdapat pada antibiotik sintetik,

namun pada senyawa alam yang dikenal sebagai polifenol. Apabila digunakan bekerja dengan

merusak membran sitoplasma secara total dengan mengendapkan protein sel. Akan tetapi bila

dalam konsentrasi rendah, fenol merusak membran sel yang menyebabkan kebocoran

metabolit penting dan menginaktifkan bakteri (Madigan, 2005).

Mekanisme fenol sebagai agen antibakteri adalah meracuni protoplasma, merusak dan

menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar

mampu menginaktifkan enzim essensial di dalam sel bakteri meskipun dalam konsentrasi yang

sangat rendah. Fenol dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri, denaturasi protein,

menginaktifkan enzim dan menyebabkan kebocoran sel. Corn dan Stumpf (1976)

menambahkan bahwa fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam lemah sehingga

disebut juga asam karbolat. Sebagai asam lemah senyawa-senyawa fenolik juga dapat

terionisasi melepaskan ion Hˉ dan meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif.

Kondisi yang bermuatan negatif ini akan ditolak oleh dinding sel bakteri garam positif yang

4 | P a g e

Page 5: Fenol Sebagai Anti Bakteri

secara alami juga bermuatan negatif. Kondisi yang asam pada senyawa tersebut menyebabkan

fenol dapat bekerja menghambat pertumbuhan bakteri.

3.4 Studi Riset Terkait Peran Fenol Sebagai Antibakteri

3.4.1 Aktivitas antibakteri dari Ekstrak Tanaman Berbeda dan Uji fenol, fitokimia pada

bakteri Paenibacillus larvae ( Mărghitaş et al., 2011)

Tanaman Fenolat merupakan salah satu kelompok utama dari senyawa yang berperan

sebagai antioksidan, serta efek antimikroba. Flavonoid, ini kelompok yang beragam dan

senyawa alami luas yang paling penting fenolat alami. Mereka memiliki spektrum yang luas dari

aktivitas biologis, termasuk sifat radikal dan efek antibakteri. Oleh karena itu, jumlah fenol dan

kandungan flavonoid dalam kemangi, jelatang, thyme dan yarrow terdaftar di etanolik ekstrak

(Gambar 1). Kandungan Senyawa fenol (mg GAE sampel / g tanaman DW) ditentukan dari

persamaan regresi kalibrasi kurva dan bervariasi antara 8,4 dan 44,0 mg / g. Itu Jumlah

tertinggi tercatat di basil, diikuti oleh thyme dan ekstrak yarrow. Ekstrak etanol jelatang

menyajikan kuantitas yang lebih kecil dari polifenol. Kandungan flavonoid (mgQE / g sampel

DW), ditentukan dari persamaan regresi kalibrasi kurva dengan quercetin, bervariasi

4,5-7,5 mg / g. Jumlah tertinggi flavonoid yang ditemukan dalam ekstrak jelatang dan kemangi.

Jumlah yang lebih rendah terdaftar dalam ekstrak timus dan yarrow.

Gambar 1.Total konten fenolik dan flavon / flavonol di tanaman macerates

5 | P a g e

Page 6: Fenol Sebagai Anti Bakteri

Penentuan HPLC asam fenolik dan profil flavonoid mengungkapkan adanya asam

fenolik dalam jumlah yang lebih tinggi dari flavonoid aglicones (Tabel 1). Hal ini juga diketahui

ekstrak tanaman menunjukkan jumlah tinggi flavonoid glikosida, dan penelitian kami dilakukan

pada macerates beralkohol tanpa terhidrolisa, hanya rutin diidentifikasi dan dihitung dari

ekstrak. Dari basil Macerate kita bisa mengidentifikasi dan mengukur jumlah tinggi asam

rosmarinic (29,4 mg / g tanaman kering), seperti pada ekstrak jelatang (29,2 mg / g). Kedua

macerates hadir juga jumlah asam ferulat tinggi (3.17 dan 3.09 mg / g masing-masing) dan rutin

(3.77 dan 3.16 mg / g). Dalam ekstrak kemangi dikuantifikasi juga asam caffeic (1.20 mg / g),

sama seperti pada ekstrak jelatang (1,23 mg / g). Jumlah kecil asam klorogenat juga diukur

dalam ekstrak jelatang (0.71 mg / g).

Tabel 1. Identifikasi dan diukur asam plenolic dan flavonoid dalam tanaman macerates (mg / g

tanaman kering)

Ekstrak thyme dan yarrow menunjukan jumlah asam rosmarinic yang lebih kecil (9.2 dan

7.96 mg/g masing-masing) dan tidak ada asam ferulic. Jumlah rutin tertinggi dalam ekstrak

thyme (10.1 mg / g, diikuti oleh ekstrak yarrow (7.36 mg / g) dan kemangi dan jelatang ekstrak.

Ekstrak thyme mengandung chlorogenic dan Asam caffeic (1,9 dan 1,3 mg / ml masing-

masing), Sementara itu ekstrak yarrow ini lebih kecil kuantitas chlorogenic (0,01 mg / g) dan

asam caffeic (0,46 mg / g). Semua tanaman dalam penelitian ini digunakan sebagai tanaman

obat di Rumania untuk konsumsi manusia, tetapi juga sebagai pendukung dalam memberi

makan lebah. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa ektrak jelatang memiliki potensi

pencegahan penyakit lebah dan pengembangan koloni. Aktivitas antibakteri tertentu untuk

tanaman yang diteliti ditampilkan pada Tabel 2.

6 | P a g e

Page 7: Fenol Sebagai Anti Bakteri

Tabel 2. Pertumbuhan Penghambatan tanaman macerates yang berbeda dan konsentrasi

hambat minimal (MIC) terhadap larva bakteri Paenibacillus

1 Nomor mewakili diameter rata-rata (dalam mm) dari zona penghambatan

2 Etanol 70% digunakan sebagai kontrol negatif

3 Konsentrasi minimal hambat ekstrak tumbuhan

Penggunaan metode difusi agar dengan baik, aktivitas antibakteri tertinggi terdaftar

pada Ekstrak jelatang (zona hambatan diameter 21 mm) (Gambar 2), diikuti oleh ekstrak

kemangi (zona hambatan diameter 17 mm). Thyme dan yarrow menunjukkan inhibisi yang

lemah dengan diameter hanya 11 mm zona inhibisi. Mengenai minimum konsentrasi hambat

(MIC), kemangi dan jelatang menunjukkan hasil yang lebih baik, pertumbuhan penghambatan

bakteri Paenibacillus larvae diamati sampai konsentrasi 0,195 ppm, Ekstrak thyme

membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi untuk penghambatan bakteri (1,562 ppm) dan

ekstrak yarrow 0,781 ppm. Tanaman yang digunakan adalah antibacteri baik terhadap

pengembangan Paenibacillus larvae.

7 | P a g e

Page 8: Fenol Sebagai Anti Bakteri

Gambar 2. Zona hambatan untuk tanaman macerates menggunakan Metode difuzimetric untuk larva Paenibacillus; 1- ekstrak Ocimum basilicum, 2- ekstrak urtika dioica; 3- ekstrak Thymus vulgaris; 4-Achillea millefolium

3.4.2 Evaluasi ekstrak dan minyak esensial dari daun Callistemon viminalis : Aktivitas

antibakteri dan antioksidan, jumlah fenol dan kandungan flavonoid

(Salem et al., 2013)

Penelitian ini meneliti in vitro aktivitas antibakteri dari ekstrak enam daun pelarut yang

berbeda, yaitu, minyak esensial, ekstrak MeOH dan EtOAc, CHCl3, n-Buoh dan Aq fraksi 2000

µ g / mL C di. viminalis. Potensi minyak esensial, ekstrak MeOH dan fraksi dan mereka

sensitivitas antibakteri dinilai secara kuantitatif dengan menentukan IZs dan MIC seperti yang

diberikan pada Tabel 4. Rata-rata IZ dari ekstrak metanol yang tertinggi terhadap pertumbuhan

P. aeruginosa [(19 ± 1.2) mm] dengan MIC 500 µ g / mL dan terendah terhadap S. marcescens

[(7 ± 1,5) mm] tetapi dengan MIC 250 µ g / mL. Fraksi EtOAc menunjukkan aktivitas tertinggi

terhadap E. coli [(19 ± 1,6) mm] dan terendah terhadap S. marcescens [(10 ± 1.0) mm] dengan

MIC <250 µ g / mL untuk dua bakteri. Selain itu, fraksi EtOAc daun C. viminalis menunjukkan

aktivitas yang baik terhadap bakteri dengan IZs berkisar 13-18 mm. Data menunjukkan bahwa

ekstrak MeOH dan fraksi EtOAc menunjukkan aktivitas antibakteri yang baik terhadap uji

8 | P a g e

Page 9: Fenol Sebagai Anti Bakteri

bakteri. Selain itu, hal itu menunjukkan aktivitas antibakteri penting terhadap B. cereus, B.

subtilis, P. aeruginosa, S. typhi, E. coli dan S. lutea yang sebanding dengan antibiotic yang

digunakan (tetrasiklin dengan 20 µ g / disc). N-Buoh dan fraksi CHCl3 gagal untuk

mengekspresikan aktivitas yang baik terhadap strain bakteri yang diuji. Di sisi lain, Aq fraksi

menunjukkan aktivitas lemah terhadap B. subtilis dan Proteus vulgaris

Tabel 3 Aktivitas antibakteri ekstrak dari daun C. viminalis menggunakan difusi agar disk dan

tes konsentrasi hambat minimum.

Diameter zona hambatan (mm), termasuk diameter cakram dari 5 mm pada 2 000 µ g / mL, dinyatakan sebagai rata-rata ± SD dari tiga ulangan. Itu huruf superscript menunjukkan konsentrasi hambat minimum (MIC) dari ekstrak terhadap strain yang diuji. A, B, C, D dan E merupakan MIC <250, 250, 500, 1 000, 1 500, dan> 5 000 µ g / mL, masing-masing. EO, minyak esensial; MeOH, ekstrak metanol mentah; EtOAc, fraksi etil asetat; CHCl3, fraksi kloroform; n-Buoh, n-butanol fraksi; Aq, fraksi air. R: Resistance pada 2 000 µ g / mL. aTetracycline (20 µ g / disc). Itu pengukuran diulang empat kali dan klasifikasi didasarkan pada intensitas warna endapan.

Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa S. lutea, B. cereus dan P. aeruginosa

adalah mikroorganisme yang paling sensitif dengan minyak esensial dengan IZs terbesar (21 ±

1.4), (20 ± 1.4) dan (20±1,5) mm dan dengan MIC <250, <250 dan 500 µ g / mL, masing-

masing, diikuti oleh E. coli dan S. aureus dengan IZs dari (15 ±1.2) dan (17 ± 1.3) mm dan

dengan nilai MIC <250 dan 500 µ g / mL, masing-masing. Di sisi lain, IZs terkecil ditemukan

oleh S. typhi [(6 ± 0,4) mm] dan S. marcescens [(10 ± 1.1) mm], dan bahkan minyak esensial

memberikan IZs terkecil terhadap S. typhi tetapi nilai MIC adalah <250 µ g / mL.

Ekstrak C. viminalis telah menunjukkan kehadiran dari berbagai kelompok kimia seperti

fenol, glikosida, flavanoid, alkaloid, saponin, steroid, tanin dan Senyawa cardiac, yang

merupakan senyawa sekunder disintesis dan disimpan dalam jaringan yang berbeda dari

9 | P a g e

Page 10: Fenol Sebagai Anti Bakteri

tanaman. Flavanoids telah dilaporkan untuk memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks

dengan ekstraseluler, protein larut dan dinding sel bakteri dan memiliki aktivitas antibakteri.

Alkaloid murni serta turunannya sintetik mereka digunakan sebagai agen bakterisida. Tanaman

yang lebih tinggi memiliki alkaloid dan flavonoid yang mengontrol pertumbuhan mikroba

patogen. Toksisitas senyawa fenolik termasuk penghambatan enzim oleh senyawa teroksidasi,

mungkin melalui reaksi dengan kelompok sulfhidril atau melalui interaksi yang lebih spesifik

dengan protein. Ekstrak polar C. viminalis termasuk alkaloid, flavonoid dan beberapa fenol dan

non-polar seperti tanin, terpen dan quinines. Adanya aktivitas antimikroba di bagian tertentu dari

suatu spesies tertentu mungkin karena kehadiran satu atau lebih senyawa bioaktif seperti

alkaloid, glikosida, flavonoid, steroid dan saponin. Baru-baru ini, para biologi dan fitokimia dari

genus tanaman Callistimon ditinjau dan diteliti.

Dilaporkan bahwa ekstrak diklorometana daun C. viminalis memiliki ekstrak tertinggi

(4,63%), sedangkan ekstrak etil asetat memberikan jumlah terendah ekstrak kasar (2,75%) dan

diberikan Asam betulinic. C-metil flavonoid, triterpenoid dan turunannya phloroglucinol

diidentifikasi dalam genus Callistemon. Tetramethylcyclohexenedione (Atau serupa) bagian dan

epimeric senyawa serta viminadione A dan B viminadione telah dilaporkan di C. viminalis

bertanggung jawab untuk kegiatan seperti insektisida Senyawa. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa fraksi EtOAc memiliki TPC tertinggi dibanding fraksi lainnya. Yang Sebelumnya, diamati

bahwa nilai-nilai TPC tinggi memainkan utama kegiatan dan memiliki aktivitas antioksidan dan

antimikroba kuat. Minyak esensial dari C. viminalis telah terbukti mengandung senyawa bioaktif

dengan 1,8-cineole (61%), α –pinene (24%), dan metil asetat (5,3%), dan hasil ini terbukti

sesuai dengan penelitian sebelumnya.

Hasil aktivitas antibakteri sesuai dengan temuan Abdullah et al., di mana IZs dari MeOH,

EtOAc dan heksana ekstrak adalah 12,75, 8,75, dan 11.50 mm terhadap pertumbuhan B.

subtilis, masing-masing. Di sisi lain, ekstrak tidak menunjukkan aktivitas apapun dengan air

suling. Selain itu, semua ekstrak tidak aktif terhadap pertumbuhan E. coli, meskipun semua

tanaman ekstrak ditampilkan aktivitas antimikroba terhadap mikroorganisme selektif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun C. viminalis berbeda memiliki antibakteri yang

menjanjikan aktivitas. Hasil tentang diameter IZs tidak mencerminkan aktivitas senyawa

antibakteri. Selain itu, IZ Nilai dapat dipengaruhi oleh kelarutan minyak, Kisaran difusi di agar,

penguapan (dapat mempengaruhi dosis), dll . Selain itu, kegiatan antibakteri minyak esensial

dari C. viminalis menunjukkan pentingnya dalam pengobatan berbagai penyakit menular yang

disebabkan oleh manusia diuji strain bakteri. Selain itu, kehadiran 1,8-cineole di minyak

10 | P a g e

Page 11: Fenol Sebagai Anti Bakteri

esensial dari famili Myrtaceae dikenal untuk mereka aktivitas biologis. Hasil ini berada dalam

dibandingkan dengan Oyedeji et al., di mana nilai-nilai MIC yang 0,08, 5,00 dan 5,00 mg / mL

terhadap pertumbuhan S. aureus, P. aeruginosa dan S. marcescena, masing-masing. Ketika

IZs dibandingkan, yang minyak esensial dari C. viminalis menunjukkan antibakteri yang baik

aktivitas sebanding dengan antibiotik standar (Tetrasiklin). Dalam beberapa kasus, ekstrak

MeOH telah menunjukkan efek yang lebih kuat dari ekstrak etanol, yang dapat dijelaskan oleh

perbedaan senyawa antara kedua ekstrak. Fraksinasi yang lemah aktif MeOH hasil ekstrak di

partisi antibakteri lebih aktif. Sebagai contoh, MeOH Ekstrak disajikan aktivitas lemah terhadap

S. marcescens dengan IZ of (7 ± 1,5) mm dan MIC 2000 µ g / mL, sedangkan EtOAc Fraksi

ditemukan dari ekstrak MeOH menunjukkan aktivitas yang baik dengan IZ dari (16 ± 1.0) mm

dan MIC 1000 µ g / mL). Secara umum, bakteri Gram-negatif menunjukkan kurang kepekaan

terhadap ekstrak tanaman mungkin sebagai akibat dari mereka lipopolisakarida tambahan dan

dinding sel protein yang menyediakan penghalang permeabilitas ke agen antibakteri. Selain itu,

bakteri Gram-positif lebih sensitif dengan ekstrak karena lapisan tunggal dinding sel mereka,

sedangkan membran ganda bakteri Gram-negatif harus membuat mereka kurang sensitif. Jalan

untuk produk alami dengan menarik sifat antimikroba dan memunculkan seperti ekstrak

tumbuhan dan minyak esensial telah mendapatkan lebih banyak perhatian dalam beberapa

tahun terakhir. Biopestisida tersebut dapat digunakan dalam beberapa cara untuk mengurangi

tingkat penyakit tanaman dan mencegah pengembangan dan penyebarannya.

3.4.3 Enzimatik Grafting fenol alami untuk serat rami: Pengembangan sifat antimikroba

(Fillat et al., 2013)

Dalam tes awal, beberapa gangguan intrinsik yang dibuat rumit dalam pengukuran sifat

serat enzim antimikroba diamati. Kami berasumsi bahwa ekstraktif bubur dapat menyebabkan

hasil nyata. Extracting relatif molekul kecil yang dapat dihapus dengan menggunakan pelarut.

Operator molekul komponen dinding non-sel dan beberapa dari mereka melindungi tanaman

terhadap serangan bakteri atau jamur. Gutiérrez dan del Río (2003) mengidentifikasi ekstraktif

utama ada pada serat kulit pohon dari rami (serat panjang dari batang digunakan untuk

pembuatan khusus makalah). Hasilnya menunjukkan bahwa lilin, rangkaian rantai panjang

alkohol n-lemak, n-aldehida, n-asam lemak, dan n-alkana yang hadir dalam pulp. Untuk

menghilangkan ekstraktif dan menghindari gangguan zat ini dalam penentuan antimikroba Sifat

11 | P a g e

Page 12: Fenol Sebagai Anti Bakteri

kertas dicangkokkan, pulp yang tidak diputihkan digunakan dalam Studi dicuci dengan aseton

dalam ekstraktor Soxhlet sebelum Lacasse-fenol grafting panggung.

Sifat antimikroba dari serat yang dicangkokkan

Sifat antimikroba dari serat rami yang dicangkokkan terhadap tiga bakteri: S. aureus, K.

pneumoniae dan P. aeruginosa kemudian diuji. Senyawa fenolik diketahui memperlihatkan

aktivitas antimikroba terhadap berbagai mikroorganisme. Mereka telah melaporkan beberapa

Studi tentang antijamur dan aktivitas antibakteri dari SA (de Souza et al, 2005 ;. Zaldivar,

Martínez, & Ingram, 1999) dan PCA (Salomao et al, 2008 ;. Wen, Delaquis, Stanich, &

Toivonen, 2003). Beberapa persyaratan untuk "ideal" agen antimikroba akan mencakup

efektivitas terhadap berbagai mikroorganisme, biaya rendah, kemudahan untuk menerapkan

dan ketahanan terhadap pencucian dari materi. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, fenol alam

yang berpotensi substrat antimikroba yang baik untuk menguji di okulasi.

Metode yang digunakan untuk mengevaluasi efektivitas aktivitas antimikroba dari serat

antimikroba didasarkan pada ASTM E2149 Metode Uji Standar. Jenis tes tantangan diterapkan

dalam Metode yang ekstrim, dan sangat efektif untuk antimikroba uji yang kovalen terikat pada

serat. Selain itu, metode ini memastikan kontak yang baik inokulum serat diobati dengan agitasi

konstan selama periode pengujian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inkubasi mikroorganisme diuji dengan serat enzim-

fenol diobati menyebabkan penurunan hitungan layak mikroba, menunjukkan aktivitas

antibakteri yang dicangkok. Bakteri Gram negatif diuji, K. Pneumoniae dan P. aeruginosa

menunjukkan hambatan pertumbuhan penting oleh kertas fenol dicangkokkan, sebagai

pengurangan penting dalam nomor sel bakteri (koloni per, CFU) disebabkan oleh kontak

dengan serat-serat ini. AS dan serat PCA dicangkokkan menunjukkan aktivitas antibakteri pada

K. pneumoniae, menunjukan hampir keseluruhan hambatan pertumbuhan, sedangkan serat SA

menyebabkan kurang jelas Efek. AS serat juga menyebabkan penurunan yang tinggi populasi

bakteri P. aeruginosa (pengurangan 97%), sedangkan SA dan PCA yang digabungkan

mengurangi populasi bakteri sekitar 70%. Kontak dengan fenol serat dicangkokkan

menghasilkan penurunan yang lebih rendah di Jumlah sel bakteri bakteri Gram positif diuji, S.

Aureus (Tabel 4). Penurunan besar disebabkan oleh serat PCA dicangkokkan (73%

pengurangan), sementara AS dan SA serat menyebabkan penurunan antara 40 dan 55% pada

populasi mikroba.

12 | P a g e

Page 13: Fenol Sebagai Anti Bakteri

Tabel 4. Aktivitas antibakteri terhadap bakteri yang berbeda dari serat rami dicangkokkan

dengan fenol alam.

Aktivitas agen antimikroba, seperti permukaan terikat bahan, tidak bebas untuk

meredakan atau dilepaskan ke lingkungan dalam kondisi normal penggunaan. Metode yang

digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba dari bahan-bahan ini memastikan kontak

yang baik antara mikroorganisme dan sampel diperlakukan. Untuk memverifikasi kesesuaian

metodologi ini untuk spesimen diuji, Kehadiran pencucian antimikroba ditentukan mengevaluasi

efek pada pertumbuhan bakteri supernatan yang diperoleh dari inkubasi dari serat

dicangkokkan dalam buffer steril, seperti yang dijelaskan di bawah Bagian 2. Tidak adanya

penghambatan di setiap kultur bakteri pada piring agar menunjukkan tidak adanya pencucian,

yaitu semua senyawa fenolik diuji tetap terikat pada serat selama tes.

Sifat antimikroba dari fenol alam

Untuk menganalisis hubungan antara sifat antimikroba dari serat rami yang

dicangkokkan dan sifat antimikroba dari yang sesuai fenol alam yang digunakan, efek

antibakteri ini senyawa terhadap K. pneumoniae, P. aeruginosa dan S. aureus kemudian diuji.

PCA adalah inhibitor pertumbuhan yang paling efektif, yang mengarah ke hambatan

lebih besar dari 90% pada 10 mM konsentrasi untuk K. Pneumoniae dan S. aureus, dan pada

15 mM untuk P. aeruginosa (Gambar. 2a). SA disebabkan hambatan pertumbuhan lebih dari

50% pada K. pneumoniae pada 10 mM,dan pada semua strain yang diuji pada 25 mM,

konsentrasi tertinggi diuji (Gambar. 2b). Di sisi lain, AS memiliki hambatan yang lebih rendah

Akibatnya, hanya menunjukkan efek antimikroba tinggi pada K. Pneumoniae (Lebih dari 50%

penghambatan di atas 15 mM). Pada 25 konsentrasi mM AS mengurangi pertumbuhan S.

aureus sekitar 3%, dan P. aeruginosa sebesar 35% (Gambar. 2c).

13 | P a g e

Page 14: Fenol Sebagai Anti Bakteri

Sangat menarik untuk menunjukkan bahwa konsentrasi yang lebih rendah diuji dengan

fenol (5 mM) lebih tinggi dari yang digunakan dalam pencangkokan tersebut eksperimen (3,5

mM). Nilai penghambatan pertumbuhan disebabkan oleh 5 mM fenol bebas, dengan

pengecualian PCA dan SA pada K. pneumoniae, di bawah 30%, sedangkan penghambatan

yang disebabkan oleh serat dicangkokkan itu selalu di atas 40%. Perbedaan yang ditemukan di

antibakteri u antara fenol alam bebas, dan mereka digabungkan ke laccase diperlakukan serat

rami, dapat dijelaskan karena modifikasi diproduksi dalam senyawa ini dengan kopling serat

oleh perawatan lakase. Pada hal ini sementara PCA adalah yang paling efektif agen

antimikroba atau dicangkokkan ke serat, AS menunjukkan efek diucapkan dalam pulp

dicangkokkan, sementara itu menunjukkan lebih rendah aktivitas antimikroba saat diuji sebagai

senyawa bebas.

14 | P a g e

Page 15: Fenol Sebagai Anti Bakteri

Gambar. 3. sifat antimikroba dari fenol PCA alami (a), SA (b), dan AS (c) terhadap S. aureus

(bar hitam), K. pneumoniae (bar abu-abu) dan P. aeruginosa (bergaris bar).

15 | P a g e

Page 16: Fenol Sebagai Anti Bakteri

IV. KESIMPULAN

Dari beberapa studi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan (kemangi, jelatang,

thyme dan yarrow) memiliki potensi untuk mengontrol pertumbuhan Paenibacillus larvae in vitro

pada konsentrasi yang ditetapkan dengan metode mikrobiologi. Minyak esensial dari C.

viminalis menunjukkan aktivitas antibakteri yang baik sebanding dengan antibiotik standar

(Tetrasiklin). Serat rami yang dicangkokkan disajikan memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi

terhadap tiga bakteri.

16 | P a g e

Page 17: Fenol Sebagai Anti Bakteri

DAFTAR PUSTAKA

Conn, E. E. and Stumpf,P.K. 1976. Outlines of Biochemistry. John Wiley and Sons , Inc. New

York.

Clark, Jim. 2006. The Acidity of Phenol". ChemGuide.

Fillat. A. a, O. Gallardob, T. Vidala, F.I.J. Pastor, P. Díaz, M.B. Roncero. 2013. Enzymatic

grafting of natural phenols to flax fibres: Development of antimicrobial properties.

Carbohydrate Polymers 87 (2012) 146– 152

Madigan M.2005. Brock Biology of Microorganisme. Hlmn :753. London: PrenticeHall

Marghitas. L, Daniel. D, Flore. C, Nicodim. F, Otilia. B. 2011. Antibacterial Activity of Different

Plant Extracts and Phenolic Phytochemicals Tested on Paenibacillus Larvae Bacteria.

Animal Science and Biotechnologies, 2011, 44 (2)

Salem. M.ZM , Hayssam M.A, Nader A El-S, Ahmed A.M.n 2013. Evaluation of extracts and

essential oil from Callistemon viminalis leaves: Antibacterial and antioxidant activities,

total phenolic and flavonoid contents. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine

(2013)785-791

.

17 | P a g e