FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS · PDF filepenulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas...
Transcript of FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS · PDF filepenulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas...
i
PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH
TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
(Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober
2013)
Made Ayu Dani Paramaputri
NPM : 09.8.03.81.41.1.5.018
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2014
ii
PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH
TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
(Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober
2013)
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Oleh :
Made Ayu Dani Paramaputri
NPM : 09.8.03.81.41.1.5.018
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Hendri Poernomo, drg., M.Biotech Drg, Durra Mufida
NPK. 827 003 222 NPK. 827 808 302
iii
Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara pembuatan
skripsi dengan judul : “PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA
RAHANG BAWAH TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA
BERDASARKAN JENIS KELAMIN (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati
Denpasar Periode Januari-Oktober 2013)” yang telah dipertanggung jawabkan oleh
calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 25 Februari 2014. Maka atas nama Tim
Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.
Denpasar, 25 Februari 2014
Tim Penguji Skripsi
FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar
K e t u a,
Hendri Poernomo, drg., M.Biotech
NPK. 827 003 222
Anggota : Tanda Tangan
1. Drg, Durra Mufida 1. ……………….
NPK. 827 808 302
2. Putu Sulistiawati Dewi, drg. 2..……………….
NPK. 827 408 303
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Putu Ayu Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes., FISID
NIP. 19590512 198903 2 001
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH
TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA BERDASARKAN
JENIS KELAMIN (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode
Januari-Oktober 2013)”.
Penulis menyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Dalam
penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya,
kepada yang terhormat :
1. drg. Hendri Poernomo, M.Biotech, selaku pembimbing I dan selaku
penguji atas bimbingan, pengarahan, masukan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. drg, Durra Mufida, selaku pembimbing II dan selaku penguji atas segala
bimbingan, petunjuk dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. drg. Putu Sulistiawati Dewi, selaku penguji atas segala masukan dan saran
yang diberikan pada skripsi ini.
4. drg. Putu Ayu Mahendri Kusumawati, M.Kes., FISID, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
5. Kepala Laboratorium Radiologi yang telah mengizinkan penulis dalam
melakukan penelitian dan menggunakan data di Laboratorium Radiologi
untuk menyelesaikan skripsi ini.
v
6. Seluruh civitas akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar, staf, dosen dan karyawan yang telah
memberikan bantuan kepada penulis secara langsung maupun tidak
langsung.
7. Terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda atas doa dan dukungannya.
8. Ninik tercinta yang sudah memberikan doa.
9. Suami tercinta dan anak tersayang terimakasih atas doa, dukungan,
kesabaran serta semangat yang tak henti-hentinya diberikan.
10. Kakak dan adik tersayang atas dukungan, doa dan semangat
11. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman: Prita, Ari, Alyn,
Desiyana, Helmyn, Eka, dan teman-teman angkatan Carabelli 2009 yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi penyempurnaan skripsi
ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan
semua pihak yang memerlukannya.
Denpasar, 25 Februari 2014
Penulis
vi
PENGARUH GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH
TERHADAP KETEBALAN ANGULUS MANDIBULA
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
(Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-Oktober
2013)
Abstrak
Fraktur pada mandibula sering terjadi pada praktek kedokteran gigi. Fraktur
biasanya terjadi di daerah angulus mandibula tepat di daerah yang terdapat gigi
impaksi. Dampak yang ditimbulkan dari fraktur mandibula, yaitu hilangnya
keseimbangan, terputusnya komponen neurovascular dan cedera pada jaringan
disekitar fraktur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula antara kelompok yang memiliki gigi
impaksi dengan kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi dan jenis kelamin
berdasarkan radiografis. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik menggunakan
40 sampel foto rontgen panoramik. Dari hasil penelitian terdapat perbedaan rata-rata
antara pasien yang memiliki gigi impaksi dan tanpa gigi impaksi yaitu 1,4418. Pada
pasien impaksi gigi molar ketiga menurut jenis kelamin menunjukkan perbedaan
rerata ketebalan angulus mandibula sebesar 1,1935 pada laki-laki dan 1,1620 pada
perempuan serta pada pasien tanpa impaksi menunjukkan nilai rerata ketebalan
angulus mandibula sebesar 1,4805 pada laki-laki dan 1,4030 pada perempuan.
Berdasarkan perhitungan T-test ditemukan bahwa perbedaan ketebalan angulus pada
pasien impaksi dan tanpa impakai terdapat perbedaan yang bermakna (ρ<0,05) begitu
juga antara jenis kelamin terdapat perbedaan yang bermakna (ρ<0,05). Berdasarkan
hasil penelitian dan analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya perbedaan
signifikan ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok pasien gigi impaksi
molar ketiga rahang bawah dan kelompok pasien tanpa gigi impaksi molar ketiga
rahang bawah, serta jenis kelamin.
Kata kunci : Angulus mandibula, kelompok impaksi, kelompok tanpa impaksi,
jenis kelamin, radiografis
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................... i
Halaman Persetujuan Pembimbing ........................................................................... ii
Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dekan ............................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iv
ABSTRAK ............................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
D. Hipotesis ........................................................................................................ 5
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 6
A. Anatomi Mandibula ...................................................................................... 6
1. Corpus Mandibula ................................................................................... 6
2. Ramus Mandibula ................................................................................... 7
B. Fraktur Angulus Mandibula .......................................................................... 8
C. Pencabutan Gigi Impaksi Molar Ketiga Bawah ............................................ 11
D. Radiografi Panoramic.................................................................................... 16
E. Coreldraw X6 ................................................................................................ 18
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................ 22
A. Rancangan Penelitian .................................................................................... 22
B. Populasi Dan Sampel .................................................................................... 22
1. Populasi ................................................................................................... 22
2. Sampel ..................................................................................................... 22
C. Identifikasi Variabel ...................................................................................... 23
D. Definisi Operasional...................................................................................... 23
E. Instrument Penelitian .................................................................................... 24
viii
F. Jalannya Penelitian ........................................................................................ 24
G. Analisis Data ................................................................................................. 25
H. Alur Penelitian .............................................................................................. 26
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................................ 27
A. Karakteristik Sampel ..................................................................................... 27
B. Analisis Data Statistic ................................................................................... 27
BAB V PEMBAHASAN .......................................................................................... 30
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 35
A. Simpulan ....................................................................................................... 35
B. Saran .............................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 37
LAMPIRAN .............................................................................................................. 40
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi mandibula .............................................................................. 7
Gambar 2.2 Regio mandibula dan frekuensi fraktur mandibula .............................. 10
Gambar 2.3 Klasifikasi dari molar tiga bawah impaksi ........................................... 12
Gambar 2.4 Setelah dilakukan penjahitan................................................................ 15
Gambar 2.5 Radiografis Panoramik ......................................................................... 17
Gambar 3.1 Cara mengukur ketebalan angulus ....................................................... 25
Gambar 3.2 Alur penelitian ...................................................................................... 26
x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil uji rerata ketebalan angulus mandibula berdasarkan
keadaan gigi molar ketiga ....................................................................... 27
Tabel 4.2 Hasil uji rerata ketebalan angulus mandibula berdasarkan
jenis kelamin ........................................................................................... 28
Tabel 4.3 Hasil uji normalitas terhadap ketebalan angulus mandibula ................... 28
Tabel 4.4 Hasil uji homogenitas terhadap ketebalan angulus mandibula ............... 29
Tabel 4.5 Hasil uji Independent T-Test terhadap ketebalan angulus mandibula ..... 29
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil penelitian pada kelompok pasien gigi impaksi
molar ketiga rahang bawah .................................................................. 40
Lampiran 2 Hasil penelitian pada kelompok pasien tanpa gigi impaksi
molar ketiga rahang bawah .................................................................. 41
Lampiran 3 Rontgen foto panoramik gigi impaksi molar ketiga bawah .................. 42
Lampiran 4 Rontgen foto panoramik tanpa impaksi molar ketiga bawah ............... 43
Lampiran 5 Hasil uji normalitas terhadap keadaan gigi molar ketiga
rahang bawah ....................................................................................... 44
Lampiran 6 hasil uji T-Test terhadap keadaan gigi molar ketiga rahang bawah ..... 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur pada mandibula sering terjadi di kedokteran gigi. Fraktur biasanya
terjadi di daerah angulus mandibula tepat di daerah yang terjadi gigi impaksi.
Fraktur terjadi secara tiba-tiba ataupun terjadi pada saat dilakukannya
pembedahan di daerah tersebut, oleh karena itu dokter gigi dituntut untuk
mengurangi resiko terjadinya fraktur mandibula yang lebih parah.
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi
sebagai tempat menempelnya gigi geligi rahang bawah. Mandibula berhubungan
dengan basis cranial dengan adanya temporo-mandibular joint dan di sangga oleh
otot-otot pengunyah (Pearce 2009). Fraktur mandibula yaitu terjadi suatu tekanan
yang cukup besar yang mengakibatkan tulang mandibula menjadi fraktur,
biasanya pada daerah yang secara anatomis relatif lemah. Akibat langsungnya
adalah hilangnya keseimbangan, terputusnya komponen neurovascular dan cedera
pada jaringan disekitar fraktur (Pederson 1996).
Pencabutan gigi molar ketiga membutuhkan perencanaan yang akurat dan
ketrampilan bedah. Dari prosedur pembedahan secara umum, kita mengetahui
bahwa komplikasi mungkin saja terjadi. Dalam literatur, diungkapkan frekuensi
komplikasi setelah pencabutan gigi molar tiga berkisar antara 2,6% sampai
2
30,9%. Spektrum komplikasi berkisar antara efek samping yang tidak berbahaya
seperti nyeri dan pembengkakan sampai kerusakan saraf, fraktur mandibula dan
infeksi yang membahayakan (Hapsari 2009).
Daerah mandibula yang sering terjadi fraktur adalah daerah subkondilus,
mentalis dan angulus mandibula. Menurut beberapa penelitian, fraktur mandibula
sering terjadi pada daerah angulus mandibula, karena posisi angulus mandibula
tersebut yang secara anatomis gigi molar ketiga bawah terletak dekat dengan
anguslus mandibula, yaitu sudut mandibula yang menghubungkan ramus dan
korpus mandibula (Pederson 1996). Fraktur disebabkan juga karena kondisi
tulang angulus mandibula lebih tipis dibandingkan dengan daerah mandibula
lainnya. Hal tersebut memperkuat dugaan adanya hubungan dari impaksi molar
ketiga rahang bawah terhadap komplikasi terjadinya fraktur mandibula, dalam hal
ini fraktur angulus mandibula (Watanabe dkk. 2009).
Menurut penelitian Tevepaugh dkk. (1995) yang dilakukan di Jepang
menunjukkan bahwa dari 73 pasien dengan gigi impaksi molar ketiga bawah
apabila mengalami trauma, 30 pasien terjadi fraktur pada angulus mandibula. Dari
28 pasien yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga bawah, apabila terjadi
trauma hanya 3 pasien yang terjadi fraktur angulus mandibula. Peneliti ini
menyimpulkan bahwa, pasien yang memiliki gigi impaksi molar ketiga bawah
memiliki kemungkinan sekitar 3,8 kali lebih besar terjadi fraktur angulus
mandibula dari pada pasien yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga bawah.
3
Penelitian biomekanis dan epidemologi mendukung hipotesis bahwa
keberadaan molar ketiga berhubungan dengan peningkatan resiko fraktur pada
angulus mandibula karena terjadi kehilangan kualitas dan kekuatan tulang pada
daerah ini. Gejala ini paling nyata ketika molar ketiga mengalami impaksi,
sedangkan keparahan impaksi dan letak gigi tersebut memiliki sedikit pengaruh
terhadap fraktur angulus mandibula (Watanabe dkk. 2009).
Radiografi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis dan menentukan letak anatomi jaringan rongga mulut (Afsar dkk.
1998). Perkembangan mutakhir dalam ilmu pencitraan diagnostik (Imaging
diagnostic radiography sciences) di bidang kedokteran, memungkinkan peneliti
mengenal perubahan struktur dan biofisik secara lebih efektif. Ketepatan
pengukuran radiografi yang objektif merupakan faktor penting untuk memperoleh
diagnosis serta penentuan rencana perawatan dengan tepat (Hanna Bachtiar
2009). Radiografi panoramik menghasilkan foto rontgen yang dapat
memperlihatkan gambaran struktur fasial termasuk mandibula dan maksila
beserta struktur pendukungnya. Foto rontgen ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi
geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma. Untuk menentukan
keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam satu rontgen
foto untuk menentukan urutan erupsi gigi dan fraktur rahang baik mandibula
maupun maksila. Kata lain radiografi panoramik merupakan pemeriksaaan yang
4
memperlihatkan keadaan serta hubungan maksila dan mandibula secara
keseluruhan dalam satu radiografi (Afsar 1998).
Oleh karena itu, seorang dokter gigi harus mengerti dan memahami
anatomi dalam rongga mulut agar tidak terjadi kekeliruan dalam melakukan suatu
pencabutan gigi impaksi. Melalui tulisan ini penulis berharap dapat mencegah
terjadinya fraktur angulus mandibula dengan cara mengatahui ketebalan tulang
angulus mandibula melalui radiografis panoramik.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas didapat suatu rumusan masalah, yaitu:
Apakah ada perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan
kelompok yang memiliki gigi molar ketiga impaksi dengan kelompok yang tidak
memiliki gigi impaksi molar ketiga dan berdasarkan jenis kelamin dilihat secara
radiografis?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan radiografis dari
pasien RSGM FKG UNMAS Denpasar periode Januari-Oktober 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula
antara kelompok yang memiliki gigi impaksi dengan kelompok yang tidak
memiliki gigi impaksi bila dilihat berdasarkan radiografi.
5
b. Untuk mengetahui adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula
antara jenis kelamin laki – laki dengan perempuan bila dilihat berdasarkan
radiografi.
D. Hipotesis
1. Adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula antara kelompok yang
memiliki gigi molar impaksi dengan kelompok yang tidak memiliki gigi
impaksi bila dilihat berdasarkan radiografi.
2. Adanya perbedaan ketebalan tulang angulus mandibula antara jenis kelamin
laki – laki dan perempuan bila dilihat berdasarkan radiografi.
E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini penulis berharap dapat membantu mahasiswa
kedokteran gigi maupun tenaga medis untuk menentukan ketebalan tulang
angulus mandibula sebelum dilakukanya pencabutan gigi impaksi molar ketiga
rahang bawah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Mandibula
Mandibula merupakan tulang terkuat dan terbesar pada tulang wajah
berbentuk seperti tapal kuda (dengan gigi geligi rahang bawah) dan ramus.
Tulang mandibula memiliki permukan anterior dan posterior dan memiliki batas
superior dan inferior. Permukaan bagian luar dibatasi oleh garis tengah simfisis
menti, yang merupakan garis sambungan kedua sisi bagian mandibula. Berbatas
dengan garis tengah, permukaan anterior terdapat tonjolan triangular,
protuberansia mentale pada tulang dagu. Bagian yang cekung kedalam dinamakan
frosa mentalis, terletak sebelah lateral pada daerah mentalis, terletak pada
permukaan lateral mandibula, pada bagian inferior premolar kedua, batas tengah
diantara bagian bawah tulang mandibula dan ridge alveolar (Tedyasihto 2012).
Terdapat dua bagian mandibula menurut Dixon (1993) yaitu:
1. Corpus madibula, melengkung seperti tapal kuda dan mempunyai tepi
bawah yang merupakan subkutan. Tepi atasnya, processus alveolaris,
mempunyai gigi bawah. Permukaan luar, merupakan origo dari beberapa
mandibula facialis dan pada setiap sisinya terdapat celah foramen mentale
yang mengarah keatas dan kebawah apeks premolar kedua. Permukaan
7
dalamnya, berhubungan dengan dasar cavum oris, lingual, submandibularis
dan sublingualis dan beberapa otot termasuk diafragma cavum oris.
2. Ramus mandibula, pada kedua sisi membentuk lempengan tulang vertical
dengan permukaan dalam dan luar, mempunyai dua processus pada bagian
superior. Didepannya, yaitu processus coronoideus merupakan daerah
perlekatan mandibula temporali. Dibelakang, yaitu processus condylaris,
bersendi dengan ostemporalae pada articulation temporomandibularis. Pada
permukaan dalam bagian tengahnya terdapat foramen mandibula, yang
merupakan celah posterior dari canalis alveolaris inferior yang berjalan
melalui tulang yang berakhir didepan foramen mentale. Dibelakang dan
dibawah foramen mandibula, permukaan dalam ramus biasanya kasar karena
merupakan daerah insersi mandibula pterygoideus medialis. Daerah ini
dikenal sebagai angulus mandibula, seperti pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Anatomi mandibula (Putz 2006)
8
B. Fraktur Angulus Mandibula
Angulus mandibula yaitu sudut yang dibentuk antara body dan ramus dari
mandibula. Pada orang dewasa angulus mendibula lebih tajam dan lebih luas pada
bayi baru lahir dan orang tua (Dauber 2007). Angulus mandibula adalah
permukaan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus
mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada dua
sampai tiga jari dibawah lobus aurikularis (Setyo 2006). Angulus mandibula
adalah wilayah segitiga yang dibatasi oleh perbatasan anterior dari otot masseter
dengan lampiran posterior dan lebih tinggi dari otot masseter (biasanya didistal
molar ketiga). Daerah ini dapat menjadi ratak sekunder karena kecelakaan
kendaraan, serangan, jatuh, kecelakaan olah raga dan penyebab lainya (Barrera
2012).
Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya
ketidakseimbangan tulang yang disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat terjadi
akibat trauma atau karena proses patologis. Fraktur akibat trauma dapat terjadi
perkelahian, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh maupun
trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis dapat terjadi karena kekuatan
tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas pada rahang,
osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia, atrofi tulang secara
menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau metabolic bone disease. Akibat
adanya proses patologis tersebut, fraktur dapat terjadi secara spontan seperti
waktu bicara, makan atau mengunyah (Okeson 1993).
9
Fraktur mandibula juga dijelaskan terdapat hubungan antara arah garis
fraktur dan efek dari gangguan otot pada fragmen fraktur. Fraktur mandibula
menguntungkan ketika otot cenderung menarik fragmen tulang bersama-sama dan
tidak menguntungkan ketika fragmen tulang di pisahkan oleh otot. Patah tulang
ini cenderung terjadi di daerah body (Barrera 2012).
Fraktur angulus mandibula terjadi di wilayah segitiga antara perbatasan
anterior masseter dan penyisipan posterosuperior dari masseter. Fraktur tulang ini
terjadi di distal molar ketiga (Barrera 2012)
Menurut Karasutisna dkk. (2003), efek kerja otot pada fragmen fraktur
merupakan hal yang penting untuk di gunakan sebagai dasar klasifikas fraktur
angulus dan body. Fraktur angulus dapat diklasifikasikan sebagai vertically
favorable atau unfavorable dan horizontally favorable atau unfavorable. Otot-otot
yang melekat pada ramus yaitu messeter, temporal dan pterigoid medialis akan
memindahkan segmen fraktur keatas dan medial bila fraktur tersebut vertically
atau horizontally unfavorable. Kebalikannya, otot-otot yang sama akan
menstabilkan fragmen tulang pada fraktur vertically atau horizontally favorable.
Menurut Thapliyal (2010) fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan region-regio pada mandibula yaitu: body, simfisis, sudut,
ramus, prossesus koronoid, prosessus kondilaris, prosessus alveolar.
Fraktur yang terjadi dapat pada satu, dua atau lebih pada region mandibula
ini (lihat gambar 2.2).
10
Gambar 2.2 Regio mandibula dan frekuensi fraktur mandibula berdasarkan
region (Thapliyal 2010)
2. Berdasarkan ada tidaknya gigi. Klasifikasi berdaarkan gigi pasien penting
diketahui karena akan menentukan jenis terapi yang akan kita ambil.
Dengan adanya gigi, penyatuan fraktur dapat dilakukan dengan jalan
pengikatan gigi dengan menggunakan kawat. Berikut derajat fraktur
mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi:
a. Fraktur kelas 1: gigi terdapat pada kedua sisi fraktur, penanganan pada
fraktur kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat
pada gigi).
b. Fraktur kelas 2: gigi hanya terdapat pada salah satu fraktur.
c. Fraktur kelas 3: tidak terdapat gigi pada kedua sisi fraktur, pada
keadaan ini dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan
plate and screw, atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.
11
C. Pencabutan Gigi Impaksi Molar Ketiga Bawah
Kasus-kasus gigi impaksi sering dijumpai dalam praktek dokter gigi
sehari-hari. Pengertian gigi impaksi bermacam-macam tetapi artinya hampir
sama. Pada prinsipnya gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi
seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang atau jaringan lunak atau
keduanya (Firmansyah 2008). Semua jenis gigi dapat memiliki kemungkinan
untuk tidak dapat tumbuh. Tersering adalah gigi molar ketiga rahang bawah dan
rahang atas, gigi kaninus dan gigi premolar. Pada umumnya gigi molar ketiga
akan tumbuh menembus gusi pada awal usia 18-20 tahun karena 28 gigi
permanen lainnya sudah tumbuh keseluruhannya, sehingga gigi molar ketiga
sering sekali tidak memperoleh cukup tempat untuk tumbuh karena tertahan oleh
gigi molar kedua didepannya. Sehingga gigi molar ketiga akan tumbuh sebagian
atau salah arah. Keadaan semacam ini dikenal dengan sebutan gigi tertanam atau
gigi impaksi (Coen 2012).
Klasifikasi dari molar tiga bawah impaksi menurut Firmansyah (2008):
1. Berdasarkan angulasi: mesioangular, horizontal, vertical, atau distoangular,
buccoversion, linguoversion.
2. Berdasarkan hubungan terhadap tepi anterior ramus. Kelas 1 bila mesiodistal
gigi impaksi terletak seluruhnya pada daerah anterior dari tepi anterior ramus
mandibula. Kelas 2 bila gigi impaksi lebih ke posterior sehingga kira-kira
separuh gigi terbenan dalam ramus. Kelas 3 gigi terletak seluruhnya di dalam
ramus.
12
3. Berdasarkan hubungan dalam bidang oklusal kelas A bila permukaan oklusal
gigi impaksi setinggi bidang oklusal molar dua. Kelas B bila permukaan
oklusal gigi impaksi terletak diantara permukaan oklusal dan garis servikal
dari molar 2. Kelas C bila permukaan oklusal gigi impaksi dibawah garis
servikal gigi molar 2.
Gambar 2.3 Klasifikasi dari molar tiga bawah impaksi (Laub 2013)
Gigi molar ketiga rahang bawah impaksi dapat menggangu fungsi
pengunyahan dan sering menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat berupa resopsi patologis gigi yang berdekatan, terbentuknya kista
folikuler, rasa sakit neuralgik, perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibat lemahnya
rahang dan berdasarkan gigi anterior akibat tekanan gigi impaksi ke anterior.
Adanya komplikasi yang diakibatkan gigi impaksi maka perlu dilakukan tindakan
pencabutan. Pencabutan dianjurkan jika ditemukan akibat yang merusak atau
kemungkinan terjadinya kerusakan pada struktur sekitarnya dan jika gigi benar-
benar tidak berfungsi. Upaya pengeluaran gigi impaksi terutama pada gigi molar
13
ketiga rahang bawah dilakukan dengan tindakan pembedahan yang disebut dengan
odontektomi (Dwipayanti dkk. 2009).
Menurut Pederson (1996) ada 6 tahap untuk pencabutan gigi molar ketiga rahang
bawah impaksi, yaitu:
1. Sedasi, persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi
adalah pasien yang rileks dan anastesi lokal yang efektif atau pasien yang
teranastesi dengan baik. Pemberian sedatif oral tertentu pada sore hari
sebelum dan satu jam sebelum pembedahan merupakan teknik yang bisa
diterima. Sering kali anastesi umum merupakan pilihan yang cocok untuk
pembedahan impaksi.
2. Desain flap, ada pendapat bahwa persyaratan kedua untuk pembedahan
impaksi adalah flap yang didisain dengan baik dan ukurannya cukup. Flap
mandibula yang sering digunakan adalah envelope tanpa insisi tambahan,
direfleksikan dari leher molar pertama dan molar kedua tetapi dengan
perluasan distal kearah lateral atau bukal kedalam region molar ketiga. Aspek
lingual mandibula dihindari untuk mencegah cedera pada nervous lingualis.
Flap serupa digunakan pada lengkung rahang atas, tetapi diletakkan diatas
tuberositas sedangkan perluasan distalnya tetap ke lateral atau bukal. Jalan
masuk menuju molar ketiga impaksi yang dalam pada kedua lengkung rahang
sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke anterior.
3. Pengambilan tulang, pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan
dengan bur dan dibantu dengan irigasi saluran saline. Teknik yang bisa
14
digunakan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal mahkota dengan
maksud melindungi crista oblique externa namun tetap bisa mendapatkan
jalan masuk yang cukup kepermukaan akar yang akan dipotong.
4. Pemotongan yang terencana, gigi yang impaksi biasanya dipotong-potong.
Kepadatan dan sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan terencana
pada kebanyakan gigi impaksi menjadi sangat penting apabila ingin diperoleh
arah pengeluaran yang tidak terhalang. Tindakan ini harus dilakukan secara
hati-hati untuk menghindari fraktur dinding alveolar lingual atau
tertembusnya bagian tersebut dengan bur karena ada kemungkinan terjadi
cedera nervous lingualis. Dasar pemikiran dari pemotongan adalah
menciptakan ruang yang bisa digunakan untuk mengungkit dan mengeluarkan
segmen mahkota atau sisa akar.
5. Tindakan sesudah pencabutan gigi, sesudah gigi impaksi berhasil
dikeluarkan dengan baik, sisa-sisa folikel dibersihkan seluruhnya. Kegagalan
melakukan hal ini bisa mengakibatkan penyembuhan yang lama atau
perkembangan patologis dari sisa epitel odontogenik. Setelah folikel
dibersihkan, alveolus diirigasi dengan saline dan diperiksa dengan teliti. Yang
penting bekenaan dengan impaksi gigi bawah adalah kondisi bundel
neurovascular alveolaris inferior yang sering terjadi pada kedalaman alveolus.
Semua potongan gigi dan serpihan tulang juga serpihan periosteu dan mukosa
harus dihilangkan. Tepi-tepi tulang harus dihaluskan dengan bur dan kikir
tulang. Penjahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan jaringan terhadap
processus alveolaris dan terhadap aspek distobukal molar kedua didekatnya.
15
Foto sinar-X dibuat sesudah operasi selesai untuk kasus-kasus yang sulit
dimana ada kemungkinan terjadi fraktur mandibula atau cedera struktur
sekitarnya.
Gambar 2.4 Setelah dilakukan penjahitan
6. Intruksi pasca bedah, tekankan perlunya meminum obat analgesik sebelum
rasa sakit timbul, seperti juga aplikasi dingin untuk mengontrol
pembengkakan. Obat-obat pengontrol rasa sakit sesudah pembedahan
biasanya lebih potent daripada yang diresepkan sesudah pencabutan dengan
tang. Puncak rasa sakit sesudah pembedahan impaksi adalah selama
kembalinya sensasi daerah operasi sedangkan pembengkakan maksimal
biasanya terjadi 24 jam pasca pencabutan.
7. Tindak lanjut, kontrol dilakukan pada saat melepas jahitan, biasanya hari
keempat atau kelima sesudah operasi pada kunjungan ini daerah operasi
diperiksa dengan teliti yaitu mengenai penutupan mukosa dan keberadaan
beku darah.
16
D. Radiografi Panoramik
Untuk menentukan diagnosa dan rencana perawatan yang tepat terhadap
suatu penyakit atau kelainan gigi dan mulut, diperlukan pemeriksaan yang
lengkap dan teliti terhadap penderita mulai dari anamnesa, gejala penyakit, dan
gejala obyektif sehingga dapat menentukan diagnosa yang tepat. Untuk
mendapatkan diagnose yang tepat, banyak sarana penunjang yang diperlukan.
Dalam bidang kedokteran gigi, salah satu sarana penunjang adalah pemeriksaan
dengan foto rontgen. Peranan foto rontgen sangat besar, diantaranya dalam
membantu menetukan macam dan rencana perawatan yang akan dilakukan.
Banyak macam cara pemeriksaan foto rontgen dibidang kedokteran gigi, antara
lain: intra oral meliputi periapikal, bite wing, oklusal dan ekstra oral meliputi
panoramik, waters, TMJ, postero anterior (Epsilawati dkk. 2011).
Pada praktek dokter gigi radiografi tengkorak dan wajah digunakan untuk
menentukan kecepatan dan besar pertumbuhan wajah, untuk mendiagnosa posisi
gigi-gigi yang belum erupsi termasuk gigi molar yang impaksi, untuk mengetahui
besar dan hubungan kista rongga mulut dan gigi, untuk melihat adanya infeksi
sinus.
Radiografi panoramik adalah sumber sinar-X dan film berputar disekitar
pasien sehingga radiografi yang diperoleh dapat memberikan gambaran yang
kontinu dari lengkung gigi dan tulang pendukungnya dari regio articulation
temporomandibularis satu ke region lainya. Gambaran panoramik ini sangat
17
bermanfaat untuk prosedur survai menyeluruh dan dapat dibuat dengan sangat
cepat (Dixon 1993). Seperti gambar 2.5 dibawah ini.
Gambar 2.5 Radiografis panoramik (RSGM FKG UNMAS 2013)
Gambar radiografi panoramik memberikan gambaran kondilus, ramus, dan
badan mandibula dalam satu foto. Gambaran ini biasanya penting untuk
mengevaluasi kondilus yang mengalami erosi tulang yang luas, pertumbuhan atau
patahan dari fraktur kondilaris dan subkondilaris pada kedua sisi sehingga bisa
langsung dilakukan perbandingan antara kondilus kanan dan kiri. Hal ini sangat
bermanfaat untuk mendiagnosa fraktur kondilus. Sedangkan perbadingan sendi
penting dalam hubunganya dengan pertumbuhan yang abnormal, seperti yang
diperlihatkan pada agenesis kondilaris, hyperplasia, atau hipoplasia serta
ankilosis. Selain itu, pada foto panoramik terlihat region prosesus (Epsilawati
dkk. 2011).
18
Pada radiografi panoramik terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
dari radiografi panoramik adalah memperoleh gambaran daerah yang luas hingga
seluruh jaringan yang berada didalam focal trough (Image Layer), walaupun
penderita tidak dapat membuka mulut, gambaran foto panoramik mudah
dimengerti sehingga foto ini berguna untuk bahan pendidikan, pergerakan sesaat
dalam arah vertical hanya merusak gambaran pada bagian tertentu saja, tidak
seluruh gambaran mengalami distorsi, mudah membandingkan struktur anatomi
pada kedua sisi rahang. Kekurangan radiografi panoramik adalah gambaran foto
yang dihasilkan kurang detail dan jika salah satu sisi rahang membengkak atau
terjadinya keadaan yang patologis, gambar yang dihasilkan tidak jelas
dibandingkan dengan rontgen foto proyeksi lateral oblique (Eisler) (Whites 2002).
E. Coreldraw X6
Coreldraw adalah salah satu editor grafis yang berbasis vector yang dibuat
oleh corel, sebuah perusahaan perangkat lunak yang bermarkas di Ottawa
Kanada. Beberapa aplikasi yang ada diantaranya adalah Quick start, table, smart
drawing tools, save as template, dan lain sebagainya.
1. Fasilitas dasar coreldraw
a. Quick start, pertama kali perangkat lunak coreldraw diaktifkan, sistem
akan menampilkan kotak dialog welcome. Pada kotak dialog ini, lembar
proses yang dapat diaktifkan yaitu quick start, what’s new, learning tools,
gallery, updates.
19
b. Hints, berada pada sisi kanan kotak dialog utama sistem. Fasilitas ini
memberikan petunjuk apa dan bagaimana memproses suatu obyek gambar
atau teks.
c. Menu bar, berada pada bagian atas kotak dialog utama sistem. Sistem
menu coreldraw menggunakan standar sistem operasi windows yang
sangat memudahkan pemakaian.
d. Standard toolbar, terletak dibawah menu bar. Pada standard toolbar,
sistem meletakkan simbol proses cepat.
e. Property bar, adalah fasilitas tambahan yang muncul setelah memilih
salah satu alat dalan fasilitas toolbox. Tujuannya untuk mempermudah
pemakaian alat fasilitas toolbox terpilih. Property bar biasanya berada
dibawah standard toolbar.
f. Toolbox, biasanya terletak pada sebelah kiri. Sistem meletakkan toolbox
seperti memberi tanda lipatan pada sisi kanan bawah alat fasilitas toolbox
yang memiliki sub-alat. Untuk menampilkan daftar sub-alat tersebut dapat
dilakukan dengan mengklik dan menahan simbol alat yang bersangkutan.
g. Status bar, sistem meletakkan berbagai informasi pada baris status yang
terdapat pada sisi bawah kotak dialog utama. Informasi tersebut berkenaan
dengan obyek gambar atau teks dan atau alat proses terpilih.
h. Color palette, atau kotak warna terletak di bagaian paling kanan kotak
dialog utama. Untuk memeberi warna pada obyek gambar atau teks cukup
melakukan klik seperti biasa, sedangkan untuk memeberi warna pada garis
klik kanan pada warna yang dipilih dalam kotak warna.
20
i. Dialog box, sistem coreldraw akan meletakkan sejumlah piliha proses dari
fasilitas yang komplek pada suatu kotak dialog. Fasilitas yang
bersangkutan dapat diatur melalui kotak dialog tersebut. Misalnya,
pengubahan format obyek gambar dari vektor ke bitmap melalui menu
bitmaps submenu convert to bitmap.
j. Docker, sistem meletakkan sejumlah kotak dialog fasilitas yang dianggap
sering digunakan dalam bentuk tetap pada sisi kanan kotak dialog. Format
tersebut disebut docker. Fasilitas ini dapat ditampilkan melalui menu
windows submenu docker.
k. Fixed/Floating Toolbar, salah satu keistimewaan dari sistem coreldraw,
yaitu fasilitas toolbox kotak warna, menu bar, standard toolbar, dan atau
property bar yang dapat digeser dan ditempatkan disembarang lokasi.
2. Operasi Dasar
Obyek garis, pada sistem coreldraw, obyek garis dapat dibentuk melalui curve
tool yang ada pada fasilitas toolbox. Adapun sub-alat pada fasilitas curve tool
berupa:
a. Freehand tool: alat ini dingunakan untuk membentuk beragam garis lurus
atau garis yang tidak beraturan.
b. Bezier tool: alat ini digunakan untuk membentuk beragam garis lurus dan
garis yang tidak beraturan secara bersamaan.
c. Artistic media tool: alat ini digunakan untuk membentuk garis obyek
artistik. Dalam menentukan bentuk garis artistik tersebut, gunakan simbol
21
yang ada disisi kiri fasilitas property bar, lalu tentukan spesifikasi
konfigurasinya pada sisi kanan.
d. Pen tool: pemakaian pen tool hamper serupa dengan pemakaian Bezier
tool.
e. Polyline tool: pemakaian polyline tool hamper sama dengan freehand
tool.
f. 3 point curve tool: alat ini digunakan untuk membentuk garis melingkar
dengan mudah dan cepat.
g. Connector tool: alat ini digunakan untuk menghubungkan beberapa obyek
gambar. Misalnya, membentuk garis peghubung alur diagram.
h. Dimension tool: alat ini digunakan untuk membentuk garis dimensi
vertikal, horizontal, diagonal dan sebagainya. Untuk membentuk garis
dimensi horizontal atau vertikal secara otomatis digunakan simbol auto
aimension tool yang terdapat disisi kiri fasilitas property bar ketika alat
ini aktif.
Pada skripsi ini penulis menggunakan dimension tool untuk mengukur angulus
mandibula yang merupakan salah satu fasilitas untuk membantu mengetahui ukuran
panjang, lebar dan kemiringan dari sebuah gambar. Dimension tool juga berfungsi
untuk menggambarkan sebuah garis bantu yang berfungsi mengukur panjang garis
yang akan diukur oleh dimension tool tersebut. Dimension tool ini memiliki sub-tool
yaitu horizontal, vertikal, slanted dimension tool yang mampu menganalisis gambar.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh hasil rontgen foto
panoramik gigi impaksi molar ketiga dari pasien yang dirujuk ke bagian
radiologi laboratorium RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar
periode Januari-Oktober 2013.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratifaid random
sampling pada pasien yang memiliki atau tanpa gigi impaksi molar ketiga
rahang bawah di RSGM FKG Unmas Denpasar. Besar sampel penelitian
ditentukan dengan teknik Gay dan Diehl (Husein Umar 2003), jika penelitian
berupa deskriptif, maka minimum sampel yang dapat digunakan 10% populasi
dan untuk populasi yang relatif kecil minimum 20% populasi. Jumlah
populasi 200 foto maka diambil sampel 20% minimum sampel yang
digunakan yaitu 40 foto. Sampel dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu
40 foto panoramik dari pasien yang memiliki gigi impaksi molar ketiga
rahang bawah, 40 foto panoramik dari pasien yang tidak memiliki gigi
23
impaksi molar ketiga bawah, selanjutnya 40 sampel foto di bagi menurut jenis
kelamin.
C. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : gigi impaksi molar ketiga rahang bawah, gigi molar
ketiga rahang bawah tanpa impaksi dan jenis kelamin.
2. Variabel terikat : ketebalan tulang angulus mandibula dan gambaran
radiografi.
D. Definisi Operasional
1. Ketebalan Angulus Mandibula
Ketebalan angulus mandibula diidentifikasi menggunakan gambaran
radiografi. Pengukuran ketebalan angulus mandibula dilakukan pada kedua
sisi rahang dan dinyatakan dalam satuan millimeter.
2. Gambaran Radiografi
Gambaran radiografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
radiografi dengan proyeksi panoramik. Pada interpretasi, angulus mandibula
tampak lebih radiolusen dibandingkan dengan daerah disekitarnya.
3. Kelompok Keadaan Molar Ketiga Bawah
Sampel dibagi menjadi 2 berdasarkan kelompok yang memiliki gigi
impaksi molar ketiga rahang bawah dengan kelompok yang tidak memiliki
gigi impaksi molar ketiga bawah. Kelompok sampel tersebut diketahui
berdasarkan gambaran radiografi panoramik.
24
4. Jenis Kelamin
Sampel dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan
perempuan. Jenis kelamin diketahui berdasarkan pengakuan pasien.
E. Instrumen Penelitian
Ada pun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Hasil foto rontgen panoramik
2. Corel Draw X6
3. Pensil
4. Pulpen
5. Penghapus
6. Form penelitian, untuk mencatat hasil penelitian
F. Jalannya Penelitian
1. Mengumpulkan sampel penelitian berupa hasil radiografi dengan proyeksi
panoramik.
2. Memilah sampel berdasarkan kelompok keadaan gigi molar ketiga bawah.
Kemudian masing-masing kelompok dipilah kembali berdasarkan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan.
3. Memeriksa dan membaca hasil radiografi pada Corel Draw X6.
4. Menentukan sumbu horizontal (titik A), yaitu membuat titik di Processus
Condylaris sejajar dengan tepi kiri ramus mandibula
5. Menentukan sumbu vertikal (titik B), yaitu membuat titik di Protuberantina
Mentalis sejajar dengan tepi tulang body
25
6. Menghubungkan garis pertemuan titik A dan titik B dinamakan titik C
7. Menentukan garis horizontal dengan titik sumbu D, yaitu membuat titik di
Processus Coronoideus sejajar dengan tepi kanan ramus mandibula
8. Menentukan garis vertikal dengan titik sumbu E, membuat titik tepat di garis
median di kontak oklusi gigi bawah sejajar dengan kontak oklusi gigi bawah
9. Pertemuan titik D dan titik E dinamakan titik F
10. Setelah hubungan titik C dan F diperoleh, tarik garis sejajar dengan titik
tersebut. Garis diukur dengan menggunakan Corel Draw X6
11. Hasil pengukuran di catat pada form penelitian.
Gambar 3.1 cara mengukur ketebalan angulus
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini disajikan secara deskriptif, data diolah
kemudian dianalisi menggunakan SPSS Windows dengan nilai signifikansi 0,05.
Analisis untuk menentukan perbedaan ketebalan angulus mandibula pada gigi
impaksi dan tanpa impaksi molar ketiga rahang bawah dan jenis kelamin
menggunakan independent T-Test.
26
H. Alur Penelitian
Gambar 3.2 Alur penelitian
Mencari sampel penelitian berupa hasil radiografi
dengan proyeksi panoramik
Sampel dipilah berdasarkan keadaan
molar ketiga bawah dan jenis kelamin
Dengan impaksi molar ketiga Tanpa impaksi molar ketiga
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki
Membaca dan memeriksa hasil
radiografi
Menentukan jarak titik C dan titik F
Pengukuran ketebalan angulus mandibula
menggunakan Corel Draw X6
Analisis data hasil
pengukuran
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah hasil rontgen foto panoramik dari pasien
RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar periode Januari-Oktober 2013
yang berjumlah 80 sampel. Data hasil penelitian dikelompokkan keadaan molar
ketiga rahang bawah dan jenis kelamin.
B. Analisis Data Statistik
Penelitian mengenai ketebalan tulang angulus mandibula berdasarkan
radiografi pada pasien RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar periode
Januari-Oktober 2013 diperoleh hasil uji statistik sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil uji rerata (dalam mm) ketebalan tulang angulus mandibula
berdasarkan keadaan gigi molar ketiga
Gigi N Mean SD Std. Error
Mean
Skor Impaksi 40 1,1777 0,04954 0,00783
Tanpa impaksi 40 1,4418 0,07764 0,01227
Keterangan tabel:
N : Jumlah sampel
SD : Standar Deviation
Berdasarkan tabel 4.1 Sampel radiografi panoramik yang berjumlah 80, terdiri
atas 40 sampel impaksi yang memiliki rata-rata sebesar 1,1777 dan 40 sampel tanpa
impaksi yang memiliki rata-rata sebesar 1,4418
28
Tabel 4.2 Hasil uji rerata (dalam mm) ketebalan tulang angulus mandibula
berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin N Mean SD
Impaksi laki-laki 20 1,1935 0,05204
Perempuan 20 1,1620 0,04250
Tanpa impaksi laki-laki 20 1,4805 0,06947
Perempuan 20 1,4030 0,06618 Keterangan tabel:
N : Jumlah sampel
SD : Standar Deviation
Berdasarkan tabel 4.2 sampel radiografi panoramik yang berjumlah 80, terdiri
atas 40 sampel impaksi menunjukkan nilai rerata ketebalan angulus mandibula
sebesar 1,1935 pada 20 orang laki-laki dan 1,1620 pada 20 orang perempuan serta 40
sampel tanpa impaksi menunjukkan nilai rerata ketebalan angulus mandibula sebesar
1,4805 pada 20 orang laki-laki dan 1,4030 pada 20 orang perempuan.
Tabel 4.3 Hasil uji normalitas terhadap ketebalan angulus mandibula
K-SZ Sig.
Impaksi 0,710 0,694
Tanpa impaksi 1,162 0,134
Keterangan tabel:
K-SZ : Kolmogorov-Smirnov Z
Sig : significant
Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada uji normalitas dengan menggunakan
uji one-sample Kolmogorov-Smirnov Z didapatkan hasil dari significant dari
kelompok impaksi dan tanpa impaksi lebih besar dari 0,05 sehingga data masing-
masing kelompok tersebut berdistribusi normal. Setelah data berdistribusi normal
dilanjutkan uji homogenitas untuk data impaksi dan tanpa impaksi.
29
Tabel 4.4 Hasil uji homogenitas terhadap ketebalan angulus mandibula
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
Impaksi 1,172 0,286
Tanpa impaksi 0,759 0,389
Keterangan tabel:
F : Levene Statistic
Sig : Significant
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada uji homogenitas dengan
menggunakan uji Levene’s didapat hasil dari significant dari kelompok impaksi
adalah 0,286 dan tanpa impaksi adalah 0,389. Hasil dari significant tersebut lebih
besar dari 0,05 sehingga data tersebut homogen. Setelah data berdistribusi normal dan
homogen dilanjutkan uji Independent T-Test untuk data impaksi maupun tanpa
impaksi dan data jenis kelamin.
Table 4.5 Hasil uji Independent T-Test terhadap ketebalan angulus mandibula
Jenis kelamin t sig Mean
difference Rerata
Impaksi Laki-laki 2,097 0,043 0,03150 1,1935
Perempuan 2,097 0,043 0,03150 1,1620
Tanpa impaksi Laki-laki 3,612 0,001 0,07750 1,4805
Perempuan 3,612 0,001 0,07750 1,4030
Keterangan tabel:
T : T-test
Sig : significant
30
Dari analisis data Independent T-test diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.5
dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah <0,05 maka Ho ditolak, artinya bahwa
ada perbedaan antara rata-rata ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok
impaksi dan tanpa impaksi. Begitu pula dengan kedua rerata ketebalan angulus
mandibula berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan
yang bermakna.
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan 80 sampel dari hasil rontgen foto panoramik pada
pasien RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar periode Januari-Oktober
2013 dibagi menjadi 2 variabel yang berbeda masing-masing 40 sampel. Jika
penelitian berupa deskriptif, maka minimum sampel yang dapat digunakan 10%
populasi dan untuk populasi yang relatif kecil minimum 20% populasi (Husein Umar
2003).
Jumlah populasi sebesar 200 foto rontgen panoramik, diambil sampel sebesar
20%, maka dapat diperoleh sampel sebanyak 40 foto rontgen panoramik di masing-
masing variable, sehingga jumlah sampel keseluruhan berjumlah 80 foto. Sampel
penelitian dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling, alasan
menggunakan metode tersebut agar peneliti dapat menghemat waktu, tenaga, biaya
dan desain metode yang sederhana. Metode stratifaid random sampling digunakan
untuk memperkecil variabilitas sampel dan mendapatkan proporsi yang berbeda
sesuai strata dalam sampel dan dalam populasi (Budiarto 2004).
31
Pada penelitian ini menentukan sampel dengan cara membagi dua kelompok
dengan kedaan gigi molar ketiga dan jenis kelamin. Kelompok pertama berjumlah 40
sampel dengan keadaan gigi impaksi molar ketiga rahang bawah pada kedua sisi dan
kelompok kedua berjumlah 40 sampel dengan keadaan tanpa gigi impaksi molar
ketiga rahang bawah pada kedua sisi. Kemudian masing-masing kelompok di bagi
menjadi 20 sampel berdasarkan jenis kelamin. Jenis kelamin di ketahui dari
pengakuan pasien.
Dari hasil penelitian terhadap ketebalan tulang angulus mandibula
berdasarkan keadaan gigi molar ketiga terdapat perbedaan rata-rata. Seperti yang
dapat dilihat pada tabel 4.1 dimana rata-rata pada pasien yang memiliki gigi impaksi
molar ketiga rahang bawah di kedua sisi, yaitu 1,1777 mm sedangkan rata-rata pada
pasien yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga di kedua sisi, yaitu 1,4418 mm
sehingga diperoleh selisih sebesar 0,2641 mm. Hal ini terjadi karena terjadi
kehilangan kualitas dan kekuatan tulang pada daerah ini. Kejadian ini paling nyata
ketika molar ketiga mengalami impaksi, sedangkan keparahan impaksi dan letak gigi
tersebut memiliki sedikit pengaruh terhadap fraktur angulus mandibula (Watanabe
dkk. 2009)
Hasil pengukuran terhadap ketebalan angulus mandibula berdasarkan jenis
kelamin terlihat perbedaan rata-rata pada masing-masing kelompok. Seperti yang
dapat dilihat pada tabel 4.2 dimana rata-rata pada pasien laki-laki yang memiliki gigi
impaksi, yaitu 1,1935 mm sedangkan rata-rata pada pasien perempuan yang memiliki
gigi impaksi, yaitu 1,1620 mm terdapat perbedaan 0,0315 mm, begitu pula dengan
kelompok yang tidak memiliki gigi impaksi rata-rata pada laki-laki, yaitu 1,4805 mm
32
dan rata-rata pada perempuan, yaitu 1,4030 mm jadi terdapat selisih rata-rata sebesar
0,0775 mm. Penurunan ketebalan tulang kortikal ditemukan pada angulus mandibula,
yang diukur dalam radiograf panoramik dan dibandingkan antara laki-laki dan
perempuan. Hasil juga menunjukkan bahwa kepadatan mineral tulang berkurang
dapat mengubah bentuk tulang, dan menyebutkan bahwa osteoporosis mandibula juga
berhubungan dengan perubahan tulang angulus mandibula (Watanabe dkk. 2009).
Wanita usia 70 tahun mengalami 50% resorbsi tulang angulus mandibula dan
mencapai sekitar 100% resorbsi pada usia 90 tahun (ardakani dan Niafar 2004).
Dengan demikian, penulis yakin bahwa tulang madibular juga mengalami perubahan
bentuk selama perkembangan osteoporosis pada hasil penelitian ini juga diamati
bahwa adanya dampak molar ketiga rahang bawah di angulus mandibula yang
mengurangi ketebalan korteks di daerah tulang angulus mandibula (Watanabe dkk.
2009). Hasil penelitian yang didapat didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Xie et al. (1997) yang menyatakan bahwa rata-rata ketebalan tulang angulus
mandibula lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita.
Hasil pengukuran ketebalan angulus mandibula berdasarkan jenis kelamin
menggunakan Independent T-test terlihat hasil yang signifikan pada masing-masing
kelompok. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.5 dimana nilai signifikan pada
kelompok yang memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang bawah pada laki-laki yaitu
0,043 dan pada perempuan yaitu 0,043. Nilai signifikan pada kelompok yang tidak
memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang bawah pada laki-laki yaitu 0,001 dan pada
perempuan yaitu 0,001. Dapat dilihat nilai signifikan adalah <0,05, itu artinya
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketebalan tulang angulus mandibula
33
berdasarkan gigi impaksi dan tanpa impaksi molar ketiga rahang bawah dilihat pada
jenis kelamin.
Penelitian yang dilakukan oleh Fuselier (2002) pada 1210 pasien,
menunjukkan bahwa pada pasien yang memiliki gigi impaksi molar ketiga rahang
bawah terjadi fraktur angulus mandibula lebih dari 2 kali lipat dibandingkan dengan
pasien yang tidak memiliki gigi impaksi molar ketiga. Ugboko (2000) tidak setuju
dengan pernyataan tersebut, mungkin karena mereka menyelidiki kelompok etnis
kulit hitam yang terbukti secara ilmiah memiliki lebih banyak masa tulang
dibandingkan populasi penelitian lainnya.
Penelitian yang di lakukan oleh Takada et al. (2006) menggunakan gambar
3D yang diperoleh dengan CT, mempelajari struktur mikro tulang angulus mandibula
dan tidak menemukan perbedaan dalam struktur mikro tulang pada pasien dengan dan
tanpa gigi impaksi molar ketiga rahang bawah. Hasil penelitian menunjukan bahwa
pada mandibula yang mengalami impaksi gigi sebagian, kekuatan difokuskan pada
daerah apikal gigi dan ditransmisikan ke arah angulus mandibula, mengakibatkan
fraktur pada daerah ini.
Secara statistik, penelitian mengenai ketebalan angulus mandibula
berdasarkan gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan tanpa impaksi gigi
molar ketiga rahang bawah dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan, penelitian ini berbanding terbalik oleh penelitian yang dilakukan
Watanabe dkk. (2009) dari 80 sampel menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan pada kelompok wanita tanpa gigi impaksi dan dengan gigi impaksi
34
molar ketiga rahang bawah. Begitu juga dengan kelompok laki-laki tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara yang memiliki gigi impaksi dan tidak.
Berdasarkan penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa ada perbedaan
ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok keadaan gigi impaksi dan jenis
kelamin, ini berarti diperlukan teknik khusus dalam melakukan pengambilan gigi
impaksi molar ketiga rahang bawah pada laki-laki maupun pada perempuan. Dengan
mengetahui ketebalan tulang angulus mandibula maka kegagalan dalam pencabutan
gigi impaksi dapat diminimalisir. Hasil penelitian menunjukkan ketebalan angulus
mandibula pada gigi impaksi yaitu 1,10-1,29 mm dan hasil penelitian menunjukan
ketebalan angulus mandibula pada gigi tanpa impaksi yaitu 1,32-1,57 mm dengan
demikian diperlukan teknik khusus pada pengambilan gigi impaksi molar ketiga
rahang bawah yaitu dengan teknik odontektomi parsialis.
Odontektomi parsialis gigi molar ketiga rahang bawah pada kondisi impaksi
yang sangat dalam sebaiknya dibuatkan perencanaan untuk memotong dan
mengangkat mahkota serta membiarkan sisa akar agar tetap tertinggal di dalam
soketnya. Odontektomi parsialis dianjurkan dengan alasan bahwa hanya dengan
memotong mahkota saja tidak akan menganggu bagian akar yang letaknya sangat
dekat dengan struktur nervus alveolaris inferior. Kontra indikasi dari teknik ini yaitu
ketika daerah sekitar gigi sedang mengalami infeksi, pada gigi yang goyang tidak
boleh dilakukan teknik ini karena sisa akar yang tertinggal dapat menjadi benda asing
yang kemudian mengalami infeksi dan gigi yang mengalami impaksi horisontal
sejajar dengan alur nervus alveolaris inferior, karena pemotongan pada gigi tersebut
dapat membahayakan saraf itu sendiri (Alim 2009). Beberapa penelitian
35
menunjukkan bahwa akar vital akan tetap vital dengan perubahan degeneratif yang
minimaal. Biasanya akar gigi akan tertutup oleh osteosementum. Tektik penyisaan
akar kurang lebih 3 mm dibawah crest tulamg sepertinya dapat dilakukan dan terjadi
pembentukan tulang pada sisa akar yang tersisa (Pogrel 2007).
36
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Gigi Impaksi Molar
Ketiga Rahang Bawah Terhadap Ketebalan Angulus Mandibula Berdasarkan Jenis
Kelamin (Di RSGM FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar Periode Januari-
Oktober 2013)” dan analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil penelitian ini
sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa adanya perbedaan signifikan
ketebalan angulus mandibula berdasarkan kelompok pasien gigi impaksi molar ketiga
rahang bawah dan kelompok pasien tanpa gigi impaksi molar ketiga rahang bawah,
serta jenis kelamin. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai signifikan dari
kelompok gigi impaksi yaitu 0,043 pada laki-laki maupun perempuan, begitu juga
dengan kelompok tanpa impaksi yaitu 0,001 pada laki-laki dan perempuan sehingga
terdapat perbedaan yang bermakna (ρ<0,05) ketebalan angulus mandibula
berdasarkan kelompok keadaan gigi molar ketiga rahang bawah dan jenis kelamin
pada periode Januari-Oktober 2013.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh, penulis dapat memberikan saran sebagai
berikut :
1. Sebaiknya dilakukan pengukuran ketebalan tulang angulus mandibula
sebelum melakukan odontektomi agar risiko fraktur pada tulang tersebut
dapat dihindari.
37
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi seluruh
masyarakat agar dapat memahami secara jelas dampak dari pencabutan gigi
impaksi
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketebalan tulang angulus
mandibula pada gigi impaksi dan tanpa impaksi gigi molar ketiga rahang
bawah dengan menambah kriteria sampel agar data yang didapat lebih
akurat.
38
DAFTAR PUSTAKA
Afsar, A., Haas DA., Rossouw E., Wood R.E. 1998, „Radiographic localization of
mandibular anesthesia landmarks‟, J. Oral Surg. Oral Med. Oral Pathol. Oral
Radiol. Endod, vol. 86, hlm. 234.
Alim, N.M. 2009, „Odontektomi parsial secara terencana pada molar ketiga
rahang bawah‟, J. Dentofasial,vol. 8, no. 1, hlm. 55-62.
Ardakani, W.L., Niafar, N. 2004, „Evaluation of changes in the mandibular
angular cortex using panoramic images‟, J. Contemp. Dental Pract., vol. 5,
hlm. 1-15.
Barrera, J.E. 2012, Maret 23-last update, Mandibular Angle Fractures
[Homepage of medscape], [Online]. Available:
emedcine.medscape.com/article/868517-overview#a0103 [18 Juni 2013].
Budiarto, E. 2004, Metodologi Penelitian Kedokteran, Ed. Ke-1, EGC, Jakarta.
Ceon, P.D. 2012, September 12-last update, Operasi Gigi Geraham ke-3
Tertanam (Wisdom Tooth Removal) [Homepage of coenpramonoprof],
[Online]. Available: coenpramonoprof.com/pages/operasi-gigi-geraham-ke-3-
tertanam-wisdom-tooth-removal.html [19 Februari 2013].
Dauber, W. 2007, Januari 17-last update, Pocket Atlas Of Human Anatomy:
Founded By Heinz Feneis [Homepage of google], [Online]. Available:
http://books.google.co.id/books?id=UZaAPHZk-
JsC&printsec=frontcover&dq=pocket+atlas+of+human+anatomy&hl=en&sa=
X&ei=6YW7Uq3YDMe3rgfg44H4AQ&redir_esc=y#v=onepage&q=pocket
%20atlas%20of%20human%20anatomy&f=false [18 Juni 2013].
Dixon A.D. 1993, Anatomi Untuk Kedokteran Gigi, Ed. Ke-5, EGC, Jakarta.
Dwipayanti, A., Adriatmoko, W., Rochim, A. 2009, „Komplikasi post
Odontektomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi‟, Jurnal PDGI, vol. 58,
no. 2, hlm. 20-24.
Epsilawati, L., Firman, R.N. 2011, „Diagnosa kelainan sendi temporomandibular
39
dengan memanfaatkan panoramik foto‟, Majalah Kedokteran Gigi Universitas
Padjajaran, vol. 2, hlm. 39-44.
Firmansyah, D., Iman, T.S. 2008, „Fraktur patologis mandibula akibat komplikasi
Odontektomi gigi molar ketiga bawah‟, Indonesian Journal of Dentistry, vol.
15, no. 3, hlm. 192-195
Fusilier, J.C., Ellis, E.E., Dodson, T.B. 2002, „Do mandibular third molars alter
therisk of angle fracture?‟, J. Oral MaxillofacSurg, vol. 60, hlm. 514-518.
Hanna, B.L., Menik, P., Budi Utomo, Susworo R. 2009, „Converting conventional
radiographic examination data of trabecular bone pattem values into density
measurement values using intraoral digital images‟, J. Oral Radiology, vol.
25, no. 2, hlm. 129-134.
Hapsari, D.R. 2009, „Komplikasi langka akibat pembedahan gigi molar ketiga‟,
Terjemahan Jurnal Bedah Mulut, vol. 8, hlm. 11-14.
Husen Umar 2003, Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, PT.
Gramedia Pustaka, Jakarta.
Karasutrisna, T., Kasim, A., Arumsari, A., Vyati, E.I., Darianto, D.K. 2003,
„Fraktur berganda mandibula dengan luka luar yang dirawat dengan fiksasi
plat interosseus‟, Majalah Kedokteran Gigi, vol. 3, hlm. 379-381.
Laub, D.R. Desember 12-last update, Facial Trauma, Mandibular Fractures,
[Homepage of medscape], [Online], Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview, [18 Maret 2013].
Okeson, J.P. 1993, „Functional anatomy and biomechanics of the masticatory
system in management of temporomandibular disorder and occlusion‟,
Journal Oral Maxillofac Surg., vol. 42, hlm. 13-21.
Pearce, E.C. 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, ed. Ke-32, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pedersen, G.W. 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery), Ed. Ke-1,
EGC, Jakarta.
40
Pogrel, M.A. 2007, „Partial odontectomy‟, J. Oral Maxillofac Surg., vol. 19, hlm.
85-91.
Putz, R., Pabst, R. 2006, Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, Penerjemah: dr. Y.
Joko Suyono, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Setyo, S., Hardjowasito, W. 2006, „Penanganan fraktur mandibula pada anak
dengan pemasangan arch-bar.‟, Majalah Kedokteran Universitas Brawijaya,
vol. 12, hlm. 39-41.
Takada, H., Abe, S., Mitarashi, S., Saka, H., Ide, Y. 2006, „Three-dimensional
bone microstructures of the mandibular angle using micro-CT and finite
element analysis: relationship between partially impacted mandibular third
molar and angle fractures‟, J. Dental Traumatol, vol. 22, hlm. 18-24.
Tedyasihto, B. 2012, Buku Ajar Implantologi Mulut Teori dan Praktek,EGC,
Jakarta.
Thapliyal, C.G., Sinha C.R., Menon, C.P., Chakranarayana, S.L.C.A. 2010,
Desember 12-last update, Management Of Mandibular Fractures [Homepage
Of medind], [Online], Available:
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf [18 Maret 2013].
Ugboko, V.L., Oginni, F.O., Owotabe, F. 2000, „An investigation into the
relationship between mandibular third molars and angle fracture in nigerians‟,
Journal Maxillofac Surg., vol. 38, hlm. 427-429.
Watanabe, P.C.A., Alonso, M.B.C.C., Monterio, S.A.C.,Tiossi, R., Issa, J.P.M.
2009,„Morphodigital study of bone quality in the mandibular angle in patiens
with third molar impacted‟, Japanese Association OfAnatomis, vol. 84, hlm.
246-252.
Whites, E. 2002, Essentials of Dental Radiography and Radiology, Ed. Ke-3,
Churchill Livingstone, New York.
Xie, Q., Wolf, J., Tilvis, R., Ainamo, A. 1997, „Resoprtion of mandibular canal
wall in the edentulous aged population‟, J. Prosthet Dental, vol. 77, hlm. 596-
600.
41
LAMPIRAN 1
HASIL PENELITIAN PADA KELOMPOK PASIEN YANG MEMILIKI GIGI
IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH
NO JENIS
KELAMIN
MR ML MRL
1 ♂ 1,12 1,15 1.13
2 ♂ 1,14 1,16 1.15
3 ♂ 1,21 1,20 1.20
4 ♂ 1,17 1,20 1.18
5 ♂ 1,15 1,11 1.13
6 ♂ 1,22 1,24 1.23
7 ♂ 1,14 1,12 1.13
8 ♂ 1,13 1,13 1.13
9 ♂ 1,24 1,21 1.22
10 ♂ 1,32 1,27 1.29
11 ♂ 1,15 1,24 1.19
12 ♂ 1,24 1,24 1.24
13 ♂ 1,03 1,23 1.13
14 ♂ 1,28 1,26 1.27
15 ♂ 1,23 1,20 1.21
16 ♂ 1,13 1,01 1.15
17 ♂ 1,21 1,22 1.21
18 ♂ 1,22 1,24 1.23
19 ♂ 1,28 1,26 1.27
42
20 ♂ 1.18 1,19 1.18
21 ♀ 1,23 1,25 1.24
22 ♀ 1,11 1,12 1.11
23 ♀ 1,15 1,13 1.14
24 ♀ 1,24 1,25 1.24
25 ♀ 1,22 1,20 1.21
26 ♀ 1,17 1,20 1.19
27 ♀ 1,19 1,17 1.18
28 ♀ 1,17 1,20 1.18
29 ♀ 1,09 1,11 1.10
30 ♀ 1,12 1,18 1.15
31 ♀ 1.11 1.13 1.14
32 ♀ 1.14 1.07 1.10
33 ♀ 1.20 1.15 1.17
34 ♀ 1.14 1.08 1.11
35 ♀ 1.10 1.13 1.12
36 ♀ 1.17 1.19 1.18
37 ♀ 1.21 1.18 1.19
38 ♀ 1.12 1.16 1.14
39 ♀ 1.15 1.17 1.16
40 ♀ 1.20 1.19 1.19
LAMPIRAN 2
HASIL PENELITIAN PADA KELOMPOK PASIEN YANG TIDAK MEMILIKI
GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH
43
NO JENIS
KELAMIN
MR ML MRL
1 ♂ 1,52 1,54 1.53
2 ♂ 1,49 1,42 1.46
3 ♂ 1,40 1,40 1.40
4 ♂ 1,52 1,61 1.56
5 ♂ 1,58 1,50 1.54
6 ♂ 1,51 1,48 1.49
7 ♂ 1,40 1,52 1.46
8 ♂ 1,34 1,38 1.36
9 ♂ 1,50 1,56 1.53
10 ♂ 1,,32 1,35 1.33
11 ♂ 1,53 1,50 1.51
12 ♂ 1,44 1,47 1.45
13 ♂ 1,55 1,59 1.57
14 ♂ 1,50 1,57 1.53
15 ♂ 1,37 1,45 1.41
16 ♂ 1,46 1,48 1.47
17 ♂ 1,41 1,42 1.41
18 ♂ 1,53 1,57 1.55
19 ♂ 1,56 1,54 1.55
20 ♂ 1,44 1,56 1.50
21 ♀ 1,41 1,42 1.41
44
22 ♀ 1,35 1,39 1.37
23 ♀ 1,40 1,41 1.40
24 ♀ 1,36 1,34 1.35
25 ♀ 1,59 153 1.56
26 ♀ 1,53 1,52 1.52
27 ♀ 1,55 1,53 1.54
28 ♀ 1,43 1,37 1.40
29 ♀ 1,45 1,41 1.43
30 ♀ 1,38 1,40 1.39
31 ♀ 1.41 1.39 1.40
32 ♀ 1.37 1.33 1.35
33 ♀ 1.35 1.33 1.34
34 ♀ 1.37 1.40 1.38
35 ♀ 1.33 1.36 1.34
36 ♀ 1.42 1.41 1.41
37 ♀ 1.39 1.44 1.41
38 ♀ 1.35 1.36 1.35
39 ♀ 1.32 1.33 1.32
40 ♀ 1.38 1.40 1.39
45
LA
MP
IRA
N 3
46
LA
MP
IRA
N 4
47
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
impaksi Tanpaimpaksi
N 40 40
Normal Parametersa,b
Mean 1.1777 1.4418
Std. Deviation .04954 .07762
Most Extreme
Differences
Absolute .112 .184
Positive .112 .184
Negative -.068 -.122
Kolmogorov-Smirnov Z .710 1.162
Asymp. Sig. (2-tailed) .694 .134
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
jeniskelamin N Mean Std. Deviation Std. Error
Mean
impaksi laki-laki 20 1.1935 .05204 .01164
prempuan 20 1.1620 .04250 .00950
non impaksi laki-laki 20 1.4805 .06947 .01553
prempuan 20 1.4030 .06618 .01480
48
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
impaksi
Equal variances assumed 1.172 .286 2.097 38 .043 .03150 .01502 .00109 .06191
Equal variances not
assumed
2.097 36.542 .043 .03150 .01502 .00105 .06195
non impaksi
Equal variances assumed .759 .389 3.612 38 .001 .07750 .02145 .03407 .12093
Equal variances not
assumed
3.612 37.911 .001 .07750 .02145 .03406 .12094
49