Fecl3 Bod Cod

44
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERCETAKAN DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN TAWAS DAN FeCl 3 SERTA PENJERAPAN OLEH ZEOLIT RETNO SUDIARTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Transcript of Fecl3 Bod Cod

Page 1: Fecl3 Bod Cod

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERCETAKAN

DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN TAWAS

DAN FeCl3 SERTA PENJERAPAN OLEH ZEOLIT

RETNO SUDIARTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Page 2: Fecl3 Bod Cod

ABSTRAK

RETNO SUDIARTI. Pengolahan Limbah Cair Percetakan dengan Penambahan Koagulan

Tawas dan FeCl3 serta Penjerapan oleh Zeolit. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan

BETTY MARITA SOEBRATA.

Limbah cair pencucian pelat cetak percetakan IPB memiliki nilai kebutuhan oksigen

kimia (COD), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), padatan tersuspensi (TSS), logam zink

(Zn), dan pH yang masih cukup tinggi dan tidak memenuhi kriteria baku mutu limbah

cair yang aman bagi lingkungan sehingga diperlukan usaha untuk mengolahnya. Usaha

sederhana pengolahannya adalah dengan penambahan koagulan dan jerapan dengan

zeolit. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kondisi optimum koagulan tawas

dan FeCl3 melalui keragaman konsentrasi koagulan dan pH koagulasi, menganalisis

endapan hasil koagulasi, dan mengetahui pengaruh penambahan zeolit terhadap filtrat

hasil pengendapan dengan koagulan. Hasil penelitian menunjukkan tawas memiliki

konsentrasi optimum sebesar 110 mg/L dan pH koagulasi optimum pada pH 8 sedangkan

FeCl3 memiliki konsentrasi optimum sebesar 80 mg/L dan pH koagulasi optimum pada

pH 6. Endapan hasil koagulasi mengandung senyawa silikat. Penambahan zeolit dapat

menurunkan nilai COD, BOD5, TSS, dan logam Zn dalam filtrat hasil pengendapan

dengan koagulan walaupun penurunannya tidak terlalu besar dan nilai COD, BOD5, TSS,

dan logam Zn masih berada di atas baku mutu air limbah yang aman.

ABSTRACT

RETNO SUDIARTI. Printing Wastewater Treatment by Alum and FeCl3 Coagulants

Additions also Adsorptions by Zeolite. Supervised by ETI ROHAETI and BETTY

MARITA SOEBRATA.

Wastewater mold plate cleaning of IPB printing has high chemical oxygen demand

(COD), biochemical oxygen demand (BOD), total suspended solid (TSS), zinc (Zn), and

pH values and do not meet with standard of safe quality wastewater criteria for

environments and need to the treated. The simplest method for wastewater treatments is

by coagulants addition and its adsorption with zeolite. This research was to compare alum

and FeCl3 coagulant optimum conditions through coagulant concentrations and

coagulation pH variation, analysis sludge product of coagulation, and observe the effect

of zeolite additions to the resulted precipitation filtrate. It was observed that alum had

optimum concentration of 110 mg/L and coagulation pH of 8 whereas FeCl3 had optimum

concentration of 80 mg/L and coagulation pH at 6. Sludge product of coagulation had

silicate. Zeolite additions could reduce COD, BOD5, TSS, and Zn values in its resulted

precipitation filtrate however the reduction was not significant and COD, BOD5, TSS,

and Zn values were still above the standard of safe quality wastewater.

Page 3: Fecl3 Bod Cod

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERCETAKAN

DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN TAWAS DAN

FeCl3 SERTA PENJERAPAN OLEH ZEOLIT

RETNO SUDIARTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Page 4: Fecl3 Bod Cod

Judul : Pengolahan Limbah Cair Percetakan dengan Penambahan Koagulan

Tawas dan FeCl3 serta Penjerapan oleh Zeolit

Nama : Retno Sudiarti

NRP : G44204002

Disetujui

Pembimbing I

Dr. Eti Rohaeti, MS.

NIP 131 663 051

Pembimbing II

Betty Marita Soebrata, S.Si, M.Si.

NIP 131 694 523

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Tanggal Lulus:

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP 131 578 806

Page 5: Fecl3 Bod Cod

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena

dengan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya

ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Institut Pertanian

Bogor. Shalawat dan salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi besar

Muhammad SAW. Karya ilmiah yang berjudul Pengolahan Limbah Cair

Percetakan dengan Penambahan Koagulan Tawas dan FeCl3 serta Penjerapan

oleh Zeolit disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium

Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Pertanian Bogor dari bulan Juni sampai Oktober 2008.

Terima kasih penulis ucapkan, terutama kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, MS dan

Ibu Betty Marita Soebrata, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan,

arahan, serta dorongan semangat selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah

ini. Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta

atas dukungan, semangat, dan doanya, Bapak Endang dan Bapak Ujang dari pihak

percetakan IPB yang telah memberikan bantuan dan izin pengambilan contoh

limbah pencucian pelat cetak, dan Bapak Budi yang telah membantu dalam

pengukuran logam dengan AAS, serta Bapak Eman Suherman, Ibu Nunung, dan

seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik atas bantuannya selama penelitian.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman Kimia Angkatan

41 atas dukungan dan bantuannya. Akhir kata semoga karya ilmiah ini

bermanfaat.

Bogor, Januari 2009

Retno Sudiarti

Page 6: Fecl3 Bod Cod

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Maret 1986 dari pasangan

Marzuki dan Siti Mulyati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis melaksanakan pendidikan formal di SMU Negeri I Leuwiliang,

Bogor pada tahun 2001-2004. Pendidikan dilanjutkan di IPB pada tahun 2004

melalui Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor dengan pilihan

Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia

Dasar TPB, Elektroanalitik dan Teknik Pemisahan, Spektrofotometri dan Aplikasi

Kemometrik, Spektroskopi II Diploma Analisis Kimia, dan Kimia Bahan Alam.

Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di PT Aneka Tambang Unit Bisnis

Pertambangan Emas Pongkor, Bogor dari Bulan Juli sampai Agustus 2007.

Page 7: Fecl3 Bod Cod

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix

PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

TINJAUAN PUSTAKA

Cetak ................................................................................................................ 2

Pengendapan Polutan dalam Limbah dengan Koagulan ................................. 3

Zeolit ............................................................................................................... 4

Derajat Keasaman (pH) ................................................................................... 4

Padatan ............................................................................................................ 5

Kebutuhan Oksigen Biokimia ......................................................................... 5

Kebutuhan Oksigen Kimia .............................................................................. 5

Zink ................................................................................................................. 5

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ................................................................................................ 6

Metode Penelitian ............................................................................................ 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Limbah Pencucian Pelat Cetak ......................................................................... 8

Konsentrasi Koagulan dan pH Koagulasi Optimum ......................................... 8

Aktivasi Zeolit ................................................................................................ 11

Jerapan Zeolit .................................................................................................. 11

Kebutuhan Oksigen Biokimia ....................................................................... 12

Padatan Tersuspensi Total .............................................................................. 12

Analisis FTIR .................................................................................................. 13

SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14

LAMPIRAN ........................................................................................................ 17

Page 8: Fecl3 Bod Cod

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Limbah cair pencucian pelat cetak ..................................................................... 8

2 Bilangan gelombang inframerah dan dugaan gugus fungsi ............................. 13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema sumber limbah percetakan ................................................................... 3

2 Struktur dasar zeolit ........................................................................................ 4

3 Hubungan antara konsentrasi tawas (mg/L) dan nilai COD (mg/L) ............... 9

4 Hubungan antara konsentrasi tawas (mg/L) dan bobot endapan (gram) ......... 9

5 Hubungan antara konsentrasi FeCl3 (mg/L) dan nilai COD (mg/L) ............. 10

6 Hubungan antara konsentrasi FeCl3 (mg/L) dan bobot endapan (gram) ....... 10

7 Konsentrasi Zn dalam limbah dengan dan tanpa perlakuan .......................... 11

8 Nilai COD limbah dengan dan tanpa perlakuan koagulan dan zeolit ............ 12

9 Nilai BOD5 dengan dan tanpa perlakuan koagulan dan zeolit ........................ 12

10 Nilai TSS dengan dan tanpa perlakuan koagulan dan zeolit ......................... 12

Page 9: Fecl3 Bod Cod

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Proses cetak mencetak ................................................................................... 17

2 Diagram alir kerja ......................................................................................... 18

3 Volume koagulan pada setiap konsentrasi koagulan dalam 150 mL limbah . 19

4 Diagram variasi konsentrasi koagulan dan pH koagulasi ............................. 20

5 Pembuatan larutan untuk pengukuran COD ................................................. 21

6 Pembuatan larutan untuk pengukuran BOD5 ................................................ 21

7 Pengendapan dengan penambahan koagulan ................................................ 22

8 Nilai pH limbah pada berbagai konsentrasi tawas ......................................... 23

9 Nilai pH limbah pada berbagai konsentrasi FeCl3 .......................................... 23

10 Nilai COD dengan perlakuan penambahan koagulan tawas ......................... 24

11 Bobot endapan setelah perlakuan penambahan koagulan tawas ................... 25

12 Nilai COD dengan perlakuan penambahan koagulan FeCl3 ......................... 26

13 Bobot endapan setelah perlakuan penambahan koagulan FeCl3 .................... 27

14 Kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+

filtrat hasil pengendapan ................... 28

15 Perbandingan COD dengan dan tanpa jerapan zeolit ...................................... 29

16 Nilai BOD5 hasil pengendapan koagulan dengan dan tanpa zeolit ................. 30

17 Penentuan nilai padatan tersuspensi (TSS) ................................................... 32

18 Spektrum FTIR endapan hasil pengendapan dengan koagulan .................... 33

19 Larutan pengembang yang digunakan di percetakan IPB .............................. 34

Page 10: Fecl3 Bod Cod

PENDAHULUAN

Institut Pertanian Bogor (IPB) memiliki

percetakan yang dinamakan IPB Press untuk

memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat

IPB. Sebagaimana percetakan pada umumnya,

kegiatan IPB Press ini juga tidak terlepas dari

masalah limbah yang dihasilkan. Peraturan

Pemerintah No. 18 tahun 1999 mencantumkan

bahwa limbah cair yang dihasilkan dari

kegiatan percetakan dikategorikan sebagai

limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

dengan kode limbah D212. Limbah B3

merupakan limbah yang memiliki salah satu

atau lebih sifat-sifat sebagai berikut: mudah

meledak, mudah terbakar, reaktif, beracun,

menyebabkan infeksi, dan korosif. Sumber

limbah menurut peraturan ini berasal dari

sludge (lumpur) proses produksi dan

penyimpanan, lumpur yang terkontaminasi

tinta, sisa proses pencucian, dan pelarut bekas.

Limbah yang menjadi pusat perhatian

dalam penelitian ini adalah limbah cair

buangan proses pencucian pelat cetak yang

ditampung di suatu wadah untuk kemudian

dibuang atau disalurkan ke suatu tempat yang

berada di sekitar danau kampus IPB Darmaga,

Bogor. Walaupun limbah cair tersebut

dibuang di suatu tempat penampungan

khusus, tidak tertutup kemungkinan limbah

cair tersebut ikut bercampur dengan air danau

dan mencemari danau. Terlebih lagi, menurut

pihak percetakan, selama ini limbah cair

percetakan dibuang begitu saja ke tempat

penampungan khusus tanpa diolah terlebih

dahulu. Oleh karena itu, pengolahan limbah

yang baik perlu dilakukan sebelum limbah

tersebut dibuang ke lingkungan (danau) agar

tercipta kondisi kampus yang bersih dan

ramah lingkungan.

Limbah cair pencucian pelat cetak

memiliki pH basa, berwarna, dan berbau serta

nilai kebutuhan oksigen kimia (chemical

oxygen demand [COD]), kebutuhan oksigen

biokimia (biochemical oxygen demand

[BOD]), padatan tersuspensi total (total

suspended solid [TSS]), dan logam zink (Zn)

yang terkandung di dalamnya masih cukup

tinggi dan tidak memenuhi kriteria baku mutu

limbah cair yang aman bagi lingkungan (Tim

Peneliti Departemen Kimia 2007). Hal ini

cukup membuktikan bahwa limbah pencucian

pelat cukup berbahaya dan memerlukan

pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan.

Salah satu cara sederhana pengolahan

limbah cair adalah melalui proses

pengendapan polutan yang berbahaya. Limbah

cair percetakan tidak mudah diendapkan

hanya dengan penambahan asam-basa,

sehingga dibutuhkan penambahan bahan

kimia berupa koagulan (bahan pengendap)

yang dapat membantu proses pengendapan

polutan yang berbahaya terutama

pengendapan polutan sebagai partikel koloid

(Teng 2000). Ada beberapa jenis koagulan

diantaranya adalah tawas (Al K (SO4)2.

12H2O), FeCl3, dan kapur (Murcott 1999).

Limbah pencucian pelat memiliki pH basa,

oleh sebab itu koagulan yang digunakan pada

penelitian ini adalah koagulan yang bersifat

asam yaitu tawas dan FeCl3. Penambahan

koagulan tawas dan FeCl3 dalam limbah cair

ternyata dapat turut menurunkan kadar COD,

BOD, dan TSS yang terkandung dalam limbah

cair tersebut (Aminzadeh et al. 2007).

Setiap koagulan memiliki sifat yang

berbeda-beda, oleh karena itu kondisi

optimum pengendapan dengan koagulan perlu

diketahui sehingga dapat pula diketahui jenis

koagulan yang efektif dan efisien dengan

membandingkan hasil pengendapan dengan

koagulan-koagulan tersebut. Aminzadeh et al.

(2007) menyatakan bahwa ada dua parameter

utama yang mempengaruhi proses koagulasi,

yaitu konsentrasi koagulan dan pH koagulasi,

oleh karena itu, variasi kedua parameter

tersebut dapat dilakukan untuk mencari

kondisi optimum pengendapan dengan

koagulan.

Pengendapan dengan koagulan tidak

cukup untuk menurunkan kadar logam dalam

limbah. Hal ini dikarenakan pH optimum

pengendapan dengan koagulan berada pada

kisaran pH mendekati netral sampai asam

(Lugosi & Gajari 2002). Salah satu cara untuk

menurunkan kadar logam dalam limbah

adalah melalui adsorpsi (jerapan) dengan

menggunakan zeolit. Zeolit memiliki luas

permukaan besar dan memiliki ruang kosong

yang dapat ditempati oleh kation, air, atau

molekul lain sehingga dapat dimanfaatkan

sebagai penjerap (Ming & Mumpton 1989).

Zeolit yang digunakan pada penelitian ini

merupakan zeolit alam yang berasal dari

Lampung, Sumatera. Di Indonesia, zeolit alam

ditemukan melimpah dan tersebar di beberapa

daerah di pulau Jawa dan Sumatera.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan

dan membandingkan kondisi optimum

koagulan tawas dan FeCl3 dalam membantu

pengendapan limbah cair pencucian pelat

cetak melalui keragaman konsentrasi

koagulan dan pH koagulasi; mengetahui

pengaruh penambahan zeolit terhadap filtrat

Page 11: Fecl3 Bod Cod

hasil pengendapan dengan tawas dan FeCl3;

dan menganalisis endapan hasil koagulasi

dengan koagulan.

TINJAUAN PUSTAKA

Cetak

Cetak adalah sebuah proses untuk

memproduksi tulisan dan gambar dengan tinta

di atas kertas menggunakan mesin cetak. Ada

beberapa teknik cetak antaranya yaitu

flexography dan lithography (cetak offset).

Flexography dapat menghasilkan cetakan

pada plastik, logam, dan karton. Teknik cetak

yang digunakan oleh IPB Press adalah cetak

offset dengan media cetak berupa kertas. Citra

(tulisan atau gambar) yang akan dicetak

dipindahkan dari pelat cetak ke kain cetak lalu

ke media cetak. Teknik ini berdasarkan sifat

tolak-menolak antara air dan minyak (tinta).

Citra yang akan dicetak mengambil tinta dari

penggulung tinta (ink roller) sementara area

yang tidak dicetak akan menarik air. Hal ini

menyebabkan area yang tidak dicetak bebas

dari tinta.

Cetak offset ada dua macam yaitu cetak

offset besar dan offset kecil. Perbedaannya

adalah pada ukuran mesin cetak (mesin cetak

offset besar berukuran lebih besar daripada

mesin cetak offset kecil), ukuran pelat (pelat

cetak offset besar dapat memuat delapan

halaman kertas folio per pelat, sedangkan

pelat offset kecil hanya memuat dua halaman

kertas folio per pelat), jenis tinta (tinta cetak

offset dapat berupa tinta hitam dan tinta

warna, sedangkan tinta offset kecil hanya tinta

hitam), dan kapasitas produksi (cetak offset

besar lebih besar kapasitas produksinya

daripada offset kecil) (Pusgrafin 1982).

Tahapan proses cetak offset

Gambaran mengenai proses cetak di

percetakan IPB dapat dilihat di Lampiran 1.

Proses cetak terdiri atas beberapa tahap yaitu

prepress (imaging), press, dan postpress

(finishing), sesuai Gambar 1 (IFC 2007).

1. Prepress (imaging)

Tahap ini merupakan pembuatan image

(citra) yang akan dicetak pada pelat cetak.

Citra yang akan dicetak, diedit terlebih dahulu

melalui komputer lalu dipindahkan langsung

ke pelat cetak (Computer to plate [CTP]). Ada

pula teknik non-CTP yaitu citra setelah diedit

melalui komputer lalu dipindahkan ke film

cetak dan selanjutnya dipindahkan ke pelat

cetak.

IPB Press menggunakan teknik non-CTP

dengan menggunakan film cetak yang dibuat

oleh industri lain. Proses yang terjadi pada

pembuatan film cetak yang mengandung

partikel perak bromida (AgBr) merupakan

reaksi oksidasi-reduksi. Larutan developer

(pengembang) hidrokuinon yang digunakan

pada pembuatan film cetak akan mereduksi

Ag+ yang tereksitasi oleh cahaya menjadi

Ag(s) yang akan membentuk bayangan hitam

pada film cetak. Ag+ yang tidak tereduksi

akan larut dengan ditambahkannya larutan

fixer berupa sodium tiosulfat (Subiyakto

2008).

Citra film cetak yang telah dibuat, lalu

dipindahkan ke pelat cetak yang terbuat dari

campuran logam zink (Zn) dengan lapisan

atas berwarna hijau. Proses pemindahan citra

dari film ke pelat cetak dilakukan

menggunakan mesin dengan bantuan vakum

dan cahaya lampu. Citra yang telah

dipindahkan ke pelat, selanjutnya diberi

larutan pengembang:air (1:7) untuk

menghilangkan emulsi pada area bukan cetak

dan memunculkan citra pada pelat. Pelat

selanjutnya dibilas dengan menggunakan air.

Limbah hasil proses ini berupa cairan

berwarna biru kehijauan, berbau, dan

memiliki pH basa (NEWMOA 2006).

2. Press

Tahap ini merupakan tahap pencetakan

dengan pemberian tekanan pada mesin cetak.

Citra pada pelat cetak dipindahkan ke kain

cetak dan selanjutnya ke kertas. Pemberian

tinta berlangsung pada tahap ini. Tinta terdiri

atas zat warna (pigmen), pengikat (vehicle),

pencair (thinner), pengering (drier), dan

pengubah (modifier). Pigmen tinta

mengandung logam berat diantaranya adalah

timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium (Cr) dan

zink (Zn) yang berfungsi sebagai pemberi

warna pada tinta; bahan pengikat dan pencair

mempengaruhi pelekatan tinta pada media

(kertas); pengering mempengaruhi waktu

pengeringan tinta pada media (kertas); dan

bahan pengubah mempengaruhi kemampuan

tinta terhadap gesekan dan kejelasan tinta

pada media (Scheder 1976).

3. Postpress (Finishing)

Tahap ini merupakan tahap akhir proses

cetak. Tahap ini meliputi pengaturan halaman

dan penjilidan.

Page 12: Fecl3 Bod Cod

Limbah percetakan

Sebagaimana industri pada umumnya,

percetakan menghasilkan limbah pada setiap

tahapan proses cetaknya. Gambar 1

menunjukkan skema material (bahan) cetak

dan limbah yang dihasilkan pada setiap tahap

proses cetak.

Gambar 1 Skema sumber limbah percetakan

(Sumber: IFC 2007)

Limbah yang menjadi sampel penelitian ini

adalah yang berasal dari tahap prepress yaitu

limbah cair proses pencucian pelat.

Pengendapan Polutan dalam Limbah

dengan Koagulan

Air limbah percetakan mengandung

polutan-polutan yang terdapat sebagai partikel

koloid yang tidak bisa dipisahkan hanya

dengan penyaringan atau pengendapan biasa.

Partikel-partikel koloid tersebut terlalu ringan

untuk dapat mengendap dengan pengendapan

biasa. Partikel ini bersifat stabil sehingga

membutuhkan pengaruh dari luar yaitu dengan

penambahan bahan kimia agar partikel

menjadi tidak stabil (Teng 2000).

Prinsip pengendapan polutan berupa

partikel koloid adalah berdasarkan proses

koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah

proses destabilisasi partikel koloid dengan

penambahan koagulan yang mempunyai

muatan berlawanan dengan muatan partikel

koloid. Proses ini biasa disebut juga proses

netralisasi partikel koloid yang dibantu

dengan pengadukan cepat sehingga

menghasilkan flok (gumpalan). Ada dua jenis

koagulan yang dapat membantu proses

koagulasi yaitu koagulan yang bersifat asam

(tawas (Al K (SO4)2. 12 H2O), FeSO4) dan

koagulan yang bersifat basa (kapur

(Ca(OH)2)). Setiap koagulan memiliki kondisi

optimumnya masing-masing dalam

mengendapkan polutan dalam limbah cair.

Flokulasi adalah proses penggabungan

partikel-partikel yang tidak stabil dengan

pengadukan lambat membentuk gumpalan

yang lebih besar sehingga dapat lebih cepat

dipisahkan (Teng 2000). Pengujian proses

koagulasi-flokulasi ini dapat dilakukan

dengan menggunakan alat Jar Tests yang

kecepatan pengadukan contoh dapat diatur

(Hanum 2002).

Mekanisme pengendapan dengan koagulan

pada partikel koloid, berkaitan dengan muatan

listrik pada partikel koloid tersebut.

Umumnya partikel koloid alam bermuatan

negatif. Partikel koloid memiliki muatan yang

sama satu sama lain. Akibatnya, partikel

koloid tolak-menolak satu sama lain sehingga

pembentukan partikel yang lebih besar

menjadi terhalang. Koagulan yang

mengandung muatan yang berlawanan dengan

muatan partikel koloid akan menjerap koloid

tersebut pada permukaannya dan menurunkan

gaya tolak-menolak antar partikel koloid

sehingga partikel tidak terhalang lagi untuk

membentuk partikel yang lebih besar dan

dapat mengendap (Aminzadeh et al. 2007).

Mekanisme pengendapan dengan

penambahan koagulan dapat dijelaskan

sebagai berikut: koagulan dalam air akan

terurai menjadi M3+

dan mengalami hidrolisis

membentuk M(OH)3 (M = Al, Fe). M3+

inilah

yang dapat menyebabkan destabilisasi partikel

koloid, mengurangi gaya tolak menolak antar

partikel koloid, sehingga partikel koloid dapat

bergabung membentuk flok. Hasil hidrolisis

koagulan berupa M(OH)3 memiliki kelarutan

yang rendah dan permukaan cukup luas yang

dapat menjerap partikel di sekitarnya dan

mengendapkannya. Kelarutan M(OH)3 dapat

berubah-ubah bergantung pada pH koagulasi.

Kelarutan M(OH)3 dapat meningkat pada pH

asam maupun basa, semakin asam maupun

basa maka semakin tinggi kelarutan M(OH)3.

Kemampuan jerapan tersebut dapat

menurunkan kadar COD, BOD, TSS, dan

logam yang terkandung dalam limbah cair

(Patoczka 1998; Aminzadeh et al.2007).

Reaksi penjerapan yang terjadi merupakan

reaksi pertukaran ion (Manahan 1994),

sebagai contoh:

Page 13: Fecl3 Bod Cod

Untuk senyawa fosfat, terjadi pertukaran

antara OH- pada M(OH)3 dengan anion

HPO42-

pada senyawa fosfat. Reaksi yang

terjadi adalah sebagai berikut:

M(OH)3 + H2PO4-

M(OH)2H2PO4+OH-

Untuk senyawa logam, terjadi pertukaran

kation H+ pada M(OH)3 dengan kation

logam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai

berikut:

M(OH)3 + Zn2+

M(OH)-O-Zn-O + 2H+

Zeolit

Mineral zeolit pertama kali ditemukan

pada tahun 1756 oleh Baron Cronsted,

seorang ahli mineral berkebangsaan Swedia.

Kata zeolit berasal dari kata zein artinya

mendidih dan lithos yang berarti batuan.

Zeolit didefinisikan sebagai suatu

aluminosilikat dengan kerangka struktur

berongga yang ditempati oleh molekul-

molekul air dan kation yang keduanya dapat

bergerak bebas sehingga memungkinkan

pertukaran ion tanpa merusak struktur zeolit.

Struktur kerangka dasar zeolit dapat dilihat

pada Gambar 2. Dalam proses

pembentukannya, unsur silikon bervalensi

empat digantikan oleh unsur aluminium yang

bervalensi tiga sehingga terjadi kelebihan

muatan negatif. Kelebihan muatan negatif ini

dapat dinetralkan oleh adanya kation-kation

yang didominasi oleh natrium (Na), Kalium

(K), magnesium (Mg), dan Kalsium (Ca)

(Ming dan Mumpton 1989). Secara umum

rumus kimia untuk zeolit adalah

MxDy[Alx+2ySin-(x+2y)O2n].mH2O, dengan

M : K+, Na

+, atau kation monovalen lainnya;

D : Mg2+

, Ca2+

, atau kation bivalen lainnya;

x, y : bilangan tertentu;

n : bilangan tertentu;

m : jumlah mol air.

Gambar 2 Struktur dasar zeolit

(Sumber: Gottardi dan Galli 1985)

Zeolit dapat digunakan sebagai bahan

penjerap karena zeolit merupakan kristal unik

dengan volume kosong berkisar 20–50% dan

luas permukaan internalnya mencapai ratusan

ribu m2 per kg (Ming & Mumpton 1989).

Kristal zeolit mempunyai susunan yang

berpori, banyak saluran, dan rongga yang

teratur serta saling berhubungan. Molekul-

molekul air dan molekul-molekul lain yang

berukuran lebih kecil dari pori dapat

terperangkap dalam kerangka zeolit. Zeolit

sebagai bahan penjerap didehidrasi melalui

pemanasan untuk menghilangkan molekul air.

Ion-ion pada rongga zeolit seperti Na+, Ca

2+,

K+, Mg

2+, dan Sr

2+ berguna untuk memelihara

kenetralan listrik. Ion-ion tersebut dapat

bergerak bebas sehingga memungkinkan

terjadinya pertukaran ion. Kemampuan

pertukaran ion pada zeolit merupakan salah

satu parameter untuk menentukan mutu zeolit.

Kapasitas tukar kation (KTK) adalah jumlah

miligram ekuivalen (me) ion yang dapat

dipertukarkan maksimum oleh 100 gram

bahan penukar ion (zeolit) dalam keadaan

kesetimbangan. KTK ditentukan oleh derajat

substitusi Al3+

atau Fe3+

terhadap Si4+

yang

menghasilkan muatan negatif pada kerangka

zeolit. Semakin besar derajat substitusi

menunjukkan bahwa diperlukan lebih banyak

kation alkali atau alkali tanah untuk

menetralkan muatan negatif pada kerangka

sehingga nilai KTK makin besar (Ming dan

Mumpton 1989).

Ada dua metode penjerapan dengan zeolit,

yaitu metode tumpak (batch adsorption) dan

lapik tetap (fixed bed adsorption). Pada

metode tumpak, larutan contoh dicampur dan

dikocok bersamaan dengan bahan penjerap

sampai tercapai kesetimbangan. Sementara,

metode lapik tetap menempatkan penjerap

dalam kolom sebagai lapik. Zat yang akan

dijerap dan dialirkan ke dalam kolom disebut

influen. Larutan yang keluar dari kolom

merupakan sisa zat yang tidak terjerap, disebut

efluen (Benefield et al. 1990).

Zeolit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

zeolit alam dan zeolit sintetik. Zeolit alam

terbentuk selama ribuan tahun dalam bentuk

sedimen yang terjadi karena pencampuran

debu-debu vulkanis dengan air atau larutan

basa dari air danau, sedangkan zeolit sintetik

adalah zeolit yang dibuat di laboratorium.

Zeolit sintetik memiliki kelemahan yaitu

komposisinya sangat dipengaruhi oleh reaktan

yang digunakan. Zeolit alam yang telah

ditambang secara intensif di Indonesia

diantaranya terdapat di Lampung, dengan

kelimpahan sebesar tiga puluh juta ton

(Arryanto et al. 2002).

Derajat Keasaman (pH)

Nilai derajat keasaman (pH) dapat

didefinisikan sebagai ukuran dari aktivitas ion

hidrogen (H+) yang menunjukkan suasana

asam atau basa. Pengukuran pH dapat

Page 14: Fecl3 Bod Cod

digunakan untuk menghitung karbonat,

bikarbonat, CO2, dan kesetimbangan asam-

basa dalam air dan air limbah. Lingkungan

perairan yang baik mempunyai pH mendekati

normal atau basa karena pH tersebut

mendorong proses penguraian bahan organik

dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat

digunakan oleh fitoplankton. Penentuan pH

harus seketika setelah contoh diambil dan

tidak dapat diawetkan karena nilai pH

ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam

air, termasuk zat-zat yang secara kimia

maupun biokimia tidak stabil (Saeni 1989).

Pengaturan pH merupakan hal yang

penting dalam proses pengolahan limbah

secara kimiawi melalui pengendapan. Hal ini

disebabkan karena proses koagulasi-flokulasi

terjadi pada pH tertentu tergantung dari bahan

koagulan yang digunakan. Pengaturan pH

dapat dilakukan dengan penambahan asam

atau basa (Teng 2000).

Padatan

Padatan total dalam sampel cairan

mengandung padatan terlarut total (total

dissolved solid [TDS]) dan padatan

tersuspensi total (total suspended solid

[TSS]). Padatan terlarut total adalah bahan

dalam air yang akan melalui saringan dengan

diameter pori berukuran 2 µm atau lebih kecil.

Material yang ditahan oleh saringan adalah

padatan tersuspensi total. Padatan tersuspensi

total berupa partikel organik maupun

anorganik yang tidak larut dalam air dan

mempengaruhi tingkat kekeruhan dan

kecerahan air (APHA 2005).

Kebutuhan Oksigen Biokimia

Kebutuhan oksigen biokimia (biochemical

oxygen demand [BOD]) adalah jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme untuk penghancuran senyawa

organik maupun anorganik dalam waktu

tertentu (APHA 2005). Oksidasi biokimia ini

merupakan proses yang lambat dan

membutuhkan waktu agar terjadi reaksi

oksidasi yang sempurna. Namun, untuk

kepentingan praktis penentuan BOD

dilakukan selama lima hari inkubasi dengan

tujuan untuk mengurangi pengaruh oksidasi

ammonia (nitrifikasi) yang berlangsung pada

hari ke-8 hingga hari ke-10. Selama 5 hari

inkubasi, diperkirakan kesempurnaan oksidasi

mencapai 60-70%. Suhu 20 ˚C merupakan

suhu rata-rata daerah perairan iklim sedang,

mudah ditiru inkubator, dan suhu optimum

pengukuran BOD (Achmad 2004).

Analisis BOD secara titrimetri didahului

dengan penentuan oksigen terlarut yang

prinsipnya adalah oksigen terlarut akan

bereaksi dengan mangan (II) dalam suasana

basa menjadi hidroksida mangan dengan

valensi yang lebih tinggi (mangan (IV)).

Adanya iodida (I-) dalam suasana asam

menyebabkan mangan (IV) berubah kembali

menjadi mangan (II) dengan menghasilkan

iodin (I2) yang setara dengan jumlah oksigen

terlarut (SNI-06-2503-1991).

Kebutuhan Oksigen Kimia

Kebutuhan oksigen kimia (chemical

oxygen demand [COD]) adalah jumlah

oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi

senyawa organik dan anorganik secara kimia

(APHA 2005). Penentuan COD secara titrasi

dapat dilakukan dengan menggunakan

oksidator kuat (seperti K2Cr2O7) sebagai

titran. Keuntungan uji COD dibandingkan

BOD adalah penentuan COD membutuhkan

waktu yang lebih singkat yaitu selama 2 jam

dibandingkan penentuan BOD selama 5 hari.

Nilai COD lebih besar daripada BOD karena

jumlah senyawa organik yang dapat

teroksidasi secara kimia lebih besar daripada

oksidasi secara biokimia, terlebih lagi bila

sejumlah senyawa organik yang resisten

terhadap oksidasi biokimia (Saeni 1989).

Zink

Zink (Zn) atau seng merupakan jenis

logam berat kurang beracun. Logam ini

memiliki nomor atom 30, massa atom 65.409

g/mol, massa jenis 7.14 g/cm3, titik didih 1180

K dan titik leleh 692.68 K. Zn dapat

mengendap sebagai endapan hidroksida

Zn(OH)2 dengan Ksp sebesar 3 x 10-17

. Seng

dari segi industri dapat digunakan sebagai

material pengisi baterai, pigmen dalam cat dan

tinta dan pelapis pelat cetak. Zn dari segi

biologis berfungsi sebagai gugus prostetik

enzim, katalisator enzim dan hormon, dan

sistem kekebalan tubuh.

Walaupun Zn merupakan logam yang

cukup esensial bagi tubuh, kelebihan atau

akumulasi Zn dalam jangka waktu cukup lama

dapat berbahaya, bersifat toksik. Toksisitas Zn

diantaranya adalah dapat mengganggu

pertumbuhan, sistem pernapasan, dan

pencernaan. Selain itu, Zn yang masuk ke

dalam tubuh apabila bereaksi dengan asam

lambung dapat mengakibatkan iritasi lambung

(Slamet 1994).

Page 15: Fecl3 Bod Cod

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah contoh limbah cair

buangan proses pencucian pelat cetak

percetakan IPB yang diambil pada tanggal 7

Juli 2008 dan 21 Agustus 2008, koagulan

tawas dan FeCl3, larutan K2Cr2O7, larutan Na-

tiosulfat, larutan pengencer BOD, amilum,

larutan ferro amonium sulfat (FAS), campuran

H2SO4-Ag2SO4, indikator ferroin, kertas

saring Whatman tipe 934AH dengan ukuran

pori 0.45 µm, dan air bebas ion.

Alat-alat yang digunakan adalah TOA pH

meter HM-20S, alat refluks, botol BOD 250

ml, spektrofotometer serapan atom flame-gas

asetilen NovAA 300, dan spektrofotometer

inframerah transformasi fourier (Fourier

Transform InfraRed [FTIR]) Bruker.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa

tahap, antara lain pengukuran kondisi awal

limbah pencucian pelat cetak yang meliputi

pengukuran pH awal, COD awal, BOD5 awal,

TSS awal, dan logam Zn dalam limbah,

kemudian dilakukan sentrifugasi limbah, dan

pencarian kondisi optimum koagulasi melalui

keragaman konsentrasi koagulan tawas dan

FeCl3 dan keragaman pH. Keragaman

konsentrasi koagulan berkisar pada 20-140

mg/L, sedangkan keragaman pH berkisar pada

pH 5-9. Keragaman pH koagulasi dilakukan

melalui penambahan H2SO4 1.0 M

(Aminzadeh 2007).

Endapan pada setiap keragaman pH dan

konsentrasi koagulan ditimbang bobotnya.

Filtrat hasil pengendapan pada kondisi

optimum diberi perlakuan dengan dan tanpa

penjerapan menggunakan zeolit alam

Lampung berukuran 20-40 mesh dengan

metode jerapan tumpak. Filtrat hasil jerapan

dan tanpa jerapan dengan zeolit diukur

kembali kadar BOD5, TSS, dan logam Zn.

Endapan pada kondisi optimum dianalisis

dengan menggunakan FTIR (Lampiran 2).

Penentuan konsentrasi koagulan dan pH

koagulasi optimum

Gelas piala disediakan sebanyak 10 buah

dan ke dalam masing-masing gelas piala

tersebut ditambahkan 150 mL contoh limbah.

Larutan stok koagulan tawas dan FeCl3 dibuat

dengan konsentrasi 10000 mg/L. Selanjutnya

ke dalam lima gelas piala pertama

ditambahkan koagulan tawas sehingga

konsentrasinya dalam limbah menjadi sebesar

20, 50, 80, 110, dan 140 mg/L. Lima gelas

piala berikutnya ditambahkan koagulan FeCl3

sehingga konsentrasinya dalam limbah

menjadi sebesar 20, 50, 80, 110, dan 140

mg/L. Banyaknya volume koagulan yang

ditambahkan pada setiap keragaman

konsentrasi dapat dilihat di Lampiran 3.

Selanjutnya dilakukan pengaturan pH.

Mula-mula diukur pH campuran pada sepuluh

gelas piala, lalu ditambahkan ke dalam

masing-masing gelas piala H2SO4 1 M sampai

didapat pH 5. Contoh diaduk dengan stirer

selama 1 menit dengan kecepatan 120 rpm,

selanjutnya diaduk kembali dengan kecepatan

40 rpm selama 15 menit dan didiamkan

selama 24 jam, kemudian disaring. Filtrat

yang diperoleh diukur kembali pHnya dan

ditentukan kadar CODnya. Endapan yang

terbentuk dikeringkan dalam oven sampai

bobot konstan lalu ditimbang. Prosedur

diulangi dengan keragaman pH 6, 7, 8, dan 9.

Konsentrasi koagulan dan pH koagulasi

optimum diperoleh ketika kadar COD

terendah atau bobot endapan tertinggi.

Diagram keragaman konsentrasi koagulan dan

pH koagulasi dapat dilihat di Lampiran 4.

Penyiapan zeolit dan aktivasi zeolit

Zeolit Lampung digerus, lalu diayak

sehingga diperoleh zeolit berukuran 20-40

mesh. Selanjutnya zeolit dipanaskan dalam

oven pada suhu 200 °C selama 4 jam. Zeolit

hasil pemanasan disimpan dalam wadah kedap

udara.

Jerapan dengan zeolit

Zeolit Lampung yang telah disiapkan dan

diaktivasi, ditimbang sebanyak tiga gram, lalu

ditambahkan filtrat hasil pengendapan

optimum dan dikocok selama 48 jam dengan

kecepatan pengocokan 350 rpm (Kusumawati

2006). Setelah 48 jam, larutan ini

disentrifugasi dan filtratnya diukur kadar

COD, BOD5, TSS, dan logam Zn.

Penentuan kebutuhan oksigen kimia

(SNI 06-6989.15-2004)

Standardisasi larutan ferro amonium

sulfat (FAS). Larutan K2Cr2O7 0.025 N

sebanyak 10 mL dipipet, dimasukkan ke

dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 2 mL

H2SO4 pekat dan 3 tetes indikator ferroin.

Kemudian larutan dititrasi dengan larutan

FAS 0.1 N dengan perubahan warna dari biru

Page 16: Fecl3 Bod Cod

kehijauan menjadi merah kecoklatan. Volume

FAS yang terpakai dicatat.

Uji contoh. Contoh (filtrat hasil

penyaringan proses pengendapan limbah)

diencerkan 10x, lalu sebanyak 10 mL filtrat

hasil pengenceran dimasukkan ke dalam labu

didih, ditambahkan 0.2 g HgSO4, 10 mL

K2Cr2O7 0.25 N, dan beberapa batu didih, lalu

dikocok supaya tercampur. Larutan H2SO4-

Ag2SO4 sebanyak 15 mL ditambahkan ke

dalam campuran tersebut dengan hati-hati,

dikocok kembali, dan dididihkan (refluks)

selama 120 menit, lalu didinginkan. Indikator

ferroin sebanyak 2-5 tetes ditambahkan ke

dalam larutan contoh, lalu dititrasi dengan

larutan FAS yang telah distandardisasi dengan

perubahan warna dari biru kehijauan menjadi

merah kecoklatan. Volume larutan FAS yang

terpakai dicatat. Blanko akuades dibuat

dengan perlakuan yang sama seperti sampel.

Pembuatan larutan untuk pengukuran COD

dapat dilihat di Lampiran 5. Rumus untuk

perhitungan COD adalah sebagai berikut:

fpVcontoh

1000OBENxVtc)-(VtbCOD 2FAS

Keterangan:

Vtb : Volume FAS untuk titrasi blanko

Vtc : Volume FAS untuk titrasi contoh

fp : faktor pengenceran

Penentuan kebutuhan oksigen biokimia

(SNI-06-2503-1991)

Standardisasi natrium tiosulfat. Larutan

K2Cr2O7 0.025 N sebanyak 10 mL

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan

ditambahkan 0.5 gram KI dan H2SO4 pekat.

Kemudian larutan dititrasi dengan Na-tiosulfat

0.025 N dengan indikator amilum sampai

tidak berwarna. Volume Na-tiosulfat yang

terpakai dicatat, lalu konsentrasi Na-tiosulfat

ditentukan sebagai Nt

Persiapan contoh. Contoh (filtrat hasil

pengendapan pada kondisi optimum)

sebanyak 50 mL diencerkan dengan larutan

pengencer BOD sampai 1000 mL dan diaerasi

selama 15 menit. Setelah itu, contoh

dimasukkan ke dalam botol BOD 250 mL

(Vb) sampai penuh dan ditutup. Penutupan

botol diusahakan tidak ada gelembung udara.

Titrasi contoh. Tutup botol BOD dibuka

dan contoh ditambahkan dengan 1 mL larutan

MnSO4 dan 1 mL larutan alkali iodida azida

melalui dinding botol. Botol ditutup dengan

hati-hati dan dikocok dengan cara membolak-

balikkan botol beberapa kali. Campuran

dibiarkan sampai terbentuk endapan. Setelah

itu, tutup botol dibuka dan ditambahkan

dengan 1 mL larutan H2SO4 pekat melalui

dinding botol, kemudian dinding botol ditutup

kembali. Larutan dikocok sampai semua

endapan larut. Larutan sebanyak 50 mL (Vc)

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dititrasi

dengan Na-tiosulfat yang telah distandardisasi

sampai warna kuning muda. Kemudian

larutan ditambahkan 3 tetes amilum dan titrasi

dilanjutkan sampai warna biru hilang pertama

kali. Volume Na-tiosulfat yang terpakai

dicatat sebagai Vt. Blanko larutan pengencer

BOD dibuat dengan perlakuan yang sama

seperti prosedur contoh. Titrasi contoh

dilakukan pula pada hari kelima. Pembuatan

larutan untuk pengukuran BOD5 dapat dilihat

di Lampiran 6. Rumus untuk perhitungan

BOD adalah sebagai berikut:

Oksigen Terlarut (OT) pada hari ke-t

OTt = 2)-Vb(Vc

1000VbOBENtVt 2

BOD = [(OTC0-OTC5)-k(OTB0-OTB5)] x fp

Keterangan:

Nt : Normalitas titran

OTC : Oksigen terlarut contoh

OTB : Oksigen terlarut blanko

fp : faktor pengenceran

k : (fp-1)/fp

Penentuan kadar padatan tersuspensi total

(SNI 06-6989.3-2004)

Penimbangan kertas saring kosong.

Kertas saring diletakkan pada alat penyaring

dan dibilas tiga kali dengan akuades masing-

masing sebanyak 20 mL. Alat pengisap

dinyalakan untuk menghisap air yang terdapat

pada kertas saring. Kertas saring diambil dan

dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105

˚C selama 1 jam. Kemudian didinginkan

dalam desikator selama 10 menit dan

ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai

diperoleh bobot konstan.

Penyaringan contoh. Contoh (filtrat hasil

pengendapan optimum) sebanyak 50 mL

diaduk sampai homogen dan disaring dengan

menggunakan kertas saring yang telah

diketahui bobot konstannya pada cawan Goch

yang dilengkapi dengan alat pengisap.

Kemudian kertas saring dibilas tiga kali

dengan akuades masing-masing sebanyak 10

mL. Setelah itu, kertas saring diambil dan

dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-

105 ˚C selama 1 jam. Kertas saring

didinginkan dalam desikator selama 10 menit

Page 17: Fecl3 Bod Cod

dan kemudian ditimbang. Penimbangan

dilakukan sampai diperoleh bobot konstan.

Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai

berikut:

TSS = contohvolume

saringkertaspadaresidubobot

Pengukuran absorbans dan konsentrasi Zn

dalam air limbah

(SNI 06-6989.7-2004)

Contoh diambil sebanyak 25 mL, dikocok

sampai homogen, ditambahkan 5 mL larutan

HNO3 65%, kemudian dipanaskan sampai

volume tertentu. Selanjutnya, air bebas ion

sebanyak 10 mL ditambahkan ke dalam gelas

piala tersebut, diaduk, disaring, dan

dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL.

Volume ditepatkan sampai tanda tera dengan

air bebas ion. Absorbans dan konsentrasi Zn

diukur pada panjang gelombang 213.9 nm

dengan AAS.

Analisis FTIR

Endapan yang diperoleh pada konsentrasi

koagulan dan pH koagulasi optimum,

dikeringkan dalam oven sampai bobot konstan

lalu ditimbang. Endapan kering lalu dicampur

dengan KBr dan digerus dengan mortar agate,

lalu dibuat pelet KBr dengan bantuan vakum.

Pelet yang terbentuk dianalisis dengan FTIR.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Limbah Pencucian Pelat Cetak

Limbah cair pencucian pelat cetak

memiliki warna biru kehijauan dan berbau.

Data mengenai limbah cair sebelum

mendapatkan perlakuan beserta baku mutu air

limbah yang aman untuk dibuang ke

lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Limbah cair pencucian pelat cetak

Parameter

Nilai

parameter

Baku

mutu

limbah cair

sebelum

perlakuan

[(IFC

(2007)]

pH 13.31 6-9

COD 7526.4 mg/L 150 mg/L

BOD5 417.01 mg/L 30 mg/L

TSS 252 mg/L 50 mg/L

Tembaga (Cu) 0.125 mg/L 0.5 mg/L

Lanjutan

Parameter

Nilai

parameter

Baku

mutu

limbah cair

sebelum

perlakuan

[(IFC

(2007)]

Seng (Zn) 0.85 mg/L 0.5 mg/L

Besi (Fe) 0.625 mg/L 3 mg/L

Timbal (Pb) 0.19 mg/L 1 mg/L

Kadmium (Cd) 0.01 mg/L 0.1 mg/L

Kromium (Cr) 0.155 mg/L 0.5 mg/L

Perak (Ag) 0.04 mg/L 0.5 mg/L

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari sebelas

parameter analisis yang diuji, ada lima

parameter yang memiliki nilai yang masih

berada di atas baku mutu air limbah yang

aman untuk dibuang ke lingkungan menurut

IFC 2007. Kelima parameter tersebut adalah

pH, COD, BOD5, TSS, dan logam Zn. Hal ini

cukup membuktikan bahwa limbah cair

pencucian pelat cetak cukup berbahaya. Dari

kelima parameter tersebut, parameter COD

yang memiliki nilai yang sangat tinggi dan

sangat jauh di atas baku mutu. Oleh karena

itu, parameter uji COD inilah yang dijadikan

sebagai parameter utama dalam penentuan

konsentrasi koagulan dan pH koagulasi

optimum. Nilai COD yang tinggi

menunjukkan bahwa limbah cair pencucian

pelat cetak mengandung banyak senyawa

organik dan anorganik.

Konsentrasi Koagulan dan pH Koagulasi

Optimum

Limbah cair pencucian pelat cetak dapat

diendapkan dengan penambahan koagulan

tawas dan FeCl3 (Lampiran 7). Limbah ini

disentrifugasi terlebih dahulu sebelum

penambahan koagulan untuk memisahkan

padatan limbah dari cairannya. Penambahan

kedua koagulan ini dapat menurunkan pH

limbah walaupun penurunannya tidak terlalu

besar (Lampiran 8 dan 9). Setiap koagulan

memiliki konsentrasi dan pH koagulasi

optimum yang berbeda-beda. Pada penelitian

ini, parameter yang digunakan dalam

penentuan konsentrasi koagulan dan pH

koagulasi optimum adalah COD dan bobot

endapan yang terbentuk.

Tawas

Tawas adalah garam aluminium yang

dapat membantu proses pengendapan partikel

dalam limbah. Gambar 3 menunjukkan

Page 18: Fecl3 Bod Cod

hubungan antara konsentrasi tawas dan nilai

COD pada setiap variasi pH koagulasi.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

20 50 80 110 140

Konsentrasi tawas (mg/L)

Nilai C

OD

(m

g/L

)

Gambar 3 Hubungan antara konsentrasi tawas

(mg/L) dan nilai COD (mg/L),

dengan pH 5, pH 6, pH 7

x pH 8, pH 9

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui

bahwa konsentrasi optimum tawas sebesar

110 mg/L. Pada kondisi tersebut COD yang

diperoleh minimum yaitu sebesar 768 mg/L.

Data lengkap nilai COD pada setiap

keragaman konsentrasi tawas dan pH

koagulasi dapat dilihat di Lampiran 10.

Oleh karena yang memiliki kemampuan

untuk menjerap senyawa organik maupun

anorganik dengan penambahan koagulan

tawas adalah Al(OH)3, maka tercapainya

kondisi optimum pengendapan dapat

dikaitkan dengan jumlah Al(OH)3 yang

terbentuk. Tercapainya kondisi optimum

koagulan tawas pada konsentrasi 110 mg/L

dapat dijelaskan sebagai berikut: pada

konsentrasi di bawah 110 mg/L, Al(OH)3

yang terbentuk belum maksimum, artinya

Al(OH)3 masih dapat terbentuk dengan

ditambahkannya kembali konsentrasi tawas

sehingga COD masih dapat turun sampai pada

konsentrasi 110 mg/L. Pada konsentrasi di

atas 110 mg/L, COD kembali naik karena

semakin banyak konsentrasi tawas yang

dihasilkan maka semakin banyak pula H+

yang dihasilkan dalam reaksi hirolisisnya,

dengan kata lain suasana semakin asam.

Suasana yang semakin asam dapat kembali

melarutkan Al(OH)3 yang telah terbentuk.

Penurunan COD pada kondisi optimum

dengan penambahan koagulan tawas cukup

besar yaitu sebesar 89.79 % (Lampiran 9).

Akan tetapi persen penurunan COD yang

cukup besar ini memiliki nilai COD yang

masih berada di atas baku mutu COD air

limbah menurut IFC (2007) (Tabel 1).

Kondisi optimum pengendapan dengan

koagulan tawas tercapai pada pH 8. Hal ini

sesuai dengan kisaran pH optimum koagulan

tawas yang berkisar antara pH 6 dan 8 (Lugosi

& Gajari 2002). Berdasarkan hasil penelitian,

urutan pH koagulasi dari mulai COD terendah

sampai COD tertinggi adalah pH 8, 7, 6, 5,

dan 9. Hal ini berarti koagulasi cenderung

berlangsung dengan baik pada pH mendekati

netral sampai dengan asam. Hal ini dapat

dijelaskan sebagai berikut: pada pH optimum,

reaksi tawas dalam air menghasilkan Al(OH)3

yang dapat menjerap partikel di sekitarnya

dan memiliki kelarutan yang rendah sehingga

dapat mengendap bersama-sama partikel.

Pada pH di bawah pH optimum (pH asam),

kelarutan Al(OH)3 akan meningkat

membentuk muatan positif [Al(OH)2)]+,

[Al(OH)]2+

dan pada pH di atas pH optimum

(pH basa), kelarutan Al(OH)3 akan meningkat

pula membentuk muatan negatif [Al(OH)4]-.

Kelarutan Al(OH)3 yang meningkat

menyebabkan berkurangnya jumlah Al(OH)3

yang menjerap partikel di sekitarnya. Reaksi

penjerapan yang terjadi merupakan rekasi

pertukaran ion (Manahan 1994).

0.4

0.45

0.5

0.55

0.6

0.65

20 50 80 110 140

Konsentrasi tawas (mg/L)

Bobot

endapan (

gra

m)

Gambar 4 Hubungan antara konsentrasi tawas

(mg/L) dan bobot endapan (gram),

dengan pH 5, pH 6, pH 7

x pH 8, pH 9

Gambar 4 menunjukkan hubungan antara

konsentrasi tawas dan bobot endapan yang

terbentuk pada setiap variasi pH koagulasi.

Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa

konsentrasi optimum tawas sebesar 110 mg/L

dan pH koagulasi optimum pada pH 8 dengan

bobot endapan terbesar sebesar 0.6209 g. Data

lengkap bobot endapan pada setiap variasi

konsentrasi tawas dan pH koagulasi dapat

dilihat di Lampiran 11. Data bobot endapan

ternyata berbanding terbalik dengan data

COD, artinya semakin rendah nilai COD,

maka semakin banyak endapan yang

optimum

optimum

Page 19: Fecl3 Bod Cod

terbentuk. Hal ini berarti endapan yang

terbentuk mengandung senyawa organik

maupun anorganik, sehingga kandungan

senyawa organik dan anorganik dalam filtrat

menurun.

FeCl3

FeCl3 merupakan garam besi yang dapat

membantu proses pengendapan partikel dalam

limbah. Gambar 5 menunjukkan hubungan

konsentrasi FeCl3 dan nilai COD pada setiap

variasi pH koagulasi.

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

20 50 80 110 140

Konsentrasi FeCl3 (mg/L)

Nilai C

OD

(m

g/L

)

Gambar 5 Hubungan antara konsentrasi FeCl3

(mg/L) dan nilai COD (mg/L),

dengan pH 5, pH 6, pH 7

x pH 8, pH 9

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui

bahwa konsentrasi optimum FeCl3 sebesar 80

mg/L. Pada kondisi tersebut COD yang

diperoleh minimum yaitu sebesar 520.80

mg/L. Data lengkap nilai COD pada setiap

variasi konsentrasi FeCl3 dan pH koagulasi

dapat dilihat di Lampiran 12.

Konsentrasi optimum FeCl3 lebih kecil

daripada konsentrasi optimum tawas. Hal ini

dikarenakan luas permukaan Fe(OH)3 lebih

besar daripada luas permukaan Al(OH)3. Luas

permukaan Fe(OH)3 sebesar 200-400 m2/g

sedangkan luas permukaan Al(OH)3 sebesar

160-230 m2/g (Mahvi et al. 2005). Semakin

luas permukaan hidroksida logam koagulan,

maka semakin besar kemampuannya dalam

menjerap partikel yang ada di sekelilingnya,

sehingga semakin kecil konsentrasi optimum

koagulan tersebut. Persen penurunan COD

dengan koagulan FeCl3 pada kondisi optimum

cukup besar yaitu sebesar 93.91% (Lampiran

12), akan tetapi walaupun persen penurunan

COD cukup besar, nilai COD yang masih

berada di atas baku mutu COD air limbah

menurut IFC (2007) (Tabel 1).

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa koagulan FeCl3 lebih baik

dan efisien daripada koagulan tawas karena

untuk memperoleh COD minimum,

konsentrasi FeCl3 yang dibutuhkan lebih kecil

daripada tawas (konsentrasi optimum FeCl3

sebesar 80 mg/L sedangkan konsentrasi

optimum tawas sebesar 110 mg/L) dan persen

penurunan COD yang dihasilkan oleh FeCl3

pada kondisi optimum lebih besar daripada

tawas (persen penurunan COD oleh FeCl3

sebesar 93.91% sedangkan oleh tawas sebesar

89.79%).

Koagulasi optimum oleh FeCl3 dicapai

pada pH 6. Hal ini sesuai dengan kisaran pH

optimum koagulan FeCl3 yang berkisar antara

pH 4 dan 7 (Lugosi & Gajari 2002). Urutan

pH koagulasi dari COD terendah sampai COD

tertinggi adalah pH 6, 5, 7, 8, dan 9. Hal ini

berarti koagulasi cenderung berlangsung

dengan baik pada pH mendekati netral sampai

asam. Sama seperti tawas, hal ini dapat

dijelaskan sebagai berikut: pada pH optimum,

reaksi FeCl3 dalam air menghasilkan Fe(OH)3

yang dapat menjerap partikel di sekitarnya

dan memiliki kelarutan yang rendah sehingga

dapat mengendap bersama-sama partikel.

Pada pH di bawah pH optimum (pH asam),

kelarutan Fe(OH)3 akan meningkat

membentuk muatan positif [Fe(OH)2)]+,

[Fe(OH)]2+

dan pada pH di atas pH optimum

(pH basa), kelarutan Fe(OH)3 akan meningkat

pula membentuk muatan negatif [Fe(OH)4]-.

Kelarutan Fe(OH)3 yang meningkat

menyebabkan berkurangnya jumlah Fe(OH)3

yang menjerap partikel di sekitarnya. Reaksi

penjerapan yang terjadi merupakan rekasi

pertukaran ion (Manahan 1994).

0.5

0.55

0.6

0.65

0.7

0.75

20 50 80 110 140

Konsentrasi FeCl3 (mg/L)

Bobot

endapan (

gra

m)

Gambar 6 Hubungan antara konsentrasi FeCl3

(mg/L) dan bobot endapan (gram),

dengan pH 5, pH 6, pH 7

x pH 8, pH 9

Optimum

optimum

Optimum

Page 20: Fecl3 Bod Cod

Hubungan antara konsentrasi FeCl3 dan

bobot endapan yang terbentuk pada setiap

variasi pH koagulasi juga menunjukkan

bahwa konsentrasi optimum FeCl3 yang

diperoleh sebesar 80 mg/L dengan pH

koagulasi optimum pada pH 6 (Gambar 6).

Data lengkap bobot endapan pada setiap

variasi konsentrasi FeCl3 dan pH koagulasi

dapat dilihat pada Lampiran 13. Sama seperti

tawas, hubungan antara nilai COD dan bobot

endapan yang terbentuk setelah penambahan

FeCl3 adalah berbanding terbalik, artinya

semakin rendah nilai COD, maka semakin

banyak endapan yang terbentuk.

Aktivasi Zeolit

Zeolit yang digunakan adalah zeolit

Lampung. Zeolit Lampung termasuk jenis

klinoptilolit yang berwarna putih dan keras.

Zeolit Lampung termasuk zeolit alam dengan

kadar Si sedang dan nisbah Si/Al sebesar 5.24.

Daya pertukaran ion dari zeolit maksimum

bila perbandingan Si/Al mendekati 1. Nilai

KTK zeolit Lampung sebesar 89.62 me/100 g

dengan luas permukaan spesifik sebesar

37.7768 m2/g (Aningrum 2006). Ukuran zeolit

yang digunakan sebesar 20-40 mesh karena

kapasitas jerapannya cukup besar. Dan

metode jerapan tumpak dipilih karena

kapasitas jerapan metode tumpak lebih besar

daripada kapasitas jerapan metode lapik tetap

(Kusumawati 2006).

Aktivasi zeolit dengan pemanasan

bertujuan untuk mengeluarkan air yang

terdapat dalam rongga zeolit. Apabila molekul

air yang terdapat dalam rongga zeolit telah

dikeluarkan, maka molekul-molekul yang

memiliki jari-jari lebih kecil dari rongga zeolit

dapat masuk ke dalam rongga zeolit (Sastiono

1993).

Jerapan Zeolit

Limbah cair pencucian pelat cetak

memiliki kandungan logam Zn yang masih

berada di atas baku mutu logam Zn dalam air

limbah menurut IFC (2007) (Tabel 1). Untuk

mengurangi atau mengendapkan logam Zn

diperlukan suasana basa yaitu pada pH 9-10

(Armenante 1999). Oleh karena pH optimum

koagulan tawas dan FeCl3 berada pada yang

suasana kurang basa, maka diperlukan usaha

pengolahan limbah kembali untuk mengurangi

kandungan logam Zn dalam limbah. Salah

satu cara untuk mengurangi kandungan logam

Zn dalam limbah adalah dengan jerapan

menggunakan zeolit.

0.85

0.750.8

0.680.75

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Limbah tanpa

perlakuan

Limbah +

tawas

Limbah +

FeCl3

Limbah +

tawas +

zeolit

Limbah +

FeCl3 +

zeolit

Konse

ntr

asi

Zn (

mg/L

)

Gambar 7 Konsentrasi Zn dalam limbah tanpa

perlakuan dan dengan perlakuan

penambahan koagulan dan zeolit

Gambar 7 menunjukkan penambahan

koagulan dapat menurunkan kadar logam Zn

dalam limbah, walaupun penurunannya tidak

terlalu besar. Persen penurunan kadar Zn

dalam limbah cair dengan penambahan

koagulan tawas lebih besar daripada dengan

penambahan koagulan FeCl3. Persen

penurunan kadar Zn dengan penambahan

koagulan tawas dan FeCl3 berturut-turut

sebesar 11.76% dan 5.88%. Hal ini dapat

disebabkan oleh faktor pH. Filtrat hasil

pengendapan optimum dengan tawas memiliki

pH yang lebih basa daripada filtrat hasil

pengendapan optimum dengan FeCl3.

Semakin basa pH filtrat maka semakin besar

pula kemungkinan Zn2+

yang akan

terendapkan (Armenante 1999). Mekanisme

jerapan yang terjadi merupakan pembentukan

kompleks antara permukaan Al(OH)3 dan

Fe(OH)3 dengan ion logam (Manahan 1994).

Gambar 7 juga menunjukkan bahwa

konsentrasi Zn dapat diturunkan dengan

penambahan zeolit. Akan tetapi penurunannya

masih berada di atas baku mutu logam Zn

dalam air limbah yang aman menurut IFC

(2007) (Tabel 1).

Salah satu mekanisme jerapan dengan

zeolit adalah melalui pertukaran kation. Hal

ini dapat dijelaskan sebagai berikut: kation

dari larutan, dalam hal ini Zn2+

yang memiliki

jari-jari ion berukuran 1.38 Å, masuk ke

dalam rongga atau pori zeolit yang

berdiameter 2.9-7 Å, kemudian terjadi

pertukaran antara kation zeolit dengan kation

Zn2+

dari larutan, sehingga kandungan Zn2+

dalam limbah berkurang. Proses pertukaran

akan berakhir saat mencapai kesetimbangan

yaitu keadaan dengan perbandingan

konsentrasi kation yang terjerap pada zeolit

terhadap kation dalam larutan mencapai

maksimum. Keadaan setimbang memiliki laju

Limbah

+ FeCl3

Limbah

tanpa

perlakuan

Limbah

+ tawas

Limbah

+ tawas

+ zeolit

Limbah + FeCl3

+ zeolit

Page 21: Fecl3 Bod Cod

penjerapan adsorbat oleh adsorben sama

dengan laju desorpsi (pelepasan adsorbat yang

telah terikat kembali ke dalam larutan) (Ming

dan Mumpton 1989).

Penurunan logam Zn oleh zeolit pada

filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3 lebih

kecil daripada filtrat hasil pengendapan

dengan tawas. Persen penurunan kadar Zn

oleh zeolit pada filtrat hasil pengendapan

dengan FeCl3 dan tawas berturut-turut sebesar

11.76% dan 20%. Hal ini dikarenakan filtrat

hasil pengendapan dengan FeCl3 memiliki pH

yang lebih asam daripada filtrat hasil

pengendapan dengan tawas. Semakin asam

pH maka semakin besar kemungkinan masih

terdapatnya logam-logam terlarut lainnya

selain Zn2+

yang dapat menjadi pengganggu

proses masuknya Zn2+

ke dalam rongga zeolit

mupun proses pertukaran antara kation zeolit

dengan Zn2+

. Kation logam-logam terlarut

tersebut dapat berkompetisi dengan Zn2+

sehingga menyebabkan Zn2+

yang terjerap

pada zeolit menjadi lebih sedikit.

Nilai kapasitas jerapan zeolit terhadap

Zn2+

yang terdapat pada filtrat hasil

pengendapan dengan tawas dan FeCl3

berturut-turut sebesar 0.0036 me/100 g dan

0.0025 me/100 g (Lampiran 14). Nilai

kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+

ini

sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai

KTK zeolit Lampung sebesar 89.62 me/100 g

(Aningrum 2006), dengan kata lain Zn2+

pada

filtrat hasil pengendapan dengan tawas dan

FeCl3 yang terjerap oleh zeolit berturut-turut

sebesar 0.004% dan 0.003% dari total kation

dapat tukar.

378.4550.4447.2756.8

7430.4

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

Limbah

tanpa

perlakuan

Limbah +

tawas

Limbah +

FeCl3

Limbah +

tawas +

zeolit

Limbah +

FeCl3 +

zeolit

Nilai C

OD

(m

g/L

)

Gambar 8 Nilai COD tanpa perlakuan dan

dengan perlakuan penambahan

koagulan dan zeolit

Penambahan zeolit pada filtrat hasil

pengendapan dengan koagulan ternyata masih

dapat menurunkan nilai COD filtrat tersebut,

hanya saja persen penurunannya tidak terlalu

besar (penurunan dibandingkan terhadap COD

filtrat hasil pengendapan dengan koagulan)

(Gambar 8) dan masih berada di atas baku

mutu COD air limbah yang aman. Persen

penurunan COD oleh zeolit pada filtrat hasil

pengendapan dengan tawas dan FeCl3

berturut-turut sebesar 27.27% dan 15.38%

(Lampiran 15).

Kebutuhan Oksigen Biokimia

41.959.4848.2476.17

417.01

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Limbah

tanpa

perlakuan

Limbah +

tawas

Limbah +

FeCl3

Limbah +

tawas +

zeolit

Limbah +

FeCl3 +

zeolit

Nilai

BO

D5 (

mg/L

)

Gambar 9 Nilai BOD5 tanpa perlakuan dan

dengan perlakuan penambahan

koagulan dan zeolit

Gambar 9 menunjukkan nilai BOD5

menurun dengan adanya penambahan

koagulan maupun zeolit. Penurunan BOD5

dengan penambahan FeCl3 lebih besar

daripada dengan penambahan tawas dan

penurunannya lebih besar lagi dengan

penambahan zeolit. BOD5 minimum sebesar

41.9 mg/L diperoleh pada perlakuan

penambahan koagulan FeCl3 dan zeolit.

Walaupun pada BOD5 minimum sebesar 41.9

mg/L memiliki persen penurunan BOD5 yang

sudah cukup besar yaitu sebesar 89.95%

(Lampiran 16), akan tetapi nilai ini masih

berada di atas baku mutu BOD5 air limbah

yang aman untuk dibuang ke lingkungan

(Tabel 1).

Padatan Tersuspensi Total

122132128138

252

0

50

100

150

200

250

300

Limbah

tanpa

perlakuan

Limbah +

tawas

Limbah +

FeCl3

Limbah +

tawas +

zeolit

Limbah +

FeCl3 +

zeolit

Nilai

TS

S (

mg

/L)

Gambar 10 Nilai TSS tanpa perlakuan dan

dengan perlakuan penambahan

koagulan dan zeolit

Limbah

tanpa

perlakuan

Limbah

tanpa

perlakuan

Limbah

+ tawas

Limbah

+ FeCl3

Limbah

+ FeCl3 Limbah

+ tawas

Limbah

+ tawas

+ zeolit

Limbah

+ tawas

+ zeolit

Limbah

+ FeCl3

+ zeolit

Limbah

+ FeCl3

+ zeolit

Limbah

tanpa

perlakuan

Limbah

+ tawas

Limbah

+ FeCl3

Limbah

+ tawas

+ zeolit

Limbah

+ FeCl3

+ zeolit

Page 22: Fecl3 Bod Cod

Gambar 10 menunjukkan nilai TSS

menurun dengan adanya penambahan

koagulan maupun zeolit. Contoh perhitungan

nilai TSS dapat dilihat di Lampiran 17.

Penurunan TSS dengan penambahan koagulan

FeCl3 lebih besar daripada penambahan tawas

dan penurunan kembali terjadi lagi dengan

penambahan zeolit walaupun penurunannya

tidak besar. Persen penurunan TSS pada nilai

minimum 122 mg/L sebesar 51.59%

(Lampiran 17) dan nilai ini masih berada di

atas baku mutu TSS air limbah yang aman

(Tabel 1).

Analisis FTIR

Spektrum inframerah endapan hasil

pengendapan koagulan tawas dan FeCl3

hampir sama (Lampiran 18), karena pada

dasarnya endapan yang dianalisis berasal dari

limbah yang sama, hanya berbeda jenis

koagulan yang ditambahkannya. Kedua hasil

spektrum IR tersebut memiliki uluran OH

pada kisaran bilangan gelombang 3427.43-

3369.72 cm-1

, Si-OH pada kisaran bilangan

gelombang 2800-2900 cm-1

, ulur Si-O pada

kisaran bilangan gelombang 1620-1645 cm-1

,

tekuk Si-O pada kisaran bilangan gelombang

450-1000 cm-1

. Selain itu, serapan Al-O

dengan kisaran bilangan gelombang 1000-

1110 cm-1

muncul pada spektrum IR endapan

hasil pengendapan dengan tawas dan serapan

Fe-O dengan kisaran bilangan gelombang

1039.6- 1120 cm-1

muncul pada spektrum IR

hasil pengendapan dengan FeCl3 (Nakamoto

1997) (Tabel 2).

Tabel 2 Bilangan gelombang inframerah dan

dugaan gugus fungsi

Endapan Puncak Dugaan

serapan

(cm-1

)

gugus

fungsi

Pengendapan 3435.05 OH

dengan 2860.6 Si-OH

tawas 1622.15 Ulur Si-O

1107.09 Ulur Al-O

810.27 Ulur Si-O

619.9 Tekuk Si-O

465.18 Tekuk Si-O

Pengendapan 3437.68 OH

dengan 2858.69 Si-OH

FeCl3 1622.79 Ulur Si-O

1108.34 Ulur Fe-O

809.91 Ulur Si-O

620.17 Tekuk Si-O

467.36 Tekuk Si-O

Pelat cetak dicuci dengan larutan

pengembang:air (1:7), sehingga senyawa yang

terkandung dalam limbah pencucian pelat

cetak merupakan senyawa yang terkandung

dalam larutan pengembang dan air. Hasil

identifikasi menunjukkan bahwa endapan

hasil koagulasi mengandung senyawa silikat,

terlihat dari munculnya serapan Si-O pada

spektrum inframerah (Lampiran 18). Hal ini

sesuai dengan senyawa yang terkandung

dalam larutan pengembang. Larutan

pengembang yang digunakan di percetakan

IPB merupakan larutan pengembang jenis

Superdot Posidev 90. Senyawa dalam larutan

pengembang ini sebagian besar air dan

natrium silikat. Penjelasan tentang larutan

pengembang ini dapat dilihat di Lampiran 19.

Serapan Al-O dan Fe-O juga muncul pada

spektrum inframerah. Kedua serapan tersebut

berasal dari Al(OH)3 dan Fe(OH)3 yang

memiliki kelarutan yang rendah. Serapan OH

pun muncul pada spektrum inframerah.

Serapan OH ini dapat berasal dari hidroksida

hasil hidrolisis koagulan dan silanol.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah cair pencucian pelat cetak dapat

diendapkan dengan penambahan koagulan.

Konsentrasi optimum koagulan tawas dalam

mengendapkan limbah cair adalah sebesar 110

mg/L dengan pH koagulasi optimum pada pH

8, sedangkan kosentrasi optimum koagulan

FeCl3 dalam mengendapkan limbah cair

adalah sebesar 80 mg/L dengan pH koagulasi

optimum pada pH 6. Koagulan FeCl3

menghasilkan persen penurunan COD, BOD5

dan TSS limbah yang lebih besar daripada

koagulan tawas. Akan tetapi persen penurunan

kadar Zn dalam limbah lebih besar dengan

penambahan koagulan tawas daripada

koagulan FeCl3. Endapan hasil koagulasi

mengandung senyawa silikat.

Zeolit dapat membantu mengurangi nilai

COD, BOD5, TSS, dan logam Zn dalam

limbah. Perlakuan FeCl3-zeolit menghasilkan

persen penurunan COD, BOD5, TSS yang

lebih besar daripada perlakuan tawas-zeolit.

Akan tetapi persen penurunan kadar Zn dalam

limbah lebih besar dengan perlakuan tawas-

zeolit daripada FeCl3-zeolit. Nilai COD,

BOD5, TSS, dan logam Zn yang diperoleh

pada setiap perlakuan masih berada di atas

baku mutu air limbah yang aman untuk

dibuang ke lingkungan.

Page 23: Fecl3 Bod Cod

Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan

untuk mengetahui jenis koagulan lain atau

cara lain pengolahan limbah cair pencucian

pelat cetak agar COD, BOD5, TSS, dan logam

Zn dalam limbah dapat turun nilainya sampai

di bawah baku mutu air limbah yang aman

untuk dibuang ke lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Ed ke-1.

Yogyakarta: ANDI.

Aminzadeh B, Sarparastzadeh H, Saeedi M,

Naeimpoor F. 2007. Pretreatment of

municipal wastewater by enhanched

chemical coagulation. International

Journal of Enviromental Research. 1:104-

113.

Aningrum S. 2006. Optimalisasi jerapan

kromium trivalent oleh zeolit Lampung

dengan metode lapik tetap dan perlakuan

kromium limbah penyamakan kulit

[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

[APHA] American Public Health Association.

2005. Standard Methods for the

Examination of Water and Wastewater. Ed

ke-21. Washington: APHA.

Armenante PM. 1999. Precipitation of heavy

metal from wastewaters. [terhubung

berkala]. http://www.cls06-2.pdf [14 April

2008].

Arryanto et al. 2002. Prospects of natural

zeolites in Indonesia for industrial

separation and environmental

management. J Zeolit Indones. 1:1-14.

Benefield LD, Joseph FJ, Borro LW. 1990.

Process Chemistry For Water and

Wastewater Treatment. New Jersey:

Prentice-Hall.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1991.

SNI SNI-06-2503-1991. Air dan Air

Limbah-Cara Uji Kebutuhan Oksigen

Biokimia (BOD). Serpong: BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004a.

SNI 06-6989.15-2004. Air dan Air

Limbah-Cara Uji Kebutuhan Oksigen

Kimia (COD) dengan Refluks Terbuka.

Serpong: BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004b.

SNI 06-6989.3-2004 Air dan Air Limbah-

Cara Uji Kadar Padatan Tersuspensi

Total (TSS) secara Gravimetri. Serpong:

BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004c.

SNI 06-6989.7-2004 Air dan Air Limbah-

Cara Uji Seng (Zn) dengan Metode

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-

Nyala. Serpong: BSN.

[Pusgrafin] Pusat Grafika Indonesia,

Peningkatan Sarana dan Jasa Grafika.

1982. Melayani Mesin Cetak-Offset. Ed

ke-2. Jakarta: Pusat Grafika Indonesia.

[IFC] International Finance Corporation.

2007. Enviromental, Health, and Safety

Guidelines for Printing. London: IFC.

Febrianti R. 2008. Pengaruh ion Na+, K

+,

Mg2+

, dan Ca2+

pada penjerapan kromium

trivalent oleh zeolit Lampung [skripsi].

Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

Gottardi G, Galli E. 1985. Natural Zeolites.

Berlin: Springer Verlag.

Hanum F. 2002. Proses pengolahan air sungai

untuk keperluan air minum. [terhubung

berkala]. http://www.USU digital library

[14 April 2008].

Khopkar SM. 2007. Konsep Dasar Kimia

Analitik. A Saptorahardjo, penerjemah.

Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic

Concepts of Analitycal Chemistry.

Kusumawati T. 2006. Jerapan kromium

limbah penyamakan kulit oleh zeolit

Cikembar dengan metode lapik tetap

[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

Lugosi R, Gajari J. 2002. Influence of Natural

Organic Matter on Coagulation

Efficiency. Hungary: University of

Veszprem.

Page 24: Fecl3 Bod Cod

Mahvi AH, Mesdaghinia A, Rafiee MT, Vaezi

F. 2005. Evaluation of ferric chloride and

alum efficiencies in enhanced coagulation

for TOC removal and related residual

metal concentrations. Iran J Environ

Health Sci. 2:189-194.

Manahan SE. 1994. Enviromental Chemistry.

Michigan: Lewis.

Masduqi A. 2004. Penurunan senyawa fosfat

dalam air limbah buatan dengan proses

adsorpsi menggunakan tanah haloisit.

Majalah IPTEK. 15:1-53.

Ming W, Mumpton FA. 1989. Zeolites in

Soils. Ed ke-2. Wisconsin: Soil Science

Society of America.

Nakamoto K. 1997. Infrared and Raman

Spectra of Inorganic and Coordination

Compounds. England: J Wiley.

Murcott S. 1999. Coagulation with metal salts

(alum,iron,lime). http://www.CP2salts.htm

[14 April 2008].

[NEWMOA] The Northeast Waste

Management Officials Association. 2006.

Pollution Prevention Technology Profile

Computer-to-Plate Lithographic Printing.

Boston: NEWMOA.

Patoczka J. 1998. Trace Heavy Metals

Removal with Ferric Chloride. Water

Environment Federation Industrial Wastes

Technical Conference. hlm 1-14.

Peraturan Pemerintah. 1999. PP No 18/1999

tentang Pengelolaan Limbah B3.

Reeve NR. 2002. Introduction to

Environmental Analysis. England: J Wiley.

Rosdiana T. 2006. Pencirian dan uji aktivitas

katalitik zeolit alam teraktivasi [skripsi].

Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor:

Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Antar

Universitas Ilmu Hayati IPB.

Sastiono A. 1993. Perilaku mineral zeolit dan

pengaruhnya terhadap perkembangan tanah

[disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Scheder G. 1976. Buku Perihal Cetak

Mencetak. Yogyakarta: Kanisius.

Skima. 2008. Bahan kimia penjernih air

(koagulan). http://www. SMK negeri 3

kimia Madiun.htm [30 Okt 2008].

Slamet JS. 1994. Kesehatan Lingkungan.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Subiyakto MG. 2008. Kimia fotografi hitam

putih.http://www.asmakmalaikat.com/go/ar

tikel/sains/sains20.htm. [2 Feb 2008].

Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa

Organik. Bandung: Ghalia Indonesia.

Sutrisno H et al. 2005. Silikat dan titanium

silikat mesopori-mesostruktur berbasis

struktur heksagonal dan kubik. Matematika

dan Sains. 10:69-74

Suwardi. 2002. Prospek pemanfaatan mineral

zeolit di bidang pertanian. J Zeolit Indones

hlm 5-12.

Teng ST. 2000. Gambaran Umum

Penanganan Limbah. Jakarta: PT

Nusantara Water Centre.

Tim Peneliti Departemen Kimia. 2007.

Inventarisasi dan pemetaan limbah cair

dalam upaya peningkatan kualitas air danau

[laporan penelitian]. Bogor: Departemen

Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian

Bogor.

Vengris T et al. 2004. Microbiological

degradation of a spent offset printing

developer. J Hazard Materi. 113:181-187.

Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik

Kualitatif Makro dan Semimikro. Ed ke-5.

Setiono L, Pudjaatmaka AH, penerjemah;

Shevla G, editor. London: Longman Group

Limited. Terjemahan dari: Textbook of

Macro and Semimicro Qualitative

Inorganic Analysis.

Page 25: Fecl3 Bod Cod

LAMPIRAN

Page 26: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 1 Proses cetak mencetak

Diedit dengan

komputer Naskah/

citra

Film cetak

Proses pemindahan citra

pada film ke pelat cetak Hasil pemindahan citra

film ke pelat cetak

Pencucian pelat cetak

dengan larutan pengembang

Pemasangan pelat cetak

ke dalam mesin cetak

Tahap penyelesaian (pemotongan kertas,

penyusunan halaman, penjilidan)

Buku Proses produksi dengan

mesin cetak

Pelat cetak

Kain cetak

Page 27: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 2 Diagram alir kerja

disentrifugasi

Analisis kondisi awal limbah meliputi pH, COD,

BOD5, TSS, logam Zn, Cu, Fe, Pb, Cd, Cr, dan Ag.

Penentuan kondisi optimum pengendapan melalui keragaman

konsentrasi koagulan (20, 50, 80, 110, dan 140 mg/L) dan

keragaman pH (pH 5, 6, 7, 8, dan 9)

Bobot endapan

Pengukuran

COD

Konsentrasi koagulan dan pH

koagulasi optimum

Identifikasi

dengan FTIR

Diterapkan kembali pada sampel

dikeringkan

Tanpa zeolit Dengan zeolit

Metode tumpak

Analisis kondisi akhir limbah meliputi

pH, COD, BOD5, TSS, dan logam Zn.

dikeringkan

COD minimum

Limbah cair

pencucian pelat cetak

Filtrat

Filtrat

Endapan Filtrat

Endapan

Filtrat Endapan

Page 28: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 3 Volume koagulan pada setiap konsentrasi koagulan dalam 150 mL contoh limbah

Konsentrasi koagulan Volume koagulan

(mg/L) yang ditambahkan (mL)

20 0.30

50 0.75

80 1.21

110 1.67

140 2.13

Contoh perhitungan:

Vkoagulan yang ditambahkan x Mawal koagulan = (Vlimbah + Vkoagulan yang ditambahkan) x Makhir koagulan

Vkoagulan yang ditambahkan x 10000 mg/L = (150 mL + Vkoagulan yang ditambahkan) x 20 mg/L

10000.Vkoagulan yang ditambahkan = 3000 + 20.Vkoagulan yang ditambahkan

(10000-20).Vkoagulan yang ditambahkan = 3000

9980.Vkoagulan yang ditambahkan = 3000

Vkoagulan yang ditambahkan = 3000 / 9980

Vkoagulan yang ditambahkan = 0.30 mL

Page 29: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 4 Diagram keragaman konsentrasi koagulan dan pH koagulasi

pH 5

pH 6

20 mg/L pH 7

pH 8

pH 9

pH 5

pH 6

50 mg/L pH 7

pH 8

pH 9

pH 5

pH 6

Koagulan 80 mg/L pH 7

pH 8

pH 9

pH 5

pH 6

110 mg/L pH 7

pH 8

pH 9

pH 5

pH 6

140 mg/L pH 7

pH 8

pH 9

Page 30: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 5 Pembuatan larutan untuk pengukuran COD

Larutan K2Cr2O7 0.25 N

Serbuk K2Cr2O7 sebanyak 12.25 gram dikeringkan dalam oven pada suhu 150 ˚C selama 2 jam,

lalu dilarutkan dengan akuades dan ditepatkan volumenya sampai dengan 1 L dengan akuades.

Larutan K2Cr2O7 0.025 N

Larutan K2Cr2O7 0.25 N dipipet sebanyak 10 mL dan ditepatkan volumenya sampai dengan 100

mL dengan akuades.

Larutan ferro amonium sulfat (FAS) 0.1 N

Serbuk FAS sebanyak 19.6 gram dilarutkan dengan akuades, lalu ditambahkan 20 mL H2SO4

pekat dan ditepatkan volumenya sampai dengan 500 mL dengan akuades.

Campuran H2SO4-Ag2SO4

Serbuk Ag2SO4 sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam 500 mL H2SO4 pekat, diaduk, dan

didiamkan selama satu sampai dua hari untuk proses pelarutannya. Campuran disimpan di dalam

botol gelap tertutup.

Lampiran 6 Pembuatan larutan untuk pengukuran BOD5

Larutan MnSO4.H2O

Serbuk MnSO4.H2O sebanyak 36.4 gram dilarutkan dalam akuades dan ditepatkan volumenya

sampai dengan 100 mL.

Larutan alkali iodida azida

Padatan NaOH sebanyak 50 gram dan 15 gram KI dilarutkan dengan akuades sampai dengan

volume 100 mL. Kemudian ditambahkan larutan 1 gram NaN3 dalam 4 mL akuades.

Larutan Na2S2O3.5H2O 0.025 N

Kristal Na2S2O3.5H2O sebanyak 1.5512 gram dilarutkan dalam akuades yang telah dididihkan

(bebas O2). Kemudian ditambahkan 0.1 gram NaOH dan ditepatkan volumenya sampai dengan

250 mL dengan akuades.

Larutan amilum

Serbuk amilum sebanyak 2 gram amilum dan 0.2 gram asam salisilat sebagai pengawet dilarutkan

dalam 100 mL air yang telah dididihkan.

Larutan pengencer BOD

Akuades sebanyak 1 L diaerasi selama 30 menit. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan MgSO4

(2.25 gram MgSO4 dalam 100 mL larutan), 1 mL larutan CaCl2 (2.75 gram CaCl2 dalam 100 mL

larutan), 1 mL FeCl3 (0.25 gram dalam 100 mL larutan), dan 1 mL larutan buffer fosfat (0.2125

gram KH2PO4, 0.5438 gram K2HPO4, 0.835 gram Na2HPO4, dan 0.0425 gram NH4Cl dalam 25

mL larutan). Proses pelarutan menggunakan akuades sebagai pelarut.

Page 31: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 7 Pengendapan dengan penambahan koagulan

Limbah awal

Limbah setelah penambahan koagulan (a) FeCl3, (b) tawas pada konsentrasi koagulan dan pH

koagulasi optimum

Filtrat hasil pengendapan dengan koagulan (a) FeCl3, (b) tawas pada konsentrasi koagulan dan

pH dan koagulasi optimum

(a) (b)

(a) (b)

Page 32: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 8 Nilai pH limbah pada berbagai konsentrasi tawas

Konsentrasi tawas (mg/L) pH limbah setelah penambahan tawas

0 13.33

20 13.32

50 13.30

80 13.28

110 13.26

140 13.24

13.18

13.2

13.22

13.24

13.26

13.28

13.3

13.32

13.34

0 20 50 80 110 140

Konsentrasi tawas (mg/L)

pH

lim

bah

Lampiran 9 Nilai pH limbah pada berbagai konsentrasi FeCl3

Konsentrasi FeCl3 (mg/L) pH limbah setelah penambahan FeCl3

0 13.33

20 13.31

50 13.28

80 13.25

110 13.22

140 13.19

13.18

13.2

13.22

13.24

13.26

13.28

13.3

13.32

13.34

0 20 50 80 110 140

Konsentrasi FeCl3 (mg/L)

pH

lim

bah

Page 33: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 10 Nilai COD limbah dengan perlakuan penambahan koagulan tawas

Standardisasi FAS

Ulangan Meniskus awal Meniskus akhir Volume FAS terpakai [FAS]

(mL) (mL) (mL) (N)

1 1.40 4.00 2.60 0.096

2 4.00 6.63 2.63 0.095

3 6.55 9.15 2.60 0.096

[FAS] rerata 0.096

Contoh Perhitungan:

VFAS x NFAS = VK2Cr2O7 x NK2Cr2O7

2.60 mL x NFAS = 10 mL x 0.025 N

N FAS = 0.096 N

Nilai COD limbah pada setiap keragaman konsentrasi koagulan tawas dan pH koagulasi

Konsentrasi Volume FAS titrasi contoh (mL) Nilai COD (mg/L)

tawas

(mg/L) pH 5 pH 6 pH 7 pH 8 pH 9 pH 5 pH 6 pH 7 pH 8 pH 9

0 8.90 7526.40

20 13.00 13.50 14.10 14.70 12.60 4377.60 3993.60 3532.80 3072.00 4684.80

50 14.00 14.40 15.00 15.80 13.50 3609.60 3302.40 2841.60 2227.20 3993.60

80 15.30 15.60 16.10 17.00 14.80 2611.20 2380.80 1996.80 1305.60 2995.20

110 16.30 17.00 17.30 17.70 15.80 1843.20 1305.60 1075.20 768.00 1996.80

140 16.20 16.80 17.20 17.50 16.00 1920.00 1459.20 1152.00 921.60 2073.60

Indikator : Ferroin

Perubahan warna : Biru kehijauan menjadi merah kecoklatan

Contoh perhitungan: pada konsentrasi 0 ppm

Volume FAS titrasi blanko (Vtb) = 18.7 mL

Volume FAS titrasi contoh (Vtc) = 8.9 mL

mg/L7526.4

10mL10

1000g/mek8N0.096mL)8.9-mL (18.7

fpVcontoh

1000OBENxVtc)(Vtb(mg/L)awalCOD 2FAS

%89.79

%100mg/L7526.4

mg/L768)(7526.4optimumkondisipadaCODpenurunan%

Baku mutu COD = 150 mg/L (IFC 2007)

COD pada kondisi optimum = 768 mg/L >baku mutu COD

Page 34: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 11 Bobot endapan setelah perlakuan penambahan koagulan tawas

Konsentrasi Bobot endapan (gram)

tawas

(mg/L) pH 5 pH 6 pH 7 pH 8 pH 9

20 0.512 0.5399 0.5646 0.5858 0.482

50 0.528 0.553 0.572 0.5912 0.498

80 0.538 0.5645 0.587 0.6024 0.5147

110 0.5535 0.582 0.6015 0.6209 0.5329

140 0.5455 0.5752 0.5928 0.6135 0.5268

Page 35: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 12 Nilai COD limbah dengan perlakuan penambahan koagulan FeCl3

Standardisasi FAS

Ulangan Meniskus awal Meniskus akhir Volume FAS terpakai [FAS]

(mL) (mL) (mL) (N)

1 1.4 4.08 2.68 0.093

2 4.08 6.80 2.72 0.092

3 6.80 9.50 2.70 0.093

[FAS] rerata 0.093

Contoh Perhitungan:

VFAS x NFAS = VK2Cr2O7 x NK2Cr2O7

2.68 mL x NFAS = 10 mL x 0.025 N

N FAS = 0.093 N

Nilai COD limbah pada setiap keragaman konsentrasi koagulan FeCl3 dan pH koagulasi

Konsentrasi Volume FAS titrasi contoh (mL) Nilai COD (mg/L)

FeCl3

(mg/L) pH 5 pH 6 pH 7 pH 8 pH 9 pH 5 pH 6 pH 7 pH 8 pH 9

0 8.20 8556.00

20 16.30 16.80 15.70 15.00 14.50 2529.60 2157.60 2976.00 3496.80 3868.80

50 17.50 18.00 16.80 16.10 15.80 1636.80 1264.80 2157.60 2678.40 2901.60

80 18.65 19.00 17.90 17.30 17.00 781.20 520.80 1339.20 1785.60 2008.80

110 18.60 18.90 17.70 17.20 16.90 818.40 595.20 1488.00 1860.00 2083.20

140 18.50 18.80 17.60 17.10 16.75 892.80 669.60 1562.40 1934.40 2194.80

Indikator : Ferroin

Perubahan warna : Biru kehijauan menjadi merah kecoklatan

Contoh perhitungan: pada konsentrasi 0 mg/L

Volume FAS titrasi blanko (Vtb) = 19.7 mL

Volume FAS titrasi contoh (Vtc) = 8.20 mL

%93.91

%100mg/L8556

mg/L520.8)(8556optimumkondisipadaCODpenurunan%

Baku mutu COD = 150 mg/L (IFC 2007)

COD pada kondisi optimum = 520.80 mg/L >baku mutu COD

mg/L8556.00

10mL10

1000g/mek 8N0.093mL)8.2-mL (19.7

fpVcontoh

1000OBENxVtc)(Vtb(mg/L)awalCOD 2FAS

Page 36: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 13 Bobot endapan setelah perlakuan penambahan koagulan FeCl3

Konsentrasi Bobot endapan (gram)

FeCl3

(mg/L) pH 5 pH 6 pH 7 pH 8 pH 9

20 0.5714 0.5822 0.5578 0.5410 0.5279

50 0.6160 0.6325 0.5912 0.5713 0.5450

80 0.6513 0.6725 0.6215 0.5935 0.5630

110 0.6456 0.6712 0.6135 0.5856 0.5578

140 0.6380 0.6654 0.6067 0.5780 0.5512

27 27

Page 37: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 14 Kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+

pada filtrat hasil pengendapan dengan

koagulan

Nilai kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+

pada filtrat hasil pengendapan dengan tawas

Konsentrasi Zn2+

yang terjerap = Konsentrasi Zn2+

awal - konsentrasi Zn2+

akhir

= (0.75 – 0.68) mg/L

= 0.07 mg/L

Jumlah Zn2+

yang terjerap dalam 50 mL filtrat = mL50mL1000

L1

L1

mg07.0

= 0.0035 mg

BE (bobot ekuivalen) Zn = 2

BM

= 2

409.65

= 32.7045 mg/me

Kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+

= g3

mg7045.32

me1mg0035.0

= 0.0001 me / 3 g

= 0.0036 me / 100 g

%100g100/me52.89

g100/me0036.0zeolitKTKterhadapandibandingkpenjerapan%

= 0.004 %

Nilai kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+

pada filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3

Konsentrasi Zn2+

yang terjerap = Konsentrasi Zn2+

awal - konsentrasi Zn2+

akhir

= (0.80 – 0.75) mg/L

= 0.05 mg/L

Jumlah Zn2+

yang terjerap dalam 50 mL filtrat = mL50mL1000

L1

L1

mg05.0

= 0.0025 mg

BE (bobot ekuivalen) Zn = 2

BM

= 2

409.65

= 32.7045 mg/me

Kapasitas jerapan zeolit terhadap Zn2+

= g3

mg7045.32

me1mg0025.0

= 0.00008 me / 3 g

= 0.0025 me / 100 g

%100g100/me52.89

g100/me0025.0zeolitKTKterhadapandibandingkpenjerapan%

= 0.003 %

28

Page 38: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 15 Perbandingan COD dengan dan tanpa jerapan zeolit

No Vtb (mL) Vtc (mL) Nilai COD (mg/L) fp

1 19.8 9.00 7430.4 10x

2 19.8 18.70 756.8 10x

3 19.8 19.15 447.2 10x

4 19.8 19.00 550.4 10x

5 19.8 19.25 378.4 10x

Keterangan:

1 : limbah cair tanpa perlakuan

2 : limbah cair dengan perlakuan penambahan tawas

3 : limbah cair dengan perlakuan penambahan FeCl3

4 : limbah cair dengan perlakuan penambahan tawas dan zeolit

5 : limbah cair dengan perlakuan penambahan FeCl3 dan zeolit

Standardisasi FAS

Ulangan Meniskus awal Meniskus akhir Volume FAS terpakai [FAS]

(mL) (mL) (mL) (N)

1 0.20 3.10 2.90 0.086

2 3.10 6.05 2.90 0.086

3 6.05 9.00 2.95 0.085

[FAS] rerata 0.086

Contoh perhitungan:

mg/L4.505

10mL10

1000g/mek8N0.086mL)19.00-mL (19.80

fpVcontoh

1000OBENxVtc)(Vtb(ppm)COD 2FAS

% penurunan COD oleh zeolit pada filtrat hasil pengendapan tawas

27.27%%100mg/L756.8

mg/L550.4)(756.8

% penurunan COD oleh zeolit pada filtrat hasil pengendapan FeCl3

%38.51%100mg/L447.2

mg/L378.4)(447.2

29

Page 39: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 16 Nilai BOD5 filtrat hasil pengendapan dengan koagulan dengan dan tanpa perlakuan

dengan zeolit

No

V titran

untuk titrasi

contoh (mL)

V titran

untuk titrasi

blanko (mL)

Konsentrasi

Na2S2O3 (N)

OT contoh

(mg/L)

OT blanko

(mg/L) Nilai

BOD5

V0 V5 V0 V5 N0 N5 OTC0 OTC5 OTB0 OTB5 (mg/L)

1 1.50 0.22 1.95 1.70 0.025 0.0248 6.05 0.88 7.86 6.85 417.01

2 1.45 0.27 1.95 1.70 0.025 0.0248 5.85 1.08 7.86 6.85 76.17

3 1.55 0.72 1.95 1.70 0.025 0.0248 6.25 2.88 7.86 6.85 48.24

4 1.60 0.63 1.95 1.70 0.025 0.0248 6.45 2.52 7.86 6.85 59.48

5 1.65 0.90 1.95 1.70 0.025 0.0248 6.65 3.59 7.86 6.85 41.90

Keterangan:

1 : limbah cair awal

2 : filtrat hasil pengendapan dengan tawas

3 : filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3

4 : filtrat hasil pengendapan dengan tawas dan jerapan dengan zeolit

5 : filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3 dan jerapan dengan zeolit

Reaksi : 2 MnSO4 + 4 NaOH + O2 2 MnO2(s) + 2 Na2SO4 + 2 H2O

MnO2 + 2 H2SO4 + 2 KI MnSO4 + K2SO4 + 2 H2O + I2

I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI

Indikator : amilum

Perubahan warna : kuning tua menjadi kuning muda menjadi biru menjadi tidak berwarna

Contoh perhitungan: pada limbah dengan perlakuan penambahan tawas

Larutan sampel:

OTC0 = 2)-Vb(Vc

1000VbOBENV 200

= mL2)-(250mL50

1000mL250g/mek8N0.025mL1.45

= 5.85 mg/L

OTC5 = 2)-Vb(Vc

1000VbOBENV 255

= mL2)-(250mL50

1000mL250g/mek8N0.0248mL0.27

= 1.08 mg/L

Larutan pengencer BOD:

OTB0 = 2)-Vb(Vc

1000VbOBENV 200

= mL2)-(250mL50

1000mL250g/mek8N0.025mL1.95

= 7.86 mg/L

30

Page 40: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 16 Lanjutan

OTB5 = 2)-Vb(Vc

1000VbOBENV 255

= mL2)-(250mL50

1000mL250g/mek8N0.0248mL1.70

= 6.85 mg/L

k = (fp-1) / fp

= (20-1)/20

= 0.95

BOD5 = [(OtC0-OTC5)-k(OTB0-OTB5)] x fp

= [(5.85 – 1.08) - 0.95 (7.86 – 6.85)] mg/L x 20

= 76.17 mg/L

%89.95

%100mg/L417.01

mg/L41.90)(417.01maksimumBODpenurunan% 5

31

Page 41: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 17 Penentuan nilai padatan tersuspensi (TSS)

No Bobot kertas saring Bobot kertas Volume contoh Bobot residu Nilai TSS

kosong (g) saring + isi (g) (mL) (g) (mg/L)

1 0.0765 0.0891 50 0.0126 252

2 0.0770 0.0834 50 0.0064 138

3 0.0767 0.0836 50 0.0069 128

4 0.0768 0.0829 50 0.0061 132

5 0.0767 0.0833 50 0.0066 122

Keterangan:

1 : limbah cair awal

2 : filtrat hasil pengendapan dengan tawas

3 : filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3

4 : filtrat hasil pengendapan dengan tawas dan jerapan dengan zeolit

5 : filtrat hasil pengendapan dengan FeCl3 dan jerapan dengan zeolit

Contoh perhitungan:

1. Limbah cair awal

Bobot residu = (bobot kertas saring + isi) – bobot kertas saring kosong

= 0.0891 g – 0.0765 g

= 0.0126 g

mg/L252

g1

mg1000

L1

mL1000

mL50

g0.0126

contohvolume

residubobotTSSNilai

%51.59

%100mg/L252

mg/L122)(252maksimumTSSpenurunan%

32

Page 42: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 18 Spektrum FTIR endapan hasil pengendapan dengan koagulan (a) tawas, (b) FeCl3

(a) Tawas

(b) FeCl3

-OH

-OH

Si-OH

Ulur

Si-O

Ulur

Al-O

Ulur

Si-O

Tekuk

Si-O

Ulur

Si-O

Ulur

Fe-O

Ulur

Si-O

Tekuk

Si-O

Si-OH

33

Page 43: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 19 Larutan pengembang yang digunakan di percetakan IPB

34

Page 44: Fecl3 Bod Cod

Lampiran 19 Lanjutan

35