Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

26
201 5 FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI KELOMPOK II 1. Cahya Budi Kurnmiawan [08/ 134060018155] 2. Dede Hasan Rosadi [09/ 134060018160] 3. Febrian Bagus Setiawan [12/ 134060018173] 4. M. Adib Muhtar [18/ 134060018196] 5. Putri Wisda Marthalia [21/

description

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai membahas mengenai berbagai macam fasilitas dalam undang - undang ppn

Transcript of Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

Page 1: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

2015

FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

KELOMPOK II1. Cahya Budi Kurnmiawan [08/ 134060018155]2. Dede Hasan Rosadi [09/ 134060018160]3. Febrian Bagus Setiawan [12/ 134060018173]4. M. Adib Muhtar [18/ 134060018196]5. Putri Wisda Marthalia [21/ 134060018210]

X-C AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUSSEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

Page 2: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 1

A. PENDAHULUANDalam menjalankan sebuah pemerintahan agar bisa menjalankan fungsinya dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat tentu dibutuhkan adanya sumber dana dalam melaksanakan semua program pemerintahan, salah satu aspek terpentiung penerimaan negara adalah dari penerimaan pajak. Fungsi pajak, di samping untuk mengisi kas negara (budgetair), juga dipergunakan sebagai alat untuk mengatur kehidupan perekonomian suatu negara (regulerend). Dalam menjalankan fungsinya sebagai instrumen untuk mengisi kas negara, pajak dikenakan secara netral kepada seluruh lapisan masyarakat, tanpa keculai, sepanjang memenuhi persyaratan untuk dipajaki. Akan tetapi, dalam menjalankan tugasnya untuk mengatur kehidupan, sifat netral ini dapat diabaikan. Artinya, ada sebagian golongan masyarakat yang mendapat keistimewaan untuk tidak dikenakan pajak. Langkah ini diambil sesuai dengan tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan pemerintah.

Pajak Pertmbahan Nilai (PPN) dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi atas suatu barang atau jasa. Untuk tujuan-tujuan tertentu, PPN ini tidak dikenakan terhadap sektor-sektor usaha tertentu. Inilah yang disebut dengan fasilitas. fasilitas yang diatur dalam memori penjelasan pasal 16B UU PPN 1984 diberikan terbatas untuk:

mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di Tempat Penimbunan Berikat, atau untuk mengembangkan wilayah dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut;

menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya;

mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin yang diperlukan dalam rangka Program Imunisasi Nasional;

menjamin tersedianya peralatan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia (TNI/POLRI) yang memadai untuk melindungi wilayah Republik Indonesia dari ancaman eksternal maupun internal;

menjamin tersedianya data batas dan foto udara wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan nasional;

meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat;

mendorong pembangunan tempat ibadah; menjamin tersedianya perumahan yang harganya terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah,

yaitu rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana; mendorong pengembangan armada nasional di bidang angkutan darat, air, dan udara; mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat

strategis, seperti bahan baku kerajinan perak; menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana

pinjaman luar negeri; mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang

dibebaskan dari pungutan Bea Masuk.

Page 3: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 2

membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional;

menjamin tersedianya air bersih dan listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat; dan/atau menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus

barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.

B. LATAR BELAKANG PEMBERIAN FASILITASUndang-Undang PPN Pasal 16B pada bagian Penjelasan memberikan gambaran atas latar

belakang pemberian fasilitas ini adalah untuk: Meningkatkan perwujudan keadilan dalam pembebanan pajak Menunjang peningkatan penanaman modal Mendorong peningkatan ekspor Menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru Menunjang pelestarian lingkungan hidup Mendorong sektor-sektor ekonomi dengan prioritas tinggi dalam skala nasional Dan lain-lain

Fasilitas ini diberikan untuk tujuan-tujuan yang memberikan dampak keuntungan secara nasional, bukan hanya untuk kepentingan sekelompok orang tertentu saja. Ada satu prinsip yang harus dipegang teguh dalam pemberian fasilitas ini, yaitu harus selalu diupayakan agar terdapat perlakuan yang sama kepada Wajib Pajak atau transaksi yang pada hakekatnya sama. Artinya jangan sampai mencederai prinsip "netralitas"1 dalam PPN. Pengecualian diberikan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu sebagaimana dimaksud dalam latar belakang pemberian fasilitas ini.

C. JENIS FASILITAS PPNDalam Undang-Undang PPN Pasal 16B mmenjelaskan bahwa fasilitas di bidang Pajak

Pertambahan Nilai diberikan dalam dua bentuk, yaitu berupa pajak terutang "tidak dipungut" atau "dibebaskan" dari pengenaan pajak. Selanjutnya di ayat (2) dan ayat (3), Pasal 16B ini menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak (JKP) yang atas penyerahannya Tidak Dipungut PPN dapat dikreditkan, sedangkan Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau perolehan JKP yang atas penyerahannya Dibebaskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan.

Pada fasilitas PPN Tidak Dipungut, seluruh PPN yang telah disetor (seluruh nilai tambah yang telah tercipta) pada mata rantai produksi dan distribusi sebelumnya dikembalikan. Sedangkan pada fasilitas PPN Dibebaskan, hanya nilai tambah yang dihasilkan oleh PKP saja yang tidak disetor. Seluruh nilai tambah yang dihasilkan pada mata rantai sebelumnya telah disetor dan terakumulasi di kas negara. keuntungan konsumen/pembeli yang mendapat fasilitas PPN Dibebaskan tidaklah sebesar tarif dikali harga beli, namun hanya sebesar tarif dikali nilai tambah pada mata rantai terakhir, yaitu saat pemberian fasilitas tersebut. Konsumen tetap menanggung beban PPN sebesar tarif dikali nilai tambah pada proses produksi dan distribusi sebelumnya

Page 4: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 3

D. FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUTPasal 16B UU PPN memberikan fasilitas di bidang Pajak Pertambahan Nilai. Fasilitas ini diberikan

dalam dua bentuk, salah satunya adalah berupa PPN terutang tidak dipungut. Berikut akan dijelaskan jenis-jenis fasilitas PPN terutang tidak dipungut.1. Kawasan Berikat

Dasar Hukum: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013 tentang Perubahan Ketiga Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat.Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas: (Pasal 14 ayat 2)a. pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk diolah

lebih lanjut;b. pemasukan kembali barang dan Hasil Produksi Kawasan Berikat dalam rangka subkontrak dari

Kawasan Berikat lain atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat;

c. pemasukan kembali mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat;

d. pemasukan Hasil Produksi Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, untuk diolah lebih lanjut oleh Kawasan Berikat;

e. pemasukan hasil produksi yang berasal dari Kawasan Berikat lain, atau perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil produksi tersebut berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, yang semata-mata akan digabungkan dengan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat untuk diekspor; atau

f. pemasukan pengemas dan alat bantu pengemas dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan dengan Hasil Produksi Kawasan Berikat.

Barang sebagaimana dimaksud di atas bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di Kawasan Berikat, seperti makanan, minuman, bahan bakar minyak, dan pelumas.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut atas: (Pasal 16 ayat 1)a. pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat yang Bahan Baku untuk menghasilkan hasil

produksi berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, ke Kawasan Berikat lainnya;b. pengeluaran Bahan Baku dan Bahan Penolong, cetakan (moulding), dan/atau mesin, dalam

rangka subkontrak dari Kawasan Berikat kepada Kawasan Berikat lainnya atau perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean;

Page 5: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 4

c. pengeluaran barang yang rusak dan/atau apkir (reject) asal tempat lain dalam daerah pabean yang sama sekali tidak diproses di Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, sepanjang barang tersebut dikembalikan ke perusahaan tempat asal barang; dan

d. pengeluaran mesin dan/atau cetakan (moulding) dalam rangka peminjaman ke perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean dan Kawasan Berikat lainnya, sepanjang mesin dan/atau cetakan (moulding) tersebut digunakan untuk memproduksi barang hasil produksi yang akan diserahkan kepada pemberi pinjaman dari Kawasan Berikat asal

Atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat termasuk Hasil Produksi Kawasan Berikat kepada pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.

Selain itu, Perusahaan penerima fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, dapat beralih status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB.

Dalam hal perusahaan ditetapkan menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap barang yang telah mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, dan masih dalam periode pembebasan namun belum dipertanggungjawabkan, diperlakukan sebagai barang impor yang diberikan beberapa fasilitas salah satunya tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.

2. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)Dasar Hukum: Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi

Terpadu Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-229/PJ./2001 tentang Perlakuan Perpajakan di

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)KAPET adalah wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memenuhi persyaratan:- memiliki potensi untuk cepat tumbuh; dan atau- mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah

sekitarnya; dan atau- memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.

Kepada Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) dan/atau Pengusaha Kawasan Berikat yang merangkap sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat (PDKB) diberikan fasilitas Pajak PPN dan PPnBM tidak dipungut atas:a. impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan Kawasan

Berikat dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB; b. impor barang modal atau peralatan lain yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi

PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;c. impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB;d. pemasukan Barang Kena Pajak dari daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), ke PDKB untuk

diolah lebih lanjut;e. pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;f. pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke Perusahaan industri di DPIL atau PDKB

lainnya dalam rangka subkontrak;

Page 6: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 5

g. penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;

h. peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL, atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.

3. Kawasan BebasDasar Hukum: Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan

Cukai Serta Tata Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada di Kawasan Yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai.Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk.Dalam PP no 12 Tahun 2012, fasilitas PPN tidak dipungut diberikan atas:- Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean melalui

pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk Menteri Keuangan.- Pemasukan Barang ke Kawasan Bebas dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi

Khusus- Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat - Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke Kawasan Ekonomi Khusus - Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke

Kawasan Bebas- Penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas- Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu dari Tempat

Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas4. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)

Dasar Hukum: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.011/2011 tentang Perubahan Ketiga atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Dan Pengawasannya

Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) adalah pemberian pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk (BM) dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM tidak dipungut atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.

Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain di Perusahaan dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.Terhadap hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut dapat diberikan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.

Page 7: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 6

Pembebasan dan/atau pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut dikecualikan terhadap bahan bakar, minyak pelumas dan barang modal.Persyaratan untuk memperoleh Pembebasan dan PPN dan PPnBM tidak dipungut adalah sebagai berikut:- dilakukan oleh perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan dan mengekspor hasil

produksinya atau perusahaan yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain;

- perusahaan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan melampirkan Daftar Keterkaitan antara barang dan/atau bahan asal impor dengan hasil produksi yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan Berikat atau dijual ke dalam DPIL.

5. Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar NegeriDasar Hukum: Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2007 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Proyek Pemerintah Untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Pascabencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami Yang Dibiayai Dengan Hibah Luar Negeri jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2009

PPN dan PPnBM tidak dipungut sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri oleh Kontraktor Utama.Untuk pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut PPN dan PPnBM hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut.PPN yang terutang atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama dan Subkontraktor sehubungan dengan pelaksanaan proyek rehabilitasi dan rekonstruksi Wilayah dan kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara paska Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami yang dibiayai dengan hibah luar negeri, tidak dipungut.PPN yang terutang atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah tersebut, tidak dipungut.

Fasilitas PPN Tidak Dipungut pada hakikatnya sama saja dengan pengenaan PPN dengan tarif 0%. Keduanya sama tidak memungut PPN dan dibolehkan mengkreditkan Pajak Masukan. Sehingga

Page 8: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 7

konsumen yang membeli barang atau jasa yang diberi fasilitas PPN Tidak Dipungut sama sekali tidak akan menanggung beban PPN.

Jika fasilitas PPN Tidak Dipungut diberikan sebelum pada level konsumsi akhir (yaitu pada bagian hulu dari mata rantai produksi dan distribusi), sejatinya tidak akan memberi manfaat sama sekali dari sisi beban pajak dan penanggung pajaknya. Konsumen akhir tetap akan menanggung PPN sebesar tarif dikali harga beli. Karena itu, fasilitas PPN Tidak Dipungut hanya akan efektif dan bermanfaat bila diberikan pada level konsumsi (pada bagian muara dari mata rantai produksi dan distribusi) atau pada jenis

E. FASILITAS PPN DIBEBASKAN1. Dasar Hukum

Pasal 16B Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-95/PJ/2010 tentang penegasan perlakuan PPN atas BKP dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP Tertentu yang bersifat strategis yang diekspor dan barang hasil pertanian yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN

Berdasarkan Pasal 16B Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, Pajak terutang dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya dapat diperlakukan untuk:1. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean,2. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu,3. impor Barang Kena Pajak tertentu,4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah

Pabean, dan 5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Page 9: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 8

2. Jenis BKP/JKP yang Mendapat Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan PPN

Barang Kena Pajak Tertentu1) Yang impornya dibebaskan dari pengenaan PPN, adalah:

a. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor tsb, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI,

b. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN),c. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama,d. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan,

kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya,

e. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta peralatan uhtuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa rawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Udara Niaga Nasional,

f. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan

g. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.

2) Yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, adalah:a. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama

mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah,

Page 10: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 9

b. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patoli dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI,

c. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN),d. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama,e. Kapal Laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan,

Kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya,

f. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional,

g. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia,

h. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.

Jasa Kena Pajak TertentuJKP Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah :1. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan

Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, yang meliputi:a. Jasa persewaan kapal,b. Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh,c. Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal,

2. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi : a. Jasa persewaan pesawat udara,b. Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara,

3. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia,

Page 11: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 10

4. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah,

5. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana, dan 6. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka

penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan nasional.

Barang Kena Pajak StrategisAtas impor/penyerahan Barang Kena Pajak Tertentur yang bersifat strategis dibebaskan dari Pengenaan PPN. (PP Nomor 31 Tahun 2007 dan PMK-31/PMK.03/2008)1) Impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa: (Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 31

Tahun 2007)a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun

terlepas, tidak termasuk suku cadang yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut.

Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan/atau menerima penyerahan barang modal diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Jika barang modal yang dibebaskan dari pengenaan PPN, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak impor dan/atau perolehannya, maka PPN yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 bulan sejak barang tersebut dialihkan penggunaanya atau dipindahtangankan.

b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan,

c. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan,

d. barang hasil pertanianBarang hasil pertanian yang dimaksud adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan

usaha di bidang: 1) pertanian, perkebunan, dan kehutanan,2) peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran, atau 3) perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut.

2) Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa: (Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 31 Tahun 2007)

Page 12: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 11

a. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut,

b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan,

c. barang hasil pertanianBarang hasil pertanian yang dimaksud adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan

usaha di bidang: 1) pertanian, perkebunan, dan kehutanan,2) peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran, atau 3) perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut.

d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan,

e. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum,f. listrik kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu enam ratus) watt, dang. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI)

Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi ketentuan: 1) luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2,2) harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00,3) diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp

4.500.000,00 per bulan dan telah memiliki NPWP,4) pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang mengatur

mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana, dan5) merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan

tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.Termasuk dalam pengertian Rusunami adalah Rusunami yang memenuhi ketentuan di

atas yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan: 1) dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat dalam rangka

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dan2) rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan

sejak dibeli.Dalam PMK-31/PMK.03/2008 disebutkan bahwa penyerahan RUSUNAMI yang dilakukan

oleh pengembang atau yang dilakukan oleh bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip

Page 13: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 12

syariah, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Namun, dalam PP Nomor 31 Tahun 2007 tidak disebutkan adanya kriteria pembiayaan berdasarkan prinsip syariah agar RUSUNAMI dibebaskan dari pengenaan PPN.

Pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas RUSUNAMI diberikan kepada Orang pribadi yang wajib memiliki atau membuat:1) Surat keterangan dari pemberi kerja mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap

bulan, dalam hal pembeli adalah karyawan,2) Surat pernyataan mengenai besarnya penghasilan yang diterima setiap bulan, dalam hal

pembeli melakukan pekerjaan bebas, dan3) Surat pernyataan bahwa rumah tersebut adalah unit hunian pertama yang dimiliki dan

digunakan sendiri sebagai tempat tinggal.Jika BKP Tertentu yang bersifat strategis berupa RUSUNAMI yang diserahkan kepada

orang pribadi yang dibebaskan dari pengenaan PPN, ternyata di gunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 tahun atau kurang sejak perolehannya atas PPN yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 bulan sejak BKP Tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan,dengan ditambah sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PPN yang dibayar tersebut, tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

Ketentuan pemberian fasilitas terhadap penyerahan Rusunami karena salah satu program pembangunan jangka menengah di bidang perumahan yang telah dicanangkan oleh Pemerintah, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional untuk tahun 2004-2009 adalah penyediaan Rumah Susun Sederhana Milik. Rencana ini ditetapkan sebagai upaya Pemerintah untuk membantu masyarakat dalam memenuhi salah satu kebutuhan dasarnya yakni tempat tinggal yang layak dihuni dan dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, untuk mendukung berhasilnya program tersebut, perlu diberikan kemudahan/perlakuan khusus di bidang perpajakan berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Rusunami.

Ketentuan mengenai kemudahan dalam kewajiban perpajakan bagi pengusaha yang menyerahkan barang kena pajak tertentu yang berupa listrik, air dan barang hasil pertanian dihilangkan sehingga dapat memberikan perlakuan yang sama kepada semua pengusaha yang melakukan penyerahan atau impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis.

3. Ketentuan Umuma. Orang atau badan yang melakukan penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis yang

dibebaskan dari PPN wajib melaporkan usahanya kepada DJP untuk dikukuhkan sebagai PKP Sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

b. Namun, terhadap orang atau badan yang semata-mata melakukan penyerahan BKP Tertentu yang bersifat Strategis berupa air bersih (yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum) dan listrik (kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 watt, tidak diwajibkan

Page 14: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 13

melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008 pasal 6 ayat 2)

c. Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan BKP tertentu yang bersifat strategis wajib menerbitkan Faktur Pajak dan membubuhkan cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NO 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007." (Pasal 6 ayat (3) PMK 31/PMK.03/2008)

d. Atas Impor BKP Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN tidak diperlukan SSP.

e. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor BKP dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NO 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 31 TAHUN 2007 oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai";.(Pasal 5 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.03/2008)

SE-95/PJ/2010a. BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau BKP Tertentu yang bersifat strategis yang

diekspor tetap dikenai PPN dengan tarif 0%.b. PPN yang dibayar oleh PKP untuk menghasilkan BKP Tertentu dan/atau JKP Tertentu dan/atau

BKP Tertentu yang bersifat strategis yang diekspor tetap dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

c. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 mulai 1 April 2010 maka: a. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007; danb. Peraturan Pemerintah Nomor 146 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan;

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003;d. masih tetap berlaku sampai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah yang menggantikan

Peraturan Pemerintah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

e. Khusus untuk barang hasil pertanian sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tetap berlaku sebagai BKP Tertentu yang bersifat strategis kecuali untuk daging, telur, susu, sayuran dan buah-buahan yang telah ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4A Undang-Undang PPN.

Pada hakikatnya barang/jasa yang diberikan fasilitas PPN Dibebaskan sama dengan Non BKP/Non JKP. Pembeli/konsumen tetap menanggung beban PPN, yaitu yang telah terutang pada mata rantai produksi dan distribusi sebelumnya. Beban PPN ini akhirnya menjadi tanggungan pembeli karena digeser secara bertahap dalam tiap mata rantai produksi dan distribusi. Keuntungan dari fasilitas PPN Dibebaskan yang diterima hanya sebesar PPN atas nilai tambah pada level pemberian fasilitas itu saja. Sedangkan PPN atas nilai tambah mata rantai sebelumnya tetap menjadi tanggungan pembeli. Semakin panjang rantai produksi dan distribusi sebelum mendapat fasilitas PPN Dibebaskan, semakin besar pula pajak yang ditanggung (atau semakin kecil pula efek keuntungan yang diperoleh dari pemberian fasilitas ini).

Page 15: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 14

Dari hakikat karakteristik ini, fasilitas PPN Dibebaskan cocok jika diberikan pada pembelian barang/jasa yang akan digunakan untuk konsumsi, bukan sebagai bahan baku atau alat produksi. Khususnya jika produksi barang/jasa yang sama masih harus diimpor karena belum bisa dihasilkan di dalam negeri. Fasilitas ini juga cocok diberikan untuk tujuan meningkatkan keadilan dalam pembebanan pajak. Misalnya untuk komoditas –seperti air dan listrik- yang dianggap merupakan kebutuhan hidup orang banyak, sepanjang komoditas ini tidak digunakan untuk alat produksi. Utamanya jika komoditas ini dihasilkan pada bagian hulu dari mata rantai produksi dan distribusi –misalnya barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan.

F. TELAAH KESESEUAIAN PERAATURAN TURUNAN TERHADAP TUJUAN FASILITAS PPNNetralitas adalah prinsip yang harus dipegag teguh dalam merumuskan kebijakan Pajak

Pertambahan Nilai. Pemberian fasilitas dalam bidang Pajak Pertambahan Nilai harus secara hati-hati diberikan dan benar-benar berdasarkan keperluan untuk mencapai keberhasilan sektor kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi, mendorong perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta memperlancar pembangunan nasional. Prinsip inilah yang menjadi alasan kebijakan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak ‘diobral’ dan dibatasi menurut tujuan yang disebutkan dalam Memori Penjelasan Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Pada bagian ini, Penulis akan menelaah kesesuaian peraturan turunan Undang-Undang yang mendasari pelaksanaan Fasilitas PPN ini dengan tujuan yang disebutkan dalam Memori Penjelasan Pasal 16B.

Tujuan Fasilitas pada Memori Penjelasan Pasal 16B Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang1. Mendorong ekspor yang merupakan prioritas

nasional di Tempat Penimbunan Berikat atau untuk mengembangkan wilayah dalam Daerah Pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut.

PP No 32 Tahun 2009

2. Menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya.

PP No 28 Tahun 2009; PP No 71 Tahun 2012; PP No 47 Tahun 2013

3. Mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin yang diperlukandalam rangka program imunisasi nasional.

Pasal 1 angka 2 PP No. 146 Tahun 2000 stdtd. PP No. 38 Tahun 2003

4. Menjamin tersedianya peralatan TNI/POLRI yang memadai untuk melindungi wilayah Republik Indonesia dari ancaman.

Pasal 1 angka 1 PP No. 146 Tahun 2000 stdtd. PP No. 38 Tahun 2003

5. Menjamin tersedianya batas dan foto udara wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh TNI untuk mendukung pertahanan nasional.

Pasal 1 angka 7; Pasal 2 angka 8; & Pasal 3 angka 6 PP No. 146 Tahun 2000 stdtd. PP No. 38 Tahun 2003

6. Meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci dan buku pelajaran agama dengan harga yang terjangkau masyarakat.

Pasal 1 angka 3 PP No. 146 Tahun 2000 stdtd. PP No. 38 Tahun 2003

7. Mendorong pembangunan tempat ibadah. Pasal 3 angka 4 Pasal 1 angka 2 PP No. 146 Tahun 2000 stdtd. PP No. 38 Tahun 2003

Page 16: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 15

8. Menjamin tersedianya perumahan yang harganay terjangkau oleh masyarakat lapisan bawah

Pasal 2 angka 1; & Pasal 3 angka 4, angka 5 PP No. 146 Tahun 2000 stdtd. PP No. 38 Tahun 2003

9. Mendorong pengembangan armada nasional di bidang angkutan darat, air, dan udara.

Pasal 1 angka 4, angka 5, angka 6; Pasal 2 angka 5, angka 6, angka 7; & Pasal 3 angka 2, 3 PP No. 146 Tahun 2000 stdtd. PP No. 38 Tahun 2003

10. Mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti bahan baku kerajinan perak.

PP 12 Tahun 2001 stdtd. PP 31 Tahun 2007

11. Menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri

Pasal 2 PP No 42 Tahun 1995

12. Mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk.

Pasal 2 ayat (1) PP No 47 Tahun 2013

13. Membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional.

Pasal 1 angka 5 huruf b PMK No 50 Tahun 2001, namun kemudian ketentuan tersebut dihapus pada PMK No 36 Tahun 2007. PMK tersebut merupakan peraturan pelaksanaan dari PP 146 Tahun 2000

14. Menjamin tersedianya air bersih dan listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Pasal 1 angka 1 huruf g, huruf h PP 12 Tahun 2001 stdtd. PP 31 Tahun 2007

15. Menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia saran transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.

Pasal 1 angka 5; Pasal 2 angka 6; & Pasal 3angka 2 PP No. 146 Tahun 2000 stdtd. PP No. 38 Tahun 2003—belum terdapat peraturan yang khsusu mengatur mengenai hal ini.

G. KESIMPULAN PPN Tidak Dipungut

a. Ada Objek PPN.b. Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP dan wajib membuat Faktur Pajak kecuali ada

peraturan yang menyatakan tidak diperlukan.c. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dapat dikreditkan.

PPN Dibebaskana. Ada Objek PPN.b. Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP dan wajib membuat Faktur Pajak kecuali ada

peraturan yang menyatakan tidak diperlukan.c. Pajak Masukan atas perolehan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.

Peraturan-peraturan turunan yang terkait dengan fasilitas PPN pada dasarnya sudah sesuai dengan tujuan adanya fasilitas PPN sesuai dengan penjelasan pasal 16B UU PPN

Page 17: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 16

Fasilitas PPN Tidak Dipungut dan fasilitas PPN Dibebaskan mempunyai keunikan karakteristik sendiri-sendiri. Sehingga akan lebih optimal bila penggunaannya disesuaikan antara tujuan dengan karakteristiknya. Fasilitas PPN Tidak Dipungut dapat diberikan pada suatu sektor ekonomi tanpa menimbulkan beban tambahan pada sektor ekonomi yang menjadi konsumennya. Sementara Fasilitas PPN Dibebaskan punya potensi besar akan menimbulkan distorsi pada netralitas PPN karena adanya efek pemajakan berganda.

Umumnya fasilitas PPN Tidak Dipungut cocok diberikan pada kegiatan ekonomi yang dianggap sebagai prioritas nasional. Juga untuk barang/jasa tertentu yang dianggap merupakan kebutuhan hidup orang banyak namun berada pada bagian muara dari mata rantai produksi dan distribusi. Sementara fasilitas PPN Dibebaskan, secara umum, cocok diberikan pada barang konsumsi yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan nasional namun belum mampu dihasilkan di dalam negeri. Fasilitas ini juga cocok diberikan untuk tujuan meningkatkan keadilan dalam pembebanan pajak, utamanya untuk barang yang dihasilkan pada bagian hulu dari mata rantai produksi dan distribusi.

Tentu masih dimungkinkan penggunaan kedua fasilitas ini untuk tujuan yang sama. Misalnya jika sulit untuk menentukan posisi pada mata rantai produksi dan distribusi. Namun secara umum penggunaan kedua fasilitas ini harus dibedakan, sehingga baiknya dikaji dahulu dengan seksama fasilitas mana yang cocok diberikan untuk suatu kegiatan/transaksi tertentu supaya tidak sampai tertukar.

DAFTAR REFERENSIUndang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang MewahPeraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003 tentang

Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri

Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi TerpaduKeputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

31/PMK.03/2008 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2007 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Proyek Pemerintah Untuk Rehabilitasi dan

Page 18: Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

P a g e | 17

Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Pascabencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami Yang Dibiayai Dengan Hibah Luar Negeri jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2009

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat.

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-229/PJ./2001 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-95/PJ/2010 tentang penegasan perlakuan PPN atas BKP dan/atau JKP tertentu dan/atau BKP Tertentu yang bersifat strategis yang diekspor dan barang hasil pertanian yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN