faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

92
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai negara termasuk Indonesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi tersebut dapat memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya yang terkandung dalam makanan yang akan dikonsumsi dan menyebarluaskan bahaya secara global pula. Oleh karena itu, tuntutan akan jaminan keamanan pangan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan pangan yang akan dikonsumsi. Seluruh masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pangan yang aman dan bermutu. Namun kenyataannya, belum semua masyarakat dapat mengakses makanan yang aman. Hal ini ditandai dengan masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat food borne illness. Food borne illness atau penyakit bawaan makanan (PBM) merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dijumpai. Penyakit ini pada umumnya menunjukkan gejala gangguan saluran pencernaan dengan rasa sakit perut, diare, dan kadang disertai muntah. Penyebabnya bersifat toksik maupun infeksius dan disebabkan oleh agen- agen penyakit seperti bakteri E coli, salmonella, hepatitis dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini menyerang bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2006). 1

Transcript of faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

Page 1: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

negara termasuk Indonesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi

tersebut dapat memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya yang terkandung

dalam makanan yang akan dikonsumsi dan menyebarluaskan bahaya secara global

pula. Oleh karena itu, tuntutan akan jaminan keamanan pangan terus bertambah

sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan

pangan yang akan dikonsumsi.

Seluruh masyarakat Indonesia berhak mendapatkan pangan yang aman dan

bermutu. Namun kenyataannya, belum semua masyarakat dapat mengakses

makanan yang aman. Hal ini ditandai dengan masih tingginya angka kesakitan

dan kematian akibat food borne illness. Food borne illness atau penyakit bawaan

makanan (PBM) merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang

paling banyak dijumpai. Penyakit ini pada umumnya menunjukkan gejala

gangguan saluran pencernaan dengan rasa sakit perut, diare, dan kadang disertai

muntah. Penyebabnya bersifat toksik maupun infeksius dan disebabkan oleh agen-

agen penyakit seperti bakteri E coli, salmonella, hepatitis dan bakteri yang masuk

ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Penyakit ini

menyerang bayi, anak, lansia, dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu

(WHO, 2006).

1

Page 2: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

2

Di era pasar bebas ini industri pangan Indonesia harus mampu bersaing

dengan derasnya arus masuk produk industri pangan negara lain yang telah mapan

dalam sistem mutunya sehingga bahan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat

banyak mengalami perubahan baik dari jenis maupun jumlah pangan yang

dikonsumsi. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, jumlah produksi pangan

juga mengalami peningkatan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Disamping

itu, perubahan jenis dan jumlah pangan juga disebabkan oleh kemajuan teknologi,

ekonomi dan pendidikan. Masyarakat dengan pendidikan yang baik akan

mengupayakan pangan yang dikonsumsinya berkualitas baik (Cahyono, 2002).

Masyarakat telah menyadari bahwa industri yang bergerak di bidang pangan harus

memberikan jaminan bahwa suatu produk yang akan dikonsumsi aman dari

potensi bahaya yang berasal dari cemaran fisik, kimia, dan biologi sehingga

industri pangan perlu menerapkan sistem quality control pada proses pengolahan

makanan.

Salah satu tempat penyelenggaraan atau pengelolaan makanan adalah Industri

Rumah Tangga Pangan (IRTP). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas

Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2012, IRTP adalah perusahaan

pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan

pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Untuk mendukung upaya

penerapan sistem quality control di IRTP, pemerintah memberlakukan sertifikasi

terhadap IRTP dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, motivasi dan

kesadaran produsen serta karyawan tentang pentingnya standar higiene sanitasi

dalam pengolahan makanan. Produsen juga diharapkan bertanggung jawab

Page 3: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

3

terhadap keselamatan konsumen sehingga implikasinya adalah meningkatnya

kepercayaan konsumen terhadap produk pangan yang dihasilkan serta

meningkatkan daya saing IRTP. Menindaklanjuti hal tersebut maka ditetapkan

Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk IRTP sebagai panduan bagi pihak

yang berkecimpung di bidang keamanan pangan. CPPB IRTP diatur dalam

Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK. 03.1.23.04.12.2206

tanggal 5 April 2012 tentang CPPB untuk IRTP. CPPB IRTP merupakan salah

satu faktor yang harus dipenuhi sebagai syarat terpenuhinya standar mutu atau

persyaratan keamanan pangan dan dengan menerapkan CPPB-IRTP ini, industri

pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, aman dan layak dikonsumsi

sehingga masyarakat yang mengkonsumsinya terlindung dari bahaya kesehatan

akibat pangan.

Di Indonesia, belum tersedia data yang lengkap mengenai jumlah IRTP

namun dari hasil pengawasan ditemukan bahwa belum semua IRTP memiliki izin

produksi bagi produknya. Temuan lain berupa penggunaan bahan makanan

berbahaya, konstruksi bangunan yang tidak sesuai maupun higiene sanitasinya

yang tidak memadai. Tindak lanjut yang dilakukan oleh Badan POM dan Balai

Besar POM adalah berupa pembinaan sampai dengan penegakan hukum (BPOM

RI, 2013a).

BPOM melaporkan jumlah sarana IRTP di Provinsi Bali sampai dengan tahun

2014 adalah 765 sarana. Selama tahun 2014, BPOM telah melakukan pemeriksaan

terhadap penerapan higiene sanitasi pada 128 IRTP dan hasilnya adalah 116

(90,63%) IRTP tidak memenuhi ketentuan (BPOM RI, 2014). Tindak lanjut yang

Page 4: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

4

sudah dilakukan oleh BPOM adalah pembinaan pada IRTP yang belum memenuhi

ketentuan dan peringatan bagi IRTP yang menggunakan bahan berbahaya. Data

mengenai penerapan quality control pada IRTP belum tersedia baik di Indonesia

maupun di Bali, namun beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pangan di

Bali dalam upaya promosinya mengklaim telah menerapkan sistem ini.

Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem,

jumlah IRTP mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah IRTP yang terdata pada

tahun 2012 adalah sebanyak 179, tahun 2013 meningkat menjadi 231 dan sampai

dengan bulan Juni 2014 terdata sebanyak 270 IRTP. Peran Dinas Kesehatan adalah

menerbitkan rekomendasi pada penerbitan izin, pembinaan, pemantauan ulang dan

pemeriksaan sarana IRTP. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi

Registrasi,Akreditasi, Sertifikasi dan Perizinan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Karangasem, diketahui bahwa sampai dengan bulan Juni 2014, IRTP yang telah

memiliki izin sebanyak 10 sarana dan telah dilakukan pemantauan ulang sebanyak satu

kali ke masing-masing sarana tersebut. Hasil yang diperoleh adalah hanya satu IRTP

yang telah menerapkan CPPB IRTP sedangkan sembilan dari sarana tersebut tidak lagi

menerapkan beberapa aspek dalam CPPB IRTP.

Keberadaan IRTP memberi lapangan pekerjaan bagi tenaga penjamah

makanan. Tenaga penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah

makanan dan terlibat langsung dalam menyiapkan, mengolah, maupun

menyajikan makanan (BPOM RI, 2013b). Tenaga penjamah makanan memiliki

risiko menularkan penyakit melalui perilakunya dalam pengolahan makanan

(Fatima dkk, 2002). Oleh karena itu, peningkatan pengetahuan dan sikap sangat

Page 5: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

5

dibutuhkan untuk mendorong penjamah makanan berperilaku baik khususnya

dalam penerapan higiene dan sanitasi pengolahan pangan (Azira dkk, 2012).

Penelitian mengenai IRTP dan penjamah makanannya di Kabupaten Karangasem

belum pernah dilakukan sebelumnya, oleh karena itu pengkajian lebih mendalam

diperlukan untuk mengetahui sejauh mana IRTP dan penjamah makanannya

sudah menerapkan CPPB dan permasalahan yang dihadapi IRTP dalam

menerapkan CPPB tersebut. Perhatian besar penelitian ini adalah pelaksanaan

CPPB IRTP oleh penjamah makanan di IRTP yang ada di Kabupaten Karangasem

terutama untuk IRTP yang produknya telah mendapatkan izin produksi sebab

apabila penjamah makanan tidak melaksanakan aspek higiene dan sanitasi dalam

CPPB IRTP, dikhawatirkan pangan yang diedarkan ke masyarakat melalui pasar

tradisional dan toko modern adalah pangan yang tidak aman mengingat IRTP

yang telah memiliki izin produksi memiliki akses masuk ke pasar tradisional dan

toko modern lebih mudah dibandingkan IRTP tanpa izin produksi. Perlu juga

diketahui apakah setelah mendapat izin tersebut penjamah makanan di IRTP

Kabupaten Karangasem masih melaksanakan CPPB-IRTP dengan baik secara

berkesinambungan dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaanya di sarana IRTP

tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui

faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam

menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

Page 6: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian

yaitu, apakah:

1. umur mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB

pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

2. jenis kelamin mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

3. tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam

menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

4. masa kerja mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

5. pengetahuan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

6. sikap mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB

pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

7. penyuluhan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

8. ketersediaan fasilitas mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam

menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

9. dukungan pengelola IRTP mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam

menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem?

Page 7: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang

mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan Cara Pengolahan

Pangan yang Baik (CPPB) Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten

Karangasem.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh:

1. umur terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada

IRTP di Kabupaten Karangasem.

2. jenis kelamin terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB

pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

3. tingkat pendidikan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

4. masa kerja terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB

pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

5. pengetahuan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB

pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

6. sikap terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB pada

IRTP di Kabupaten Karangasem.

7. Penyuluhan terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPBB

pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

Page 8: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

8

8. ketersediaan fasilitas terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

9. dukungan pengelola IRTP terhadap perilaku penjamah makanan dalam

menerapkan CPBB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis/Akademik

Untuk menambah wawasan keilmuan khususnya dalam hal CPPB dan

sebagai dokumen ilmiah yang dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi tempat penelitian: sebagai masukan kepada IRTP dalam

mengembangkan dan menyempurnakan proses produksi di IRTP berkaitan

dengan CPPB IRTP.

2. Bagi masyarakat: sebagai informasi serta pertimbangan dalam memilih

makanan yang aman dan sesuai dengan syarat higiene sanitasi.

3. Bagi peneliti: menambah pengetahuan dan pengalaman tentang pengolahan

pangan yang baik di khususnya IRTP.

4. Bagi pengambil kebijakan: untuk membantu dalam perencanaan program

intervensi pendidikan kesehatan bagi penjamah makanan agar memiliki

peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku penerapan CPPB.

Page 9: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga

IRTP semakin banyak bermunculan di Indonesia sebagai salah satu dampak

dari krisis moneter yang terjadi saat ini. Keinginan masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya dengan sedikit modal menyebabkan IRTP berkembang pesat

dan tumbuh dalam skala usaha yang beragam. Untuk menghasilkan produk

pangan yang aman dikonsumsi serta pengolahannya telah sesuai dengan standar

keamanan pangan, dipandang perlu untuk dilakukan pembinaan kepada IRTP.

Untuk menertibkan IRTP dalam mengolah makanan, pemerintah menerbitkan

standar bagi IRTP yaitu CPPB. CPPB merupakan faktor penting yang harus

dipenuhi agar standar mutu pangan tercapai. Disamping itu, CPPB wajib

dilaksanakan oleh IRTP agar kegiatan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan

pengolahan pangan. CPPB penting bagi kelangsungan industri pangan karena

dengan menerapkan CPPB, produk pangan yang dihasilkan IRTP menjadi baik

mutunya, layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan serta kejadian gangguan

kesehatan akibat pangan dapat dikendalikan (BPOM RI, 2012a).

Beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh IRTP dikelompokkan untuk

pengelola dan untuk penjamah makanan. Aspek-aspek ini hendaknya diterapkan

dengan tujuan yaitu menghasilkan produk pangan yang aman dan mutunya sesuai

standar. Aspek yang diatur untuk pengelola diantaranya adalah mengenai

lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas IRTP, peralatan produksi,

9

Page 10: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

10

pengendalian hama dan pengendalian proses. Sementara, untuk penjamah

makanan diatur mengenai perilakunya terkait higiene dan sanitasi.

Lokasi dan lingkungan produksi IRTP hendaknya berada di lokasi yang tidak

berdekatan dengan sumber pencemaran misalnya tempat pembuangan sampah.

Kebersihan lokasi dan lingkungan IRTP harus selalu dijaga agar tidak terjadi

kontaminasi pada makanan (BPOM RI, 2012a). Bangunan IRTP yang sesuai

dengan standar dari pemerintah memiliki lantai dan dinding yang kedap air dan

mudah dibersihkan. Langit-langit diupayakan agar terbuat dari bahan yang licin

untuk mencegah penempelan debu dan kotoran. Sirkulasi udara melalui jendela

dan pintu juga harus diperhatikan. Fasilitas IRTP dikatakan lengkap apabila

tersedia sarana cuci tangan lengkap dengan sabun dan pengeringnya serta

tersedianya tempat sampah yang sudah dipilah menjadi sampah organik dan

anorganik serta memiliki fasilitas penunjang lain seperti sarana pencucian bahan

dan alat, toilet, dan sistem pembuangan limbah (BPOM RI, 2012a).

Proses pengolahan makanan di IRTP membutuhkan peralatan produksi.

Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat serta

mudah dibersihkan. Penempatan peralatan dilakukan sedemikian rupa untuk

menghindari kontaminasi. Selain peralatan, ketersediaan air menjadi aspek vital

dalam kegiatan di IRTP sehingga ketersediaan air senantiasa harus dijaga agar

mencukupi kebutuhan dalam proses produksi (BPOM RI, 2012a).

Sarana yang telah disediakan juga harus mendapat pemeliharaan.

Pemeliharaan dan kegiatan pembersihan dilaksanakan secara berkala. Untuk

menghindari kontaminasi cemaran terhadap pangan. Cemaran dapat berasal dari

Page 11: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

11

sisa-sisa makanan, hama seperti tikus, serangga dan hewan pemeliharaan, serta

sampah yang dihasilkan dari proses produksi. Penumpukan sampah terutama di

ruang pengolahan harus dihindari dengan melakukan pengangkutan sampah

secara berkala.

Aspek yang juga diatur untuk pengelola dalam CPPB adalah penyimpanan

bahan makanan, penyimpanan makanan jadi dan penyimpanan bahan berbahaya.

Penyimpanan bahan makanan hendaknya terpisah dari penyimpanan makanan jadi

dan bahan berbahaya. Penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kontak

langsung dengan lantai, dinding dan langit-langit ruangan. Sistem penggunaan

bahan menggunakan sistem FIFO (First In First Out) yaitu bahan yang lebih dulu

masuk atau memiliki tanggal kedaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih

dahulu. Penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi masih dapat dilakukan

dalam satu ruangan, namun untuk bahan berbahaya seperti sabun, detergen, racun

serangga dan tikus harus disimpan dalam ruangan terpisah (BPOM RI, 2012a).

Menurut BPOM RI (2012a), beberapa aspek penting dari penjamah makanan

yang wajib dipenuhi untuk menghindari pencemaran pangan adalah kesehatan,

kebersihan dan kebiasaan atau perilaku penjamah makanan. Perilaku penjamah

makanan yang diatur dalam CPPB IRTP adalah sebagai berikut:

1. Mencuci tangan

Kebersihan tangan sangat penting bagi setiap orang terutama bagi penjamah

makanan. Kebiasaan mencuci tangan harus dibiasakan karena sangat

membantu dalam mencegah penularan bakteri dari tangan ke makanan.

Mencuci tangan sebaiknya menggunakan sabun dan air yang mengalir

Page 12: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

12

kemudian dikeringkan. Kebiasaan mencuci tangan sebaiknya dilakukan

sebelum dan setelah menjamah makanan, sebelum menangani bahan/alat yang

kotor, setelah menangani bahan mentah dan setelah keluar dari toilet. Cara

mencuci tangan yang benar adalah basahi tangan dengan air mengalir sampai

pergelangan tangan, gunakan sabun cuci tangan dan ratakan di seluruh tangan

dan telapak tangan, sela-sela jari dan ujung kuku-kuku, gosok tangan dengan

sabun ini kurang lebih 15-20 detik, bilas dengan air mengalir hingga bersih,

keringkan dengan pengering tangan atau tisu sekali pakai dan tutup kran

dengan tisu yang tadi sudah dipakai.

2. Menggunakan celemek

Tujuan penggunaan celemek bagi penjamah makanan adalah mencegah

pencemaran makanan dari pakaian yang digunakan oleh penjamah makanan.

Selain itu, dengan menggunakan celemek dapat menunjukkan penampilan

yang rapi dari penjamah makanan itu sendiri.

3. Menggunakan penutup kepala

Penutup kepala digunakan oleh penjamah makanan untuk menghindari

pencemaran terhadap makanan dari rambut penjamah makanan. Tanpa

penutup kepala, kemungkinan helai rambut, ketombe atau kutu rambut dapat

mengkontaminasi makanan yang sedang diolah.

4. Menggunakan masker

Penjamah makanan wajib menggunakan masker saat mengolah makanan

dengan tujuan menghindari pencemaran berupa air liur atau kotoran dari

hidung penjamah makanan. Masker juga membantu menghindari terjadinya

Page 13: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

13

pencemaran saat penjamah makanan batuk atau bersin ke arah makanan.

Masker juga sebaiknya tidak digunakan berkali-kali. Apabila masker terbuat

dari bahan yang dapat dicuci, setelah masker digunakan harus dicuci sebelum

digunakan kembali.

5. Menggunakan sarung tangan

Sarung tangan berfungsi agar tangan tidak kontak langsung dengan makanan

sehingga apabila tangan sedang mengalami luka, makanan tidak akan tercemar

oleh luka tersebut. Disamping itu, sarung tangan juga berfungsi sebagai

perlindungan tambahan sekalipun penjamah makanan telah mencuci

tangannya sebelum bekerja.

6. Menggunakan alat bantu atau penjepit saat mengambil makanan

Alat bantu/penjepit biasanya digunakan untuk mengambil makanan matang

saat melakukan pengemasan agar tidak terjadi kontak langsung dengan tangan

penjamah makanan.

7. Menutupi makanan matang

Perilaku menutupi makanan matang bertujuan untuk menghindari pencemaran

dari serangga, debu atau kotoran dan menghindari kontaminasi silang dari

bahan makanan lain. Selain harus ditutup, makanan matang sebaiknya

ditempatkan pada wadah yang tertutup, disimpan pada suhu yang tepat,

terpisah dari bahan makanan yang belum diolah.

Page 14: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

14

8. Tidak bercakap-cakap

Kebiasaan yang harus dihindari oleh penjamah makanan adalah bercakap-

cakap saat mengolah makanan untuk menghindari pencemaran makanan oleh

air liur penjamah makanan.

9. Tidak menggaruk-garuk anggota tubuh

Penjamah makanan sebaiknya tidak menggaruk-garuk anggota tubuh karena

dapat menyebabkan tangan menjadi kotor sehingga berpotensi menyebabkan

terjadinya pencemaran terhadap makanan.

10. Tidak mengunyah makanan

Kebiasaan mengunyah makanan saat mengolah makanan juga harus dihindari

oleh penjamah makanan, karena saat mengunyah makanan, kemungkinan air

liur dapat menyebabkan terjadi pencemaran pada makanan yang sedang

diolah.

11. Tidak menggunakan perhiasan

Perhiasan penjamah makanan seperti cincin, gelang, jam tangan dan anting

sebaiknya tidak digunakan saat bekerja karena kulit dibawah perhiasan dan

pada perhiasan itu sendiri dapat menjadi tempat berkumpulnya kuman.

Perhiasan seperti anting dikhawatirkan dapat jatuh ke dalam makanan tanpa

dapat dicegah atau tanpa disadari sehingga dapat mengotori makanan,

12. Tidak memanjangkan kuku

Penjamah makanan sebaiknya memotong kukunya menjadi pendek karena

dalam kuku berkumpul kotoran yang menjadi sumber kuman penyakit yang

akan mencemari makanan. Kuku dipotong pendek, sebab dalam kuku akan

Page 15: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

15

terkumpul kotoran yang menjadi sumber kuman penyakit yang akan

mencemari makanan. Hasil penelitian Mudey,dkk (2010) diketahui bahwa

97% dari penjamah makanan terinfeksi satu atau lebih parasit disebabkan oleh

tinja dan kuku. Tingginya angka parasit pada penjamah makanan sebagian

besar disebabkan oleh rendahnya praktek higiene perorangan dan sanitasi

lingkungan sehingga dapat meningkatkan resiko kontaminasi makanan.

13. Memisahkan bahan mentah dengan produk akhir

Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih,

sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama dan penerangan yang cukup.

Pemisahan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara

bahan dengan produk akhir tersebut.

14. Tidak makan dan minum selama bekerja

Penjamah makanan sebaiknya tidak makan dan minum selama bekerja dengan

tujuan menghindari sisa-sisa makanan dan air ludah mencemari makanan yang

sedang diolah.

15. Membuang sampah pada tempatnya

Penanganan sampah yang wajib dilakukan penjamah makanan adalah

membuang sampah dengan memilah sesuai dengan jenis sampahnya. Sampah

daun, kertas, sisa makanan merupakan jenis sampah organik sedangkan plastik

dan kaleng merupakan jenis sampah anorganik.

16. Menutup luka pada bagian tubuh

Penjamah makanan wajib menutup luka pada bagian tubuh untuk mencegah

pencemaran bakteri dan kuman pada luka terhadap makanan yang diolah.

Page 16: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

16

Luka yang dimaksud adalah luka terbuka atau koreng, bisul dan bernanah.

Kulit dalam keadaan normal mengandung banyak bakteri penyakit. Sekali

kulit terkelupas akibat luka atau teriris, maka bakteri akan masuk ke bagian

dalam kulit dan terjadilah infeksi.

17. Tidak meludah

Perilaku meludah dapat menyebabkan terjadinya pencemaran makanan yang

menggunakan perantara serangga seperti lalat dan semut. Hal yang mungkin

terjadi adalah gangguan pencernaan pada penjamah makanan.

18. Tidak merokok

Merokok dilarang saat mengolah makanan atau berada di dalam ruang

pengolahan makanan. Kebiasaan merokok dapat menimbulkan resiko bakteri

atau kuman dari mulut dan bibir dapat dipindahkan ke tangan sehingga tangan

menjadi semakin kotor dan kemudian akan mengotori makanan, abu rokok

dapat jatuh ke dalam makanan secara tidak disadari dan sulit dicegah,

disamping itu, bau asap rokok yang dapat mengotori udara sehingga terjadi

sesak yang mengganggu pekerja lain dan bau rokok dapat meresap ke dalam

makanan.

19. Tidak bersin dan batuk ke arah pangan

Bersin dan batuk menghasilkan partikel kecil di udara yang dapat mencemari

makanan, sehingga diharapkan penggunaan alat pelindung diri berupa masker

untuk meminimalisir kemungkinan tersebut.

Page 17: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

17

2.2 Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Penjamah Makanan dalam

Penerapan CPPB

Penjamah makanan adalah setiap orang yang terlibat langsung dalam proses

produksi makanan baik dari tahap pemilihan bahan makanan, proses pengolahan,

maupun tahap pengemasan dan penyajian makanan (BPOM, 2012). Penjamah

makanan pada umumnya memiliki kualifikasi pendidikan khusus di bidang tata

boga, namun dengan pesatnya perkembangan IRTP dan permintaan akan

penjamah makanan meningkat maka kualifikasi pendidikan formal menjadi hal

yang tidak lagi diprioritaskan.

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan penjamah makanan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilakunya. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau

hasil tahu seorang manusia terhadap objek melalui indera yang dimiliki baik itu

indera pengelihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya (Notoatmodjo,

2010). Pengetahuan mengenai CPPB dapat diperoleh dari informasi yang

diperoleh baik dari media televisi, sosialisasi oleh dinas terkait, maupun dari

pengelola IRTP. Pengetahuan yang diperoleh penjamah makanan mengenai CPPB

umumnya diperoleh dari proses melihat dan mendengar. Penjamah makanan

biasanya melihat penerapan CPPB dari pengelola maupun rekan kerja dan

biasanya mendengar informasi mengenai CPPB dari pelatihan mengenai

keamanan pangan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, faktor sikap juga

disebutkan mempengaruhi perilaku seseorang.

Page 18: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

18

2.2.2 Sikap

Sikap merupakan konsep penting dalam psikologi sosial yang membahas

unsur sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian dilakukan

tentang sikap kaitannya dengan efek dan perannya dalam pembentukan karakter

manusia (Notoatmodjo, 2010). Sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu

pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh

kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan faktor emosional. Budiyono

(2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pengetahuan penjamah makanan

mengenai higiene sanitasi masih kurang, yaitu sebesar 63%. Senada dengan

Budiyono, Meikawati dkk (2010) menyebutkan bahwa pengetahuan tidak

memegang peranan penting terhadap higiene sanitasi makanan. Hal ini mungkin

disebabkan karena responden kurang mengetahui benar tentang higiene sanitasi

makanan, kurang mengetahui manfaat pemakaian perlengkapan khusus seperti

pakaian kerja, penutup rambut dan celemek. Responden hanya mengikuti aturan

dari atasannya tanpa tahu apa manfaatnya, sehingga tujuan pemakaian

perlengkapan khusus tidak tercapai dan ada yang tidak memakainya karena alasan

tidak nyaman dan mengganggu saat bekerja.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rodmanee dkk (2013) di Thailand

menyebutkan bahwa hanya 10% penjamah makanan yang mendapat pengetahuan

dari mengikuti pelatihan tentang higiene dan sanitasi makanan, namun

perilakunya dalam menerapkan kebersihan masih sangat kurang. Pendapat

berbeda yang menyatakan adanya keterkaitan antara tingkat pengetahuan dengan

sikap dan tindakannya, tingkat pengetahuan yang baik akan memiliki sikap yang

Page 19: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

19

baik dan sikap yang baik ini akan mendorong untuk bertindak baik (Fatima dkk,

2002). Pendapat yang sama disampaikan juga oleh Rahmawati (2005) di

Tembalang Semarang bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan,

sikap dan perilaku penjamah makanan dalam menerapkan higiene sanitasi di

tempat kerjanya.

2.2.3 Penyuluhan Keamanan Pangan

Penyuluhan keamanan pangan sebaiknya diberikan kepada pengelola dan

karyawan IRTP dengan tujuan meningkatkan pengetahuan pengelola dan

karyawan mengenai pangan yang aman. Pada penyuluhan keamanan pangan akan

diberikan pemahaman materi mengenai bahan pangan yang baik, bahan tambahan

pangan, higiene sanitasi baik pada saat pemilihan bahan pangan, pengolahan,

maupun penyajian makanan. Pemilik dan karyawan IRTP juga harus mengetahui

tentang bahaya biologis,bahaya kimia, dan bahaya fisik yang mungkin terjadi

pada makanan (BPOM RI, 2013c). Penyuluhan keamanan pangan dapat diberikan

oleh BPOM atau diadakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Materi penyuluhan diberikan oleh Penyuluh Keamanan Pangan

(PKP). PKP yang memberikan materi penyuluhan telah memiliki kualifikasi dan

kompetensi dalam bidang produksi pangan serta telah ditunjuk oleh organisasi

yang kompeten.

Pengelola dan Karyawan IRTP yang telah mengikuti pelatihan akan

memperoleh sertifikat penyuluhan keamanan pangan yang menjadi persyaratan

mutlak dalam penerbitan Sertifikat Produksi Pangan (BPOM RI, 2012). Penelitian

Page 20: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

20

yang dilakukan Thimoteo dkk (2014) menyebutkan bahwa pelatihan tidak

berhubungan langsung dengan sikap dan praktek penjamah makanan dalam

menerapkan higiene dan sanitasi, namun pelatihan merupakan alat yang efektif

untuk meningkatkan pengetahuan. Sebuah penelitian meta analisis dilakukan oleh

Jan Mei Soon dkk (2012) di Malaysia memperoleh hasil yang berbeda, program

pelatihan keamanan pangan meningkatkan pengetahuan dan sikap penjamah

makanan khususnya tentang praktek kebersihan tangan. Penelitian yang dilakukan

Tokuca (2009) di Turki menyebutkan sangat diperlukan penyuluhan atau

pelatihan bagi tenaga penjamah makanan untuk meningkatkan pengetahuan

penjamah makanan dalam menyiapkan makanan pasien.

2.2.4 Ketersediaan Fasilitas IRTP

Adanya fasilitas higiene sanitasi di IRTP bertujuan untuk menjamin ruang

produksi dalam keadaan bersih dan terbebas dari cemaran serta produk pangan

yang dihasilkan bebas dari cemaran. Syarat mutlak dari fasilitas di IRTP adalah

tersedianya air bersih. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sumber air berasal

dari sumber yang aman, memenuhi persyaratan baku air serta cukup untuk

melakukan proses produksi. Fasilitas higiene karyawan disediakan untuk

menjamin kebersihan karyawan. Fasilitas yang sebaiknya tersedia adalah bak

untuk mencuci tangan lengkap dengan sabun dan handuk atau alat pengering

tangan, tempat ganti pakaian karyawan, toilet atau jamban dalam jumlah yang

cukup serta terjaga kebersihannya. Jumlah toilet yang cukup adalah satu buah

Page 21: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

21

untuk 10 karyawan pertama dan 1 buah untuk setiap penambahan 25 karyawan

(BPOM RI, 2012).

2.2.5 Dukungan Pengelola

Dukungan pengelola IRTP merupakan faktor berikutnya yang mempengaruhi

perilaku penjamah makanan. Dukungan pengelola merupakan salah satu faktor

penguat (reinforcing factors) bagi penjamah makanan untuk menerapkan CPPB

IRTP di tempat kerjanya. Dukungan yang diberikan pengelola IRTP kepada

penjamah makanan dapat berupa ucapan, sikap, serta pemberian reward bagi

penjamah makanan. Reward yang diberikan dapat berupa imbalan atau insentif

serta pemberian kesempatan untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan.

Insentif atau bonus diberikan dengan tujuan menstimulasi dorongan internal dari

penjamah makanan. Dengan pemberian insentif, diharapkan pengetahuan, sikap

dan kemauan untuk menerapkan CPPB lebih meningkat (Dewi, 2014). Dukungan

pengelola merupakan salah satu dukungan organisasi, seperti penelitian yang

dilakukan oleh Schappe (1998) dan Moorman dkk (1998) menemukan bahwa

penilaian karyawan terhadap keadilan, berbagai kebijakan, atau peraturan

perusahaan juga ikut mempengaruhi perilaku karyawan. Karyawan yang merasa

diperlakukan secara adil oleh perusahaan dalam hal peraturan atau kebijakannya,

maka akan meningkat perilakunya. Begitu pula sebaliknya, karyawan yang

merasa diperlakukan tidak adil akan semakin menurun perilakunya. Eisenberger

dkk (1986) mengemukakan dua aspek untuk mengetahui kondisi dukungan

organisasi yang dirasakan karyawan. Kedua aspek tersebut adalah penghargaan

Page 22: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

22

organisasi terhadap kontribusi karyawan dan perhatian organisasi terhadap

kesejahteraan karyawan. Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), terdapat tiga

bentuk umum perlakuan dari organisasi yang dianggap baik dan akan dapat

meningkatkan dukungan organisasi yang dirasakan karyawan yaitu keadilan,

dukungan atasan dan imbalan dari organisasi dan kondisi kerja.

2.3 Keamanan Pangan

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih

tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010 terlihat kecenderungan insiden

naik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik

menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan

tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga

masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB

di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR

2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756

orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi

KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73

orang (CFR 1,74 %). Menurut catatan World Health Organization (WHO), diare

membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun. Diare hingga kini masih

merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak.

Sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan antara praktek higiene produk

Page 23: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

23

makanan, higiene peralatan, higiene perorangan dan praktek higiene sanitasi

makanan dengan frekuensi diare pada anak. Praktik higiene dan higiene peralatan

yang rendah akan menyebabkan meningkatnya kejadian diare pada konsumen

makanan tersebut (Kusumawardani, 2010).

Pemberlakuan UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan merupakan

terobosan pemerintah dalam melindungi konsumen untuk serta menjamin

masyarakat memperoleh pangan yang aman. Pangan yang aman dan bermutu

dihasilkan oleh industri pangan dan industri rumah tangga yang telah menerapkan

CPPB. Sehingga dalam hal ini, IRTP merupakan penentu bagi beredarnya pangan

yang sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

Jaminan akan pangan yang aman merupakan hak asasi konsumen. Sesuai

dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen

berhak mendapatkan pangan yang aman karena pangan merupakan kebutuhan

dasar yang sangat esensial dalam kehidupan manusia. Selain harus mengandung

cukup gizi, pangan yang dikonsumsi harus diolah secara benar dan aman. Namun

pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan masih sangat

kurang, hal ini tercermin dari rendahnya keluhan konsumen akan produk pangan

yang telah mereka beli. Konsumen sangat jarang melaporkan ketidaksesuaian

pangan dengan informasi produk pada kemasan. Padahal, kepedulian konsumen

sangat mendukung peningkatan pengetahuan produsen serta perubahan tata cara

pengolahan pangan ke arah yang lebih baik yaitu sesuai dengan syarat pangan

yang aman (Cahyono, 2002).

Page 24: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

24

Keamanan pangan di suatu tempat dibuktikan dengan terbebasnya masyarakat

dari beredarnya pangan yang membahayakan kesehatan. Menurut Fardiaz (2006),

masalah keamanan pangan biasanya terjadi karena produk pangan terpapar dengan

lingkungan yang kotor, sehingga pangan menjadi tercemar oleh bahan-bahan yang

dapat membahayakan kesehatan manusia. Bahan-bahan berbahaya yang dimaksud

adalah cemaran kimia, fisik maupun mikrobiologi.

Pada usaha perdagangan baik nasional maupun internasional, keamanan

pangan menjadi pertimbangan pokok karena keamanan pangan memiliki peranan

yang sangat vital. Pemerintah memberlakukan UU No. 18 Tahun 2012 tentang

Pangan dan PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan

dengan tujuan melindungi masyarakat dari pangan yang tidak memenuhi

persyaratan dan standar kesehatan. Adapun sasaran dari program keamanan

pangan yang dicanangkan pemerintah adalah untuk melindungi masyarakat dari

jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan yaitu yang terlihat dari meningkatnya

pengetahuan serta kesadaran produsen terhadap keamanan pangan. Sasaran yang

kedua yang termuat dalam peraturan ini adalah memantapkan kelembagaan

pangan yaitu antara lain dicerminkan oleh adanya peraturan perundangan yang

mengatur keamanan pangan. Sasaran yang ketiga adalah meningkatkan jumlah

industri pangan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Cahyono (2002) menyatakan bahwa banyak pangan yang berbahaya yang

masih beredar di masyarakat. Penggunaaan bahan tambahan pangan yang tidak

sesuai takaran standar juga masih menjadi permasalahan pangan di masyarakat.

Pemasalahan yang tidak kalah penting yaitu beredarnya pangan yang telah

Page 25: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

25

kedaluwarsa, pangan impor tanpa izin edar, serta makanan yang pengolahannya

tidak mengikuti kaidah higiene dan sanitasi.

Harapan untuk mewujudkan kemanan pangan harus ditunjang dengan

pendekatan dari good practices, quality control dan penerapan sanitasi yang baik.

Tidak kalah pentingnya diperhatikan adalah penjamah makanan (food handler)

yang bekerja pada penyelenggaraan makanan (Nurlaela, 2011). Quality control

merupakan suatu sistem pengawasan dan pencegahan sejak awal untuk

menghindari terjadinya pencemaran yang berlanjut dalam suatu proses produksi

sehingga keamanan produk dapat dipertanggungjawabkan (quality assurance)

bagi konsumen. Penerapan quality control dalam pengolahan pangan IRTP secara

terpadu memungkinkan untuk mengantisipasi terjadinya bahaya (hazard) yang

mengakibatkan ketidakamanan dan ketidaklayakan mutu produk IRTP. Penerapan

quality control juga membantu tugas pengawasan rutin oleh pemerintah dan

memfokuskan pengawasan pada makanan yang berisiko tinggi bagi kesehatan dan

meningkatkan kepercayaan dalam perdagangan lokal (Kemenkes RI, 2012).

Setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan wajib mengendalikan risiko

bahaya pada pangan, baik yang berasal dari bahan, peralatan, sarana produksi

maupun dari perseorangan sehingga keamanan pangan terjamin serta wajib

memenuhi persyaratan sanitasi yang meliputi sarana prasarana, penyelenggaraan

kegiatan dan sanitasi personal. Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh

kegiatan rantai pangan pada IRTP dilakukan dengan menerapkan CPPB IRTP.

Keberhasilan penerapan CPPB IRTP membutuhkan komitmen yang penuh dari

Page 26: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

26

semua pihak termasuk keterlibatan pengelola dan penjamah makanan (Kemenkes

RI, 2012).

2.4 Teori yang mendukung perilaku penjamah makanan dalam penerapan

CPPB IRTP

Menurut Green (1994), kesehatan individu sangat dipengaruhi oleh dua

faktor, yaitu faktor perilaku dan faktor luar perilaku. Selanjutnya faktor perilaku

ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor yang meliputi faktor predisposisi

mencakup karakteristik, pengetahuan, persepsi, sikap, norma sosial, tradisi,

keyakinan dan sebagainya. Faktor pemungkin atau pendukung adalah tersedianya

fasilitas, biaya serta tersedianya cukup informasi dan faktor penguat yaitu

dukungan pengelola dan kebijakan yang ditetapkan sarana untuk menguatkan

keputusan seseorang

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor karakteristik penjamah makanan merupakan faktor predisposisi yang

memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi perilaku penerapan CPPB. Umur,

jenis kelamin dan tingkat pendidikan adalah tiga faktor yang akan diteliti

pengaruhnya terhadap perilaku penjamah makanan dalam penerapan CPPB pada

penelitian ini.

Apabila dikaitkan dengan perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB IRTP, maka pengetahuan yang dimaksud adalah sejauh mana penjamah

makanan mengetahui kegiatan higiene sanitasi dan praktek higiene karyawan

sedangkan sikap adalah tanggapan karyawan terhadap penerapan CPPB IRTP.

Page 27: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

27

Masa kerja adalah lama bekerja penjamah makanan di satu sarana IRTP.

Penjamah makanan yang mengikuti penyuluhan juga merupakan faktor

predisposisi, karena dengan mengikuti penyuluhan, diharapkan pengetahuan

penjamah makanan tentang penerapan higiene sanitasi dan CPPB IRTP dapat

meningkat sehingga perilakunya juga sejalan dengan peningkatan

pengetahuannya.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin berupa ketersediaan fasilitas yang mendukung penjamah

makanan dalam pelaksanaan CPPB IRTP. Fasilitas yang dimaksud adalah fasilitas

yang tersedia baik di ruang produksi maupun ruang penyimpanan. Sementara itu,

jumlah informasi yang dimaksud apakah penjamah makanan pernah mendapat

informasi mengenai pelaksanaan higiene sanitasi karyawan seperti yang

dituangkan dalam peraturan mengenai penerapan CPPB IRTP.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors )

Faktor penguat dalam penerapan CPPB adalah dukungan pengelola IRTP

yaitu dalam memberikan reward dan punishment bagi penjamah makanan yang

bekerja di sarana IRTP yang dikelola. Serta adanya kebijakan yang mengatur

pelaksanaan CPPB IRTP di sarana tempat penjamah makanan bekerja. Reward

dari pengelola dapat berupa insentif yaitu uang tambahan atau bonus apabila

penjamah makanan menerapkan CPPB dengan baik. Faktor penguat dapat juga

Page 28: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

28

berupa pujian dan penghargaan berupa rekomendasi bagi penjamah makanan yang

ingin meningkatkan karirnya di bidang pengolahan makanan.

Secara matematis, determinan perilaku menurut Green dapat digambarkan

sebagai berikut:

Keterangan :

B = Behaviour

F = Fungsi

Pf = Predisposing factors

Ef = Enabling factors

Rf = Reinforcing factors

B=F(Pf, Ef,Rf)

Page 29: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

29

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Penerapan CPPB adalah salah satu upaya melindungi masyarakat dari pangan

yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Produsen pangan hendaknya

memiliki pengetahuan dan kesadaran mengenai mutu dan kemanan pangan

sehingga dapat menghasilkan pangan yang terbebas dari cemaran yang dapat

membahayakan kesehatan masyarakat.

Kebersihan dan higiene penjamah makanan dalam menerapkan CPPB IRTP

sangat penting sebab penjamah makanan melakukan kontak langsung pada bahan

pangan sehingga merupakan salah satu hal yang penting diperhatikan agar produk

pangan yang dihasilkan IRTP bermutu dan aman dikonsumsi.

Berdasarkan kajian yang dilakukan dan beberapa teori mengenai perilaku

seseorang, maka hal-hal yang mempengaruhi perilaku pejamah makanan dalam

menerapkan CPPB adalah faktor yang mendukung seperti karakteristik penjamah

makanan (umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja), persepsi, sikap,

pengetahuan, dan pernah tidaknya mengikuti penyuluhan mengenai pengolahan

pangan yang baik. Sementara faktor yang memungkinkan dalam penerapan CPPB

IRTP adalah ketersediaan fasilitas yang mendukung pekerjaan penjamah makanan

di sarana IRTP, jumlah informasi mengenai CPPB IRTP yang diterima penjamah

makanan apakah ada manfaatnya apabila menerapkan CPPB IRTP tersebut serta

biaya yang dikeluarkan untuk menunjang penerapan CPPB IRTP.

29

Page 30: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

30

Selain faktor pendukung dan pemungkin, ada juga faktor yang dapat

memperkuat dalam penerapan CPPB IRTP adalah kebijakan dari IRTP terkait

aturan tertulis yang diterapkan sarana IRTP serta dukungan dari pengelola

berkaitan dengan sanksi dan penghargaan yang diperoleh penjamah makanan

apabila menerapkan CPPB di tempat kerjanya. Dengan adanya pengaruh dari

faktor-faktor tersebut, penerapan CPPB di IRTP akan semakin baik sehingga

pangan yang beredar dan dikonsumsi masyarakat adalah pangan yang aman serta

bermutu.

Persyaratan dalam CPPB memungkinkan untuk tidak diterapkan secara

menyeluruh oleh IRTP misalnya karena alasan modal yang terbatas, fasilitas

lingkungan yang tidak menunjang dan sebagainya. Dari beberapa aspek yang

disyaratkan dalam CPPB IRTP, peneliti membatasi aspek yang akan diteliti yaitu

aspek peralatan produksi, fasilitas dan kegiatan higiene sanitasi, kesehatan dan

higiene karyawan, serta pemeliharaan dan program higiene sanitasi.

Page 31: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

31

3.2. Konsep Penelitian

Keterangan:

Gambar 3.1 Konsep penelitian faktor- faktor yang berpengaruh terhadap perilaku

penjamah makanan dalam penerapan CPPB IRTP (merujuk teori L. Green).

Faktor Predisposisi

Umur

Pendidikan

Jenis Kelamin

Masa Kerja

Mengikuti Penyuluhan

Pengetahuan

Persepsi

Sikap

Variabel Independen

Faktor Pemungkin

Ketersediaan Fasilitas

Jumlah Informasi

Biaya

Faktor Penguat

Kebijakan IRTP

Dukungan Pengelola

Variabel Dependen

Perilaku Penjamah

Makanan dalam

menerapkan CPPB

pada IRTP di

Kabupaten

Karangasem

: TidakDiteliti : Diteliti

Page 32: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

32

3.3. Hipotesis Penelitian

1. Umur mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB

pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

2. Jenis kelamin mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

3. Tingkat Pendidikan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam

menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

4. Masa kerja mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

5. Pengetahuan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

6. Sikap mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB

pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

7. Penyuluhan mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

8. Ketersedian fasilitas mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam

menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

9. Dukungan pengelola mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam

menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem.

Page 33: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

33

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik kuantitatif yaitu penelitian

yang bermaksud untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku

penjamah makanan dalam menerapkan CPPB di IRTP. Sedangkan rancangan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah crosssectional yaitu peneliti

melakukan pengukuran variabel pada waktu yang sama dan hanya dilakukan satu

kali saja (Sudigdo, 2011).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi

Penelitian dilakukan di 10 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) yang telah

memiliki izin produksi IRTP di Kabupaten Karangasem.

4.2.2 Waktu

Pengambilan data dilakukan pada bulan Januari-Maret 2015.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua penjamah makanan yang bekerja di

IRTP yang telah memiliki izin IRTP di Kabupaten Karangasem. Adapun jumlah

IRTP yang telah memiliki izin adalah 10 sarana.

33

Page 34: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

34

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah penjamah makanan yang bekerja di IRTP yang

telah memiliki izin IRTP di Kabupaten Karangasem yang memenuhi kriteria

inklusi. Adapun kriteria inklusi sampel adalah mampu berkomunikasi dengan baik

dan bersedia menjadi responden. Pengelola yang bekerja sekaligus sebagai

penjamah makanan tidak digunakan sebagai sampel penelitian.

4.3.3 Besar Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi penelitian. Adapun jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 79 orang penjamah makanan yang bekerja di

IRTP yang sudah memiliki izin IRTP.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Independen

Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, sikap, pernah

mengikui penyuluhan, ketersediaan fasilitas dan dukungan pengelola IRTP

4.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terikat dari penelitian ini adalah perilaku

penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP di Kabupaten

Karangasem.

Page 35: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

35

4.5 Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1. Definisi Operasional Variabel dan Skala Data

Variabel Definisi Operasional Catatan tentang rencana

analisis

Variabel Dependen

Perilaku

Penjamah

makanan

Berbagai hal yang dilakukan oleh

penjamah makanan terkait dengan

produksi IRTP dan penerapan CPPB

IRTP. Penilaian tentang perilaku

dilakukan dengan lembar observasi. Item

lembar observasi berjumlah 12 item.

Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali

dengan selang waktu tujuh hari dari

pengamatan sebelumnya. Waktu

pengamatan adalah saat penjamah

makanan sedang melakukan kegiatan

produksi di IRTP.

Skala pengukuran data

adalah interval, diberikan

skor 1 apabila perilaku

dilakukan oleh responden

dan 0 apabila tidak

dilakukan. Lalu

dikelompokkan

berdasarkan Mean

1. Baik ( > mean)

2. Kurang baik (≤mean)

Variabel Independen

Umur Umur dalam tahun responden saat

wawancara mengenai usia. Wawancara

dilakukan dengan kuesioner.

Skala pengukuran data

adalah interval

Akan dikelompokkan

dalam dua kategori yaitu:

1=Umur < 35 tahun

2=Umur ≥ 35 tahun

(Nursalam, 2001)

Jenis

Kelamin

Pembagian jenis seksual yang ditentukan

secara biologis dan anatomis yang

dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki

dan jenis kelamin perempuan.

Wawancara dilakukan dengan kuesioner.

Skala pengukuran data

adalah interval

Kemudian data

dikelompokkan menjadi

kelompok laki-laki dan

perempuan

Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang

diselesaikan responden sampai dengan

penelitian dilakukan. Wawancara

terstruktur dilakukan dengan kuesioner.

Skala pengukuran data

adalah nominal

Dikelompokkan ke dalam

dua kategori yaitu:

1=Rendah (Tidak sekolah-

SMP)

2=Tinggi (SMA-S1)

(Rizky, 2009)

Page 36: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

36

Variabel Definisi Operasional Catatan tentang rencana

analisis

Masa Kerja Lamanya waktu bekerja responden di

IRTP terhitung mulai masuk bekerja

sampai saat pengambilan data dilakukan.

Masa kerja dihitung selama responden

bekerja sebagai penjamah makanan

walaupun di perusahaan yang berbeda.

Wawancara terstruktur dilakukan dengan

kuesioner.

Skala pengukuran data

adalah interval

Dikelompokkan ke dalam

dua kategori yaitu:

1= Baru (≤ 60 bulan)

2=Lama ( >60 bulan)

(Agustini, 2008)

Pengetahuan Segala sesuatu yang dipahami oleh

penjamah makanan tentang CPPB IRTP.

Pengetahuan dinilai dengan

menggunakan 12 item pertanyaan.

Wawancara terstruktur dilakukan dengan

kuesioner.

Skala pengukuran data

adalah ordinal

Akan diberikan skor yaitu

skor 1 apabila responden

tahu dan skor 0 apabila

tidak tahu.

Kemudian dikategorikan

menjadi:

1. Pengetahuan Baik

(≥80% dari skor total)

2. Pengetahuan kurang

(<80% dari skor total)

Pernah

mengikuti

penyuluhan

Pernah mengikuti penyuluhan/pelatihan

keamanan pangan baik yang diadakan

oleh pemerintah maupun oleh IRTP

tempat responden bekerja. Wawancara

terstruktur dilakukan dengan kuesioner.

Skala pengukuran data

adalah nominal

Dikelompokkan menjadi

kelompok pernah dan tidak

pernah

Sikap Tanggapan karyawan tentang penerapan

CPPB pada IRTP. Penilaian sikap

menggunakan 17 item pernyataan positif

dan negatif. Respon terhadap masing-

masing pernyataan diukur dengan dua

tingkatan skala yaitu setuju dan tidak

setuju. Pemberian skor dilakukan sebagai

berikut: pernyataan positif : setuju diberi

skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0

Pernyataan negatif: setuju diberi skor 0

dan tidak setuju diberi skor 1.

Wawancara terstruktur dilakukan dengan

kuesioner.

Skala pengukuran data

adalah ordinal

Dikelompokkan menjadi

dua kategori yaitu:

1= Baik (≥ 80% dari skor

total)

2= Kurang baik (<80% dari

skor total)

(Fatima dkk, 2002)

Page 37: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

37

Variabel Definisi Operasional Catatan tentang rencana

analisis

Ketersediaan

Fasilitas

Fasilitas yang mendukung pelaksanaan

CPPB pada IRT yang tercantum dalam

pedoman CPPB. Fasilitas digolongkan

menjadi dua yaitu fasilitas mutlak dan

fasilitas penunjang lain. Fasilitas mutlak

adalah fasilitas cuci tangan dengan air

mengalir dan sabun, fasilitas penunjang

adalah tempat sampah yang dilengkapi

tutup, pengering tangan/lap, sarana

pencucian bahan pangan, sarana

pencucian peralatan, sarana toilet, sarana

pembuangan limbah, tempat

penyimpanan bahan makanan, tempat

makanan jadi, dan sistem penerangan

yang baik. Penilaian dilakukan dengan

observasi. Pengkategorian saat

pengamatan dibagi menjadi dua yaitu ada

apabila memenuhi syarat, dan tidak ada

apabila tidak memenuhi syarat atau

fasilitas tersebut tidak ada sama sekali.

Lembar observasi terdiri dari 10 item.

Skala pengukuran data

adalah ordinal

Dikelompokkan menjadi

dua kategori yaitu :

1= Lengkap (fasilitas

mutlak ada dan ≥50%

fasilitas penunjang ada)

2= Kurang lengkap

(apabila tidak memenuhi

kriteria diatas) (Agustini,

2008)

Dukungan

Pengelola

Dukungan berupa ucapan, sikap dan

reward dari pengelola IRTP serta

pemberian kesempatan untuk mengikuti

penyuluhan yang dapat mendorong

karyawan menerapkan CPPB. Penilaian

dukungan pengelola menggunakan lima

item pertanyaan dengan dua pilihan

jawaban yaitu ya diberikan skor 1 dan

tidak diberikan skor 0. Wawancara

terstruktur dilakukan dengan kuesioner.

Skala pengukuran data

adalah ordinal

Dikelompokkan ke dalam

dua kategori yaitu:

1= Baik (≥ 80% dari skor

total)

2= Kurang baik (<80% dari

skor total)

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi.

Kuesioner berisi pertanyaan tentang karakteristik, pengetahuan, dan sikap

penjamah makanan serta pertanyaan mengenai dukungan pengelola IRTP. Lembar

Page 38: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

38

observasi (check list) berisi item tentang ketersediaan fasilitas dan perilaku

penjamah makanan dalam menerapkan CPPB IRTP.

Uji coba kuesioner bertujuan untuk content analysis yaitu untuk mengetahui

apakah pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dapat dimengerti dan dipahami

oleh responden. Uji coba kuesioner dilakukan pada delapan penjamah makanan

dengan karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik sampel yaitu

penjamah makanan yang bekerja di industri jasa boga Kabupaten Karangasem.

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data sekunder yaitu data mengenai jumlah IRTP di Kabupaten

Karangasem yang telah memiliki izin IRTP dan penjamah makanan yang bekerja

di masing-masing sarana tersebut sedangkan data primer adalah data mengenai

karakteristik, pengetahuan dan sikap penjamah makanan, ketersediaan fasilitas di

IRTP, dukungan pengelola IRTP kepada penjamah makanan, serta perilaku

penjamah makanan dalam menerapkan CPPB IRTP. Data perilaku penjamah

makanan yang dikumpulkan dibatasi hanya 12 jenis perilaku dari 19 jenis perilaku

yang diatur dalam CPPB IRTP.

4.7.2 Cara Pengumpulan Data

Cara pengambilan dan pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah

dengan observasi dan wawancara yang berpedoman pada kuesioner. Pengumpulan

Page 39: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

39

data dilakukan dengan cara wawancara langsung pada responden. Enumerator

membacakan pertanyaan penelitian dan dijawab oleh responden. Untuk

menghindari pertanyaan yang terlewatkan, enumerator mengecek kembali lembar

pertanyaan sebelum mengakhiri wawancara. Observasi dilakukan pada fasilitas

yang tersedia di IRTP serta pada perilaku penjamah makanan saat melakukan

pengolahan pangan. Observasi akan dilakukan oleh observer yang sudah dilatih

dengan waktu yang tidak disepakati sebelumnya.

Adapun langkah-langkah wawancara yang dilakukan sebagai berikut.

1. Meminta izin kepada pengelola IRTP dan responden agar dapat melakukan

penelitian dengan cara menjelaskan tujuan penelitian.

2. Memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden dalam penelitian

kepada calon responden.

3. Membacakan pertanyaan pada responden dan dijawab langsung oleh

responden kemudian peneliti mencatat jawaban dari responden tersebut.

4. Menjamin kerahasiaan informasi yang dikumpulkan dari responden

5. Melakukan pengecekan kembali pada semua item pertanyaan sebelum

mengakhiri wawancara untuk menghindari pertanyaan yang terlewatkan.

Apabila ada pertanyaanyang terlewatkan maka peneliti menanyakan kembali

kepada responden untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat.

4.7.3 Etika Penelitian

Sebelum memulai penelitian telah diperoleh rekomendasi penelitian di Badan

Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali dengan nomor

Page 40: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

40

070/23803/IV/BPMP. Kemudian telah diperoleh pula ijin penelitian di Badan

Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Pol dan Linmas)

Kabupaten Karangasem dengan nomor 070/191/KBPPM/2015. Oleh karena

penelitian ini melibatkan masyarakat maka dilengkapi juga dengan Ethical

Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan

nomor 101/UN.14.2/Litbang/2015. Sebelum memulai wawancara, responden

menandatangani pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian, setelah

dibacakan tujuan penelitian oleh enumerator.

4.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

4.8.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh diolah melalui beberapa tahapan :

1. Editing

Setelah data terkumpul, tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan

pemeriksaan terkait kelengkapan dokumen data IRTP, lembar observasi, dan

kuesiner untuk memudahkan proses penyempurnaan data apabila masih ada data

yang belum lengkap.

2. Coding

Merupakan proses penyusunan data mentah yang ada dalam kuesioner

menjadi bentuk yang mudah dibaca oleh alat pengolah data.

3. Data Entry

Merupakan tahap pemindahan data yang telah dirubah menjadi kode-kode ke

dalam alat pengolah data.

Page 41: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

41

4. Data Cleaning

Tahap ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah

dimasukkan ke dalam alat bantu pengolah data sudah sesuai dengan yang data

sebenarnya yang terkumpul saat pengumpulan data.

5. Scoring

Hasil pengisian kuesioner oleh responden dilakukan scoring untuk keperluan

analisis.

4.8.2 Analisis Data

4.8.2.1 Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi

frekuensi yang meliputi karakteristik penjamah makanan, variabel dependen, dan

variabel independen. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui gambaran

distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel baik variabel bebas

maupun variabel terikat. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

4.8.2.2 Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk menilai pengaruh satu variabel bebas dengan

variabel tergantung yaitu pengaruh karakteristik, pengetahuan, sikap responden,

ketersediaan fasilitas dan dukungan pengelola IRTP terhadap perilaku penjamah

makanan dalam menerapkan CPPB IRTP. Hasil analisis bivariat akan ditampilkan

dalam tabel 2x2. Ukuran asosiasi yang digunakan untuk menilai pengaruh

variabel bebas terhadap variabel tergantung pada analisis ini adalah Crude

Page 42: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

42

Prevalence Ratio (CPR) dan uji statistik yang digunakan adalah Chi square

dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)

4.8.2.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari masing-

masing variabel bebas terhadap variabel tergantung dengan cara mengontrol

keberadaan variabel bebas yang lain. Uji statistik yang digunakan adalah poisson

regression dan ukuran asosiasi akan ditampilkan dalam bentuk Adjusted

Prevalence Ratio (APR) dengan 95% CI serta perhitungan nilai p.

Page 43: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

43

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Perekonomian masyarakat di Kabupaten Karangasem bergerak di bidang

pertanian, peternakan, perikanan, industri dan perdagangan. Industri di Kabupaten

Karangasem yang berkembang dengan pesat adalah industri kerajinan dan rumah

tangga. Industri rumah tangga khususnya di bidang pangan menjadi salah satu

mata pencaharian sebagian penduduk di Kabupaten Karangasem. Berdasarkan

data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, jumlah IRTP mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Jumlah IRTP yang terdaftar pada tahun 2012 adalah

sebanyak 179, tahun 2013 meningkat menjadi 231 dan sampai dengan bulan Juni 2014

tercatat sebanyak 270 IRTP. Jumlah tenaga penjamah makanan yang bekerja di IRTP

Kabupaten Karangasem mencapai 1246 orang.

Program pembinaan yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan

berintegrasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah dilakukan dengan

tujuan pangan yang dijual oleh IRTP aman dikonsumsi oleh masyarakat. Pembinaan

yang dilakukan antara lain adalah penyuluhan kelompok kepada penjamah makanan,

sosialisasi peraturan menteri kesehatan tentang CPPB IRTP dan Bahan Tambahan

Pangan (BTP). Beberapa jenis pangan yang tergolong IRTP diantaranya hasil olahan

tepung seperti roti, kue dan mie, hasil olahan buah seperti manisan, keripik buah, selai

buah, dodol buah dan buah kering, dan hasil olahan kacang-kacangan seperti kacang

kapri, kacang mente, kacang asin dan bumbu kacang.

43

Page 44: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

44

Jumlah IRTP yang telah melengkapi legalitas usahanya dengan mengurus izin

produksi IRTP sampai dengan bulan Juni 2014 adalah sebanyak 10 IRTP (3,7%)

dengan jumlah tenaga penjamah makanan yang dipekerjakan adalah 79 orang. IRTP ini

tersebar di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Karangasem, Bebandem, Selat, Rendang, dan

Kubu.

5.2 Karakteristik Responden

Penelitian ini diawali dengan mencari data jumlah dan nama usaha IRTP di

Kabupaten Karangasem. Berdasarkan data pada Seksi Registrasi, Akreditasi,

Sertifikasi dan Perijinan Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, jumlah IRTP

sampai dengan bulan Juni 2014 di Kabupaten Karangasem sebanyak 270 IRTP

dan 10 diantaranya telah memiliki izin produksi IRTP. Selain itu dilakukan cross

check data jumlah IRTP pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten

Karangasem diperoleh data jumlah IRTP yang telah memiliki izin produksi IRTP

sudah sesuai dengan data di Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. Adapun

jumlah penjamah makanan yang bekerja di 10 IRTP tersebut berjumlah 79 orang.

Mengingat jumlah sampel minimal pada penelitian ini sebanyak 58 penjamah

makanan, maka semua penjamah makanan yang bekerja di IRTP dengan izin

produksi dipilih menjadi sampel.

Data diambil dari pengisian kuesioner yang disebarkan kepada 79 orang

tenaga penjamah makanan yang bekerja pada IRTP yang telah memiliki izin

usaha IRTP. Karakteristik responden yaitu umur dikategorikan menjadi <35 tahun

dan ≥35 tahun, pendidikan dikategorikan menjadi pendidikan rendah dan tinggi

Page 45: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

45

sedangkan masa kerja dikategorikan menjadi ≤ 60 bulan dan > 60 bulan seperti

yang disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.1

Karakteristik Penjamah Makanan pada Industri Rumah Tangga Pangan di

Kabupaten Karangasem Tahun 2015

Karakteristik (n=79) f %

Umur, rerata ±SD 35,8 ± 11,6 tahun

< 35 tahun 41 51,9

≥ 35 tahun 38 48,1

Jenis kelamin

Laki-laki 17 21,52

Perempuan 62 78,48

Pendidikan

Tinggi 46 58,23

Rendah 33 41,77

Masa kerja, median (IQR) 48 (24-96) bulan

> 60 bulan 48 60,76

≤ 60 bulan 31 39,24

Penyuluhan

Pernah 21 26,58

Tidak pernah 58 73,42

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi subjek berdasarkan kelompok umur

relatif seimbang antara subjek yang berumur lebih dari atau sama dengan 35 tahun

(48,1%) dibandingkan yang berumur kurang dari 35 tahun (51,9%), sedangkan

berdasarkan distribusi jenis kelamin, sebagian besar penjamah makanan adalah

perempuan sebanyak 62 orang (78,48%) dan sisanya sebanyak 17 orang (21,52%)

adalah laki-laki. Berdasarkan pendidikan, sebagian besar penjamah makanan

berpendidikan tinggi (SMA, diploma, sarjana) sebanyak 46 orang (58,23%).

Dilihat berdasarkan lama bekerja, penjamah makanan yang bekerja lebih dari 60

bulan berjumlah 48 orang (60,76%) dan sisanya bekerja kurang atau sama dengan

Page 46: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

46

60 bulan. Karakteristik responden berdasarkan pernah tidaknya mengikuti

penyuluhan tentang CPPB pada penelitian ini sebagian besar belum pernah

mengikuti penyuluhan yaitu sebanyak 58 orang (73,42%).

5.3 Gambaran Perilaku Penjamah Makanan dalam Penerapan CPPB pada

IRTP di Kabupaten Karangasem

Penilaian perilaku penjamah makanan dilakukan pengamatan sebanyak tiga

kali dengan selang waktu tujuh hari dari pengamatan sebelumnya. Dilakukan

berulang dalam selang waktu tersebut untuk mendapatkan pola yang jelas atau

konsistensi dalam perilaku dari waktu ke waktu. Pengamatan berulang juga

mengontrol variasi normal perilaku yang diharapkan dalam interval waktu yang

singkat (Milan dkk, 2001). Waktu pengamatan adalah saat penjamah makanan

sedang melakukan kegiatan produksi di IRTP. Item lembar observasi berjumlah

12 item yang terdiri dari perilaku mencuci tangan, memakai perlengkapan kerja,

menggunakan alat bantu saat mengambil makanan matang, menutup makanan

matang, tidak bercakap-cakap, tidak menggaruk anggota tubuh, tidak mengunyah

makanan, tidak menggunakan perhiasan dan tidak memanjangkan kuku saat

melakukan pengolahan makanan. Penelitian ini dibatasi hanya 12 item perilaku

karena pertimbangan lokasi IRTP tidak memiliki fasilitas yang dapat mendukung

perilaku tersebut. Gambaran pengamatan perilaku, perilaku secara keseluruhan

dan gambaran perilaku berdasarkan karakteristik penjamah makanan dapat dilihat

pada tabel 5.2 dan 5.3 berikut ini.

Page 47: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

47

Tabel 5.2

Gambaran Perilaku Penjamah Makanan pada IRTP

di Kabupaten Karangasem

Perilaku Tidak Pernah 1 kali 2 kali Selalu

f (%) f (%) f (%) f (%)

Perilaku Positif

Menutup Makanan Matang 46 (58,23) 17 (21,52) 6 (7,59) 10 (12,66)

Memakai Masker 39 (49,37) 6 (7,59) 5 (6,33) 29 (36,71)

Memakai Penutup Kepala 23 (29,11) 9 (11,39) 4 (5,06) 43 (54,43)

Memakai Sarung Tangan 18 (22,78) 43 (54,43) 6 (7,59) 12 (15,9)

Memakai Celemek 15 (18,99) 6 (7,59) 9 (11,39) 49 (62,03)

Memakai penjepit/alat bantu 9 (11,39) 13 (16,46) 19 (24,05) 38 (48,10)

Mencuci tangan 2 (2,53) 6 (7,59) 17 (21,52) 54 (68,35)

Perilaku Negatif

Bercakap-cakap 34 (43,04) 23 (29,11) 15 (18,99) 7 (8,86)

Menggaruk anggota tubuh 35 (44,30) 30 (37,97) 13 (16,46) 1 (1,27)

Memakai perhiasan 37 (46,84) 33 (41,77) 8 (10,13) 1 (1,27)

Mengunyah makanan 51 (64,56) 19 (24,05) 9 (11,39) 0 (0)

Memanjangkan kuku 62 (78,48) 13 (16,46) 4 (5,06) 0 (0)

Perilaku (Rerata±SD) 35,4±8,5

Baik 39 49,37

Tidak baik 40 50,63

Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa perilaku positif yang paling sedikit

dilakukan oleh penjamah makanan adalah menutup makanan yang telah matang

yaitu hanya 10 penjamah makanan (12,66%) yang selalu menutup makanan

matang pada saat pengamatan dilakukan. Sebanyak 58,23% penjamah makanan

tidak pernah menutup makanan yang matang, 21,52% yang satu kali menutup

makanan matang selama pengamatan, 7,59% yang dua kali menutup makanan

matang selama Perilaku yang juga jarang dilakukan oleh penjamah makanan

adalah menggunakan sarung tangan dan masker, sebanyak 22,78% tidak pernah

Page 48: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

48

menggunakan sarung tangan dan sebanyak 49,37% tidak pernah menggunakan

masker selama pengamatan. Hanya 12 penjamah makanan (15,19%) yang

menggunakan sarung tangan dan hanya 29 penjamah makanan (36,71%) yang

selalu menggunakan masker saat pengamatan dilakukan.

Perilaku negatif yang sering dilakukan oleh penjamah makanan adalah

bercakap-cakap selama proses pengolahan makanan dan menggaruk anggota

tubuh. Sebanyak 15 orang (18,99%) yang ditemukan bercakap-cakap pada dua

kali pengamatan dan 13 orang (16,46) yang ditemukan menggaruk anggota tubuh

pada dua kali pengamatan.

Perilaku menerapkan CPPB pada IRTP secara keseluruhan dinilai

menggunakan 12 kriteria diatas. Masing-masing kriteria diberikan bobot yang

berbeda berdasarkan risiko pencemaran makanan. Perilaku mencuci tangan

sebelum mengolah makanan diberi bobot tiga, perilaku menggunakan pakaian

kerja seperti masker, penutup kepala, sarung tangan dan celemek diberi bobot dua

dan perilaku lainnya diberi bobot satu. Dinyatakan berperilaku baik apabila skor

total perilakunya lebih besar atau sama dengan daripada reratanya yaitu 35. Secara

keseluruhan perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP

dengan baik sebesar 49,37%.

Page 49: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

49

Tabel 5.3

Distribusi Perilaku Penjamah Makanan dalam Menerapkan CPPB pada IRTP

Berdasarkan Karakteristik di Kabupaten Karangasem

Karakteristik

Perilaku

PR 95% CI Nilai

p Baik Tidak Baik

f (%) f (%)

Umur

1,1 0,7-1,7 0,732 < 35 tahun 20 (48,78) 21 (51,22)

≥ 35 tahun 20 (52,63) 18 (47,37)

Jenis Kelamin

0,9 0,5-1,6 0,739 Laki-laki 8 (47,06) 9 (52,94)

Perempuan 32 (51,61) 30 (48,39)

Pendidikan

1,7 1,0-2,8 0,032 Tinggi 28 (60,87) 18 (39,13)

Rendah 12 (36,36) 21 (63,64)

Lama kerja

1,2 0,8-1,9 0,434 > 60 bulan 26 (54,17) 22 (45,83)

≤ 60 bulan 14 (45,16) 17 (54,84)

Penyuluhan

1,8 1,2-2,7 0,006 Pernah 16 (76,19) 5 (23,81)

Tdk pernah 24 (41,38) 34 (58,62)

Tabel 5.3 menunjukkan perilaku dalam penerapan CPPB pada IRTP

berdasarkan karakteristik penjamah makanan. Berdasarkan kelompok umur,

perilaku yang baik pada penjamah makanan pada kelompok lebih atau sama

dengan 35 tahun sebesar 52,63%, lebih tinggi dibandingkan pada kelompok

kurang dari 35 tahun dengan perilaku baik sebesar 48,78%, walaupun demikian

secara statistik tidak bermakna dengan nilai p=0,732. Berdasarkan jenis kelamin

perilaku baik pada penjamah makanan laki-laki mencapai 47,06% lebih rendah

dibandingkan pada perempuan sebesar 51,61% walaupun demikian secara statistik

tidak bermakna dengan nilai p=0,739.

Page 50: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

50

Berdasarkan pendidikan perilaku baik pada penjamah makanan dengan

tingkat pendidikan tinggi yaitu SMA, diploma dan sarjana sebesar 60,87%

sedangkan pada penjamah makanan dengan tingkat pendidikan rendah (tidak

sekolah, SD,SMP) hanya 36,36% yang berperilaku baik Perbedaan ini

menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 1,7 yang menunjukkan peluang

perilaku baik pada penjamah makanan dengan pendidikan tinggi 1,7 kali

dibandingkan penjamah makanan dengan pendidikan rendah. Berdasarkan hasil

uji statistik, pengaruh pendidikan terhadap perilaku penjamah makanan

dinyatakan bermakna dengan CI 95% dari PR 1,0-2,8 dan nilai p=0,032.

Berdasarkan lama kerja, perilaku baik pada penjamah makanan yang bekerja

kurang dari atau sama dengan 60 bulan sebesar 54,17% lebih besar dibandingkan

dengan penjamah makanan yang bekerja lebih dari 60 bulan yaitu sebesar

45,16%. Walaupun demikian secara statistik tidak bermakna dengan nilai

p=0,434. Perbedaan perilaku juga terlihat apabila dipilah berdasarkan pernah

tidaknya mengikuti penyuluhan pangan. Penjamah makanan yang pernah

mengikuti penyuluhan dan berperilaku baik sebesar 76,19% lebih tinggi daripada

penjamah yang tidak pernah mengikuti penyuluhan yaitu hanya sebesar 41,38%.

perbedaan tersebut secara statistik bermakna dengan nilai p=0,006.

5.4 Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Pengetahuan penjamah makanan diukur dengan 12 item pertanyaan meliputi

pertanyaan tentang tujuan pemeriksaan kesehatan sebelum melakukan pengolahan

makanan, tujuan mencuci tangan, alasan tidak bekerja, manfaat penyuluhan

Page 51: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

51

pangan, tujuan memotong kuku, manfaat perlengkapan dan pakaian kerja, alur

penggunaan bahan makanan, dan cara menyimpan makanan matang. Gambaran

penilaian pengetahuan penjamah makanan berdasarkan masing-masing poin

penilaian yang terendah dan pengaruhnya terhadap perilaku dapat dilihat pada

tabel 5.4 dan 5.5.

Tabel 5.4

Pengetahuan Penjamah Makanan dalam Penerapan CPPB pada IRTP

di Kabupaten Karangasem

Penilaian Pengetahuan (n=79) f %

Mengetahui tujuan pemeriksaan kesehatan

sebelum mengolah makanan

77 97,47

Mengetahui tujuan mencuci tangan sebelum

mengolah makanan

53 67,09

Mengetahui kapan sebaiknya tidak bekerja untuk

alasan kesehatan

53 67,09

Mengetahui manfaat penyuluhan pangan bagi

Perusahaan IRTP

78 98,73

Mengetahui manfaat memakai perlengkapan

khusus dan pakaian kerja

5 6,33

Mengetahui tujuan memotong kuku 76 96,20

Mengetahui alur penggunaan bahan makanan 54 68,35

Mengetahui cara menyimpan makanan matang

yang baik

54 68,35

Mengetahui mekanisme pencucian bahan 76 96,20

Mengetahui ciri-ciri makanan yang berkualitas

baik

76 96,20

Mengetahui tujuan penyimpanan makanan dalam

suhu rendah

77 97,47

Mengetahui cara menghindari kontak langsung

dengan makanan

77 97,47

Pengetahuan

Baik 41 51,90

Kurang baik 38 48,10

Page 52: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

52

Berdasarkan Tabel 5.4 terlihat pengetahuan penjamah makanan mengenai

manfaat memakai perlengkapan khusus dan pakaian kerja masih sangat kurang

hanya sebanyak 5 orang penjamah makanan (6,33%) menjawab dengan benar.

Pertanyaan mengenai tujuan mencuci tangan sebelum mengolah makanan, dan

alasan kesehatan sehingga tidak bekerja dijawab benar oleh 53 orang penjamah

makanan (67,09%), dan untuk pertanyaan mengenai alur penggunaan bahan

makanan serta cara menyimpan makanan matang yang baik mampu dijawab benar

oleh 54 orang penjamah makanan (68,35%).

Pengetahuan penjamah makanan secara keseluruhan dinilai menggunakan 12

pertanyaan. Dinyatakan memiliki pengetahuan baik apabila penjamah makanan

mampu menjawab minimal 10 (80%) pertanyaan dengan benar. Secara

keseluruhan pengetahuan penjamah makanan terhadap penerapan CPPB IRTP

sudah baik karena sebanyak 41 penjamah makanan (51,90%) dinyatakan memiliki

pengetahuan baik.

Tabel 5.5

Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku Penjamah Makanan dalam Penerapan

CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem

Variabel Kategori

Perilaku

PR 95% CI Nilai p Baik

f (%)

Tidak baik

f (%)

Pengetahuan Baik 28 (68,42) 13 (31,71) 2,2 1,3–3,6 0,001

Kurang 12 (31,58) 26 (68,42)

Tabel 5.5 menunjukkan hasil analisis pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku penjamah makanan dalam penerapan CPPB pada IRTP. Terlihat ada

perbedaan perilaku berdasarkan tingkat pengetahuan penjamah makanan. Pada

Page 53: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

53

penjamah dengan pengetahuan baik memiliki perilaku baik sebesar 68,42%

sedangkan pada penjamah makanan dengan pengetahuan kurang hanya 31,58%.

Perbedaan ini menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 2,2 yang menunjukkan

bahwa peluang untuk berperilaku baik pada penjamah makanan dengan

pengetahuan baik 2,2 kali dibandingkan penjamah dengan pengetahuan kurang.

Berdasarkan hasil uji statistik, pengaruh pengetahuan terhadap perilaku penjamah

makanan dinyatakan bermakna dengan 95% CI dari PR 1,3-3,6 dan nilai p=0,001.

5.5 Pengaruh Sikap terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Penilaian sikap terhadap perilaku penjamah makanan dalam penerapan CPPB

pada IRTP menggunakan 17 item penilaian skala sikap meliputi pendapat

penjamah makanan terhadap tujuan CPPB, pentingnya penggunaan kelengkapan

khusus seperti masker, sarung tangan, penutup kepala dan celemek, penggunaan

serta penyimpanan bahan makanan yang baik, kebiasaan yang tidak boleh

dilakukan saat mengolah makanan seperti bercakap-cakap, bersin dan batuk dan

penggunaan peralatan memasak yang baik.

Sikap secara keseluruhan dikategorikan menjadi dua yaitu sikap baik dan

kurang baik. Sikap penjamah dikatakan baik apabila memiliki pendapat yang baik

minimal terhadap 14 penilaian skala sikap (80%) sedangkan apabila kurang dari

14 poin skala sikap maka sikapnya akan dianggap kurang baik. Gambaran sikap

dalam penerapan CPPB pada IRTP berdasarkan beberapa poin penilaian dan

pengaruhnya terhadap perilaku penjamah makanan dapat dilihat pada tabel 5.6

dan 5.7.

Page 54: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

54

Tabel 5.6

Sikap Penjamah Makanan dalam Penerapan CPPB pada IRTP

di Kabupaten Karangasem

Penilaian sikap (n=79) f %

Setuju tidak bercakap-cakap saat mengolah pangan 52 65,82

Setuju menggunakan penutup rambut/ penutup kepala 75 94,94

Setuju melepaskan perhiasan saat mengolah makanan 68 86,08

Setuju tidak makan dan minum saat mengolah pangan 67 84,81

Setuju mencuci tangan setelah keluar dari toilet 70 88,61

Setuju apabila celemek tidak dipakai di dalam toilet 58 73,42

Setuju apabila sebelum mencuci peralatan, membuang sisa makanan 58 73,42

Setuju apabila tempat menyimpan peralatan tidak lembab dan basah 55 69,62

Setuju tidak menggaruk anggota tubuh 74 93,67

Setuju tidak batuk dan bersin ke arah makanan 64 81,01

Setuju apabila mengambil makanan dengan alat bantu 72 91,14

Setuju apabila tidak menggunakan peralatan yang rusak 76 96,20

Setuju apabila sampah daun dan plastik dipisahkan 72 91,14

Setuju apabila penerapan CPPB dapat menjamin kualitas pangan 79 100

Setuju apabila menyimpan bahan di tempat yang kering 76 96,20

Setuju apabila permukaan peralatan diletakkan menghadap ke bawah 78 98,73

Setuju apabila tempat bahan makanan terpisah dengan alat kebersihan 77 97,47

Sikap

Baik 37 46,84

Kurang baik 42 53,16

Berdasarkan Tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar penjamah makanan

memberikan pendapat yang positif pada poin-poin penilaian sikap. Hampir

semuanya diatas 55%. Penilaian sikap secara keseluruhan mendapatkan bahwa

sebagian besar penjamah makanan mempunyai sikap kurang baik terhadap

perilaku penerapan CPPB pada IRTP yaitu sebanyak 42 orang (53,16%).

Page 55: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

55

Tabel 5.7

Pengaruh Sikap terhadap Perilaku Penjamah Makanan dalam Penerapan CPPB

IRTP di Kabupaten Karangasem

Variabel Kategori

Perilaku

PR 95% CI Nilai

p Baik f (%) Tidak baik

f (%)

Sikap Baik 26 (70,27) 11 (29,73) 2,1 1,3-3,4 0,001

Kurang baik 14 (33,33) 28(66,67)

Tabel 5.7 menunjukkan hasil analisis pengaruh sikap terhadap perilaku

penjamah makanan dalam penerapan CPPB pada IRTP. Terlihat ada perbedaan

perilaku berdasarkan kategori sikap penjamah makanan. Pada penjamah makanan

dengan sikap baik memiliki perilaku yang baik sebesar 70,27% sedangkan

penjamah makanan dengan sikap kurang memiliki perilaku baik sebesar 33,33%.

Perbedaan ini menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 2,1 yang menunjukkan

peluang perilaku baik pada penjamah makanan yang memiliki sikap baik 2,1 kali

dibandingkan penjamah makanan yang memiliki sikap kurang baik. Berdasarkan

hasil uji statistik, pengaruh sikap terhadap perilaku penjamah makanan dinyatakan

bermakna dengan CI 95% dari PR 1,3-3,4 dan nilai p=0,001.

5.6 Pengaruh Dukungan Pengelola terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Penilaian dukungan pengelola terhadap perilaku penjamah makanan diukur

menggunakan lima poin penilaian yang meliputi pertanyaan tentang pemberian

pujian dari pengelola, disediakannya peraturan tertulis tentang higiene sanitasi,

pemberian reward oleh pengelola, pemberian kesempatan mengikuti penyuluhan

dan pemberian penghargaan kepada penjamah makanan. Dukungan pengelola

Page 56: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

56

dikategorikan menjadi dua yaitu dukungan baik dan dukungan kurang. Dukungan

pengelola dinyatakan baik apabila minimal empat poin penilaian dijawab ya

sedangkan jika menjawab kurang dari empat maka dukungannya dianggap

kurang. Gambaran dukungan pengelola terhadap perilaku penjamah makanan

berdasarkan masing-masing poin penilaian dan pengaruhnya terhadap perilaku

dapat dilihat pada tabel 5.8 dan 5.9.

Tabel 5.8

Dukungan Pengelola dalam Penerapan CPPB pada IRTP

di Kabupaten Karangasem

Penilaian Dukungan Pengelola (n=79) f %

Memberi pujian 77 97,47

Membuat peraturan tertulis 63 79,75

Memberikan insentif 58 73,42

Memberi kesempatan mengikuti penyuluhan 59 74,68

Memberi penghargaan 40 50,63

Pengetahuan

Baik 36 45,57

Kurang 43 54,43

Berdasarkan Tabel 5.8 terlihat bahwa sebagian besar pengelola memberi

pujian kepada penjamah makanan apabila bekerja mengenakan pakaian kerja,

celemek, dan penutup kepala yaitu sebesar 97,47%. Pengelola yang membuat

peraturan tertulis sebesar 79,75%. Pengelola yang memberikan insentif berupa

uang tambahan apabila penjamah makanan menerapkan CPPB IRTP sebesar

73,42%, namun hanya 40 pengelola (50,63%) yang memberi penghargaan kepada

penjamah makanan terkait penerapan higiene sanitasi di tempat kerja.

Page 57: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

57

Tabel 5.9

Pengaruh Dukungan Pengelola terhadap Perilaku Penjamah Makanan dalam

Penerapan CPPB IRTP di Kabupaten Karangasem

Variabel Kategori Perilaku

PR 95% CI Nilai p Baik f (%) Tidak baik f (%)

Dukungan

Pengelola

Baik 30 (83,33) 6 (16,67) 3,6 2,0-6,3 <0,001

Kurang baik 10 (23,26) 33 (76,74)

Tabel 5.9 menunjukkan hasil analisis pengaruh dukungan pengelola terhadap

perilaku penjamah makanan dalam penerapan CPPB pada IRTP. Terlihat ada

perbedaan perilaku berdasarkan kategori dukungan pengelola. Pada dukungan

pengelola baik, penjamah makanan memiliki perilaku yang baik sebesar 83,33%

sedangkan pada dukungan pengelola kurang baik hanya 23,26%. Perbedaan ini

menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 3,6 yang menunjukkan peluang

perilaku baik pada penjamah makanan yang mendapat dukungan pengelola baik

3,6 kali dibandingkan penjamah makanan mendapat dukungan pengelola kurang

baik. Berdasarkan hasil uji statistik, pengaruh dukungan pengelola terhadap

perilaku penjamah makanan dinyatakan bermakna dengan CI 95% dari PR2,0-6,3

dan nilai p<0,001.

5.7 Pengaruh Ketersediaan Fasilitas terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Ketersediaan fasilitas dinilai dari pengamatan yang dilakukan pada 10 sarana

IRTP. Ketersediaan fasilitas dibagi menjadi dua jenis yaitu fasilitas utama dan

fasilitas penunjang. Fasilitas utama terdiri dari adanya sarana cuci tangan dan

tempat sampah yang memenuhi standar sementara itu fasilitas penunjang terdiri

Page 58: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

58

dari tersedianya sarana pengering tangan, sarana pencucian bahan, sarana

pencucian peralatan, sarana toilet, sarana pembuangan limbah cair, tempat

penyimpanan bahan, tempat penyimpanan peralatan dan tersedianya meja kerja.

Ketersediaan fasilitas secara keseluruhan dikategorikan menjadi dua yaitu fasilitas

lengkap dan kurang. Ketersediaan fasilitas dinyatakan lengkap apabila seluruh

fasilitas utama tersedia ditambah empat poin fasilitas penunjang terpenuhi. Dan

apabila tidak memenuhi persyaratan diatas dikategorikan menjadi fasilitas kurang

lengkap. Gambaran ketersediaan fasilitas dan pengaruhnya terhadap perilaku

dapat dilihat pada Tabel 5.10 dan 5.11.

Tabel 5.10

Ketersediaan Fasilitas dalam Penerapan CPPB pada IRTP

di Kabupaten Karangasem

Ketersediaan Fasilitas (n=79) f %

Sarana cuci tangan 37 46,84

Tempat sampah yang sudah dipilah 37 46,84

Pengering tangan atau lap bersih 51 64,56

Sarana pencucian bahan pangan 64 81,01

Sarana pencucian peralatan 58 73,42

Sarana toilet 57 73,42

Sarana pembuangan limbah 59 72,15

Tempat penyimpanan bahan makanan 54 74,68

Tempat penyimpanan peralatan produksi 54 68,35

Meja atau tempat kerja 52 65,82

Ketersediaan Fasilitas

Lengkap 35 44,3

Kurang lengkap 44 55,70

Berdasarkan Tabel 5.10 terlihat bahwa hanya 46,84% IRTP yang memiliki

sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir serta

tempat sampah yang sudah dipisah antara sampah organik dan anorganik. Dari

Page 59: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

59

Tabel juga diketahui bahwa sebagian besar sarana IRTP telah memiliki sarana

pencucian bahan pangan yaitu sebesar 81,01%. Ketersediaan sarana lain seperti

toilet, pengering tangan, penyimpanan bahan dan meja kerja yang sesuai dengan

persyaratan kesehatan telah dimiliki oleh sebagian besar IRTP terlihat dari

persentase diatas 60%.

Tabel 5.11

Pengaruh Ketersediaan Fasilitas terhadap Perilaku Penjamah Makanan dalam

Penerapan CPPB IRTP di Kabupaten Karangasem

Variabel Kategori Perilaku

PR 95% CI Nilai p Baik f (%) Tidak baik f (%)

Ketersediaan

Fasilitas

Lengkap 17 (48,57) 18 (51,43) 0,93 0,5-1,4 0,744

Kurang lengkap 23 (52,27) 21 (47,73)

Tabel 5.11 menunjukkan hasil analisis pengaruh ketersediaan fasilitas

terhadap perilaku penjamah makanan dalam penerapan CPPB pada IRTP. Terlihat

ada perbedaan perilaku berdasarkan kategori ketersediaan fasilitas. Pada fasilitas

lengkap, penjamah makanan memiliki perilaku yang baik sebesar 48,57%

sedangkan pada ketersediaan fasilitas kurang lengkap sebesar 52,27%. Perbedaan

ini menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 0,93. Nilai PR yang mendekati

satu menunjukkan kecilnya (tidak ada) pengaruh ketersediaan fasilitas terhadap

perilaku dan secara statistik pengaruh tersebut tidak bermakna dengan CI 95%

dari PR 0,5-1,4 dan nilai p= 0,744.

Page 60: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

60

5.8 Hasil Analisis Multivariat

Analisis multivariat yang digunakan pada penelitian ini adalah Poisson

Regresion Model. Analisis ini untuk mengetahui faktor yang secara mandiri

(independent) berpengaruh terhadap perilaku penjamah makanan. Metode

eliminasi yang digunakan dalam analisis ini adalah enter yaitu memasukkan

semua variabel sekaligus ke dalam model. Variabel yang dimasukkan adalah

variabel yang mempunyai pengaruh yang bermakna secara statistik berdasarkan

chi square test. Hasil analisis sebelumnya menunjukkan ada 5 variabel yang

secara statistik bermakna mempengaruhi perilaku penjamah makanan yaitu

pendidikan, penyuluhan, pengetahuan, sikap, dan dukungan pengelola. Sehingga

model dasar dari analisis multivariat hanya diisi oleh kelima variabel tersebut.

Model dasar hasil analisis multivariat menggunakan Poisson Regresion dapat

dilihat pada Tabel 5.12

Tabel 5.12

Hasil Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penjamah

Makanan dalam Penerapan CPPB IRTP di Kabupaten Karangasem

Variabel PR

Confidence Interval

nilai p R2 batas

bawah

batas

atas

Pendidikan 1,28 0,87 1,88 0,216

0,16

Penyuluhan 1,02 0,73 1,43 0,902

Pengetahuan 1,48 1,01 2,15 0,042

Sikap 2,13 1,47 3,08 < 0,001

Dukungan pengelola 3,01 1,77 5,13 < 0,001

Berdasarkan model tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa faktor yang secara

mandiri (independent) mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam

penerapan CPPB pada IRTP adalah faktor pengetahuan, sikap dan dukungan

Page 61: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

61

pengelola. Pengetahuan penjamah makanan yang baik akan meningkatkan

peluang terjadinya perilaku yang baik sebesar 1,48 kali dibandingkan penjamah

yang pengetahuannya kurang dan secara statistik pengaruh tersebut bermakna

dengan 95% CI dari PR 1,01-2,15 dan nilai p=0,042. Sikap penjamah yang baik

akan meningkatkan peluang terjadinya perilaku yang baik sebesar 2,13 kali

dibandingkan penjamah yang kurang mendapat dukungan dari pengelola dan

secara statistik pengaruh tersebut bermakna dengan 95% CI dari PR 1,47- 3,08

dan nilai p< 0,001. Dukungan pengelola yang baik akan meningkatkan peluang

terjadinya perilaku yang baik sebesar 3,01 kali dibandingkan penjamah yang

kurang mendapat dukungan dari pengelola dan secara statistik pengaruh tersebut

bermakna dengan 95% CI dari PR 1,77-5,13 dan nilai p < 0,001. Secara statistik

kelima variabel independen tersebut (pendidikan, penyuluhan, pengetahuan, sikap

dan dukungan pengelola) memberikan kontribusi untuk memprediksi perilaku

penjamah makanan sebesar 0,16% (R2=0,16), sisanya kemungkinan dipengaruhi

oleh faktor lain yang tidak diteliti.

5.9 Analisis Lanjutan Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Dukungan

Pengelola

Analisis lanjutan pasca analisis multivariat dilakukan untuk lebih

memperdalam hasil penelitian dengan mengidentifikasi apakah ada hubungan

antar variabel yang membentuk suatu mekanisme tertentu dalam pengaruhnya

terhadap perilaku penjamah makanan. Misalnya apabila hasil analisis multivariat

menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap perilaku

Page 62: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

62

hanya pengetahuan, sikap dan dukungan pengelola bukan berarti variabel lainnya

tidak ada pengaruhnya. Kemungkinan ada pengaruh tidak langsung dari variabel-

variabel yang lain. Untuk itu, analisis lanjutan ini bertujuan untuk mencoba

mengidentifikasi apakah ada pengaruh variabel lain terhadap pengetahuan dan

sikap serta apakah ada pengaruh dukungan pengelola terhadap variabel yang lain.

Hasil analisis lanjutan dapat dilihat pada Tabel 5.13, 5.14 dan 5.15

Tabel 5.13

Pengaruh Pendidikan Terhadap Pengetahuan dalam Penerapan CPPB IRTP di

Kabupaten Karangasem

Variabel Kategori Pengetahuan PR 95% CI Nilai p

Baik

f (%)

Tidak baik

f (%)

Pendidikan

Tinggi 29 (63,04) 17 (36,96) 1,73 1,05-2,87 0,019

Rendah 12 (36,36) 21 (63,64)

Tabel 5.14 merupakan hasil analisis pengaruh variabel pendidikan terhadap

pengetahuan. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan adanya pengaruh pendidikan

terhadap pengetahuan dengan nilai PR sebesar 1,73 dan secara statistik dinyatakan

bermakna dengan 95% CI dari PR 1,05-2,87 dan nilai p=0,019.

Tabel 5.14

Pengaruh Penyuluhan Terhadap Sikap dalam Penerapan CPPB IRTP di

Kabupaten Karangasem

Variabel Kategori

Sikap

PR 95% CI Nilai p Baik

f (%)

Tidak baik

f (%)

Penyuluhan

Pernah 14 (66,67) 7 (33,33) 2,2 1,0-5,0 0,034

Tidak 23 (39,66) 35 (60,34)

Page 63: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

63

Tabel 5.14 menunjukkan adanya pengaruh penyuluhan terhadap sikap,

terlihat dari nilai PR sebesar 2,2. Penyuluhan akan meningkatkan peluang

terjadinya sikap yang baik sebesar 2,2 kali dibandingkan penjamah yang tidak

pernah mendapat penyuluhan dan secara statistik dinyatakan bermakna dengan

95% CI dari PR 1,0-5,0 dan nilai p=0,034.

Tabel 5.15

Pengaruh Dukungan Pengelola Terhadap Pengetahuan dalam Penerapan CPPB

IRTP di Kabupaten Karangasem

Variabel Kategori Pengetahuan PR 95% CI Nilai p

Baik

f (%)

Tidak baik

f (%)

Dukungan Pengelola

Baik 26 (72,22) 10 (27,78) 2,1 1,3-3,3 0,001

Kurang 15 (34,88) 28 (65,12)

Tabel 5.15 menunjukkan adanya pengaruh dukungan pengelola terhadap

pengetahuan, terlihat dari nilai PR sebesar 2,1. Dukungan pengelola yang baik

akan meningkatkan peluang pengetahuan penjamah sebesar 2,1 kali dan secara

statistik dinyatakan bermakna dengan 95% CI dari PR 1,3-3,3 dan nilai p=0,001.

Page 64: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

64

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian

6.1.1 Perilaku Penjamah Makanan dalam Penerapan CPPB pada IRTP di

Kabupaten Karangasem

Hasil penilaian perilaku penjamah makanan yang baik dalam penerapan

CPPB IRTP pada penelitian ini menunjukkan angka yang masih relatif rendah

yaitu 49,37%. Angka ini masih jauh dari harapan yaitu penjamah makanan yang

bekerja di sarana IRTP yang berizin hendaknya selalu berperilaku baik karena

dalam prosedur penerbitan izin IRTP, penjamah makanan telah memperoleh

informasi dan pembinaan mengenai perilaku dalam pengolahan pangan (BPOM,

2012).

Perilaku yang diteliti pada penelitian ini hanya 12 item perilaku dari 19 item

yang diatur dalam CPPB IRTP. Hal ini karena pertimbangan lokasi yaitu tidak

semua IRTP memiliki fasilitas yang mendukung perilaku tersebut. di samping itu,

beberapa item perilaku juga diasumsikan tidak mungkin dilakukan pada semua

kondisi IRTP yang diteliti.

Perilaku yang paling berisiko mencemari makanan apabila tidak dilakukan

adalah mencuci tangan sebelum melakukan pengolahan makanan. Mencuci tangan

sebaiknya dilakukan dengan sabun dan air mengalir. Kebiasaan mencuci tangan

harus dilakukan sebelum menjamah makanan, sebelum memegang peralatan,

sebelum makan, setelah keluar dari toilet, setelah meracik bahan mentah seperti

daging dan setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti bersalaman atau

64

Page 65: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

65

memperbaiki peralatan (BPOM, 2012). Dalam penelitian ini, pengamatan

dilakukan sebelum semua penjamah makanan melakukan pengolahan pangan dan

dari tiga kali pengamatan sebanyak 68,35% selalu mencuci tangan dan 2,53%

tidak pernah mencuci tangan. Mencuci tangan bertujuan untuk menjaga

kebersihan tangan dan mencegah penularan bakteri dari tangan ke makanan. Pada

umumnya ada keengganan untuk mencuci tangan karena dirasakan memakan

waktu sebelum mengerjakan sesuatu, dan letak sarana pencucian tangan yang

cukup jauh.

Beberapa penjamah makanan juga masih menggunakan perhiasan saat

bekerja. Perhiasan yang dipakai dapat menjadi sumber cemaran karena adanya

debu, kotoran atau keringat yang menempel di dalamnya dan akan menyulitkan

penjamah saat mencuci tangan. Tangan yang menggunakan perhiasan akan sulit

dicuci sampai bersih karena lekukan perhiasan dan kulit dibawah perhiasan dapat

menjadi tempat berkumpulnya kuman atau bakteri (Kemenkes RI, 2012).

Beberapa penjamah makanan juga masih enggan menggunakan perlengkapan

kerja seperti celemek, penutup kepala, masker maupun sarung tangan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, penjamah makanan tidak

menggunakan perlengkapan kerja karena tidak mengetahui manfaatnya, merasa

tidak nyaman dan justru merasa aktifitasnya menjadi terganggu karena

menggunakan perlengkapan tersebut.

Berdasarkan hasil analisis multivariat, pengetahuan, sikap dan dukungan

pengelola berpengaruh langsung terhadap perilaku penjamah makanan.

Sedangkan hasil analisis tambahan menyebutkan bahwa pendidikan berpengaruh

Page 66: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

66

terhadap pengetahuan dan ada pengaruh penyuluhan terhadap sikap. Ditemukan

juga bahwa dukungan pengelola memberi pengaruh terhadap pengetahuan

penjamah makanan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pendidikan dan

penyuluhan berpengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku penjamah

makanan. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan secara signifikan, pengetahuan

yang baik akan mendorong seseorang untuk bersikap baik, dan sikap yang baik

mendukung seseorang untuk berperilaku baik. Disamping itu, penyuluhan

mempengaruhi sikap penjamah secara signifikan, dan sikap mendorong penjamah

makanan untuk berperilaku baik. Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan dan sikap penjamah makanan dalam menerapkan CPPB IRTP

(Agustini, 2008). Dalam pemberian penyuluhan, selain menambah pengetahuan

tentang CPPB IRTP, diperlukan juga pembentukan sikap untuk membangkitkan

komponen afektif dan kognitif penjamah makanan sehingga selain pemahaman

tentang CPPB IRTP meningkat, penghayatan terhadap pekerjaannya juga

mengalami peningkatan (Robbin, 2011).

Hasil penelitian ini sesuai dengan Social Learning Theory (Teori Belajar

Sosial) dari Bandura (1989) yang menyatakan bahwa faktor internal dan eksternal

sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor internal dalam penelitian ini

adalah pengetahuan dan sikap penjamah makanan itu sendiri. Sedangkan faktor

eksternal mempengaruhi diri dengan dua cara yaitu melalui role model dan

penguatan (reinforcement). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu penjamah

makanan cenderung meniru pengelola yang dianggap sebagai role model dalam

berperilaku dan dikuatkan oleh pemberian dukungan dari pengelola.

Page 67: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

67

Hasil tersebut senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Azira dkk

(2012) di Malaysia. Penelitian tersebut menyatakan bahwa hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan dengan sikap (p=0,008), pengetahuan dengan

sikap (p ≤ 0,01), serta pengetahuan dengan perilaku (p=0,041). Meskipun hasil

tersebut memuaskan, beberapa aspek masih perlu ditekankan serta dibutuhkan

adanya penyuluhan untuk meminimalisir kesalahan dalam pengolahan pangan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Maryam Ansari (2011) di Malaysia

menyebutkan bahwa peningkatan pengetahuan dan sikap penjamah makanan tidak

selalu menghasilkan perubahan positif pada perilaku penanganan makanan.

Penjamah makanan yang memiliki pengetahuan dan sikap baik tidak selalu

berperilaku baik dalam mengolah makanan.

6.1.2 Pengaruh Umur Terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Umur adalah lamanya hidup yang dilalui terhitung mulai saat dilahirkan

sampai saat dilakukan penelitian. Umur responden pada penelitian ini paling

rendah 17 tahun dan umur yang paling tinggi 65 tahun. Rerata umur responden

adalah <35 tahun dan ≥ 35 tahun. Dari hasil analisis bivariat dapat diketahui

bahwa penjamah makanan kelompok umur <35 tahun lebih banyak berperilaku

baik yaitu sebesar 48,78% sedangkan pada kelompok umur ≥ 35 tahun sebesar

52,63% yang berperilaku baik.

Berdasarkan analisis bivariat dengan uji chi square menunjukkan bahwa

variabel umur tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku penjamah makanan

Page 68: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

68

dengan nilai p=0,732. Dapat disimpulkan bahwa bahwa variabel umur tidak

berpengaruh terhadap perilaku penjamah makanan dalam penerapan CPPB IRTP.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Marsaulina

(2004) di Jakarta yang menyimpulkan adanya hubungan antara umur dengan

perilaku menjaga kebersihan perorangan, semakin tinggi umur penjamah makanan

maka makin baik perilaku penjamah makanan tersebut. Begitu juga dengan

penelitian yang dilakukan Adam Yosvita (2011) di Balikpapan yang menyatakan

bahwa umur mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku seseorang. Semakin

bertambahnya umur maka bertambah pula kedewasaannya, makin mantap

pengendalian emosinya dan makin tepat segala tindakannya.

Berdasarkan telaah literatur, perilaku kerja seseorang umumnya lebih stabil

ketika menginjak umur dewasa. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh

perbedaan latar belakang budaya dan pengalaman kerja sehingga sikap dan

perilaku seseorang menjadi sangat bervariasi (Wibowo, 2013). Hal ini berbeda

dengan teori menurut Nubeis Aids (1998) yang menyatakan bahwa umur

berpengaruh terhadap kemampuan untuk belajar menyesuaikan diri.

Umur bukan suatu patokan untuk berperilaku baik jika bukan didasari oleh

sikap dari penjamah makanan itu sendiri. Selain itu juga disebabkan adanya

anggapan bahwa penerapan CPPB IRTP bukanlah hal yang penting untuk

dilakukan, tidak pernah ada teguran dari pengelola apabila tidak menerapkan

CPPB IRTP. Hal ini dapat terjadi karena perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh

umur seseorang, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar dan

kebiasaan sehari-hari yang dilakukan orang tersebut.

Page 69: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

69

6.1.3 Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Berdasarkan hasil analisis bivariat ditemukan proporsi tertinggi yang

berperilaku baik adalah penjamah makanan dengan jenis kelamin perempuan

sebanyak 51,61% sedangkan penjamah makanan dengan jenis kelamin laki-laki

yang berperilaku baik hanya 47,06%. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa

tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap perilaku penjamah makanan dilihat dari

nilai p=0,739.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Siew Lian Tan dkk (2013) di Selangor Malaysia yang menyebutkan bahwa

jenis kelamin berhubungan dengan perilaku mencuci tangan (p=0,039), yaitu

perempuan lebih sering mencuci tangan sebelum mengolah makanan daripada

laki-laki.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa sebenarnya kinerja laki-laki dan

perempuan dalam menangani pekerjaan relatif sama. Keduanya hampir sama

konsistensinya dalam memecahkan masalah, keterampilan analitis, dorongan

kompetitif, motivasi dan kemampuan belajar. Pendekatan psikologi menyatakan

bahwa perempuan lebih patuh pada aturan dan otoritas sedangkan pria lebih

agresif. Kecenderungan perempuan lebih patuh terhadap aturan pengolahan

makanan terbukti dalam penelitian ini, sebagian besar penjamah makanan dengan

jenis kelamin perempuan telah berperilaku baik dalam penerapan CPPB IRTP.

Namun perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh perbedaan yang signifikan

dari jumlah sampel laki-laki dan perempuan yang menjadi responden. Jumlah

penjamah makanan yang berjenis kelamin laki-laki hanya 17 orang sementara itu

Page 70: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

70

jumlah penjamah makanan perempuan adalah 62 orang. Rentang jumlah yang

jauh inilah menyebabkan proporsi penjamah laki-laki berperilaku baik jauh lebih

sedikit dari penjamah makanan perempuan berperilaku baik.

6.1.4 Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Penjamah

Makanan

Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh

penjamah makanan. Dari hasil analisis bivariat, proporsi tertinggi yang

berperilaku baik adalah penjamah makanan dengan pendidikan tinggi sebanyak 28

orang (60,87%) sedangkan penjamah makanan berpendidikan rendah yang

berperilaku baik hanya 12 orang (36,36%). Uji poisson regresion mendapatkan

bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap perilaku penjamah makanan

yaitu nilai p=0,216 dengan PR=1,28 dan 95%CI= 0,87-1,88. Namun, hasil analisis

tambahan menunjukkan bahwa pendidikan memberikan pengaruh secara tidak

langsung terhadap perilaku melalui mekanisme peningkatan pengetahuan.

Tingginya tingkat pendidikan menunjukkan pengetahuannya baik sehingga

mempengaruhi perilakunya dalam penerapan CPPB IRTP.

Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan tidak mempengaruhi perilaku seseorang untuk berperilaku baik.

Seharusnya meningkatnya tingkat pendidikan seseorang akan membuat orang

tersebut semakin peduli terhadap kebersihan personal dan kesehatannya.

Pendidikan yang lebih tinggi tidak menjamin perilaku penjamah makanan

menjadi baik khususnya dalam hal pengolahan makanan.

Page 71: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

71

Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan teori perilaku yang menyebutkan

bahwa pendidikan merupakan faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya

perilaku seseorang. Seseorang yang berpendidikan baik yang baik akan

meningkatkan kemampuan memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis

dan mengevaluasi perilakunya (Notoatmodjo, 2010).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Zain Maison dkk (2002) di

Malaysia yang menyebutkan bahwa penjamah makanan yang berpendidikan

tinggi cenderung berperilaku lebih baik dan sesuai dengan aturan (p=0,006)

sehingga pemberian penghargaan bagi penjamah makanan sangat dibutuhkan

untuk menjaga perilaku mereka agar tetap baik.

Perbedaan berbagai hasil penelitian tersebut disebabkan oleh perbedaan

kondisi masyarakat seperti kondisi geografis, tingkat mobilisasi penduduk,

tingginya arus informasi yang diterima masyarakat serta karakteristik masyarakat

setempat. Rendahnya perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB IRTP

banyak juga disebabkan oleh kurangnya tingkat kewaspadaan masyarakat

terhadap penyakit bawaan makanan (Bas,M dkk, 2006). Melihat hasil penelitian

ini, dapat disampaikan bahwa pendidikan tidak selalu mempengaruhi tindakan

atau perilaku seseorang, walaupun pendidikannya tinggi tidak selalu menjamin

perilaku yang lebih baik dalam penerapan CPPB IRTP mengingat banyak faktor

lain yang mempengaruhi perubahan perilaku disamping faktor sosial ekonomi,

pengetahuan dan sikap juga dukungan dari pengelola IRTP serta ketersediaan

fasilitas pada IRTP.

Page 72: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

72

6.1.5 Pengaruh Masa Kerja Terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Masa kerja adalah lamanya waktu bekerja responden di IRTP terhitung mulai

masuk bekerja sampai saat pengambilan data dilakukan, masa kerja ini dihitung

selama bekerja sebagai penjamah makanan walaupun di perusahaan yang berbeda.

Pada penelitian ini, sebanyak 31 orang responden bekerja ≤ 60 bulan dan 48 orang

bekerja >60 bulan. Menurut teori, secara empiris umur berpengaruh terhadap

bagaimana perilaku seorang individu, termasuk bagaimana kemampuannya untuk

bekerja, merespon stimulus yang dilancarkan oleh individu lainnya (Wibowo,

2013).

Berdasarkan hasil analisis bivariat ditemukan penjamah makanan dengan

masa kerja ≤ 60 bulan berperilaku baik dalam penerapan CPPB IRTP sebesar

45,16% lebih rendah daripada penjamah makanan dengan masa kerja >60 bulan

sebesar 54,17%. Perbedaan ini menghasilkan prevalence ratio (PR) sebesar 1,2

dan secara statistik pengaruh tersebut tidak bermakna dengan CI 95% dari PR 0,8-

1,9 dan nilai p= 0,434.

Hasil penelitian ini senada dengan penelitian mengenai masa kerja dan

pengaruhnya terhadap perilaku penjamah makanan yang pernah dilakukan oleh

Marsaulina (2004) di Jakarta. Penelitian ini menyebutkan bahwa masa kerja atau

pengalaman kerja tidak memiliki konsistensi hubungan dengan perilaku.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori perilaku tentang masa kerja, yaitu

tenaga kerja dengan masa kerja lebih lama umumnya berperilaku lebih baik

berdasarkan pengalamannya (Notoatmodjo, 2010). Penjamah makanan yang

memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun lebih banyak yang berperilaku baik

Page 73: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

73

dibandingkan yang bekerja kurang dari 5 tahun. Hal ini dapat diasumsikan bahwa

semakin lama seseorang bekerja maka prestasi kerjanya akan semakin stabil

bahkan cenderung meningkat karena faktor kebiasaan dan rutinitas pekerjaan.

Berdasarkan hasil wawancara, penjamah makanan merasa perilaku tersebut

sebagai rutinitas yang harus dilakukan setiap hari, disamping itu adanya reward

dari pengelola berupa peningkatan gaji penjamah makanan dan uang tambahan

saat hari raya memberi motivasi kepada penjamah makanan untuk bekerja dengan

baik dan sesuai dengan CPPB IRTP.

Relevansi masa kerja adalah berkaitan langsung dengan senioritas dalam

pekerjaan. Artinya tidak relevan membandingkan masa kerja dengan perilakunya

karena penelitian menunjukkan bahwa belum tentu orang yang baru bekerja

memiliki produktifitas lebih tinggi karena bisa saja orang yang sudah lama

bekerja dan pengalamannya lebih baik akan memiliki produktifitas kerja yang

tinggi karena semakin rendah keinginannya meninggalkan pekerjaannya.

Masa kerja ditemukan tidak berpengaruh terhadap perilaku penjamah

makanan karena peran dari faktor lain sangat besar salah satunya adalah dukungan

dari pengelola. Masa kerja tidak akan memiliki pengaruh terhadap perilaku

apabila tidak ada upaya retensi dari pengelola. Rendahnya perhatian dan

pembinaan khusus menyebabkan penjamah makanan baik yang memiliki masa

kerja baru dan lama menjadi enggan menerapkan CPPB IRTP.

Page 74: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

74

6.1.6 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

Hasil penelitian mendapatkan bahwa sudah sebagian besar (51,90%)

pengetahuan penjamah makanan tergolong baik. Materi yang ditanyakan untuk

mengukur pengetahuan merupakan materi yang diberikan saat penyuluhan atau

saat dilakukannya peninjauan lapangan dalam rangka pemberian izin produksi

IRTP. Penyuluhan tentang pangan sangat penting untuk terus dilakukan. Kegiatan

ini seharusnya dilakukan secara berkala dan berkesinambungan agar pemahaman

dan pengetahuan penjamah makanan semakin meningkat. Selain itu penyuluhan

sangat penting dilakukan karena tanpa penyuluhan, penjamah makanan akan

kesulitan mendapatkan informasi penting tentang pangan. Adapun informasi yang

yang sebaiknya diketahui oleh penjamah makanan adalah prinsip higiene sanitasi,

penyakit bawaan makanan, bahan pencemar makanan, sanitasi peralatan,

kebersihan lingkungan, pengendalian hama, higiene personal dan bahan tambahan

makanan. Sesuai dengan hasil analisis univariat, informasi mengenai manfaat

penggunaan perlengkapan khusus dan pakaian kerja sangat dibutuhkan oleh

penjamah makanan.

Page 75: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

75

Hasil penelitian mendapatkan adanya perbedaan peluang antara IRTP dengan

penjamah makanan berperilaku baik dibandingkan IRTP dengan penjamah

makanan berperilaku kurang baik. Hal ini menunjukkan pengetahuan penjamah

makanan yang baik akan meningkatkan perilaku penjamah makanan dalam

penerapan CPPB pada IRTP. Perbedaan tersebut bermakna secara statistik

sehingga pengetahuan berpengaruh langsung terhadap perilaku. Analisis

tambahan juga menemukan bahwa dukungan pengelola memiliki pengaruh secara

langsung terhadap pengetahuan penjamah makanan dalam menerapkan CPPB.

Dukungan pengelola yang dimaksud adalah pemberian kesempatan untuk

mengikuti penyuluhan baik yang diselenggarakan sendiri maupun yang

diselenggarakan oleh pemerintah. Penyuluhan yang diperoleh mampu

meningkatkan pengetahuan penjamah makanan sehingga mereka mampu

berperilaku sesuai dengan CPPB IRTP.

Hasil ini didukung oleh penelitian lain yang mempelajari tentang

pengetahuan dan perilaku di bidang kesehatan. Penelitian kesehatan tentang

pengetahuan pada penjamah makanan salah satunya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Fatmawati, dkk (2010) di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku penjamah makanan.

Penelitian ini mendapatkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku penjamah makanan saat melakukan pengolahan makanan.

Namun disamping pengetahuan masih ada faktor lain yang berpengaruh lebih kuat

terhadap perilaku higiene pengolah makanan seperti kebiasan dari tenaga

pengolah makanan yang belum memperhatikan higiene dalam mengolah

Page 76: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

76

makanan, lingkungan yang tidak mendukung seperti tidak disediakan alat

pelindung diri bagi tenaga pengolah makanan, pengalaman tenaga pengolah

makanan yang masih sedikit dalam hal pengolahan makanan dan belum pernah

mengikuti pelatihan tentang higiene dalam pengolahan makanan, serta belum

pernah mendapatkan informasi seperti sosialisasi tentang higiene pengolahan

makanan.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Azira dkk (2012) di Malaysia juga

menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan

perilaku (p=0,041), namun masih ada aspek yang masih perlu ditekankan seperti

langkah-langkah kebersihan seperti penyimpanan bahan makanan, penggunaan

perhiasan dan jam tangan untuk meningkatkan pengetahuan penjamah makanan.

Penelitian lain yang senada dilakukan oleh Calin Jianu dkk (2012) di Romania

menyebutkan bahwa ada korelasi positif antara tingkat pengetahuan dengan

perilaku penjamah makanan dalam menangani makanan. Penjamah makanan

dengan pengetahuan baik memiliki kecenderungan untuk menangani makanan

dengan baik pula.

Sehingga asumsi peneliti, pengetahuan penjamah makanan meningkat karena

adanya faktor dukungan pengelola dalam pemberian kesempatan untuk mengikuti

penyuluhan sehingga peningkatan pengetahuan berimplikasi terhadap perilaku

penjamah makanan dalam penerapan CPPB IRTP.

Page 77: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

77

6.1.7 Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi/reaksi terhadap suatu obyek,

memihak/tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan

(afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang

terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya

Hasil penelitian mendapatkan bahwa 46,84% sikap penjamah makanan pada

IRTP tergolong baik. Hal ini tentu merupakan hasil yang positif mencerminkan

pendapat dan persepsi penjamah makanan yang baik terhadap penerapan CPPB

IRTP. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa penjamah makanan yang memiliki

sikap baik sebagian besar juga berperilaku baik (70,27%). Hal ini sesuai dengan

teori tentang terjadinya perilaku yang menyebutkan bahwa terbentuknya perilaku

didahului oleh terbentuknya sikap. Seseorang yang memiliki sikap yang baik

memiliki kecenderungan untuk berperilaku yang baik (Wawan, 2010).

Sikap dapat menjadi suatu perubahan nyata apabila terdapat kondisi tertentu

yang mempengaruhi antara lain fasilitas dan dukungan. Sikap merupakan hal

penting dalam kehidupan sehari-hari, karena apabila sikap sudah terbentuk, dalam

diri seseorang maka sikap tersebut dapat menentukan tingkah laku terhadap

sesuatu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010) bahwa selain

domain kognitif (pengetahuan), domain attitude (sikap) juga merupakan salah satu

komponen dalam pembentukan perilaku.

Pengetahuan penjamah makanan sejalan dengan sikap artinya apabila

pengetahuan penjamah makanan berada dalam kategori baik maka sikap juga akan

berada dalam kategori baik dan sebaliknya jika pengetahuan kurang maka sikap

Page 78: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

78

juga akan kurang. Sesuai pendapat Soejoeti (2005) bahwa ada tiga faktor yang

menyebabkan timbulnya perubahan, pemahaman, sikap dan perilaku seseorang,

sehingga seseorang mau mengadopsi perilaku baru yaitu: (1) kesiapan psikologis

ditentukan oleh tingkat pengetahuan, kepercayaan, (2) adanya tekanan positif dari

kelompok atau individu dan (3) adanya dukungan lingkungan. Dijelaskan juga

oleh Green (1994) bahwa mewujudkan sikap menjadi perbuatan yang nyata

diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Faktor yang

mendukung tersebut adalah: 1) faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, keyakinan

dan persepsi), 2) faktor pendukung (akses pada pelayanan kesehatan, keterampilan

dana danya referensi), 3) faktor pendorong terwujud dalam bentuk dukungan

keluarga, tetangga dan tokoh masyarakat.

Dharmasari (2007) juga menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap

berhubungan dengan pengobatan sendiri yang aman, tepat dan rasional. Sikap

dapat dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk berespons atau bertindak

secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif

atau negatif. Dengan kata lain sikap perlu penilaian, ada penilaian positif, negatif

dan netral tanpa reaksi afektif apapun, misalnya tertarik kepada seseorang, benci

terhadap suatu iklan dan suka pada makanan tertentu. Sikap mempengaruhi

pandangan seseorang terhadap suatu objek, mempengaruhi perilaku dan relasi

dengan orang lain. Untuk bersikap harus ada penilaian sebelumnya yaitu sikap

yang baik atau tidak baik. Perasaan sering berakar dalam sikap dan sikap dapat

diubah sehingga sikap biasanya berhubungan dengan kepercayaan (Wawan,

2010).

Page 79: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

79

Sikap penjamah makanan yang sebagian besar baik ini tentu merupakan suatu

potensi yang besar dalam mendukung penerapan CPPB IRTP. Berdasarkan hasil

analisis terbukti ada pengaruh sikap terhadap perilaku penjamah makanan dengan

nilai prevalence ratio sebesar 2,13 itu menunjukkan bahwa peluang perilaku baik

pada penjamah makanan yang memiliki sikap baik 2,13 kali dibandingkan

penjamah makanan yang memiliki sikap kurang.

Pengaruh sikap yang baik terhadap perubahan perilaku ke arah yang lebih

baik sudah dibuktikan pada beberapa penelitian kesehatan. Berdasarkan hasil

penelusuran ditemukan penelitian oleh Meikawati dkk (2010) yang dilakukan di

Semarang. Sikap mendukung responden akan berhubungan dengan perilaku atau

praktek higiene dan sanitasi makanan karena dianggap responden memahami

betul pengetahuan tentang higiene dan sanitasi makanan, selain itu sikap juga

dapat didasari oleh pengalaman yang didapat serta budaya yang biasa dilakukan,

selain itu masih ada lagi yaitu dengan fasilitas yang tersedia (Meikawati dkk,

2010).

6.1.8 Pengaruh Penyuluhan Terhadap Perilaku Penjamah Makanan

Penjamah makanan yang pernah mengikuti penyuluhan hanya sebanyak 21

orang (26,58%). Penyuluhan yang selama ini dilakukan hanya melibatkan

pengelola atau penanggung jawab IRTP padahal yang berperan terhadap hygiene

dan sanitasi makanan adalah penjamah makanan yang melakukan kontak

langsung dengan makanan. Penyuluhan merupakan alat yang efektif untuk

meningkatkan pengetahuan penjamah makanan tentang higiene sanitasi makanan.

Page 80: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

80

Berdasarkan data yang dikumpulkan pada penelitian ini tidak ada pengaruh antara

penyuluhan pangan terhadap perilaku penjamah makanan. Namun berdasarkan

hasil analisis tambahan, penyuluhan terbukti memberikan pengaruh terhadap

sikap penjamah makanan. Sehingga dapat disimpulkan, penyuluhan memberikan

pengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku penjamah makanan.

Temuan ini memiliki implikasi dalam penguatan program implementasi

penerapan CPPB IRTP di masa mendatang. Penyuluhan pangan umumnya

dilakukan tidak hanya untuk memberi pengetahuan tentang CPPB IRTP saja tetapi

diberikan juga pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep dan tujuan

implementasi CPPB IRTP agar dapat memperbaiki sikap penjamah makanan.

Selain itu dalam setiap berakhirnya penyuluhan yang penting untuk dievaluasi

adalah peningkatan sikap penjamah makanan dan selanjutnya menilai perilaku

mereka.

Dalam berbagai telaah literatur didapatkan penyuluhan memiliki pengaruh

yang besar terhadap perilaku penjamah makanan. Seperti pada penelitian meta

analisis yang dilakukan Jan Mei Soon dkk (2012) di Malaysia memperoleh hasil

bahwa penyuluhan dan pelatihan keamanan pangan dapat meningkatkan

pengetahuan dan sikap penjamah makanan khususnya tentang praktek kebersihan

tangan. Namun kenyataan lain ditemukan oleh Zain Maizon (2002) di Malaysia

yang menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan dari sikap dan perilaku

penjamah makanan yang pernah mendapat penyuluhan maupun tidak. Sehingga

dipandang perlu untuk melakukan perencanaan program intervensi bagi tenaga

penjamah makanan tersebut.

Page 81: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

81

Secara teori, penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan

seseorang pada suatu hal. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak

mudah. Titik berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah

penyuluhan yang berkelanjutan (Kemenkes RI, 2012). Dalam proses perubahan

perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena penambahan

pengetahuan saja namun diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan

sekaligus sikap mantap yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik,

produktif, dan menguntungkan (Lucie, 2005).

Sehingga asumsi peneliti, penyuluhan menjadi tidak berpengaruh terhadap

perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB pada IRTP karena

rendahnya jumlah penjamah makanan yang sudah memperoleh penyuluhan dalam

penelitian ini (26,58%). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penjamah

makanan tidak diwajibkan memiliki sertifikat penyuluhan khususnya dalam

proses pengurusan izin IRTP. Pengelola IRTP hanya melampirkan sertifikat

penyuluhan yang dimiliki oleh pengelola sebagai salah satu kelengkapan berkas

permohonan izin. Oleh karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penjamah

makanan untuk memiliki sertifikat penyuluhan serta tidak adanya sanksi bagi

yang tidak memiliki sertifikat penyuluhan menyebabkan penjamah makanan

enggan mengikuti penyuluhan tersebut.

Page 82: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

82

6.1.9 Pengaruh Ketersediaan Fasilitas Terhadap Perilaku Penjamah

Makanan

Fasilitas di IRTP harus dapat menjamin bahwa pangan tidak tercemar oleh

bahaya fisik, biologis, dan kimia selama dalam proses produksi serta mudah

dibersihkan dan disanitasi (BPOM, 2012). Peranan fasilitas dalam higiene sanitasi

makanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip higiene sanitasi.

Dalam penelitian ini ditemukan kepemilikan sarana cuci tangan dan tempat

sampah masih rendah yaitu hanya 46,84%. Kedua fasilitas ini dikategorikan

sebagai fasilitas utama karena kedua fasilitas ini mampu mencegah kontaminasi

bakteri dan kuman dari tangan penjamah maupun dari serangga. Fasilitas cuci

tangan dinyatakan memenuhi syarat apabila dilengkapi dengan air mengalir dan

sabun, sementara tempat sampah baru memenuhi syarat apabila dipilah menjadi

sampah organik dan anorgnik. Pemilahan ini bertujuan untuk memudahkan

penanganan masalah sampah (pengangkutan, pendistribusian, dan pengolahan

sampah).

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2014) di Pantai Kedonganan

menyatakan hal yang berbeda yaitu ketersediaan fasilitas memiliki hubungan

dengan perilaku mencuci tangan. Penjamah makanan akan melakukan perilaku

mencuci tangan apabila tersedia fasilitas cuci tangan. Ketersediaan tempat

mencuci tangan yang dekat dengan tempat kerja, adanya sabun dan lap pengering

secara kontinu akan menyebabkan terjadi peningkatan perilaku cuci tangan pada

penjamah makanan. Namun hasil ini tidak melihat keterkaitan antara dukungan

pengelola dengan fasilitas sehingga kemungkinan besar dukungan pengelola yang

Page 83: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

83

baik di Pantai Kedonganan ini juga mempengaruhi perilaku penjamah makanan

untuk mencuci tangan.

Hasil analisis menemukan tidak ada pengaruh dari ketersediaan fasilitas

terhadap perilaku penjamah makanan dalam menerapkan CPPB IRTP.

Ketersediaan fasilitas menjadi tidak berpengaruh terhadap perilaku karena hanya

55,70% penjamah makanan bekerja di IRTP yang memiliki fasilitas lengkap.

Berdasarkan hasil observasi, hanya 46,84% penjamah makanan bekerja di sarana

yang memiliki fasilitas utama berupa sarana cuci tangan dan tempat sampah

sesuai standar. Namun tidak semata-mata fasilitas yang lengkap dapat menjamin

perilaku penjamah menjadi baik. Dari hasil pengamatan, tidak semua IRTP

memiliki peraturan tertulis mengenai higiene dan sanitasi berupa Standard

Operating Procedures (SOP) di lingkungan tempat kerjanya sehingga penjamah

makanan merasa tidak berkewajiban menggunakan fasilitas tersebut dengan benar.

Salah satu contoh yaitu fasilitas cuci tangan yang disediakan oleh pengelola sudah

lengkap dengan sabun, air mengalir dan lap pengering namun tidak diikuti oleh

perilaku penjamahnya untuk mencuci tangan sebelum mengolah makanan.

Artinya selain menyediakan fasilitas lengkap, pengelola juga berkewajiban

memberikan dukungan kepada tenaga kerjanya dalam hal ini penjamah makanan

dengan menyiapkan peraturan tertulis berupa SOP sehingga pemanfaatan fasilitas

yang disediakan menjadi lebih maksimal.

Page 84: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

84

6.1.10 Pengaruh Dukungan Pengelola Terhadap Perilaku Penjamah

Makanan

Penilaian dukungan pengelola merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam penerapan

CPPB pada IRTP. Berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan yaitu

penilaian dukungan hanya menanyakan apakah pengelola menyiapkan

perlengkapan kerja seperti pakaian kerja, celemek, masker dan penutup kepala,

pada penelitian ini dukungan pengelola dinilai dari ada tidaknya penghargaan

berupa pujian atau insentif apabila pelengkapan kerja tersebut digunakan setiap

melakukan pengolahan makanan dan apakah pengelola membuat kebijakan

tertentu untuk mendorong penjamah makanan untuk berperilaku baik. Salah satu

bentuk kebijakan yang dibuat oleh pengelola adalah kebijakan tentang pemberian

kesempatan mengikuti penyuluhan, pemberian insentif, pemberian pujian dan

penghargaan. Dengan kata lain hasil penilaian dukungan pada penelitian ini lebih

kongkrit dengan mencerminkan adanya aspek perilaku.

Dengan berbedanya kriteria yang digunakan untuk menilai dukungan tersebut

maka hasil penelitian ini sedikit berbeda yaitu pengelola dengan dukungan baik

sebesar 45,57%. Dukungan pengelola terbukti mempunyai pengaruh yang sangat

kuat terhadap perilaku baik penjamah makanan dalam penerapan CPPB IRTP

mencapai 83,33%. Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan poisson

regression didapatkan pengaruh independent dukungan terhadap perilaku

penjamah makanan sangat kuat yang tercermin dari prevalence ratio sebesar 3,01

yang artinya peluang perilaku baik pada IRTP dengan dukungan pengelola yang

Page 85: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

85

baik 3,01 kali dibandingkan peluang perilaku baik pada IRTP dengan dukungan

pengelola yang kurang. Berdasarkan hasil uji statistik pengaruh dukungan

pengelola ini dinyatakan bermakna. Selain itu, berdasarkan analisis tambahan

ternyata dukungan pengelola yang baik mempengaruhi pengetahuan penjamah

makanan. Dengan kata lain, dukungan pengelola melalui pemberian kesempatan

mengikuti penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan penjamah makanan.

Dengan pengetahuan yang baik, penjamah makanan akan terdorong untuk

berperilaku baik.

Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini dilakukan oleh Dewi di

Pantai Kedonganan tahun 2014. Hasil penelitian dengan analisis uji chi square

menunjukkan ada hubungan dukungan pemilik usaha/pengelola (p=0,000) dengan

perilaku cuci tangan. Hasil uji Binary Logistic Regression, untuk mengetahui

pengaruh variabel secara bersama-sama menunjukkan faktor dukungan pemilik

usaha/pengelola dan fasilitas cuci tangan memberikan pengaruh secara bersama-

sama dengan perilaku cuci tangan sebesar 68,3%. Faktor dukungan pemilik

usaha/pengelola merupakan faktor yang memberikan kontribusi paling dominan

terhadap perilaku cuci tangan di Pantai Kedonganan.

Dukungan pengelola memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku

penjamah makanan dalam menerapkan CPPB IRTP. Berdasarkan hasil

wawancara, perilaku penjamah makanan menjadi baik karena adanya reward dari

pengelola. Jenis reward yang diberikan berupa peningkatan gaji bagi penjamah

makanan yang bekerja cukup lama di perusahaan yang sama, bonus atau uang

tambahan bagi penjamah makanan yang menerapkan CPPB IRTP, uang lembur

Page 86: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

86

bagi penjamah makanan yang bersedia bekerja di luar jam kerja, dan tunjangan

hari raya (THR) bagi penjamah makanan yang merayakan hari raya keagamaan.

Hasil penelitian ini mempunyai implikasi penting terhadap program peningkatan

higiene dan sanitasi makanan. Perlu dipertimbangkan berbagai strategi untuk

mendorong pengelola membuat kegiatan atau membuat kebijakan yang

mendorong penerapan CPPB IRTP seperti adanya punishment bagi penjamah

makanan yang tidak menerapkan CPPB IRTP dan membentuk tim kendali mutu

internal yang berfungsi sebagai pengawas intern perusahaan.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam setiap penelitian tentu tidak akan bisa sepenuhnya bisa terbebas dari

berbagai keterbatasan. Begitu pula dengan penelitian ini memiliki keterbatasan

internal saat proses pengumpulan data. Pengumpulan data saat wawancara tidak

dapat dilakukan secara rahasia pada semua responden karena pada beberapa IRTP

tidak memberikan waktu khusus untuk mewawancarai penjamah makanan

sehingga proses wawancara dilakukan saat penjamah makanan sedang bekerja.

Untuk mengatasi hal tersebut, enumerator menjelaskan kepada responden bahwa

akan merahasiakan informasi yang diperoleh dalam penelitian tersebut serta

memberikan satu rangkap kuesioner sebagai pedoman untuk mengurangi

kemungkinan penjamah makanan tidak mendengar pertanyaan dari enumerator.

Pengumpulan data variabel sikap juga mengalami keterbatasan yaitu terjadi

social desirable bias yaitu kecenderungan seseorang untuk menjawab pertanyaan

sedemikian rupa sehingga membuat dirinya terlihat positif sesuai dengan norma

Page 87: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

87

yang standar yang diakui banyak orang. Untuk mengatasi hal tersebut, sebelum

wawancara dimulai enumerator menjelaskan bahwa jawaban responden tidak

akan berdampak terhadap pekerjaanya maupun IRTP tempatnya bekerja.

Sedangkan saat observasi, beberapa responden juga mengalami hallo effect

karena mengetahui kehadiran observer sehingga cenderung berperilaku sesuai

dengan norma yang benar. Untuk mengatasi hal tersebut, observer datang sebagai

pembeli yang secara tidak langsung dapat mengamati perilaku penjamah

makanan. Disamping itu dalam penelitian ini masih ada faktor yang ditemukan

memperoleh hasil yang berbeda dari penelitian yang sudah ada sehingga

diperlukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang berbeda ataupun jumlah

sampel yang lebih besar.

Sementara itu, untuk keterbatasan eksternal penelitian ini hanya dilakukan

pada IRTP yang sudah memiliki izin saja sehingga tidak dapat digeneralisasi

terhadap seluruh penjamah makanan di Kabupaten Karangasem.

6.2.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan yang digunakan adalah

crossectional analitik. Pertimbangan pemilihan rancangan penelitian karena waktu

penelitian yang jauh lebih singkat, biaya yang diperlukan lebih murah, dan bisa

digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko terjadinya variabel tergantung

(perilaku penjamah makanan). Keterbatasan penelitian sebagai akibat dari

pemilihan rancangan peneliian ini adalah tidak mampu membuktikan salah satu

kriteria hubungan kausa adanya temporal relationship.

Page 88: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

88

Walaupun penelitian ini memiliki kelemahan tidak bisa menjelaskan adanya

hubungan temporal tetapi masih bisa membuktikan beberapa kriteria lainnya.

Salah satu kriteria hubungan kausa yang bisa dibuktikan adalah kriteria hubungan

kausa yang pertama yaitu membuktikan kuatnya hubungan berdasarkan ukuran

asosiasi. Ukuran asosiasi yang digunakan pada penelitian ini adalah prevalence

ratio yang membandingkan dua buah prevalence. Prevalence ratio pada penelitian

ini adalah perbandingan prevalence perilaku penjamah makanan dalam penerapan

CPPB IRTP pada masing-masing kelompok penjamah makanan. Selain itu kriteria

hubungan kausa yang lain seperti adanya konsistensi, spesifik, koheren dan

analogi bisa terpenuhi.

6.2.2 Kualitas Data

Sumber data pada penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan

menggunakan instrumen penelitian berupa lembar observasi dan kuesioner

terstruktur. Lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi yang telah

disesuaikan untuk mengukur perilaku penjamah makanan dalam penerapan CPPB

IRTP dan ketersediaan fasilitas IRTP. Kuesioner yang digunakan untuk

wawancara dengan pengelola telah dikembangkan berdasarkan definisi

operasional yang jelas dan setiap pertanyaan telah mewakili poin-poin yang harus

diukur pada masing-masing variabel. Pertanyaan pada kuesioner sebagian besar

adalah pertanyaan tertutup dengan dua atau tiga pilihan jawaban sehingga

memudahkan responden untuk menjawab. Sebelum turun kelapangan kuesioner

telah dicobakan pada saat latihan enumerator. Hasilnya semua pertanyaan bisa

Page 89: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

89

dimengerti dengan baik dan tidak memberikan makna ganda atau ambigu.

Berdasarkan penilaian terhadap instrumen yang digunakan maka data yang

dihasilkan dapat dijamin kualitasnya.

Dilihat dari enumerator yang mengumpulkan data, mereka merupakan

petugas puskesmas telah memahami tentang variabel yang diteliti. Selain itu dua

orang enumerator yang mengumpulkan data merupakan yang diseleksi dan dilatih

untuk melakukan observasi pada penjamah makanan sebelum turun ke lapangan.

Mempertimbangkan hal tersebut maka dilihat dari personil pengumpul data dapat

dikatakan bahwa kualitas data yang berhasil dikumpulkan dapat dijamin

validitasnya.

Page 90: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

90

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa

faktor yang terbukti mempengaruhi perilaku penjamah makanan secara signifikan

dalam penerapan CPPB pada IRTP di Kabupaten Karangasem adalah

pengetahuan, sikap dan dukungan pengelola. Sedangkan umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, masa kerja, penyuluhan dan ketersediaan fasilitas tidak

mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam penerapan CPPB pada IRTP.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terutama pembahasan implikasi

hasil penelitian terhadap upaya mendukung penerapan CPPB pada IRTP dan

berdasarkan simpulan yang diambil maka dapat dirumuskan saran sebagai berikut:

1. Bagi pengelola IRTP

a. Menciptakan suasana kerja yang mendukung seperti suasana kekeluargaan

dan menyenangkan sehingga penjamah makanan dapat menerapkan CPPB

IRTP.

b. Memberi reward berupa pujian, peningkatan gaji, pemberian uang

tambahan atau bonus, dan pemberian tunjangan hari raya bagi penjamah

makanan yang sudah menerapkan CPPB IRTP dengan baik. Pemberian

reward ini diharapkan meningkatkan pembentukan sikap dan motivasi

kerja penjamah makanan.

90

Page 91: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

91

c. Memberi kesempatan kepada penjamah makanan untuk mengikuti

penyuluhan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan penjamah makanan

mengenai penerapan CPPB IRTP.

d. Menyediakan fasilitas IRTP yang lengkap khususnya fasilitas utama yang

wajib ada yaitu sarana cuci tangan dan tempat sampah sesuai standar serta

melengkapinya dengan peraturan tertulis untuk mengoptimalkan

penggunaan fasilitas tersebut.

2. Bagi penjamah makanan

Meningkatkan rasa memiliki terhadap IRTP sehingga dapat menerapkan

CPPB IRTP dengan tujuan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

Menghasilkan produk yang berkualitas tinggi sama artinya dengan

menyediakan pangan yang aman untuk masyarakat.

3. Bagi Dinas Kesehatan

a. Pada IRTP yang sudah memiliki izin

Melakukan kegiatan yang mendukung penerapan CPPB pada IRTP seperti

pemantauan rutin, pendampingan secara berkelanjutan serta memberikan

penyuluhan tidak hanya kepada pengelola tetapi juga kepada penjamah

makanan dengan metode dan media yang lebih dikembangkan untuk

meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan sikap penjamah makanan.

Inspeksi pada IRTP juga perlu dilakukan untuk memantau penerapan

CPPB. Inspeksi ini dilakukan bekerjasama dengan petugas puskesmas

untuk mengetahui waktu produksi IRTP tersebut. Diharapkan juga agar

Dinas Kesehatan melakukan advokasi kepada pemerintah daerah untuk

Page 92: faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam ...

92

merancang sanksi tertulis (punishment) berupa peraturan daerah bagi IRTP

yang melanggar aturan mengenai CPPB dan disosialisasikan kepada

seluruh IRTP yang sudah memiliki izin.

b. Pada IRTP yang belum memiliki izin

Melakukan pembinaan agar IRTP tersebut menerapkan CPPB dalam

proses produksinya, melakukan integrasi, koordinasi dan kerjasama lintas

program dan lintas sektor untuk melakukan sosialisasi prosedur perizinan

termasuk memberi informasi bahwa pengurusan izin IRTP tersebut tidak

dipungut biaya. Selain itu, upaya advokasi perlu dilakukan agar dinas

terkait menyederhanakan alur birokrasi untuk mempermudah penerbitan

izin serta agar dinas terkait menggunakan sistem jemput bola untuk

mendorong pengelola IRTP melengkapi legalitas usahanya.

4. Bagi peneliti selanjutnya

a. Melakukan eksplorasi variabel lain untuk meneliti perilaku penjamah

makanan seperti persepsi, biaya, jumlah informasi, dan kebijakan IRTP

serta mengkaji kembali faktor yang tidak ditemukan berpengaruh secara

signifikan.