FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah...

25
i KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SAAT MENGHADAPI UJIAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: LELLA KUSUMASTUTI F 100 100 195 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

Transcript of FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah...

Page 1: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

i

KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SAAT MENGHADAPI UJIAN

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai

Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh:

LELLA KUSUMASTUTI

F 100 100 195

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

Page 2: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

ii

KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SAAT MENGHADAPI UJIAN

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai

Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh :

LELLA KUSUMASTUTI

F 100 100 195

Kepada:

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

Page 3: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang
Page 4: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang
Page 5: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

1

KEJUJURAN AKADEMIK PADA SISWA

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SAAT MENGHADAPI UJIAN

Lella Kusumastuti

Sri Lestari

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk kejujuran dan

ketidakjujuran akademik pada siswa SMP, serta tujuan yang ingin dicapai.

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner terbuka

dengan skala vignette. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak 150 siswa SMP.

Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah ”Bagaimana bentuk kejujuran

dan ketidakjujuran akademik, serta tujuan yang ingin dicapai dari perilaku jujur

dan tidak jujur pada siswa SMP?”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

situasi ujian perilaku jujur lebih tinggi (61,1%) daripada perilaku tidak jujur

(33,5%). Bentuk perilaku jujur yang muncul antara lain belajar lagi sebelum

ujian, berusaha mengerjakan sendiri, menolak bertindak curang, menegakkan

kejujuran, berusaha mengingat kembali materi yang dipelajari, membatalkan niat

mencontek, berdoa dan pasrah. Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi diri,

spiritual, menegakkan kejujuran, dan menghindari hukuman. Bentuk perilaku

tidak jujur yang muncul yaitu bertindak curang dan tidak berusaha terlebih

dahulu. Tujuannya agar tidak bersusah payah, tidak kesulitan dalam

mengerjakan, menghindari hukuman, dan adanya kesempatan.

Kata kunci: jujur, tidak jujur, ujian, siswa SMP

PENDAHULUAN

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Fungsi dan

tujuan tersebut tercantum dalam UU RI No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang

dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional.

Muhyiddin (2012) berpendapat bahwa dalam praktiknya, arah pendidikan

nasional yang sudah berjalan selama ini 95% hanya menitikberatkan pada unsur

Page 6: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

2

kepandaian dan intelektual saja, sedangkan unsur pembangunan moral

hanya menjadi pendidikan sekunder belaka. Pendidikan yang terjadi dan

dilakukan di sekolah masih belum sempurna. Pengembangan ranah pikir

(kognitif) lebih mendapat perhatian dan porsi yang lebih besar, sementara ranah

rasa, karsa dan religi terabaikan.

Kenyataan bahwa sistem pendidikan Indonesia yang menggunakan nilai tes

atau evaluasi belajar terhadap materi yang diberikan sebelumnya menyebabkan

masyarakat memandang keberhasilan prestasi belajar hanya bisa tercermin dari

pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut

menimbulkan tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan yang

dirasakan membuat siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan pada memperoleh

ilmu. Siswa menganggap bahwa ujian adalah alat untuk menunjukkan prestasi

(nilai), bukan sebagai alat memantau kemajuan dalam proses belajar. Hal inilah

yang memicu perilaku kecurangan di bidang akademik menjadi meningkat baik

dari jenjang SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi.

Kecurangan dalam pendidikan cukup tinggi yang terjadi sejak di bangku

SD. Hasil penelitian yang dilakukan Komisi Pembelajaran ITB terhadap 8.182

mahasiswa yang terdaftar pada tahun ajaran 2009/2010, sebanyak 58% mengaku

berbuat curang di SD, 78% di SMP, dan 80% di SMA (dalam Kompas, 2011).

Pusat Psikologi Terapan Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan

Indonesia (UPI) melakukan survei online atas pelaksanaan ujian nasional (UN)

tahun 2004-2013 (dalam Suara Pembaruan, 2 Oktober 2013). Ditemukan bahwa

kecurangan UN terjadi secara massal lewat aksi mencontek, serta melibatkan

peran tim sukses yang terdiri dari guru, kepala sekolah, dan pengawas. Survei UN

melibatkan 597 responden yang berasal dari 68 kota dan 89 kabupaten di 25

provinsi. Survei dilakukan secara online untuk mengurangi bias data. Responden

berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden

mengikuti UN antara tahun 2004-2013. Dari hasil survei, 75% responden

mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak

yang diakui adalah mencontek massal lewat pesan singkat (sms), group chat,

kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Ada pula modus jual beli bocoran soal

Page 7: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

3

dan peran dari tim sukses (guru, sekolah, pengawas) atau pihak lain (bimbingan

belajar dan joki). Dalam survei juga terungkap sebagian besar responden tidak

melakukan apapun saat melihat aksi kecurangan, sedangkan, sisanya ikut

melakukan kecurangan atau sekadar sebagai pengamat. Responden yang

melaporkan kecurangan hanya sedikit sekali (3%).

Nilai Jujur

Permasalahan tentang kejujuran selalu berkaitan dengan nilai-nilai dalam

kehidupan. Menurut Maryati dan Suryawati (2001) nilai adalah pertanyaan

mengapa dan bagaimana suatu kondisi dapat terjadi di lingkungan masyarakat

yang di dalamnya terdapat penentuan tentang yang baik dan yang buruk atau

benar dan salah yang dipengaruhi oleh kebudayaan dalam masyarakat tersebut.

Salah satu nilai dasar yang perlu ditanamkan dalam pembentukan perilaku

akhlak mulia adalah nilai kejujuran. Dengan demikian apabila pelajar sejak dini

telah memiliki dan mampu menerapkan nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-

hari, maka diharapkan untuk jangka waktu kedepan, pelajar senantiasa mampu

berperilaku jujur. Penanaman sikap jujur tidak hanya diawali di sekolah formal

(dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi), tetapi harus diawali sejak dini di

lingkungan keluarga (Suparman, 2011).

Kejujuran diartikan dengan memperoleh kepercayaan dengan melaporkan

fakta atau kebenaran, tidak berbohong dan berbuat curang, lurus hati, dapat

dipercaya, tidak berkhianat, berani mengakui kesalahan, selalu melakukan yang

benar, serta mengatakan kebenaran dengan tulus (Hidayatullah, 2010)

Dalam pendidikan formal maupun nonformal adalah nilai jujur yang

dinyatakan dengan menyatakan apa adanya (konsisten antara apa yang dikatakan

dan dilakukan), terbuka, berani karena benar, dapat dipercaya, serta tidak

melakukan kecurangan dalam bentuk apapun (Samani dan Hariyanto, 2012).

Indikator perilaku jujur dibagi menjadi dua kategori, yaitu menyampaikan

kebenaran dengan cara menyampaikan informasi yang diketahuinya sedemikian

rupa sehingga informasi tersebut dapat diterima dengan benar, dan bertindak fair

atau fairness atau adil dengan cara mengakui sesuatu yang menjadi haknya dan

tidak mengambil hak orang lain (Lestari dan Adiyanti, 2012).

Page 8: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

4

Ketidakjujuran akademik merupakan tindakan seseorang yang meminjam

dan menyalin tugas dari siswa lain, menyalin jawaban pada saat ujian, atau

memperoleh tugas dan/atau ujian dari semester sebelumnya, serta menulis

jawaban di bagian tubuh (kaki atau tangan), pakaian, meja, atau kertas, serta

menggunakan kode dengan teman sebaya dalam rangka memajukan diri pada saat

ujian (Koss, 2011).

Siswa SMP Sebagi Remaja Awal

Remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan masa dewasa yang

mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa remaja

dimulai dari usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Santrock,

2003).

Beberapa ahli membagi masa remaja menjadi tiga kelompok, yaitu remaja

awal (early adolescence), remaja madya (middle adolescence), dan remaja akhir

(late adolescence). Menurut Blos (dalam Sarwono, 2012), remaja awal (early

adolescence) adalah masa di mana remaja dapat mengembangkan pikiran baru

serta sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. Suatu analisis yang

dikemukakan oleh Monks, Knoers, dan Haditomo (2002) masa remaja

berlangsung antara usia 12-21 tahun, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa

remaja madya (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

Menurut Santrock (2003), masa remaja awal (early adolescence) kira-

kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan

perubahan pubertas. Remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan masa

dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa

remaja dimulai dari usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.

Beberapa ahli membagi masa remaja menjadi tiga kelompok, yaitu

remaja awal (early adolescence), remaja madya (middle adolescence), dan remaja

akhir (late adolescence). Menurut Blos (dalam Sarwono, 2012), remaja awal

(early adolescence) adalah masa di mana remaja dapat mengembangkan pikiran

baru serta sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. Suatu analisis yang

dikemukakan oleh Monks, Knoers, dan Haditomo (2002) masa remaja

Page 9: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

5

berlangsung antara usia 12-21 tahun, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa

remaja madya (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

Menurut Santrock (2003), masa remaja awal (early adolescence) kira-kira

sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan

perubahan pubertas.

Generasi remaja menurut Kohlberg (dalam Papalia dan Feldman, 2009)

berada dalam tahap perkembangan moral yaitu tahap perkembangan konvesional.

Seseorang yang berada pada tahap ini menilai moralitas berasal dari tindakan yang

dilakukan kemudian akan dibandingkan dengan harapan dan pandangan dari

masyarakat pada lingkungan sosialnya. Perilaku yang dimiliki merupakan hasil

obeservasi dan adaptasi dari perilaku lingkungan sosial seperti orang tua, teman

dan masyarakat. Tahap ini memfokuskan konformitas sebagai kebutuhan sosial

utamanya yang dibagi menjadi dua yaitu pemahaman yang berorientasi menjadi

anak baik dan pemahaman untuk mempertahankan norma sosial dan otoritas.

Masa remaja adalah masa kritis dalam pencapaian prestasi. Tekanan sosial

dan akademik memaksa remaja untuk berprestasi secara efektif pada tekanan

akademik dan sosial yang baru ini, sebagian lagi ditentukan oleh faktor psikologis

dan motivasi. Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk menyelesaikan sesuatu

untuk mencapai suatu standar kesuksesan dan berusaha untuk mencapai

kesuksesan (Santrock, 2003).

Seperti yang diungkapkan oleh Koss (2011); McCabe dan Trevino (1993),

remaja selalu mempunyai keinginan untuk diterima di kelompok bermainnya

dengan cara melakukan hal-hal yang salah meskipun remaja itu mengetahui jika

hal itu salah. Sebagai contoh, dalam ujian salah satu teman sekelompoknya

meminta jawaban pada siswa yang lain, karena takut dibenci atau ditinggalkan

oleh teman, dengan terpaksa dia memberikan jawaban tersebut kepada temannya.

Kejujuran Akademik pada Siswa SMP

Penanaman nilai kejujuran pada siswa SMP perlu diberi pemahaman dan

penjelasan tentang arti dan manfaat kejujuran untuk kehidupan sehari-hari,

melatih anak untuk mengambil sikap yang benar dalam masalah kejujuran, serta

Page 10: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

6

menyampaikan bahwa nilai dan sikap kejujuran sangat erat kaitannya dengan nilai

keadilan, kebenaran, dan tanggung jawab pada diri manusia (Zuriah, 2007).

Menurut Stephens, Yukymenko, dan Romakin (2009), ketidakjujuran

akademik dapat terjadi karena siswa berorientasi pada tujuan untuk memperoleh

hasil yang bagus, keyakinan moral tentang kecurangan dan keterlibatan dalam

perilaku kecurangan.

Hasil penelitian longitudinal Anderman (2007), menunjukkan bahwa

menyontek sering dilakukan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)

dikarenakan adanya perubahan keadaan lingkungan belajar yang dialami siswa,

yaitu siswa mengalami masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah menengah, lalu

perubahan struktur kelas yang kecil menjadi struktur kelas yang lebih besar,

sehingga lingkungan sekolah menjadi lebih kompetitif.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakjujuran akademik, antara lain:

(a) lingkungan sekolah yang meliputi guru dan kondisi kelas. Ketika siswa

merasakan hubungan yang lebih kuat dengan guru, siswa akan lebih nyaman

ketika guru sedang mengajar sehingga siswa dapat memahami informasi yang

disampaikan oleh guru. Selain itu, kelas yang memiliki struktur yang baik serta

norma-norma di dalam kelas yang disampaikan guru akan mengurangi perilaku

ketidakjujuran pada siswa (Koss, 2011); (b) faktor keluarga, khususnya orangtua

yang menuntut anaknya untuk selalu mendapatkan prestasi yang tinggi; (c)

pengaruh teman sebaya. Remaja selalu mempunyai keinginan untuk diterima di

kelompok bermainnya dengan cara melakukan hal-hal yang salah meskipun

remaja itu mengetahui jika hal itu salah (Koss, 2011; McCabe dan Trevino, 1993).

Perilaku mencontek sering diakibatkan oleh pengaruh kelompok di mana

seseorang cenderung berani melakukan karena melihat orang lain di kelompoknya

juga melakukan. Perilaku mencontek muncul disebabkan oleh kesuksesan teman

dalam mencontek. Misalnya tidak ketahuan oleh pengawas saat mencontek atau

nilai yang diperoleh teman yang mencontek lebih tinggi akan menjadi dorongan

siswa untuk mencontek. Berdasarkan keberhasilannya, perilaku mencontek akan

terus tumbuh menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan ujian (Friyatni, 2011).

Page 11: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

7

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di wilayah Surakarta untuk melihat bagaimana

bentuk perilaku jujur dan tidak jujur yang dilakukan oleh siswa SMP, serta tujuan

yang ingin dicapai. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan alat ukur

kuesioner terbuka.

Kuesioner

Bentuk perilaku jujur dan tidak jujur yang akan diteliti adalah perilaku jujur dan

tidak jujur saat menghadapi ujian 2 mata pelajaran, saat melihat teman mencontek

ketika pengawas keluar dari ruang ujian, dan saat membawa contekan ketika ujian

Partisipan

Total partisipan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 siswa

SMP, yang terdiri dari laki-laki (63,3%) dan perempuan (36,7%).

Koding

Kecocokan konsep peneliti dengan hasil penelitian dalam penelitian ini

akan didapatkan dengan tekhnik cross-check coding atau disebut juga dengan

intercoders agreement, yaitu pengecekan hasil koding data kuesioner terbuka oleh

tiga orang pengkode/coders (Creswell, 2009). Pengkode (coders) dilibatkan saat

pengkodingan untuk memastikan hasil koding peneliti sudah sesuai dengan tema

dan kategori yang muncul dari setiap jawaban responden. Hasil pengelompokan

data dari responden penelitian akan dikatakan konsisten apabila telah

mendapatkan persetujuan atau kesepakatan dari peneliti dan pengkode (coders).

Analisis

Berdasarkan dalam tema terbesar dari hasil kategori, ditemukan hasil yang

ditampilkan pada tabel 1, 2, dan 3.

Page 12: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

8

Tabel 1. Bentuk perilaku jujur dan tidak jujur saat siswa menghadapi ujian dua mata pelajaran tetapi belum sempat belajar materi

ujian mata pelajaran yang lain

KATEGORI BENTUK PERILAKU F % TUJUAN PERILAKU F

JUJUR Belajar lagi sebelum ujian 93 62.0

Belajar lagi di sekolah sebelum ulangan 83 55.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 24

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut 28

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian 7

Agar dapat mengingat materi ujian 9

Untuk memanfaatkan waktu belajar 7

Tidak relevan 8

Memanfaatkan waktu untuk belajar 9 6.0 Agar mendapatkan nilai yang bagus 3

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut 3

Agar dapat mengingat materi yang dipelajari 1

Agar dapat menghafal materi ujian 1

Untuk memanfaatkan waktu belajar 1

Fokus belajar satu mata pelajaran 1 0.7 Agar dapat mengingat materi ujian 1

Berusaha mengerjakan sendiri 16 10.7

Mengerjakan sebisanya 14 9.3 Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut 4

Agar mendapatkan nilai yang bagus 3

Ingin tetap jujur 1

Tidak relevan 6

Mengingat kembali materi yang dipelajari 2 1.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 2

Spiritual 4 2.7

Berdoa

4 2.7

Agar mendapatkan nilai yang bagus 2

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut 1

Agar diberi pertolongan saat mengerjakan ujian 1

Pasrah 1 0.7

Pasrah 1 0.7 Agar dapat menghadapi ujian tersebut 1

TOTAL 114 76.0 TOTAL 114

Page 13: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

9

Lanjutan tabel 1

TIDAK

JUJUR Bertindak curang 25 16.7

Mencontek teman 20 13.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 5

Agar cepat selesai 4

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut 3

Agar mengetahui jawabannya 2

Tidak relevan 6

Bertanya pada teman 4 2.7 Agar cepat selesai 1

Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut 1

Tidak relevan 1

Meminta bantuan teman 1 0.7 Agar dapat menyelesaikan ujian 1

Tidak berusaha 1 0.7

Memilih untuk tidak belajar lagi 1 0.7 Tidak relevan 1

TOTAL 26 17.3 TOTAL 26

LAIN-LAIN Tidak relevan 10 6.7 Agar tidak bangun pagi lagi 1

Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Agar tidak lupa bahan ujian yang pertama 1

Agar dapat belajar dengan baik 1

Agar dapat mengerjakan ujian 2 pelajaran tersebut 1

Tidak relevan 5

Page 14: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

10

Tabel 2. Bentuk perilaku jujur dan tidak jujur saat siswa kesulitan menjawab soal ujian dan melihat teman-temannya saling

menyontek, sementara pengawas sedang keluar ruangan

KATEGORI BENTUK PERILAKU F % TUJUAN PERILAKU F

JUJUR Menolak bertindak curang 35 23.3

Tidak ikut mencontek 26 17.3 Ingin tetap jujur 7

Tidak ingin curang 6

Agar mendapatkan nilai yang bagus 3

Agar percaya diri dengan jawabannya sendiri 2

Untuk berusaha mandiri saat mengerjakan ujian 2

Agar puas dengan hasil kemampuan sendiri 2

Agar tidak berdosa 1

Agar tidak menerima azab Allah dan mendapat petunjukNya 1

Agar tidak dimarahi guru 1

Agar tidak dihukum guru 1

Diam dan tetap melanjutkan mengerjakan 8 5.3 Agar tidak ikut-ikutan mencontek 2

Tidak ingin curang 3

Ingin tetap jujur 1

Agar tidak dimarahi guru 1

Agar tidak ramai saat ujian 1

Tetap fokus mengerjakan soal ujian 1 0.7 Diam 1

Menegakkan kejujuran 25 16.7

Menasihati teman agar tidak mencontek 10 6.7 Agar teman-temannya tidak mencontek lagi 4

Agar teman-temannya berusaha mengerjakan sendiri 3

Agar dapat melanjutkan mengerjakan dengan tentram 2

Menegakkan kebenaran 1

Melaporkan teman kepada pengawas 9 6.0 Agar teman-temannya tidak mencontek lagi 8

Jujur 1

Menegur teman yang mencontek 6 4.0 Agar teman-temannya tidak berbuat curang 3

Agar teman-temannya jujur 1

Agar jawabannya tidak sama satu sama lain 1

Agar nilainya tidak lebih jelak dari teman-temannya 1

Page 15: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

11

Lanjutan tabel 2

Berusaha mengerjakan sendiri 15 10.0

Mengerjakan sendiri 11 7.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 4

Ingin tetap jujur 4

Agar berusaha mandiri dalam mengerjakan ujian 1

Agar puas dengan hasil kemampuan sendiri 1

Agar percaya diri dengan jawabannya sendiri 1

Berusaha menjawab semampunya 2 1.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Agar puas dengan hasil kemampuan sendiri 1

Percaya diri pada jawaban sendiri 2 1.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Mencontek belum tentu benar 1

TOTAL 75 50.0 TOTAL 75

TIDAK

JUJUR Bertindak curang 72 48.0

Ikut mencontek 62 41.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 20

Agar dapat menjawab soal ujian 11

Agar cepat selesai 9

Agar tidak kesulitan dalam menjawab soal ujian 9

Adanya peluang atau kesempatan mencontek 3

Agar senang 1

Tidak relevan 9

Bertanya jawaban pada teman 7 4.7 Agar dapat menjawab soal ujian 3

Agar tidak kesulitan dalam menjawab soal ujian 2

Agar cepat selesai 1

Tidak relevan 1

Mencontek sebagian 2 1.3 Agar dapat menjawab soal ujian 1

Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Bertanya cara mengerjakan soal pada teman 1 0.7 Agar dapat menjawab soal yang belum dipahami 1

TOTAL 72 48.0 TOTAL 72

LAIN-LAIN Tidak Relevan 3 2.0 Tidak relevan 3

Page 16: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

12

Tabel 3. Bentuk perilaku jujur dan tidak jujur saat siswa kesulitan menjawab soal ujian dan membawa catatan kecil ke dalam ruang

ujian, akan tetapi dia juga tahu pengawas ujian di ruangannya terkenal disiplin

KATEGORI BENTUK PERILAKU F % TUJUAN PERILAKU F

JUJUR Membatalkan niat mencontek 70 47

Tidak membuka contekan 43 28.7 Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan 16

Ingin berperilaku jujur 8

Agar tidak dimarahi guru 3

Agar tidak dihukum guru 2

Agar melatih disiplin mengerjakan ujian 2

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian 2

Untuk mendapatkan nilai yang bagus 1

Agar berlatih mandiri dalam mengerjakan ujian 1

Agar puas dengan hasil pekerjaan sendiri 1

Tidak relevan 7

Tidak mencontek pada kertas tersebut 23 15.3 Agar tidak dimarahi guru 6

Agar tidak dihukum guru 4

Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan 3

Ingin berperilaku jujur 3

Agar tidak berdosa 2

Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Agar berlatih mandiri dalam mengerjakan ujian 1

Tidak relevan 3

Membuang contekan 4 2.7 Ingin berperilaku jujur 2

Agar hasilnya murni dari kemampuan sendiri 1

Tidak relevan 1

Page 17: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

13

Lanjutan tabel 3

Berusaha mengerjakan sendiri 16 10.7

Berusaha mengerjakan sendiri 10 6.7 Ingin berperilaku jujur 3

Agar tidak dimarahi guru 2

Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan 2

Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Untuk mencari aman 1

Tidak relevan 1

Mengerjakan sebisanya 5 3.3 Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan 2

Ingin berperilaku jujur 1

Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Tidak relevan 1

Percaya pada jawaban sendiri 1 0.7 Ingin berperilaku jujur 1

Berusaha mengingat materi 3 2.0

Mempelajari contekan sebelum ujian 2 1.3 Agar cepat dalam menjawab soal 1

Agar tidak dimarahi guru 1

Mengingat catatan 1 0.7 Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

TOTAL 86 57.3 TOTAL 89

TIDAK

JUJUR Bertindak curang 53 35.3

Mencontek dengan hati-hati 15 10.0 Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian 5

Agar dapat menjawab soal ujian 5

Agar cepat selesai 2

Agar mendapatkan nilai yang bagus 1

Tidak relevan 2

Page 18: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

14

Lanjutan tabel 3

Mencontek catatan kecil 29 19.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 10

Agar dapat menjawab soal ujian 5

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian 5

Agar jawabannya benar 2

Agar tidak dimarahi guru 1

Tidak relevan 6

Mencontek ketika pengawas keluar 4 2.7 Agar tidak ketahuan oleh pengawas jika membawa contekan 2

Agar tidak kesulitan mengerjakan soal ujian 1

Tidak relevan 1

Bertanya jawaban pada teman 2 1.3 Agar mendapatkan jawaban 2

Mencontek jawaban teman 2 1.3 Tidak relevan 2

Membohongi pengawas 1 0.7 Tidak relevan 1

TOTAL 53 35.3 TOTAL 53

LAIN-LAIN Tidak relevan 8 5.3 Agar mendapatkan nilai yang bagus 2

Agar dapat mengingat materi pelajaran 1

Agar menjadi pandai 1

Ingin berperilaku jujur 1

Tidak relevan 3

Page 19: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

15

15

HASIL

Perilaku berusaha mengerjakan sendiri dan belajar lagi di sekolah

merupakan wujud kejujuran siswa yang dilakukan pada saat ujian. Hal ini

dilakukan sebagai usaha untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan dalam

ujian. Selaras dengan pendapat Alkhoiroti (2013), perilaku jujur dalam lingkup

akademik dapat berupa berkata dan bertindak benar, mengakui kesalahan,

menuntut dan mempertahankan keadilan, menolak berbuat curang dan berusaha

atas upaya sendiri, berusaha mencari informasi yang benar. Menurut Santrock

(2003), tekanan sosial dan akademik memaksa remaja untuk berprestasi secara

efektif pada tekanan akademik dan sosial yang baru, sebagian lagi ditentukan oleh

faktor psikologis dan motivasi untuk mencapai suatu standar kesuksesan dan

berusaha untuk mencapai kesuksesan. Bentuk perilaku lain yang dilakukan siswa

saat ujian adalah menolak berbuat curang dengan tidak memberikan jawaban ke

teman lain maupun mencontek jawaban. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa

percaya dengan kemampuan diri sendiri dan tidak mau merugikan dirinya sendiri

dengan berbuat curang. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Kushartanti (2009)

berpendapat bahwa semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah

perilaku menyontek, dan semakin rendah kepercayaan diri maka semakin tinggi

perilaku menyontek.

Apabila siswa melihat atau mengetahui bahwa ada teman yang berbuat

curang dalam mengerjakan ujian, siswa memilih mengatakan yang sebenarnya

pada guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Lestari dan Adiyanti (2012) bahwa

salah satu indikator perilaku jujur, yaitu menyampaikan kebenaran dengan cara

menyampaikan informasi yang diketahuinya sedemikian rupa sehingga informasi

tersebut dapat diterima dengan benar.

Perilaku membatalkan niat mencontek merupakan perilaku jujur yang

paling banyak dilakukan dengan cara tidak membuka contekan yang telah dibuat.

Hal ini dilakukan karena siswa takut apabila nanti diketahui oleh pengawas bahwa

dia mencontek. Sesuai pendapat Sierra dan Hyman (2006) yang menyatakan

bahwa keputusan seseorang untuk melakukan tindakan curang akan dipengaruhi

oleh intensi atau niatnya untuk berlaku curang.

Page 20: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

16

16

Adapun tujuan siswa berperilaku jujur karena ingin mengetahui seberapa

jauh penguasaan kompetensi diri di bidang akademik. Siswa mempunyai tujuan

untuk mendapatkan nilai yang bagus, memahami materi sehingga dapat menjawab

ujian dengan baik sesuai dengan kompetensinya tanpa harus berbuat curang. Hal

ini sesuai dengan pendapat Tas dan Tekkaya (2010) yang menemukan bahwa

siswa yang memiliki orientasi tujuan personal penguasaan terhadap materi

cenderung kurang melakukan kecurangan akademik.

Siswa berperilaku jujur juga didasari oleh rasa takut siswa terhadap

hukuman yang akan diberikan oleh guru apabila ketahuan mencontek. Sesuai

pendapat Sarwono (2011) bahwa alasan siswa berbuat jujur adalah agar tidak

dimarahi atau dihukum. Perasaan takut yang dialami oleh remaja termasuk dalam

kecemasan yang disosialisasikan, Kecemasan tersebut dalam dosis yang tepat

akan membawa perilaku positif dan mendorong remaja untuk menjaga tingkah

lakunya agar selalu sesuai dengan norma masyarakat.

Siswa tidak ingin berbuat curang karena tidak ingin mendapatkan dosa

sebagai akibat dari perbuatannya. Hal ini merupakan wujud dari manifestasi

keimanan siswa dalam kehidupannya. Sesuai dengan pendapat Gunarsa (1992)

yang menyatakan bahwa segi keagamaan akan berpengaruh terhadap

perkembangan moral. Menurut Suparman (2011) agama sangat menekankan sikap

jujur pada umat manusia. Dalam agama dinyatakan bahwa kejujuran menuju ke

kebaikan, dan kebaikan menuju ke surga, serta kebohongan atau kedustaan

menuju ke dosa, dan dosa menuju ke neraka.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa ingin berbuat jujur untuk

mendorong temannya untuk melakukan kejujuran juga. Dalam hal ini siswa

menginginkan sesuatu yang adil antara yang dia lakukan dengan teman lakukan.

Hal ini selaras dengan Lestari dan Adiyanti (2012) bahwa salah satu indikator

perilaku jujur yaitu bertindak fair atau fairness atau adil dengan cara mengakui

sesuatu yang menjadi haknya dan tidak mengambil hak orang lain. Sejalan dengan

hal itu, Samani dan Hariyanto (2012), salah satu nilai kejujuran yang

dikembangkan di sekolah adalah fairness (sifat adil, jujur dan sportif) yang

dimaknai dengan memberlakukan orang lain seperti keinginannya diberlakukan

Page 21: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

17

17

oleh orang lain, mengatakan yang sebenarnya, bermain sesuai aturan mainnya,

tidak menyalahkan orang lain karena kesalahan sendiri, tidak mengambil

keuntungan dari orang lain, dan bertindak berlandaskan favoritism.

Adapun bentuk perilaku tidak jujur yang terungkap adalah bertindak

curang berupa membuka contekan pada kertas kecil, mencontek ketika pengawas

keluar. Menurut Agustin, Sano, dan Ibrahim (2013), bentuk perilaku menyontek

yang dominan dilakukan siswa adalah bentuk independent-planned seperti

menggunakan catatan ketika ujian berlangsung, dan/atau membawa jawaban yang

dipersiapkan sebelum ujian, dan social-active seperti siswa mengcopy atau

melihat jawaban dari orang lain.

Selain itu siswa juga berbuat curang dengan memberikan jawaban yang

salah pada teman. Hal ini menunjukkan bahwa di satu sisi siswa berperilaku jujur

karena tidak mau nilai teman yang mencontek lebih tinggi, di sisi lain siswa

tersebut berbohong degan memberikan jawaban yang salah. Hal ini

mengindikasikan bahwa di dalam pertemanan siswa terdapat persaingan prestasi.

Sesuai dengan penelitian Burns dkk. (1988) bahwa persaingan dalam memperoleh

nilai yang tinggi dan peringkat yang tinggi memicu terjadinya mencontek.

Kecurangan yang lain meliputi memberikan jawaban pada teman,

mencontek dan bertanya jawaban pada teman yang lain. Hal ini selaras dengan

penapat Koss (2011) bahwa ketidakjujuran akademik merupakan tindakan

seseorang yang meminjam dan menyalin tugas dari siswa lain, menyalin jawaban

pada saat ujian, atau memperoleh tugas dan/atau ujian dari semester sebelumnya,

serta menulis jawaban di bagian tubuh (kaki atau tangan), pakaian, meja, atau

kertas, serta menggunakan kode dengan teman sebaya dalam rangka memajukan

diri pada saat ujian.

Para siswa sangat takut apabila dimarahi ataupun dihukum oleh guru

apabila diketahui melakukan kesalahan. Oleh sebab itu, siswa melakukan

kecurangan dalam mengerjakan ujian untuk menghindari hukuman dari guru

tersebut. Kemudian, nilai yang bagus dianggap sebagai salah satu hal yang dapat

mengukur kecerdasan siswa sehingga siswa akan melakukan apapun agar

mendapatkan nilai yang bagus. Siswa menganggap bahwa dia bisa mendapatkan

Page 22: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

18

18

nilai yang bagus tanpa bersusah payah, sehingga hal inilah yang akan

mendorong siswa untuk selalu berbuat tidak jujur. Hal ini sesuai dengan pendapat

Zusnaini (2013) perilaku berbohong pada anak disebabkan oleh dua faktor yaitu

karena takut dan khawatir seperti takut akan sanksi atau dimarahi, faktor kedua

karena keinginan untuk merealisasikan maksud dan tujuan, seperti keinginan

untuk puas, memiliki, bersahabat dengan teman yang lain, dan sebagainya.

Kecurangan yang terjadi pada saat ujian dapat terjadi karena adanya

kesempatan atau peluang dari kurangnya pengawasan, misalnya pada saat

pengawas ujian menerima telepon di luar ruangan. Situasi ini dapat dimanfaatkan

siswa untuk mencontek. Sesuai dengan pendapat Becker (2006) dalam

penelitiannya juga menjelaskan bahwa kesempatan merupakan faktor yang

mendorong terjadinya kecurangan akademik. Kesempatan akan berpengaruh

secara positif terhadap perilaku kecurangan, dimana semakin besar kesempatan

yang tersedia bagi seseorang untuk melakukan kecurangan maka akan semakin

besar pula kemungkinan orang tersebut untuk melakukan kecurangan. Dalam hal

ini dapat diketahui bahwa pekerjaan rumah akan lebih banyak memunculkan

kesempatan siswa untuk berbuat curang daripada ulangan maupun ujian.

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan penelitian maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Perilaku jujur yang muncul antara lain: a) belajar lagi sebelum ujian (meliputi

belajar sebelum ujian, memanfaatkan waktu untuk belajar), b) berusaha

mengerjakan sendiri (meliputi mengerjakan sendiri sebaik mungkin, percaya

diri pada jawaban sendiri), c) menolak bertindak curang (meliputi tidak ikut

mencontek), d) menegakkan kejujuran (meliputi menegur dan menasihati

teman yang mencontek, melaporkan teman yang curang pada pengawas, diam

dan tetap melanjutkan mengerjakan), e) berusaha mengingat kembali materi

yang dipelajari (meliputi mengingat kembali materi yang dipelajari), f)

membatalkan niat mencontek (meliputi tidak membuka contekan, membuang

contekan), dan g) spiritual (meliputi berdoa dan pasrah). Tujuannya untuk

Page 23: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

19

19

meningkatkan kompetensi diri, spiritual, menegakkan kejujuran, dan

menghindari hukuman.

2. Bentuk perilaku tidak jujur yang muncul antara lain a) bertindak curang

(meliputi mencontek dengan hati-hati atau menunggu saat pengawas keluar

ruangan, bertanya jawaban pada teman, membohongi pengawas, bertanya cara

mengerjakan pada teman) dan b) tidak berusaha terlebih dahulu (dengan cara

tidak belajar sebelum ujian). Tujuannya agar tidak bersusah payah, tidak

kesulitan dalam mengerjakan, menghindari hukuman, dan adanya kesempatan

untuk mencontek.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti

memberikan saran yang dapat dipertimbangkan oleh beberapa pihak, yaitu:

1. Siswa diharapkan dapat mempertahankan kejujurannya untuk tidak

memberikan jawaban maupun tugas kepada teman yang ingin mencontek dan

melaporkan kepada guru apabila ada teman yang berbuat curang. Selain itu,

diharapkan siswa selalu menjalankan kewajibannya untuk belajar, bukan

hanya pada saat akan ulangan maupun ujian saja.

2. Untuk guru mata pelajaran, dalam membuat soal ujian sebaiknya bentuk soal

yang digunakan berbentuk essay, bukan check point atau jawaban singkat.

Diharapkan guru juga dapat memaksimalkan pengawasan saat siswa

mengerjakan tugas, ulangan, maupun ujian. Untuk guru BK atau psikolog

sekolah, pada saat pelajaran BK memberikan edukasi mengenai akibat dan

kerugian dari tindakan menyontek yang berdampak pada diri sendiri dan orang

lain, dan dampak yang dirasakan bukan hanya saat ia duduk di bangku

pendidikan saja tetapi juga berdampak lebih besar ke depannya.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk menindaklanjuti penelitian ini,

diharapkan agar dapat melakukan penelitian berkenaan dengan dampak yang

akan ditimbulkan siswa yang melakukan tindakan menyontek,

menyempurnakan dan mengembangkan instrumen dengan metode kuantitatif,

serta survei dengan menguji variabel-variabel yang berpengaruh, seperti

hubungan dengan teman sebaya dan faktor internal.

Page 24: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

20

20

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, A., Sano, A., & Ibrahim, I. (2013). Perilaku Menyontek Siswa SMA

Negeri di Kota Padang Serta Upaya Pencegahan oleh Guru BK. Jurnal

Ilmiah Konseling, 2(1):71-75

Alkhoiroti, F. N. (2013). Kejujuran Akademik dan Nonakademik Siswa Sekolah

Menengah Pertama Bukit Indah Lawu. Skripsi Tidak Diterbitkan.

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anderman, E. M., & Murdock, T. B. (2007). The Psychology of Academic

Cheating. Kansas City: Academic Press Inc.

Becker, J. C, Paula L, & J. Morrison. (2006). Using the Business Fraud Triangle

to Predict Academic Dishonesty Among Business Students. Academy of

Educational Leadership Journal, 10(1), 37:45

Burns. S. R., Davis, S.F., Hoshino, J., & Miller, R. L. (1988). Academic

Dishonesty: A Delineation of Cross-Cultural Patterns. College Students

Journal, 32(4): 590-597

Friyatni. (2011). Faktor-Faktor Penentu Perilaku Mencontek di Kalangan

Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNP. Tingkap, 8(2), 173-188

Gunarsa, S. D. (1992). Psikologi Perkembangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Hidayatullah, M. F. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradabaan

Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka

Koss, J. (2011). Academic Dishonesty Among Adolescents. American

Psychological Association, 6 (33): 5-33

Kushartanti, A. (2009). Perilaku Menyontek Ditinjau Dari Kepercayaan Diri.

Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 11(2): 38-46

Lestari, S., & Adiyanti, M. G. (2012). Konsep Jujur dalam Perspektif Orang Jawa.

Anima, Jurnal Psikologi Indonesia, 27 (3): 129-142

Maryati, K., & Suryawati, J. (2001). Sosiologi Jilid 1. Jakarta: Esis

Muhyiddin, A. H. (2012). Meluruskan Arah Pendidikan Nasional. Kompas,

Sabtu, 14 April 2012, diunduh dari http://alkautsar.com

McCabe, D. L. & Trevino, L. K. (1993). Academic Dishonesty: Honor Codes and

Other Contextual Influences. The Journal of Hogher Education, 64 (5):

522-538

Page 25: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH …eprints.ums.ac.id/37626/17/02. Naskah Publikasi.pdfpeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan ... 2003 Bab II Pasal 3 tentang

21

21

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditomo, S. R. (2002). Psikologi

Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:

Gadjah mada University Press

Samani, M., & Hariyanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset

Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga

Sarwono. S.W. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sarwono, S. W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Sierra, J.J & Hyman, M.R. (2006). A Dual-Process Model of Cheating Intentions.

Journal of Marketing Education, 28(3)

Stephen, Jason M., Yukhymenko, M., & Romakin, V. (2009). Academic

Motivation and Misconduct in Two Cultures: A Comparative Analysis of

U.S. and Ukrainian Undergraduates. Paper. University of Connecticut

Suara Pembaruan. (2013). Survei UPI: Kecurangan UN Libatkan Guru dan

Kepala Sekolah. Suara Pembaruan, Rabu, 2 Oktober 2013, diunduh dari

http://www.suarapembaruan.com

Suparman. (2011). Studi Perbedaan Kualitas Sikap Jujur Siswa Kelas III SMTA

Negeri Kota Madiun. Interaksi, 7(1): 1-13

Tas & Tekkaya (2010). Personal and Contextual Factors Assosiated With

Students' Cheating in Science. The Journal ofExperimental Education, 78,

440-463.

Zuriah, N. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif

Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.

Zusnaini, L. (2013). Mendidik Anak Agar Jujur. Platinum Publishing