FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI PROGRAM STUDI...
Transcript of FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI PROGRAM STUDI...
1
ANALISIS MASALAH KUALITAS PRODUK
PADA PERUSAHAAN DEVELOPER REAL ESTATE
MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA
Dian Nur Apriani
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M/1430 H
2
ANALISIS MASALAH KUALITAS PRODUK
PADA PERUSAHAAN DEVELOPER REAL ESTATE
MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains
Fakultas Sains dan Tekhnologi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Dian Nur Apriani
105094003087
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009M/1430H
3
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Masalah Kualitas Produk pada Perusahaan
Developer Real Estate Menggunakan Metode Six Sigma” yang ditulis oleh
Dian Nur Apriani, NIM 105094003087 telah di uji dan dinyatakankan lulus
dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program
Matematika.
Menyetujui :
Penguji 1, Penguji 2,
Nina Fitriyanti, M.Kom Jaenudin, MM. M.Si
NIP. 19760414 200604 2 001
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
Taufik Edy Sutanto, M. ScTec Dr. Agus Salim, M. Si
NIP. 19790530 200604 1 002 NIP.19720816 199903 1 003
Mengetahui :
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Ketua Program Studi Matematika,
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis Nur Inayah, M. Si
NIP. 19680117 200112 1 001 NIP. 19740125 200312 2 001
4
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN.
Jakarta, Juni 2009
Dian Nur Apriani
105094003087
5
PERSEMBAHAN
“Skripsi ini penulis persembahkan kepada
Abah dan Ibu tercinta serta Adik tersayang,
karna do’a, kasih sayang dan semangat dari kalian Mbayang bisa
bertahan sampai sekarang..
teruntuk ‘Heru Harisma’ belahan hati dan jiwaku,
karna ayah, bunda bisa menjadi seperti sekarang ini.
Cinta, kasih sayang dan dukunganmu adalah nafas dalam setiap
langkah hidupku… ”
6
ABSTRAK
DIAN NUR APRIANI, Analisis Masalah Kualitas Produk pada Perusahaan
Developer Real Estate Menggunakan Metode Six Sigma. Di bawah bimbingan
Taufik Edy Sutanto, M.Sc.Tech dan Dr. Agus Salim, M.Si.
Perkembangan dunia industri sekarang ini, mendorong pengendalian
kualitas semakin diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan dalam rangka
menunjang program jangka panjang perusahaan, yaitu mempertahankan pangsa
pasar atau bahkan menambah pangsa pasar perusahaan. Pengendalian kualitas ini
tidak dapat dilakukan secara konstan, akan tetapi harus dilakukan secara terus
menerus. Salah satu metode peningkatan kualitas yang dapat digunakan adalah
metode Six Sigma.
Pada penelitian ini dilakukan peningkatan kualitas menggunakan
metode Six Sigma melalui fase Define, Measure, Analyze, Improve, Control
(DMAIC) pada sebuah perusahaan multinasional yang bergerak dibidang
pengembangan kawasan dan pemukiman (Developer Real Estate). Setelah
dilakukan analisa diketahui bahwa masalah utama yang sedang dihadapi oleh
perusahaan adalah tentang keretakan dinding perumahan. Permasalahan ini
meyebabkan perusahaan belum mempunyai kapabilitas dan berada pada level 1.88
sigma. Penyebab utama dari masalah tersebut adalah intensitas hujan yang tinggi,
sehingga perlu dilakukan pengaturan schedule proyek untuk menghindari
pengerjaan pekerjaan tersebut saat musim hujan.
Kata kunci: metode Six Sigma, DMAIC, perusahaan Developer Real Estate.
7
ABSTRACT
DIAN NUR APRIANI, Analyze Problem of Product Quality at Company of Real
Estate Developer Use The Six Sigma Method under direction of Taufik Edy
Sutanto, M.Sc.Tech and Dr.Agus Salim, M.Si
Development of industry global at this time, Quality Control more get
attention by companies to support company long term program. That is to
maintain comparment market or even adding compartment market of company.
This quality control can not be done constantly, however we must be done
continually. One of method of increase the quality which can be used is six sigma
method.
At this research increasing the quality used six sigma method with
DMAIC approach. At a multinational company which move at in area and
seattlement development. After the analisis have done know that major problem
was faced by company is about cart of housing wall. this problem caused the
company not yet. The capability and be at 1.88 sigma. The primary caused from
the problem is high rain intensity. So that require to be and by arrangement of
schedule project to avoid the workmanship working of the rains moment.
Keyword : six sigma method, DMAIC, company of real estate developer.
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang mengatur
hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas berkat rahmat dan
karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi “Analisis Masalah
Kualitas Produk pada Perusahaan Developer Real Estate Menggunakan
Metode Six Sigma.” Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada para keluarga dan para
sahabatnya serta termasuk kita pula selaku ummatnya. Amin.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh
ujian Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Syopyansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Nur Inayah, M.Si, Ketua Program Studi Matematika dan Nina Fitriyati,
M.Kom., Sekretaris Program Studi Matematika dan penguji I.
3. Taufik Edy Sutanto, M.Sc.Tech, selaku pembimbing I dan Dr. Agus Salim,
M.Si selaku pembimbing II.
4. Jaenudin, MM, M.Si, selaku penguji II.
9
5. Seluruh Dosen dan karyawan Program Studi Matematika, terima kasih atas
pengajaran dan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.
6. Muhamad Idrus, St, Quality Control PT Hasana Damai Putra, terimakasih atas
semua bantuan, saran dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat terhebatku, Yuni, Ani, Novi, Dwi, Nita, Catur, Husna, Yan,
Iie, terimakasih atas semua ketulusan, semangat dan perhatian yang kalian
berikan selama ini. Semoga persahabatan kita selalu kekal abadi.
8. Temen-temen satu kosan, K’Nyanya, K’Nyinyi, Rayee, Q-Koy, K’Edwhy,
K’Ina, K’Pita, Mba Yangthie, terimakasih atas kasih sayang dan semangatnya
selama ini. Selamanya kita adalah keluarga.
9. Keluarga besar Matematika angkatan tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008.
Tetap semangat yah!!
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif
dari pembaca sangat penulis harapkan
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Juni 2009
Penulis
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................................. ii
PENGESAHAN UJIAN ................................................................................ iii
PERNYATAAN ............................................................................................ iv
PERSEMBAHAN DAN MOTTO
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................. 3
1.3. Pembatasan Masalah .................................................................. 4
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 5
2.1. Definisi Six Sigma ..................................................................... 6
11
2.1. Metodologi Peningkatan Six Sigma ............................................. 10
2.2.1 Fase Define ........................................................................ 10
2.2.2 Fase Measure ..................................................................... 12
2.2.3 Fase Analyze ....................................................................... 21
2.2.4 Fase Improve....................................................................... 26
2.2.5 Fase Control........................................................................ 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 28
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 28
3.2 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 28
3.3 Metode Pengolahan Data............................................................. 30
3.4 Alur Penelitian............................................................................. 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 34
4.1 Pendefinisian Masalah di PT X (Define)..................................... 34
4.2 Pengukuran Kinerja PT X (Measure)......................................... 39
4.2.1 Pengukuran Baseline Kinerja.............................................. 39
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses.......................................... 41
4.3 Analisis Masalah di PT X (Measure)........................................... 46
4.3.1 Diagram Sebab Akibat....................................................... 46
4.3.2 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)....................... 48
12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 53
5.1 KESIMPULAN............................................................................ 53
5.2 SARAN........................................................................................ 54
REFERENSI ............................................................................................... 55
LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Tingkat Kecacatan pada Sigma .................................................. 7
Tabel 2.2 : Hubungan Cp dan Kapabilitas Proses ........................................ 17
Tabel 2.3 : Hubungan Cpk dan Kapabilitas Proses…..................................... 19
Tabel 2.4 : Spreadsheet FMEA ...................................................................... 24
Tabel 2.5 : Nilai Occurance (OCC), Severity (SEV) dan Detection (DET) . 24
Tabel 2.6 : Bentuk Table Action for Failure Mode ...................................... 25
Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan .......................................................................... 28
Tabel 4.1 : Data keluhan Pelanggan .............................................................. 36
Tabel 4.2 : Nilai DPMO dan Sigma Tiap Jenis Cacat.................................... 40
Tabel 4.3 : Spreadsheet FMEA Masalah Dinding Retak ............................... 49
Tabel 4.4 : Table Action for Failure Mode .................................................... 51
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Contoh Pareto Chart ............................................................... 11
Gambar 2.2 : Bentuk Bagan Kendali Proses Memiliki Kapabilitas ............... 14
Gambar 2.3 : Bagan Kendali Proses Kapabilitas Tinggi ............................... 15
Gambar 2.4 : Bagan Kendali Proses Kapabilitas Hampir Tidak Cukup ...... 15
Gambar 2.5 : Bagan Kendali Proses Tidak Memiliki Kapabilitas ............... 16
Gambar 2.6 : Contoh Diagram Sebab Akibat ................................................. 22
Gambar 2.7 : Bentuk Control chart ................................................................ 27
Gambar 3.1 : Alur Penelitian .......................................................................... 33
Gambar 4.1 : Pareto Chart Jenis Cacat pada PT X ......................................... 37
Gambar 4.2 : Contoh Dinding yang Retak ...................................................... 37
Gambar 4.3 : Process Mapping Pembuatan Dinding ...................................... 39
Gambar 4.4 : Bagan Kendali Shewhart Bagian yang Mendapat Keluhan ...... 42
Gambar 4.5 : Perbandingan Nilai USL-LSL dan UCL-LCL .......................... 42
Gambar 4.6 : Probability Plot of Failure Data ............................................... 43
Gambar 4.7 : Histogram yang Mendapat Keluhan ......................................... 44
Gambar 4.8 : Process Capability of Failure ................................................... 45
Gambar 4.9 : Diagram Sebab Akibat Masalah Dinding Retak ....................... 47
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada perkembangan dunia industri sekarang ini, pengendalian
kualitas semakin diperhatikan. Pengendalian ini sangat diutamakan oleh
perusahaan-perusahaan dalam rangka menunjang program jangka panjang
perusahaan, yaitu mempertahankan pangsa pasar atau bahkan menambah
pangsa pasar perusahaan. Tuntutan konsumen terhadap tingkat pelayanan
produsen semakin meningkat. Hal ini dikarenakan makin banyaknya
perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama, sehingga memberikan
banyak pilihan bagi konsumen untuk memilih produk yang terbaik.
Peningkatan kualitas produk mempunyai tujuan untuk
meminimalisasi jumlah produk cacat atau defect. Dengan berkurangnya
jumlah produk cacat, maka biaya penanganan produk cacat pun dapat
diminimalisasi serta dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga
meningkatkan profit bagi perusahaan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri
bahwa pencapaian karakteristik kualitas produk sangat sulit dilakukan secara
konstan. Karena itulah, peningkatan kualitas produk secara terus-menerus
(continous improvement) perlu dilakukan oleh para pelaku bisnis. Salah satu
metode peningkatan kualitas produk yang dapat digunakan adalah Six Sigma.
Menurut [1], Six Sigma merupakan sebuah metodologi untuk
memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha
16
memperkecil variansi proses yang terjadi sekaligus mengurangi cacat atau
produk yang keluar dari spesifikasi dengan menggunakan metode statistik.
Secara sederhana Six Sigma dapat diterjemahkan sebagai suatu proses yang
mempunyai kemungkinan cacat (defect opportunity) paling tidak sebesar
0.00034% atau sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk (defect per
million).
Aplikasi Six Sigma berfokus pada minimalisasi cacat dan variansi
proses, dimulai dengan mengidentifikasi unsur-unsur kritis terhadap kualitas
atau biasa disebut sebagai Critical to Quality (CTQ) dari suatu proses. Six
Sigma menganalisa kemampuan proses dan bertujuan menstabilkannya
dengan cara mengurangi atau menghilangkan variansi-variansi pada proses.
Langkah mengurangi cacat dan variansi dilakukan secara sistematis dengan
mendefinisikan (Define), mengukur (Measure), menganalisa (Analyze),
memperbaiki (Improve) dan mengendalikannya (Control). Langkah kerja
dalam Six Sigma ini dikenal dengan metode DMAIC.
Penggunaan Six Sigma dengan metode DMAIC dapat memberikan
banyak manfaat bagi perusahaan, diantaranya dalam segi dana, kualitas,
kepuasan pelanggan, kinerja karyawan dan juga pertumbuhan bisnis. Akan
tetapi belum banyak perusahaan yang menerapkan Six Sigma dalam
perusahaan mereka. Salah satunya adalah perusahaan swasta multinasional
yang bergerak di bidang pengembangan kawasan dan pemukiman. (Untuk
menjaga nama baik perusahaan maka dalam penulisan ini nama perusahaan
17
dan informasi lain yang menyangkut rahasia perusahaan tidak disebutkan dan
selanjutnya di sebut sebagai PT X).
PT X merupakan salah satu perusahaan multinasional yang bergerak
di bidang pengembangan kawasan dan pemukiman yang berada di daerah
Bekasi Barat. Perusahaan ini telah berdiri selama puluhan tahun dan telah
membangun banyak perumahan yang terbagi dalam cluster-cluster dengan
berbagai tipe. Mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan perumahan
untuk masyarakat kelas menengah, maka PT X mulai membangun kawasan
perumahan dengan skala besar. Akan tetapi, belakangan ini mulai banyak
terjadi keluhan dari pihak konsumen karena hasil akhir pembangunan tidak
sesuai dengan spesifikasi awal. Oleh karena itu, pihak Quality Control di PT
X hendak melakukan perbaikan terhadap kualitas produk yang dihasilkan.
Perusahaan selama ini belum pernah menerapkan metode Six Sigma untuk
mengamati proses produksi yang berlangsung, sehingga dalam penelitian ini
akan dilakukan analisis kualitas produk dengan metode Six Sigma.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam skripsi ini adalah:
1. Identifikasi masalah kualitas produk PT X menggunakan metode Six
Sigma.
2. Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan metode Six Sigma.
18
3. Penanganan masalah kualitas produk PT X menggunakan metode Six
Sigma.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas arah pemecahan masalah yang akan dibahas
didalam skripsi nantinya, berikut adalah pembatasan terhadap masalah yang
dibahas:
1. Penelitian akan dilakukan pada PT X dan peningkatan kualitas akan
dilakukan terhadap tingkat (level) proses pada produk yang di produksi,
yaitu pada proses pembuatan perumahan real estate.
2. Proyek yang akan dianalisis adalah proyek pembangunan perumahan Y
dan sampel yang akan diteliti adalah cluster Z. Dengan pertimbangan
karena cluster tersebut paling besar dan banyak mendapat keluhan dari
konsumen
3. Karena terbatasnya waktu dan sumber daya yang dimiliki, maka penelitian
ini hanya dilakukan pada fase DMA (Define, Measure, Analyze) dari
metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi masalah kualitas produk PT X menggunakan metode Six
Sigma
2. Mengetahui kondisi kinerja perusahaan menggunakan metode Six Sigma
19
3. Mendapatkan solusi dalam mengatasi masalah kualitas produk pada PT X
menggunakan metode Six Sigma.
1.5 Manfaat Penelitian
Berikut adalah berbagai manfaat dari pemecahan masalah yang
dibahas dalam skripsi ini:
1. Dengan identifikasi permasalahan yang dilakukan, dapat diperoleh
informasi mengenai urutan atau prioritas permasalahan kualitas bagi
perusahaan
2. Dapat diperoleh solusi penanganan masalah yang sedang dihadapi oleh PT
X
3. Usulan penerapan analisis Six Sigma ini dapat dilanjutkan secara terus-
menerus sebagai upaya dalam peningkatan kualitas bagi perusahaan
20
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep Six Sigma sebagai kerangka
dasar dalam proses perbaikan kualitas menggunakan analisis Six Sigma. Pada
konsep Six Sigma dibahas beberapa hal antara lain: definisi Six Sigma dan
metodologi peningkatan Six Sigma menggunakan metode DMAIC yang terdiri
dari fase Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control.
2.1. Definisi Six Sigma
Six Sigma merupakan sebuah metodologi untuk memperbaiki suatu
proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha memperkecil variansi yang
terjadi sekaligus mengurangi cacat atau produk yang keluar dari spesifikasi
dengan menggunakan metode statistik. Secara sederhana Six Sigma dapat
diterjemahkan sebagai suatu proses yang mempunyai kemungkinan cacat
(defect opportunity) sebesar 0.00034% atau sebanyak 3.4 buah dalam satu
juta produk (defect per million). Umumnya Six Sigma dituliskan dalam
simbol 6 sigma (6σ) [2].
Suatu proses dengan nilai sigma yang lebih tinggi (pada suatu proses)
akan mempunyai cacat (defect) yang lebih sedikit (baik jumlah ataupun
jenisnya) [2]. Persentase dan jumlah kecacatan dari beberapa sigma dapat
dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
21
Tabel 2.1. Tingkat Kecacatan pada Sigma
Sigma Persentase kecacatan
(percent defective)
Jumlah cacat per juta(defect
per million)
1 69% 691.469
2 31% 308.538
3 6,7% 66.807
4 0,62% 6.210
5 0,023% 233
6 0,00034% 3,4
7 0,0000019% 0,019
Dalam usaha-usaha memperkecil variansi, six sigma dilakukan secara
sistematis dengan mendefinisikan, mengukur, menganalisa, memperbaiki dan
mengendalikannya. Dalam pelaksanaannya Six Sigma tidak dapat dilakukan
oleh perorangan, akan tetapi dijalankan oleh suatu tim Six Sigma yang terdiri
dari pihak-pihak yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan pelaksanaan
Six Sigma, meliputi:
a. Executive Leaders
Diduduki oleh pimpinan puncak perusahaan yang bertekad untuk
mewujudkan Six Sigma, memulai dan memasyarakatkannya di seluruh
bagian, divisi, departemen dan cabang-cabang perusahaan.
b. Champions
Yaitu orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan Six Sigma. Mereka merupakan pendukung utama yang
berjuang demi terbentuknya black belts dan berupaya meniadakan
berbagai rintangan/hambatan agar black belts berfungsi sebagaimana
mestinya. Dapat dikatakan Champions anggotanya berasal dari kalangan
direktur dan manajer, bertanggung jawab terhadap aktivitas proyek sehari-
hari, wajib melaporkan perkembangan hasil kepada executive leaders
22
sekaligus mendukung tim pelaksana. Sedangkan tugas-tugas lainnya
meliputi memilih calon-calon anggota black belt, mengidentifikasi wilayah
kerja proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin
terlaksananya proyek sesuai dengan jadwal dan memastikan bahwa tim
pelaksana telah memahami maksud/tujuan proyek.
c. Master Black Belt
Yaitu orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat dan
pemandu. Master black belt adalah orang-orang yang sangat menguasai
alat-alat dan teknik Six Sigma, dan merupakan sumber daya yang secara
teknis sangat berharga. Mereka memusatkan seluruh perhatian dan
kemampuannya pada penyempurnaan proses. Aspek-aspek kunci dari
peranan master black belt terletak pada kemampuannya dalam
memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mendominasi
proyek/tugas/pekerjaan.
d. Black Belt
Merupakan orang-orang yang berperan sebagai pemimpin proyek
perbaikan kinerja perusahaan. Mereka dilatih untuk menemukan masalah,
mencari penyebab beserta penyelesaiannya, bertugas mengubah teori ke
dalam tindakan, memilah-milah data dan bertanggung jawab
mengaplikasikan Six Sigma.
Para calon anggota black belts wajib memenuhi syarat-syarat seperti:
memiliki disiplin pribadi, cakap memimpin, menguasai keterampilan
23
teknis tertentu, mengenal prinsip-prinsip statistika, mampu berkomunikasi
dengan jelas, mempunyai motivasi kerja yang memadai.
e. Green Belt
Adalah orang-orang yang membantu black belts berdadarkan keahliannya.
Pada umumnya green belts bertugas secara paruh waktu pada bidang
tertentu, mengaplikasikan alat-alat Six Sigma untuk menguji dan
menyelesaikan permasalahan-permasalahan kritis, mengumpulkan dan
menganalisis data serta melakukan percobaan-percobaan.
f. Yellow Belt
Adalah orang-orang yang membantu black belts dan green belt. Meskipun
tidak memiliki keahlian tertentu tentang Six Sigma, akan tetapi mereka
dapat membantu kerja black belt dan green belt dalam pengumpulan data,
pendefinisian masalah atau mencari sebab akibat dari suatu masalah.
Setiap orang yang menjadi bagian dari perusahaan merupakan anggota
yellow belt.
Menurut [1], ada enam komponen utama konsep Six Sigma, yaitu:
a. Mengutamakan pelayanan kepada pelanggan.
b. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta.
c. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan.
d. Manajemen yang proaktif.
e. Kerjasama tim yang bagus.
f. Selalu mengejar kesempurnaan.
24
Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan
yang bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Secara garis
besar dapat dikatakan sasaran Six Sigma adalah melakukan perbaikan dalam
hal-hal, yaitu pengurangan biaya, perbaikan produktifitas, pertumbuhan
pangsa pasar, pengurangan waktu siklus, retensi pelanggan, pengurangan
cacat, perubahan budaya kerja dan pengembangan produk jasa.
2.2. Metodologi Peningkatan Six Sigma
Ada banyak metode perbaikan yang dapat digunakan untuk
memperbaiki proses. Kebanyakan berdasarkan langkah-langkah yang
dikenalkan oleh W. Edwards Deming yaitu PDCA (Plan-Do-Check-Action),
SEA (Select-Experiment-Adapt), SEL (Select-Experiment-Learn) dan
DMAIC [3]. Langkah sistematis dalam Six Sigma terdiri dari lima tahapan
yang dikenal dengan istilah The Six Sigma Breakthrough Strategy, terdiri dari
fase Define, Measure, Analyze, Improve dan Control.
2.2.1 Fase Define
Fase Define (D) merupakan fase menentukan masalah dan
menetapkan kebutuhan spesifik dari pelanggan yang dalam hal ini
sering disebut dengan “suara pelanggan” (VOC – Voice of Customer).
Setelah mendata semua variabel yang dipandang penting oleh
pelanggan sebagai Voice of Customer, selanjutnya perlu diberikan nilai
terukur. Variabel terukur tersebut dinamakan karakteristik kualitas
pengganti atau Critical-to-Quality (CTQ). Langkah berikutnya adalah
mengidentifikasi proses-proses yang menyertai CTQ tersebut.
25
Untuk lebih memudahkan pendefinisian masalah pada fase ini
dapat digunakan tool dalam statistik, yaitu diagram Pareto dan Process
Mapping. Diagram Pareto adalah grafik yang membuat peringkat pada
hal-hal yang harus diprioritaskan. Digunakan terutama pada saat
menentukan dimana harus memfokuskan atau memprioritaskan
tindakan perbaikan, yaitu dengan memilih penyebab mana yang harus
dihilangkan terlebih dahulu. Contoh bentuk diagram pareto dapat dilihat
pada Gambar 2.1 di bawah ini:
Gambar 2.1 Contoh Pareto Chart
Sedangkan Process Mapping adalah grafik yang menggambarkan
langkah-langkah yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas proses
menggunakan simbol-simbol standar flowchart. Proses mapping
mempunyai lima kategori kerja utama, yaitu mengidentifikasi supplier
proses, input supplier, proses, output proses dan pelanggan dari proses.
26
Kelima kategori ini dikenal dengan istilah SIPOC (Supplier-Input-
Proses-Output-Customer) [3].
Simbol-simbol yang digunakan pada pembuatan proses mapping
yaitu:
: digunakan untuk menggambarkan awal dan akhir proses
: digunakan untuk menggambarkan tahap-tahap dalam
proses
: digunakan untuk menggambarkan proses pengambilan
keputusan
: digunakan untuk menghubungkan tahap-tahap dalam
proses
2.2.2 Fase Measure
Fase Measure (M) merupakan fase mengukur tingkat kecacatan
pelanggan dan tingkat kinerja. Dalam fase ini, pengukuran yang
dilakukan antara lain:
1. Pengukuran baseline kinerja
Sebelum dilakukan proses Six Sigma harus dilakukan
pengukuran tingkat kinerja saat ini atau pengukuran baseline
kinerja. Ukuran hasil kinerja baseline yang digunakan pada Six
Sigma adalah tingkat DPMO (Defect Per Million Opportunity) dan
pencapaian tingkat kapabilitas sigma (sigma level).
Perhitungan nilai sigma dilakukan untuk mengetahui performa
proses saat ini yang akan menjadi tolak ukur dalam menentukan
27
tindakan perbaikan yang harus dilakukan. Langkah-langkahnya
yaitu:
a. Menghitung nilai DPMO
DPMO merupakan suatu ukuran kegagalan dalam Six Sigma
yang menunjukan kerusakan suatu produk dalam satu juta barang
yang diproduksi. Kriteria DPMO harus didefinisikan dengan
teliti. Kerusakan dapat digambarkan dengan tidak bersih, tidak
tepat atau tidak sesuai dengan standar. DPMO dituliskan dengan
persamaan:
DPMO = 1.000.000
jumlah kerusakan
jumlah semua produksi (2.1)
Nilai DPMO dari suatu roduk menggambarkan rata-rata
pengukuran pada suatu proses.
b. Mengkonversi nilai DPMO ke nilai sigma menggunakan Tabel
Konversi Sigma (lampiran 2).
Setelah diperoleh nilai DPMO dan level sigma, maka kita
dapat mengetahui besarnya baseline kinerja perusahaan saat ini.
2. Pengukuran tingkat kapabilitas proses (capability process)
Suatu proses disebut mempunyai kapabilitas jika proses
tersebut mempunyai kemampuan untuk menghasilkan output yang
berada dalam batas spesifikasi yang diharapkan. Apabila nilai rata-
rata dari proses tersebut sama dengan nilai target yang diharapkan
dan besarnya rentang batas spesifikasi yang diinginkan perusahaan
(USL-LSL) lebih besar dari rentang batas terkontrol pada produk
28
yang dihasilkan (UCL-LCL) [4]. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 2.2. Besarnya batas spesifikasi perusahaan ditentukan
oleh bagian Quality Contol pada perusahaan sedangkan besarnya
batas terkontrol dapat diketahui melalui bagan kendali Shewhart.
Ukuran yang menyatakan kemampuan proses tersebut
dinamakan capability index. Sedangkan analisanya disebut analisa
proses kapabilitas. Analisa proses kapabilitas dapat digunakan
apabila proses tersebut berada dalam statistical proses control,
apabila tidak maka nilai kapabilitasnya tidak dapat dipercaya.
Gambar 2.2 Bentuk Bagan Kendali Proses Mempunyai Kapabilitas
Menurut [4], proses kapabilitas dapat digolongkan dalam tiga
kondisi, yaitu:
a. Proses yang memiliki kapabilitas tinggi, yang terjadi bila rentang
proses berada didalam rentang spesifikasi (Dapat dilihat pada
Gambar 2.3).
6 ( )USL LSL (2.2)
29
Gambar 2.3 Bagan Kendali Proses Kapabilitas Tinggi
b. Proses yang memiliki kapabilitas hampir tidak cukup, yang
terjadi bila rentang proses sama dengan rentang spesifikasi
(Gambar 2.4).
6 ( )USL LSL (2.3)
Gambar 2.4 Bagan Kendali Proses Kapabilitas hampir tidak cukup
c. Proses yang tidak memiliki kapabilitas, yang terjadi bila rentang
proses lebih besar dibandingkan dengan rentang spesifikasi
(Gambar 2.5).
6 ( )USL LSL (2.4)
30
Gambar 2.5 Bagan Kendali Proses Tidak Memiliki Kapabilitas
Terdapat berbagai indeks kapabilitas proses, akan tetapi dalam
skripsi ini akan digunakan 3 macam indeks, yaitu:
a. Cp
Cp merupakan index kapabilitas yang paling sederhana,
digunakan untuk menunjukan kemampuan suatu proses dalam
memenuhi spesifikasi limit. Ada beberapa asumsi yang harus
dipenuhi sebelum menggunakan Cp, yaitu distribusi dari proses
harus berdistribusi normal dan nilai rata-rata proses ( ) harus
tepat sama dengan nilai target (T), yang berarti nilai dari
proses harus tepat berada di tengah dari interval nilai USL dan
LSL. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka nilai Cp akan
memberikan misleading results (kurang dapat dipercaya). Dapat
dikatakan Cp merupakan perbandingan antara rentang spesifikasi
dengan rentang proses, sehingga seharusnya bernilai lebih dari 1
[4]. Dituliskan:
p
USL LSLC
UCL LCL (2.5)
31
Sehingga:
6
p
USL LSL USL LSLC
UCL LCL (2.6)
Nilai Cp = 1, jika rentang spesifikasi sama dengan rentang
proses. Dikatakan proses hampir memiliki kapabilitas.
Nilai Cp > 1, jika rentang spesifikasi lebih besar dari rentang
proses. Dikatakan proses memiliki kapabilitas yang tinggi.
Nilai Cp < 1, jika rentang spesifikasi lebih kecil dari rentang
proses. Dikatakan proses tidak memiliki kapabilitas.
Secara umum dapat dikatakan semakin besar nilai Cp, maka
semakin baik proses tersebut. Six sigma merupakan
pengembangan dari konsep Cp. Proses 6 memiliki Cp = 2.
Hubungan antara nilai Cp dan kapabilitas proses dapat dilihat
pada Tabel 2.2 di bawah ini [5]:
Tabel 2.2 Hubungan Cp dan Kapabilitas Proses Cpk Kapabilitas Proses
0, 33 1, 0 σ
0, 50 1, 5 σ
0, 67 2, 0 σ
0, 83 2, 5 σ
1, 00 3, 0 σ
1, 17 3, 5 σ
1, 33 4, 0 σ
1, 50 4, 5 σ
1, 67 5, 0 σ
1, 83 5, 5 σ
2, 00 6, 0 σ
2, 17 6, 5 σ
2, 33 7, 0 σ
32
b.Cpk (Indeks Kapabilitas Proses Aktual)
Cpk merupakan index yang menunjukan seberapa baik
suatu proses dapat memenuhi spesifikasi limit, dengan mengukur
jarak terdekat antara kinerja proses dan batas spesifikasi.
Semakin kecil nilai Cpk semakin dekat jarak antara kinerja
proses dan batas spesifikasi, hal ini berarti proses tersebut
semakin capable. Formula Cpk dituliskan [4]:
Cpk = (1 – k)Cp (2.7)
dengan
jika
jika
Jadi,
min( atau )3 3
pk
USL X X LSLC
(2.8)
33
dengan:
USL = batas spesifikasi atas (Upper Specification Limit)
LSL = batas spesifikasi bawah (Lower Specification Limit)
X = rata-rata proses
σ = simpangan/standar deviasi
Dapat dikatakan bahwa Cpk lebih baik dari pada Cp, akan
tetapi Cpk juga mempunyai kekurangan. Cpk hanya melihat
penyebaran dari rata-rata proses dan spesifikasi limit, sehingga
tidak dapat memberikan informasi bagaimana penyebaran dari
proses kontrol secara keseluruhan hanya bagaimana penyebaran
proses terhadap spesifikasi limit.
Terdapat hubungan antara Cpk dan kapabilitas proses
pada berbagai tingkat sigma. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Hubungan Cpk dan Kapabilitas Proses
Cpk Kapabilitas Proses
0, 33 1, 0 σ
0, 50 1, 5 σ
0, 67 2, 0 σ
0, 83 2, 5 σ
1, 00 3, 0 σ
1, 17 3, 5 σ
1, 33 4, 0 σ
1, 50 4, 5 σ
1, 67 5, 0 σ
1, 83 5, 5 σ
2, 00 6, 0 σ
2, 17 6, 5 σ
2, 33 7, 0 σ
34
c. Cpm (Indeks Kapabilitas Proses Taguchi)
Indeks kapabilitas proses Cpm (disebut juga Taguchi
Capability Index) digunakan untuk mengukur pada tingkat mana
output suatu proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas
(T) yang diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm
menunjukkan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai
spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan pelanggan.
Formula Cpm dituliskan:
2 2 dengan : ( )6
pm ST
ST
USL LSLC T (2.9)
dengan τST adalah variansi dan selisih antara rata-rata proses (μ)
dan target (T).
Beberapa keuntungan dari penggunaan indeks Cpm [6]
adalah:
1. Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi
yang tidak simetris (asymetrical specification interval), di
mana nilai spesifikasi target kualitas (T) tidak berada tepat di
tengah nilai USL dan LSL.
2. Indeks Cpm dapat dihitung untuk tipe distribusi apa saja, tidak
mensyaratkan data harus berdistribusi normal. Hal ini berarti
perhitungan Cpm adalah bebas dari persyaratan distribusi data,
serta tidak memerlukan lagi uji normalitas untuk mengetahui
apakah data yang dikumpulkan dari proses itu berdistribusi
35
normal. Juga akan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang
distribusi apa yang digunakan.
Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya
dipergunakan kriteria sebagai berikut:
(a) Cpm ≥ 2,00
Proses dianggap mampu dan kompetitif.
(b) 1,00 ≤ Cpm ≤ 1,99
Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat
untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas
dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju
nol (zero defect oriented). Perusahaan yang memiliki nilai
Cpm yang berada di kisaran ini memiliki kesempatan terbaik
dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.
(c) Cpm < 1,00
Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk
bersaing di pasar global.
2.2.3 Fase Analyze
Analyze (A) merupakan langkah ketiga dalam proses Six Sigma.
Tujuan dari fase ini adalah menganalisis sebab-sebab utama yang
menyebabkan masalah pada proses. Pada skripsi ini sebab-sebab utama
permasalahan tersebut dianalisis menggunakan:
36
a. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)
Cause and Effect diagram adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengorganisasi dan menggabungkan seluruh ide-ide
mengenai penyebab potensial dari suatu masalah. Bentuknya seperti
tulang ikan (fishbone), terdiri dari dua macam bagian yaitu [4]:
a. Kepala ikan (akibat), berada di sebelah kanan. Bagian ini memuat
suatu permasalahan (kecacatan produk), yaitu akibat yang terjadi.
b.Tulang ikan (penyebab), terdiri dari faktor-faktor penyebab
dimana duri-duri tersebut akan bercabang-cabang sesuai jumlah
penyebab yang ditemukan.
Gambar 2.6 berikut merupakan contoh bentuk diagram sebab
akibat:
Gambar 2.6 Contoh Diagram Sebab Akibat
37
b. FMEA (Failure Models and Effect Analysis)
Failure Mode and Effect Analysis atau analisa potensi
kegagalan dari produk/proses dan efek-efeknya merupakan suatu
kegiatan mendokumentasikan pengidentifikasian tindakan untuk
menghilangkan atau mengurangi kemungkinan potensi kegagalan
terjadi.
Langkah-langkah dalam menggunakan FMEA yaitu [7]:
a. Mengidentifikasi proses, produk atau jasa.
b.Membuat kolom-kolom dalam sebuah spreadsheet. Masing-
masing kolom tersebut diberi nama: modes of failure, cause of
failure, effect of failure, frequency of occurance, degree of
severity, chance of detection, risk priority number (RPN) dan rank
c. Membuat daftar masalah-masalah yang mungkin mucul.
d.Mengidentifikasi semua penyebab dari setiap masalah yang
muncul.
e. Menentukan akibat dari setiap masalah tersebut. Kemudian
mengidentifikasi akibat potensial dari masalah terhadap
pelanggan, produk dan proses.
f. Membuat tabel keterangan nilai-nilai yang akan ditentukan. Untuk
mengisi kolom frequency of occurance, degree of severity, dan
chance of detection dibuat sebuah tabel consensus dari nilai-nilai
relative untuk mengasumsikan frekuensi muncul (occurance),
seberapa besar pengaruh efek kegagalan yang terjadi (severity),
38
kemungkinan masalah tersebut terdeteksi dan diatasi sekarang ini
(detection). Selanjutnya mengisikan nilai yang sesuai untuk
kolom-kolom diatas berdasarkan tabel yang telah dibuat.
g.Menghitung nilai resiko (RPN) dari tiap masalah, dengan rumus:
RPN SEVV OCC DET (2.10)
h.Menyusun masalah berdasarkan nilai RPN, dengan urutan dari
nilai RPN tertinggi ke terendah
i. Mengambil tindakan untuk mengurangi resiko pada masalah
berdasarkan rankingnya.
Berikut contoh tabel spreadsheet FMEA (Tabel 2.4):
Tabel 2.4 Spreadsheet FMEA
Mode
of
failure
Cause
of
failure
Effect
of
failure
Frequence
of
occurance
(1-10)
Degree
of
severity
(1-10)
Chance
of
detection
(1-10)
Risk
priority
number
(RPN)
Rank
Nilai occurance (OCC), severity (SEV) dan detection (DET)
besarnya antara 1-10. Ketentuan pemberian besarnya nilai ini dapat
dilihat dalam Table 2.5 berikut:
Table 2.5 Nilai Occurance (OCC), Severity (SEV) dan Detection (DET)
Nilai Occurance (OCC) Severity (SEV) Detection (DET)
1 Jika masalahnya
hampir tidak pernah
terjadi
Jika masalahnya tidak
berpengaruh (minor). Jika masalahnya pasti
dapat cepat-cepat
diatasi(very high) 2 Jika masalahnya sedikit
berpengaruh dan tidak
terlalu kritis (low). 3 Jika masalahnya
sangat jarang terjadi,
relatif sedikit (low).
Jika masalahnya
kemungkinan besar dapat
diatasi (high)
4 Jika masalahnya cukup
berpengaruh, dan
pengaruhnya cukup kritis
Jika masalahnya ada
kemungkinan untuk
dapat diatasi (moderatte)
5
6 Jika masalahnya
39
kadang-kadang
terjadi (moderatte)
(moderatte).
7 Jika masalahnya sangat
berpengaruh dan kritis
(high).
Jika masalahnya
kemungkinannya kecil
untuk dapat diatasi (low) 8
Jika masalahnya
sering terjadi (high)
9 Jika masalahnya
sulit untuk dihindari
(very high)
Jika masalahnya benar-
benar berpengaruh,
sangat merugikan dan
sangat kritis (very high)
Jika masalahnya
mungkin tidak dapat
diatasi (very low)
10 Jika masalahnya tidak
dapat diatasi (none).
Setelah dilakukan analisis FMEA, selanjutnya menentukan
tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.
Terutama masalah-masalah yang memiliki nilai resiko (RPN)
tertinggi. Untuk itu digunakan tabel action planning for failure
mode (Tabel 2.6). Dengan tabel ini ditentukan tindakan yang sesuai
untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi
dengan memberikan solusi langsung ke akar penyebab
permasalahannya. Apabila diperlukan, untuk setiap solusi tersebut
dapat dibuat validasi yang akan berguna untuk memastikan bahwa
solusi telah diimplementasikan dengan benar. Bentuk validasi
tersebut dapat berupa laporan, form atau checksheet.
Tabel 2.6 Bentuk table action for failure mode
Failure
mode
Actionable
cause
Design
action/potensial
solution
Design validation
40
2.2.4 Fase Improve
Fase Improve adalah fase meningkatkan proses dan
menghilangkan sebab-sebab timbulnya cacat. Setelah sumber-sumber
penyebab masalah kualitas dapat diidentifikasi, maka dapat dilakukan
penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan
peningkatan kualitas Six Sigma.
Design of Experiment (DoE) merupakan salah satu metode
statistik yang digunakan untuk meningkatkan dan melakukan
perbaikan kualitas. Design of Experiment dapat didefinisikan sebagai
suatu uji atau rentetan uji dengan mengubah-ubah variabel input
(faktor) suatu proses sehingga dapat diketahui penyebab perubahan
output (respon). Banyaknya kombinasi yang dihasilkan dari DoE
adalah sebanyak 2k, dengan 2 adalah banyaknya pengaturan atau level
dan k adalah banyaknya factor atau variabel input (X) [8].
2.2.5 Fase Control
Pada fase control hasil-hasil peningkatan kualitas
didokumentasikan dan disebarluaskan. Hasil-hasil yang memuaskan
dari proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus distandarisasikan,
dan selanjutnya dilakukan peningkatan terus-menerus pada jenis
masalah yang lain mengikuti konsep DMAIC.
Diagram kontrol merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk mengontrol variansi dalam suatu proses produksi. Diagram ini
41
memuat tiga garis batas, yaitu: garis kontrol atas atau biasa di sebut
upper control limit (UCL), rata-rata kualitas sampel dan garis kontrol
bawah atau biasa disebut lower control lomit (LCL). Sampel yang
berada dalam rentang UCL-LCL dikatakan berada dalam pengawasan
(in control) sedangkan sampel yang berada di luar rentang UCL-LCL
dikatakan berada di luar pengawasan (out control) [9]. Fungsi dari
diagram ini adalah:
a. Menentukan batas terkontrol dari suatu proses
b. Memberikan informasi tentang stabilitas dan kemampuan proses
c. Membantu mengurangi variabilitas
d. Memonitor kinerja agar tetap berada dalam batas pengawasan.
Gambar 2.7 menggambarkan contoh bentuk diagram control:
Gambar 2.7 Bentuk Control chart
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, yaitu mulai dari bulan
Januari 2009 sampai dengan bulan Mei 2009. Jadwal kegiatan secara
lengkap ditunjukan pada Tabel 3.1. Tempat pelaksanaan penelitian ini
pada salah satu perusahaan swasta multinasional yang bergerak pada
bidang pengembangan kawasan dan pemukiman (developer) yang terletak
di daerah Bekasi Barat, yaitu PT X (nama perusahaan tidak dapat
disebutkan) pada bagian Departemen Estate.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan
N
o Kegiatan
Waktu (Tahun 2009)
Januari Pebruari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi
dengan
pembimbing
X X
2 Pengumpulan
referensi
X X X X
3 Penyusunan
skripsi
X X X X X X X X X X X
4 Pencarian data X X X
5 Pengolahan
data
X X
6 Analisis data X X
7 Revisi X X X X
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data-data yang
diperoleh dari PT X, meliputi:
43
a. Dokumen umum perusahaan berupa profil perusahaan dan aliran proses
produksi.
b. Data keluhan dari konsumen (pembeli rumah).
c. Data jumlah rumah yang dibangun.
d. Data jumlah rumah yang mendapat keluhan dari konsumen.
e. Data tentang informasi penyebab terjadinya produk yang mendapat
keluhan dari konsumen (produk cacat).
Untuk menyelesaikan permasalahan pada penelitian ini digunakan
metode deskriptif, berupa:
1. Studi Pustaka
Metode studi pustaka dilakukan dengan cara membaca dan
mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan analisis Six Sigma
dan tentang profil perusahaan.
2. Observasi Langsung
Metode pengamatan dilakukan untuk mengetahui aliran proses produksi
dan pangambilan data produksi.
3. Wawancara Terstruktur (lampiran 4)
Metode wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan dan jenis
karakteristik kualitas produk yang diinginkan oleh pelanggan.
Wawancara dilakukan terhadap pihak Quality Control perusahaan.
44
3.3 Metode Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, selanjutnya dilakukan pengolahan terhadap
data-data tersebut. Pengolahan data dilakukan melalui beberapa fase,
yaitu:
3.4.1 Fase Pendefinisian Masalah (Define)
Pada fase define dilakukan identifikasi masalah dan karakteristik
kualitas produk yang diinginkan oleh pelanggan. Identifikasi
dilakukan dengan menggunakan data keluhan pelanggan yang
diperoleh dari pihak Quality Control perusahaan. Dari hasil
identifikasi akan diperoleh permasalahan utama yang sedang
dihadapi oleh perusahaan.
3.4.2 Fase Pengukuran (Measure)
Pada fase Measure dilakukan pengukuran baseline kinerja dengan
parameter DPMO dan level sigma serta pengukuran kapabilitas
proses. Penghitungan nilai DPMO dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan (2.1).
Setelah diperoleh nilai DPMO, kemudian dilakukan konversi nilai
DPMO menjadi nilai sigma menggunakan Table Conversion Sigma
(tabel terlampir). Dari nilai DPMO dan nilai sigma, maka dapat
diketahui kondisi perusahaan saat ini.
Pengukuran kapabilitas proses dilakukan dengan menghitung nilai
Cp (persamaan (2.6)), Cpk (persamaan (2.7)) dan Cpm (persamaan
(2.8)) proses.
45
3.4.3 Fase Penganalisaan (Analyze)
Pada fase Analyze dilakukan analisis sebab-sebab utama yang
menyebabkan masalah pada proses dengan menggunakan diagram
sebab-akibat (cause and effect diagram) dan analisis FMEA (Failure
Mode and Effect Analysis).
Untuk membuat diagram sebab-akibat, dilakukan wawancara dengan
pihak Quality Control untuk memperoleh informasi tentang hal-hal
yang menyebabkan permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh
perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis FMEA untuk mengetahui
penyebab manakah yang paling mempengaruhi masalah tersebut.
Analisis FMEA dilakukan dengan menggunakan Spreadsheet
FMEA. Setelah diketahui penyebab utama dari permasalahan dengan
FMEA maka selanjutnya ditentukan tindakan yang sesuai untuk
mengatasi masalah-masalah yang ada menggunakan tabel action
planning for failure mode.
Idealnya, setelah diketahui penyebab utama dari permasalahan yang
sedang dihadapi, maka dilakukan fase improve untuk meningkatkan proses
dan menghilangkan sebab-sebab cacat pada produk serta fase control
untuk mengendalikan proses agar tetap berada pada level six sigma. Akan
tetapi, dalam penelitian ini fase improve dan fase control tidak di kaji
mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya yang dimiliki.
Setelah dilakukan pengolahan data, maka selanjutnya dilakukan
analisis data. Data analisisnya berupa:
46
1. Permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan.
Permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan dapat
dilihat melalui diagram Pareto.
2. Kondisi baseline kinerja perusahaan
Untuk mengetahui kondisi baseline kinerja perusahaan dapat dilakukan
dengan melihat nilai akhir level sigma
3. Penyebab yang paling berpengaruh terhadap permasalahan utama yang
sedang dihadapi.
Untuk memperoleh hasil analisa berupa penyebab utama yang paling
berpengaruh dilakukan analisa menggunakan spreadsheet FMEA.
Melalui spreadsheet FMEA akan diperoleh nilai RPN dari tiap-tiap
penyebab permasalahan. Penyebab yang nilai RPN-nya paling besar
merupakan penyebab utama yang menyebabkan permasalahan yang
sedang dihadapi. Nilai RPN dapat diperoleh dengan persamaan (2.10).
3.4 Alur Penelitian
Untuk mengetahui alur penelitian ini dari awal sampai akhir dapat
dilihat pada Gambar 3.1.
47
Mulai
Survey perusahaan
Interview dan pengambilan
data
Fase Define
Pendefinisian masalah
Pareto chart
Permasalahan utama
Kesimpulan dan saran
Selesai
Fase Measure
Fase Analyze
Process mapping
Pengukuran baseline kinerja
Pengukuran proses
kapabilitas
Kondisi perusahaan
Diagram sebab akibat
Analisis FMEA
Gambar 3.1 Alur Penelitian
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian dan pengumpulan data, maka pada bab ini
akan dilakukan pengolahan dan analisa terhadap data tersebut. Pengolahan dan
analisa data dilakukan dengan mendefinisikan, mengukur dan menganalisa
masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan pengembangan kawasan dan
pemukiman tersebut dengan pendekatan Six Sigma yang terdiri dari fase define,
measure dan analyze. Hasil dan pembahasan dijabarkan sebagai berikut:
4.1 Pendefinisian Masalah di PT X (Define)
Fase define merupakan langkah awal dalam melakukan analisis Six
Sigma. Apabila dibentuk suatu tim Six Sigma, maka dalam penelitian ini yang
bertindak sebagai Executive Leader adalah pemilik PT X, pihak Champion
adalah direktur utama PT X, pihak Master Black Belt adalah manager Quality
Control PT X, pihak Black Belt adalah Quality Control PT X dan peneliti,
pihak Green Belt adalah para supervisor PT X serta sebagai pihak Yellow
Belt adalah seluruh karyawan dan tukang-tukang yang bekerja di PT X.
Hal pertama yang dilakukan dalam fase ini adalah mengidentifikasi
hal-hal yang dianggap penting oleh pelanggan (Critical to Quality atau biasa
disingkat CTQ). Secara garis besar keinginan pelanggan terdiri dari dua hal
utama, yaitu ketepatan waktu dan kualitas produk. Berdasarkan hasil diskusi
dengan pihak quality control menunjukan bahwa CTQ terdiri dari kondisi
fisik dan kelengkapan sarana. Kondisi fisik terdiri dari tidak adanya retak
49
pada bagian dinding, pintu, jendela dan kusen serta tidak ada bagian-bagian
yang catnya belang. Sedangkan kelengkapan sarana meliputi pemasangan
PAM dan PLN.
PT X telah membangun perumahan dalam beberapa cluster yang
terdiri dari berbagai tipe. Pada cluster Z yang menjadi objek dalam penelitian
ini terdiri dari 314 unit rumah yang terbagi menjadi tiga tipe. Setiap rumah
yang dibangun memiliki spesifikasi teknis sebagai berikut: (a) Pondasi
terbuat dari batu kali; (b) Struktur terdiri dari beton berulang; (c) Dinding
terdiri dari batapres di plester, di aci dan di cat; (d) Lantai keramik; (e) Plafon
terbuat dari gypsumboard 9 mm di cat; (f) Atap terbuat dari kuda-kuda kayu
dan genteng beton; (g) Daun pintu dan jendela terbuat dari kayu solid yang di
plistur; (h) Instalasi air dengan pipa PVC; (i) Air bersih dari PAM; (j)
Instalasi listrik dengan PLN 1300 watt 220 volt; (k) Sanitair dengan kloset
duduk; dan (l) Dapur terdri dari meja beton, keramik dan kitchen zink
stainless steel.
Dalam penelitian ini, perbaikan kualitas akan dilakukan pada bagian
yang paling sering mendapat keluhan dari pelanggan. Data keluhan diperoleh
dengan memberikan formulir keluhan kepada setiap konsumen yang membeli
rumah pada cluster Z. Dari data yang diperoleh dari pihak Quality Control
perusahaan, keluhan dari konsumen perumahan PT X dapat diidentifikasi
menjadi beberapa jenis. Yaitu berupa atap bocor, plafond tidak rapi, lisplang
retak-retak, plesteran dinding retak dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut:
50
Tabel 4.1 Data keluhan Pelanggan
No. Jenis keluhan Jumlah
1. Atap bocor 52
2. Plafon tidak rapi, rusak, basah dan berjamur 54
3. Lisplang retak-retak 6
4. Plesteran dinding retak 113
5. Dinding lembab dan berjamur 23
6. Cat diding tidak rata, mengelupas dan kasar 55
7. Pintu dan jendela goyang, tidak dapat ditutup
rapat dan retak
68
8. Kunci pintu tidak cocok dan rusak 40
9. Plistur pintu dan jendela kusam 19
10. Keramik retak dan tidak rata 13
11. Nat keramik retak-retak dan kurang rapi 8
12. Kran dan shower belum di pasang 25
13. Sanitair bermasalah 26
14. Pipa bocor dan mampet 17
15. Pintu pagar dan gembok berkarat 13
16. Cat pagar mengelupas 11
17. Listrik belum ada 33
18. PAM belum ada 15
19. Lantai dan dinding kotor 28
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa keluhan pelanggan terdiri dari
sembilan belas jenis keluhan. Untuk lebih memudahkan dalam melihat jenis
keluhan mana yang paling banyak dikeluhkan oleh pelanggan dapat dibuat
diagram pareto. Gambar 4.1 menggambarkan diagram pareto jenis keluhan
dari pelanggan.
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa jenis keluhan yang paling banyak
adalah keluhan tentang keretakan dinding, oleh karena itu dalam penelitian
ini akan dilakukan perbaikan kualitas terhadap dinding rumah.
51
jumlah 26 25 23 19 17 15 13 13 11 8113 668 55 54 52 40 33 28
Persen 4 4 4 3 3 2 2 2 2 118 111 9 9 8 6 5 5
Akumulatif % 76 80 84 87 89 92 94 96 98 9918 10029 38 47 55 62 67 72
jenis cacat 31116151018149512131917812674
700
600
500
400
300
200
100
0
100
80
60
40
20
0
Jum
lah
Aku
mu
lati
f P
ers
en
(%
)
Jenis Cacat pada PT X
Gambar 4.1 Pareto Chart Jenis Cacat pada PT X
Sebenarnya keretakan dinding ada dua jenis, yaitu keretakan struktur
dan keretakan rambut. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan
kualitas terhadap jenis keretakan rambut pada dinding. Contoh keretakan
dinding yang mendapat keluhan dari pelanggan dapat dilihat pada Gambar
4.2 berikut:
Gambar 4.2 Contoh Dinding yang Retak
52
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa proses pembangunan dinding
dimulai dari tahap supplier sampai customer (SIPOC). Supplier disini
bertindak sebagai penyuplai bahan baku pembuatan dinding, yaitu bata pres,
pasir beton yang diayak halus dan semen PC. Setiap material dan komponen
yang datang diinspeksi dahulu pada bagian pengujian bahan. Bila material
dinyatakan sesuai dengan kualitas, maka material tersebut dikirim ke
lapangan.
Proses pembangunan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu
pembangunan awal, plester dan proses pengacian. Pada bagian pembuatan
awal, dilakukan pemasangan bata pres menggunakan adukan dengan
perbandingan pasir dan semen sebanyak 1 banding 5. Setelah pemasangan
bata selesai, selanjutnya dilakukan plester tahap I (kepalaan plester), plester
tahap II kemudian proses pengacian. Plester tahap I dan II menggunakan
adukan yang terdiri dari pasir beton dan semen PC dengan perbandingan 1
banding 5, sedangkan proses pengacian hanya menggunakan semen PC.
Antara proses plester tahap I, plester tahap II dan proses pengacian diberi
selang waktu kurang lebih 1-2 minggu untuk pengeringan, hal ini dilakukan
agar dinding yang dibangun kuat dan tidak retak. Setelah proses pengacian
selesai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan oleh bagian quality inspection,
jika dinding dinyatakan bagus dan kuat maka akan dilakukan proses
selanjutnya yaitu pengecatan dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya,
proses pembuatan dinding dapat dilihat pada process mapping pada Gambar
4.3 di bawah ini:
53
Gambar 4.3 Process Mapping Pembuatan Dinding
4.2 Pengukuran Kinerja PT X (Measure)
Setelah dilakukan pendefinisian masalah yang akan di analisis,
selanjutnya pada fase measure dilakukan pengukuran baseline kinerja dan
pengukuran kapabilitas proses dalam perusahaan.
4.2.1 Pengukuran baseline Kinerja
Dalam penelitian ini, pengukuran baseline kinerja perusahaan
dilakukan dengan menggunakan parameter DPMO dan nilai sigma.
Hasil penghitungan nilai DPMO dan nilai sigma dari tiap-tiap jenis
kecacatan dapat dilihat dalam Tabel 4.2 berikut (nilai sigma diperoleh
dari Tabel Konversi Sigma pada lampiran 2). Berikut contoh
perhitungannya (persamaan 2.1):
a. Cacat dinding retak
1131000000 359872
314DPMO (1.88 sigma)
b. Cacat pintu dan jendela goyang, tidak dapat ditutup rapat dan retak
Supplier
PT Y
Bata Press
Pasir Beton
Semen PC
Pembeli rumah
Dinding kuat
Customer Output Input
Air Tanah
Process
Proses awal Proses akhir
Plesteran I Pemasanga
n bata Pengeringan
Plesteran II
Pengeringan Pengacian
54
681000000 216560
314DPMO (2.28 sigma)
c. Cacat cat dinding tidak rata, mengelupas dan kasar
551000000 175159
314DPMO (2.44 sigma)
d. Cacat plafond tidak rapi, rusak basah dan berjamur
541000000 171974
314DPMO (2.45 sigma)
e. Cacat atap bocor
521000000 165605
314DPMO (2.49 sigma)
Tabel 4.2 Nilai DPMO dan Sigma Tiap Jenis Cacat
No. Jenis Cacat
Baseline Kinerja
Nilai DPMO Nilai
Sigma
1 Dinding retak 359872* 1.88*
2 Pintu dan jendela goyang, tidak dapat ditutup
rapat dan retak 216560 2.28
3 Cat dinding tidak data, mengelupas dan kasar 175159 2.44
4 Plafon tidak rapi, rusak, basah dan berjamur 171974 2.45
5 Atap bocor 165605 2.49
6 Kunci pintu tidak cocok dan rusak 127388 2.64
7 Listrik belum di pasang 105095 2.70
8 Lantai dan dinding kotor 89171 2.84
9 Sanitair bermasalah 82802 2,89
10 Kran dan shower belum di pasang 79617 2.91
11 Dinding lembab dan berjamur 73248 2.95
12 Plistur pintu dan jendela kusam 60509 3.05
13 Pipa bocor dan mampet 54140 3.10
14 PAM belum di pasang 47770 3.17
15 Keramik retak dan tidak rata 41401 3.24
16 Pintu pagar dan gembok berkarat 41401 3.24
17 Cat pagar mengelupas 35031 3.30
18 Nat keramik retak-retak dan kurang rapi 25477 3.45
19 Lisplang retak-retak 19108 3.56
Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai DPMO dari semua
jenis cacat relative besar dan nilai sigmanya relative kecil. Hal ini
55
menunjukan bahwa baseline kinerja perusahaan masih kurang baik,
sehingga perlu dilakukan perbaikan kualitas. Dalam penelitian ini, akan
dilakukan perbaikan kualitas terhadap jenis cacat dinding retak, karena
cacat ini yang nilai DPMO nya paling besar dan nilai sigmanya paling
kecil diantara jenis-jenis cacat yang lain.
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses
Pengukuran kapabilitas proses perusahaan dilakukan untuk
mengetahui kondisi perusahaan, apakah memiliki kapabilitas atau tidak
serta untuk mengetahui besarnya index kapablitas dari perusahaan.
Prosedurnya menggunakan persamaan Cp, Cpk dan Cpm. Dalam
penelitian ini dilakukan pengukuran kapabilitas proses berdasarkan
banyaknya jumlah keluhan atau bagian yang dianggap cacat oleh
pelanggan. Data diperoleh dengan menghitung jumlah bagian yang
mendapat keluhan dari tiap rumah yang telah di bangun.
Setelah data diperoleh (data pada lampiran 3), langkah pertama
yang dilakukan adalah mencari nilai USL, LSL, UCL, LCL, rata-rata
proses ( ), dan target (T). Nilai-nilai tersebut digunakan untuk
mengetahui kondisi perusahaan mempunyai kapabilitas atau tidak. Nilai
USL, LSL dan target (T) diperoleh dari bagian Quality Control
perusahaan, yaitu: USL = 12, LSL = 0 dan T = 1. Sedangkan nilai UCL,
LCL dan ( ) diperoleh dengan membuat bagan kendali Shewhart.
Bagan kendali tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut:
56
Gambar 4.4 Bagan kendali Shewhart Bagian yang Mendapat Keluhan
Dari Gambar 4.4 terlihat besarnya nilai UCL = 10.38, LCL=-6.52
dan ( ) = 1.93. Besarnya nilai USL lebih besar dari nilai UCL, akan
tetapi nilai LSL lebih kecil dari nilai LCL sehingga belum dapat
diketahui secara pasti kondisi perusahaan saat ini (Gambar 4.5). Maka
dilakukan analisis dengan melihat nilai index kapabilitas Cp, Cpk dan
Cpm.
Gambar 4.5 Perbandingan Nilai USL-LSL dan UCL-LCL
3112802492181871561259463321
15
10
5
0
-5
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=1.93
UCL=10.38
LCL=-6.52
11
11
Xbar Chart of cacat
57
Untuk mencari index kapabilitas perusahaan (menggunakan data
keluhan pelanggan pada lampiran 3), langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah menguji normalitas data dan membuat histogram.
Kedua hal ini dilakukan untuk melihat sebaran data, besarnya nilai rata-
rata proses dan besarnya nilai standar deviasi. Uji normalitas data
dilakukan dengan melihat nilai p-value data melalui Probability Plot
data, dengan ketentuan jika p-value > 0.05 maka data berdistribusi
normal dan jika p-value < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.
Setelah dilakukan pengujian terhadap data keluhan pelanggan PT X,
dari grafik Probability Plot of Failure Data (Gambar 4.6) diperoleh
nilai p-value < 0.05. Sehingga disimpulkan bahwa data tersebut tidak
berdistribusi normal.
151050-5-10
99.9
99
95
80
50
20
5
1
0.1
cacat
Pe
rce
nt
Goodness of F it Test
Normal
A D = 35.289
P-V alue < 0.005
Probability Plot for cacat
Normal - 95% CI
Gambar 4.6 Probability Plot of Failure Data
58
Dan histogram dari data bagian yang mendapat keluhan dari
pelanggan dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut:
129630-3
200
150
100
50
0
Jumlah Keluhan Cacat per Rumah
Fre
ku
en
si (J
um
lah
Ru
ma
h)
Mean 1.933
StDev 2.817
N 314
Histogram of cacatNormal
Gambar 4.7 Histogram Bagian yang Mendapat Keluhan
Setelah diketahui sebaran data, nilai rata-rata proses dan standar
deviasi maka selanjutnya dihitung nilai indeks Cp, Cpk dan Cpm. Dengan
perhitungan diperoleh:
Jika disajikan dalam histogram terlihat (Gambar 4.8):
59
129630-3
LSLTarget USL
LSL 0
Target 1
USL 12
Sample Mean 1.933
Sample N 314
StDev (Within) 2.817
StDev (O v erall) 2.81688
Process Data
C p 0.71
C PL 0.23
C PU 1.19
C pk 0.23
Pp 0.71
PPL 0.23
PPU 1.19
Ppk 0.23
C pm 0.11
O v erall C apability
Potential (Within) C apability
PPM < LSL 0.00
PPM > USL 3184.71
PPM Total 3184.71
O bserv ed Performance
Within
Overall
PROCES CAPABILITY OF FAILURE
Gambar 4.8 Process Capability of Failure
Karena data tidak berdistribusi normal, maka nilai Cp dan Cpk
tidak dapat digunakan untuk mengukur tingkat kapabilitas proses,
sehingga yang digunakan adalah indeks Cpm yaitu sebesar 0.67. Karena
nilai Cpm kurang dari satu (0.67<1) maka dapat dikatakan proses belum
mampu dan belum kompetitif untuk bersaing di pasar global (belum
mempunyai kapabilitas). Dari histogram dan kurva normal di atas
terlihat semua data berada dalam rentang spesifikasi USL-LSL,
sehingga nilai Cp lebih besar dibanding dengan nilai index kapabilitas
lainnya. Akan tetapi data-data tersebut tidak memusat pada batas
spesifikasi (mengumpul ke sebelah kiri mendekati LSL), sehingga nilai
Cpk lebih kecil dibanding nilai index yang lain. Nilai PPM<LSL
bernilai 0.00, hal ini karena tidak ada data yang keluar dari batas nilai
60
LSL. Akan tetapi nilai PPM>USL bernilai 3184.71, hal ini karena ada
data yang keluar dari batas nilai USL.
4.3 Analisis Masalah di PT X (Analyze)
Fase Analyze (A) merupakan langkah ketiga dalam proses Six Sigma.
Tujuan dari fase ini adalah menganalisis sebab-sebab utama yang
menyebabkan masalah pada proses. Pada penulisan kali ini sebab-sebab
utama permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan :
4.3.1 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram sebab akibat digunakan untuk melihat sejumlah
kemungkinan yang menyebabkan permasalahan yang terjadi pada
proses. Informasi tentang hal-hal yang menyebabkan permasalahan
tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Quality Control
perusahaan.
Setelah dilakukan wawancara dengan pihak Quality Control dan
Supervisor di PT X diketahui bahwa masalah retaknya dinding pada
perumahan di PT X disebabkan oleh beberapa faktor utama, yaitu dari
faktor material, proses pengerjaan, pekerja dan lingkungan. Untuk
lebih jelasnya, penyebab-penyebab dari masalah dinding retak dapat
dilihat pada bagan kendali sebab akibat (Gambar 4.9).
61
Gam
bar
4.9
Dia
gra
m S
ebab
Akib
at M
asal
ah D
indin
g R
etak
62
Dari diagram sebab akibat tersebut dapat diketahui bahwa
penyebab dinding retak dari segi material adalah karena pasirnya terlalu
banyak mengandung lumpur dan komposisi gradasinya tidak sesuai
dengan ukuran. Pasir terlalu banyak mengandung lumpur disebabkan
karena proses inspeksi material yang dilakukan kurang ketat. Dari segi
personel karena pekerjanya kurang professional dan terlalu terburu-buru
mengejar target waktu. Dari segi metode, karena waktu interval antara
proses plester dan pengacian terlalu cepat serta finishing touch nya
kurang sempurna. Waktu interval antara proses plester dan pegacian
kurang sempurna disebabkan karena mengejar target waktu yang ingin
dicapai dan cara kerja pekerja yang tidak sesuai dengan metode yang
telah ditentukan. Sedangkan finishing touch yang kurang sempurna
disebabkan karena kualitas SDM pekerja yang masih kurang. Dari segi
lingkungan karena intensitas hujannya terlalu banyak sehingga proses
pengeringan menjadi tidak maksimal.
4.3.2 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)
Setelah diketahui penyebab-penyebab dari masalah dinding retak
pada PT X, maka selanjutnya dengan analisis FMEA akan dilakukan
analisis untuk mencari penyebab yang paling utama dari permasalahan
tersebut. Analisis FMEA dilakukan dengan menggunakan spreadsheet
FMEA. Setiap penyebab dari permasalahan dicari nilai RPN-nya
kemudian nilai RPN tersebut di susun dari nilai yang paling besar
63
sampai yang terkecil. Penyebab yang mempunyai nilai RPN paling
besar inilah yang merupakan penyebab utama dari permasalahan yang
sedang dihadapi. Nilai RPN merupakan hasil perkalian dari nilai
severity, occurance dan detection dari tiap-tiap penyebab permasalahan.
Pengisian spreadsheet FMEA dilakukan dengan melakukan
brainstorming dengan pihak Quality Control perusahaan.
Brainstorming tersebut dilakukan untuk mengetahui akibat yang
ditimbulkan oleh tiap-tiap penyebab, menentukan nilai severity,
occurance dan detection dari tiap-tiap penyebab permasalahan. Nilai
severity, occurance dan detection besarnya antara 1-10, pemberian nilai
ini berdasarkan pertimbangan dan acuan yang ada dalam referensi.
Untuk lebih jelasnya pada Tabel 4.3 dapat dilihat spreadsheet hasil
brainstorming dengan pihak quality control di PT X.
Tabel 4.3 Spreadsheet FMEA Masalah Dinding Retak
Jenis
Cacat
Penyebab
Cacat Akibat Cacat
Occ
(1-10) Sevv
(1-10) Det
(1-10)
Risk of
Priority
Number
(RPN)
R
a
n
k
Plesteran
dinding
retak
Pekerja kurang
profesional
- Tekstur dinding
kasar dan
finishing touch
tidak sempurna
- Mixing material
tidak sempurna
4 7 4 112 7
Pekerja
terburu-buru
dalam bekerja
- Pengerjaan
plesteran tidak
sempurna 5 8 7 280 3
Material pasir
banyak
mengandung
lumpur
- Daya ikat semen
berkurang
4 9 5 180 5
64
Komposisi
gradasi tidak
tepat
- Adukan plesteran
tidak mengikat
sempurna
6 7 7 294 2
Interval proses
plester dan
pengacian
terlalu cepat
- Pengeringan
plesteran tidak
sempurna 5 7 8 280 4
Finishing
touch kurang
sempurna
- Tebal acian tidak
sama 6 7 3 126 6
Intensitas
hujan banyak
- Pengeringan tidak
sempurna
- Udara lembab
7 8 10 560 1
Dari tabel spreadsheet diatas, diketahui bahwa penyebab yang
memiliki nilai RPN paling tinggi adalah intensitas hujan banyak.
Dengan nilai occurance sebesar 7, hal ini berarti penyebab tersebut
kadang-kadang terjadi, nilai severity sebesar 8; hal ini berarti penyebab
tersebut sangat mempengaruhi terjadinya masalah keretakan dinding
dan nilai detection sebesar 10; hal ini berarti penyebab tersebut tidak
dapat diatasi. Sehingga setelah ketiga nilai tersebut dikalikan (7×8×10)
diperoleh nilai RPN sebesar 560. Hal ini berarti bahwa penyebab yang
paling utama yang menyebabkan retaknya plesteran pada dinding
adalah karena faktor banyaknya intensitas hujan pada saat pembuatan
plesteran dan pengacian dinding.
Selanjutnya dibuat table action for failure mode untuk
menentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah
yang ada. Pengisian tabel ini juga merupakan hasil brainstorming
dengan pihak Quality Control pada PT X (item wawancara dengan
65
pihak Quality Control pada lampiran 4). Untuk lebih jelasnya, hasil
brainstorming tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Table Action for Failure Mode
Jenis Cacat Penyebab Cacat Design Solusi
Dinding
retak
Intensitas hujan terlalu
banyak
- Pengaturan schedule proyek untuk
menghindari pekerjaan tersebut
saat musim hujan
- Menambah waktu interval
pengerjaan antara proses plesteran
dan pengacian
Komposisi gradasi tidak
tepat
- Pengawaan material dan pekerja
diperketat
- Peningkatan SDM pekerja
Pekerja terburu-buru
dalam bekerja
- Pengawasan pelaksanaan
pekerjaan diperketat agar sesuai
dengan schedule yang telah di
buat
- Menambah jumlah pekerja
Interval proses plester dan
pengacian terlalu cepat
- Menambah komposisi semen
dengan tujuan untuk memperkuat
plesteran, sehingga plester tidak
akan retak meskipun interval
pengeringannya belum sempurna.
Pasir banyak mengandung
lumpur
- Pengawasan terhadap kwalitas
pasir
- Dilakukan pencucian pasir agar
kadar lumpur dalam pasir tidak
melebihi batas maximum
- Standar kwalitas pasir di naikkan
(terutanma sumber pasirnya)
Finishing touch kurang
sempurna
- Pemilihan pekerja untuk
pekerjaan finishing lebih selektif
Pekerja kurang
professional
- Mengganti dengan pekerja yang
lebih professional
- Rekruitmen pekerja lebih selektif
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa hal yang harus dilakukan
untuk mencegah penyebab utama dari masalah keretakan plesteran
dinding adalah dengan melakukan pengaturan schedule proyek untuk
66
menghindari pekerjaan tersebut saat musim hujan dan dengan
menambah waktu interval pengerjaan antara proses plesteran dan
pengacian.
Pada penelitian ini hanya dilakukan analisa sampai fase analyze,
sehingga belum dapat diketahui perbaikan kualitas produk dan kinerja pada PT X
setelah dilakukan analisis Six Sigma. Selain itu, Six Sigma merupakan metode
perbaikan yang bersifat iterative yang harus dilakukan secara berulang-ulang
hingga mencapai level perbaikan 6 sigma sehingga belum dapat diperoleh hasil
perbaikan kualitas 6 sigma karena baru dilakukan perbaikan pada satu masalah
kualitas.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah dilakukan pengolahan dan analisa data, maka pada bab ini akan
diambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan juga akan diberikan
saran untuk perusahaan dan untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Aplikasi Statistik Six Sigma untuk meningkatkan kualitas produk
perlu dilakukan perusahaan agar peningkatan daya saing produk semakin baik
dalam persaingan bisnis yang semakin kompetitif dan dinamis. Setelah
dilakukan identifikasi dan analisis dengan menggunakan metode Six Sigma
pada perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan kawasan dan
pemukiman yang berada di daerah Bekasi Barat, yaitu PT X , permasalahan
kualitas produk yang sering mendapat keluhan dari konsumen dapat
dikelompokan menjadi 19 macam. Diantara 19 bagian tersebut, yang paling
sering mendapat keluhan adalah tentang keretakan dinding. Maka keluhan
inilah yang diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini.
Setelah diketahui masalah utama yang sedang dihadapi oleh PT X,
maka selanjutnya dilakukan pengukuran baseline kinerja perusahaan dan
diperoleh hasil bahwa kondisi perusahaan saat ini belum memiliki kapabilitas
dan berada pada level 1.88 sigma. Selanjunya dilakukan analisa dan
brainstorming dengan pihak Quality Control di PT X tentang masalah
keretakan dinding, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab utama yang
68
menyebabkan retaknya dinding pada perumahan yang di bangun oleh PT X
adalah intensitas hujan yang terlalu banyak sehingga proses pengeringan pada
tahap plesteran dan pengacian kurang sempurna sehingga menyebabkan
dinding menjadi mudah retak. Oleh karena itu, diambil rencana perbaikan
dengan mengatur schedule proyek untuk menghindari pekerjaan tersebut pada
saat musim hujan dan menambah waktu interval pengerjaan antara proses
plesteran dan pengacian.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka penulis ingin
memberikan saran kepada perusahaan dan peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian di bidang yang sama, antara lain:
1. Untuk mengatasi masalah keretakan plesteran dinding pada perumahan,
perusahaan perlu melakukan pengaturan schedule proyek untuk
menghindari pekerjaan tersebut saat musim hujan atau dengan menambah
waktu interval antara proses plesteran dan pengacian jika pekerjaan tersebut
dilakukan pada musim hujan.
2. Pada penulisan ini hanya dilakukan analisis masalah keretakan plesteran
dinding pada fase define, measure dan analyze (DMA), peneliti lain dapat
melanjutkan penelitian ini pada fase improve dan control (IC).
69
REFERENSI
[1] Pande, Peter S., Robert P. Neuman, Roland R. Cavanagh, The Six Sigma
Way, New York: McGraw-Hill, 2000.
[2] Pande, Pete and Larry Holpp, What is Six Sigma?, New York: McGraw-Hill,
2002
[3] S.T, Miranda dan Amin Widjaya Kusuma, Six Sigma: Gambaran Umum,
Penerapan Proses dan Metode-Metode yang Digunakan untuk
Perbaikan, Jakarta: Harvarindo, 2006.
[4] Bass, Issa, Six Sigma Statistics with Excel and Minitab, New York:
McGraw-Hill, 2007.
[5] Gaspersz, Vincent, Indeks Kapabilitas Proses dalam Pengendalian Kualitas
Six Sigma, http://www.esnips.com/web/GratisDariVincentGaspersz,
7 Maret 2009, Pukul 13. 35 WIB.
[6] Pillet, M., S. Rochon and E. Doclos, SPC-Generalization of Capability
Index Cpm: Case of Unilateral Tolerance, Quality Enginering Vol. 10
Nomor 1 pp.171-176, New York: Marcel Dekker Inc., 1997, cited on
Gaspersz, Vincent, Six Sigma Bukan Sekedar Metode DMAIC,
http://www.esnips.com/web/GratisDariVincentGaspersz, 7 Maret
2009, Pukul 13. 50 WIB.
[7] Pyzdek, Thomas, The Six Sigma Handbook: A Complete Guide for
Greenbelts, Blackbelt & Managers at all, New York: McGraw-Hill,
2001.
[8] Hendradi, Tri C., Statistik Six Sigma dengan Minitab, Yogyakarta: CV Andi
Offset, 2006.
[9] Gygi, Craig, Neil DeCarlo and Bruce William, Six Sigma for Dummies.
Canada: Wiley-Publishing, 2005.
70
Lampiran 1
Contoh Formulir Complain
71
1.
Tabel Lampiran 2
Six Sigma Conversion Table
Sigma value DPMO Sigma Value DPMO Sigma Value DPMO
0.00 933.193 2.05 291.160 4.10 4.661
0.05 926.471 2.10 274.253 4.15 4.024
0.10 919.243 2.15 257.846 4.20 3.467
0.15 911.492 2.20 241.964 4.25 2.980
0.20 903.199 2.25 226.627 4.30 2.555
0.25 894.350 2.30 211.856 4.35 2.186
0.30 884.930 2.35 197.663 4.40 1.866
0.35 874.928 2.40 184.060 4.45 1.589
0.40 864.334 2.45 171.056 4.50 1.350
0.45 853.141 2.50 158.655 4.55 1.144
0.50 841.345 2.55 146.859 4.60 968
0.55 828.944 2.60 135.666 4.65 816
0.60 815.940 2.65 125.072 4.70 687
0.65 802.338 2.70 115.070 4.75 577
0.70 788.145 2.75 105.650 4.80 483
0.75 773.373 2.80 96.800 4.85 404
0.80 758.036 2.85 88.508 4.90 337
0.85 742.154 2.90 80.757 4.95 280
0.90 725.747 2.95 73.529 5.00 233
0.95 708.840 3.00 66.807 5.05 193
1.00 691.462 3.05 60.571 5.10 159
1.05 673.645 3.10 54.799 5.15 131
1.10 655.422 3.15 49.471 5.20 108
1.15 636.831 3.20 44.565 5.25 89
1.20 617.911 3.25 40.050 5.30 72
1.25 598.706 3.30 35.930 5.35 59
1.30 579.260 3.35 32.157 5.40 48
1.35 559.618 3.40 28.717 5.45 39
1.40 539.828 3.45 25.588 5.50 32
1.45 519.939 3.50 22.750 5.55 26
1.50 500.00 3.55 20.182 5.60 21
1.55 480.061 3.60 17.865 5.65 17
1.60 460.172 3.65 15.778 5.70 13
1.65 440.382 3.70 13.904 5.75 11
1.70 420.740 3.75 12.225 5.80 9
1.75 401.294 3.80 10.724 5.85 7
1.80 382.088 3.85 9.387 5.90 5
1.85 363.169 3.90 8.198 5.95 4
1.90 344.578 3.95 7.143 6.00 3
1.95 326.355 4.00 6.210
2.00 308.537 4.05 5.386
72
58
Tabel Lampiran 3(Data Komplain Pembeli)
DATA KOMPLAIN PEMBELI
Blok/No. Rumah Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-23 No.1 - - - -
HY-23 No.2 3 - - 3
HY-23 No.3 3 - - 3
HY-23 No.4 - - - -
HY-23 No.5 - - - -
HY-23 No.6 - - - -
HY-23 No.7 - - - -
HY-23 No.8 - - - -
HY-23 No.9 - - - -
HY-23 No.10 4 - - 4
HY-23 No.11 6 4 - 10
HY-23 No.12 - - - -
HY-23 No.15 4 - - 4
HY-23 No.16 - - - -
HY-23 No.17 - - - -
HY-23 No.18 - - - -
HY-23 No.19 6 1 - 7
HY-23 No.20 - - - -
HY-23 No.21 - - - -
HY-23 No.22 - - - -
HY-23 No.23 5 - - 5
HY-23 No.25 5 - - 5
HY-23 No.26 - - - -
HY-23 No.27 4 3 - 7
HY-23 No.28 3 4 - 7
HY-23 No.29 - - - -
HY-23 No.30 - - - -
HY-23 No.31 - - - -
HY-23 No.32 - - - -
HY-23 No.33 - - - -
HY-23 No.35 - - - -
HY-23 No.36 3 3 1 7
HY-23 No.37 - - - -
HY-25 No.1 - - - -
HY-25 No.2 5 - - 5
HY-25 No. 3 8 3 - 11
HY-25 No.5 - - - -
HY-25 No.6 - - - -
HY-25 No.7 - - - -
HY-25 No. 8 - - - -
HY-25 No.9 2 - - -
HY-25 No.10 - - - -
HY-25 No.11 - - - -
58
73
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-25 No.12 6 - -
HY-25 No.15 1 - - 1
HY-25 No.16 - - - -
HY-25 No.17 - - - -
HY-25 No.18 - - - -
HY-25 No.19 7 - - 7
HY-25 No.20 3 - - 3
HY-25 No.21 - - - -
HY-25 No.22 - - - -
HY-25 No.23 - - - -
HY-25 No.25 - - - -
HY-25 No.26 2 5 - 7
HY-25 No.27 5 6 - 11
HY-25 No.28 - - - -
HY-25 No.29 - - - -
HY-25 No.30 3 - - 3
HY-26 No.1 - - - -
HY-26 No.2 5 - - 5
HY-26 No.3 - - - -
HY-26 No.5 - - - -
HY-26 No.6 - - - -
HY-26 No.7 - - - -
HY-26 No.8 - - - -
HY-26 No.9 5 - - 5
HY-26 No.10 5 - - 5
HY-26 No.11 - - - -
HY-26 No.12 4 1 4 9
HY 26 No.15 - - - -
HY-26 No.16 - - - -
HY-26 No.17 - - - -
HY-26 No.18 4 - - 4
HY-26 No.19 6 1 - 7
74
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-26 No.20 - - - -
HY-26 No.21 - - - -
HY-26 No.22 - - - -
HY-26 No.23 - - - -
HY-26 No.25 - - - -
HY-26 No.26 2 - - 2
HY-26 No.27 - - - -
HY-26 No.28 - - - -
HY-26 No.29 4 4 4 12
HY-26 No.30 - - - -
HY-26 No.31 - - - -
HY-26 No.32 5 - - 5
HY-26 No.33 8 - - 8
HY-26 No.35 1 3 5 9
HY-26 No.36 - - -
HY-26 No.37 5 4 - 9
HY-26 No.38 - - - -
HY-26 No.39 7 - - 7
HY-26 No.40 5 - - 5
HY-26 No.41 - - - -
HY-27 No.1 - - - -
HY-27 No.2 - - - -
HY-27 No.3 3 - - 3
HY-27 No.5 4 - - 4
HY-27 No.6 - - - -
HY-27 No.7 - - - -
HY-27 No.8 - - - -
HY-27 No.9 - - - -
HY-27 No.10 - - - -
HY-27 No.11 4 2 - 6
HY-27 No.12 - - - -
HY-27 No.15 - - - -
HY-27 No.16 - - - -
75
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-27 No.17 - - - -
HY-27 No.18 - - - -
HY-27 No.19 - - - -
HY-27 No.20 - - - -
HY-28 No.1 - - - -
HY-28 No.2 - - - -
HY-28 No.3 5 - - -
HY-28 No.5 4 - - 4
HY-28 No.6 8 - - 8
HY-28 No.7 - - - -
HY-28 No.8 3 6 - 9
HY-28 No.9 - - - -
HY-28 No.10 5 - - 5
HY-28 No.11 - - - -
HY-28 No.12 - - - -
HY-28 No.15 - - - -
HY-28 No.16 - - - -
HY-28 No.17 - - - -
HY-28 No.18 - - - -
HY-28 No.19 - - - -
HY-28 No.20 - - - -
HY-28 No.21 - - - -
HY-28 No.22 - - - -
HY-28 No.23 - - - -
HY-28 No.25 - - - -
HY-28 No.26 - - - -
HY-28 No.27 - - - -
HY-28 No.28 - - -
HY-28 No.29 - - - -
HY-28 No.30 - - - -
HY-28 No.31 - - - -
HY-28 No.32 - - - -
HY-28 No.33 - - - -
76
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-28 No.35 - - - -
HY-28 No.36 - - - -
HY-28 No.37 - - - -
HY-28 No.38 - - - -
HY-28 No.39 - - - -
HY-28 No.40 - - - -
HY-28 No.41 - - - -
HY-28 No.42 - - - -
HY-28 No.43 - - - -
HY-28 No.45 - - - -
HY-28 No.46 - - - -
HY-28 No.47 - - - -
HY-28 No.48 - - - -
HY-28 No.49 - - - -
HY-28 No.50 - - - -
HY-29 No.1 - - - -
HY-29 No.2 - - - -
HY-29 No.3 - - - -
HY-29 No.5 5 2 - 7
HY-29 No.6 - - - -
HY-29 No.7 3 - - 3
HY-29 No.8 3 - - 3
HY-29 No.9 - - - -
HY-29 No.10 - - - -
HY-29 No.11 1 6 - 7
HY-29 No.12 4 - - 4
HY-29 No.15 - - - -
HY-29 No.16 - - - -
HY-29 No.17 - - - -
HY-29 No.18 6 4 - 10
HY-29 No.19 - - - -
HY-29 No.20 - - - -
HY-29 No.21 - - - -
77
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-29 No.22 - - - -
HY-29 No.23 - - - -
HY-29 No.25 - - - -
HY-29 No.26 - - - -
HY-29 No.27 - - - -
HY-29 No.28 3 - - 3
HY-29 No.29 4 - - 4
HY-29 No.30 - - -
HY-29 No.31 - - - -
HY-29 No.32 3 - - 3
HY-29 No.33 - - - -
HY-29 No.35 5 2 - 7
HY-29 No.36 3 6 - 9
HY-29 No.37 1 - - 1
HY-29 No.38 2 2 - 4
HY-29 No.39 3 - - 3
HY-29 No.40 - - - -
HY-29 No.41 4 - - 4
HY-29 No.42 - - - -
HY-29 No.43 2 - - 2
HY-29 No.45 1 - - 1
HY-29 No.46 2 - - 2
HY-29 No.47 3 1 - 4
HY-29 No.48 1 - - 1
HY-29 No.49 3 - - 3
HY-29 No.50 4 4 - 8
HY-29 No.51 6 - - 6
HY-29 No.52 2 1 - 3
HY-29 No.53 - - - -
HY-29 No.55 - - - -
HY-29 No.56 - - - -
HY-29 No.57 4 - - 4
HY-29 No.58 1 - - 1
78
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-29 No.59 3 - - 3
HY-29 No.60 7 - - 7
HY-29 No.61 - - - -
HY-29 No.62 3 3 - 6
HY-29 No.63 - - - -
HY-30 No.1 - - - -
HY-30 No.2 4 - - 4
HY-30 No.3 1 5 - 6
HY-30 No.5 - - - -
HY-30 No.6 - - - -
HY-30 No.7 4 - - 4
HY-30 No.8 6 - - 6
HY-30 No.9 - - - -
HY-30 No.10 - - - -
HY-30 No.11 5 - - 5
HY-30 No.12 2 - - 2
HY-30 No.15 - - - -
HY-30 No.16 - - - -
HY-30 No.17 6 1 - 7
HY-30 No.18 3 - - 3
HY-30 No.19 - - -
HY-30 No.20 3 2 - 5
HY-30 No.21 6 3 - 9
HY-30 No.22 - - - -
HY-30 No.23 4 7 2 13
HY-30 No.25 3 - - 3
HY-30 No.26 3 1 - 4
HY-30 No.27 1 - - 1
HY-30 No.28 4 1 - 5
HY-30 No.29 2 5 - 7
HY-30 No.30 5 - - 5
HY-30 No.31 - - - -
HY-30 No.32 - - - -
79
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-30 No.33 - - - -
HY-30 No.35 - - - -
HY-30 No.36 2 1 - 3
HY-30 No.37 2 - - 2
HY-30 No.38 - - - -
HY-30 No.39 - - - -
HY-30 No.40 1 7 - 8
HY-30 No.41 3 - - 3
HY-30 No.42 2 - - 2
HY-30 No.43 2 1 - 3
HY-30 No.45 - - - -
HY-30 No.46 4 - - 4
HY-30 No.47 3 4 - 7
HY-30 No.48 - - - -
HY-30 No.49 2 2 - 4
HY-30 No.50 4 - - 4
HY-30 No.51 2 - - 2
HY-30 No.52 2 - - 2
HY-30 No.53 - - - -
HY-30 No.55 - - - -
HY-30 No.56 - - - -
HY-30 No.57 3 - - 3
HY-30 No.58 - - - -
HY-30 No.59 1 1 3 5
HY-30 No.60 - - - -
HY-30 No.61 - - - -
HY-30 No.62 - - - -
HY-30 No.63 1 - - 1
HY-30 No.65 - - - -
HY-30 No.66 - - - -
HY-30 No.67 - - - -
HY-30 No.68 3 - - 3
HY-30 No.69 1 3 - 4
80
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-30 No.70 - - -
HY-30 No.71 - - - -
HY-30 No.72 - - - -
HY-30 No.73 1 - - 1
HY-30 No.75 - - - -
HY-31 No.1 - - - -
HY-31 No.2 - - - -
HY-31 No.3 - - - -
HY-31 No.5 4 - - 4
HY-31 No.6 3 - - 3
HY-31 No.7 - - - -
HY-31 No.8 - - - -
HY-31 No.9 3 - - 3
HY-31 No.10 2 - - 2
HY-31 No.11 2 1 - 3
HY-31 No.12 6 - - 6
HY-31 No.15 2 1 - 3
HY-31 No.16 4 - - 4
HY-31 No.17 4 - - 4
HY-31 No.18 2 2 - 4
HY-31 No.19 - - - -
HY-31 No.20 - - - -
HY-31 No.21 2 - - 2
HY-31 No.22 3 2 - 5
HY-31 No.23 - - - -
HY-31 No.25 - - - -
HY-31 No.26 - - - -
HY-31 No.27 1 3 - 4
HY-31 No.28 - - - -
HY-31 No.29 - - - -
HY-31 No.30 4 - - 4
HY-31 No.31 1 - - 1
HY-31 No.32 1 1 - 2
81
Blok/No. Rumah
Jumlah (complain)
Total Complain I Complain II Complain III
HY-31 No.33 2 - - 2
HY-31 No.35 4 3 - 7
HY-31 No.36 3 - - 3
HY-31 No.37 2 - - 2
HY-31 No.38 - - - -
HY-31 No.39 5 - - 5
HY-31 No.40 3 - - 3
HY-31 No.41 1 3 - 4
HY-31 No.42 - - - -
HY-31 No.43 - - - -
Ket:
HY = tipe rumah pada cluster Z
82
2.
65
Lampiran 4 (Daftar Angket)
Item pertanyaan yang digunakan untuk wawancara dengan pihak
Quality Control PT X:
1. PT X bergerak dibidang apa?
2. Berapa jumlah cluster perumahan yang telah dibangun atau akan dibangun
oleh PT X?
3. Cluster manakah yang paling besar dan paling baru dibuka untuk konsumen?
4. Berapa jumlah unit rumah pada cluster tersebut?
5. Spesfikasi apa saja yang dimiliki tiap rumah pada cluster tersebut
6. Hal-hal apakah yang diinginkan (yang dianggap penting) oleh konsumen?
7. Selama ini apakah pernah terjadi komplain atau keluhan dari konsumen?
8. Apakah setiap konsumen pembeli rumah diberikan formulir komplain?
9. Setelah dilakukan identifikasi, ternyata yang paling sering dikomplain oleh
pelanggan adalah tentang keretakan plesteran dinding. Bagaimanakah proses
pembuatan plersteran dinding pada perumahan?
10. Dari semua Formulir Komplain yang deperoleh dari para pembeli rumah, ada
rumah yang mendapat komplain dan ada yang tidak. Berapakah batas jumlah
maksimum (USL) dan minimum (LSL) komplain yang diperoleh perusahaan
yang masih biaa dianggap wajar (dapat diatasi)?
11. Hal apa sajakah yang menyebabkan terjadinya keretakan pada plesteran
dinding perumahan?
12. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi hal-hal tersebut?
65
83
13. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya keretakan plesteran
padadinding. Apakah efek dari tiap-tiap penyebab tersebut terhadap masalah
keretakan plesteran dinding pada perumahan?
14. Berapakah frekuensi munculnya faktor pekerja kurang professional (1-10)?
15. Seberapa besarkah pengaruh (efek) faktor pekerja kurang professional terhadap
masalah keretakan dinding pada perumahan (1-10)?
16. Berapa besarkah kemungkinan faktor pekerja kurang professional dapat diatasi (1-
10)?
17. Berapakah frekuensi munculnya faktor pekerja terlalu terburu-buru dalam bekerja (1-
10)?
18. Seberapa besarkah pengaruh (efek) faktor pekerja terlalu terburu-buru dalam bekerja
terhadap masalah keretakan dinding pada perumahan (1-10)?
19. Berapa besarkah kemungkinan faktor pekerja terlalu terburu-buru dalam bekerja
dapat diatasi (1-10)?
20. Berapakah frekuensi munculnya faktor material pasir banyak mengandung lumpur (1-
10)?
21. Seberapa besarkah pengaruh (efek) faktor material pasir banyak mengandung lumpur
terhadap masalah keretakan dinding pada perumahan (1-10)?
22. Berapa besarkah kemungkinan faktor material pasir banyak mengandung lumpur
dapat diatasi (1-10)?
23. Berapakah frekuensi munculnya faktor komposisi gradasi tidak tepat (1-10)?
24. Seberapa besarkah pengaruh (efek) faktor komposisi gradasi tidak tepat terhadap
masalah keretakan dinding pada perumahan (1-10)?
84
25. Berapa besarkah kemungkinan faktor komposisi gradasi tidak tepat dapat diatasi (1-
10)?
26. Berapakah frekuensi munculnya faktor interval proses plester dan pegacian terlalu
cepat (1-10)?
27. Seberapa besarkah pengaruh (efek) faktor interval proses plester dan pengacian
terlalu cepat terhadap masalah keretakan dinding pada perumahan (1-10)?
28. Berapa besarkah kemungkinan faktor interval proses plester dan pengacian terlalu
cepat dapat diatasi (1-10)?
29. Berapakah frekuensi munculnya faktor finishing touch kurang sempurna (1-10)?
30. Seberapa besarkah pengaruh (efek) faktor finishing touch kurang sempurna terhadap
masalah keretakan dinding pada perumahan (1-10)?
31. Berapa besarkah kemungkinan faktor finishing touch kurang sempurna dapat diatasi
(1-10)?
32. Berapakah frekuensi munculnya faktor intensitas hujan tinggi (1-10)?
33. Seberapa besarkah pengaruh (efek) faktor intensitas hujan tinggi terhadap masalah
keretakan dinding pada perumahan (1-10)?
34. Berapa besarkah kemungkinan faktor intensitas hujan tinggi dapat diatasi (1-10)?
35. berdasarkan nilai RPN dapat diketahui bahwa faktor yang paling utama yang
menyebabkan masalah keretakan dinding adalah intensitas hujan yang tinggi. Solusi
apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyebab tersebut?